Sunteți pe pagina 1din 37

BAB I

PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Penelitian

Sebagai mana dikutip dari Muhammad Safii Antonio (2009:3) bahwa seiring

perjalanan sejarah, sebuah peradaban yang begitu mengagungkan logika dan kapabilitas

kini beralih ke erawisdom danvalue. Meraka sadar bahwa kesuksesan seseorang sangat

tergantung kepada sistem nilai dan kepribadian yang di yakininya. Keberhasilan finansial

dan kecanggihan manajemen teknis ternyata mengalami keruntuhan ketika jiwa dan

mentalnya ambruk. (Muhammad Syafii Antonio, 2009:3)

Penyebab dari fenomena tersebut sebagaimana diungkapkan Sofyan Sauri

(2007:41) bahwa sejak memasuki abad ke-21 yang ditandai dengan perkembangan Ilmu

Pengetahuan serta Teknologi Infomasi dan komunikasi (TIK) amat mempengaruhi

terjadinya pergeseran nilai-nilai , baik nilai budaya, adat istitiadat maupun nilai agama.

Perkembangan iptek tersebut nyaris menghilangkan batas ruang dan waktu sehingga

dunia seakan menyatu dalam suatu kampung


(global Village).

Pertukaran informasi termasuk nilai antar bangsa berlangsung secara cepat dan

dinamis, sehingga mendorong terjadinya proses perpaduan nilai, kekaburan nilai, bahan

terkikisnya nilai asli yang menjadi identitas suatu komunitas yang bersifat sakral, kini

tengah berada di persimpangan jalan.


Pada saat nilai nilaiadvantage dari idiologi globalisasi mengalir deras ke
segala penjuru dunia yang dihembuskan oleh para pencetus dan pendukungnya,

pada saat itu pula terjadi prosesaleanasi nilai sehingga mengakibatkan kegamangan (split

personality). Kegamangan nilai muncul karena kecenderungan manusia era global lebih

mengutamakan kemampuan akal dan memarginalkan peranan nilai-nilai ilahiyah


(agama). Akibatnya manusia kehilangan ruh kemanusiaan dan hampa dari nilai-nilai

spirritual. Kemampuan daya nalar (rasionalitas) yang telah mencapai puncaknya yang

tidak dibarengi dengan kekuatan ruhaniyah, berakibat hidup menjadi kekosongan makna.

Akibat fatal lebih dari dari kondisi tersebut kini sumber-sumber nilai yang menjadi

panutan menjadi sangat beragam, tidak jelas dan berubah dari waktu ke waktu karena

rujukan moral yang dikembangkan hanya berorientasi kepada nilai masyarakat dan

memarginalkan nilai transendental yang bersumber dari agama.

Atas dasar hal tersebut beberapa ahli melakukan riset untuk mencari jawaban dari

fenomena ini hingga sampailah pada satu titik solusi dengan penemuan pertamakali

tentang Kecerdasan Spiritual Quotion (SQ) yang di gagas oleh Danah Zohar dan Ian

Marsall, masing-masing dari Oxford University melalui riset yang komprehesif.

Pembuktian ilmiah tentang kecerdasan spiritual yang dipapakan Danah Zohar dan Ian

Marsall dalam SQ (spiritual Quotion), The Ultimate Intelligence (London, 2000), dua

diantaranya adalah, pertama riset ahli psikologi /syaraf, Michael Persinger pada awal

tahun 1990-an dan lebih mutakhir lagi tahun 1997 oleh ahli syaraf V.S Ramachandrandan

timnya dari California University , yang menemukan eksistensiGod-Spot dalam otak

mansia. Ini sudah


built-in sebagai pusat spiritual (spiritual center) yang terletak diantara jaringan
saraf dan otak

Kemudian bukti kedua adalah riset ahli syaraf Austria , Wolf Singer (1990) atas

Binding Problem yang menunjukan adanya proses saraf dalam otak manusia yang

terkonsentrasi pada usaha yang mempersatukan yang terkosnsentrasi pada usaha yang

mempersatukan dan memberi makna dalam pengalaman hidup manusia. Suatu jaringan
syaraf secara literal mengikat pengalaman kita secara bersama untuk hidup menjadi lebih

bermakna . Pada God Spot inilah sebenarnya terdapat fitrah manusia yang terdalam.

Akan tetapi Penemuan SQ tersebut belum bahkaan tidak menjangkau dimensi ketuhanan

karena pemaparan baru sebatas tataran biologis atau psikologis semata dan tidak bersifat

transendental. Mereka tidak menyadari dari mana datangnya nilai-nilai luhur tersebut,

dan siapa pemilik hakiki value yang mulia itu. Sampai pada pemahaman asma'ul husna

yang yang sangat mencengangkan para lmuwan pengkaji nilai tersebut tak terkecuali bagi

Danah Johar yang sempat terperanjat ketika mengetahui bahwa 12 nilai yang

dikembangkannya dalam Spiritual Capital tidak se-komprehensif value yang terdapat

dalam asma'ul husna. (Antonio syafii, 2009:4)Penemuan tentang God Spot yang berperan

sebatashardware yang

menjadi spiritual center pada otak manusia kini dilengkapi dengan pengkajian Asma'ul

husna sebagaisofware dari Emosional Spiritual Quotion (Ary Ginanjar, 2001:11) juga

sebagaitool dalam pembentukan dan pengembangan nilai ketuhanan yang bersifat

transendental yang diyakini sebagai suara hati yang universal dan mampu mengungkap

kebenaran hakiki. (Antonio syafii, 2009: 7

Hal yang paling urgen sekarang adalah pelatihan sepanjang waktu (continuously

improvement) yang mampu membentuk karakter dengan tingkat kecerdasan emosi yang

tinggi dalam rangka internalisasi nilai.


Lebih lanjut hal ini diperkuat oleh kutipan seorang psikologis terkemuka
yang menyatakan
“Taburlah gagasan petiklah perbuatan, taburlah perbuatan petiklah

kebiasaan, taburlah kebiasaan peiklah karekter, taburlah karakter petiklah nasib. Artinya
untuk membangun karakter perlu sebuah kebiasaan yang dibentuk dari
latihan/pembiasaan.” (Stephen Robert Covey, 1990:46).

Pada tatanan dunia pendidikan agama akhlak dan nilai, pembiasaan menjadi sangat
penting dan tidak bisa ditinggalkan. Hal ini beranjak dari tujuan utama pendidikan agama

adalah menggugah “fitrah insaniyah” dan memunculkan kembali potensi kebaikan yang

sudah ada pada diri setiap orang (Wahyuni Nafis, 2003) yang selanjutnya

ditanamkembangkan melalui kebiasaan dalam melakukan amal ibadah, amal saleh dan

akhlaq mulia (Darajat, 2001: 174) melalui pembiasan dan latihan (Pangarsa: 21-25)

sesuai sasaran pendidikan nilai dalam rangka


civilizing , baik dalam pola pikir, pola dzikir dan pola prilaku (Djahiri, 2006)

Latihan dan pengulangan yang merupakan metode praktis untuk menghafalkan

atau menguasai suatu materi pelajaran termasuk ke dalam metode ini, bahkan secara

teknis metode pembiasaan dam pengulangan ini telah digariskan oleh Allah secara

tersirat diantaranya di dalam Al Quran ayat pertama surah Al-Alaq. Secara implisit

metode ini menggambarkan dari cara turunnya wahyu pertama ( ayat 1-5 ). Malaikat

Jibril menyuruh Muhammad Rasulullah SAW dengan mengucapkan “‫ق‬


ْ ‫اَر‬

‫“ (”ِإ‬bacalah !” ) dan Nabi menjawab: ‘‫ئ‬ِ ‫ب‬


َِ ‫ َنَا‬‫” َم‬

( “saya tidak bisa membaca “), lalu malaikat Jibril mengulanginya lagi dan Nabi

menjawab dengan perkataan yang sama. Hal ini terulang sampai 3 kali. Kemudian Jibril

membacakan ayat 1-5 dan mengulanginya sampai beliau hafal dan tidak lupa lagi tentang

apa yang disampaikan Jibril tersebut ( Erwati Aziz, 2003: 81).

Dengan demikian metode pembiasaan dan pengulangan yang digunakan Allah

dalam mengajar Rasul-Nya amat efektif sehingga apa yang disampaikan kepadanya

langsung tertanam dengan kuat di dalam kalbunya.


Di dalam surat Al-A’la ayat 6, secara implisit Allah menegaskan lebih
lanjut bahwa:
َْ َ ‫ك‬
: ‫ىلع‬ ‫ا( يس‬‫ت‬ َ ‫ ُِر‬ْ 
َ‫ف‬ ُ َ
6
)
“ Kami akan membacakan (Al Quran) kepadamu (Muhammad) maka
kamu tidak akan lupa”. (Departemen Agama Repubik Indonesia,
1987:1051)
Ayat ini menegaskan bahwa Allah membacakan Al Quran kepada Nabi

Muhammad SAW., kemudian Nabi mengulanginya kembali sampai ia tidak lupa apa

yang telah diajarkan-Nya. Dalam ayat 1 – 5 Surah Al Alaq, Jibril membacakan ayat

tersebut dan Nabi mengulanginya sampai hafal (Erwita Aziz, 2003: 82).

Perintah membaca dalam surah Al Alaq tersebut terulang sebanyak dua

kali, yaitu pada ayat pertama dan ketiga. Hal ini menjadi indikasi bahwa metode

pembiasaan dalam pendidikan sangat diperlukan agar dapat menguasai suatu ilmu

Pembiasaan adalah upaya praktis dalam pendidikan dan pembinaan anak. Hasil

dari pembiasaan yang dilakukan seorang pendidik adalah terciptanya suatu kebiasaan

bagi anak didiknya. ”Kebiasaan itu adalah suatu tingkah laku tertentu yang sifatnya

otomatis, tanpa direncanakan dulu, serta berlaku begitu saja tanpa dipikir lagi” ( Edi

Suardi, tt. : 123 ).

Dalam kehidupan sehari-hari pembiasaan itu sangat penting, karena banyak orang

yang berbuat atau bertingkah laku hanya karena kebiasaan semata- mata. Tanpa itu hidup

seseorang akan berjalan lambat sekali, sebab sebelum melakukan sesuatu ia harus

memikirkan terlebih dahulu apa yang akan dilakukan. Sebagai ilustrasi bila seseorang

sudah terbiasa shalat berjamaah, ia tak akan berpikir lama ketika mendengar kumandang

adzan, langsung akan pergi ke masjid untuk shalat berjamaah.

Demikian halnya, orang yang pernah bertekad menurut hati nurani untuk

membantu orang lain akan lebih cepat menilai bahwa oran lain perlu bantuannya dan ia

akan berfkir dan bersikap sebagai penolong serta berusaha membuat gagasan dengan

cepat dan memecahkan masalah setepat mungkin. Secara sebagai bahan kajian, hal ini

dapat diilustrasikan pada kutipan berikut:

“Dalam suatu perjalanan , anda melihat seorang pemuda sedang berusaha mengambil
dengan paksa sebuah tas mlik seorang wanita tua, apa yang anda rasakan? Namun ketika
anda sadari bahwa pemuda tersebut membawa sepucuk pistol, apa yag anda rasakan?”
(Ary Ginanjar, 2001:9)

Pada kondisi fitrah kita menjawab dengan suara hati untuk “menolong” wanita

tersebut tapi pada keadaan berikutnya adalah suara hati untuk menolong sekaligus

“berhitung” ketika anda harus berfikir dua kali untuk menolong wanita tua tersebut dan

menghindari bahaya. (Ary Ginanjar, 2001:9)

Pada ilustrasi diatas adalah contoh dari membaca dan implementasi kalimatan-nas

ir (penolong) danal- muhs hi (penuh perhitungan )“. Teori membaca seperti ini senada

dengan teori membaca yang dikemukakan oleh Chambers dan Lowry (Burn, Roe dan

Ross, 1984) bahwa membaca bukan hanya mengenali kata- kata yang akan tetapi

membawa ingatan yang tepat, merasakan dan mendefinisikan beberapa keinginan,

mengidentifikasi sebuah solusi untuk memunuhi keinginan, memilih cara alternatif,

percobaan dengan memilih, menolak atau menguasai jalan atau cara yang dipilih,

memikirkan beberapa cara dari hasil yang evaluasi.

Pada pelaksanaannya pembisaan dimulai sejak dini, hal ini diperjelas oleh sebuah

perintah rasul dalam hal pembiasaan shalat, yang hendaknya dimulai sedini mungkin.

Rasulullah SAW. memerintahkan kepada para orang tua dan pendidik agar mereka

menyuruh anak-anak mengerjakan shalat, ketika berumur tujuh tahun, sebagimana

sabdanya yang diriwayatkan Imam Tirmidzi yang diungkapkan Nurcholish Majid (2001:

64) :
 ‫ذمر‬ ‫ا هاو‬) َ ‫َلَعُْه‬‫ض‬ َ 
ْْ ‫ ُبِر‬‫ف‬ َ 
ْ ِ ِ ‫با‬
َ ‫غَل‬
َ ‫ع‬ ْ ‫َر‬َ ‫ ِاَو‬
َ ‫ش‬ َ 
ْ
ِ ِ َ
ْ َ ‫با‬ َ ِ ‫ِاِة‬َ ‫ص‬
َ ‫غَل‬ ّ
‫ي‬ ِّ ‫) ا اْوُرُم‬
ِ ‫ص‬
ّ‫ب‬

“Suruhlah olehmu anak-anak itu shalat apabila ia sudah berumur tujuh tahun, dan apabila

ia sudah berumur sepuluh tahun, maka hendaklah kamu pukul jika ia meninggalkan

shalat”.( Nurcholish Majid (2001: 64)


Berawal dari pembiasaan sejak kecil itulah, peserta didik membiasakan dirinya

melakukan sesuatu yang baik. Menumbuhkan kebiasaan yang baik ini tidaklah mudah,

akan memakan waktu yang panjang, tapi bila sudah menjadi kebiasaan, akan sulit pula

untuk berubah dari kebiasaan tersebut.


Proses penanaman kebiasaan yang baik tentu membutuhkan metode yang
tepat. Hal ini senada dengan sebuah pernyataan bahwa:

”Metode mengajar yang perlu dipertimbangkan untuk dipilih dan digunakan dalam

pendekatan pembiasaan antara lain ialah metode Latihan (Drill)”.( Ramayulis, 2005 : 129

)
Adapun keuntungan dari pendekatan metode pembiasaan berdasarkan
pendapat Zuhairini, 1983: 107) menguraikan hal tersebut sebagai berikut:
1. Dalam waktu relatif singkat, cepat dapat diperoleh penguasaan dan
keterampilan yang diharapkan
2. Para murid akan memiliki pengetahuan siap.
3. Akan menanamkan pada anak-anak kebiasaan belajar secara rutin dan
disiplin.

Dengan memperhatikan latar belakang penelitian yang di ungkapkan diatas maka

penelitian ini dinilai mungkin untuk dilakukan mengingat pembiasaan membaca asma'ul

husna yang telah dilakukan oleh siswa MTs Az-Zain Kabupaten Sukabumi sejak tahun

2007 ketika siswa diwajibkan untuk membaca, berdoa, menghafal, menyelami makna dan

menteladani(takholluq) melalui asma'ul husna

BAB II

ANALISA TEORITIK TENTANG PEMBIASAAN MEMBACA

ASMA’UL HUSNA DAN AKHLAK


A. Pembiasaan dan Permasalahannya

Secara etimologis kata“pembiasaan” berasal dari kata“biasa”. Dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia kata biasa berati lazim, biasa dan umum, seperti sediakala sebagaimana

yang sudah-sudah, sudah merupakan hal yang tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-
hari, sudah menjadi adat, sudah seringkali. Jadi, kata pembiasaan berasal dari kata dasar

“biasa” yang memperoleh imbuhan prefiks “pe” dan sufiks “an”, yang berarti proses

membiasakan, yang pada akhirnya akan menghasilkan suatu kebiasaan atau adat.

Pembiasaan adalah sebuah upaya sehingga terjadinya sebuah kebiasaan. Kebiasaan

adalah sesuatu yang biasa dikerjakan, pola untuk melakukan tanggapan terhadap situasi

tertentu yang dipelajari oleh seorang individu dan yang dilakukannya secara berulang

untuk hal yang sama (http://www.pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php)

Pada konteks pembiasaan sebagai upaya menjadikan kebiasaan, maka kebiasaan

itu adalah suatu tingkah laku tertentu yang sifatnya otomatis, tanpa direncanakan dulu,

serta berlaku begitu saja tanpa dipikir lagi” ( Edi Suardi, tt.123).
Kata “kebiasaan” berarti sesuatu yang telah biasa dilakukan, atau adat
(Poerwadarminta, 2007: 153).
Adapun istilah pembiasaan dilihat dari dimensi Pendidikan memiliki bebrapa indicator
tersebut adalah
1.
Pembiasaan mengandung unsur Tuntutan Kebiasaan

Dalam proses pembiasaan, unsur tuntutan kebiasaan berperan penting dalam hal

pendidikan Akhlak. Dalam kajian pendidikan akhlaq bentuk tuntutan ini lebih dikenal

dengandr es s ur /pendidikan bersifat paksaan. (Fadil Yani; 2007 : 17).


Dalam proses pendidikan perlu adanya sebuah latihan dan pembiasaaan
dengan konsisten dan disiplin. Hal ini berdasar pada sebuah kutipan:

“ berdisiplin selain akan membuat seorang memiliki kecakapan mengenai cara belajar

yang baik, juga merupakan suatu proses ke arah pembentukan watak yang baik.watak

yang baik dalam diri seseorang akan mencipatakan suatu kepribadian yang luhur.” (The

Liang Gie, 1985 : 59)

Seperti dari layaknya seorang prajurit yang terampil (professional) dalam

menggunakan senjata berat, ternyata sebelumnya mereka dilatih dengan metode drill dan
penuh disiplin. Sehingga ketika menghadapi musuh di medan tempur mereka sangat

mudah dan tanpa pemikiran yang lambat bahkan terjadi karena spontanitas

(http://www.kodam-jaya.mil.id/arsif-artikel-kontribusi/967).

Dengan alasan tersebut, begitu pentingnya disiplin hingga Allah berfirman pada

Surah Ash-Shaaf:4 yang di tuturkan pula oleh seorang panglima besar yakni imam Ali

bin Abi Thalib r.a mengingatkan bahwa


"Kebenaran yang tidak terorganisasi dengan rapi, dapat dikalahkan oleh
kebatilan yang diorganisasi dengan baik". (Muhammad Syakir Sula:610)
Dengan demikian tampaklah bahwa tuntutan akan nilai kedisiplinan
Sangat penting dalam pendidikan

Hal lebih lanjut tentang kedisiplinan dijelaskan Merriam pada Webster’s


New Dictionary (1984:248) sebagai berikut:
1)
Latihan yang mengembangkan pengendalian diri, karakter atau
keadaan serba teratur dan efisiensi.
2)
Hasil latihan serupa itu mengembangkan diri, perilaku tertib
3)
Penerimaan atau ketundukan kepada kekuasaan dan kontrol
4)
Suatu cabang ilmu pengetahuan.
2.
Bersifat Lazim.

Sebuah pembiasaan berarti pula sebagai pelaziman. lazim berarti sedia kala dan

umum adanya (KBBI:2010). Konsep pembiasaan berarti pula membiasakan kembali atau

melanjutkan sesuatu yang menjadi kelaziman bagi komunitas tertentu. Bagi seluruh

ummat muslim membaca asma’ul husna adalah hal yang lazim, sedangkan pembiasaan

membaca asma’ul husna juga lazim dilakukan di kalangan ummat muslim (ESQ 165

Magazine : 2010). Perintah Allah mengenai Pengamalan Asma’ul husna dapat ditemukan

pada Al-Quran:
َ‫ل‬ ُ َ ‫ا‬ ْ َْ ‫ن‬
ُ َ ‫ َم‬‫ج‬ ُ َ ِ ‫ ِآ‬َ ْ ‫َأي‬‫ف‬
َْ ‫ ْوَز‬ ِ ‫ وَُد‬‫ل‬ِ ‫ذ‬
ْ‫ح‬ ُ َ ِ
‫و‬ ِ ‫ع‬
ّ ‫ا ْا‬ُ َ ‫ َو‬َ ‫بُه‬ ُ ْ  ‫فى‬
َ ‫ح‬َ ُ‫س‬ْ ‫ء‬ ْ َ ‫ ا‬
ْ ‫ا‬َ  ِ ‫َو‬
: ‫ارع‬‫)ا‬
180
)

Hanya milik Allah asmaulhusna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut

asmaaulhusna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam

(menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang

telah mereka kerjakan.


(Departemen Agama Republik Indonesia,1987:252
Lebih lanjut tentang pembiasaan dalam membaca asma’ul husna
berdasarkan hadits rasulullah SAW :
“‫ج‬‫ ا‬‫خ‬ ‫ص‬‫ أ‬‫ م‬‫ا‬ ً ‫ ستو‬‫ ست‬‫ا ء‬‫ أ‬‫”إ‬
“Sesungguhnya nama-nama Allah ada 99 nama, barangsiapa yang membaca
menghafalkannya akan masuk surga.”(.Sa'id Qahthani, 2005)

Dalam penafsiran hadits di atas Syaikh Al‘Alaamah Muhammad bin Sholeh Al

‘Utsaimin rahimahullah menegaskan pendapatnya pada kitab Al Qowa’idul fi Shifatillahi

wa Asmail Husna bahwasanya

“Makna yang terkandung dalam hadist tersebut adalah barangsiapa yang menjaga

(menghafalkan dan memahami) 99 nama tersebut maka Allah akan memasukkannya ke

dalam surga.” (Syaikh Al‘Alaamah Muhammad


bin Sholeh Al ‘Utsaimin)

Pengamalan Asma’ul husna sebagai bagian yang telah digariskan dalam Al-Quran

dan As-Sunnah adalah sebuah kelaziman mengingat pembiasaan membaca asma’ul husna

adalah bagian ibadah bagi setiap muslim dan memiliki dasar hukumnya jelas dari Al-

Quran dan Sunah nabi. Sedangkan Al-Quran dan As-Sunnah adalah hal yang lazim

adanya di kalangan ummat muslim. Hal ini berdasar pada hadits nabi yang ditemukan

pada kitab Muwattha Malik Juz 5 halaman 381 yang berbunyi:


 ‫ َم ا‬ ‫ل‬ ِ ‫ت‬ َ ْ 
َ 
ِ ْ ‫ رَأْم‬ْ ُ  ‫ف‬ ِ ُ ‫ت‬
َْ ‫ َر‬ َ َ ‫ل‬
َ ‫ق‬ ّ ‫و‬ َ ِ ْ ‫ع‬ َ ُّ‫ اى ل‬َ ِّ ‫ ا‬
َ ‫ل‬ َ 
َُ
‫ َّأ‬ُ َ ‫ب‬ َ ُ ‫ن َأك‬
َ ‫ل‬ ّ ِ  ‫ َم‬ْ ‫ع ي‬ َ ِ ‫ ثَ ّد‬َ ‫و‬
 ‫ط‬‫ ا‬‫ا‬ ‫ و‬‫ح‬‫ا هاو‬) ِ‫ن‬ َِ  َ ّ ُ ‫ َو‬ِّ ‫ ا‬َ َِ ‫ب‬ ْ ُّْ ‫ت‬
َ ِِ ‫س‬ ََ
“Telah ku tinggalkan bagi kalian dua perkara sehingga kalian tak akan sesat selagi kalian

berpegang teguh kepada keduanya yakni kitab Allah dan sunnah nabi-Nya.”
(Syekh M. Hisyam Kabbani, 2008:182)

Dengan demikian Pembiasaan membaca asma’ul husna adalah hal yang lazim,

mengingat ia bersumber dari Al-Quran dan sunnah rasul, adanya perintah untuk

membiasakannya dan pembiasaan ini telah dilakukan oleh ummat muslim.


3.
Pembiasaan Terjadi Berulang-ulang

Pengulangan ini telah digariskan oleh Allah secara tersirat diantaranya di dalam Al

Quran ayat pertama surah Al-Alaq. Secara implisit metode ini menggambarkan dari cara

turunnya wahyu pertama (ayat 1-5). Malaikat Jibril menyuruh Muhammad Rasulullah

ْ ‫“( ”اَر‬bacalah!”) dan Nabi menjawab: ‘‫ئ‬ِ ‫ب‬


SAW dengan mengucapkan “‫ق ِإ‬ َِ 

‫ َنَا‬‫“ ( ” َم‬saya tidak bisa membaca“), lalu malaikat Jibril mengulanginya lagi dan Nabi

menjawab dengan perkataan yang sama. Hal ini terulang sampai 3 kali. Kemudian Jibril

membacakan ayat 1-5 dan mengulanginya sampai beliau hafal dan tidak lupa lagi tentang

apa yang disampaikan Jibril tersebut ( Erwita Aziz, 2003: 81).

Mengenai pentingnya pengulangan dan kesinambungan dalam pembiasaan sebagai

mana Dikutip dari buku Ajengan Cipasung (K.H Moh. Ilyas Ruhiyat) mengenai hadits

rasul yang berbunyi


‫ا ى‬‫ ا‬‫ع‬‫ ا‬‫ا‬
‫ ق‬‫ او‬‫ماو‬‫ا‬
“Amal yang paling dicintai oleh Allah adalah yang dilakukan secara rutin
walaupun sedikit.” (Iip Yahya, 2006:12
Ungkapan hadits yang sederhana namun syarat makna ungkapan
sederhana ini bila dikaitkan dengan konsep tiga tujuan pembaelajaran yaitu
knowing(mengetahui), doing (keterampilan melaksanakan yang diketahui) dan
being (pengetahuan yang menjadi satu dengan kepribadiannya) (Iip D. Yahya,
2006: 12)

Adapun kaidah pengulangan dalam ibadah lebih menekankan hitungan ganjil. Hal
ini seperti telah digariskan oleh Allah pada hitungan satu rakaat pada shalat witir, tiga

kali pada wudlu, lima waktu pada shalat fardu, tujuh keliling pada thawaf dan sebelas

pada shalat witir. adalah perumpamaan keutamaan pada wudlu

(www..rwa2an.net./vb/showthread.php?t=10098).
Berkaitandengan pengulangan dengan bilangan ganjil Nabi Muhamad
SAW. pun bersabda:
‫ء‬‫ضوو ي‬‫ضو اذ‬ :‫ قو‬‫ث‬‫ث‬ ً ‫ث‬‫ث‬
ً ‫ض‬‫ تو‬،‫ترم هر‬‫ أ‬‫ا ه‬‫ تأ‬‫ترم‬
‫ ترم‬‫ض‬‫ ت‬‫م‬
 ‫س‬‫ ا‬‫ لع‬‫ اربإ‬‫ر‬‫ ا‬‫لخ ء‬‫ضوو يل‬‫ ق‬‫م ء‬‫ن‬‫ا‬

“Barang siapa yang berwudlu dua kali dua kali, maka Allah memberikan pahal abaginya

dua kali dan berwudlunya seseorang dengan tiga kali-tiga kali inilah wudlu ku dan

wudlunya para nabi sebelumku dan wudlunya kekasih Alllah yang maha pengasih yakni

nabi Ibrahim a.s.”


(Imam Al-Ghazali, tt: 1/145)

Kajian lebih lanjut Allah mengisyaratkan bahwa Sebuah amal yang baik selalu

dianjurkan untuk diulang dengan hitungan ganjil. Sebagai mana sabda rasulullah SAW

dalam sebuah hadits :


‫ لع‬‫م( رت‬‫ ا‬‫ح‬ ‫ رتو‬‫ ا‬‫)أ‬
“sesungguhnya allah itu esa dan menyukai yang ganjil.”
(Muslim ibn al-Hajjaj al-Qushayri: 1994)
4. Pembiasaan Bersifat Praktis
Dalam hal pembiasaan sebagai hal yang bersifat praktis maka rasulullah
Syeikh Ibrahim ibn Ismail menegaskan pada kitab Syarh Ta'lim al-Muta'allim:
‫ح‬‫ا ظ‬ ‫ ا‬‫ فاو‬‫ح‬‫ ا‬‫ لع‬‫ل‬‫ ا‬‫فا‬
“Ilmu yang paling utama adalah ilmu perbuatan dan sebaik-baiknya
perbuatan adalah menjaga tingkah laku.” (Syeikh Ibrahim ibn Ismail:tt:4)

Penanaman kebiasaan yang baik , sebagaimana sabda Rasulullah SAW di atas,

sangat penting dilakukan sejak awal kehidupan anak. Agama Islam sangat mementingkan

pendidikan kebiasaan, dengan pembiasaan itulah diharapkan peserta didik mengamalkan

ajaran agamanya secara berkelanjutan. Bahkan nabi sendiri yang memerintahkan kepada
para orang tua, dalam hal ini para pendidik agar mereka menyuruh anak-anak

mengerjakan sholatsejak dini ( Ramayulis, 2005 : 129 ). Hal tersebut berdasarkan hadits

di bawah ini:
‫ ا‬ْ ‫ق ر‬
ُ  ‫ف َو‬
َ ،  َ ْ ِ ِ ‫ع ُء‬ َ ‫ش‬ْ ‫ ِر‬ َ ‫ب َأ‬ َُ  
ْ ْ ‫و‬ َ ْ‫ع‬ َ ْ 
َ ‫ل‬ ُ ْ‫ض ا َو‬ ُ 
ْ ‫ب ِر‬ َ ْ ِ ِ ِْ َ ‫ُء‬
 َ ‫ب َأ‬ْ ْ ُِ‫ َو ة‬َ ‫ص‬
ّ  ‫ا‬‫ب‬ ِ ْ َُ َ ‫اَأْو ْورُم‬
‫ووا‬‫بأ هاو‬) ِِ ‫يف‬ ََ ‫ ِا‬‫ب‬
ُْ َ َْ )

“Suruhlah anak-anak kalian untuk melaksanakan sholat ketika mereka berumur tujuh

tahun, dan pukullah mereka apabila meninggalkannya ketika mereka berumur sepuluh

tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka.”( Maktabah Syamillah)


5. Pembiasaan dalam upaya pendidikan dan pembinaan
Pendidikan Islam adalah proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dl usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan, proses, cara, perbuatan mendidik berdasarkan aturan
islam (http://www.pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php).

Pendidikan islam merupakan kebutuhan mutlak untuk dapat melaksanakan islam

sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah, berasarkan makna ini, maka pendidikan yang

diterapakan islam yaitu mempersiapkan diri manusia guna melaksanakan amanat yang

dipikulkan kepadanya, ini berarti sumber- sumber islam dan pendidikan islam itu sama

yakni yang terpenting, Al-qur’an dan sunnah rasulullah (Abdurrahman An-Nahlawi,

1992: 41 )

Berkaiatan dengan pendidikan, D. Marimba mengatakan: “ Pendidikan Agama

Islam pada prinsipnya adalah untuk membentuk kepribadian muslim (1980: 46)

Pendapat senada dikatakan oleh arief Ichwani adalah: “Tujuan Pendidikan Islam

adalah untuk membina mental spritual dalam rangka mengabdi kepada Allah sesuai

dengan ajaran islam” (1986: 4).

Pendidikan Agama Islam merupakan pendidikan nilai. Karena lebih banyak

menonjolkan aspek nilai, baik nilai ketuhanan maupun nilai kemanusiaan, yang hendak
ditanamkan atau ditumbuhkembangkan ke dalam diri peserta didik sehingga dapat

melekat pada dirinya dan menjadi kepribadiannya (Muhaimin: 159).

Proses Internalisasi nilai ajaran Islam menjadi sangat penting bagi peserta didik

untuk dapat mengamalkan dan mentaati ajaran dan nilai-nilai agama dalam

kehidupannya, sehingga tujuan Pendidikan Agama Islam tercapai.


Upaya dari pihak sekolah untuk dapat menginternalisasikan nilai ajaran
Islam kepada diri peserta didik menjadi sangat penting, dan salah satu upaya

tersebut adalah dengan metode pembiasaan di lingkungan sekolah. Metode pembiasaan

tersebut adalah dengan menciptakan suasana religius di sekolah, karena kegiatan–

kegiatan keagamaan dan praktik-praktik keagamaan yang dilaksanakan secara terprogram

dan rutin (pembiasaan) diharapkan dapat mentransformasikan dan menginternalisasikan

nilai-nilai ajaran Islam secara baik kepada peserta didik.

Nilai adalah suatu penetapan atau kualitas obyek yang menyangkut suatu jenis

aspirasi atau minat (Nur Syam: 133). Pendidikan agama Islam merupakan pendidikan

nilai di mana peserta didik diharapkan dapat bertindak, bergerak dan berkreasi dengan

nilai-nilai tersebut.

Nilai ajaran Islam merupakan sistem yang diwujudkan dalam amal perilaku para

pemeluknya, termasuk dalam hal ini anak, peserta didik maupun masyarakat pada

umumnya. Sistem nilai agama Islam adalah suatu keseluruhan tatanan yang terdiri dari

beberapa komponen yang saling mempengaruhi dan mempunyai keterpaduan yang bulat

yang berorientasi pada nilai Islam. Jadi bersifat menyeluruh, bulat dan terpadu

Pendidikan agama menyangkut manusia seutuhnya, ia tidak hanya membekali

anak dengan pengetahuan agama, atau mengembangkan intelek anak saja dan tidak pula

mengisi dan menyuburkan perasaan (sentimen ) agama saja, akan tetapi ia menyangkut

keseluruhan diri pribadi anak, mulai dari latihan- latihan (amaliah) sehari-hari, yang
sesuai dengan ajaran agama, baik yang menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan,

manusia dengan manusia, manusia dengan alam, serta manusia dengan dirinya sendiri

(Darajat: 107).

Pendidikan Agama Islam merupakan pendidikan nilai. Karena lebih banyak

menonjolkan aspek nilai, baik nilai ketuhanan maupun nilai kemanusiaan, yang hendak

ditanamkan atau ditumbuhkembangkan ke dalam diri peserta didik sehingga dapat

melekat pada dirinya dan menjadi kepribadiannya (Muhaimin: 159).

Proses Internalisasi nilai ajaran Islam menjadi sangat penting bagi peserta didik

untuk dapat mengamalkan dan mentaati ajaran dan nilai-nilai agama dalam

kehidupannya, sehingga tujuan Pendidikan Agama Islam tercapai. Upaya dari pihak

sekolah untuk dapat menginternalisasikan nilai ajaran Islam kepada diri peserta didik

menjadi sangat penting, dan salah satu upaya tersebut adalah dengan metode pembiasaan

di lingkungan sekolah.

Metode pembiasaan tersebut adalah dengan menciptakan suasana religius di

sekolah, karena kegiatan–kegiatan keagamaan dan praktik-praktik keagamaan yang

dilaksanakan secara terprogram dan rutin (pembiasaan) diharapkan dapat

mentransformasikan dan menginternalisasikan nilai-nilai ajaran Islam secara baik kepada

peserta didik.

Pendidikan Iislam berorientasi pada pendidikan nilai sehingga perlu adanya proses

internalisasi tersebut. Jadi internalisasi merupakan ke arah pertumbuhan batiniah atau

rohaniah peserta didik. Pertumbuhan itu terjadi ketika siswa menyadari sesuatu “nilai”

yang terkandung dalam pengajaran agama dan kemudian nilai-nilai itu dijadikan suatu “

sistem nilai diri” sehingga menuntun segenap pernyataan sikap, tingkah laku, dan

perbuatan moralnya dalam menjalani kehidupan ini.


Menurut Muhaimin, tahap-tahap dalam internalisasi nilai adalah:
a.

Tahap transformasi nilai, pada tahap ini guru sekedar menginformasikan nilai-nilai yang

baik dan yang kurang baik kepada siswa, yang semata-mata merupakan komunikasi

verbal.

b. Tahap transaksi nilai, yaitu suatu tahap pendidikan nilai dengan jalan melakukan komunikasi

dua arah, atau interaksi antara siswa dan guru bersifat timbal balik. Dalam tahap ini tidak

hanya menyajikan informasi tentang nilai yang baik dan yang buruk, tetapi juga terlibat

untuk melaksanakan dan memberikan contoh amalan yang nyata, dan siswa diminta

memberikan respons yang sama, yakni menerima dan mengamalkan nilai itu.

c. Tahap transinternalisasi, yakni bahwa tahap ini lebih dalam daripada sekedar transaksi.

Dalam tahap ini penampilan guru di hadapan siswa bukan lagi sosok fisiknya, melainkan

sikap mentalnya (kepribadiannya). Demikian juga siswa merespons kepada guru bukan

hanya gerakan/penampilan fisiknya, melainkan sikap mental dan kepribadiannya. Oleh

karena itu, dapat dikatakan bahwa dalam transinternalisasi ini adalah komunikasi dua

kepribadian yang masing-masing terlibat secara aktif.

Jadi, internalisasi nilai sangatlah penting dalam pendidikan agama Islam karena

pendidikan agama Islam merupakan pendidikan nilai sehingga nilai-nilai tersebut dapat

tertanam pada diri peserta didik, dengan pengembangan yang mengarah pada internalisasi

nilai-nilai ajaran Islam merupakan tahap pada manifestasi manusia religius. Sebab

tantangan untuk arus globalisasi dan


transformasi budaya bagi peserta didik dan bagi manusia pada umumnya adalah
difungsikannya nilai-nilai moral agama.
Pada tahap-tahap internalisasi ini diupayakan dengan langkah-langkah
sebagai berikut (Thoha: 94):
a. Menyimak, yakni pendidik memberi stimulus kepada peserta didik dan
peserta didik menangkap stimulus yang diberikan.

b. Responding, peserta didik mulai ditanamkan pengertian dan kecintaan terhadap tata nilai
tertentu, sehingga memiliki latar belakang teoritik tentang sistem nilai, mampu

memberikan argumentasi rasional dan selanjutnya peserta didik dapat memiliki

komitmen tinggi terhadap nilai tersebut.


c. Organization, peserta didik mulai dilatih mengatur sistem
kepribadiannya disesuaikan dengan nilai yang ada.

d. Characterization, apabila kepribadian sudah diatur disesuaikan dengan sistem nilai tertentu

dan dilaksanakan berturut –turut, maka akan terbentuk kepribadian yang bersifat satunya

hati, kata dan perbuatan. Teknik internalisasi sesuai dengan tujuan pendidikan agama,

khususnya pendidikan yang berkaitan dengan masalah aqidah, ibadah, dan akhlak.

Metode Pembiasaan sebagai Upaya Internalisasi Nilai Ajaran Islam Kebiasaan

terbentuk karena sesuatu yang dibiasakan, sehingga kebiasaan dapat diartikan sebagai

perbuatan atau ketrampilan secara terus-menerus, secara konsisten untuk waktu yang

lama, sehingga perbuatan dan ketrampilan itu benar- benar bisa diketahui dan akhirnya

menjadi suatu kebiasaan yang sulit


ditinggalkan, atau bisa juga kebiasaan diartikan sebagai gerak perbuatan yang
berjalan dengan lancar dan seolah-olah berjalan dengan sendirinya.

Perbuatan ini terjadi awalnya dikarenakan pikiran yang melakukan pertimbangan

dan perencanaan, sehingga nantinya menimbulkan perbuatan dan apabila perbuatan ini

diulang-ulang maka akan menjadi kebiasaan. Jadi kebiasaan di sini merupakan hal-hal

yang sering dilakukan secara berulang- ulang dan merupakan puncak perwujudan dari

tingkah laku yang sesungguhnya, di mana ketika seseorang telah memiliki kemampuan

untuk mewujudkan lewat tindakan dan apabila tindakan ini dilakukan secara terus-

menerus, maka ia akan menjadi kebiasaan, dan kebiasaan tersebut akan mewujudkan

karakter.

Pendidikan agama Islam sebagai pendidikan nilai maka perlu adanya pembiasaan-

pembiasaan dalam menjalankan ajaran Islam, sehingga nilai-nilai ajaran Islam dapat
terinternalisasi dalam diri peserta didik, yang akhirnya akan dapat membentuk karakter

yang Islami. Nilai-nilai ajaran Islam yang menjadi karakter merupakan perpaduan yang

bagus (sinergis) dalam membentuk peserta didik yang berkualitas, di mana individu

bukan hanya mengetahui kebajikan, tetapi juga merasakan kebajikan dan

mengerjakannya dengan didukung oleh rasa cinta untuk melakukannya.

Pembentukan karakter seseorang (terutama peserta didik) bersifat tidak alamiyah,

sehingga dapat berubah dan dibentuk sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Kaidah

umum dalam pembentukan karakter seperti diutarakan oleh Anis Matta adalah sebagai

berikut :
a.Kaidah kebertahapan, proses perubahan, perbaikan, dan pengembangan
harus dilakukan secara bertahap.

b.Kaidah kesinambungan, anda harus tetap berlatih seberapapun kecilnya porsi latihan

tersebut, nilainya bukan pada besar kecilnya, tetapi pada kesinambungannya.

c.Kaidah momentum, pergunakan berbagai momentum peristiwa untuk fungsi pendidikan dan

latihan. Misalnya menggunakan bulan Ramadhan untuk mengembangkan sifat sabar,

kemauan yang kuat, kedermawanan dan seterusnya.

d.Kaidah motivasi intrinsik, jangan pernah berfikir untuk memiliki karakter yang kuat dan

sempurna, jika dorongan itu benar-benar lahir dalam diri anda sendiri, atau dari kesadaran

anda akan hal itu.

e.Kaidah pembimbing, pembiasaan mungkin bisa dilakukan seorang diri, tetapi itu tidak akan

sempurna. Jadi, pembiasaan membutuhkan kawan yang berfungsi sebagai guru/

pembimbing.

Dari kaidah di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa selain kebiasaan diberikan juga

pengertian secara kontinyu, sedikit demi sedikit dengan tidak melupakan perkembangan

jiwanya, dengan melihat faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan karakter


dengan melihat nilai-nilai apa yang diajarkan serta bersikap tegas dengan memberikan

kejelasan sikap, mana yang harus dikerjakan dan mana yang tidak. Memperkuatnya

dengan memberikan sangsi dengan kesalahannya dan juga tidak kalah pentingnya dengan

adanya teladan atau contoh yang diberikan

Pendidikan merupakan usaha sadar manusia dalam mencapai tujuan tertentu.

Banyak para tokoh yang mengemukakan definisi pendidikan, tetapi pada intinya

pendidikan mempunyai beberapa unsur utama, yaitu:


a.Usaha (kegiatan) yang bersifat bimbingan, pimpinan, atau pertolongan

yang dilakukan secara sadar

b.Ada pendidik, pembimbing atau penolong

c.Ada yang dididik atau si terdidik

d.Adanya dasar atau tujuan dalam bimbingan tersebut

Dari unsur pendidikan di atas dapat diketahui bahwa fungsi metode sangat penting

dalam proses belajar mengajar. Karenanya terdapat suatu prinsip yang umum dalam

memfungsikan metode, yaitu prinsip agar pengajaran dapat disampaikan dalam suasana

menyenangkan, menggembirakan, penuh dorongan, dan motivasi, sehingga pelajaran atau

materi pendidikan yang akan disampaikan itu dapat dengan mudah diberikan.
Beberapa metode dapat diaplikasikan dalam pembiasaan ini seperti kata
Ramayulis.

”Metode mengajar yang perlu dipertimbangkan untuk dipilih dan digunakan dalam

pendekatan pembiasaan antara lain ialah metode Latihan (Drill) ”( Ramayulis, 2005 : 129

)
Alasan penggunaan metode drill yang dikutip dari pendapat Zuhairini,
dkk, (1983: 107) menguraikan hal tersebut sebagai berikut:
1.Dalam waktu relatif singkat, cepat dapat diperoleh penguasaan dan keterampilan yang
diharapkan
2.Para murid akan memiliki pengetahuan siap.
3.Akan menanamkan pada anak-anak kebiasaan belajar secara rutin dan disiplin.

Dari uraian diatas maka dengan mempertimbangkan tujuan pendidikan tahapan

proses, unsur utama kegiatan pendidikan, serta metotode yang digunakan maka

pembiasaan adalah hal yang sangat efektif dalam pendidikan agama, nilai dan akhlak

pada dimensi pendidikan Islam.


B.
Membaca dan Permasalahannya

Kata“membaca” artinya mengenali kata, (Chambers dan Lowry: 1984), berdoa,

(Kamus Besar Bahasa indonesia : 2010) menghafal, menyelami makna (Burns, dkk.,

1996: 6), Meneladani (Petty & Jensen, 1980). Maka membaca asma’ul husna dipandang

berpengaruh terhadap akhlak siswa.


Perintah Allah untuk membaca dalam konteks membaca adalah
berdasarkan ayat Allah dalam Al-Quran berikut ini:
)َ‫خ‬َ ‫ َل‬‫ ِذ‬‫ب‬ َ ‫ا‬َ ِ 
ّ ‫ك‬ ْ ‫بْأَرْقا‬
ِ
1
) ٍ‫ع‬َ ‫ل‬ َ ْ‫ ِم‬َ ‫ن‬ َ  ‫ ا‬َ‫ل خ‬
ْ‫س‬ َ (
2
) ُ ‫ َر‬ ْ ‫كب‬ َ ‫ا‬َ ‫(َو ْأَرْقا‬
3
‫ل‬‫( )ا‬
1:3
)

"Bacalah dengan menyebut nama tuhanmu yang telah menciptakan (1) Allah

menciptakan manusia dari segumpal darah (2) bacalah dan tuhamnu yang maha

pemurah."
(Departemen Agama Republik Indonesia, 1987:1079)
Dari devinisi yang diungkapkan diatas maka pada penelitian ini kegiatan
membaca memliki indikator sebagai berikut:
1.
Mengenali kata-kat

Pengetian membaca yang dikutip dari pendapat Burn, Roe dan Ross (1984) adalah

membaca dengan arti mengenali kata-kata. Mengenali berasal dari kata kenal yang berarti
tahu dan teringat kembali. Sedangkan mengenali berarti mengetahui tanda-tanda atau

ciri-ciri. Adapun pengertian “kata-kata” adalah bentuk jama dari “kata” yang berarti

unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan yang merupakan perwujudan kesatuan

perasaan dan pikiran yang dapat digunakan dalam berbahasa

(http://www.pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php).

Dari uraian diatas maka mengenali kata dapat diartikan sebagai usaha untuk

mengetahui dan mengingat kembali berbagai tanda atau ciri yang menjadi unsur bahasa

yang diucapkan atau yang dituliskan yang merupakan perwujudan kesatuan perasaan dan

pikiran yang dapat di gunakan dalam berbahasa.

Maka dari pengertian mengenali kata dapat kita simpulkan beberapa point penting

yang harus ada dalam mengenali kata ketika membaca asma’ul husna adalah:
a. Upaya mengetahui dan mengingat (menghfal)

Mengetahui dan mengingat Asmaulhusna sebagai kajian utama berarti mengetahui

asma’ul husna dan mengingat kembali. Pada tingkatan ini membaca asma’ul husna berati

pula sekaligus memahami arti yang dibacanya.

Farris (1993: 304) Mengemukakan bahwa membaca sebagai pemrosesan kata-kata,

konsep, informasi, dan gagasan-gagasan yang dikemukakan oleh pengarang yang

berhubungan dengan pengetahuan dan pengalaman awal pembaca. Dengan demikian,

pemahaman diperoleh bila pembaca mempunyai


pengetahuan atau pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya dengan apa yang
terdapat di dalam bacaan
b. Identifikasi Simbol dan ciri sebagai unsur bahasa

Simbol dan ciri sebagai unsur bahasa dalam membaca asma’ul husna adalah asma-

asma Allah yang terdapat dalam asma’ul husna yang menggunakan hufuf hjaiyah

berbahasa arab baik secara langsung ataupun secara tidak langsung.


Damarjati Supadjar menjelaskan bahwa pada hakekatnya membaca adalah suatu

aktivitas membatin dari suatu hal yang lahir. . Maksud dari lahir disini adalah benda

dalam artian fisik, kongkrit maupun abstrak yang dapat diindera oleh panca indra

manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Langsung dalam pengertian

melalui penglihatan, perabaan, penciuman, pengecapan, maupun pendengaran.

Sedangkan tidak langsung dapat diartikan melalui ciri-ciri suatu benda atau keadaaan,

ataupun dengan peralatan bantu tertentu.

Sebagai Contoh adalah membaca tulisan. Tulisan adalah suatu bentuk fisik

kongkrit yang melalui indra penglihatan, atau bisa juga melalui perabaan bagi saudara

kita yang tuna netra, kita jadikan sebagai input untuk diolah oleh otak berdasarkan

referensi pengetahuan yang pernah diajarkan (pelajaran mengenai abjad) untuk kemudian

disimpan dalam memori.

Dari memori tersebut kemudian tersusunlah kata dan kalimat yang dapat kita

keluarkan melalui ucapan, atau bisa jadi kita hentikan sampai tahapan penyimpanan

makna dalam memori jika kita membaca secara batin.


c. Unsur bahasa yang dibaca dapat diucapkan atau dituliskan

Asma’ul husna yang berbahasa arab sebagai bahasa Al-quran dapat diucapkan atau

dituliskan. Untuk itu tentu kemampuan membaca tulis berbahasa arab ini merupakan

syarat pokok bagi seseorang dalam membaca asma’ul husna, mengingat kegiatan

membaca adalah suatu proses komunikasi antara pembaca dan penulis dengan bahasa

tulis, hal tersebut dikemukakan oleh Kolker (1983: 3).


Unsur tulisan ini secara tersirat
)‫ؤ‬
4
َ 
) ْ‫ل‬ ْ َْ 
َ ‫ َم‬
َ ‫ن‬ َ  ‫ ا‬َ ‫ع‬
ْ ‫س‬ َ ‫ل‬
ّ (
5
)
Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam(4) Dia
mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya (5).
(Departemen Agama Republik Indonesia:1989: 1079)

Baik membaca secara langsung atau tidak langsung atau membaca secara lahir atau

batin seperti diungkapkan Damarjati Supadjar, tetap pada prosesnya membaca berasal

dari sesuatu yang dapat dibaca dan di ucapkan.


d. Membaca Merupakan Perwujudan Kesatuan Perasaan dan Pikiran

Dari pendapat para ahli tentang membaca maka bagi orang yang membaca asma’ul

husna, maka perwujudan kesatuan, perasaan dan fikiran adalah hal yang urgen karena

tanpa itu ia hanyalah sebuah pelafalan dan tidak mencapai arti membaca yang sempurna.
Fredick Mc Donald (dalam Burns, 1996: 8) mengatakan bahwa membaca
merupakan rangkaian respon yang kompleks, di antaranya mencakup respon

kognitif, sikap dan manipulatif. Membaca tersebut dapat dibagi menjadi beberapa sub

keterampilan, yang meliputi: sensori, persepsi, sekuensi, pengalaman, berpikir, belajar,

asosiasi, afektif, dan konstruktif. Menurutnya, aktiivitas membaca dapat terjadi jika

beberapa sub keterampilam tersebut dilakukan secara bersama-sama dalam suatu

keseluruhan yang terpadu

Membaca Menurut Klein, dkk. (dalam Farida Rahim, 2005: 3), Pertama, membaca

merupakan suatu proses. Maksudnya adalah informasi dari teks dan pengetahuan yang

dimiliki oleh pembaca mempunyai peranan yang utama dalam membentuk makna.

Kedua, membaca adalah strategis. Pembaca yang efektif menggunakan berbagai strategi

membaca yang sesuai dengan teks dan konteks dalam rangka meng-kontruksi makna

ketika membaca. Strategi ini bervariasi sesuai dengan jenis teks dan tujuan membaca.

Ketiga, membaca merupakan interaktif. Keterlibatan pembaca dengan teks tergantung

pada konteks. Orang yang senang membaca suatu teks yang bermanfaat, akan menemui

beberapa tujuan yang ingin dicapainya, teks yang dibaca seseorang harus mudah

dipahami (readable) sehingga terjadi interaksi antara pembaca dan teks

Dengan uraian diatas mengenai membaca, baik dipandang sebagai respon yang
kompleks (melibatkan emosional) atau membaca dipandang sebagai proses, strategis dan

interaktif (bentuknya logis) semuanya adalah perwujudan Kesatuan Perasaan dan Pikiran

karena tanpa perwujudan perasaan dan fikiran maka membaca dipandang tidak sempurna.
2.
Berdoa

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berdoa adalah sub makna dari melafalkan

sebagai makna dari membaca. Dengan kata lain berdoa adalah membaca kalimat doa

berbentuk pemintaan dan permohonan kepada tuhan (Allah)

Pengertian Membaca yang diungkapkan Damarjati Supadjar adalah suatu aktivitas

batin dari suatu hal yang lahir. Dimensi lahir (yang di indera) kita jadikan sebagai input

untuk diolah oleh otak berdasarkan referensi pengetahuan yang pernah diajarkan

(pelajaran mengenai abjad) untuk kemudian disimpan dalam memori. Dari memori

tersebut kemudian tersusunlah kata dan kalimat yang dapat kita keluarkan melalui

ucapan, atau bisa jadi kita hentikan sampai tahapan penyimpanan makna dalam memori

jika kita membaca secara batin.


Dalam konteks membaca adalah doa maka asma’ul husna adalah isi dari
doa tersebut. Seperti firman Allah dalam Al-Quran :
 َ ‫ب‬ ِ  ‫ت‬
ِ ْ ‫ف‬ َُ  ‫ت‬ َ ‫ َو‬َ ‫بْر‬
ِ ‫ك‬ َ َ ‫ج‬
ِ ‫ص‬
َ َ ‫َو ى‬َ‫ح‬
ْ‫ت‬ ْ ‫ ا ُْء‬َ ْ َ ‫ ا‬ُ ‫فا‬
ُ ‫س‬ َ ‫َل‬‫ت‬ ُ ‫ َم‬‫ َأ‬
َ ‫عْد‬ َ َ ْ ‫ ّر‬ ‫ا ا‬‫ع‬
ُ ْ ‫ ا ِوَأ‬َّ ‫ا ا‬‫ع‬
ُ ْ ‫ ا‬‫ق‬
ُِ
:‫ار‬ ‫}ا‬ِَ ‫ك‬ َ َِَ ْ‫غ‬ ِ‫ب‬َ ‫ْباَو‬
110
}

Katakanlah: "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu

seru, Dia mempunyai al asmaa'ul husna (nama- nama yang terbaik) dan janganlah kamu

mengeraskan suaramu dalam salatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah

jalan tengah di antara kedua itu." (Departemen Agama Republik Indonesia,


1987:440)
Dalam konteks asma’ul husna sebagai doa, berikut adalah fadhilah dari
pembacaan doa dengan asma’ul husna yang dipetik dari tajuk buku Khasiat
Asmaul-Husna & Himpunan Ayat-Ayat Al-Quran, susunan Abu Nur Husnina,
terbitan Pustaka Ilmi :
1. “Ya Allah!” apabila dizikirkan 500 x setiap malam, lebih-lebih lagi selepas solat
tahajjud atau solat sunat 2 rakaat mempunyai pengaruh yang besar di dalam mencapai
segala yang dihajati.

2. “Ya Rahman!” apabila dizikirkan sesudah solat 5 waktu sebanyak 500x, maka hati kita
akan menjadi terang, tenang & sifat-sifat pelupa & gugup akan hilang dengan izin Allah.

3. “Ya Rahim!” apabila dizikirkan sebanyak 100 x setiap hari, InsyaAllah kita akan
mempunyai daya penarik yang besar sekali hingga manusia merasa cinta & kasih serta
sayang terhadap kita.

4. “Ya Malik!” apabila dizikirkan sebanyak 121 x setiap pagi atau setelah tergelincirnya
matahari, segala perkerjaan yang dilakukan setiap hari akan mendatangkan berkat &
kekayaan yang diredhai Allah.

5. “Ya Quddus!” apabila dizikirkan sebanyak 100 x setiap pagi setelah tergelincir
matahari, maka hati kita akan terjaga dari semua penyakit hati seperti sombong, iri hari,
dengki dll.

6. “Ya Salam!” apabila dizikirkan sebanyak 136 x, InsyaAllah jasmani & rohani kita
akan terhindar dari segala penyakit sehingga badan menjadi segar sihat & sejahtera.

7. “Ya Mukmin!” apabila dizikirkan sebanyak 236 x, InsyaAllah diri kita, keluarga &
segala kekayaan yang dimiliki akan terpelihara & aman dari segala macam gangguan
yang merosakkan.
8. “Ya Muhaimin!” apabila dizikirkan sebanyak 145 x sesudah solat
fardhu
Isyak, Insyaallah fikiran & hati kita akan menjadi terang & bersih.
9. “Ya ‘Aziz!” apabila dizikirkan sebanyak 40 x sesudah solat subuh, InsyaAllah, kita
akan menjadi orang yang mulia, disegani orang kerana penuh kewibawaan.
10.”Ya Jabbar!” apabila dizikirkan sebanyak 226 x pagi & petang, semua
musuh akan menjadi tunduk & patuh dengan izin Allah.
11. “Ya Mutakabbir!” apabila dizikirkan sebanyak 662 x, maka dengan kebijaksanaan
bertindak, kita akan dapat menundukkan semua musuh, bahkan mereka akan menjadi
pembantu yang setia

12.”Ya Khaliq!” dibaca mengikut kemampuan atau sebanyak 731x, InsyaAllah yang
ingin otak cerdas, cepat menerima sesuatu pelajaran , amalan ini akan memberikan otak
kita cerdas dan cepat tangkap (faham).

13.”Ya Baarii’!” sekiranya kita berada didalam kesukaran atau sedang sakit, dibaca
sebanyak 100 x selama 7 hari berturut-turut, InsyaAllah kita akan terlepas dari kesukaran
& sembuh dari penyakit tersebut.

14.”Ya Musawwir!” sekiranya seorang isteri yang sudah lama belum mempunyai anak,
maka cubalah ikhtiar ini dengan berpuasa selama 7 hari dari hari Ahad hingga Sabtu. Di
waktu hendak berbuka puasa, ambil segelas air & dibacakan “Ya Musawwir” sebanyak
21 x, kemudian diminum air tersebut untuk berbuka puasa. Bagi sang suami, hendaklah
berbuat perkara yang sama tetapi hanya dengan berpuasa selama 3 hari. Kemudian pada
waktu hendak berjimak, bacalah zikir ini sebanyak 10 x, InsyaAllah akan dikurniakan
anak yang soleh.

15.”Ya Ghaffaar!” sambil beri’tikaf (diam dalam masjid dalam keadaan suci) bacalah
zikir ini sebanyak 100 x sambil menunggu masuknya waktu solat Jumaat, InsyaAllah
akan diampunkan dosa-dosa kita.

16.”Ya Qahhaar!” dizikir menurut kemampuan atau sebanyak 306 x, maka hati kita akan
dijaga dari ketamakkan & kemewahan dunia & InsyaAllah orang-orang yang selalu
memusuhi kita akan sedar & tunduk akhirnya.

17. “Ya Wahhaab!” dizikir sebanyak 100 x sesudah solat fardhu, barang siapa yang selalu
didalam kesempitan, Insya Allah segala kesulitan atau kesempitan dalam soal apa pun
akan hilang.

18. “Ya Razzaq!” dizikir mengikut kemampuan sesudah solat fardhu khususnya solat
subuh, Insya Allah akan dipermudahkan rezeki yang halal & membawa berkat. Rezeki
akan datang tanpa diduga!! tetapi perlulah dilakukan dengan ikhtiar yang zahir.

19. “Ya Fattah!” dizikir sebanyak 71 x sesudah selesai solat subuh, InsyAllah hati kita
akan dibuka oleh Allah, sehingga mudah menerima nasihat agama.
20. “Ya ‘Aalim!” dizikir sebanyak 100 x setiap kali selesai solat
Maktubah, Insya Allah akan mendapat kemakrifatan yang sempurna.
21. “Ya Qaabidhu!” dizikirkan 100 x setiap hari, maka dirinya akan
semakin dekat dengan Allah & terlepas dari segala bentuk ancaman.
22. “Ya Baasithu!” Bagi mereka yang berniaga atau mempunyai usaha2 lain, kuatkanlah
usaha & berniaga itu dengan memperbanyakkan membaca zikir ini setiap hari,
InsyaAllah rezeki akan menjadi murah.

23. “Ya Khaa’fidh!” dizikirkan sebanyak 500 x setiap hari, dalam keadaan suci, khusyuk
& tawaduk, InsyaAllah segala maksud akan ditunaikan Allah. Juga apabila mempunyai
musuh, musuh itu akan jatuh martabatnya.

24. “Ya Raafi!” dizikirkan setiap hari, baik siang atau malam sebanyak 70 x, InsyaAllah
keselamatan harta benda di rumah, di kedai atau di tempat-tempat lain akan selamat &
terhindar dari kecurian.

25. “Ya Mu’izz!” dizikirkan sebanyak 140 x setiap hari, Insya Allah akan memperolehi
kewibawaan yang besar terutama ketua-ketua jabatan atau perniagaan.

26. “Ya Muzill!” Perbanyakkanlah zikir ini setiap hari, sekiranya ada orang berhutang
kepada kita & sukar untuk memintanya, InsyaAllah si penghutang akan sedar &
membayar hutangnya kembali.

27. “Ya Samii’!” Sekiranya inginkan doa kita makbul & pendengaran telinga kita tajam,
biasakanlah zikir ini setiap hari menurut kemampuan, lebih-lebih lagi sesudah solah
Dhuha, InsyaAllah doa akan mustajab.

28. “Ya Bashiir!” Dizikirkan sebanyak 100 x sebelum solat Jumaat, InsyaAllah akan
menjadikan kita terang hati, cerdas otak & selalu diberikan taufik & hidayah dari Allah.

29. “Ya Hakam!” dizikirkan sebanyak 68 x pada tengah malam dalam keadaan suci,
InsyaAllah dapat membuka hati seseorang itu mudah menerima ilmu-ilmu agama &
membantu kecepatan mempelajari ilmu- ilmu agama.
30. “Ya Adllu!” dizikirkan sebanyak 104 x setiap hari sesudah selesai
solat 5 waktu, InsyaAllah diri kita selalu dapat berlaku adil.
31. “Ya Lathiif!” Dengan memperbanyakkan zikir ini mengikut kemampuan, InsyaAllah
bagi para peniaga, ikhtiar ini akan menjadikan barangan jualannya menjadi laris & maju.

32. “Ya Khabiir!” Dengan memperbanyakkan zikir ini setiap hari, terkandung faedah
yang teramat banyak sekali sesuai dengan maksud zikir ini antara lain faedahnya ialah
dapat bertemu dengan teman atau anak yang telah terpisah sekian lama.

33. “Ya Haliim!” Dizikirkan sebanyak 88 x selepas solat lima waktu, bagi mereka yang
mempunyai kedudukan di dalam pemerintahan, syarikat atau apa saja, InsyaAllah
dipastikan kedudukannya tidak akan dicabar atau diungkit-ungkit atau tergugat.

34. “Ya ‘Aziim!” dizikirkan sebanyak 12 x setiap hari untuk orang yang sekian lama
menderitai sakit, InsyaAllah akan sembuh. Juga apabila dibaca 12 x kemudian ditiupkan
pada tangan lalu diusap-usap pada seluruh badan, maka dengan izin Allah akan terhindar
dari gangguan jin, jin syaitan & sebagainya.

35. “Ya Ghafuur!” bagi orang yang bertaubat, hendaklah memperbanyakkan zikir ini
dengan mengakui dosa-dosa & beriktikad untuk tidak mengulanginya, InsyaAllah akan
diterima taubatnya oleh Allah.

36. “Ya Syakuur!” dizikirkan sebanyak 40 x sehabis solat hajat, sebagai pengucapan
terima kasih kepada Allah, InsyaAllah semua hajat kita akan dimakbulkan Allah.
Lakukanlah setiap kali kita mempunyai hajat yang penting & terdesak.

37. “Ya ‘Aliy!” Untuk mencerdaskan otak anak kita yang bebal, tulislah zikir ini
sebanyak 110 x (** di dalam bahasa Arab bukan Bahasa Malaysia!!) lalu direndam pada
air yang dingin & diberikan si anak meminumnya, InsyaAllah lama kelamaan otak si
anak itu akan berubah cemerlang & tidak dungu lagi. InsyaAllah mujarab.

38. “Ya Kabiir!” Bagi seseorang yang kedudukannya telah dirampas atau dilucut gara-
gara sesuatu fitnah, maka bacalah zikir ini sebanyak 1,000 x selama 7 hari berturut-turut
dalam keadaan suci sebagai pengaduan kepada Allah. Lakukanlah sesudah solat malam
(tahajud atau hajat).

39. “Ya Hafiiz!” dizikir sebanyak 99 x, InsyaAllah diri kita akan terlindung dari
gangguan binatang buas terutamanya apabila kita berada di dalam hutan.

40. “Ya Muqiit!” Sekiranya kita berada di dalam kelaparan seperti ketika sesat di dalam
hutan atau di mana sahaja sehingga sukar untuk mendapatkan bekalan maknan, maka
perbanyakkan zikir ini. InsyaAllah badan kita akan menjadi kuat & segar kerana rasa
lapar akan hilang.

41. “Ya Hasiib!” Untuk memperteguhkan kedudukan yang telah kita jawat, amalkan zikir
ini sebanyak 777 x sebelum matahari terbit & selepas solat Maghrib, InsyaAllah akan
meneguhkan kedudukan kita tanpa sebarang gangguan.

42. “Ya Jaliil!” Barangsiapa mengamalkan zikir ini pada sepertiga malam yang terakhir,
InsyaAllah kita akan mendapati perubahaan yang mengkagumkan – perniagaan akan
bertambah maju. Andai seorang pegawai, maka tanpa
disedari kedudukan kita akan lebih tinggi dan terhormat & begitulah
seterusnya dengan izin Allah.
43. “Ya Kariim!” Untuk mencapai darjat yang tinggi & mulia di dunia mahupun di
akhirat kelak, maka amalkan zikir ini sebanyak 280 x ketika hendak masuk tidur.
Nescaya Allah akan mengangkat darjat mereka yang mengamalkan zikir ini.

44. “Ya Raqiib!” Bagi meminta pertolongan kepada Allah terhadap penjagaan barang
yang dikhuatirkan, maka zikirkan sebanyak 50 x setiap hari dengan niat agar barang-
barang yang dikhuatirkan yang berada di tempat yang jauh & sukar dijaga terhindar dari
sebarang kecurian mahupun gangguan lainnya. Bertawakkal & yakinlah kepada Allah.
InsyaAllah….

45. “Ya Mujiib!” Sesungguhnya Allah adalah Zat yang menerima doa hambaNya & agar
doa kita mustajab & selalu diterima Allah, hendaklah mengamalkan zikir ini sebanyak 55
x sesudah solat subuh. Insyaallah Tuhan akan mengabulkan doa kita.

46. “Ya Waasi!” Apabila di dalam kesulitan maka amalkan zikir ini sebanyak 128 x
setiap pagi & petang, InsyaAllah segala kesulitan akan hilang berkat pertolongan Allah.
Andai zikir ini sentiasa diamalkan, InsyaAllah Tuhan akan menjaga kita dari hasad
dengki sesama makhluk.

47. “Ya Hakiim!” Bagi pelajar atau sesiapa sahaja yang memperbanyakkan zikir ini
setiap hari, InsyaAllah akalnya akan menjadi cerdas & lancar didalam menghafal &
mengikuti pelajaran. Amalkanlah sekurang-kurangnya 300x setiap hari.

48. “Ya Waduud!” Amalkan zikir ini sebanyak 11,000 x pada setiap malam. InsyaAllah
kita akan menjadi insan yang sentiasa bernasib baik, disayangi & rumahtangga kita akan
sentiasa berada didalam keadaan harmoni.

49. “Ya Majiid!” Untuk ketenteraman keluarga di mana setiap anggota keluarga sentiasa
menyayangi & menghormati & khasnya kita sebagai ketua keluarga, maka amalkan zikir
ini sebanyak 99 x, sesudah itu hembuskan kedua belah tapak tangan & usap ke seluruh
muka. InsyaAllah semua anggota keluarga kita akan menyayangi & menghormati kita
sebagai ketua keluarga.

50. “Ya Baa’its!” Zikirkan sebanyak 100 x dengan meletakkan kedua tangan ke dada,
InsyaAllah akan memberi kelapangan dada dengan ilmu & hikmah.

51. “Ya Syahiid!” Apabila ada di kalangan anggota keluarga kita yang suka
membangkang dan sebagainya, maka zikirkan sebanyak 319 x secara berterusan setiap
malam sehingga si pembangkang akan sedar & berubah perangainya.

52. “Ya Haq”! Perbanyakkan zikir ini, InsyaAllah ianya sangat berfaedah sekali untuk
menebalkan iman & taat di dalam menjalankan perintah Allah.

53. “Ya Wakiil” Sekiranya terjadi hujan yang disertai ribut yang kuat, atau terjadi gempa,
maka ketika itu perbanyakkan zikir ini, InsyaAllah bencana tersebut akan menjadi reda &
kembali seperti sediakala.

54. “Ya Qawiy!” Amalkan zikir ini sebanyak mungkin agar kita tidak gentar apabila
berdepan dengan sebarang keadaan mahupun berdepan dengan si zalim.

55. “Ya Matiin!” Amalkanlah zikir ini sebanyak mungkin kerana ianya mempunyai
fadhilat yang besar sekali, antaranya untuk mengembalikan kekuatan sehingga musuh
merasa gentar untuk mengganggu.

56. “Ya Waliy!” Barangsiapa yang menjawat sebarang jawatan atau kedudukan, maka
amatlah elok sekali mengamalkan zikir ini sebanyak mungkin kerana dengan
izinNya,kedudukan kita akan kukuh & terhindar dari sebarang gangguan oleh orang-
orang yang bersifat dengki.
57. “Ya Hamiid!” Perbanyakkan zikir ini sebagai pengakuan bahawa
hanya Allah sahaja yang paling berhak menerima segala pujian.
58. “Ya Muhshiy!” Sekiranya kita inginkan diri kita digolongkan didalam pertolongan
yang selalu dekat dengan Allah (muraqabah), maka amalkan zikir ini sebanyak mungkin
sesudah solat 5 waktu.
59. “Ya Mubdiu!” Agar segala apa yang kita rancangkan akan berhasil,
maka zikirkan sebanyak 470 x setiap hari. InsyaAllah….
60. “Ya Mu’id!” Andai ada anggota keluarga yang menghilangkan diri dan sebagainya,
amalkan zikir ini sebanyak 124 x setiap hari sesudah solat. InsyaAllah dipertunjukkan
akan hasilnya.
61. “Ya Muhyiy!” amalkan zikir ini sebanyak 58 x setiap hari, InsyaAllah
kita akan diberikan kemuliaan darjat dunia & akhirat kelak.
62. “Ya Mumiit!” Barangsiapa memperbanyakkan zikir ini, InsyaAllah
akan dipermudahkan didalam perniagaan, berpolitik dan sebagainya.
63. “Ya Hayyu!” Untuk mencapai kekuatan mental/batiniah didalam
menjalani kehidupan, perbanyakkanlah zikir ini.
64. “Ya Qayyuum!” Telah berkata Imam Ghazali bahawa barangsiapa yang ingin
memperolehi harta yang banyak lagi berkat, ingin dikasihi oleh setiap manusia, ingin
berwibawa, ditakuti musuh & ingin menjadi insan yang terhormat, maka berzikirlah dgn
“Ya Hayyu Ya Qayyuum…”
sebanyak 1,000 x setiap malam atau siang hari. Hendaklah melakukannya
secara berterusan, Insya Allah akan tercapai segala hajat.
65. “Ya Waajid!” Andai berkeinginan keperibadian yang kukuh, tidak
mudah terpengaruh & teguh pendirian, maka perbanyakkan zikir ini.
66. “Ya Maajid!” Demi kecerdasan otak dan agar dipermudahkan hati untuk menerima
pelajaran, maka hendaklah pelajar tersebut memperbanyakkan zikir ini setiap hari.

67. “Ya Waahid!” Bagi pasangan yang belum mempunyai cahayamata & tersangat ingin
untuk menimangnya, amalkanlah zikir ini sebanyak 190 x setiap kali selesai menunaikan
solat 5 waktu selama satu bulan & selama itu juga hendaklah berpuasa sunat Isnin &
Khamis, Insya Allah…

68. “Ya Somad! Ketika dalam kelaparan akibat sesat atau kesempitan hidup, maka
pohonlah kepada Allah dengan zikir ini sebanyak mungkin. InsyaAllah, diri akan berasa
segar & sentiasa.

69. “Ya Qaadir!” Apabila kita berhajatkan sesuatu namun ianya selalu gagal, maka
amalkan zikir ini sebanyak 305 x setiap hari, Insya Allah segala hajat akan berhasil.

70. “Ya Muqtadir!” Agar tercapai tujuan yang dikehendaki, selain dari berikhtiar secara
lahariah, maka berzikirlah dengan zikir ini seberapa mampu sehingga ikhtiar kita itu
berhasil kerana zikir ini akan mempercepatkan keberhasilan hajat kita.

71. “Ya Muqaddim!” Menurut Imam Ahmad bin Ali Al-Buuniy, beliau berkata
“Barangsiapa yang berzikir dengan zikir ini sebanyak 184 x setiap hari, InsyaAllah,
nescaya segala usahanya akan berhasil.”
72. “Ya Muahkhir”! Bagi meninggikan lagi ketaatan kita kepada Allah,
perbanyakkanlah zikir ini.
73. “Ya Awwal!!” Barangsiapa yang mengamalkan zikir ini sebanyak 37 x setiap hari,
InsyaAllah segala apa yang dihajati akan diperkenankan Allah.
74. “Ya Aakhir!” Amalkan berzikir sebanyak 200 x sesudah solat 5 waktu selama satu
bulan, InsyaAllah Tuhan akan membuka pintu rezeki yang halal.

75. “Ya Dhaahir!” Amalkanlah zikir ini sebanyak 1,106 x selesai solat waktu di tempat
yang sunyi (khalwat), nescaya Allah akan membuka hijab padanya dari segala rahsia
yang pelik & sukar serta diberi kefahaman ilmu.
76. “Ya Baathinu!” Seperti no. 75 jugak, tetapi amalkan sebanyak 30 x
sesudah solat fardhu.
77. “Ya Waaliy!” Memperbanyakkan zikir ini setiap pagi & petang boleh menyebabkan
seseorang itu menjadi orang yang ma’rifat, iaitu hatinya dibuka oleh Allah. Difahamkan
para wali Allah selalu memperbanyakkan zikir ini

78. “Ya Muta’aAliy!” Sekiranya kita akan berjumpa dengan mereka yang berkedudukan
tinggi atau mereka yang sukar untuk ditemui, maka bacalah zikir ini sebanyak mungkin
sewaktu mengadap. InsyaAllah dengan mudah kita akan berjumpa dengannya & segala
hajat yang penting-penting akan berhasil.
79. “Ya Bar!” Amalkanlah zikir ini sebanyak mungkin setiap hari,
InsyaAllah segala apa yang kita hajati akan terlaksana dengan mudah.
80. “Ya Tawwaab!” Bagi orang yang selalu membuat dosa & ingin bertaubat maka
hendaklah memperbanyakkan zikir ini supaya dengan mudah diberikan petunjuk kembali
ke jalan yang lurus.

81. “Ya Muntaqim!” Jika kita berhadapan dengan orang yang zalim, supaya dia tidak
melakukan kezalimannya terhadap kita, maka hendaklah kita memperbanyakkan zikir ini
setiap kali sesudah solat fardhu. Insyaallah, kita akan mendpt pertolongan Allah.
82. “Ya ‘Afuww!” Barangsiapa memperbanyakkan zikir ini, nescaya dia
akan diampuni segala dosanya oleh Allah.
83. “Ya Rauuf!” Bagi sesiapa yang inginkan dirinya disenangi oleh teman atau sesiapa
sahaja yang memandangnya, amalkan zikir ini seberapa mampu samada pada waktu siang
mahupun malam.

84. “Ya Maalikul Mulki!” Seseorang pengarah atau ketua yang ingin kedudukan yang
kekal & tetap tanpa diganggu gugat, hendaklah selalu mengamalkan zikir ini sebanyak
212 x sesudah solat fardhu & 212 pada setiap malam selama sebulan. InsyaAllah akan
mendapat pertolongan Allah.

85. “Ya Zul Jalaali wal Ikraam!” Amalkanlah zikir ini sebanyak 65 x setiap hari selama
sebulan, InsyaAllah segala hajat kita akan tercapai dengan pertolongan Allah.

86. “Ya Muqsith!” Berzikirlah dengan zikir ini mengikut kemampuan, InsyaAllah Tuhan
akan menganugerahkan sifat adil kepada mereka yang mengamalkannya.

87. “Ya Jaami’!” Sekiranya ada dikalangan keluarga kita atau isteri kita yang lari dari
rumah, maka amalkanlah zikir ini sebanyak mungkin pada setiap hari dengan niat semoga
Allah menyedarkan orang tersebut. Dengan izin Allah orang yang lari itu akan pulang
dalam jangka waktu yang singkat.

88. “Ya Ghaniy!” Amalkanlah zikir ini pada setiap hari sebanyak mungkin, InsyaAllah
apa yang kita usahakan akan cepat berhasil & kekayaan yang kita perolehi itu akan
mendapat berkat.

89. “Ya Mughniy!” Mintalah kekayaan yang bermanfaat untuk kehidupan dunia &
akhirat kepada Allah dengan memperbanyakkan zikir ini, InsyaAllah segala hajat kita
akan tercapai.

90. “Ya Maani’!” Andai kita selalu mengamalkan zikir ini sebanyak 161 x pada waktu
menjelang solat subuh setiap hari, InsyaAllah kita akan terhindar dari orang-orang yang
zalim & suka membuat angkara.

91. “Ya Dhaarr!” Asma ini sangat berguna didalam ikhtiar kita untuk menyembuhkan
sesuatu penyakit yang mana sudah lama dihidapi & telah puas dihidapi & telah puas
diubati. Amalkanlah zikir ini sebanyak 1001 x pada setiap hari, InsyaAllah dengan ikhtiar
ini penyaki itu akan cepat sembuh.

92. “Ya Naafi’ “! Menurut Imam Ahmad Al-Buuniy, barangsiapa mengamalkan zikir ini
setiap hari, maka bagi orang yang sakit, sakitnya akan sembuh, & bagi orang yang susah
akan dihilangkan kesusahannya dengan izin Allah.

93. “Ya Nuur!” Menurut Sheikh Ahmad bin Muhammad As Shawi, barangsiapa yang
menghendaki kemuliaan yang agung & memperolehi apa yang dimaksudkan baik
kebaikan dunia mahupun kebaikandi akhirat kelak, maka hendaklah selalu berzikir
dengan zikir ini setiap pagi & petang.

94. “Ya Haadiy!” Bagi sesiapa yang dalam perjalanan ke suatu tempat tertentu, kemudian
ia tersesat, hendaklah ia memohon petunjuk Allah dengan memperbanyakkan zikir ini,
Insya Allah akan diberikan pertolongan Allah akan cepat lepas dari kesesatan tersebut.

95. “Ya Baadii!” Andai kita mempunyai rancangan yang sangat penting & bagi
memastikan rancangan kita itu berjaya & berjalan lancar, maka berzikirlah dengan zikir
ini sebanyak 500 x selepas solat fardhu. InsyaAllah Tuhan akan memberikan pertolongan
hingga rancangan kita berjaya & berjalan lancar.
96. “Ya Baaqy!” Amalkanlah zikir ini sebanyak mungkin tanpa mengira
batas waktu, InsyaAllah dengan ikhtiar ini semua perkerjaan yang telah
menjadi punca rezeki tidak akan mudah terlepas, perniagaan tidak akan
rugi atau bankrap dengan berkat zikir ini.
97. “Ya Waarits!” Sekiranya kita berzikir sebanyak 500 x selepas solat fardhu atau
sebagainya, supaya segala urusan kita itu berjalan lancar, maka hendaklah pada setiap
malam berzikir dengan zikir ini sebanyak 707 x. InsyaAllah berkat zikir ini Allah akan
memberi petunjuk sehingga usaha kita akan berhasil dengan baik & memberangsangkan.

98. “Ya Rasyiid!” Walaupun kita tergolong didalam golongan yang cerdas otak, namun
biasakanlah zikir ini sebanyak mungkin, nescaya otak kita akan menjadi bertambah
cerdas.

99. “Ya Shabuur!” Agar kita diberi kesabaran oleh Allah dalam segala hal, maka
perbanyakkanlah zikir ini menurut kemampuan. Dengan sifat sabar & penuh pengharapan
kepada Allah, maka segala usaha & upaya akan mencapai kejayaan.

Fadhilah membaca asma’ul husna lebih lanjut diungkapkan oleh Yusuf Ibn Ismail

An-Nahani pada kitab Sa’adah Ad-Daroin pada bab “khowashil Asma’il Ilahiyah yang

terdapat di lembar lampiran.

Berdoa dengan asma’ul husna juga dianjurkan rasulullah SAW. dalam hadist yang

terkenal dengan hadist syafa’at yang diriwayatkan imam Bukhari, dalam shahihnya,

“Kitabut Tauhid”, Bab “Kalamurrabi ‘Azza Wa Jalla Yaumal Qiyamati Ma’al Anbiyai

Wa Ghairihim.” (hadist no. 7510), yang berbunyi:


‫اد‬  ‫ر‬ ‫دم‬, ‫خأ‬‫ح‬‫ا كل‬‫د‬‫ ف‬,‫ا ينر‬‫ حت‬ ‫ب هد‬‫أ‬
‫دم‬‫حم ي‬‫ل‬‫و‬...….
(  
 ‫ا هاو‬)
“ ….Akan diilhamkan kepadaku (pada hari kaimat), pujian-pujian (kepada Allah),
yang pada saat ini aku tidak memuji dengan pujian tersebut. Aku akan memuji Allah
dengan pujian-pujian tersebut, dalam keadaan aku bersungkur sujud kepada Allah,
….”(Imam Al-Bukhari)
3.
Membaca Mengandung Unsur Menghafa

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata“menghafal” berasal dari kata“hafal”

yang berarti telah masuk di ingatan (tentang pelajaran), dapat mengucapkan di luar

kepala (tanpa melihat buku atau catatan lain).


Menghafal adalah devinisi membaca tanpa symbol-sismbol atau lambing
materil akan tetapi menggunakan symbol non materil.

Membaca seperti ini adalah bagian dari produk membaca (Burns, dkk. (1996: 6)

lebih lanjut ia mengatakan membaca adalah mengingat apa yang dipelajari sebelumnya
dan memasukkan gagasan-gagasan dan fakta-fakta baru, membangun asosiasi, menyikapi

secara personal kegiatan/tugas membaca sesuai dengan interesnya, mengumpulkan serta

menata semua tanggapan indera untuk memahami materi yang dibaca.


Sebuah penegasan tentang adanya hubungan kausal antara membaca
dengan menghafal adalah melalui firman Allah SWT yang berbunyi:
َْ َ ‫ك‬
: ‫ىلع‬ ‫ا( يس‬‫ت‬ َ ‫ ُِر‬ْ 
َ‫ف‬ ُ َ
6
)
“ Kami akan membacakan (Al Quran) kepadamu (Muhammad) maka
kamu tidak akan lupa.” (Departeman Agama Republik Indonesia,
1987:1051)

Secara implisit pengertian membaca dengan makna menghafal juga terjadi saat

wahyu pertama diturunkan Allah lewat malaikat jibril kepada nabi Muhammad di Goa

Hira yang persisnya nabi membaca tanpa tulisan dan ia membaca setelah di ulang

sebanyak 3 kali. Singkat ceritanya adalah ketika Malaikat Jibril menyuruh Muhammad

Rasulullah SAW dengan mengucapkan

ْ ‫( اَر‬baca!) dan Nabi menjawab: ‫ئ‬ِ ‫ب‬


‫ق ِإ‬ َِ ‫ َنَا‬‫ ( َم‬saya tidak bisa membaca ),

lalu malaikat Jibril mengulanginya lagi dan Nabi menjawab dengan perkataan yang sama.

Hal ini terulang sampai 3 kali. Kemudian Jibril membacakan ayat 1-5 dan mengulanginya

sampai beliau hafal dan tidak lupa lagi apa yang disampaikan Jibril tersebut ( Erwita

Aziz, 2003: 81)

Membaca asma’ul husna berarti pula mengafal hal ini diperkuat oleh kutipan tentang

penafsiaran ulama ahlussunah waljamaah mengenai asma’ul husna yakni:


‫م ظ‬‫و ء‬‫ا كلت ين‬‫ م‬‫ار‬‫" "ا‬
“memulyakan makna dari asma’ul husna dan menghafal apa yang ada
di pada asma’ul husna”(Muhammad bin Khalifah bin Ali:1999)
4.
Menyelami makna

Penjabaran arti membaca lebih lanjut oleh Burns, dkk. (1996: 6) bahwa aktifitas
membaca terdiri atas dua bagian, yaitu proses membaca dan produk membaca. Dalam

proses membaca ada sembilan aspek yang jika berpadu dan berinteraksi secara harmonis

akan menghasilkan komunikasi yang baik antara pembaca dan penulis. Komunikasi

antara pembaca dan penulis itu berasal dari pengkonstruksian makna yang dituangkan

dalam teks dengan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya.

Maka pengertian membaca dalam kontes menyelami makna asma’ul husna berarti

membaca adalah memberi arti kepada asma’ul husna itu sendiri sedangkan Makna

asma’ul husna lebih lengkap dalam tafsir-tafsir para ulama seperti pada
kitab Sa’adah Ad-Daroin karangan Yusuf Ismail An-Nahani pada babAs -Saadah
fi Khoasi Al-asmail Ilahiyah hal: 519, namun secara sederhana daftar makna

terjemah dari asma’ul husna dengan menggunakan dua bahasa sebagai bahan komparasi

konteks makna akan di bahas pada Bab II sub bahasan asma’ul husna sebagai sifat Allah.
5. Meneladan

Kata“meneladan” berasal dari kata“teladan” yang berarti sesuatu yang patut ditiru

atau baik untuk dicontoh (tentang perbuatan, kelakuan, sifat, dan sebagainya)
meneladan
berarti
meniru
atau
mencontoh.
(http://www.pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php).

Hakekat meneladan memlalui membaca pun diungkapkan oleh Adib Susila Siraj

bahwa, ada tiga hal yang akan terjadi ketika seseorang sebagai produk membaca yakni

afektif, kognitif, dan bahasa. Perilaku afektif mengacu pada perasaan, perilaku kognitif

mengacu pada pikiran, dan perilaku bahasa mengacu pada bahasa pembaca.

Membaca diartikan didevinisikan oleh Chambers dan Lowry (Burn, Roe dan Ross,

1984) bahwa membaca lebih dari sekedar mengenali kata-kata tetapi juga membawa

ingatan yang tepat, merasakan dan mendefinisikan beberapa keinginan, mengidentifikasi


sebuah solusi untuk memunuhi keinginan, memilih cara alternatif, percobaan dengan

memilih, menolak atau menguasai jalan atau cara yang dipilih, dan memikirkan beberapa

cara dari hasil yang evaluasi. hal tersebut secara keseluruhan termasuk respon dari

berpikir.

Stauffer (Petty & Jensen, 1980) menganggap bahwa membaca, merupakan

transmisi pikiran dalam kaitannya untuk menyalurkan ide atau gagasan. Selain itu,

membaca dapat digunakan untuk membangun konsep, mengembangkan perbendaharaan

kata, memberi pengetahuan, menambahkan proses pengayaan pribadi, mengembangkan

intelektualitas, membantu mengerti dan memahami problem orang lain, mengembangkan

konsep diri dan sebagai suatu kesenangan.

Dari uraian diatas maka membaca asamul husna (asma dan sifat Allah) adalah

kegiatan meneladan karena yang di baca adalah perbuatan, kelakuan, sifat, Allah yang

patut diteladani oleh makhluknya seperti yang di ungkapkan imam Al-Ghazali dengan

istilah “tahkolluq”. Meneladani ini melalui proses afektif, kognitif, dan bahasa sehingga

mampu membangun konsep dalam dirinya sehingga perbuatannya telah menjadi konsep

dan watak pada dirinya.


3.
Asma’ul husna dan Kandungan maknanya

Secara etimologis asma'ul husna berasal dari bahasa arab yakni ‫ء‬‫ا‬

dalam bentuk jamak dari kata ‫ ا‬artinya nama-nama dan ‫ى‬‫سح‬‫ ا‬artinya baik (Al-

Marbawi,1927:21). Secara terminology kata ini dapat ditemukan pada beberapa tafsir

surat Al-A’raf ayat 180, Asma’ul husna berasal dari kata ‫ء‬‫ ا‬artinya nama-

nama dan ‫ى‬‫سح‬‫ ا‬artinya baik berjumlah 99 nama (Tafsir Al-Jalalein), yang merupakan

lafadz bahkan sifat (Tafsir Al-Baidhawi) yang sebagiannya wajib di implementasikan

dalam akhlak (Tafsir Nasfi).


Secara lugas asma’ul husna diartikan sebagai seluruh asma Allah yang maha

indah, berbentuk asma dan sifat, menunjukan pelbagai sifat, memiliki dilalah dalam dzat

dan sifat-Nya yang ditetapkan berdasarkan wahyu yang bukan

S-ar putea să vă placă și