Sunteți pe pagina 1din 43

BASIC SCIENCE IN NURSING II

STRESS
SEXUAL DEVELOPMENT
ISTIRAHAT-TIDUR

Oleh:
SALAS AULADI
220110080138

Fakultas llmu Keperawatan


Universitas Padjadjaran
2009
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena hanya atas rahmat
dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “STRESS SEXUAL
DEVELOPMENT ISTIRAHAT-TIDUR” ini. Terima kasih kami ucapkan kepada Ibu Hana
Rizmadewi Agustina, S.Kp, MN selaku penanggung jawab mata kuliah Basic Science in
Nursing II yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk menyelesaikan
makalah ini. Ucapan terima kasih juga kami ucapkan kepada seluruh rekan yang telah
membantu penyusunan makalah ini.
Makalah ini kami susun sebagai usaha untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Basic Science In Nursing II di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran.
Dalam makalah ini kami berusaha menjelaskan mekanisme stress dan responnya
terhadap tubuh, sexual development, dan kebutuhan istirahat-tidur.
Mengingat dangkalnya ilmu pengetahuan, keterbatasan kemampuan dan waktu
yang kami miliki, makalah yang kami susun ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, berbagai kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan guna
menyempurnakan makalah-makalah yang akan kami buat selanjutnya.
Dengan makalah yang kami buat ini, besar harapan kami makalah ini dapat
memberikan banyak manfaat untuk menambah wawasan berpikir bagi kita semua. Akhir
kata kami sebagai penulis, sekali lagi kami mengucapkan banyak terima kasih kepada
seluruh pihak yang telah banyak membantu baik secara moril maupun dukungan materil
dalam penyusunan makalah ini.

Jatinangor, Maret 2009

Tim Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Maksud danTujuan 1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Kasus II 2

2.3 Stress 2

2.3 Sexual Development 10

2.4 Istirahat-tidur 26

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan 38

DAFTAR PUSTAKA 40
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di era global ini, pengetahuan tentang sex dan pembicaraan mengenai masalah
sexualitas dianggap sebagai hal yang penting dan perlu bagi perkembangan manusia.
Setiap orang akan memiliki rasa malu jika memiliki kelainan seksual, bahkan tidak sedikit
yang sampai mengalami stress. Untuk beberapa orang, stress akan membuat orang
tersebut kurang istirahat dan tidur yang selanjutnya akan mengganggu kesehatannya.
Pembahasan mengenai hal diatas sangat penting untuk dikaji mengingat akhir-
akhir ini bermunculan penyakit yang berhubungan dengan organ seksual. Karena itulah
dalam makalah ini kami akan memaparkan sedikit pengetahuan mengenai seksualitas,
stress, dan kebutuhan istirahat-tidur.

1.2 Maksud dan Tujuan

Pembuatan makalah ini dimaksudkan untuk mempelajari dan mengetahui lebih


dalam mengenai seksualitas dan organ-organ seksual. Selain itu juga untuk mengetahui
pengaruh kelainan seksualitas terhadap stress dan kebutuhan istirahat.

Tujuan dari makalah ini adalah :


 Mengetahui lebih dalam mengenai sexual development.
 Mengetahui dan memahami pengaruh kelainan seksual terhadap
stress.
 Mengetahui pentingnya kebutuhan akan istirahat.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 KASUS II

Bapak L (52 tahun), mempunyai riwayat hipertensi dan mendapatakan


pengobatan anti hipertensi. Bapak L mengeluh beberapa bulan ini kehilangan minat
dalam hal sex, dan pada saat punya hasrat, bermasalah dengan ereksi. Karena masalah-
masalah ini bapak L mengatakan stress. Istri bapak tersebut, Ny. N berumur 30 tahun
yang penampilan menarik dan energik, wanita karir yang sukses dan sangat sibuk
sehingga tidak mempunyai waktu yang banyak untuk memberikan perhatian kepada
keluarganya, terutama kepada suaminya. Akhir-akhir ini, setelah suaminya bermasalah
maka Ny. N mengatakan ingin bercerai. Bapak L mengeluh susah tidur sejak saat itu.
Secara fisik, bapak tersebut tampak letih, lesu dan pucat.

2.2 STRESS

A. Stressor dan jenis-jenis stressor

Stres adalah segala situasi dimana tuntunan non-spesifik mengharuskan


seseorang individu untuk berespon atau melakukan tindakan.( Selye, 1976)
Stressor adalah Persepsi atau pengalaman individu terhadap perubahan besar
menimbulkan stress. Stimuli yang mengawali atau mencetuskanperubahan.
Stressor itu terdiri dari :
a. Stressor Internal
Contohnya: tumor, cacat bawaan, hipertensi, demam, kondisi seperti kehamilan
atau menopause, atau suatu keadaan emosi seperti rasa bersalah,
b. Stressor Eksternal
Contohnya: Marah kepada teman, konflik dengan orang tua. Perubahan
berrmakna dalam suhu lingkungan,perubahan dalam peran keluarga atau sosial
atu tekanan dari pasangan.
c. Stessor Fisik
Contohnya : overdosis, virus, luka, suhu.
d. Stessor Psikologis
Contohnya : takut operasi, cemas terhadap operasi, dan berduka karena
kematian orang tua.

B. Model stress

• Model Stress berdasarkan stimulus


Model stimulus berdasarkan pada analogi sederhana dengan hukum
elastisitas, Hooke menjelaskan hukum elastisitas untuk menguraikan bagaimana
beban dapat menimbulkan kerusakan. Jika strain yang dihasilkan stress yang
diberikan berada pada elastisitas dari material tersebut akan kembali ke kondisi
semula, tetapi jika strain yang dihasilkan melampaui batas elastisitasnya maka
kerusakan akan terjadi.
Peningkatan model stimulus ini menganggap stress sebagai cirri-ciri dari
stimulus lingkungan yang dalam beberapa hal dianggap mengganggu atau
merusak, model yang digunakan pada dasarnya adalah stressor eksternal akan
menimbulkan reaksi stress atau strain dalam diri individu. Pendekatan ini
menetapkan stress sebagai sesuatu yang dipelajari dan menekankan pada
stimulus apa yng merupakan diagnose stress. Hal ini memendang stress tanpa
satu tuntutan yang beralasan, pasti mendatangkan stress tanpa memandang
sumber daya individu.
Kelemahan model stimulus ini adalah kegagalannya dalam
memperhitungkan cara orang menyatakan realita dari stimulus lingkungan
terhadap respon.
• Model stress berdasarkan Respon
Model ini mengidentifikasi stress sebagai respon individu terhadap
stressor yang diterima. Selye (1982) menjelaskan stress sebagai respon non
spesifik yang timbul terhadap tuntutan lingkungan, respon umum ini disebut
sebagai General Adaptation Syndrome (GAS) dan dibagi dalam tiga fase yaitu :
Fase sinyal, fase perlawanan,fase keletihan. Reaksi alarm merupakan respon
siaga (fight or flight). Pada fase ini terjadi peningkatan cortical hormone,emosi,
dan ketegangan.
Fase perlawanan (resistance) terjadi bila respon adaptif tidak mengurangi
persepsi terhadap ancaman, reksi ini ditandai oleh hormone cortical yang tetap
tinggi. Usaha fisiologis untuk mengatasi stress mencapai kapasitas penuh, dan
perlawanan melalui mekanisme pertahanan diri dan strategi mengatasi stress.
Sedangkan reaksi kelelahan yaitu perlawanan terhadap stress yang
berkepanjangan mulai menurun, fungsi otak tergantung oleh perunahan
metabolisme, system kekebalan tubuh menjadi kurang efisien dan penyakit yang
serius mulai timbul saat kondisi menurun.
• Model Stress berdasarkan Transaksional
Pendekatan ini mengacu pada interaksi yang timbul antara manausia dan
lingkungannya. Antarvariabel lingkungan dan individu terhadap proses penilaian
kognitif (cognitive appraisal) yang menjadi mediatornya. Studi yang
berlandaskan pada pendekatan ini menimbulkan bahwa kita tidak akan dapat
memprediksi penampilan seseorang hanya dengan mengenali stimulus, individu
bervariasi dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya yaitu dengan
melakukan koping terhadap berbagai tuntutan.
Tiga tahap dalam mengukur potensial yang mengandung stress yaitu
pengukuran suatu situasi potensial mengandung stress: (1) Pengukuran primer :
menggali persepsi individu terhadap masalah saat ia menilai tantangan atau
tuntutan yang menimpanya; (2) Pengukuran Sekunder ; mengkaji kemampuan
seseorang atau sumber-sumber tersedia disrahkan untuk mengatasi masalah; (3)
Pengukuran Tersier; berfokus pada perkiraan keefektifan perkiraan koping dalam
mengurangi dan menghadapi ancaman.

C. Tingkatan stres

Menurut Buku FON 1 :


Stres Ringan
Stress ringan adalah stressor yang dihadapi setiap orang secara teratur,
seperti terlalu banyak tidur, kemacetan lalu lintas, kritikan dari atasan. Situasi
seperti inibiasanya berlangsung beberapa menit atau jam.
Stres Sedang
Hal ini berlangsung lebih lama dari beberapa jam sampai beberapa hari.
Misalnya, perselisihan yang tidak terselesaikan dengan rekan kerja, anak yang
sakit, atau ketidak hadiran yang lama dari anggota keluarga merupakan situasi
stress sedang.
Stres Berat
Stres berat adalah situasi kronis yang dapat berlangsung beberapa minggu
sampai beberapa tahun, seperti perselisihan perkawinan terus menerus,
kesulitan financial yang berkepanjangan dan penyakit fisik jangka panjang.
Makin sering dan makin lama situasi stress, makin tinggi resiko kesehatan yang
ditimbulkan.(Wiebe & Williams, 1992)

Menurut buku Keperawatan Jiwa : Iyus Yosep, S.Kp., M.Si.


Stress Tingkat I
Tahapan ini merupakan tingkat stress yang paling ringan, biasanya disertai
dengan perasaan-perasaan sbb:
• Semangat besar
• Penglihatan tajam tidak sebagaimana biasanya
• Energy dan gugup berlebihan, kemampuan menyelesaikan
pekerjaan lebih dari biasanya
Stress Tingkat II
Dalam tahapan ini dampak stress yang menyenagkan mulai menghilang dan
timbul keluhan-keluhan dikarenakan cadangan energy tidak lagi cukup sepanjang
hari misalnya:
• Merasa letih sewaktu bangun pagi
• Merasa lelah sesudah makan siang
• Merasa Lelah menjelang sore hari
• Terkadang gangguan dalam sisitem pencernaan
• Perasaan tegang pada otot-otot punggung dan tengkuk
• Perasaan tidak bisa santai
Stress Tingkat III
Tahapan ini keluhan, keletihan semakin Nampak disertai dengan gejala-gejala :
• Gangguan usus lebih terasa ( sakit perut, mulas, sering ingin kebelakang)
• Otot –otot terasa lebih tegang
• Perasaan tegang semakin meningkat
• Gangguan tidur
• Badan terasa oyong, seperti mau pingsan
Stress Tingkat IV
Tahapan ini sudah menunjukan keadaan yang lebih buruk dengan gejala :
• Terasa sulit untuk bisa bertahan sepanjang hari
• Kegiatan yang semula menyenagkan kini terasa sulit
• Kehilangan kemampuan tentu menaggapi situasi, pergaulan sosial, dan
kegiatan rutin lainnya
• Tidur semakin sukar
• Perasaan negatif vistik
• Kemampuan berkonsentrasi menurun tajam
• Perasaan takut yang tidak realistis
Stress Tingkat V
Tahapan ini merupakan keadaan yang lebih mendalam dari tahapan 4, yaitu :
• Keletihan yang mendalam
• Untuk pekerjaan yang sederhana saja terasa kurang mampu
• Gangguan system pencernaan lebih sering, sukar BAB atau feses cair dan
sering kebelakang
• Perasaan takut yang semakin menjadi
Stress Tingkat VI
Tahapan ini merupakan tahapan puncak yang merupakan keadaan gawat
darurat, Yaitu :
• Debar jantung terasa amat keras, karena zat adrenalin yang dikeluarkan
• Nafas sesak, megap-megap
• Badan gemetar, tubuh dingin, keringat bercucuran
Tenaga untuk hal-hal ringan pun tidak kuasa lagi, pingsan atau collaps

D. Respon fisiologi tubuh terhadap stress ( kardiovaskuler, integritas kulit,


respirasi, pencernaan)

• Sistem Kardiovaskuler
Sistem jantung dan pembuluh darah atau kardiovaskuler dapat terganggu
faalnya kiarena stress. Misalnya, jantung berdebar- debar, terjadi vasodilatasi
atau vasokontriksi pembuluh darah sehingga yang bersangkutan namoak
mukanya merah atau pucat. Pembuluh darah tepi terutama di bagian ujung jari-
jari tangan atau kaki juga menyempit.
• Integritas Kulit
Pada orang yang mengalami stress reaksi kulit bermacam-macam; pada
kulit sebagian tubuh terasa panas atau dingin atau keringat berlebihan. Reaksi
lain kelembaban kulit yang berubah, kulit menjadi lebih kering. Selain itu
perubahan kulit lainnya adalah merupakan penyakit kulit seperti munculnya
eksim, urtikaria (biduran), gatal-gatal, dan pada kulit muka sering timbul jerawat
(acne) berlebihan; juga sering dijumpai kedua belah telapak tangan dan kaki
berkeringat.
• System Respirasi
Pernafasan seseorang yang sedang mengalami stress dapat terganggu
misalnya nafas terasa berat dan sesak disebabkan terjadi penympitan pada
saluran pernafasan mulai dari hidung, tenggorokan, dan otot-otot rongga dada.
Nafas terasa sesak dan berat diakrenakan otot-otot rongga dada mengalami
spasme dan tidak atau kurang elastis sebagaimana biasanya. Sehingga ia harus
mengeluarkan tenaga ekstra untuk menarik nafas. Stress juga dapat memicu
penyakit asma karena otot-otot pada saluran nafas paru-paru juga mengalami
spasme.
• System Pencernaan
Orang yang mengalami stress seringkali mengalami gangguan pada
system pencernaannya. Misalnya, pada lambung terasa kembung, mual, dan
perih yang diakibatkan asam lambung berlebih (hyperacidity atau gastritis atau
maag). Selain gangguan pada lambung tadi, gangguan juga dapat terjadi pada
usus, sehingga yang bersangkutan merasakna mulas, sukar BAB atau diare.
• System Perkemihan.
Orang yang sedang menderita stress faal perkemihan (air seni) dapat juga
terganggu. Yang sering dikeluhkan orang adalah frekuensi untuk buang air kecil
lebih sering dari biasanya, meskipun ia bukan penderita kencing manis (diabetes
mellitus).
• System Otot dan Tulang
Stress dapat pula menjelma dalam bentuk keluhan-keluhan pada otot
dan tulang (musculoskeletal). Yang bersangkutan sering mengeluh otot terasa
sakit (keju) seperti ditusuk-tusuk, pegal dan tegang. Selain daripada itu keluhan
keluhan pada tulang persendian sering pula dialami, misalnya rasa ngilu atau
rasa kaku bila menggerakan anggota tubuhnya. Masyarakat awam sering
mengenal gejala ini sebagai keluhan ”pegal-linu”.
• System Endokrin
Gangguan pada sistem endokrin (hormonal) pada mereka yang
mengalami stres adalah kadar gula yang meninggi, dan bila hal ini
berkepanjangan bias mengakibatkan yang bersangkutan menderita penyakit
kencing manis (diabetes mellitus); gangguan hormonal lain misalnya pada wanita
adalah gangguan menstruasi yang tidak teratur dan rasa sakit (dysmenorrhoe).

E. Cara penanggulangan stress

Lima cara penrting dalam mengatasi stress (Jalowiec,1993,Hal. 80):


1. mencoba merasa optimis mengenai masa depan
2. Mengunakan dukungan social
3. menggunakan sumber spiritual
4. mencoba tetap mengontrol situasi maupun perasaan
5. mencoba menerima kenyataan yang ada

Terdapat beberapa cara lain atasi stress :


 Fleksibel : Hidup penuh dengan berbagai kemungkinan dan tantangan, oleh
karena itu tidak usah kaku atau tegang dalam menghadapinnya (hadapi
dengan santai tetapi serius)
 Berpikir positif : Meskipun tak semudah yang dibayangkan, berpikir positif
itu sangat penting. Karena apabila kita selalu berpikiran negative seperti, rasa
curiga yang berlebihan itu akan menjadikan beban mental pada diri, dan
berujung dengan stress
 Curhat pada teman : Cara ini dapat meringankan sedikit beban pikiran
dalam diri.
 Kenali masalah : Apabila kita dapat mengenali masalah, mak kita akan
dapat mengatasi masalah tersebut dengan cepat
 Adakan refreshing : Dengan melakukan hal tersebut beban dalam diri akan
terasa
 Sembahyang dan berdo’a : Dapat menenangkan batin, rohani, dan jiwa.
serta pikiran menjadi tenang.

2.3 SEXUAL DEVELOPMENT

A. Definisi

Sexual development merupakan komponen kesejahteraan yang meliputi


keintiman dan kebersamaan fisik dengan tujuan untuk mempertahankan keturunan.

B. Anatomi fisiologi alat-alat reproduksi pada manusia

Sistem reproduksi adalah suatu rangkaian dan interaksi organ dan zat dalam
organisme yang dipergunakan untuk berkembang biak.

a) Alat reproduksi Laki-laki


Organ seks eksterna :
 Penis : alat untuk melakukan persetubuhan pada laki-laki.
 Skrotum : struktur yang tertutup kulit tempat bergantungnya penis

Organ seks interna :


• Testis : memproduksi spermatozoa dan testosterone.
Saluran Reproduksi
• Epididimis :saluran panjang berkelok yang menjadi penghubung
antara testis dengan vas deferens dan tempat
penyimpanan sperma sementara hingga menjadi matang.
• Vas deferens : saluran lanjutan epididimis untuk mengangkut sperma
dariepididimis ke uretra.
• Ductus ejaculatorius : saluran penghubung vas deferens dan uretra yang
berjalan menuju prostate.
• Uretra : saluran akhir dari saluran reproduksi untuk menyalurkan
sperma dan urin ke luar tubuh.Kelenjar Kelamin
• Vesikula seminalis : mensekresi cairan cadangan makanan bagi sperma
berupa fruktosa dan bahan lain ( kental dan kekuningan).
• Kelenjar prostate : penghasil getah yang dialirkan ke saluran sperma.
• Kelenjar cowper : penghasil getah sebelum ejakulasi untuk melumasi penis
agar mudah masuk ke vagina.
b) Alat reproduksi wanita

Organ seks eksterna


 Vulva : tempat bermuara 2 saluran, saluran urin dan kelamin.
 mons pubis : bagian terluar vulva yang mengandung lemak dan ditumbuhi
rambut ketika pubertas.
 labia major : dua lipatan besar jaringan lemak tertutup kulit yang bertemu di
depan pada mons pubis. Permukaan dalamnya halus,
mengandung kelenjar keringat dan minyak
 labia minor : dua lipatan kulit berwarna merah muda bagian dalam labia
mayor. Permukaan ini tidak ditutupi rambut,tapi mengandung
kelenjar keringat dan minyak.
 klitoris : struktur kecil, sensitive, dan erektil. Struktur ini dapat
disetarakan dengan penis pada pria, tetapi klitoris tidak terdapat
uretra.
Organ seks interna
• Ovarium : mengandung kelenjar endokrin dan folikel→oosit→oosit
matang→keluar dari ovarium (ovulasi) →ovum.
• Oviduk : menyalurkan ovum ke uterus, saluran sperma, dan tempat
terjadinya fertilisasi. Bagian mulut terdapat fimbria untuk
menangkap ovum yang matang dan lepas dari ovarium.
• Uterus : tempat tumbuh dan kembang janin. Uterus terdiri 3 lapisan,
perimetrium ( lapisan terluar), miometrium (lapisan tengah), dan
endometrium(lapisan terdalam).
• Serviks : bagian bawah uterus berfungsi untuk membantu mencegah
infeksi ke dalam uterus dan membantu dilatasi serviks saat
persalinan.
• Vagina : alat kopulasi, masuknya sperma, keluarnya darah menstruasi,
dan menopang uterus.

C. Tingkat perkembangan

 Masa Pranatal dan Bayi


Pada masa ini komponen fisik atau biologis sudah mulai berkembang.
Berkembangnya organ seksual, mampu merespon rangsangan, seperti adanya
ereksi penis pada laki-laki dan adanya pelumas vagina pada wanita. Perilaku ini
terjadi ketika mandi, bayi merasakan adanya perasaan senang. Menurut
Sigmund Freud, tahap perkembangan psikoseksual pada masa ini adalah:
1. Tahap oral, terjadi pada umur 0-1 tahun. Kepuasan, kesenangan atau
kenikmatan dapat dicapai dengan cara menghisap, menggigit, mengunyah
atau bersuara. Anak memiliki ketergantungan yang sangat tinggi dan selalu
minta dilindungi untuk mendapatkan rasa aman. Masalah yang diperoleh
pada tahap ini adalah masalah menyapih dan makan.
2. Tahap anal, terjadi pada umur 1-3 tahun. Kepuasan pada tahap ini terjadi
pada saat pengeluaran feses. Anak mulai menunjukkan keakuannya, sikapnya
yang sangat narsistik, dan egois. Anak juga mulai mempelajari struktur
tubuhnya. Pada tahap ini anak sudah dapat dilatih dalam hal kebersihan.
 Masa Anak-anak
Masa ini dibagi dalam usia toddler, prasekolah, dan sekolah.
Perkembangan seksual pada masa ini diawali secara biologis atau fisik,
sedangkan perkembangan psikoseksualnya adalah :
1. Tahap oedipal/phalik, umur 3-5 tahun. Kepuasan anak terletak pada
rangsangan otoerotis, yaitu meraba-raba, merasakan kenikmatan dari
beberapa daerah erogennya. Anak juga mulai menyukai lain jenis. Anak laki-
laki cenderung suka pada ibunya, sebaliknya pada anak perempuan lebih
suka pada ayahnya. Anka dapat mengidentifikasi jenis kelamin dirinya,
belajar melalui interaksi dengan figure orang tua, serta mulai
mengembangkan peran sesuai dengan jenis kelaminnya.
2. Tahap laten, terjadi pada umur 5-12 tahun. Kepuasan anak terintegrasi,
mereka mulai memasuki masa pubertas dan berhadapan langsung pada
tuntutan seksual, seperti suka hubungan dengan kelompoknya atau teman
sebayanya, dorongan libido mulai mereda. Pada masa sekolah ini, anak
sudah banyak bertanya tentang hal seksual melalui interaksi dengan orang
dewasa, membaca atau berfantasi

 Masa Pubertas
Pada masa ini sudah terjadi kematangan fisik dari aspek seksual dan akan
terjadi kematangan secara psikososial. Terjadinya perubahan secara psikologis
ini ditandai dengan adanya perubahan dealam citra tubuh (body image),
perhatian yang cukup besar terhadap perubahan fungsi tubuh, pembelajaran
tentang perilaku, kondisi sosial, dan perubahan lain, seperti perubahan berat
badan, tinggi badan, petrkembangan otot, bulu di pubis, buah dada, atau
menstruasi pada wanita. Tahap yang disebut oleh Freud sebagai tahap genital ini
terjadi pada umur lebih dari 12 tahun. Kepuasan anak pada tahap ini akan
kembali bangkit dan mengarah pada perasaan cinta yang matang terhadap
lawan jenis.
 Masa Dewasa Muda dan Pertengahan Umur
Pada tahap ini perkembangan secara fisik sudah cukup dan ciri seks
sekunder mencapai puncaknya, yaitu antara umur 18-30 tahun. Pada masa
pertengahan umur terjadi perubahan hormonal; pada wanita ditandai dengan
penurunan estrogen, pengecilan payudara dan jaringan vagina, penurunan
cairan vagina, selanjutnya akan terjadi penurunan reaksi ereksi; pada pria
ditandai denag penurunan ukuran penis, serta penurunan semen. Dari
perkembangan psikososial sudah mulai terjadi hubungan intim antara lawan
jenis, proses pernikahan dan memiliki anak sehingga terjadi perubahan peran.

 Masa Dewasa Tua


Perubahan yang terjadi pada tahap ini pada wanita diantaranya adalah
atropi pada vagina dan jaringan payudara, penurunan cairan vagina, dan
penurunan intensita orgasme pada wanita; sedangkan pada pria akan mengalami
penuran produksi sperma, berkurangnya intensitas orgasme, terlambatnya
pencapaian ereksi dan pembesaran kelenjar prostat.

D. Siklus respon seksual

Menurut Masters dan Johnson (1966), siklus respon seksual terdiri dari fase
excitement, plateu, orgasmus, dan, resolusi. Pada dasarnya fase-fase tersebut
diakibatkan oleh vasokonstriksi dan miotania, yang merupakan respons fisiologis
dasar dari rangsangan seksual.
Perbandingan siklus respon pada wanita dan pria dapat dilihat pada tabel
berikut ini

WANITA PRIA

I. EXICETEMENT : peningkatan bertahap dalam rangsangan seksual

• Lubrikasi vaginal: dinding vaginal • Ereksi penis


berkeringat • Penebalan dan elevasi skrotum
• Ekspansi 2/3 bagian dalam lorong vagina. • Elevasi dan perbesaran moderat
• Peningkatan sensitivitas dan pembesaran testis
klitoris serta labia • Ereksi puting dan tumescence
• Ereksi puting dan peningkatan ukuran (pembengkakan)
payudara

II. PLATEU : penguatan respons fase Exitement

• Retraksi klitoris di bawah topi klitoral • Peningkatan ukuran glans (ujung)


• Pembentukan platform orgasmus: penis
pembengkakan 1/3 luar vagina dan labisa • Peningkatan intensitas warna glans
minora • Elevasi dan peningkatan 50%
• Elevasi serviks dan uterus: efek ‘tenting’ ukuran testis.
• Perubahan warna kulit yang tampak • Emisi mukoid kelenjar cowper,
hidup pada labia minora: “Kulit Seks” kemungkinan oleh sperma
• Pembesaran areola dan payudara • Peningkatan tegangan otot dan
• Peningkatan tegangan otot dan pernafasan
pernafasan • Peningkatan frekuensi denyut
• Peningkatan frekuensi denyut jantung, jantung, tekanan darah, dan
tekanan darah, dan frekuensi pernafasan frekuensi pernafasan

III. ORGASME: penyaluran kumpulan darah dan tegangan otot

• Kontraksi involunter platform orgasmik, • Penutupan sfingter urinarius


uterus, rektal dan spingter uretral, dan internal
kelompok otot lain • Sensasi ejakulasi yang tidak
• Hiperventilasi dan peningkatan frekuensi tertahankan
jantung • Kontraksi duktus deferens vesikel
• Memuncaknya frekuensi jantung, seminalis prostat dan duktud
tekanan darah, dan frekuensi pernafasan ejakulatorius
• Relaksasi sfingter kandung kemih
eksternal
• Memuncaknya frekuensi jantung,
tekanan darah, dan frekuensi
pernafasan
• Ejakulasi

IV. RESOLUSI: fisiologis dan psikologis kembali kedalam keadaan tidak terangsang.

• Relaksasi bertahap dinding vagina • Kehilangan ereksi penis


• Perubahan warna yang cepat pada labia • Periode refraktori ketika
minora dilanjutkan stimulasi menjadi
• Berkeringat tidak enak
• Secara bertahap frekuensi jantung, • Reaksi berkeringat
tekanan darah, dan frekuensi pernafasan • Penurunan testis
kembali normal • Secara bertahap frekuensi jantung,
• Wanita mampu kembali mengalami tekanan darah, dan frekuensi
orgasme karena tidak mengalami periode pernafasan kembali normal
refraktori seperti yang terjadi pada pria.

E. Faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas kebutuhan seksual

o Faktor Fisik
Aktivitas seksual dapat menyebabkan nyeri dan ketidaknyamanan. Bahkan
hanya membayangkan bahwa seks dapat menyakitkan sudah menurunkan
keinginan seks. Penyakit minor dan keletihan adalah alasan seseorang untuk
tidak merasakan seksual. Medikasi dapat memengaruhi keinginanan seksual.
o Faktor Hubungan
Masalah intern dapat mengalihkan perhatian seseorang dari keinginan seks.
Setelah kemesraan memudar, pasangan mungkin mendapati perbedaan yang
sangat besar dalam nilai atau gaya hidup mereka. Tingkat seberapa jauh mereka
masih merasa dekat satu sama lain dan berinteraksi dalam tingkat intim
bergantung pada kemampuan mereka untuk bernegosiasi.
o Faktor Gaya Hidup
Faktor gaya hidup, seperti penggunaan atau penyalahgunaan alcohol atau
tidak punya waktu untuk mencurahkan perasaan dalam berhubungan, dapat
memengaruhi keinginan seksual Menemukan waktu yang tepat untuk aktivitas
seksual adalah factor gaya hidup lain. Sebagian klien tidak mengetahui
bagaimana menetapkan waktu bekerja dan di rumah untuk mencakup perilaku
seksual.
o Faktor Harga Diri
Tingkat harga diri klien juga dapat menyebabkan konflik yang melibatkan
seksualitas. Jika harga diri seksual tidak pernah dipelihara dengan
mengembangkan perasaan yang kuat tentang seksual-diri dan dengan
mempelajari keterampilan seksual, seksualitas mungkin menyebabkan perasaan
negative. Harga-diri seksual dapat menurun dalam banyak cara, misalnya
perkosaan dan penganiayaan fisik atau emosi meninggalkan luka yang dalam.
Rendahnya harga diri seksual dapat juga diakibatkan oleh kurangnya pendidikan
seks, model peran yang negative, dan upaya untuk hidup dalam pengharapan
pribadi atau cultural yang tidak realistis.

F. Efek medikasi terhadap seks


o ALKOHOL
Alkohol dosis rendah dapat meningkatkan fungsi dan perilaku seksual,
tetapi dalam dosis tinggi dan lama akan menimbulkan disfungsi seksual, bahkan
kemandulan. Faktor kepribadian atau kondisi mental mereka yang sedang dalam
suasana jiwa gembira, dengan minum alkohol akan bertambah gembira, tetapi
jika dalam suasana murung, malah akan makin murung, fungsi seksnyapun akan
makin buruk
o NIKOTIN
Pada mereka yang tidak terbiasa merokok, mengisap rokok sebelum
coitus mungkin akan memperburuk fungsi/perilaku seksualnya akibat intoksikasi
nikotin. Banyak perokok mengisap rokok dulu sebelum melakukan hubungan
intim karena sudah terbiasa dan karena nikotin memberikan sedikit rangsangan ,
sedikit menyegarkan (nikotin mempunyai sifat stimulan).
o MARIJUANA
Pemakaian sekali-sekali mungkin dapat meningkatkan fungsi seks dan
fantasinya; dan seperti alkohol, bersifat melancarkan (to facilitate). Penggunaan
kronis, sama seperti heroin/opioida akan menurunkan fungsi seks atau
menyebabkan kemandulan karena menurunkan kadar hormon testosteron
dalam darah. Sebagian pemakai menceritakan kenikmatan seks yang meninggi
jika sebelum coitus mereka mengisap ganja. Sebagian lagi tidak merasakan efek
tersebut.
o OPIAT/OPIOIDA
Dosis rendah dan sekali-sekali dapat memperlambat ejakulasi, dosis
tinggi dan kronis akan menyebabkan kemandulan dan penurunan fungsi seks
karena menyebabkan penurunan testosteron serum. Wanita pecandu banyak
yang menggunakan seks untuk mendapatkan uang pembeli heroin atau
dimanfaatkan secara seksual oleh pria pengedar atau pacarnya yang
ketergantungan heroin.
o OBAT ANTIDEPRESAN
Obat-obat antidepresan dapat menyebabkan kesulitan orgasme pada
wanita dan kesulitan ejakulasi pada pria; yang merupakan efek samping utama.
Ini terjadi misalnya pada antidepresan trisiklik seperti clomipramine, imipramine,
amitriptyline, dan lebih jarang oleh desipramine, amoxapine dan nortriptyline.
Untuk golongan MAO-I, tersering oleh phenelzine. Pargyline, isocarboxazid dan
tranylcypromine kurang menyebabkan disfungsi seksual.
Untuk golongan antidepresan atipikal: trazodone menyebabkan
anorgasmia/inhibisi ejakulasi sertraline menyebabkan kelambatan ejakulasi, dan
fluoxetine menyebabkan kesulitan orgasme atau orgasme spontan.
Cyproheptadine dapat memulihkan disfungsi ejakulasi/orgasme akibat
antidepresan.
Antidepresan diperlukan dan efektif untuk disfungsi seksual yang
merupakan gejala depresi. Vilaxazine dan trazodone dilaporkan lebih efektif
daripada yang lainnya untuk memperbaiki ereksi dan minat seksual pada pasien
depresi.
Antidepresan juga efektif untuk sexual phobia dan premature ejaculation.
(yang terakhir ini memanfaatkan efek samping antikholinergik) untuk ini yang
tersering dipakai adalah imipramine, walaupun yang lain juga bisa termasuk
MAO-Is. Clomipramine terkenal karena mempunyai efek paradoksal :
menginduksi atau menghambat orgasme wanita.
o ANTIPSIKOTIKA
Efek antipsikotika terhadap fungsi seks sulit dipastikan, karena beberapa
faktor harus dipertimbangkan. Terhapuskannya gejala psikotik dapat
memperbaiki fungsi seks secara keseluruhan. Pada pasien skizofrenia memang
sudah terdapat penurunan fungsi seksual sebelum onset psikosis. Efek sedatif
(dan berkurangnya mobilitas/pergerakan sebagai efek samping ekstrapiramidal)
cenderung mengurangi aktivitas /perilaku seksual.
Kesulitan seksual yang paling sering ditimbulkan oleh obat antipikotika adalah
hambatan ejakuIasi yang paling parah oleh Thioridazine (Melleril®) dan
Chlorpromazine/CPZ (Largacti1®, Promactil®). Chlorprothixene (Taractane®) dan
Trif1uoperazine (Stelazine®) kurang menyebabkan hambatan ejakulasi. CPZ
dapat menghapuskan kesulitan ejakulasi akibat thioridazine.
Begitu juga chlorprothixene dapat mengeliminir kesulitan ejakulasi/orgasme
akibat chlorpromazine. Trif1uoperazine malah dapat menimbulkan ejakulasi
spontan pada satu kasus. Keterlambatan ejakulasi terjadi pada dosis rendah.
Hambatan ejakulasi total terlihat pada dosis thioridazine 25- 600 mg
sehari.Tampaknya ada kesamaan di antara pria dan wanita dalam hal efek
samping fungsi seksual akibat medikasi antipsikotika. Pada kebanyakan kasus,
disfungsi seksual dialami satu sampai dua minggu sesudah medikasi antipsikotika
pada semua kasus, fungsi seksual kembali normal dalam ± 3 hari penghentian
medikasi.
o STIMULANSIA DAN KOKAIN
Efek samping seksual stimulansia sangat bervariasi, kadang-kadang agak
saling bertentangan. Dapat terjadi peningkatan dan penurunan nafsu seks, ereksi
spontan dan impotensi. Baik dosis dan lamanya pemakaian, cara pemakaian,
riwayat kehidupan seks individu, setting sosial dan bahkan harapan si pemakai
merupakan faktor-faktor yang menentukan. (Piemme,1976). Dosis rendah akan
memperlancar, dosis tinggi akan menghambat perilaku seksual.
Berkurangnya inhibisi akibat pemakaian stimulansia dapat meningkatkan
dorongan seks dan kenikmatan. Euphoria dan perasaan mengambang/melayang
(floating sensation) akibat pemakaian stimulansia dapat meningkatkan atau
mengimitasi pengalaman orgasme (Siegel, 1982a, Hollister , 1975). Baik pemakai
pria maupun wanita ternyata menunjukkan partisipasi yang lebih sering dalam
praktek-praktek seksual atipikal (exhibitionisme, promiscuity, sado-masochism
dan incest).
o BUSPIRON (Buspar)
Buspiron mernpengaruhi sistem neurotransimter serotonergik,
dopaminergik dan noradrenergik (McEvoy, 1990). Pasien disfungsi seksual yang
memperoleh buspiron maksimum 60 mg/hari sampai 4 minggu menunjukkan
perbaikan fungsi seksual.
o FENFLURAMIN
Obat ini bersifat anti obesitas, anorektik dan mendepresi SSP,
meningkatkan pelepasan serotonin dan menghambat ambilan kembali serotonin
(McEvoy,1990). Dapat menurunkan dorongan/nafsu seks pada dosis 120 mg/hari
(Hughes, 1971) dan 240 mg/hari (Sroule, 1971), mungkin karena efek
sampingnya (disforia, perut kembung, kramp perut, konstipasi dan anxietas
(O'Keane & Dinan, 1991). Impotensi dilaporkan oleh Hollingsworth & Amatruda
(1969). Stevenson & Solyom (1990) melaporkan dua kasus dorongan seks
meninggi (dosis 60 mg/hari) pada dosis 120 mg/hari pasien mengalami
preokupasi seks terus menerus, yang berkurang dan 1enyap sesudah 7 hari
penghentian obat ketika obat diberikan lagi, libido meningkat lagi dalam 4 hari.
LSD. (halusinogenik, serotonin agonist dan antagonist, norepinephrine
blocking, dopamine agonist.) Pada pasien dengan kelainan psikoseksual, LSD 25-
100 mcg. seminggu selama 2 bulan dapat meningkatkan fungsi seksual
(MacCal1um, 1968).
o ANKSIOLITIK
Bensodiazepin dapat bermanfaat untuk mendatangkan keadaan relaks
yang diperlukan untuk aktivitas seksual tetapi juga dapat mengganggu respons
seksual karena itu harus diberikan secara hati-hati, dimulai dengan dosis rendah,
disesuaikan dengan kebutuhan dan dihentikan segera setelah cara lain sudah
dikuasai oleh pasien. Jika disfungsi seksual rnerupakan bagian dari gangguan
cemas, pemberian anti anksietas harus menuruti prinsip pengobatan neurosis.
Alprazolam yang dikenal bermanfaat untuk serangan panik ternyata lebih efektif
dibandingkan antianksietas lain untuk mengurangi sexual phobia atau
anticipatory anxiety selama coitus.
o BARBITURAT
Barbiturat kadang-kadang digunakan o1eh sex therapist untuk hipnosis
agar mengatasi hambatan psikologis pasien dalam hal seks. Harus ada informed
consent dan hati-hati agar terhindar dari tuntutan hukum. Kadang-kadang
digunakan juga pada kasus vaginismus untuk mendatangkan tidur sehingga
dapat dilakukan dilatasi vagina, tetapi jarang efektif dan dapat menimbulkan
trauma psikologis lebih lanjut.

G. Macam-macam gangguan seksual

a) Hilangnya dorongan atau gairah seksual


Ada dua jenis hilangnya dorongan seksual yaitu primer dan sekunder.
• Hilangnya dorongan seksual primer : bila tidak ada dorongan seksual sejak
semula.
• Hilangnya dorongan seksual sekunder : bila mengalami kehilangan dorongan
seksual,
padahal sebelumnya normal.
Penyebab hilangnya dorongan seksual ini dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu

Faktor Psikis Faktor Fisik


• Perasaan bersalah karena telah • Gangguan hormone (↓ hormone
berselingkuh testosterone dan hormone tiroid)
• Stress berkepanjangan • Konsumsi obat penenang,
• Pengalaman seksual yang tidak narkotik
menyenangkan • Kepayahan berlebihan (penyakit
hati, ginjal, jantung, paru-paru)

b) Disfungsi ereksi ( Impotensi)


Adalah ketidakmampuan mencapai atau mempertahankan ereksi penis yang
cukup untuk melakukan hubungan seksual, yang menyebabkan terjadi hambatan
dalam relaksasi otot polos korpus kavernosum penis sehingga darah tidak dapat
mengalir masuk. Ada dua jenis disfungsi ereksi, yaitu :
• Disfungsi ereksi primer : penderita tidak pernah berhasil melakukan
hubungan seksual.
• Disfungsi ereksi sekunder : penderita sudah pernah berhasil melakukan
hubungan seksual, tetapi lalu gagal karena
suatu sebab yang mengganggu ereksinya.
c) Ejakulasi dini (Premature Ejaculation)
Seorang pria dianggap mengalami ejakulasi dini bila ia tidak mampu
mengontrol
ejakulasinya sehingga pasangannya tidak sempat mencapai orgasme.Ada
beberapa derajat ejakulasi dini yaitu :
1. Ejakulasi terjadi sebelum penis menyentuh alat kelamin wanita.
2. Ejakulasi terjadi segera setelah terjadi persentuhan dengan labia vagina.
3. Ejakulasi terjadi segera setelah terjadi penetrasi vagina.
4. Ejakulasi terjadi setelah pergeseran singkat dengan vagina
Ada beberapa penyebab terjadinya ejakulasi dini, yaitu hubungan suami istri
yang tidak harmonis,perasaan tidak senang terhadap pasangannya, dan rasa
takut terhadap wanita. Teori lain yang dikemukakan ialah akibat adanya
gangguan pada sistem saraf yang mengatur ejakulasi.
d) Ejakulasi terlambat (Retard Ejaculation)
Pada gangguan ini,terjadi ketidakmampuan mengalami ejakulasi di dalam
vagina.
Beberapa kelompok penderita berdasarkan kemampuan mencapai ejakulasi,
yaitu :
1. Penderita baru dapat mencapai ejakulasi setelah melakukan masturbasi
(onani)
2. Penderita dapat mencapai ejakulasi melalui rangsangan oleh pasangannya,
misalny secara manual atau seks oral ( oral sex/fellatio )
3. Sebagian penderita tetap tidak mencapai ejakulasi dengan cara apapun.
e) Disfungsi orgasme
Merupakan terganggunya fungsi orgasme. Ada tiga macam disfungsi orgasme
yang dapat dialami pria,yaitu :
1. Disfungsi orgasme primer : tidak pernah mencapai orgasme dengan
cara apapun sejak semula.
2. Disfungsi orgasme sekunder : sebelumnya pernah mencapai orgasme,
tetapi kemudian tidak mampu lagi karena
sesuatu sebab.
3. Disfungsi orgasme situasional : tidak dapat mencapai orgasme pada
situasi tertentu
f) Disparunia ( Dyspareunia )
Disparunia adalah hubungan seksual yang menimbulkan rasa sakit.
g) Andropause
Ditandai dengan potensi seksual menurun, kurang bergairah, mudah
tersinggung,dan terganggunya daya konsentrasi. Pada seorang pria produksi air
mani ( semen )dan sperma masih terus berlangsung sampai usia tua, walaupun
telah mengalami penurunan. Kadar testoteron memang menurun secara
perlahan-lahan dan sekitar 5% pria usia 60-an mengalami keadaan yang disebut
andropause.
h) Vaginismus
Konstriksi involunter dari 1/3 bagian luar vagina, sehingga tidak an terjadinya
penetrasi.
2.4 ISTIRAHAT – TIDUR

A. Definisi istirahat-tidur
Istirahat adalah suatu gambaran ketenangan, rileks tanpa stress emosional dan
bebas dari rasa cemas.
Tidur adalah suatu tingkatan kesadaran dimana persepsi dan respon individu
terhadap stimulus lingkungan menurun.

B. Biokimia otak terhadap proses menuju tidur


PENGATURAN TIDUR
Tidur melibatkan suatu urutan keadaan fisiologis yang dipertahankan oleh
integritas tinggi aktivitas sistem saraf pusat yang berhubungan dengan perubahan
dalam sistem saraf peripheral, endokrin, kardiovaskuler, pernafasan, dan muscular
(Robinson, 1993). Tiap rangkaian diidentidikasi dengan respon fisik tertentu dan pola
aktivitas otak. Peralatan seperti elektroensefalograf (EEG) yang mengukur aktivitas
dalam korteks serebral, elektromiograf (EMG) yang mengukur tonus otot dan
elektrookulogram (EOG) yang mengukur gerakan mata, memberikan informasi
struktur aspek fisiologis tidur.
Kontrol dan pengaturan tidur tergantung pada hubungan antara dua mekanisme
serebral yang mengaktivasi secara intermiten dan menekan pusat otak tertinggi
untuk mengontrol tidur dan terjaga. Sebuah mekanisme menyebabkan terjaga, dan
yang lainnya menyebabkan tertidur.
Sistem aktivasi reticular (SAR) berlokasi pada batang otak teratas. SAR
dipercayai terdiri dari sel khusus yang mempertahankan kewaspadaan dan terjaga.
SAR menerima stimulus sensori visual, auditori, nyeri, dan taktil. Aktivitas korteks
serebral (mis. Proses emosi atau pikiran)juga menstimulasi SAR. Saat terbangun
merupakan hasil dari neuron dalam SAR yang mengeluarkan katekolamin seperti
norepinefrin (Sleep Research Society, 1993).
Tidur dapat dihasilkan dari pengeluaran serotonin dari sel tertentu dalam sistem
tidur raphe pada pons dan otak depan bagian tengah. Daerah otak juga disebut
daerah sinkronisasi bulbar (bulbar synchorozing rehion, BSR). Apakah seseorang
tertidur atau tetap terjaga tergantung pada keseimbangan impuls yang diterima dari
pusat yang lebih tinggi (mis. pikiran), reseptor sensori perifer (mis. Stimulus bunyi
atau cahaya) dan sistem limbik (emosi).
Ketika orang mencoba tertidur, mereka akan menutup mata dan berada dalam
kondisi relaks. Stimulus ke SAR menurun. Jika ruangan gelap dan tenang, maka
aktivasi SAR selanjutnya menurun. Pada beberapa bagian, BSR mengambil alih yang
menyebabkan tidur.
(Fundamental of Nursing volume 2, Potter and Perry)

Perangsangan pada beberapa daerah spesifik otak dapat meninbulkan keadaan tidur
dengan sifat-sifat yang mendekati keadaan tidur alami. Beberapa cara perangsangan
ini adalah sebagai berikut:
1. Daerah perangsangan yang paling mencolok dapat menimbulkan keadaan
tidur alami adalah nuklei rafe yang terletak di separuh bagian bawah pons
dan di medula. Daerah ini merupakan lembaran tipis nuklei yang terletak
pada garis tengah. Serat saraf dari nuklei ini menyebar secara luas di
formasio retikularis dan juga ke atas menuju talamus , neokorteks ,
hipotalamus , dan sebagian besar daerah sistem limbik. Selain itu serat-
serat ini juga menyebar ke bawah menuju medula spinalis , berakhir di
radiks posterior. Juga telah diketahui bahwa banyak ujung serat dari
neuron rafe ini mensekresikan serotinin.Serotinin merupakan bahan
transmiter utama yang berkaitaan dengan timbulnya keadaan tidur.
2. Perangsangan beberapa area dalam nukleus traktus solitarius , yang
merupakan regio sensorik medula dan pons yang dilewati oleh sinyal
sensorik viseral yang memasuki otak melalui saraf-saraf vagus dan
glossofaringeus , juga menimbulkan keadaan tidur. Bila nuklei rafe telah
dirusak , keadaan ini tidak akan terjadi. Oleh karena itu , regio ini mungkin
bekerja dengan cara merangsang nuklei rafe dan sistem seretonin.
3. Perangsangan beberapa regio di diensefalon juga dapat membantu
menimbulkan keadaan tidur.

C. Tahapan tidur
Tahap 1 NREM
• Tahap meliputi tingkat paling dangkal dari tidur
• Tahap berakhir beberapa menit
• Pengurangan aktivitas fisiologis dimulai dengan penurunan secara
bertahap tanda-tanda vital dan metabolisme
• Seseorang sengan mudah terbangun oleh stimulus sensorik seperti suara
• Ketika terbangun seseorang merasa seperti telah melamun
Tahap 2 NREM
• Tahap dua merupakan periode tidur bersuara
• Kemajuan relaksasi
• Untuk terbangun masih relatif mudah
• Tahap berakhir 10-20 menit
• Kelanjutan fungsi tubuh menjadi lamban
Tahap 3 NREM
• Tahap 3 meliputi tahap awal dari tidur yang dalam
• Orang yang tidur sulit dibangunkan dan jarang bergerak
• Otot-otot dalam keadaan santai penuh.
• Tanda-tanda vital menurun tetapi tetap teratur
• Tahap berakhir 15 hingga 30 menit.
Tahap 4 NREM
• Tahap 4 merupakan tahap tidur terdalam
• Sangat sulit untuk membangunkan orang yang tidur
• Jika terjadi kurang tidur, maka orang yang tidur akan menghabiskan porsi
malam yang seimbang pada tahap ini
• Tanda-tanda vital menurun secara bermakna dibanding selama jam
terjaga
• Tahap berakhir kurang lebih 15-30 menit
• Tidur sambil berjalan dan enoresis dapat terjadi
Tidur REM
• Mimpi yang penuh warna dan tampak hidup dapat terjadi pada REM.
Mimpi yang kurang hidup dapat terjadi pada tahap yang lain
• Tahap ini biasanya dimulai sekitar 90 menit setelah mulai tidur
• Hal ini dicirikan dengan respon otonom dari pergerakan mata yang
cepat,fluktuasi jantung dan kecepatan respirasi dan peningkatan atau
fluktuasi tekanan darah
• Terjadi tonus otot skelet menurun
• Peningkatan sekresi lambung
• Sangat sulit sekali membangunkan orang yang tidur
• Durasi dari tidur REM meningkat pada tiap siklus dan rata-rata 20 menit.

D. Faktor-faktor yang mempengaruhi istirahat tidur


1. Penyakit Fisik.
Setiap penyakit yng menyebabkan nyeri, ketidaknyamanan fisik, atau
masalah suasana hati, seperti kecemasan atau depresi dapat menyebabkan
masalah tidur. Penyakit juga membuat pasien tidur dalam posisi yang tidak biasa,
seperti posisi yang aneh saat tangan atau lengan diimobilisasi pada traksi dapat
mengganggu tidur. Beberapa penyakit yang menyebabkan gangguan tidur
diantaranya adalah penyakit pada pernapasan, jantung koroner, hipertensi,
nokturia, lansia, dan orang yang berpenyakit tukak peptik.
2. Obat-obatan dan Substansi.
Dari daftar obat di PDR 1990, dengan 584 obat resep atau obat bebas
menuliskan mengantuk mengantuk sebagai salah satu efek samping, 486 menulis
insomnia, dan 281 menyebabkan kelelahan (Buysse, 1991). Menagtuk dan
deprivasi tidur adalah efek samping mediksi umum. Medikasi yang diresepkan
untuk tidur seringkali member banyak masalah daripada keuntungan. Salah satu
yang dapat membantu dalam tidur adalah L-triptofan yang terkandung di dalam
susu, keju, atau daging.
3. Gaya Hidup.
Individu yang bekerja bergantian berputar (mis. 2 minggu siang diikuti
oleh 1 minggu malam) seringkali mempunyai kesulitan menyeseuaikan
perubahan jadwal tidur.
4. Pola Tidur yang Biasa dan Mengantuk yang berlebihan pada Siang Hari
(EDS).
EDS seringkali menyebabkan kerusakan pada fungsi terjaga, penampilan
kerja atau sekolah yang buruk, kecelakaan saat mengemudi atau menggunakan
peralatan, dan masalah perilaku atau emosional. Perasaan mengatuk biasanya
intens saat terbangun dari, atau sesaat sebelum pergi, tidur, dan sekitar12 jam
setelah periode tengah tidur.
5. Stress Emosional.
Stres emosional menyebabkan seseorang menjadi tegang dan seringkali
mengarah frustasi apabila tidak tidur. Stres juga menyebabkan seseorang
mencoba terlalu keras untuk tertidur, sering terbangun selam siklus tidur, atau
terlalu banyak tidur. Stres yang berlanjut dapat menyebabkan kebiasaan tidur
yang buruk.
6. Lingkungan
Yang dapat mempengaruhi kemampuan untuk tertidur dan tetap tertidur
diantaranya adalah ventilasi yang baik, ukuran, kekerasan, dan posisi tempat
tidur, suara, serta tingkat cahaya.
7. Latihan Fisik dan Kelelelahan.
Seseorang yang kelelahan menengah (moderate) biasanya memperoleh
tidur yang mengistirahatkan, khususnya jika kelelahan adalah hasil dari kerja
atau latihan yang menyenangkan. Latihan 2 jam atau lebih sebelum waktu tidure
membuat tubuh mendingin dan mempertahankan suatu keadaan kelelahan yang
meningkatkan relaksasi.
8. Asupan Makanan dan Kalori.
Kehilangan atau peningkatan berat badan mempengaruhi pola tidur.
Ketika seseorang bertambah berat badannya, maka periode tidur akan menjadi
lebih panjang dengan lebih sedikit interupsi. Kehilangan berat badan
menyebabkan tidur pendek dan terputus-putus. Gangguan tidur tertentu dapat
dihasilkan dari diet semisempurna yan g popular di dalam kelompok masyarakat
yang sadar-berat badan.

E. Jenis-jenis gangguan tidur dan penanganannya


• Insomnia
Adalah gejala yang dialami oleh klien yang mengalami kesulitan kronis
untuk tidur, sering terbangun dari tidur, dan tidur singkat atau tidur
nonrestoratorif (Zorick, 1994). Penderita insomnia mengeluhkan rasa kantuk
yang berlebihan disiang hari dan kuantitas serta kualitas tidurnya tidak cukup.
Nammun, seringkali klien tidur lebih banyak dari yang disadarinya. Seseorang
dapat mengalami insomnia transien akibat stress situasional seperti masalah
keluarga, kerja atau sekolah, penyakit atau kehilangan o0rang yang dicintai.
Insomnia sering berkaitan dengan kebiasaan tidur yang buruk. Apalagi kondisi
berlanjut, ketakutan tidak dapat tidur dapat cukup menyebabkan keterjagaan.
Disiang hari, seseorang dengan insomnia kronik dapa merasa mengantuk, letih,
depresi, dan cemas.
Karena terdapat banyak penyebab insomnia, penatalaksanaannya
melibatkan beberapa pendekatan. Sangat penting untuk menangani masalah-
masalah emosional atau medis yang mungkin menyebabkan masalah tidur ini.
Terapi dapat juga bersifat simptomatik, termasuk memperbaiki hygiene tidur,
umpan balik biologis, teknik kognitif dan teknik relaksasi. Apabila insomnia
merupakan akibat sekunder dari perilaku sehat yang tidak tepat maka terapi
diarahkan pada perubahan perilaku tersebut. Miasalnya pada insomnia
bergantung obat, klien tidak dapat tidur karena penggunaan obat hipnotik yang
berlebihan. Klien ini biasanya terbantu dengan menghentikan pemberian
hipnotik tersebut secara bertahap.

• Apnea Tidur
Adalah gangguan yang dicirikan dengan kura kurangnya aliran udara
melalui hidung dan mulut selama periode 10 detik atau lebih pada saat tidur.
Jenis apnea tidur ada 3 yaitu apnea sentral, obstruktif, dan campuran yang
mempunyai komponen apnea sentral dan obstruktif. Apnea sentral disebabkan
oleh gangguan pada pusat control nafas. Sedangkan apnea tidur obstruktif
(obstructive sleep apnea) terjadi akibat sumbatan jalan nafas atas seperti
mendengkur, batuk, dan sesak nafas.
Pengobatannya mencakup terapi untuk komplikas jantung dan
pernapasan yang utama dan terapi untuk masalah emosional yang muncul akibat
gejala gangguan ini. Higiene tidur dan program penurunan berat badan juga
dapat membantu. Salah satu terapi yang paling efektif adalah penggunaan alat
penekan jalan napas positif yang kontinyu di dalam hidung (continuous positive
airway pressure, CPAP) di malam hari. Klien yang menggunakan CPAP harus
memakai masker pada hidungnya. Udara ruangan dialirakan melalui masker
pada tekanan yang tinggi. Tekanan udara mencegah collapsnya jalan napas. Alat
CPAP bersifat portabel dan efektif terutama untuk apnea obstruktif. tonsilPada
kasus-kasus apnea tidur yang parah, tonsil, uvula atau bagian dari palatum mole
dapat diangkat melalui pembedahan. Keberhasilan prosedur bedah sangat
bervariasi.
• Narkolepsi
Adalah disfungsi mekanisme yang mengatur keadaan bangun dan tidur.
EDS adalah keluhan utama yang paling sering berkaitan dengan gangguan ini. Di
siang hari sesseorang dapat merasakan kantuk berlebihan yang datang secara
mendadak dan jatuh tertidur.
Penderita narkolepsi diobati dengan stimulan yang hanya dapat
meningkatkan sebagian kesiagaan dan mengurangi serangan tidur, serta obat
yang menekan katapleksi dan gejala laijn yang terkait dengan REM. Tidur siang
singkat tidak lebih dari 20 menit dapat membantu mengurangi perasaan
mengantuk yang subjektiv. Faktor0faktor yang meningkatkan rasa kantuk pada
klien narkolepsi (misalnya alkohol atau aktivitas yang melelahkan) harus
dihindari.
• Deprivasi Tidur
Adalah masalah yang dihadapi banyak klien sebagai akibat disomnia.
Penyebabnya adalah penyakit (misalnya demam, sulit bernapas, atau nyeri),
stres emosional, obat-obatan, gangguan lingkungan, dan keanekaragaman waktu
tidur yang terkait dengan waktu kerja.
Terapi yang paling efektiv untuk deprivasi tidur adalah menghiklangkan
atau memperbaiki faktor-faktor yang ngganggu pola tidur. Perawat dapat
memainkan peranan penting dalam mengidentivikasi masalah-masalah deprivasi
tidur yang dapat diobati.
• Parasomnia
Adalah masalah tidut yang lebih banyak terjadi pada anak-anak daripada
orang dewasa. Parasomnia yang terjadi pada anak-anak biasnya meliputi
somnambulisme (berjalan dalam tidur), terjaga malam, mimpi buruk, enuresis
nuktornal (ngompol), dan menggertakan gigi (bruksisme) (Mindell,1993). Apabila
orang dewasa mengalami hal ini maka hal tersebut dapat mengindikasikan
gangguan yang serius.
Terapi khusus untuk gangguan ini bervariasi. Namun, dalam semua kasus
yang terpentung adalah mendukung klien dan mempertahankan keamanannya.
Misalnya, orang yang berjalan dalam tidur tidak menyadari llingkungan
disekitarnya dan lambat bereaksi. Oleh karena itu, resiko jatuh sangatlah besar.
Perawat tidak boleh mengejutkan klien yang sedang berjalan tidur. Tetapi
membangunkan dengan lembut dengan membimbingnya kembali ke tempat
tidur.

F. Manfaat istirahat-tidur
Manfaat Tahap Tidur Lelap
 Apabila kita kekurangan tidur lelap, kita akan merasa lemah, muak, sakit
kepala, sakit otot, dan kesulitan konsentrasi.
 Karena tidur lelap dianggap penting untuk menjaga fungsi fisik tubuh, tidur
lelap mendapat durasi terlama pada saat awal tidur. Bahkan apabila kita
kurang tidur, tubuh akan memprioritaskan untuk melakukan tidur lelap dan
mengorbankan tahapan lain. Hal ini mengakibatkan tidur lelap nyaris tidak
mungkin terlewatkan pada saat tidur.
 Sistem imun kita aktif pada saat tidur lelap. Karena itulah pada saat sakit kita
tidur lebih banyak.
Manfaat Tahap Tidur REM
 Kekurangan tahap tidur REM menyebabkan gangguan juga pada saat kita
terjaga, terutama kesulitan dalam konsentrasi.
 Sejauh ini, para ilmuwan belum mengetahui apa tepatnya fungsi yang
disediakan oleh tidur REM ini. Namun tidur REM dianggap tidak signifikan
dalam menjaga fungsi fisik tubuh.
Namun, para ilmuwan berteori bahwa kita menyerap sebagian besar
pembelajaran pada saat terjaga pada saat tidur REM. Hal ini menjelaskan
mengapa bayi menghabiskan sebagian besar waktunya untuk tidur, 50% dari
waktu tidurnya merupakan tidur REM.
G. Kebutuhan tidur berdasarkan tahap perkembangan
• Neonatus
Neonatus sampai usia 3 bulan rata-rata tidur sekitar 16 jam sehari.
Periode tidur berakhir beberapa menit sampai 2 sampai 4 jam setelahnya
(Wong, 1995). Kemudian bayi terbangun lagi dan sering kali menjadi
responsif terhadap stimulus. Pada minggu pertama, bayi baru lahir tidur
dengan konstan. Kira-kira 50% dari tidur ini adalah tidur REM, yang
menstimulasi pusat otak tertinggi.
• Bayi
Pada umumnya bayi mengalami pola tidur malam hari pada usia 3 bulan.
Bayi tertidur beberapa kali pada siang hari tetapi biasanya tidur rata-rata 8
sampai 10 jam pada malam hari. Sekitar 30 % dari waktu tidur dihabiskan
dalam siklus REM. Bayi yang minum asi biasanya tidur selama periode yangt
lebih pendek, dengan lebih sering terbangun daripada bayi yang minum susu
botol (Wong, 1995). Bayi yang lebih besar tidur lebih lama daripada bayi yang
lebih kecil karena kapasitas lambungnya yang lebih besar. Seorang bayi
antara usia 1 bulan dan 1 tahun tidur rata-rata 14 jam sehari. Dibandingkan
dengan anak-anak yang lebih besar, tidur aktif (REM) membentuk proporsi
tidur yang lebih besar. Sebaliknya, pada bayi baru lahir yang tidur dan
bangun bergantian sepanjang periode 24 jam, setelah usia 3 bulan, periode
tidur terpanjang terlihat pada malam hari.
• Toddler
Pada usia 2 tahun, anak-anak biasanya tidur sepanjang malam dan tidur
siang setiap hari. Total tidur rata-rata 12 jam sehari. Tidur siang dapat hilang
pada usia 3 tahun hal yang umum bagi toddler terbangun pada malam hari.
• Pra Sekolah
Rata-rata tidur anak usia pra sekolah sekitar 12 jam semalam (sekitar 20
% adalah REM). Pada usia 5 tahun, anak pra sekolah jarang tidur siang
(Wong, 1995). Kecuali pada kebudayaan yaitu siesta adalah kebiasaan.
• Anak Usia Sekolah
Jumlah tidur yang diperlukan pada usia sekolah bersifat individual
dikarenakan status aktivitas dan tingkat kesehatan yang bervariasi. Anak usia
sekolah biasanya tidak membutuhkan tidur siang. Pada usia 5 tahun akan
tidur malam rata-rata 11 sampai 12 jam; sementara anak usia 11 tahun tidur
sekitar 9-10 jam (Wong, 1995). Anak dengan usia 6-7 tahun biasanya dapat
dibujuk untuk tidur dengan mendorong dengan melakukan aktivitas yang
tenang.
• Remaja
Remaja memperoleh sekitar 7,5 jam untuk tidur setiap malam
(Carskadon, 1990a). Pada saat kebutuhan tidur yang aktual meningkat,
remaja pada umumnya mengalami sejumlah perubahan yang sering kali
mengurangi waktu tidur (Carskadon, 1990b). Biasanya orang tua tidak lagi
terlibat dalam penataan waktu tidur yang spesifik. Remaja pergi tidur lebih
larut dan bangun lebih cepat pada waktu sekolah menengah atas.
• Dewasa Muda
Kebanyakan dewasa muda tidur malam hari rata-rata 6-8,5 jam sehari,
tetapi hal ini bervariasi. Dewasa muda jarang sekali tidur siang. Kurang lebih
20 %. Waktu tidur yang dihabiskan yaitu tidur REM, yang tetap konsiten
sepanjang hidup.
• Dewasa Tengah
Selama masa dewasa tengah, waktu yang digunakan untuk tidur malam
hari mulai menurun. Jumlah tidur tahap 4 mulai menurun, suatu penurunan
yang berlanjut dengan bertambahnya usia. Gangguan tidur sering kali mulai
didiagnosa diantara orang-orang pada rentang usia ini bahkan ketika gejala
dari gangguan yang telah ada untuk beberapa tahun.
• Lansia
Jumlah tidur total tidak berubah sesuai pertambahan usia. Akan tetapi,
kualitas tidur kelihatan menjadi berubah pada kebanyakan lansia (Bliwise,
1993). Episode tidur REM cenderung memendek. Terdapat penurunan yang
progresif pada tahap tidur NREM 3 dan 4; beberapa lansia hampir tidak
memiliki tahap 4, atau tidur yang dalam. Seorang lansia yang terbangun lebih
sering di malam hari, dan membutuhkan banyak waktu untuk jatuh tertidur.
Akan tetapi, pada lansia yang berhasil beradaptasi terhadap perubahan
fisiologis dan psikologis dalam penuaan lebih mudah memelihara tidur REM
dan keberlangsungan dalam siklus tidur yang mirip dengan dewasa muda
(Reynolds dkk, 1993).
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Setelah dikaji, kasus yang dialami Bapak L merupakan komplikasi dari beberapa
masalah yang saling berhubungan. Masalah-masalah itu antara lain:
 Riwayat hipertensi
 Gangguan tidur
 Gangguan seksual
 Stess

Hipertensi merupakan penyakit fisik yang dapat menyebabkan gangguan tidur,


selain gangguan tidur faktor stress emosional juga menyebabkan seseorang menjadi
tegang dan sering kali mengarah pada frustasi apabila tidak tidur.
Efek medikasi yang disebabkan pengobatan anti-hipertensi juga dapat
menyebabkan gangguan pada kebutuhan seksual. Hilangnya dorongan atau gairah
seksual dapat dibagi dua, yaitu: hilangnya dorongan seksual primer dan sekunder, dalam
kasus ini termasuk pada hilangnya dorongan seksual sekunder karena mengalami
kehilangan dorongan seksual, padahal sebelumnya normal. Faktor penyebab hilangnya
dorongan seksual dapat dikarenakan factor Psikis (mis. Stress yang berkepanjangan),
dan factor fisk (mis. Gangguan hormone ↓ hormone testosterone dan hormone tiroid,
kepayahan berlebihan seperti penyakit hati, ginjal, jantung, dan paru-paru). Disfungsi
ereksi (Impotensi), yaitu ketidakmampuan mencapai atau mempertahankan ereksi penis
yang cukup untuk melakukan hubungan seksual yang menyebabkan terjadi hambatan
dalam relaksasi otot polos korpus kavernosum penis sehingga darah tidak dapat
mengalir masuk.
Respon fisiologis tubuh terhadap stress dapat menyebabkan sistem endokrin
(hormonal) terganggu. Dari kasus di atas, kasus ini termasuk Model stress berdasarkan
respon: Peningkatan cortical hormone, emosi, dan ketegangan. Menurut buku
Keperawatan Jiwa : Iyus Yosep, S.Kp., M.Si. sulit tidur merupakan gejala awal dari stress
tingkat III, sedangkan berdasarkan buku Fundamental of Nursing volume I, gangguan
tidur yang telah berlangsung berbulan-bulan termasuk pada stress tingkat berat. Dari
kasus ini dapat dikaji beberapa stressor, seperti Stresor internal (hipertensi), Stressor
Eksternal (konflik dengan istri), Stressor Psykoligis (cemas terhadap perceraian), Stressor
Fisik (penyakit yang di deritannya). Stressor-sterssor yang ada tersebut dapat juga
menyebabkan gangguan tidur pada Bapak L.
DAFTAR PUSTAKA

Potter PA, Perry AG.1993.Fundamental of Nursing Volume 2: concepts, process


and practice. Mosby: St. Louis.

Potter PA, Perry AG.199 .Fundamental of Nursing Volume 1: concepts, process


and practice. Mosby: St. Louis.

Smelter SC, Bare BG. 1997. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

http://www.google.com

http://www.wikipedia.org

http://www.proquest.com

S-ar putea să vă placă și