Sunteți pe pagina 1din 18

TERIMA KASIH PARA

MUJAHID

Terima Kasih Para Mujahid

oleh : H. Mas’oed Abidin


Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia
Perwakilan Sumatera Barat di Padang
Mentawai Menggapai Cahaya Iman

30
Terima Ksaih Para Mujahid

TERIMA KASIH PARA MUJAHID

Alhamdulillahi rabbil `alamiin. Segala puji


teruntuk bagi Allah, Rabb - Penguasa seluruh alam ,
suatu kalimat yang paling pantas diucapkan sebagai tanda
syukur atas segala anugerah dan Rahmat dari-Nya.
Terima kasih secara tulus disampaikan, sebagai pengiring
ucapan syukur itu, kepada semua pihak -- terutama kaum
Muslimin -- yang satu persatu tentu tidak mungkin disebutkan,
atas amalan ikhlas yang ditanam.
Berkali-kali kata terima kasih terloncat secara spontan dari
lubuk hati yang bersih, seringkali diiringi deraian air mata.
Bukannya air mata sedih karena duka, tetapi air mata bahagia
lantaran kata berjawab, gayung bersambut jua adanya. Percikan air
mata membasahi kalbu MUKMIN, tersebab besarnya peluang
Rahmat Allah yang ditumpahkan untuk kita semua di daerah ini
-- khususnya Sumatera Barat -- yang sedari dulu bergelar Serambi
Mekkah.

31
Mentawai Menggapai Cahaya Iman

Minangkabau panggilan akrab sejak dulu, di daerah


Sumatera Barat wilayahnya kini, di dalam Pulau Perca atau Pulau
Sumatera yang pernah lebih dikenal dengan Pulau Andalas,
seakan pengganti Andalusia tempat Islam pernah jaya pada tujuh
abad yang silam.
Sungguh di sini kita hidup, dalam jajaran pulau-pulau
Nusantara yang membentuk jalinan tanah air tercinta Indonesia,
dengan keanekaragaman adat dan bahasa, membentuk Bhineka
Tunggal Ika, cantik, indah dan kaya. Sebagaimana diungkapkan
para pujangga qith-'atun minal jannah fid-dunya atau
penaka sepotong syurga yang terletak di dunia. Alhamdulillah, di
daerah indah itulah kita ditakdirkan Allah, berada.
Memang, belum seluruh daerah kita maju. Bukan karena
sengaja dilupakan atau ditinggalkan. Akan tetapi karena
beberapa banyak faktor penyebab. Seperti jauhnya jarak, sulitnya
hubungan, kondisi alam dan masyarakat. Kurangnya tenaga, dan
juga kekurangan dana.
Di antara daerah tersebut adalah MENTAWAI, yang
terletak di sebelah barat Pulau Perca, membentang sepanjang Air
Bangis (Pasaman) hingga Muko-muko (Pesisir Selatan), atau
praktis sepanjang bibir pantai Sumatera Barat.
Sungguhpun Mentawai terdiri hanya empat kecamatan,
yakni Kec. Siberut Utara, Siberut Selatan, Sipora dan Kec. Pagai
Utara Selatan, di dalam daerah tingkat II Kabupaten Padang
Pariaman. Akan tetapi berjarak lebih kurang antara 90 hingga 120
mil laut dari pantai Padang. Tidak ada hubungan transportasi
langsung dari Pariaman (ibu kabupaten) ke gugusan kepulauan
ini. Yang ada hanya hubungan kapal perintis atau kapal kayu
(antar pulau) dari Muara (Padang) dan Bungus (Teluk Kabung)
menuju keempat kecamatan ini. Itupun sampai sekarang (1996),
belum ada hubungan rutin setiap hari. Baru terhitung dua atau
tiga kali setiap minggunya.

32
Terima Ksaih Para Mujahid

Hubungan transportasi ini sudah lebih maju dibandingkan


tiga dasawarsa yang lalu, dimana untuk mendatangi pulau-pulau
tersebut hanya ada beberapa kali dalam sebulan.
Walaupun sampai hari ini masih dirasakan sebagai suatu
kenyataan, bahwa belum ada transportasi laut yang langsung
menghubungkan ke empat kecamatan, dan pula tidak ada
hubungan darat antar kecamatan tersebut. Kondisi ini mau tidak
mau menjadikan satu kecamatan terputus hubungan dengan
kecamatan lainnya. Namun dalam waktu-waktu akhir ini, secara
berangsur tetapi pasti hubungan transportasi antar kecamatan
mulai dikembangkan. Seperti dengan penggabungan izin
pelayaran Padang -- Sioban -- Sikakap pp. di gugusan Mentawai
Selatan, serta Padang -- Muara Siberut -- Muara Sikabaluan pp di
Mentawai Sebelah Utara.
Masih terasa sulit untuk mendatangi satu kecamatan di
Selatan dari kecamatan di utara kepulauan ini. Kecuali dengan
boat-boat penduduk atau pedagang yang di-charter.
Boat-boat itu hanya berkekuatan 15-25 PK, dengan perahu
kayu bermuatan antara 8 sampai 10 orang. Dengan resiko yang
cukup berat, basah di waktu hujan atau kepanasan di bawah terik
matahari di tengah laut. Dan perubahan cuaca seketika, angin dan
badai bisa menerpa. Masih terasa ringan kalau pelayaran itu
berada di pantai timur, antara Mentawai dan Sumatera, karena
ombaknya tidak terlalu besar. Namun sulit diterka bila pelayaran
harus mendatangi daerah-daerah (desa) di pantai barat
Kepulauan Mentawai ini, seperti Simatalu, Simalegi dan
Sigapokna (pantai barat Siberut Utara), atau Sagalubbek, Pasakiat
Taileleu (bagian barat Siberut Selatan), punya tantangan
tersendiri.
Ada pula di jantung pedalaman pulau Siberut, seperti
Sotboyak dan Mongonpoula (Siberut Utara) atau Matotonan,
Madobak, Ugai dan Rogdog (Siberut Selatan). Di sana ada

33
Mentawai Menggapai Cahaya Iman

pejuang-pejuang ummat yang memikul beban jihad da'wah


Ila’llah, membawa masyarakat ke arah kemajuan dan
perkembangan di era pembangunan bangsa.
Gelombang besar sulit mereda, tidak jarang tingginya
mencapai 2 hingga 3 meter, sebagaimana sering diumumkan
dalam prakiraan cuaca sesudah siaran-siaran berita, karena
letaknya di pantai barat yang berbatasan langsung dengan
Samudera Indonesia (Samudera Hindia). Hanya beberapa bulan
dalam setahun, lautnya agak bersahabat, jika yang bertiup adalah
angin timur.
Begitulah yang kita temui jika mendatangi daerah-daerah
seperti: Bettumonga (artinya ombak berdebur), Berimanua,
Taraet, Boshua (di barat Sipora) atau Tapak, Bulasat, Sinakak dan
daerah lainnya di pantai barat Pagai Utara/Selatan.
Sungguhpun sulit, akan tetapi di daerah-daerah tersebut
masih tetap ada tenaga-tenaga pembina ummat. Yang dengan
ketekunan dan kesadaran yang tinggi dan dalam serba
keterbatasan yang dimiliki, selalu berusaha membina
masyarakatnya. Mereka adalah "mujahid da'wah".
Mentawai adalah daerah yang "minta di-awai". Artinya
perlu dijamah dengan cara-cara yang khusus dan terus-menerus.
Begitu di antara ungkapan yang disampaikan oleh Zainal Bakar,
SH di kala menjabat Bupati Kepala Daerah Tk. II Kab. Padang
Pariaman. Bahkan setiap kali bertemu, beliau tidak lupa
memberikan dorongan moril yang besar ke Mentawai.
Prof. Drs. Harun Zain, di kala menjabat Gubernur Kepala
Daerah Tk. I Prop. Sumatera Barat, melakukan penjamahan yang
lebih khusus. Mengangkat kepala suku Sekudai sebagai saripok
atau saudara, supaya jangan ada lagi perbedaan dirasakan antara
Tanah Tepi dengan putera Mentawai1). Paling berkesan, usaha Ibu
1 )
Kepala Suku Sekudai, dipotong rambutnya yang panjang, diberi pakaian
yang sopan, dan dihadiahi sepasang Kerbau, sekarang Kerbau itu berkeliaran di

34
Terima Ksaih Para Mujahid

Ratna Sari Harun Zain, dengan mengirimkan enam belas


pemuda-pemuda Mentawai bersekolah ke Jawa, di antaranya ke
Pesantren Pertanian Darul Fallah Bogor, sekitar dua puluh tahun
yang lalu.
Hasilnya dirasakan hari ini. Di antara yang terdidik itu,
sudah ada yang kembali ke kampung halaman mereka di
Kepulauan Mentawai dengan kedudukan sebagai kepala desa,
guru agama, da'i, pedagang, bahkan ada yang di ABRI. Dan
menjadi pemuka-pemuka masyarakat.
Usaha-usaha besar demikian dilakukan oleh pribadi-
pribadi yang memiliki kepedulian yang tinggi untuk membentuk
SDM Mentawai dalam berbagai bidang. Dengan mendirikan
panti-panti asuhan anak-anak Mentawai. Menyekolahkan mereka
bahkan sampai ke luar Sumatera Barat dan menyantuni mereka
menurut kadar kemampuan yang ada. Jumlahnya hari ini sudah
puluhan orang yang tersebar menuntut ilmu. Ada yang di Jawa,
Medan, Pekanbaru dan bahkan di Kalimantan. Belum dihitung
lagi yang tengah menuntut ilmu di Tanah Tepi, bahkan sudah di
perguruan tinggi di Padang dan Bukittinggi.
Bakri Tasirebbeb2), tahun tujuh puluhan mulai
mendirikan Yayasan Pembangunan Masyarakat Mentawai. Dia
tetap bergerak hingga hari ini, tentu memiliki catatan-catatan
lengkap tentang jumlah anak-anak yang dididik di bawah
asuhannya.
Keluarga-keluarga di Pariaman, Padang dan lain-lain
sampai ke pelosok dusun telah membuka pintu untuk tempat
tinggal anak-anak Mentawai yang mau bersekolah.
Panti-panti asuhan anak Mentawai di Gadut dan beberapa

rimba Sagalubbek dan masih diberi nama kerbau Harun Zain.


2 )
Bakri Tasirebbeb, seorang pensiunan pegawai negeri sipil pada Dinas
Perindustrian Tk.II Kab. Padang Pariaman dan sekarang masih menjadi Ketua
YPMM beralamat di Gurun Lawas Padang.

35
Mentawai Menggapai Cahaya Iman

daerah seperti Talaok, Pesisir Selatan dan lain-lain, telah


menyimpan nama-nama besar para pendiri dan penyokong sejak
berdirinya hingga kini. Tidak cukup halaman tersedia, untuk
menuliskan satu per satu nama-nama yang telah berperan itu.
Senyatanya para penganjur, penggerak dan motivator itu,
telah berbuat besar menurut kadar kemampuan yang ada.
Didorong oleh cita-cita dan semangat yang tinggi, "inna'llaha
laa yughayyiru ma bi quamin hatta yughayyiru maa
bi anfusihim"3), artinya bahwa Allah sunguh-sungguh
tidak akan merobah satu kaum, sehingga kaum itu
sendiri berusaha merubah apa yang ada pada
anfus/diri mereka sendiri. Maknanya adalah usaha besar ke
arah pembentukan Sumber Daya Manusia.
Pada hakekatnya, semua pribadi-pribadi itu adalah para
mujahid yang memikul jihad yang besar, yaitu da'wah ilal
khairi, yaitu usaha yang tidak henti-hentinya mengajak kepada
kebajikan dan kemajuan, sebagaimana diwajibkan oleh Islam (Al
Quran).

Da'wah Islam ke Mentawai tidak dimulai hari ini.


Perjalanannya telah menempuh waktu puluhan tahun lalu.
Inyik Adam BB, seorang ulama dan penda'wah terkenal
di Padang Panjang yang mewariskan Bustanul Ulum dan orang
tua dari Huriyyah Adam, termasuk seorang yang sangat aktif
dalam membina da'wah Islam di Mentawai pada tahun 1956.
Banyak kader-kader Mentawai yang dicetak beliau. Diantaranya
suku Sakerebau di Boshe Siberut Utara.
Ibu Rumah El Yunusyiah, pendiri Diniyah Putri Padang
Panjang, pada tahun lima puluhan itu, sengaja menyediakan
kelas khusus di perguruan terkenal itu, untuk penampungan
3 )
QS. Ar Ra’d, 13 : 11

36
Terima Ksaih Para Mujahid

pendidikan putri-putri Mentawai. Di antaranya hingga sekarang


masih hidup di Mentawai Ibu Meili di Simalegi, aktif membina
ummatnya, walapun sudah termasuk sepuh.
Bapak Wakil Presiden Republik Indonesia, Mohammad
Hatta memberi nama Desa Berkat kepada sebuah desa di
seberang Sikakap (Pagai Utara Selatan), di kala seluruh penduduk
desa itu menyatakan memeluk Islam (1950), walaupun kelak
perlu dicatat penduduk desa itu pula yang dimurtadkan oleh
kegigihan misionaris.
Catatan penting untuk pelajaran berharga, bahwa
sebenarnya orang Mentawai lebih akrab dalam menerima Islam.
Akan tetapi kegagalan selalu mengintai apabila usaha pembinaan
keagamaan masyarakat muslim (muallaf) Mentawai terabaikan.
Orang Mentawai sebenarnya telah mulai bersentuhan
komunikasi dengan orang-orang Islam dari Tanah Tepi sejak tiga
ratus tujuh puluh lima tahun yang lalu. Yakni sejak orang Tiku
mulai berhubungan dagang dengan mereka (1621). Begitu kalau
kita menyimak lebih dalam buah tulisan Stefano Coronese,
seorang peneliti misionaris dalam bukunya Kebudayaan Suku
Mentawai,4) di bawah judul Kontak Dengan Suku-Suku
Tetangga.
Sungguhpun pembahasan judul itu diawali dengan
kalimat "Masuknya agama Hindu dan Islam ke Indonesia, tidak
dijumpai di Mentawai.... dan seterusnya", akan tetapi diakuinya
bahwa "Hubungan dengan suku-suku tetangga sudah ada pada
masa silam".
Dengan demikian dapat disarikan bahwa :
(1) Orang Mentawai bukanlah orang yang sulit berhubungan
dengan suku-suku lain, sebagaimana lazimnya ditemui

4 )
Penerbit PT. Grafidian Jaya, Cet. Pertama 1986, Cetakan Sapdodadi,
Jakarta, Halaman 31 - 35

37
Mentawai Menggapai Cahaya Iman

pada suku-suku terbelakang di belahan bumi. Malah


orang Mentawai adalah orang yang mudah berhubungan
dan mudah bergaul dengan pendatang, cepat berasimilasi
itulah yang terlihat hingga kini.
(2) Suku-suku tetangga dari Mentawai, terutama Enggano,
Bengkulu, Aceh dan Minangkabau (Tiku) tiada lain adalah
suku-suku yang telah lama menganut Islam, bahkan
berabad-abad sebelum orang Eropa menjejakkan kakinya
di bumi Nusantara Indonesia.
(3) Mentawai sudah didiami oleh orang-orang Islam (Melayu)
duaratus tahun lebih dahulu (1792, di Tunggul, Selat
Sikakap, Pagai) menurut John Crisp5). Padahal Misionaris
Kristen/Protestan baru mengenal Mentawai tahun 1901 di
bawah Pendeta August Lett dan rekannya A. Kramer dari
Jerman6). Dan Pastor Katolik baru menjejakkan kaki di
kepulauan ini tahun 1954 di bawah Pastor Aurelio
Cannizzaro7). Bedanya hanya, Misionaris Kristen masuk
dengan Pendeta dan Pastor, sedang Islam masuk melalui
orang-orang penganut Islam itu. Sebab tugas da'wah
adalah tugas setiap Muslim dimanapun mereka berada.
Bukan oleh MISI yang semata-mata tugasnya
mengajak/menarik ummatnya.
(4) Bahkan orang Mentawai telah berasimilasi dengan
pendatang-pendatang Muslim dari Melayu, Aceh, Bugis
terutama di Pasapuat (Sikakap) sedari 18798). Juga di
Labuhan Bajau (Siberut Utara) yang memiliki teluk-teluk
yang dalam, yang dikatakan sudah sejak dahulu
ditunggui oleh perampok9) dari Bugis dan Aceh.
5 )
Lihat Coronese, hal. 32
6 )
Lihat Coronese, hal. 28
7 )
Lihat Coronese, hal. 29
8 )
Menurut Catatan Hansen, lihat Coronense, hal. 34
9 )
Menurut hemat saya, tepatnya disebutkan adalah pelaut-pelaut bahari

38
Terima Ksaih Para Mujahid

(5) Orang Mentawai memiliki nilai-nilai budaya yang tinggi.


Identik dengan ajaran Islam. Mereka sangat menghargai
kehormatan wanita. Menganggap zina suatu perbuatan
tercela, terkutuk dan tidak bisa ditolerir. Sungguhpun
orang Mentawai mudah digauli secara baik, namun
perzinaan (perkosaan, ataupun hubungan seksual diluar
pernikahan) selalu di tentang. Dan hukumannya bisa
berakhir dengan kematian. Kalaulah cerita Stefano
Coronese benar, tentang terbunuhnya orang-orang Bugis
di Silabu karena memperkosa dan merampok wanita-
wanita Mentawai10), maka catatan itu dapat menjadi bukti,
betapa orang-orang Mentawai sejak dulu menghormati
hak martabat sebagai nilai budaya.
(6) Orang Mentawai adalah orang yang juga mempunyai jiwa
pejuang dan anti penjajahan. Itu terbukti dengan terbunuhnya
pendeta Jerman pertama yang datang ke Mentawai. Dan itu
terjadi manakala Pendeta bertugas sebagai perantara serdadu
Belanda11).
Tentang orang Mentawai juga sangat tidak senang dengan
penjajah asing dan ikut andil dalam perjuangan Kemerdekaan
Republik Indonesia, kiranya dengan jelas dapat dibuktikan.
Antara lain, tanyalah angkatan 45 yang ikut terjun di front
Sumatera Barat. Dalam masa Perang Kemerdekaan dan Clash ke
II (1945-1949) di Padang terkenal Kompi Mentawai yang
kebanyakan mereka adalah pakai tatto12). Bukti lain adalah
terdapatnya kuburan serdadu Belanda di Sioban Sipora.
Sungguhpun kuburan itu sekarang sudah banyak yang digusur
karena di sampingnya dibangun Gedung SMP Sioban.

penentang penjajahan Belanda


10 )
Lihat Coronese, hal. 32
11 )
Lihat Coronese, hal. 28
12 )
Dari hasil wwancara dengan Mayor Purnawirawan H. Mawardi Said, salah
seorang anggota Angkatan ‘45 Padang

39
Mentawai Menggapai Cahaya Iman

Karena itu, salahlah kalau kita mengira bahwa Mentawai


baru disentuh oleh Islam mulai tahun 1954, atau sesudah adanya
Rapat Tiga Agama di pusat-pusat kecamatan di Mentawai dalam
menghapus Arat Sabulungan13).

Pemimpin-pemimpin pemerintahan setingkat Assisten


Wedana yang bertugas di Mentawai, sejak masa tahun 1950
hingga 1956 telah melakukan pembangunan fisik dan spiritual
masyarakat kepulauan ini.
Ajakan-ajakan pemerintah tidak pernah ditentang oleh
penduduk Mentawai. Pertanda tingkat kesadaran dan kepatuhan
bernegara cukup dimiliki mereka.
Keinginan merubah nasib, dan meniru yang lebih baik
serta berhasil cukup diminati oleh masyarakat asli Mentawai.
Suatu keberhasilan dari Asisten Wedana Suyuti di
Sikabaluan (Siberut Utara) hingga ke Simatalu dan Simalegi,
menjadi buah bibir masyarakat hingga kini. Tidak hanya sekedar
buah bibir, anjurannya untuk menanami pantai dengan kebun
kelapa bisa dinikmati hingga sekarang.
Motivasi yang diberikan diselipkan melalui lagu anak-
anak sekolah dasar di daerahnya. Hingga kini, bait lagu itu tetap
didendangkan. Antara lain berisikan bait-bait dalam bahasa
daerah: urem urem toitet, kabulagan di butena. Artinya kira-kira,
tanam-tanamlah kelapa, ada uang di pucuknya Dengan sebait
nada ini, Mentawai menjadi penghasil kopra sampai sekarang,
dan sampai abad dua puluh satu Insya Allah.
Lain lagi dengan Asisten Wedana di Siberut Selatan
(Muara Siberut). Dia punya kiat menyuruh orang Mentawai
berpakaian rapi. Supaya sama dengan saudara-saudaranya di
Tanah Tepi. Sampai ajakan itu, hampir-hampir merupakan suatu
13 )
Lihat Coronese, hal. 38

40
Terima Ksaih Para Mujahid

peraturan setempat. Sebagai diceritakan oleh orang tua-tua di


Muara Siberut14), bila orang Mentawai di hulu Sararekat (Rogdog,
Madobag, Matotonan) mendengar boat Ass. Wedana dari Muara
datang, maka penduduk buru-buru naik ke rumah, mengganti
kabit (cawat) dengan pakaian yang pantas.
Lain halnya sekarang, setelah Wisatawan Mancanegara
datang berkunjung ke dusun-dusun yang sama, malah yang
terjadi sebaliknya. Penduduk berganti baju dengan kabit, karena
mengharapkan pendapatan berupa tip (hadiah) untuk difoto
sebagai kenangan15). Hal yang ironis di tengah pemukiman
Depsos.
Asisten Wedana Abdur Rauf, yang bertugas di Sipora,
pada masa jabatannya (1956) berhasil mengajak penduduk
Tuapejat untuk mengolah sebuah pulau yang banyak ularnya,
menjadi perladangan penduduk. Pulau itu kemudian ditanami
tanaman-tanaman tua, buah-buahan, kelapa dan pohon-pohon
bermanfaat secara ekonomis. Hasilnya dinikmati penduduk
hingga kini. Pulau itupun diberi nama pulau AWERA16) sampai
sekarang.

JUNI 1968, Bapak Mohammad Natsir Mantan Perdana


Menteri Negara Kesatuan Republik Indonesia yang pertama
datang ke Sumatera Barat. Beliau diundang oleh Pemda Sumbar
(Gubernur Harun Zain) dan Walikota Padang (Letkol Laut
Akhirul Yahya), dan mendapatkan julukan spontan dari
masyarakat dan Pemda Sumbar dengan panggilan "orang tua
kita". Kedatangan beliau ke Sumatera Barat waktu itu, selain
memenuhi undangan Gubernur, juga menghadiri Ulang Tahun
Yayasan Kesejahteraan Sumatera Barat di Padang. Kehadiran
14 )
Penuturan Bustami, mantan Kepala Desa Muara Siberut
15 )
Sekali foto bisa mendapatkan bayaran Rp. 5000,- cukup untuk pembeli
ubek atau rokok/tembakau
16 )
Kependekan dari Asisten Wedana Abdur Rauf

41
Mentawai Menggapai Cahaya Iman

beliau di daerah ini tepat sekali, di saat kita baru memasuki era
baru, Pembangunan Bangsa dan Negara di bawah Orde Baru.
Beliau datang memberikan dorongan dan motivasi kepada
segenap lapisan masyarakat, bahkan juga di perguruan-
perguruan tinggi yang ada di Padang. Formula yang
diketengahkan beliau pada waktu itu, adalah "hidupkan da'wah,
bangun negeri".
Pak Natsir (nama yang akrab dipanggilkan terhadap
beliau) adalah Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia dan
pendiri dari Yayasan Dewan Dakwah. Dan Dewan Dakwah itu
sendiri didirikan di Jakarta pada bulan Februari 1967, sebagai
hasil dari Musyawarah Alim Ulama se-DKI Jaya, yang untuk
pertama kali berkantor pusat di Masjid Al Munawwarah Kp. Bali
I/53 Tanah Abang Jakarta Pusat17).
Dalam setiap kunjungannya beliau selalu mendorong
ummat untuk memulai suatu amal nyata, dan menghindarkan
diri dari berpangku tangan. Yang akan mengangkat ummat dan
mengubah nasib mereka adalah usaha (amal karya) yang mereka
telah perbuat dan lakukan jua. "Jangan berhenti tangan
mendayung, supaya arus tak membawa hanyut", begitulah
nasehat yang sering disampaikan oleh Pak Natsir saat itu.
Ummat Muslim itu tidak akan bangkit dan berjaya,
kecuali melalui usaha nyata (amal-amal khairat) yang mereka
tumbuhkan, dan dipelihara terus menerus, sehingga
membuahkan hasil yang dinikmati bersama, tidak hanya oleh si
penanam bahkan juga oleh orang yang lewat di dekat tanaman
itu.
Sebelum beliau berangkat meninggalkan Sumatera Barat,
beliau meninggalkan program besar yang segera harus
diwujudkan di daerah ini, sesuai dengan kemampuan yang ada.
Modalnya, kata beliau,"mulailah dengan apa yang ada, karena
17 )
Sekarang beralamat di Jl. Kramat Raya no. 45 Jakarta 10450

42
Terima Ksaih Para Mujahid

yang ada itu sudah amat cukup untuk memulai". Rencana besar
yang perlu diujudkan (direalisir) itu ada lima.
(1) Hidupkan semangat, gerakkan tangan, dan tumbuhkan
kesejahteraan ummat (masyarakat) melalui keterampilan-
keterampilan yang ada. Itu berarti merajinkan kembali
tangan-tangan terampil dengan kerajinan tangannya, dan
membangunkan pekarangan-pekarangan (lahan) yang
tidur menjadi terbuka dan menghidupkan kesejahteraan
bagi ummat (masyarakat) yang hidup di atasnya.
(2) Siapkan kembali "puro"18), yang menjadi sumber pendanaan
pekerjaan ummat . Yaitu dengan menghidupkan kembali
ruhul infaq, menyatukan dan memobilisir zakat,
shadaqah dan infaq. Menghimpun dana ummat itu
adalah ibadah. Dan meningkatkan nilai ibadah itu dengan
mempergunakan dana ummat itu kembali kepada ummat
sesuai dengan perintah dan acuan syariat Islam. Ide besar
yang terkandung padanya adalah membiasakan ummat
untuk berhemat. Dan menghidupkan mereka dalam
suasana yang hidup dan memberi hidup. Mengingatkan
senantiasa bahwa di dalam hartanya ada tersimpan hak
orang lain. Hak itu kadang kalanya milik orang yang
memintanya, dan adakalanya menjadi milik dari orang
yang tidak mau meminta. Menggulirkan dana ummat
kembali untuk ummat, inilah intinya.
(3) Hidupkan kembali madrasah dan pesantren-pesantren Islam
yang tengah lesu darah. Madrasah tidak hanya sebagai
wadah tempat mendalami satu disiplin ilmu (ilmu agama).
Madrasah adalah tempat pembinaan kader-kader
pemimpin ummat dan pelopor-pelopor serta penggerak
pembangunan bangsa. Ummat tidak boleh dibiarkan

18 )
Semacam kantong penyimpanan uang dan barang berharga, yang kadang
kala selalu dibawa dan disisipkan di pinggang pemiliknya

43
Mentawai Menggapai Cahaya Iman

hidup dengan menyerahkan diri kepada nasib.


Masyarakat yang demikian akan hidup dalam kematian
jiwa. Kalau begitu, masyarakat harus disadarkan dengan
ilmu pengetahuan. Pengetahuan alam tentang kekayaan
alam yang ada di sekitarnya. Pengetahuan tentang usaha-
usaha yang bisa berperan meningkatkan kecerdasannya.
Pengetahuan tentang sikap jiwa yang perlu dimiliki,
bahkan pengetahuan tentang memilah persoalan-
persoalan yang dihadapi. Serta bagaimana cara dan usaha
mendekati persoalan hidup dalam hidup. Tentu semuanya
berkehendak kepada kedalaman pemaham-an terhadap
ajaran dan bimbingan Agama. Kita harus mulai dengan
menghidupkan kewajiban “belajar seumur hidup”.
Karena itu berikan stamina kepada madrasah-madrasah
yang mulai lesu darah.
(4) Tumbuhkan Rumah Sakit Islam. Masalah kesehatan ummat
adalah penting diperhatikan. Ummat yang jaya adalah
yang sehat lahir dan sehat keyakinan agamanya.
(5) Perhatikan selalu pembangunan ummat di Mentawai.
Kelima program itu secara berangsur-angsur segera harus
diwujudkan, dengan berusaha kuat untuk menggali segala
potensi yang potensial menjadi potensi yang riel. Potensi besar
yang dimiliki oleh ummat Islam adalah keyakinan agama yang
kokoh, persaudaraan (ukhuwwah), kebersamaan (ta'awun),
serta sama-sama bekerja di dalam kerangka kerja sama, serta
saling menghormati. Semua kerangka usaha itu berada di dalam
satu jalinan kokoh dan indah, yang disebut Da'wah Ila’llah.
Kelak, seperempat abad kemudian, tatkala Pak Natsir
sudah berada di pembaringannya di dalam perawatan Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta pada 24 Mei 1991, melalui
tayangan video-cassette beliau mengingatkan kembali dalam
taushiyah (pesan beliau) sebagai berikut;

44
Terima Ksaih Para Mujahid

"Dalam masa enampuluh tahun lebih, kita ummat Islam


Indonesia bangkit di berbagai bidang, seperti : bidang
sosial, pendidi kan, politik dan ekonomi, yang itu semua
melingkupi apa yang kita sebut Da'wah Ila’llah."
Sejarah Indonesia menyaksikan sendiri bahwa dalam tiap-
tiap perjuangan itu, terutama sejak permulaan abad ini, Islam
telah mengambil peranan perintis jalan.
Sejarah menyaksikan !!19).
Dan akhirnya beliau menutup dengan sebuah harapan
yang meminta kita untuk menjawabnya.
"Maka mari kita melihat tiap-tiap persoalan yang kita
hadapi dari masa ke masa, sekarang atau yang akan datang
sebagi ujian, sebagai ibtila' yang silih berganti. Dan tidak
usah kita menyembunyikan diri dari padanya, tetapi kita
harus hadapi dengan iman dengan warisan Rasulullah
SAW, Kitabullah wa Sunnata Nabiyyih".
Ada syair dari Syauqi Bey, dalam rangka ini sama-sama
mengingatnya:
Tegaklah kamu selama hidup ini sebagai mujahid
mempertahankan pendirianmu. Sebab yang sesunguhnya
dinamakan hidup itu ialah tak lain dari pada `aqidah dan jihad.
Mudah-mudahan demikianlah, begitulah Beliau mengakhirinya20).
ϖ

19 )
Lihat Taushiyah Bapak Mohammad Natsir, pada Tasyakkur 24 tahun
Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, Jakarta 10 s/d 12 Dzulqa’idah 1411 H / 24
s/d 26 Mei 1991 M, diterbitkan oleh DDII Pusat, hal. 4
20 )
Lihat - Taushiyah, hal. 8

45
Mentawai Menggapai Cahaya Iman

46

S-ar putea să vă placă și