Sunteți pe pagina 1din 56

BUNGA RAMPAI

Kondisi Umum Kepulauan Mentawai


Perjalanan Dakwah Ila’llah di Muara Siberut Mentawai
Safari Dakwah ke Mentawai
Pensyahadatan di Mentawai
Gema Takbir di Bumi Mentawai
Melalui DDII, Korps TKS Bantu Islam Mentawai
Rosiana Tertarik Masuk Islam
Sore Tunggu Ketontong Malam Shalat Tarawih
Profil Dakwah Komprehensif
Da’i yang aktif, Merajut Dakwah Ila -Allah ke Mentawai
Tabel-tabel ; Da’i-Da’i DDII yang Aktif di Mentawai
KONDISI UMUM KEPULAUAN
MENTAWAI

S ecara geografis Kepulauan Mentawai merupakan


rangkaian gugusan kepulauan yang membujur dari Utara ke
Selatan. Secara administratif Kepulauan Mentawai yang terletak di
wilayah Pantai Barat Pulau Sumatera ini termasuk ke dalam wilayah
Kabupaten Padang Pariaman.
Kepulauan ini terdiri dari 72 buah pulau-pulau besar dan
kecil yang memiliki keseluruhan luasnya 6549 km2. Diantara pulau-
pulau yang besar adalah Pulau Siberut, Pulau Sipora dan Pulau
Pagai Utara dan Pulau Pagai Selatan. Secara administratif pula,
Wilayah Kepulauan ini dibagi atas 4 kecamatan, yaitu:
- Kec. Siberut Utara dengan jumlah penduduk 12254 jiwa
- Kec. Siberut Selatan dengan jumlah penduduk 14509 jiwa
- Kec. Pagai Utara Selatan dengan jumlah penduduk 20204 jiwa
- Kec. Sipora dengan jumlah penduduk 11604 jiwa
Dibandingkan antara luas wilayah kepulauan dengan
jumlah penduduk yang kurang lebih 58571 (tahun 1995) maka rata-
rata penduduk perkilometer persegi hanya 9 orang, dengan
penyebarannya yang juga tidak merata, yang hidup ke dalam
kelompok-kelompok/suku.
Keterkaitan secara ekonomi antara satu pulau dengan pulau
lainnya dalam gugusan Kepulauan Mentawai dapat dikatakan tidak
ada oleh karena kelompok-kelompok masyarakat yang hidup
dimasing-masing kepulauan itu untuk kebutuhan pangannya
sebagian besar dihasilkan oleh Kelompok itu sendiri, sedangkan
kelebihan dari kegiatan usahanya baik disektor kehutanan dan
pertanian dipasarkan ke Padang melalui pedagang-pedagang
pengumpul yang umumnya berasal dari masyarakat daratan
Sumatera, begitu juga kebutuhan-kebutuhan sandang serta
kebutuhan lainnya yang tidak dapat dihasilkan oleh masyarakat itu
didatangkan dari Padang.
Jadi sebagai suatu Wilayah Pembangunan Kepulauan
Mentawai ini antara satu pulau dengan pulau lainnya tidak
mempunyai hubungan ekonomi yang berarti satu sama lainnya.
Hubungan antara masyarakat Mentawai dengan para
pendatang, baik para pedagang maupun aparatur pemerintah lebih
berorientasi pada kepentingan dagang dan pelaksanaan tugas secara
formal.
Tabel Jumlah Penduduk Kepulauan Mentawai tahun 1995
No. Kecamatan Luas (km2) Penduduk
1. Siberut Utara 2137 12254
2. Siberut Selatan 1763 14509
3. Sipora 916 11604
4. Pagai Utara Selatan 1733 20204
Jumlah 6549 58571
Masyarakat Mentawai pada saat ini pemukimannya terpusat
di Kepulauan Siberut diantaranya sebanyak 3202 KK, sudah
berkembang melalui kegiatan proyek Banpres 1100 KK, proyek
PKMT 1202 KK, 9191 KK berkembang sendiri dan 582 KK
merupakan penduduk pendatang, sisanya sebanyak 1213 KK masih
hidup dan tinggal terpencar-pencar jauh di pedalaman. Dengan
kondisi dan situasi tempat tinggalnya yang terpencar-pencar
tersebut menyebabkan sulitnya penyuluhan dan bimbingan kepada
mereka.

Tabel Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Kep. Mentawai,


1980 - 1994
Tahun Kecamatan Kepulauan Padang Sumatera
Pagai Sipora Siberut Siberut Mentawai Pariaman Barat
Selatan Utara (000) (000)

Jumlah Penduduk
1980 14167 7824 10040 8414 40445 410,72 3406,13
1985 17154 8720 11325 10661 47860 472,31 ,735,79
1990 19464 10678 13065 11500 54707 502,06 ,99,76
1994 23822 12411 15368 12131 63732 4265,90

Laju Pertumbuhan
1980-1985 4,22 2,2 2,56 5,34 3,67 3,00 1,94
1980-1990 3,74 3,65 3,01 3,67 3,53 2,22 1,74
1985-1990 2,69 4,49 3,07 1,57 2,86 1,26 1,41
1990-1994 5,60 4,06 4,41 1,37 4,12 1,66

Sumber : Padang Pariaman Dalam Angka, berbagai edisi


Tabel Kegiatan dan Sumber Pendapatan Penduduk Mentawai 1993
N Kegiatan/Sumber Jumlah % Keterangan
o Pendapatan

1 Pertanian 30110 57,6 Penduduk asli dan


pendatang

2 Perkebunan 3492 6,7 Penduduk asli


3 Nelayan 1813 3,5 Lebih banyak pendatang

4 Perdagangan 528 1,0 Pendatang


5 Pegawai 1192 2,3 Lebih banyak pendatang

6 Lain-lain 15149 28,9 Penduduk asli dan


pendatang

Jumlah 52284 100

Sumber : Kantor Statistik Kabupaten Padang Pariaman, 1994

Tabel Sarana Pendidikan di Mentawai Tahun Anggaran 1995/1996


No Kecamatan SD SLTP SLTA
Sek Murid Guru Sek Murid Guru Sek Murid Guru

1 Siberut Utara 17 1836 79 1 205 20


2 Siberut Selatan 19 2371 104 1 210 23 1 158 18
3 Sipora 23 2411 113 1 297 17
4 Pagai Utara 24 4480 138 2 449 32 1 138 16
Selatan

Jumlah 83 11098 434 5 1161 92 2 296 34

Akhir-akhir ini banyak program pembangunan yang telah


digulirkan pada masyarakat Mentawai. Program pembangunan
yang dilaksanakan pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan
kualitas dan taraf hidup dari masyarakat. Diantaranya, Departemen
Sosial dengan Program PKMT dan pembinaan masyarakat terasing,
Pemda dengan Program Bangdes setiap tahun, ditambah dengan
IDT selama 3 tahun, Kehutanan dengan Program Konservasi Alam
Terpadu.
Begitu banyak program yang digulirkan pada masyarakat,
terlihat ada ketidaksiapan dari masyarakat untuk menerima dan
melakasanakan program-program tersebut. Dan seringkali,
ketidaksiapan dari masyarakat dinilai sebagai suatu bentuk
penolakan dari masyarakat, dan pada akhirnya dianggap sebagai
penyebab kegagalan suatu proyek, di samping faktor alam dan
kelangkaan sarana dan pra sarana transportasi.
Pengembangan kepulauan Mentawai dengan pendekatan
pengembangan wilayah perlu ditunjang oleh ketersediaan prasarana
dan sarana dasar yang memadai seperti jaringan jalan, pelabuhan
laut, pelabuhan udara perintis, jasa telekomunikasi, dan penyediaan
listrik dan air bersih.
Kondisi prasarana perhubungan yang ada di Kepulauan
Mentawai antara lain:
Perhubungan Darat
a. dermaga penyeberangan di Sikakap (Kec. Pagai Utara
Selatan)
b. dermaga penyeberangan Tua Pejat (Kec. Sipora) dengan
luas 100 m2.
c. dermaga penyeberangan Bungus
Perhubungan Laut
a. pel. laut Sioban (Kec. Sipora) dengan luas 4450 m2
b. pel. laut Sikakap (Kec. Pagai Utara Selatan) dengan luas
2700 m2
c. pel. laut Bake (Kec. Pagai Utara Selatan)
d. pelabuhan Simapelet (Kec. Siberut Selatan)
e. pel. laut Pokai (Kec. Siberut Utara)
Perhubungan Udara
Di Kecamatan Sipora dibangun pelabuhan udara yang
berlokasi di Rokot degan landasan pacu sepanjang 650 m dan luas
areal untuk pelabuhan ini 25 ha. Untuk Kecamatan Pagai Utara
Selatan, di Sikakap juga dapat dihubungi dengan pesawat kecil,
yang landasannya dibangun oleh pengusaha HPH Minas Lumber
Coorperation.
Prasarana Jalan
Pembangunan prasarana jalan di Kawasan Kepulauan
Mentawai telah dimulai sejak tahun 1978 saat dilaksanakannya
Program Otorita Mentawai. Dimana telah dibangun jalan strategis
seperti; Sioban - Rokot, Pagai - Sikabaluan, dan Muara Siberut -
Simapelet, dengan Konstruksi Onai (sejenis bunga karang)
Akibat kurang baiknya material yang digunakan, juga
kurangnya pemanfaatan oleh masyarakat ( tidak ada kendaraan
roda 4) mengakibatkan badan jalan yang ada menjadi hilang.
Melalui dana APBN 1997/1998, direncanakan akan
merampungkan jalan antara Sioban - Rokot - Tua Pejat sepanjang
41,7 km.

Transmigrasi
TAP MPR nomor II/MPR/1993 tentang Garis-Garis Besar
Haluan Negara telah menetapkan bahwa Pembangunan
transmigrasi bertujuan untuk memeratakan pembangunan,
memperluas lapangan kerja dan kesempatan usaha, serta
memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa dengan berpegang
rencana tata ruang daerah dan wilayah, serta pelestarian
lingkungan hidup.
Penempatan transmigrasi di Kepulauan Mentawai sampai
saat ini berjumalah 571 KK, 2504 jiwa yaitu penempatan I di Sipora
(Sipora I) tahun 1985/1986 sebanyak 271 KK, 1395 jiwa dan
penempatan ke II tahun 1995/1996 sebanyak 300 KK, 1109 jiwa di
Sipora II.
Kebijakan yang dilaksanakan dalam penempatan
transmigrasi adalah mengarahkan penempatan transmigrasi ke
Pulau Sipora, yaitu Sipora I sampai Sipora IV. Untuk tahun
anggaran 1996/1997 diprogramkan penempatan transmigrasi
sebanyak 300 KK. Sesudah penempatan transmigrasi sampai Sipora
IV. Untuk tahun anggaran 1996/1997 diprogramkan penempatan
transmigrasi sebanyak 300 KK. Sesudah penempatan transmigrasi
sampai Sipora IV, baru penempatan transmigrasi diarahkan ke
Pulau Siberut.
Pembangunan Sumber Daya Manusia di Kepulauan
Mentawai haruslah mendapat perhatian khusus, baik melalui
lembaga pendidikan formal dan non formal, peningkatan derajat
kesehatan dan gizi masyarakat, termasuk juga melalui pendidikan
dan penyuluhan yang dilakukan oleh masing-masing
dinas/kandep/instansi sesuai dengan sektornya perlu menmpatkan
bobot kegiatan proyeknya dengan memasukkan kegiatan
penyuluhan. Oleh karena itu proyek-proyek yang dilaksanakan di
Kepulauan Mentawai khususnya haruslah mengandung unsur
“learning by doing”. Dengan demikian diharapkan secara bertahap
akan terjadi peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia. 
PERJALANAN DAKWAH ILA’LLAH
DI MUARA SIBERUT, MENTAWAI1)

K egiatan terpadu dalam usaha meningkatkan kualitas


sumber daya manusia, khususnya ummat Islam di Mentawai,
merupakan program terus-menerus yang dilakukan oleh Dewan
Dakwah Islamiyah Indonesia, sejak tahun 1969 hingga hari ini.
Rihlah Ila Allah (perjalanan menuju ridha Allah) kali ini,
adalah usaha gerakan da'wah Islamiyah, yang diangkat dalam
bentuk pekan Muhtadin ke II di Muara Siberut, kecamatan Siberut
Selatan, Kepulauan Mentawai.
Kegiatan ini terlaksana adalah karena kerja sama yang
terjalin antara masyarakat Siberut Selatan, Pemerintah Kecamatan
Siberut Selatan, Kakanwil Depag Propinsi Sumbar, RSI Ibnu Sina,
Yarsi Sumbar, Sanggar Islam Al Zahra, Wihdatul Ummah Padang,
Sekolah Tinggi Ilmu Al-Quran (STIQ), Al Aqabah Bukittinggi,
Keluarga Besar Korpri PT. Bank BNI Padang, Bank Exim Padang,
karyawan/keluarga besar PT Semen Padang Indarung, jama'ah
masjid dan para muhsinin di kota Padang/Sumbar, WAMY Jakarta

1 )
Mas’oed Abidin, Harian Umum Singgalang, 19 Januari 1995
di bawah koordinasi Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia
Perwakilan Sumbar.
Alhamdulillah, program yang berlangsung tanggal 19
Desember 1994 s/d 2 Januari 1995 (16-30 Rajab 1415 H), meliputi
kegiatan-kegiatan pelatihan da'i se-kecamatan Siberut Selatan dan
pelatihan dalam bimbingan ibadah, pendalaman Islam bagi para
muhtadin (muallaf baru), khitanan massal sebanyak 66 orang
muhtadin Siuberut Selatan, peresmian pemakaian masjid baru di
dusun Malilimok Katurai, penyerahan bantuan untuk pembinaan
jama'ah masjid dan mushalla di kecamatan Siberut Selatan.
Di samping itu juga dilaksanakan acara tabligh akbar
untuk menjalin ukhuwah Islamiyah di antara ummat Islam
Mentawai, pensyahadatan para muhtadin, penyerahan paket
peralatan shalat berupa sarung, peci dan mukenah untuk para
muallaf, dan peninjauan ke daerah-daerah terpencil untuk
menjalin rasa persaudaraan sesama ummat Islam.

PEKAN MUHTADIN II

Semua kegiatan di atas tergabung dalam satu paket yang


dinamakan Pekan Muhtadin ke II, 1994/1995 di Mentawai.
Penataran para da'i, berjumlah 21 orang. Pekan Muhtadin ini dibuka
oleh Kepala Kanwil Depag Propinsi Sumatera Barat diwakili oleh
Drs. Suhefri, bertempat di masjid Al Wahidin, Muara Siberut.
Selain diikuti oleh seluruh peserta yang berjumlah 150 orang
muhtadin, juga dihadiri oleh Camat dan Muspika Kecamatan
Siberut Selatan, Nasril HB. Semua pejabat kecamatan dan instansi
terkait ikut menghadiri acara-acara penuh makna.
Para pelatih antara lain Kakanwil Depag Prop. Sumatera
Barat, Tim DDII terdiri dari Drs. Suhefri, Najib Adnan Lc, Zainal
Jis, SH., Burhanuddin Yusuf, Lc (Thawalib Padangpanjang), Ustadz
Marfendi, Makmur Hasanuddin, Lc., dan utusan WAMY Jakarta
Syeikh Ahmad Sayyid Jalbath dan H. Mas'oed Abidin Ketua DDII
Padang.
Pelatihan ini memakan waktu selama 15 hari, mencakup
pendalaman materi aqidah Islamiyah, bimbingan ibadah untuk
muhtadin, pengetahun praktis tentang keislaman, pengetahuan
kemasyarakatan, perbekalan keterampilan dan ekonomi keluarga.
Hasil yang diharapkan adalah meningkatkan pembinaan da'wah
Islamiyah, khususnya di Siberut Selatan, Kepulauan Mentawai.
Persoalan yang dihadapi oleh da'i Islam cukup berat dan
memprihatinkan. Di antaranya adalah kekurangan informasi
tentang ke-Islaman dan sedikitnya ilmu pengetahuan.
Ketidakmampuan menguasai lapangan da'wah yang sulit karena
kondisi alam dan terbatasnya sarana da'wah yang ada.
Kiranya perlu dirumuskan dan ditindak lanjuti secara
terpadu terhadap kemampuan kepemimpinan para da'i,
pengetahuan kemasyarakatan termasuk nilai-nilai budaya,
pengenalan daerah dan penguatan sarana ekonomi sebagai
penunjang gerak.

Bimbingan Ibadah
Para Muhtadin senantiasa perlu adanya bimbingan ibadah.
Umumnya mereka masih awam dalam mengenal ajaran Islam.
Mereka baru beberapa waktu mengakui Islam sebagai anutan
mereka. Perlu disimak ungkapan Drs. Suhefri (mewakili Kepala
Kanwil Depag Tk.I Propinsi. Sumbar), ketika memberikan
bimbingan kepada para muhtadin di sini. Animo para muallaf
menerima dan mendalami Islam cukup tinggi. Ini dapat dilihat dari
keseriusan mereka mengikuti acara pelatihan, meninggalkan
kampung halaman, anak istri bahkan pekerjaan sehari-hari, hanya
untuk belajar Islam. Waktu yang mereka sisihkan cukup panjang,
lima belas hari non-stop dari pagi hingga malamnya. Kondisi yang
langka ditemui di daerah perkotaan di Sumbar.
Setelah ini kecemasanlah membayangi kita semua. Mereka
akan merasa ditinggalkan atau kurang dipedulikan, bila di desa-
desa tempat tinggal para muhtadin, tidak ada da'i yang menetap
dan bersedia membina ibadah harian mereka.
Selama pembinaan muhtadin ini, Drs. Suhefri memberikan
materi pokok "Islam adalah Agama Fitrah", yang dilengkapi oleh
Burhanuddin Yusuf, Lc "Kebutuhan Manusia terhadap Islam",
Najib Adnan dengan materi "Aqidah Tauhid", sementara Marfendi
dan kawan-kawan melakukan mentoring/ bimbingan ibadah setiap
saat selama 15 hari. Pelatihan muhtadin ini mengambil tempat di
Gedung Madrasah Ibtidaiyah Al Washliyah Muara Siberut.

Pembinaan Untuk Siswa


Seiring dengan itu, digelar pula pembinaan akhlaq dan
ibadah untuk para siswa muslim yang tengah belajar di SMP/SMA
Muara Siberut. Para siswa mengikuti pelatihan mulai 21 Desember
1994 sampai 2 Januari 1995, setelah mereka selesai mengikuti ujian
sekolah.
Pengetahuan Islam diberikan secara berurutan, oleh tanaga-
tenaga pelatih yang telah disiapkan. Mereka seluruhnya adalah para
siswi yang sejak saat itu membiasakan diri memakai jilbab.
Mengharukan sekali tatkala dalam dialog terungkap bahwa
keinginan mereka mengikuti ibadah Islam cukup tinggi. Namun
mereka umumnya tidak memiliki alat-alat perlengkapan shalat yang
cukup dan memadai dalam melaksanakan ibadah hariannya. Di
antaranya ada yang terpaksa harus meminjam atau bergantian
dengan yang lainnya. Jumlah mereka mencapai 30 orang.
Dalam kesempatan ini kepada para muhtadin, DDII
menyalurkan bantuan peralatan shalat berupa sarung dan mukenah,
yang berasal dari para muhsinin di Padang. Alhamdulillah,
sebuah langkah perjalanan menuju ridha Allah tengah berlangsung.

Khitanan Massal
Sunat Rasul (khitanan massal) bagi para muallaf
merupakan kelanjutan program rutin Dewan Dakwah. Program ini
terlaksana berkat kerja sama dengan Rumah Sakit Ibnu Sina Yarsi
Sumatera Barat, yang mengirimkan tenaga medis dan obat-obatan.
Semua pelaksanaannya di bawah pengawasan Kepala Puskesmas
Muara Siberut, dr. Khair Jauhari dan perawat yang bertugas di
daerah ini.
Suatu bentuk pengabdian masyarakat yang dikerjakan
secara terpadu. Masyarakat setempat menyediakan pondokan,
memberikan makanan (nasi bungkus) secara bergiliran, dan
menjaga para muallaf yang dikhitan sampai sembuh. Para
muhsinin dari Tanah Tepi menyediakan sarung dan peci untuk
saudara mereka yang baru masuk Islam. Jumlah muallaf yang
dikhitan waktu itu adalah 66 orang, di antaranya adalah yang telah
berumur 35 tahun. Bahkan ada yang seiring disunatkan anak dan
ayah.
Hampir tidak ada kendala dalam pelaksanaan semua
kegiatan di sini. Hanya faktor psikologis dari para muallaf yang
akan dikhitan, itu pun mereka yang telah berusia dewasa. Namun
semua bisa diatasi dengan pendekatan iman dan Islam.

Peresmian Masjid
Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi
Sumatera Barat, yang diwakili oleh Drs. Suhefri berkenan
meresmikan bangunan masjid baru yang berukuran 10 x 10 m.
Masjid yang dibangun atas bantuan DDII dan Lajnah Muslimy Asia
ini, terletak di desa Malilimok Katurai kecamatan Siberut Selatan.
Seiring dengan itu, disyahadatkan pula 13 KK yang terdiri dari 46
jiwa. Di antaranya seorang kepala suku, yang setelah masuk Islam
namanya berubah menjadi Thamrin. Dan juga kepala dusun
Malilimok sendiri, yang setelah masuk Islam namanya dirubah
menjadi Mohammad Yunus.
Pensyahadatan dilakukan oleh Ketua DDII Padang, H.
Mas'oed Abidin dengan disaksikan oleh Sheikh Ahmad Sayyid
Jalbanth (Wamy) dan Camat kecamatan Siberut Selatan. Dalam
bimbingan pensyhadatan ini, sebelum mereka disyahadatkan,
terlebih dahulu ditanya apakah mereka masuk Islam karena
terpaksa atau dirayu. Semuanya menjawab bahwa mereka masuk
Islam atas kesadaran sendiri.
Di tengah-tengah kesaksian hampir 100 pasang telinga yang
mengunjungi masjid Malilimok ini, kalimat Asyhadu an laa
ilaaha illallaah wa asyhadu anna Muhammad dan
Rasul Allah diulangi sebanyak tiga kali. Terdengarlah suara
gemuruh di masjid dan tanpa disadari air mata pun mengalir tanda
haru atas rahmat Allah di hari itu.
Selanjutnya kepada mereka disumbangkan seperangkat
peralatan shalat berupa kain sarung, mukenah, peci, yang berasal
dari muslim Tanah Tepi. Kemudian mereka pun melakukan
bimbingan ibadah di Muara Siberut. Kakanwil Depag Sumbar,
dalam rangka peresmian masjid ini, meminta masyarakat
memanfaatkan bangunan ini dengan sebaik mungkin dan sungguh-
sungguh, melalui pengisian ibadah dan pendalaman ajaran Islam.
Dan memperlihatkan amalan nyata di tengah-tengah masyarakat.
Camat Siberut Selatan, Nasril HB., meminta agar masyarakat
menjaga dan memelihara masjid ini dengan baik, dan melanjutkan
pembangunan sarana-sarana penunjangnya, serta meminta
dukungan DDII untuk program pembinaan berkelanjutan. masjid di
dusun Malilimok Katurai ini dibangun di atas tanah wakaf kepala
suku yang masuk Islam hari itu. Masjid ini bernama Masjid
Fathiyyah Al Azzaz
Di desa ini ditempatkan seorang da'i pembina yaitu Saudara
Ja'far Nasution, yang sedang diusahakan untuknya sebuah
bangunan untuk tempat tinggal.

Gelombang Pensyahadatan
Tidak hanya di Malilimok, di Masjid Al Wahidin Muara
Siberut, pada hari Selasa tanggal 20 Desember 1994 (17 Rajab 1415
H) juga dilaksanakan acara pensyahadatan. Selesai shalat Isya',
disyahadatkan pula sebanyak 9 KK yang berasal dari desa
Matotonan, Saliguma dan Rogdok.
Bimbingan pensyahadatan dilakukan oleh Ketua DDII
Sumbar Kantor Padang dan Camat Siberut Selatan, serta tamu-tamu
ummat Islam yang memenuhi masjid malam itu. Dalam kesempatan
itu, Camat Siberut Selatan menghimbau agar para muallaf secara
sungguh-sungguh membekali diri dengan ilmu Islam dan langsung
mengamalkannya sesuai dengan ajaran Islam.
Di satu sisi kita melihat bahwa gelombang pensyahadatan
sebagai manifestasi penerimaan agama Islam, secara kuantitas telah
menambah jumlah penduduk Islam di daerah ini. Sisi lain yang
lebih berat adalah pembinaan yang secara rutin dan terus-menerus.
Agama Islam sangat intensif memerangi kemiskinan dan
kebodohan. Sama intensifnya dengan menegakkan yang makruf
serta menolak setiap bentuk kemaksiatan. (=amar makruf nahi
munkar)
Untuk daerah-daerah sulit seperti di Kepulauan Mentawai
ini, pembinaan yang sangat dituntut adalah harus tersedianya
tenaga da'i yang berkenan menetap di daerah binaannya. Selain
dukungan dana dari berbagai kalangan ummat Islam sendiri.
Masalah ini merupakan tantangan bagi setiap lembaga-lembaga
da'wah dan pembangunan.
Mentawai memerlukan lembaga pendidikan setingkat
dengan Tsanawiyah dan Aliyah, juga Islamic Centre. Hal ini untuk
mengantisipasi perkembangan ummat Islam di daerah ini yang dari
tahun ke tahun cenderung meningkat. Lembaga-lembaga
Pendidikan Islam di seluruh daerah Sumatera Barat sudah tiba
waktunya untuk membuat program-program khusus dalam bentuk
kemah-kemah pelajar ke daerah ini. Ideal sekali bila setiap lembaga
Islam memulai langkah yang berkesinambungan, seperti
mengirimkan tenaga-tenaga yang berkenan menetap pada satu
daerah dalam jangka waktu tertentu, kemudian secara rolling system
bisa bergantian dengan arahan program yang jelas dan tetap.
Kesungguhan dan ketabahan adalah modal utama dalam
perjalanan da'wah Ila’llah di Mentawai dan daerah sulit lainnya.
Masalah dana, kiranya bukan masalah yang utama bagi ummat
Islam, selama kita memfungsikan dengan baik hak-hak yang
terdapat dalam BAZIS. Mereka saudara kita yang di Mentawai telah
ditetapkan oleh Allah SWT sebagai satu asnaf dari bagian rezeki
yang terkandung di setiap muslim, dimanapun mereka berada.
Ada hikmah yang terkandung dari perjalanan Dakwah
Ila’llah di Kepulauan Mentawai ini, di antaranya patut kita syukuri
bahwa Allah menyiapkan untuk kita di awal abad kelima belas
hijriyah dan peralihan abad 20 ke 21 masehi ini, suatu daerah
dimana kita semua dapat memadukan amal ibadah bersama Islam.
Dengan ini kita bisa berlomba dengan para mujahid yang ada di
zaman Rasulullah dalam menegakkan kalimat Allah di tengah
kehidupan ummat manusia. Inilah sebuah perjalanan menuju ridha
Allah, suatu rihlah Ila’llah di Kepulauan Mentawai.
PEKAN MUHTADIN III

Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Perwakilan


Sumatera Barat dengan didukung oleh Majelis Ulama Indonesia
(MUI) Sumbar dan Kanwil Depag Sumbar untuk ketiga kalinya
mengadakan Pekan Muhtadin di kecamatan Sipora, Kepulauan
Mentawai. "Kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kegiatan
da'wah guna pengembangan Islam di kepulauan ini, telah
dilaksanakan pada tanggal 21 - 24 Januari 1995," demikian kata
Mas'oed Abidin ketua DDII Sumbar.
Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan selama di Sipora pada
Pekan Muhtadin ini adalah pensyahadatan muallaf baru sebanyak
30 orang, khitanan massal untuk 126 muslim, penataran sebanyak 30
orang da'i/imam masjid dan khatib, peresmian Masjid Umul
Mukminin, bantuan DDII di desa Mara dan pernikahan dua pasang
mempelai muslim.
Selain itu, dalam rangka menyambut bulan suci Ramadhan
1415 H, DDII Sumbar menyerahkan bantuan kepada jama'ah masjid
di kepulauan ini. Bantuan itu meliputi kain sarung sebanyak 190
helai, mukenah 30 pasang, tikar shalat untuk 13 masjid sepanjang
260 m, lampu strongking 13 buah, minyak tanah 1.080 l, bensin
untuk speed boat 50 l dan beras untuk muallaf sebanyak 800 kg.
Sementara itu, MUI melalui surat rekomendasinya yang
ditandatangani oleh Prof.Dr. Amir Syarifuddin dan Moestamir
Makmoer menyebutkan, kegiatan yang dilakukan oleh DDII
Sumbar ini adalah kegiatan yang sangat tepat untuk pengembangan
Islam di Kepulauan Mentawai. Kegiatan ini sangat membantu
terwujudnya tiga kondisi sosial dalam hal pengembangan agama
Islam. Ketiga kondisi itu adalah peningkatan pemahaman ajaran
Islam, pengamalan ajaran agama dan kerukunan hidup beragama
yang telah dicanangkan oleh Departemen Agama RI. "Mengingat
pertimbangan tersebut, MUI sangat mendukung kegiatan ini," sebut
Amir Syarifuddin. 
SAFARI DAKWAH KE
MENTAWAI2)

SUARA ADZAN TELAH BERGEMA

U paya keras selama belasan tahun yang dilakukan


Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Perwakilan Sumbar,
berlayar dari satu pulau ke pulau lain, memasuki satu desa ke desa
lain di pedalaman Mentawai untuk menyiarkan agam Islam,
tampaknya tidak sia-sia. Sekarang tiap datang waktu shalat suara
adzan menggema di pelosok-pelosok Mentawai. Meski demikian,
Ketua DDII Perwakilan Sumbar H. Mas'oed Abidin mengatakan,
perjalanan masih panjang dan masih banyak yang harus kita
perbuat untuk Mentawai.
Jum'at sampai Selasa tanggal 20 - 24 Januari 1995 yang lalu,
DDII kembali mengarungi Mentawai melaksanakan Pekan
Muhtadin III. Acara keseluruhan bertujuan untuk memantapkan
ajaran Islam dalam diri masyarakat di kecamatan Sipora.
Kepulauan Mentawai yang terletak di pesisir barat pulau
Sumatera, memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan.
Potensi ini tidak hanya untuk mengembangkan masyarakat, tetapi
juga potensi untuk memundurkan masyarakat. Di Mentawai ada
suatu lembaga dari luar negeri yang sengaja mengajak masyarakat
Mentawai untuk menjauhi Bahasa Indonesia serta bahasa daerah
lainnya. Mereka dengan setengah dipaksa agar hanya mengetahui
bahasa ibu mereka. Artinya dengan tidak mengetahui Bahasa
Indonesia, maka mereka tidak akan bisa mengetahui informasi

2) Replianto,
mengenai perkembangan daerah lain atau perkembangan bangsa
dan negaranya.
Sebenarnya, masyarakat Mentawai memiliki nilai-nilai luhur
yang persis sama dengan ajaran Islam. Di antaranya, pada
dahulunya masyarakat Mentawai hanya mengenal satu penguasa
yang mereka namakan Taikamanua, siapa yang ketahuan berbuat
zina akan dibunuh, mereka sangat teguh memegang janji, bila
berjanji dengan orang Mentawai dan tidak ditepati, maka jangan
harap lagi bisa berhubungan dengan mereka.
Selain itu, dalam kehidupan sehari-hari masyarakat daerah
ini memiliki jiwa kebersamaan yang tinggi. Hal ini terlihat dari
kerjasama dan pembagian hasil dari pekerjaan yang dilakukan
bersama. Contohnya, bila dalam satu kelompok masyarakat
mendapatkan suatu barang, maka barang tersebut akan dibagi rata
dan yang membagi harus mendapat hasil pembagian yang terakhir.
Bila pada saat ini kita temukan adanya pelanggaran-
pelanggaran budaya di tengah-tengah masyarakat Mentawai, semua
itu adalah karena pengaruh budaya asing dan karena adanya ajaran
dari luar yang memperbodoh mereka serta merusak budaya luhur
mereka.
Berangkat dari kesadaran dan untuk mencerdaskan
kehidupan masyarakat Mentawai, maka DDII Perwakilan Padang
sejak tahun 1981 yang lalu telah memasuki Mentawai untuk
melakukan sesuatu yang berguna bagi masyarakat di kepulauan ini.
Tujuannya untuk mengembalikan masyarakat Mentawai pada citra
masyarakat Mentawai seperti semula. Hal ini sangat tepat bila
dilakukan dengan menyiarkan ajaran Islam. Selain itu para da'i dari
DDII dan dari Lembaga Dakwah lainnya seperti Muhammadiyah
Jakarta, Jamiatul Washliyah Medan, Baitul Makmur Medan dan
Rabital Alam Islamy Saudi Arabia, juga mengajarkan berbagai usaha
yang berguna untuk meningkatkan pendapatan. Ini dimaksudkan
untuk mengurangi kemiskinan. Islam memang sangat anti kepada
kemiskinan, sebab kemiskinan dapat menjadikan orang menjadi
kafir.
Sejak tahun 1992, DDII dengan dukungan berbagai instansi
pemerintah maupun swasta serta lembaga-lembaga lainnya, makin
meingkatkan kepeduliannya terhadap Mentawai. Programnya pun
dibuat terpadu antara da'wah Islamiyah dan usaha untuk
meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui apa yang disebut
Pekan Muhtadin. DDII dan lembaga pendukungnya tidak hanya
mengirim dan menyebarkan da'i serta membangun masjid, tetapi
juga mengajak mereka untuk memperbaiki kesejahteraan hidup
mereka.
Dalam Pekan Muhtadin III (20-24 Januari 1995) DDII Padang
memberikan bantuan kepada masyarakat Mentawai. Bantuan itu
diberikan dalam bentuk barang, yang diharapkan dapat
memberikan rangsangan kepada masyarakat untuk berusaha dan
bekerja. Sebagai contoh, dalam membangun sebuah masjid, DDII
hanya memberikan bahan-bahan bangunan, sedangkan tenaga
pembangunnya diserahkan kepada masyarakat setempat.
Salah satu masjid yang telah dibangun adalah Masjid
Ummul Mukminin di desa Mara, kecamatan Sipora yang
pemakaiannya diresmikan oleh Gubernur Wilayah II yang
diwakilkan kepada Drs. Azhar Ilyas, pada tanggal 21 Januari 1995.
Selain itu, DDII juga memberikan bantuan minyak dan oli untuk
keperluan motor boat yang akan digunakan untuk kegiatan da'wah
juga untuk berusaha.
Kegiatan lain yang lebih menjurus dalam pengembangan
syi'ar Islam adalah pensyahadatan 50 muallaf dan khitanan 100
muslim. Keseluruhan muslim yang disyahadatkan dan dikhitan
tersebut adalah penduduk kecamatan Sipora. Selama tiga hari
bekerja, banyak peristiwa menarik terjadi.

Merekapun Melafazkan Syahadat


Bila petunjuk Allah datang, usia tidak menjadi penghalang
bagi seseorang untuk mengikuti ajaran-Nya. Setidaknya ini terbukti
pada Pekan Muhtadin III DDII Perwakilan Padang di kecamatan
Sipora, Kepulauan Mentawai. Dalam rangkaian acara selama Pekan
Muhtadin itu, DDII Padang dengan dibantu tim medis Rumah Sakit
Islam Ibnu Sina Yarsi Bukittingi dan tim medis Puskesmas Sioban,
mengkhitan 50 muslim baru, 10 di antaranya berusia antara 50
sampai 63 tahun, selebihnya berusia antara 7 sampai 48 tahun.
Tramutoanu, 63 tahun sebelum dikhitan mengatakan, "Saya
masuk Islam adalah karena kemauan sendiri, dan meski pernah
ditakut-takuti bahwa dikhitan itu sakit, saya tidak peduli. Kalau
saya masuk Islam, maka saya harus dikhitan," ujarnya dalam bahasa
Mentawai yang masih kental dan selanjutnya diterjemahkan oleh
seorang pemuda setempat. Dalam pelaksanaan khitanan tersebut,
mulanya kakek empat cucu ini memang terlihat meringis menahan
sakit. Namun dengan dibantu oleh salah seorang muslim lainnya
melafazkan surat Al-Fatihah dan ayat-ayat lainnya, kakek ini
kelihatan mulai tenang. Di saat inilah kelihatan kekuasaan Allah
SWT, meski baru 10 jam disyadatkan, lelaki tua bertubuh kurus ini
telah mampu mengulang ayat-ayat yang dilafazhkan kepadanya
dengan lancar. Demikian juga halnya dengan para muallaf
lainnya.
Kenyataan di atas adalah sebagian kecil dari apa yang
terlihat dari keinginan masyarakat Mentawai untuk memeluk Islam.
Tarzan, 23 tahun, seorang muallaf baru, bisa dijadikan contoh.
Lelaki muda berwajah ganteng ini rela menunda malam pertamanya
demi bisa memeluk agama Islam. Tarzan yang seusai
disyahadatkan, meminta kepada DDII dan Ka. KUA kecamatan
Sipora, Ismael agar menikahkan dengan pacarnya Sumini secara
Islam. Selanjutnya dia pun dikhitan sesuai dengan ajaran Islam.
Tarianus, 25 tahun pemuda asli Mentawai sudah memeluk
Islam sejak tahun 1981 lalu, mengatakan dirinya sering mendengar
penduduk yang belum Islam meragukan kepercayaan yang selama
ini mereka anut. Menurut mereka, kata da'i di desa Nem Nem Leleu
ini, orang yang selama ini mereka yakini sebagai Tuhan, tidak lebih
sebagai manusia biasa juga. Alasannya, dalam berdoa mereka
memohon kepada Tuhannya, selanjutnya Tuhan yang mereka
yakini tersebut masih meminta pada Tuhannya pula. "Jadi Tuhan
kami selama ini hanya sebagai corong belaka. Tentu akan lebih baik lagi
kalau kami yang meminta langsung kepada Allah," ujarnya yang
kemudian setelah masuk Islam berganti nama menjadi Muhammad
Taher.
Kenyataan lain yang membuat para rombongan DDII ini
bahagia sekaligus terharu adalah saat mengunjungi ummat Islam di
desa Nem Nem Leleu. Di desa ini karena keinginan yang begitu
besar untuk mempertahankan Islam meskipun masjid belum ada,
kaum muslimin di sini mendirikan sebuah bangunan yang beratap
dan berdinding rumbia sebagai tempat shalat. Di tempat ini pula
seluruh aktivitas keislaman dilaksanakan. "Meski kami hanya
mempunyai masjid seperti ini, tapi kami bangga bisa berkumpul
setiap saat dengan sesama ummat Islam," ujar Oyong salah seorang
da'i di desa ini.
Melihat keteguhan hati dan iman para pemeluk Islam ini,
tidak hanya rombongan DDII saja yang menitikkan air mata,
masyarakat pun menangis. Suasana haru ini semakin terlihat di saat
Buya H. Umar Marlen memimpin doa seusai shalat Zhuhur. Saking
terharunya, lelaki yang pernah menjadi da'i di Sipora pada tahun 70-
an ini tidak sanggup melanjutkan doanya. Buya Mas'oed yang
kemudian memimpin doa juga tidak bisa menahan rasa harunya.
Sambil menengadahkan kepala memohon kebesaran Allah, terlihat
air matanya perlahan-lahan membasahi pipinya.
Di sinilah terlihat sekali lagi kebesaran Allah. Seusai doa,
seluruh rombongan sepakat untuk secepatnya mencarikan dana
untuk pembangunan masjid ini. "Meskipun DDII tidak mempunyai
uang, saya yakin niat itu akan terwujud, ujar H. Mas'oed dalam
pejalanan pulang ke desa Sagitci'. Di desa ini pemeluk Islam seolah
terpisah dengan pemeluk agama lain.
Sebelum berangkat meninggalkan desa ini, rombongan DDII
menyerahkan amanah dari kaum muslimin di Sumatera Barat
berupa tikar shalat sepanjang 50 meter dan pakaian berbagai ukuran
sebanyak satu kardus rokok.

Miskin Timbulkan Kekafiran


Dalam sebuah hadits sahih Nabi Muhammad SAW
bersabda, "Aku tidak mau melihat ummatku miskin,
karena kemiskinan mendekati kepada kekufuran."
Pernyataan Rasulullah ini memang benar, bahkan kemiskinan
menyebabkan orang tidak lagi menggunakan akal sehatnya. Mereka
bisa berbuat tanpa memikirkannya terlebih dahulu akibat yang akan
ditimbulkannya. Mereka akan menerima dan melakukan apa saja
yang diberikan seseorang atau sekelompok orang kepadanya.
Mereka hanya berfikir, kemelaratan yang mereka rasakan
selama ini akan hilang dengan adanya bantuan tersebut. Dari
keadaan yang seperti inilah ajaran atau budaya asing yang menjurus
kepada kekafiran akan mudah menyusup ke dalam kehidupan
masyarakat. Terlebih lagi pada masyarakat yang hidup di
pedalaman nun jauh dari pusat keramaian apalagi pemerintahan.
Kemiskinan secara umum memang tidak hanya berawal dari
rendahnya produktivitas kerja. Kondisi pendidikan dan alam juga
memainkan peranan ayng tidak kecil. Setidaknya keadaan yang
demikian itulah yang menyebabkan sebagian masyarakat Mentawai
hidup di bawah garis kehidupan yang layak/standar.
Bila melihat kondisi daerahnya, Kepulauan Mentawai
bukanlah daerah yang miskin dengan kekayaan alam. Mentawai
adalah daerah yang memberikan sumbangan terbesar bagi
Pendapatan Asli Daerah (PAD) kabupaten Padang Pariaman.
Namun yang miskin adalah penduduk yang menghuni Mentawai
itu sendiri. Mereka miskin akan pendidikan dan pengetahuan.
Kondisi demikian, terutama oleh pihak lain yang punya
kepentingan dengan alam dan kekayaan Mentawai, sering dijadikan
sandaran untuk melancarkan maksud mereka. Dengan
memanfaatkan kemiskinan tadi, mereka dengan mudah berladang di
punggung orang Mentawai. Buktinya hasil yang dikeruk dari bumi
Mentawai yang mencapai nilai jutaan rupiah, tidak seluruhnya
kembali ke Mentawai.
Semestinya, menurut Dr. Mochtar Naim, dana yang
terhimpun dengan mengeruk hasil bumi Mentawai harus
dikembalikan dalam jumlah yang sama. "Selama ini kan tidak
demikian, jumlah itu hanya kembali seperempat atau setengahnya.
Bagaimana Mentawai akan maju kalau kita hanya memperhatikan
kepentingan kita sendiri dan melupakan kepentingan masyarakat
Mentawai", ujar sosiolog kondang ini.
Selain ada sekelompok orang yang hanya ingin mengeruk
keuntungan dari Mentawai, tidak sedikit pula kelompok atau
lembaga asing yang memberikan bantuan dengan maksud-maksud
tertentu. Di saat memberikan bantuan tersebut sekaligus mereka
mengupayakan agar masyarakat Mentawai menjadi tergantung
pada mereka.
Bila hal ini telah terbentuk dan telah sampai pada kondisi
dimana seakan-akan masyarakat memang telah tergantung pada
bantuan itu, maka pihak pemberi bantuan pun mulai menunjukkan
otoritas dan kepentingannya. Tidak hanya berupa pemaksaan
kehendak, tetapi juga dalam bentuk ajakan mendalami suatu
kepercayaan.
Dengan semakin tingginya tingkat ketergantungan tadi,
maka bentuk-bentuk ajakan itu terpaksa diterima masyarakat.
Sekalipun hal itu bertentangan dengan pola dan kebudayaan
mereka.
Melihat kondisi inilah DDII Perwakilan Padang, sebagai
lembaga da'wah berupaya semaksimal mungkin untuk
mengembalikan orang Mentawai pada citra orang Mentawai yang
sebenarnya.
Dalam melakukan kegiatannya, pada da'i dari DDII tidak
sedikit yang mendapat hambatan dan tantangan. Baik tantangan
dari kondisi alam, maupun tantangan dari lembaga kepercayaan
asing yang telah lebih dahulu memasuki Mentawai. Namun dengan
prinsip da'wah Ila’llah, semua halangan dan hambatan itu dapat
ditembus.
Karena sangat mengetahui kemiskinan bisa menimbulkan
kekafiran, maka da'wah DDII di Mentawai tidak hanya secara bil
lisan tetapi yang lebih penting adalah da'wah secara bil hal. DDII
juga mengajak masyarakat yang tadinya hanya menerima menjadi
bisa memberi, menjadikan yang tidak mau tahu menjadi tahu dan
peduli serta yang tadinya hanya berpangku tangan bisa berparan
aktif di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Dengan metode
da'wah semacam itu, DDII tidak hanya bisa meningkatkan kuantitas
ummat Islam, tetapi juga dapat meningkat kualitas ummat Islam di
Kepulauan Mentawai. 
PENSYAHADATAN DI MENTAWAI
RAMADHAN - 1417/1997

P ada 30 Ramadhan 1417 H bertepatan dengan 8


Pebruari 1997 M di kala malam takbiran, di desa Saliguma
(Kecamatan Siberut Selatan) Kepulauan Mentawai, telah
dilaksanakan pensyahadatan terhadap 5 Kepala Keluarga
Muallaf (10 orang) yang kesemuannya berasal dari Kristen
Protestan dan Katolik.
Pensyahadatan dilaksanakan oleh Triawan (Da'i DDII)
yang bertugas di daerah ini, dan di saksikan oleh Nurkata Sakuo
(Ketua Jama'ah Muhtadin Desa Saliguma). Sebelumnya di lakukan
bimbingan dan seleksi terhadap keluarga baru Muhtadin ini di
oleh Salim P. (Da'i Dewan Dakwah, yang telah bertugas disini
selama 10 tahun 1987 - 1997). Pensyahadatan di laksanakan di
Masjid Nurul Hidayah Desa Saliguma, dengan ini disaksikan oleh
Jama'ah Muhtadin Desa ini.
Sebelum di syahadatkan, kepada keluarga yang baru
ditanyakan beberapa persoalan pokok, antara lain ;
1. Apa yang menyebabkan mereka memasuki Islam?
2. Adakah yang menarik, memaksa, membujuk mereka untuk
meninggalkan agama lama dan memasuki Islam?
3. Apakah mereka masuk Islam ini sudah di pertimbangkan
dengan sepenuh hati, termasuk beban atau kewajiban yang
akan mereka pikul setelah menyatakan Islam?
Dari dialog terbuka ini, semua anggota Jama'ah Muhtadin
yang baru ini menjawab dengan jelas, bawa ;
1. Mereka masuk Agama Islam, hanya semata-mata setelah
mereka mendapatkan petunjuk Allah Subhanahu Wa
Ta'ala.
2. Bahwa tidak ada satu orang juapun yang menarik, memaksa
atau membujuk mereka memasuki Agama Islam ini.
3. Bahkan mereka tertarik menerima Islam, setelah melihat
selama sepuluh tahun ini, perkembangan pesat agama Islam
termasuk cara pembinaan ummat yang teratur dan terus
menerus, serta melihat eratnya persaudaraan sesama ummat.
4. Bahkan sebelum mereka menganut Islam atau disyahadatkan
pada malam itu, mereka sebelumnya telah memberi tahukan
kepada keluarga gereja yang selama ini mereka ada
didalamnya, dan ternyata pihak gereja tidak keberatan kalau
mereka berpindah agama atas kemauan sendiri.
Atas dasar tersebut, maka pada malam takbiran ini di
laksanakan pensyahadatan yang dibimbing oleh Da'i Triawan dan
disaksikan oleh Ketua Jama'ah Muhtadin (Nurkata Sakubo), dan
juga oleh Da'i Pembina Jama'ah Muhtadin Salim.P serta seluruh
Jama'ah Muhtadin di desa ini.
Anggota Jama'ah Muhtadin baru yang disyahadatkan ini, adalah :
1. BAJAK BARNABAS SAKOROK OINAN (49 tahun), Kepala
Gereja Protestan Pantekosta Desa Saliguma Siberut Selatan.
2. Ny. BARNABAS SAKUBOU (35 tahun)
3. Ny. JARIUS SAKUBOU ( 25 tahun)
4. Ny. U. BASKARA SATOKO (25 tahun)
5. RENGAN SAKUBOU (27 tahun)
6. Ny. RENGAN SAKUBOU (24 tahun)
7. Ny. JOHANNES SALABOK (27 tahun)
8. Ny. ADRIKA LAMAI (26 tahun)
9. Ny. LIDIYA SALABOK (25 tahun)
10. MARIATI SARE (24 tahun)
Selain dari Bajak Barnabas Sakorok Oinan, yang berasal
dari Gereja Protestan Pantekosta Saliguma, maka 9 orang lainnya
(No. 2 s/d 10) adalah dari Jama'ah Gereka Kristen Katolik di
Saliguma.
Adanya tendensi penganut gereja-gereja Kristen di
Mentawai berpindah ke Agama Islam sejak lima tahun belakangan
ini, adalah diakibatkan pesatnya pembinaan Jama'ah Muhtadin
yang dilakukan oleh para Da'i Islam di desa-desa pedalaman
Mentawai, serta contoh pergaulan hidup dan cara beribadah yang
terlihat dalam kehidupan sehari-hari dari para Jama'ah Muhtadin
yang sudah lebih dahulu menganunt agama Islam.
Selain itu, rasa persaudaraan yang dibina oleh Jama'ah
Muhtadin dan para pembina (da'i) Islam di daerah-daerah sulit di
Mentawai, sejak beberapa tahun belakangan ini memberi
pengaruh mendalam, bagi ketertarikan ummat lain menerima
Islam.
Salah satu contoh yang dilihat berakibat positif terhadap
perkembangan Islam dan Dakwah Ila’llah di Mentawai, antara
lain ;
• Kepedulian yang tinggi sesama ummat, tanpa membedakan
agama yang dianut. Seperti pembagian daging korban untuk
Jama'ah di daerah-daerah yang tidak hanya ditujukan kepada
Ummat Islam semata, juga kepada tetangga yang belum
masuk Islam.
• Ajakan untuk ikut Iedul Fithri bersama,
• Melibatkan seluruh ummat (termasuk yang belum Islam) di
dalam mengangkat perekonomian masyarakat, seperti
pemanfaatan penggunaan perahu, boat (mesin tempel), jaring
penangkap ikan, program peternakan sapi muhtadin, dan
kegiatan ekonomi lainnya, yang menyangkut masalah
peningkatan taraf hidup masyarakat banyak.
• Digerakkan dari Masjid tetapi di bawa serta ummat lain yang
masih kurang mampu, sehingga kekeluargaan sesama anggota
masyarakat semakin terpadu.
Khususnya untuk Saliguma, pada saat ini dengan bekerja sama
dengan YPMM (Yayasan Pembangunan Masyarakat Mentawai)
yang didirikan 1971 oleh DDII Sumbar (atas saran Buya HMD
Datuk Palimo Kayo kepada Bakri Tasirebdeb), maka pada saat ini
terdapat 23 (dua puluh tiga) anak-anak Saliguma yang non Islam,
di sekolahkan oleh ummat Islam bersama YPMM dan DDII.
Ternyata kemudian, keluarga dari anak-anak tersebut sangat
berminat dan tertarik masuk ke dalam Agama Islam.
Mengintai kondisi seperti ini, maka untuk masa-masa
mendatang program Dakwa Ila’llah di Mentawai, harus
menyentuh seluruh segi kehidupan orang banyak, sehingga
Insya Allah dalam waktu yang tidak terlalu lama, akan dilihat
hasilnya bahwa orang Mentawai pasti menerima Islam dengan
kesadaran mendalam. Insya Allah. 
GEMA TAKBIR DI BUMI
MENTAWAI3)

Allahu Akbar, Allahu akbar, Allahu Akbar, Wa


Lillahil hamd.
Maha Besar Allah, Maha Besar Allah, Maha Besar,
Tiada yang berhak disembah selain Allah,
Bagi Engkau semata Ya Allah, segala pujian.

K alimat Takbir dan Tahmid itu, mewarnai datangnya


Iedul Fithri, di desa di empat kepulauan besar di Mentawai tahun
1417/1997 ini. Pulau yang membujur dari utara ke selatan di
bagian barat pulau Sumatera ini, terbentang dari setentang Air
Bangis hingga mendekat Muko-Muko di Bengkulu, berada di
kawasan Dati II Kabupaten Pariaman sebenarnya adalah ibarat
pagar laut, yang menjaga pantai barat Sumatera Barat dari kikisan
ombak lautan Samudera Hindia.
Di gugusan itu, berdiam 56.000 orang penduduk asli
kepulauan Mentawai yang tidak serupa dengan penduduk Nias,
juga tidak sama dengan penduduk Enggano di Bengkulu. Secara
garis keturunan, Mentawai juga tidak serupa dengan dengan
penduduk Tanah Tepi, yang di Mentawai sana menganut garis
kebapakan (patrilineal) dan di Tanah Tepi menganut garis keibuan
(matrilineal). Hanya ada satu persamaan bahwa keduanya berada
di satu wilayah Sumatera Barat.
Orang yang belum pernah menjejakkan kaki ke Mentawai,
atau yang mendapatkan referensi dari buku-buku yang ditulis
oleh peneliti-peneliti sejak zaman Belanda, mereka mengatakan
bahwa Mentawai baru di jamah oleh dunia luar pada tahun 1901

3 )
Harian Umum Singgalang, 8 Pebruari 1997
oleh keyakinan Protestan.
Sebenarnya pendapat itu sangat salah sekali, karena
sebenarnya orang Mentawai telah berhubungan akrab dengan
penduduk Tanah Tepi yaitu penduduk Tiku (sekarang Tanjung
Mutiara) sejak tahun 1621, yaitu tiga ratus tujuh puluh enam
tahun yang lalu. Atas jelasnya duaratus delapan puluh enam
tahun lebih dahulu dari kedatangan missionaris August Lett ke
Mentawai.
Sejak masa itu (1621) orang-orang Mentawai telah
berhubungan akrab dengan masyarakat Tiku salah satu pelabuhan
armada barat dari Minangkabau dan Aceh. Namun kedatangan
orang Tiku ke Mentawai bukanlah kedatangan da'wah walaupun
mereka telah berda'wah menurut keyakinan agama yang
dianutnya yaitu Islam. Jauh beda dengan kedatangan August Lett
pada duaratus delapan puluh tahun kemudian, yang sengaja
menaburkan ajaran Protestan. Kedatangan Katolik ke kepulauan
ini, baru dimulai sejak tahun 1954.
Sungguh tidak terlambat masuk, tetapi dirasakan
terlambat melakukan sentuhan, sehingga penduduk Mentawai,
dianggap sebagai gembalaan missionaris. Dari jauh mereka
datang, hanya untuk membelai kita.
Sebetulnya tidaklah demikian, bila kita mendengar alunan
takbir di Siberut Utara, 20 orang da'i dengan binaan muallaf
1.592 orang Siberut Selatan 32 da'i dengan binaan 4.990 ummat,
Sipora 22 da'i dengan binaan 2.360 ummat, dan Sikakap dengan 2
da'i dan 275 binaan muallaf, maka pada awal Ramadhan 1417
H/1997 M ini, di kepulauan ini ada 9.217 orang muallaf binaan
secara intensif tersebar pada 40 desa 4 kecamatan dengan 76 orang
da'i atau guru mengaji Islam. Mereka berhari raya ke Masjid.
Dari lidah mereka pada malam takbir Ramadhan,
menggema takbiran Allahu Akbar, Walillahil hamd,
menyenak ke dada, menyebabkan bengkaknya kerongkongan
karena haru dah syukur. Maha Besar Engkau Wahai Allah, yang
menggerakkan hati ummat manusia menerima hidayah Agama
Islam. Agama Mu yang terpilih. Allahu Akbar.
Di Sagitsi di Sipora Selatan, di daerah pantai dimana
berdiam Ummat Islam pada daerah yang sekarang di sebut Darul
Huda, di Masjid yang baru dibangun Masjid Al Maghfirah,
ummat Islam yang jumlahnya 300 jiwa itu mereka berhari raya
Iedul Fithri. Mereka bawa penganan ke surau.
Mereka telah menyediakan acara untuk Shalat Iedul Fithri,
dengan Imam dan Khatib, putra mereka sendiri, Saudara Hiram
H Sakerebau, SH seorang lulusan Fakultas Hukum
Muhammadiyah Sumatera Barat.
Setelah selesai Shalat hari raya, di halaman Masjid akan
diadakan perayaan besar, hiburan segar untuk anak-anak, dengan
pacu goni, olahraga, yang diikuti oleh seluruh lapisan masyarakat
tanpa memilih agama mereka. Mereka menyatu di dalam satu
kekeluargaan, selesai mereka melakukan kegiatan ibadah Iedul
Fithri. 
MELALUI DDII, KORP TKS
BANTU ISLAM MENTAWAI4)

K orp TKS-Butsi (Tenaga Kerja Sukarela) Propinsi


Sumatera Barat menyerahkan bantuan berupa pakaian layak pakai
bagi warga yang membutuhkan, terutama masyarakat daerah
terpencil, seperti Mentawai.
Sekitar 150 potong pakaian layak pakai itu diserahkan
Wakil Kedua TKS-Butsi Sumbar Drs. Adi Bermasa kepada Ketua
DDII (Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia) Perwakilan Sumbar
Kantor Padang, H. Mas'oed Abidin, disaksikan seksi Pengadilan
Sosial Syahdiar BA dalam suatu acara di Masjid Al Munawarah,
Siteba, Padang kemarin.
Menurut Syahdiar, penyerahan bantuan tersebut dalam
rangka hari Kesetiakawanan Sosial Nasional (HKSN), Hari Tenaga
Kerja Sukarela Internasional serta Hari Raya Idhul Fitri 1413 H.
Sekaitan dengan itu, Syahdiar mengharapkan agar bantuan
tersebut dimanfaatkan bagi yang sangat membutuhkan, khusus
ummat Islam di Kepulauan Mentawai.
Pakaian layak pakai tersebut merupakan sumbangan
anggota TKS-Butsi Sumbar yang kini beranggotakan 1000 orang.
Bantuan ini selain bertujuan membantu meringankan beban warga
daerah terpencil juga diharapkan dapat memupuk atau
melestarikan rasa kesetiakawanan sosial dikalangan anggota TKS
Sumbar. Sebab rasa setia kawan ini tak akan pernah luntur
dimakan usia, kata Syahdiar menambahkan.
Ketua DDII Sumbar H. Mas'oed Abidin yang berkantor di

4 )
Harian Umum Singgalang, 7 April 1993
Padang ini mengucapkan terima kasih atas bantuan dari korp
TKS-Butsi Sumbar ini. Menurut rencana, bersama bantuan
tersebut Sekjen DDII Sumbar tersebut, hari ini juga akan
diserahkan sisa infak, sedekah dan wakaf jama'ah masjid Al
Munawarah kepada kepala KUA (Kantor Urusan Agama)
Kecamatan Siberut Selatan H. Abdul Hadi dan Kepala Desa
Taleleo di tempat yang sama, karena kedua pemuka masyarakat
Mentawai itu, kini berada di Padang.
Penyerahan bantuan dari TKS-Butsi Sumbar itu
dilaksanakan setelah shalat Dzuhur berjama'ah di masjid Al
Munawarah Siteba, kecamatan Nanggalo. Acara penyerahan ini
disaksikan langsung puluhan jama'ah masjid itu. 
ROSIANA TERTARIK MASUK
ISLAM5)

R osiana, 38 tahun, isteri Kepala Desa Taleleo,


Kecamatan Siberut Selatan, Mentawai Kabupaten Padang
Pariaman, menyatakan diri memeluk agama Islam. Pensyahadatan
dilakukan Buya Mas'oed Abidin di Masjid Al-Munawarrah
Siteba, Kecamatan Nanggalo, Padang.
Dalam acara pensyahadatan yang dihadiri puluhan
jama'ah masjid tersebut, Rosiana ibu tujuh anak yang berganti
nama dengan Chadijah itu, didampingi suaminya Hamzah yang
Kepala Desa Taleleo dan seorang anak laki-lakinya.
Menurut Hamzah (43) sebelum acara pensyahadatan
kepada jemaah Masjid Al-Munawarrah, sebagai suami ia tidak
pernah memaksa isterinya untuk memeluk agama Islam, begitu
juga anak-anaknya. "Sebab, segala sesuatu yang dipaksakan,
cenderung tidak bertahan lama." dalihnya.
Hamzah lalu menyodorkan bukti, dari tujuh anak hasil
perkawinannya dengan Chadijah, empat orang diantaranya telah
mengikuti jejaknya, pindah dari agama Katolik ke agama Islam.
Sementara tiga lainnya, "kesadaran merekalah nantinya yang akan
menggiring mereka untuk mengikuti jejak kami." katanya. 

5 )
Harian Umum Singgalang, 5 April 1993
SORE TUNGGU KETONTONG
MALAM SHALAT TARAWIH 6)

S IKABALUAN, Ibu Kecamatan Siberut Utara Mentawai,


masih berkabut. Kabut pagi menyambut kedatangan KM GAYA
BARU dari Muara Padang. Ombak yang deras, menghiasi muara
Sikabaluan, memainkan perahu-perahu boat penduduk, yang
mengejar dinding kapal yang berlabuh di tengah. Menurunkan
penumpang, dan bahan-bahan makanan untuk penduduk
Sikabaluan. Pemandangan ini sama setiap kapal sampai di Mulut
Muara ini. Belum ada pelabuhan yang bisa dirapati oleh kapal-
kapal dari Muara Padang.
Sungguhpun suatu massa dahulu sekitara tahun 1985 s/d
1990, Muara Sikabaluan ini pernah jaya-jayanya. Penduduk
mendapatkan uang mudah sekali. Digalangan "gaharu" menjadi
primadona. Bermilyar-milyar rupiah masuk ke kecamatan ini, dari
hasil penjualan gaharu oleh penduduk.
Serta merta penduduk jadi kaya, Radio, tape recorder,
arloji tangan, bir dan minuman masuk ke daerah ini. Menjalar
hingga ke dusun-dusun di pedalaman.
Menurut penuturan orang-orang, dimasa itu beberapa
penduduk utamanya para peremaja sudah terbiasa mencucui
tangan dengan bir. Perlambang murahnya mendapatkan uang dan
mudahnya pula menghamburkan orang tersebut. Sesuatu yang
didapat dengan mudah, rupanya mudah pula yang diperdapat
secara tiba-tiba itu.
Muara Sikabaluan sekarang, bergerak kembali ke arah

6 )
Harian Umum Singgalang, 28 Maret 1997
kemiskinan itu. Karena alam tidak selamanya menjanjikan
kesempatan yang sama setiap waktu. Alam memerlukan
keakraban penduduk disekitarnya. Hutan juga tidak selamanya
menyediakan hasil-hasilnya jika penduduk tidak pernah mau
memelihara sumber hasil hutan itu.
Dan penduduk pribumi Mentawai, tidak pernah diajarkan
hal-hal pemeliharaan. Sikap mereka dibiarkan selalu bodoh dan
konsumtif.
Kebudayaan Mentawai, sebetulnya banyak sekali
persamaannya dengan ajaran Agama Islam. Antara lain,
penduduk asli Mentawai tidak mengenal zina. perzinahan di
Mentawai, diancam hukum masyarakat yang keras sekali.
Dibunuh keduanya pelakunya sampai mati. Caranya dengan
membenamkan kedua pelaku dengan pemberat ke dalam laut
atau air sungai, hingga mati. Atau di usir ke luar kampung dengan
membekali sehari makan, dan sebuah perahu, kemudian
melepasnya ke laut. Pelaku zina itu, tidak boleh kembali lagi.
Jika pada kehidupan sekarang, penduduk asli Mentawai
ada melakukan perzinahan, itu mungkin hanya karena pergeseran
nilai budaya. Adanya sistem pembayaran denda sebagai
kesepakatan.
Larangan-larangan lainnya dapat kita lihat mempunyai
persamaan dengan sunnah menurut Islam. Umpamanya tidak
boleh laki-laki berjalan bersama perempuan yang bukan keluarga
(muhrim). Tidak boleh memasuki pekarangan rumah yang
bukan milik kita tanpa izin. Tidak boleh menaiki rumah
seseorang, jika didalam rumah hanya ada perempuan. Tidak boleh
mengganggu ketentraman orang lain. Membagi sama banyak dan
sama merata di tengah kehidupan penduduk asli.
Di Labuhan Bakau terdapat sekitar 30 KK Jemaah
Muhtadin (Muallaf Mentawai) atau mencapai 150 jiwa. Jumlah
yang kecil ini tidak halangan untuk melakukan kegiatan shalat
jemaah di masjid mereka.
Ketiga da'i sukarela di sini, secara bergantian mendatangi
kedua dusun bertetangga Sigapokna dan Labuhan Bajau. Mereka
mengaji tanpa mengenal amplop. Tidak ada ucapan terima kasih
berupa benda materi. Mereka juga tidak mengenal gaji.
Uniknya, Jama'ah Muhtadin datang ke Mushalla untuk
shalat tarawih. Bermalam di sini, makan sahur bersama-sama. Dan
kala pagi telah muncul, para muallaf menebar menari rezeki.
Mereka bertemu kembali nanti malam. Begitu mereka mendirikan
Ramadhan.
Begitu pula desa Boshe, salah satu desa yang mulai maju.
Muallafnya tidak banyak. Hanya 175 jiwa. Ada sebuah Masjid
sederhana ukuran 9 x 9 meter, diberi nama DARUL JADID. Di sini
setiap malamnya, selama Ramadhan, aktif dengan shalat tarawih.
Terutama anak-anak didik Ustadz Drs. Rosikhin (Da'i
LDK/Muhammadiyah Pusat dari Jawa Timur) dan binaan Ustadz
Bahaudin (45). Desa ini memang tidak terlalu jauh dari ibu
kecamatan Muara Sikabaluan. Hanya satu jam pelayaran
memakai boat 40 PK.
Dusun Malancan. Ummat Islam (Jama'ah Muhtadin)
termasuk sedikit. Banyak 60 orang saja. Namun disini ada sebuah
mushalla permanen ukuran 9 x 9 meter. Mushalla ini dibina oleh
Da'i Islam Mohammad Yusuf dan Syamsir Zahram, bernama
Mushalla MUKHLISIN. Dusun Malancan termasuk dusun yang
pertama dimasuki Islam. Sejak tahun 1953. Sungguhpun
jumlahnya sedikit, tetapi selama mengisi malam-malam
Ramadhan dengan shalat tarawih.
Dusun tetangga POKAL, yang sudah ada mushalla Al-
Ikhlas ukuran 5 x 5 meter. Dipimpin oleh da'i Shaleh yang juga
bertugas di dusun ini secara sukarela, Jama'ah Muhtadin di dusun
ini hanya berjumlah 65 orang. Sekarang di kedua dusun ini sedang
dikembangkan Islamic Centre oleh LDK/Muhammadiyah dan
tengah berlangsung pembangunan sebuah Masjid Permanen.
Kedua dusun bertetangga ini, merencanakan untuk shalat
Iedul Fithri 1413 H, menggabungkan diri di Malancan, dengan
khatibnya Ustadz Syamsir Zahra.
PAULUS Hidayat (Tatgetsir) da'i Islam di Dusun
SATBOYAK sedang duduk dilantai Mushalla Al Hidayah
berbincang-bincang dengan jama'ah Muhtadin desa itu. Mushalla
berdinding papan susun sirih, sangat sederhana ukuran 6 x 6
meter, petang ini menunggu ketontong (tanda buka puasa
Ramadhan) beberapa menit lagi, sore pertengahan Ramadhan
1413 H.
Anak-anak bermain, berlarian di depan orang mereka.
Sementara orang tua mereka dengan keletihan khas menunggu
menit-menit membuka puasa (shaum) mereka.
Tatgetsir, yang sekarang menjadi da'i berumur 27 tahun.
Tadinya dia bernama Paulus. Dan setelah menganut agama Islam
dia enggan mengganti nama pemberian pertamanya. Namun dia
ingin menyatakan pula bahwa dia telah mendapatkan hidayah
Islam itu. Makanya namanya sekarang adalah Paulus Hidayat,
walaupun ditengah keluarga Mentawai dia dipanggil Tatgetsir.
Tatgetsir hidup dikampungnya, membina saudara-
saudara sesukunya. Dan jumlah Jama'ah Muhtadin di desa ini
baru 367 orang. Hari ke hari jumlahnya bertambah memang
memerlukan pembinaan yang berkepanjangan.
Kesulitan mendatangi desa ini, adalah karena jauhnya dan
sulit pula hubungan. Namun kesulitan itu, segera tidak
terpikirkan lagi tatkala di sore itu, kita dikelilingi oleh saudara se
Iman, yang sama menunggu "waktu".
Berda'wah ke Mentawai, di kepedalaman tempat
tinggalnya penduduk asli Mentawai, memiliki keunikan yang
khas. Mereka lugu dan menunggu. Tidak mau mendahului,
sebelum perintah datang mengajak. Jiwa yang bersih ini, perlu
dibina secara bersih pula. Hanya jiwa yang hiduplah yang mampu
menghidupkan keimanan dihati penduduk terisolir ini.
Dan tatkala ketontong akan dibunyikan, seorang anak
berseru dalam bahasa Mentawai. Artinya kira-kira "di Mushalla
lampu belum dihidupkan, lantaran minyak tanah tidak ada,”
katanya. Da'i Hidayat bangkit menuju ke warung melihat-lihat
sisa-sisa minyak di gerigen terakhir. "Minggu depan, kita cari
lagi", katanya menyenangkan hati jemaahnya.
Masya Allah, alangkah teguhnya pendiriannya, dan
alangkah optimisnya hidup mereka, di tengah kesulitan
perhubungan di tengah hutan. 
Kiprah Dewan Dakwah di MentawaiProfil Dakwah
Komprehensif

Beberapa motivasi dan konsepsi ideal menjadi pendorong kiprah


Dewan Dakwah di Mentawai, kalau dikaji dan dibahas, semua bermuara
pada warisan pemikiran-pemikiran dan taushiyah Dr Mohammad
Natsir, yang pada gilirannya menampilkan profil (performance) dakwah
dengan pilihan titik-titik prima yang muncul setelah 30 tahun kiprah itu
berlangsung merupakan garis besar keunggulan dan hasil kiprah
dakwah yang fenomenal, yang dapat dilihat melalui profil pilar-pilar
utama, khususnya Dakwah Mentawai. Ada tiga pilar utama kiprah
Dewan Dakwah di Mentawai yang berjalin berkulin menampilkan profil
dakwah yang komprehensif. Pilar pertama menjadi centre of excellence,
pusat konseptual kiprah yang diperani dengan baik oleh Dewan Dakwah
sebagai pusat penggerak konseptual, dan menjadi penyangga utama
seluruh kiprah tersebut. Dewan Dakwah (DDII Padang) merajut dan
merakit seluruh potensi Muhsinin. Membagi peluang kepada mereka
menyalurkan potensi ZIS (zakat, infaq, sadaqah) ke dalam jaringan
dakwah ilallah di Mentawai, kemudian merakit potensi dai di lapangan
untuk mewujudkan semua kiprah dakwah tersebut. Pilar kedua, centre of
action, pusat aksi kiprah dakwah yang diperani oleh para mujahid
dakwah yang militan, tahan uji. Tanpa mujahid dakwah yang bisa
diandalkan, tanpa militansi di lapangan, semua usaha Dewan Dakwah
dan potensi para Muhsinin akan hanyut mubazir, bagai menuang air di
gurun pasir. Pilar ketiga adalah tulang punggung (back bones) semua
kiprah tersebut, yaitu para muhsinin, donatur, sumber dana baik
lembaga, instansi, jamaah masjid, perorangan yang tersebar sampai ke
seluruh Nusantara bahkan sampai ke Timur Tengah.
Penampilan ini menjadi modal utama penyangga kelanjutan
keseluruhan kiprah; Pertama, kemampuan membentuk kepercayaan
para muhsinin, sehingga semua "pengaduan" kebutuhan program
Dewan Dakwah tersahuti dengan segera. Pembentukan kepercayaan
tergantung pada figur pimpinan dan pengurus Dewan Dakwah, serta
militansi para mujahid dakwah. Kedua, jaringan informasi dan
koordinasi yang erat antara ketiga unsur, Dewan Dakwah, para dai dan
para muhsinin. Jaringan yang sudah terbentuk selama tiga puluh tahun
tersebut membuat seluruh komponen saling merasakan denyut nadi
semua unsur yang terkait. Komunikasi formal tidak lagi menonjol. Yang
paling terasa adalah keterkaitan rasa antar komponen, sehingga seluruh
potensi yang terlibat bagaikan sebatang tubuh yang utuh. Ketiga,
militansi para mujahid dakwah, walaupun dukungan fasilitas sangat
minim mampu bertugas dengan meyakinkan. Dibanding dengan para
misionaris Salibiyah, fasilitas dan kondisi para dai sangat jauh dari
cukup. Militansi mujahid dakwahdan hasil perjuangan mereka melewati
angka-angka yang dijangkau missi Salibiyah. Keempat, jalinan fastabiq al
khairat, semacam kompetisi positif Muslimin dalam menjalankan misi
dakwah di Mentawai. Semua untuk Islam, semua untuk dakwah, tanpa
menonjolkan bendera-bendera organisasi maupun lembaga. Kondisi ini
membawa iklim senasib sepenanggungan para mujahid dimedan
dakwah, walaupun masing-masing berasal dari sumber yang berbeda.
Kondisi ini melahirkan profil Islam yang satu (umatan wahidah). Hal yang
sebaliknya terjadi pada beberapa anggota misi Salibiyah yang senantiasa
saling iri, bersaing sesama anggota atau kelompok misionaris salibiyah
lainnya. Kelima, government relationshipness yang baik. Hubungan dan
nama baik seluruh unsur, terutama Dewan Dakwah, dengan unsur
pejabat pemerintah didaerah, menjadi profil yang sangat menguatkan
semua kiprah. Citra dan nama baik membuat birokrasi "melapangkan
jalan" dakwah ila Allah. Tanpa citra dan nama baik pelaksana dakwah
ini, besar kemungkinan pemerintah/penguasa akan bisa menjadi batu
sandungan penghalang semua program. Keenam, beberapa visi atau cara
pandang ideal berwarna ikhlas fii sabilillah seperti penekanan gerakan
dakwah ilallah, mengharap mardhatillah dengan gaji akhirat, dakwah
untuk menghidupi umat, melengkapi tugas sebagai mujahid dakwah, dai
pejuang, berjihad di jalan Allah, maka visi tersebut menjadikan kiprah
dakwah secara keseluruhan punya pijakan kokoh. "Kami ingin
berjihad!",kenyataan lugu para du’at. Inilah pijakan yang paling kokoh.
Sebuah gerakan besar, apalagi untuk social change, untuk perubahan
sosial, memerlukan visi ideal sebagai pijakan. Tanpa visi semua akan
terombang-ambing. Ketujuh, para Muhsinin yang sangat dermawan.
Sebagai salah satu profil penting gerakan dakwah di Mentawai adalah
para muhsinin yang sangat dermawan. Banyak yang tidak mau
menyebutkan nama. Mereka lebih suka menyebut identitas hamba Allah
untuk setiap bantuan yang diserahkan.
Da’i yang aktif
Merajut Dakwah Ilallah
di Mentawai
Safari Dakwah Pekan Muhtadin
Mentawai yang serba unik, telah mengundang turis lokal
dan mancanegara untuk berkunjung kesana. Biro-biro perjalanan
menawarkan paket perjalanan kesana. Tetapi perjalanan yang
dilakukan oleh rombongan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia
kali ini, tidaklah untuk sekedar melancong. Sebagaimana nama
dari kegiatan ini “Safari Dakwah” adalah dalam rangka
menyambut bulan suci Ramadhan (1413), adalah bertolak dari niat
yang tulus, memperjuangkan umat agar terbebas dari
keterbelakangan dan keterasingan.
Tepat pukul 13.00 WIB, rombongan yang dipimpin oleh
H.Mas’oed Abidin ini, meninggalkan Pelabuhan Muara Padang.
Kapal Motor Kuda Laut Express yang berkapasitas 120 orang,
melaju dengan tenang menuju Mentawai. Penumpangnya
bukanlah turis mancanegara, tetapi adalah para da’I seantero
daerah Sumatera Barat, bahkan dari luar pulau Sumatera. Cukup
istimewa memang, dialog serius yang disertai gelak tawa,
menyertai perjalanan dakwah ini. Suatu yang baru, tetapi
senantiasa perlu dipelihara kelanjutannya dalam upaya merajut
tali mawaddah fil qurba, atau tali rasa antara sesama umat
seakidah yang membina dan umat yang dibina, antara masyarakat
Muslim dari tanah tepi dengan saudaranya seiman dikepulauan
Mentawai dibibir samudera Indonesia ini.
Dalam perjalanan dakwah ini, juga ikut serta diantaranya
Pembantu Bupati Padang Pariaman untuk Kepulauan Mentawai
dan Kepala Kantor DEPARTEMEN AGAMA Kabupaten Padang
Pariaman (Drs.Darsenal Darwis) dan beberapa orang utusan da’i
dari Kepulauan Sipora, dari Kecamatan Pagai Utara/Selatan dan
dari Kecamatan Siberut Utara. Dari Bukittinggi melibatkan hampir
seluruh pengurus Dewan Dakwah, antara lain H.Usmar Marlen,
disertai tim dokter dari Yarsi Sumbar, dan seorang pengusaha
Muslim Haji Dymen’s. Dari Padang selain wartawan, pengurus
Dewan Dakwah Pembantu Perwakilan Padang disertai oleh
Syarkani Djamil selaku Bendahara Dewan Dakwah Padang dan
utusan ibu-ibu wirid Majlis Taklim Al Munawwarah Siteba. Tidak
pula ketinggalan seorang muhsinin dari Medan Sumatera Utara,
Ir.Syafrul Tani dan keluarga, serta H.Misbach Malim Lc dan
Ustadz Syuhada’ Bahri dari DDII Pusat.
Drs.Good Will Zubir dari Lembaga Dakwah Khusus(LDK)
Muhammadiyah Pusat serta berapa Mahasiswa IKIP Padang dan
UNAND serta dari Lembaga Perguruan Tinggi Islam IAIN Imam
Bonjol Padang, diperkuat oleh dokter-dokter muda. Santri Islamic
Center Al Quds Yayasan IBU Sumatera Barat sebagai tenaga inti
berperan menggalang dan mempererat kesatuan persatuan
dengan para remaja Islam Mentawai yang tergabung di dalam
kelompok W I R A Muara Siberut. Pokoknya perjalanan ini benar-
benar melibatkan berbagai personil untuk memperbesar daya
dukung pendidikan, dakwah dan pembangunan masyarakat
Mentawai.
Sasaran pertama rombongan berjumlah 80 orang ini adalah
Muara Siberut. Tepat pukul 16.30 WIB di hari yang sama KM
Kuda Laut Express sudah sampai di teluk Muara Siberut. Di
kejauhan sudah terlihat kubah Masjid Al Wahidin yang berada di
pusat pemukiman penduduk, berdiri dengan megahnya. Sayup-
sayup terdengar suara grup rebana puteri Muslim Mentawai men
dendangkan lagu kasidah berbaitkan “Siapa mau kesorga.. jalan
selalu terbuka..”, Selang beberapa saat konvooi beberapa buah boat
berpacu menyambut kedatangan rombongan ini. Jabat erat dan
rasa haru muncul setelah H. Abdul Hadi A. Roni BA (KUA
Kecamatan Siberut Selatan) dan Camat Siberut Selatan menaiki
kapal yang ditumpangi rombongan . Serta merta, dengan bantuan
beberapa orang pemuda, rombongan diosong kedarat. Suatu
pemandangan yang berkesan adalah para siswa madrasah yang
berpakaian rapi dan remaja puteri yang memakai jilbab, sambil
terus memukul rebana, bernyanyi memeriahkan acara
penyambutan yang digelar. Tentu, semua mereka ini adalah
murid-murid TPA di Massjid Al Wahidin. Masjid dengan ukuran
20x20 meter ini adalah suatu masjid dengan bangunan permanen
yang cukup megah, telah menampung seluruh kegiatan generasi
muda Islam daerah ini untuk belajar Al Quran disamping p[usat
pembinaan Muhtadin (nama yang diapungkan oleh Dewan
Dakwah untuk pengganti kata muallaf) didaerah binaan dakwah.

Keajaiban 1986
Al Wahidin adalah nama yang diberikan sejak pembangu
nan awal masjid ini pada tahun 1986 lalu. Sebagaimana masjid
yang wahid (pertama) sudah semestinya menjadi pusat segala
egiatan keagamaan Islam didaerah sulit seperti Mentawai. Dalam
sejarahnya terkesan ajaib dihati umat. Hingga eksistensi masjid di
tengah umat benar-benar berarti sebagai pusat kegiatan Islam.
Sebelum tahun 1986 lalu, itu lokasi masjid ini masih rawa.
Untuk mengadakan pasir bagi menimbun agar masjid permanen
dapat berdiri adalah masaalah besar. Sebab, tidak ada tanah yang
dapat dijadikan penimbunan. Tidak mungkin untuk dibeli,
disamping biaya transportasi cukup tinggi karena areal tempat
pengambilan ketengah pulau yang jauh menyebabkan harga
perkubiknya menjadi sangat mahal. Masyarakat Muslim di
Mentawai yang miskin ditengah kehidupan yang miskin pula,
baik ekonomi maupun pengetahuan, ditengah-tengah kekayaan
alam belum tergali itu, pasti tidak memiliki kemampuan
mengusahakannya, kalaupun bisa akan memakan waktu yang
panjang. Satu-satunya jalan yang tampak adalah berserah diri
kepada Allah dengan mengandalkan tenaga dan kekuatan
seadanya. Dalam kalut dan bingung itu, terjadilah suatu peristiwa
ajaib. Benar-benar ajaib, mungkin merupakan pertanda
terterimanya do’a dan harapan ummat yang lemah tatkala
bersandar kepada kekuatan Maha Kuat, Allah ‘Azza Wa Jalla.
Selama tiga hari berturut-turut daerah itu diguyur hujan lebat,
sangat lebat, rasanya belum pernah dialami pada waktu-waktu
sebelumnya. Pada awalnya sangat mencemaskan karena badai
ikut pula menyertai. Setelah hujan reda, penduduk yang selama
hujan berlangsung takut keluar rumah, apalagi mendatangi bibir
pantai yang ditakuti bisa mengundang bahaya itu, menjadi sangat
kaget sekali. Kaget berbaur dengan keheranan dan takjub, tetapi
mengundang rasa gembira dan syukur kepada Allah. Kenapa
tidak, disepanjang bibir pantai yang selama ini hanya ada air laut
kini telah tertutup onggokan pasir setinggi dua meter sepanjang
hampir 20 meter. Allahu akbarr … allahu akbarr.. kalimat itulah yang
terloncat dari mulut setiap muslim yang ikut serta membangun
masjid yang sangat diidamkan mereka sebagai tempat mereka
bersujud. Peristiwa serupa terulang kembali di Taileleo ketika
masyarakatnya berkeinginan membangun Masjid Maznah Al
Muthairy mengalami kesulitan mendapatkan pasir, segera Allah
mendatangkan hujan lebat, sungai kecil yang membelah kampung
itu, membawa banjir bandang. Banjir sekali itu telah berperan
membawakan pasir dari hulu dan berhenti persis disamping
masjid yang akan di bangun. Namun setelah masjid selesai
dibangun, hingga sekarang tidak pernah masyarakat mengalami
banjir serupa walaupun hujan deras sering menerpa, bahkan lebih
besar dari yang pernah rasakan tatkala masa-masa awal
membangun masjid yang dinamai Masjid Maznah Al Muthairy
itu. Subhanallah.
Selama satu minggu setiap hari dipergunakan oleh seisi kampung,
tuamuda, lelaki perempuan, remaja maupun anak-anak tumplek
datang ketepi pantai mengangkut pasir dengan alat apa adanya,
bahkan ada yang hanya dengan panci ataupun geribah karena
itulah yang mereka punyai. Inilah yang terjadi sebelas tahun lalu
itu dikala membangun Masjid Al Wahidin, dan yang juga terjadi
lima tahun silam tatkala Maznah Al Muthairy mulai ditegakkan.
Tiada henti dari pagi hingga maghrib, setiap hari selama
seminggu, sampai seluruh lapangan pembangunan masjid yang
rawa itu tertimbuni pasir dan persiapan pekerjaan pasangan batu
dan bata tersedia pula. Lebih menakjubkan lagi, karena setelah
seluruh lokasi tempat masjid yang akan dibangunn tertimbun
rata, hujan badai datang lagi. Air laut naik menghantam daratan,
bersamaan dengan itu onggokan pasir yang tersisa hanyut
terbawa arus. Allah Maha Mengetahui, bahwa umatnya sudah
terbantu, dan tidak dibutuhkan lagi pasir sebanyak itu. Ketika
cuaca kembali mereda, pemandangan seperti semula menghias
pantai tanpa onggokan pasir sama sekali. Kala itu pahamlah
semua penduduk bahwa Allah SWT, mengirimkan pasir ke pantai
Muara Siberut hanya untuk keperluan mesjid, tidak lebih dari itu.
Allahu Akbar…, Allahu Akbar.
Kisah ini tetap tertanam di hati umat Islam Muara Siberut, dan
pada akhirnya masjid yang dibangun dengan susah payah telah
diberi nama Masjid “Al Wahidin” artinya bukti keagungan Allah
Yang Satu dan bukti kemuliaan rahmat-Nya yang pertama dan
utama di negeri ini. Mentawai “pantai berkilau”.

Kami Mencari Surga


Masyarakat kami, adalah masyarakat yang miskin”, kata
Hamzah, dahulunya bernama Martinus Legup, yang menjadi
Kepala Desa Pasakiat Taileleo di Kecamatan Siberut Selatan
Kepulauan Mentawai. Kalimat ini diucapkannya dari lubuk hati
yang dalam, saat peresmian pemanfaatan Masjid Maznah Al
Muthairy, di desanya hari Ahad pagi tanggal 22 Sya’ban 1413 H
bertepatan dengan 14 Februari 1993, lima tahun silam itu
dihadapan para tetamu yang mengikuti “Safari Dakwah”
kedesanya bersama-sama juda dengan Kepala Kandepag
Kabupaten Padang Pariaman. Namun, “Sungguhpun kami
miskin,“ katanya melanjutkan, “kami tidak akan mengejar materi
untuk mengganti keyakinan kami,” ucapnya ditengah-tengah
Masjid Mazanah Al Muthairy yang dibangun oleh Dewan
Dakwah dengan ukuran 16x16 meter didesa selatan pulau Siberut
itu. “Kami sudah memilih Islam sebagai agama kami. Kami tidak
mencari kain sarung, kami tidak mencari pemberian makanan,
kami tidak mencari hadiah-hadiah apapun.”, lanjutnya dalam kata
sambutan ditengah-tengah deraian airmata hampir 300 pasang
bola mata pengunjung yang hadir di sekitar masjid itu.
“Kami hanya mencari syurga…”, katanya dengan tulus,
dalam linangan airmata syukur nikmat. Ucapan jujur dan ikhlas
ini, ikut membawa hanyut perasaan pengunjung yang hadir
dengan rasa bangga dan haru bercampur syukur turut
mengundang linangan air mata saudara seakidah Islam yang baru
empat setengah bulan menganut agama Islam. Allah Akbar pun
bergema. Hamzah (45), Kepala Desa Pasakiat Taileleo Siberut
Selatan, Kepulauan Mentawai, yang sebelumnya bernama
Martinus Legup itu mengucapkan “syahadat” pada tanggal 23
September 1992 (Rabu), empat setengah bulan sebelum masjid itu
dibangun. Pensyahadatan yang dibimbing oleh K.H Syuhada
Bahri da’I dari DDII Pusat di Jakarta, yang sengaja datang kedesa
terpencil terisolir ini untuk menerima langsung saudara baru
dalam Islam. Pensyahadatan itu diikuti oleh 136 jiwa penduduk
Pasakiat Taileleo, disaksikan oleh Kepala KUA Siberut Selatan H.
Abdul Hadi A. Roni, BA dan Dan Ramil Siberut Selatan, Kapten
Dul Rahman.
Martinus Legup berganti nama menjadi Hamzah. Nama
itu mengandung tamsilan yang dalam. Karena Hamzah adalah
nama dari sahabat yang sekaligus adalah paman “Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi Wasalam. Hamzah adalah paman Nabi dan
“syuhada” yang gugur ditengah berkecamuknya Perang Badr.
Diharapkan dengan itu, Hamzah di Taileleo ini akan menjadi
“Mujahid Islam” di desanya, Isya Allah. Disaat pensyahadatan
Hamzah itulah terungkap bahwa sebenarnya penduduk Desa
Pasakiat Taileleo ini telah mengenal Islam sejak tahun 1945 (sejak
Indonesia diproklamirkan setengah abad yang lalu), bukan
sebagai disebut-sebut missionaris bahwa Mentawai baru
mengenal Islam sejak tahun 1954. Akan tetapi, karena kurangnya
pembinaan, tiadanya tenaga dari da’i Islam (guru agama Islam),
juga karena tidak adanya rumah ibadah, makanya umat didesa
ini, akhirnya terjauh dari memahami Islam ini. Hamzah mengakui,
“bagaimanapun keadaan kami yang serba kekurangan ini, kami
bertekad akan tetap beragama Islam sampai kiamat. “, ucapnya
dengan pasti.
Mulai saat itulah di desa Taileleo ini ditempatkan seorang da’i
Islam (guru agama Islam), bernama Lukman Hakim, seorang da’i
muda yang berasal dari Jawa Timur, dari Desa Genteng
Banyuwangi, dan telah mengenal Mentawai serta mencintainya
sejak tahun 1985 sepuluh tahun kemudian (1995) memilih Saudari
Elma seorang da’iyah Mentawai sebagai pendamping setia dalam
pasangan hidup rumah tangga dan teman seperjuangan di medan
dakwah.
Waktu pensyahadatan Hamzah dan penerimaan muhtadin
baru di Desa Taileleo dilaksanakan upacara peletakan pertama
dimulainya pembangunan sebuah masjid, rumah ibadah umat
Islam di Pasakiat Taileleo, sebagai pertanda sebuah perjalanan
dakwah Islam dimulai kembali di desa ini. Pembangunan masjid
yang semula direncanakan sangat sederhana dengan ukuran 8x8
meter, tetapi kemudian dalam masa pembangunannya di atas
tanah seluas 1 Ha yang disiapkan oleh umat Islam Taileleo ini,
akhirnya terbangunkan satu masjid dengan ukuran 10x10 meter
permanen, seperti yang diresmikan hari itu, bernama Masjid
Maznah Al Muthairy.

Tugas kita memelihara


H.Darsenal Darwis, Kepala Kandepag Padang Pariaman
yang sengaja hadir pada acara peresmian mesjid Maznah Al
Muthairy ini memesankan sungguh, “Tugas kita yang paling berat
adalah memelihara nikmat Allah yang besar ini. Tiada masa yang
disebut berhenti untuk membina umat.” , katanya. “Saya ikut
terharu”, ucapnya melanjutkan. “Rasa haru saya, mengalahkan
rasa gembira yang ada sekarang ini. Karena, apa yang kita
saksikan dan kita dengar adalah ucapan suara nurani sauadara
kita yang tulus dari lubuk hati mereka“ dan “Kita semua akan
berdosa kelak, jika harapan umat di sini kita kecewakan”, begitu
pesan Kandepag di dalam sambutannya. Selanjutnya di dalam
pemanfaatan lahan keliling Masjid Maznah Al Muthairy, yang
luasnya 1 Ha itu, Kakandepag Padang Pariaman, mengingatkan
supaya ditata dengan baik agar dapat bermanfaat bagi jamaah
muhtadin yang tinggal didesa ini. Jangan dibiarkan sebagai lahan
kosong, ataupun pekarangan yang kotor dan tidak produktif.
“Suatu ketika nanti masanya akan tiba, tidak mustahil
disekeliling masjid ini bisa pula dibangun lokal belajar anak-anak
Muslim Desa Taileleo. Masjid sebagai tempat ibadah, adalah pusat
kegiatan umat Islam, dan tempat pendidikan anak-anak, baik itu
pengetahuan agama atau keterampilan”, karena itu lanjutnya,
“usaha pendidikan ini jangan diabaikan”.
“Islam itu tegak dengan ilmu, dan dunia inipun dibangun dengan
ilmu pengetahuan”, kata Kakandepag mengingatkan.

Sentuhan kalbu
Drs. H. Misbach Malim, Lc dari DDII Pusat, sejak mulai
berdiri memberikan kata sambutannya, tidak mampu menahan air
matanya. “Dikota-kota besar sekarang”, katanya mengawali
sambutannya mewakili pimpinan Dewan Dakwah Islamiyah
Indonesia Pusat di Jakarta, “banyak mubaligh yang hanya mampu
mengajak jamaahnya untuk ketawa”, apalagi setiap acara
peresmian seperti ini, kegembiraanlah yang sering kali menonjol.
Akan tetapi di hari ini katanya, “Bapak Hamzah mampu
menyampaikan kepada kita bicara iman yang menyentuh hati dan
kalbu semua kita yang hadir. Hingga tak seorangpun dari jamaah
yang hadir ini yang tidak merebak air matanya.”
Inilah suatu kenyataan, jika yang berbicara itu hati, maka
hati pulalah yang akan menyahutinya. Ucapan sekedar lidah
hanya akan mampu didengar oleh telinga saja.
“Kenapa kita semua berada disini?” kata Misbach mengulang
tanya. “Kita telah berkumpul di sini, dari Padang, dari Jakarta,
Bukittinggi, Medan dan daerah lainnya, dengan mengarungi
bahtera lautan lepas selama lebih dua jam pelayaran, karena kita
terpanggil oleh iman semata. Kita kemari justru karena menerima
saudara-saudara kita seiman. Kita datang kemari, karena kita
ingin bertemu dengan saudara-saudara kita seaqidah dan
seagama. Walaupun saudara-saudara kita ini berada di pulau
terpencil, Siberut Mentawai ini.” Inilah suatu kekuatan yang lahir
dari safari dakwah Ila Allah dipulau terbarat yang berbatasan
dengan samudera Hindia ini. Masjid Maznah Al Muthairy, yang
dibangun oleh Muhsinin dan para dermawan melalui ‘Dewan
Dakwah’ hanya dikerjakan dalam jangka waktu 4 bulan walaupun
disana sini masih banyak yang mesti disempurnakan, namun
tukang-tukang masih bekerja sampai bulan Ramadhan 1413 itu
supaya siap dimanfaatkan bagi kepentingan ibadah para
Muhtadin.

Air Mata di Taileleo


Acara yang disiapkan masyarakat Taileleo berjalan terus
ditengah perasmian pemanfaatan bangunan Masjid Maznah Al
Muthairy telah terlaksana dengan penuh haru. Kakandepag
Padang Pariaman, Drs. H. Darsenal Darwis, ikut menyaksikan
bersama masyarakat muslim disini. Pafda puncaknya, Drs. H.
Misbach Malin, Lc, dari Dewan Dakwah Islamiyah Pusat
meresmikan pemanfaatan masjid dan menyerahkan kepada umat
Islam desa Taileleo, sembari bersyukur Alhamdulillah.
Sementara, dalam kesempatan itu, K.H Syuhada Bahri menerima
persyahadatan (persaksian) Imanuel (40) yang kemudian berganti
nama Ahmad Faisal, serta Daniel (21) berganti nama dengan
Mohammad Natsir. Pensyahadatan sebagai simbol utama
penerima seseorang akan agama Islam, berlangsung penuh
khidmat yang kemudian dilanjutkan dengan shalat berjamaah
Dzuhur di masjid baru itu.
Setelah mengikuti serentetan acara padat singkat berkesan
kedalam bathin setiap rombongan, akhirnya pukul 15.00 WIB
rombongan kembali ke Muara Siberut, mengarungi laut lepas
selama dua setengah jam.
Ir.H. Shahrul Tani dan keluarga dari Al Washliyah Medan,
Sumatera Utara, menyampaikan kesannya tentang safari dakwah
kedesa terpencil di selatan Siberut Selatan sebagai “Suatu
perjalanan yang menggugah iman, menjalankan dakwah, menjalin
ukhuwah sesama saudara seaqidah, seperti hari ini, belum pernah
saya rasakan seumur hidup, tiada kata yang pantas saya pakai
dalam mengungkapkannya kecuali hanya Alhamdulillah.
Mentawai memerlukan uluran tangan umat Islam dimana saja”,
katanya mengungkapkan. Lain lagi kesan yang disampaikan H.
Mawardi Said, purnawirawan ABRI berpangkat Mayor TNI-AD
yang telah banyak memakan asam garam operasi militer termasuk
ke Timor Timur, pada waktu itu jabatannya adalah salah seorang
dari Ketua Pengurus Masjid Raya Al Munawwarah Siteba Padang
berkata, “Air mata itu mahal harganya. Saya termasuk orang yang
paling susah untuk mengeluarkan air mata. Tapi di Taileleo, saya
malah tidak mampu menahan air mata haru dan bahagia saling
bercampur,” ujarnya dengan mata berkaca-kaca. “Saya tidak
pandai menceritakan apa yang telah terjadi. Tetapi yang pasti,
usaha pembinaan dan pembimbingan umat Islam di daerah yang
terpencil ini, adalah menjadi kewajiban kita bersama. Dan dosalah
bagi kita kalau melupakannya.” Drs. Goodwill, dari Lembaga
Dakwah Khusus (LDK) Muhammadiyah Pusat yang sengaja
datang dari Jakarta untuk mengikuti acara peresmian
pemanfaatan masjid Maznah Al Muthairy dan pensyahadatan
penduduk Taileoleo, mengungkapkan perasaannya dengan satu
kalimat pendek: “Saya akan datang lagi, itu perlu saya catat”,
katanya. Akan halnya Drs. H. Darsenal Darwis, menyatakan
perasaanya secara gamblang. “Usaha seperti yang kita lakukan
hari ini adalah pertanggungjawaban kita kepada Allah. Dan
adalah tugas kewajiban kita sesama umat”, dengan suara serak
menahan haru.
Sementara, percikan air laut membasahi badan, angin
menerpa dari haluan. Gelombang menghempas dinding perahu,
ditingkah suara mesin menderu. Perahu boat dengan kekuatan 25
PK melaju meninggalkan Taileoleo, menuju Muara Siberut. Tiga
belas buah banyaknya, berisikan lebih 120 orang. Suatu safari
dakwah Ilallah yang sulit menjalankannya hanya dengan
memakai “baju safari”. Mereka datang kesini dengan sengaja,
dengan biaya sendiri-sendiri, untuk berdakwah dan bersafari, dari
Medan, Jakarta, Padang, Ujung Pandang, Malaysia dan
Bukittinggi, yang terdiri dari para pedagang, pengusaha
perhotelan, pejabat daerah, pelajar, mahasiswa, jamaah masjid.
Mereka adalah da’i dalam arti hakiki. Mereka telah datang ke sini,
mengulurkan tangan mengikat tali hati. Merajut benang halus,
melanjutkan jejak risalah Rasulullah. Mereka datang menyaksikan
dengan mata dan hati kebenaran firman Allah ; ”Idzaa jaa-a
nashrullahi wal fath-hu wa ra aitan-naasa yadkhuluuna fii
dienillahi afwaajan, fa sabbih bihamdi rabbika was taghfirhu,
innahu kaana tauwaa baa”, artinya,” Ketika telah datang
bantuan Allah, kemenangan terjelma dan tampaklah manusia
memasuki agama Allah. Maka bertasbihlah memuji Tuhanmu.
Mintakanlah keampunan bagi mereka, sungguh Dianya (Allah)
semata penerima taubat.
Kini, semakin banyak saudara-saudara kita di Mentawai
yang sudah memenuhi seruan Allah. Di bulan Ramadhan selain
berpuasa mereka pun meramaikan masjid yang terus dibangun.

Ramadhan di Muara Siberut


Perkembangan Islam yang semakin mantap berpengaruh
terhadap pola kehidupan masyarakat di daerah ini. Peningkatan
jumlah penduduk Mentawai yang memeluk Islam diperlihatkan
dalam kegembiraan beribadah serta kegiatan Islam lainnya.
Persoalan berat adalah binaan muhtadin yang baru dan lugu itu
secara terus menerus, artinya diperlukan satu barisan tenaga yang
akan menjadi da’i tetap di daerah ini. Diperlukan tenaga tangguh
yang ikhlas dan punya visi yang jelas, merebut piagam
mardhatillah. Pada masa ini kiranya sulit mencari tenaga yang
seperti itu, yang mampu menantang sikap alam yang kurang
bersahabat, transportasi yang sulit, bahkan jatah hidup yang berat
menanggungnya. Karena itu para da’i di Mentawai hari ini tidak
hanya sebagai guru namun lebih banyak berperan sebagai
mujahid dakwah yang harus siap menantang alam, menatap
akhirat.
Bulan Ramadhan sebagai bulan yang membawa berkah
dan karamah diisi dengan berbagai kegiatan pengajian juga di
Mentawai. Masjid penuh dengan jamaah dengan kegiatan tarawih
dan tadarus menjadikan sebagai bulan untuk melaksanakan
silaturrahmi sesama jamaah muhtadin dari satu desa ke desa lain,
perwujudan kerja sama dan bertukar pendapat mengenai
pengajian, menuntut ilmu Islam dan berbagai kegiatan bakti sosial
dan remaja setiap tahunnya.
Di Taileoleo Siberut Selatan misalnya, sejak banyaknya
warga masyarakat masuk Islam maka peningkatan iabadah-
ibadah Islam mengalami lonjakan dan terasa denyut dakwah
Islam dalam nadi masyarakat yang melaksanakan ibadah puasa
dengan penuh kesyukuran dan ketenangan di dalam hati, berarti
semakin bertambahnya kesibukan da’i Islam yang bertugas di
Siberut Selatan pada 1997 seluruhnya berjumlah 80 orang juru
dakwah tersebar di seluruh kepulauan Mentawai. Kendala utama
adalah tidak adanya peralatan transportasi dakwah (boat) yang
semestinya telah harus dimiliki oleh setiap da’i Islam yang
mengabdi dikepulauan ini.
Peran masjid sebagaimana layaknya yang dilakukan oleh
Rasulullah SAW yakni tempat untuk mengatur masalah dunia dan
masalah akhirat terlaksana dengan baik di Kepulauan Mentawai
ini. Pertemuan warga banyak dilakukan diruangan masjid. Karena
itu membangun masjid di Mentawai tidak hanya untuk keperluan
satu bidang (belajar agama) semata, tetapi lebih lengkap dari itu
belajar hidup dari juru dakwah yang selalu dekat dengan
umatnya.
Semoga Muslim Mentawai diangkat derajatnya oleh Allah
sebagai manusia taqwa. Dan para da’i kita yang bertugas dinilai
Allah sebagai suatu kerja jihad yang tiada imbalan baginya kecuali
sorga. Amin…

S-ar putea să vă placă și