Sunteți pe pagina 1din 13

Drh.

Ardilasunu Wicaksono
Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor

Anemia
Anemia dapat diartikan sebagai penurunan eritrosit, penurunan
hemoglobin, dan penurunan nilai PCV. Anemia bukan suatu penyakit melainkan
merupakan suatu gejala klinis dari penyakit yang muncul sebagai suatu respons
sekunder. Anemia dapat terjadi akibat hilangnya darah di bagian perifer akibat
dari hemoragi atau hemolisis, dan dapat disebabkan karena produksi eritrosit
yang inefektif akibat dari penurunan proliferasi prekursor eritrosit atau penurunan
pembelahan eritrosit atau adanya ketidaksempurnaan di dalam sintesis
hemoglobin atau menurunnya produksi hemoglobin.

Kuda dengan mukosa konjungtiva yang anemis

Anemia pada hewan yang dapat dipengaruhi oleh umur, spesies, ras, dan
lokasi geografis. Peningkatan jumlah eritrosit berlangsung selama proses
pertumbuhan sampai dewasa, lamanya bervariasi pada setiap spesies. Pada
anjing, dicapai pada umur empat sampai enam bulan, pada kuda dicapai umur 1
tahun. Pada kebanyakan spesies, eritrosit bertambah besar saat kelahiran, dan
Mean Corpuscular Volume (MCV) menurun ketika fetal eritrosit digantikan. Faktor
ini sangat penting untuk diperhatikan ketka menilai hemograms pada hewan
muda. Beberapa faktor seperti malnutrisi dan parasit akan memperlambat waktu
pencapaian jumlah eritrosit. Pada anjing dan kuda, ras mempengaruhi jumlah
eritrosit. Kuda tunggang memiliki jumlah eritrosit yang lebih sedikit dibandingkan
dengan kuda pacu. Beberapa ras anjing seperti greyhounds dan whippets
memiliki jumlah eritrosit yang lebih banyak dibandingkan ras anjing lainnya.
Ardilasunu Wicaksono 2009

Hewan yang menetap di dataran tinggi memiliki jumlah eritrosit yang lebih
banyak. Ketika menilai hemograms pada hewan, faktor-faktor di atas harus
diperhatikan dan dipertimbangkan untuk menilai kondisi eritrosit yang normal
atau pada keadaan anemia.
Anemia diklasifikasikan menjadi tiga berdasarkan morfologi, aktivitas
sumsum tulang dan kausalitas. Berdasarkan morfologi yaitu anemia normositik-
normokromik, makrositik-normokromik, makrositik-hipokromik, mikrositik-
normokromik, dan mikrositik-hipokromik. Berdasarkan aktivitas sumsum tulang
dibagi atas anemia regeneratif dan nonregeneratif. Berdasarkan kausalitas
antara lain anemia hemoragika, hemolitika, dan dishemopoietika.

Anemia didasarkan aktivitas sumsum tulang


Anemia yang didasarkan pada ada tidaknya retikulositosis di dalam darah
melalui pemeriksaan preparat ulas darah
Anemia Regeneratif (responsive)
Pada anemia regeneratif, sumsum tulang secara aktif mampu untuk
merespons adanya kondisi anemia. Anemia ini dikarenakan adanya hemoragi
atau hemolisis. Adanya respons sumsum tulang merupakan indikasi dari efek
patologi primer di luar sumsum tulang. Respons terhadap anemia berupa
peningkatan produksi eritrosit dan peningkatan pelepasan eritrosit muda/
retikulosit. Pada pemeriksaan preparat ulas darah dapt terlihat adanya
retikulositosis, polikromasia dan anisositosis
Erirosit yang belum matang akan dilepaskan dari sumsum tulang normal
dalam jumlah yang banyak sebagai respons terhadap anemia. Secara normal
retikulosit tidak ditemukan di dalam darah kuda, domba, kambing, dan sapi
sehat,namun normal pada anjing dengan jumlah kurang dari satu persen, pada
kucing kurang dari 0,4 persen dan pada babi kurang dari dua persen. Jika
diwarnai dengan pewarnaan supravital (new methylen blue, brilliant cresyl blue)
pada preparat ulas darah, maka akan terlihat retikulosit memiliki ribosom (RNA)
yang akan muncul sebagai granula biru berwarna biru.
Ardilasunu Wicaksono 2009

Anemia regeneratif dengan polikromatofilik eritosit dan anisositosis. Eritrosit


dengan nukleus (metarubisit) terlihat di bagian atas-kiri gambar dan bersifat
basofilik

Anemia nonregeneratif (unresponsive)


Pada anemia ini terjadi penurunan produksi eritrosit dimana sumsum
tulang tidak mampu merespons terhadap adanya anemia. Hal ini bisa
diindikasikan sebagai adanya disfungsi atau gangguan sumsum tulang primer
dan adanya supresi pada proses eritropoiesis oleh penyebab extra-medullary.
Anemia jenis ini merupakan komplikasi dari adanya penyakit sistemik,
terutama penyakit inflamasi dan neoplastik. Jika terdapat pansitopenia dimana
terdapat peningkatan jumlah eritrosit, leukosit, dan penurunan jumlah trombosit
atau terdapat bisitopenia dimana dua dari tiga jenis sel di atas menurun, maka itu
dapat mengindikasikan adanya penyakit pada sumsum tulang.
Gangguan dan kondisi yang dapat mengakibatkan anemia nonregeneratif
antara lain:
 Penyakit inflamasi (kronis primer)
Agen infeksius bakterial, fungal, viral, protozoa, dan parasit
Agen non-infeksius
Gagal ginjal kronis, juga menyebabkan normositik-normokromik
anemia
Anemia karena penyakit kronis dapat terjadi ringan sampai parah,
nonregeneratif, normokromik, dan normositik. Ini adalah anemia yang paling
sering terjadi pada hewan. Anemia ini juga dapat menyebabkan inflamasi atau
infeksi kronis, neoplasia, penyakit hati, hiper atai hipoadrenokortisisme, atau
hipotiroidisme. Anemia dimediasi oleh produksi sitokin yang dikeluarkan sel
Ardilasunu Wicaksono 2009

radang yang menyebabkan penurunan kemampuan pengadaan zat besi, daya


tahan eritrosit, dan kemampuan sumsum tulang untuk beregenerasi.
Penyakit ginjal kronis sering menyebabkan anemia nonregeneratif pada
hewan. Eritropoietin secara normal diproduksi oleh sel endotel peritubular dari
korteks ginjal. Hewan dengan penyakit ginjal memproduksi sedikit eritropoietin
sehingga proses eriropoiesis tidak berjalan normal mengakibatkan anemia.

 Penyakit yang menyebabkan hipoplasia dan aplasia pada sumsum tulang


Myelitis akibat agen bakterial, fungal, viral, dan protozoa
Toksikosis oleh zat kemoterapeutik, hormon estrogen,
phenylbutazone
Efek iradiasi
Marrow replacement akibat adanya neoplasia, erithroid
hiperplasia, myelofibrosis, dan osteopetrosis

Osteopetrosis dilihat pada A. Osteopetrosis


tulang radius anjing B. Osteonecrosis

Myelodisplasia merupakan sindrom preleukemik yang ditandai dengan


gangguan hematopoiesis, menyebabkan anemia nonregeneratif dan sitopenia
lainnya. Myelodisplasia terjadi pada anjing, kucing, dan manusia. Penyakit ini
dapat terjadi secara primer dan sekunder dan biasa ditemukan pada kasus feline
leukemia pada kucing. Sindroma primer kemungkinan muncul akibat dari mutasi
stem sel. Sindroma sekunder disebabkan oleh neoplasia atau terapi obat.
Myelofibrosis merupakan penyakit pada sumsum tulang dimana terjadi
penggantian elemen sumsum dengan jaringan fibrosis. Hal ini pernah ditemui
pada anjing, kucing, kambing, dan manusia. Myelofibrosis dapat menjadi akibat
dari malignansi, anemia hemolitika immune-mediated, iradiasi tubuh, dan anemia
kongenital (misalkan pada defisiensi piruvatkinase). Pada akut dan subakut
Ardilasunu Wicaksono 2009

infeksi lentivirus yang menginduksi equine infectious anemia memperlihatkan


lesio berupa hiperplasia sumsum tulang dan diseritropoiesis, adanya vaskulitis,
dan meningiencephalitis granulomatosa.

 Penyakit yang menyebabkan erythroid hypoplasia atau ketidakmampuan


eritropoiesis (tanpa adanya hipoplasia sumsum tulang)
Aplasia eritrosit
FeLV yang menginduksi erythroid hypoplasia
Gangguan nutrisi seperti Fe, Cu, Folat atau defisiensi vitamin B12
Gangguan endokrin antara lain hypothyroidism,
hypoadrenocorticism, dan hypoandrogenism
Penyakit pada hati (menyangkut aliran portal sistemik)

Anemia karena defisiensi nutrisi terjadi ketika mikronutrien yang


dibutuhkan untuk pembentukan eritrosit tidak dalam keadaaan yang mencukupi.
Anemia berkembang perlahan dan dimungkinkan untuk eritrosit beregenerasi,
namun dapat juga menjadi nonregeneratif. Kelaparan dapat menyebabkan
anemia dikombinasikan dengan defisiensi vitamin dan mineral yang berakibat
pada ketidakseimbangan protein dan energi. Defisiensi yang sering
menyebabkan anemia antara lain besi, Cu, B12, B6, riboflavin, niacin, vitamin E,
dan vitamin C.
Defisiensi zat besi sering terjadi pada hewan anjing dan anak babi, tetapi
dapat juga terjadi pada kuda, kucing, dan ruminansia. Defisiensi zat besi lebih
merupakan respons sekunder akibat kehabisan darah bukan karena kekurangan
nutrisi. Hewan muda hanya memiliki persediaan zat besi yang minimum, dan
susu yang diminum hanya mengandung sedikit zat besi. Hal ini sangat penting
bagi anak babi yang sedang tumbuh kembang yang biasa dipelihara dalam
ruang tertutup dengan sedikit pemberian zat besi. Dengan demikian suplemen
zat besi peroral perlu ditambahkan sebagai langkah treatment dan sumber
penyebab kehilangan darah perlu dihilangkan.
Defisiensi cuprum dapat terjadi pada ruminansia karena ketidakcukupan
zat ini di dalam pakan. Cuprum diperlukan untuk metabolisme zat besi. Defisiensi
cuprum terjadi secara sekunder pada pakan sapi yang tinggi kandungan
molibdenum dan sulfat serta pada pakan babi yang tinggi kandungan whey.
Ardilasunu Wicaksono 2009

Kondisi ini dapat dilihat dengan rendahnya konsentrasi cuprum di dalam darah
atau rendahnya konsentrasi cuprum pada biopsi organ hati.
Defisiensi vitamin B cukup jarang terjadi. Beberapa obat (antikonvulsan,
obat yang dapat mengganggu metabolisme folat) dapat menyebabkan defisiensi
folat dan kobalamin yang mengakibatkan anemi normositik, normokromik, dan
nonregeneratif. Malabsorbsi kobalamin pernah terjadi pada anjing ras Giant
Schnauzers dimana eritrosit tidak mampu untuk menyerap kobalamin. Defisiensi
kobalamin sekunder dapat terjadi pada ruminansia dikarenakan mengkonsumsi
rerumputan yang rendah cobalt.
Penyakit sumsum tulang primer dari berbagai sebab dapat menyebabkan
anemia nonregeneratif dan pansitopenia. Pertama kali yang terkena dampak
adalah granulosit diikuti oleh platelets dan terakhir eritrosit. Anemia aplastik
pernah ditemukan pada anjing, kucing, ruminansia, kuda, dan babi dengan tanda
pansitopenia dan hipoplasia sumsum tulang yang digantikan oleh lemak.
Kebanyakan kasus bersifat idiopatik, namun pernah ditemukan dengan kausa
infeksi (feline leukemia virus, Ehrlichia), terapi obat, ingesti toksin, dan iradiasi
tubuh.
Pada aplasia eritrosit murni (pure red cell aplasia) dampak hanya terjadi
pada barisan eritrosit. Hal ini ditandai dengan anemia nonregeneratif disertai
deplesi parah dari prekursor eritrosit pada sumsum tulang. Kondisi ini pernah
dilaporkan pada anjing dan kucing, bisa terjadi secara primer maupun sekunder.
Pada kasus primer, kebanyakan immune-mediated dan sering karena respon
imunosupresif. Pada Feline leukemia pada kucing positif terdapat aplasia eritrosit
murni.
Leukemia primer jarang terjadi pada hewan domestik namun pernah
dilaporkan pada anjing, kucing, sapi, kambing, domba, babi, dan kuda. Leukemia
terjadi pada barisan sel limfoid dan myeloid yang dapat bersifat secara akut
maupun kronis. Kebanyakan hewan yang terkena ditandai dengan anemia
nonregeneratif, neutropenia, dan trombositopenia. Leukemia akut ditandai
dengan infiltrasi sumsum tulang oleh sel darah yang sudah hancur yang
biasanya merupakan respon dari kemoterapi. Leukemia kronis ditandai dengan
produksi yang berlebih dari sel hematopoietik yang jarang mengakibatkan
anemia.
Ardilasunu Wicaksono 2009

Anemia didasarkan pada kausalitas


Disebut juga anemia karena kehilangan darah

Anemia Hemoragika
Anemia jenis ini disebabkan karena kejadian hemoragi akut dan kronis.
Pada hemoragi akut, terjadi kehilangan darah dalam jumlah yang sangat nyata
dimana sebesar lebih dari dua puluh persen dari total volume darah. Hal ini
terjadi dalam waktu yang singkat akibat adanya kerusakan pada pembuluh darah
secara pereksis yang bisa diakibatkan oleh trauma, operasi atau racun warfarin.
Pada hemoragi kronis, terjadi kehilangan darah dalam jumlah sedikit namun
terjadi berangsur-angsur dalam jangka waktu yang lama secara perdiapedesis.
Hal ini dapat disebabkan oleh infeksi parasit seperti haemonchosis, koksidiosis,
dan ankilostomiasis, dan karena kausa tumor.
Konsekuensi penting dari hemoragi kronis adalah kehabisan
penyimpanan zat besi di dalam tubuh, yang mengakibatkan gangguan proses
eritropoiesis. Hal ini dapat terjadi pada penyakit infeksi atau infestasi parasit
seperti bovine pediculosis, infestasi kutu yang parah pada anak anjing dan anak
kucing, serta hookworms pada anak anjing. Immune-mediated trombositopenia
kronis pada anjing dan neoplasma gastrointestinal pada hewan tua juga
menyebabkan defisiensi zat besi yang berakibat terjadinya hemoragi kronis.
Carsinoma intestinal berdarah dan limfosarcoma pada anjing juga dapat
mengakibatkan anemia, penyakit tersebut harus diperhatikan ketika
mendapatkan penurunan zat besi pada nilai hemogram darah.

Gambaran eritrosit dari anjing yang mengalami kehilangan darah yang kronis
menyebabkan anemia karena defisiensi zat besi
Ardilasunu Wicaksono 2009

Anemia Hemolitika
Anemia jenis ini muncul apabila keadaan anemia yang diikuti dengan
ketidakmampuan sumsum tulang untuk melakukan kompensasi akibat
peningkatan kerusakan eritrosit. Hal ini biasanya terdiagnosa melalui adanya
anemia regeneratif yang nyata tanpa hipoproteinemia atau tanda lain dari adanya
blood lost. Kerusakan eritrosit dapat disebabkan oleh faktor intravaskuler,
ekstravaskuler, ataupun keduanya. Pemeriksaan preparat ulas darah menjadi
penting dilakukan untuk menemukan penyebab anemia, misalnya parasit darah,
Heinz bodies, atau oleh proses immune-mediated hemolytic.
Hemolisis intravaskuler merupakan destruksi eritrosit yang terjadi di
dalam sirkulasi melalui ruptur membra sel eritrosit disertai pelepasan hemoglobin
ke plasma. Penyebabnya antara lain parasit darah (Babesia sp), infeksi bakteri
(Leptospirosis, Clostridium perfringens tipe A dan C hemolyticum), bahan kimia
(fenotiazin, methylene blue). Hemolisis intravaskuler terjadi lebih akut dan lebih
parah dibandingkan dengan hemolisis ekstravaskuler. Keadaan ini dapat
menyebabkan hemoglobinemia, hemoglobinuria, dan ikterus.
Sejumlah kelainan dapat terjadi selama proses sintesa porfirin dan hasil
penguraian senyawa porfirin akan membentuk pigmen empedu yaitu bilirubin.
Gangguan dalam metabolisme bilirubin selanjutnya akan memunculkan keadaan
klinis yang sering dijumpai yaitu ikterus. Ikterus disebabkan adanya kenaikan
kadar bilirubin karena sintesanya yang berlebih atau gangguan ekskresinya,
biasanya muncul pada sejumlah penyakit yang berkisar dari anemia hemolitika
hingga hepatitis serta penyakit kanker pankreas.
Hemolisis ekstravaskuler dikarenakan adanya destruksi eritrosit secara
fagositosis oleh makrofag RES di dalam limpa ataupun hati. Penyebabnya
adalah parasit darah (Anaplasma sp, Babesia sp, Haemobartonella sp,
Eperythrozoon sp dan Trypanosoma sp), Immune-mediated. Defisiensi enzim
piruvatkinase (pada anjing ras Basenji dan Beagle), defisiensi enzim
fosfofruktokinase (pada anjing ras Springer spaniel), porfiria, dan toksin. Pada
kasus ini tidak dijumpai kondisi hemoglobinemia dan hemoglobinuria, namun
terjadi ikterus, splenomegali dan hepatomegali.
Pada kondisi autoimun anemia hemolitika, sistem imun menghancurkan
eritrosit secara dini dan melebihi daya produksi eritrosit normal. Ras anjing yang
paling rentan dari kondisi ini antara lain English sheep dog, cocker spaniel, dan
poodle serta lebih rentan pada hewan betina dibandingkan hewan jantan. Lesio
Ardilasunu Wicaksono 2009

yang terlihat adalah adanya kepucatan pada gusi, atau berwarna kekuningan
yang dikarenakan oleh ikterus akibat dari efek prehepatik penghancuran eritrosit
dalam jumlah yang banyak. Penurunan jumlah eritrosit yang bersirkulasi di dalam
tubuh menyebabkan penurunan konsentrasi oksigen terhadap jaringan.
Kebanyakan anjing mengalami kematian pada beberapa hari pertama
dikarenakan gangguan ginjal, hati, dan gagal jantung atau dikarenakan
kekurangan banyak darah.
Terdapat dua jenis abnormalitas dari sintesa heme yang terjadi pada sapi.
Yang pertama Congenital erythropoietic porphyria, terdapat pada bangsa sapi
Holstein dan Shorthorn dan kasus ini ditandai dengan kelainan warna pada
tulang dan gigi menjadi merah kecoklatan yang dikarenakan adanya akumulasi
porphyrin. Photodinamic porphyrin akan bersikulasi di dalam darah dan
mengakibatkan fotosensitifitas dari kulit yang tidak berpigmen dan
mengakibatkan anemia hemolitika. Akumulasi dari porphyrin yang berlebih
berakibat terjadinya kerusakan dini dari eritrosit yang sudah matang dan
berkembang. Yang kedua adalah Bovine erythropoietic protoporphyria,
merupakan kelainan bawaan pada sintesa heme dan enzim untuk mensintesa
heme, yang menyebabkan akumulasi protoporphyrin pada jaringan dan eritrosit.
Kasus ini sering terjadi pada sapi bangsa Limousin atau Limousin silangan.
Fotosensitifitas hanya merupakan manifestasi klinik dari suatu penyakit, pada
kasus ini tidak terjadi kelainan warna merah kecoklatan pada tulang atau anemia.
Congenital porphyria pernah ditemukan pada kucing ras Siamese dan domestic
short-hair yang memiliki tanda yang sama dengan kasus congenital
erythropoietic porphyiria pada sapi yaitu adanya kecoklatan pada gigi, lesio
fotosensitifitas, dan anemia hemolitika.
Terdapat dua abnormalitas enzim glikolotik bawaan pada anjing. Yang
pertama adalah defisiensi enzim pIruvatekinase pada anjing ras Basenji, Beagle,
dan West Highland White Terrier menyebabkan anemia hemolitika parah yang
ditandai dengan retikulositosis. Blokade pada bagian distal jalur Embden-
Meyerhof menyebabkan ketidakmampuan sintesa adenosin triphosphate (ATP)
yang dapat memperpendek masa hidup eritrosit. Banyak dari hewan terjadi
myelofibrosis dan mati akibat gangguan dari proses eritropoiesis. Yang kedua
adalah defisiensi enzim phosphofruKtokinase yang telah ditemukan pada ras
anjing English Springer Spaniel dan American Cocker Spaniel. Pada kasus ini,
kejadian anemia hemolitika lebih ringan jika dibandingkan pada kasus defisiensi
Ardilasunu Wicaksono 2009

enzim pyruvate kinase. Eritrosit menjadi lebih sensitif terhadap perubahan pH


dan lebih mudah terjadi anemia hemolitika ketika beraktivitas, pada waktu
panting mengakibatkan alkalosis.
Anemia dishemopoietika merupakan gangguan proses pembentukan sel
eritrosit karena adanya penurunan eritropoiesis atau adanya eritropoiesis yang
tidak sempurna/ cacat. Penurunan eritropoiesis disebabkan antara lain oleh
penyakit ginjal, penyakit endokrin, penyakit kronis, sitotoksik perusak sumsum
tulang, dan infeksi trychostrongyles. Eritropoiesis tidak sempurna dikarenakan
oleh defisiensi unsur pembentuk heme (Cu, Fe), pemberian obat-obatan
(estrogen), fenbendazole, dan kloramfenikol pada kucing.

Anemia didasarkan pada morfologi eritrosit

Anemia yang didasarkan pada ukuran dan intensitas warna eritrosit serta
indeks eritrosit (MCV dan MCHC). Ukuran eritrosit normal dinamakan normositik,
membesar disebut makrositik, dan mengecil disebut mikrositik. Untuk kadar
hemoglobin dalam darah normal disebut normokromik, sedangkan pucat
dinamakan hipokromik.
Anemia normositik-normokromik memiliki nilai MCV dan MCHC yang
normal. Pada preparat ulas darah, ukuran eritrosit seragam. Penyebab anemia
jenis ini antara lain defisiensi eritropoietin, depresi sumsum tulang, hemoragi
akut, hemolisis, penyakit kronis misalnya gagal ginjal kronis, dan gangguan
endokrin. Kebanyakan kejadian anemia dimulai dengan anemia jenis ini, dan jika
berlangsung persisten maka dapat menimbulkan anemia nonregeneratif.
Anemia makrositik-hipokromik teemasuk dalam anemia regeneratif
dimana nilai MCV meningkat (makrositik) dan MCHC menurun (hipokromik).
Pada pengamatan preparat ulas darah terlihat polikromasia, retikulositosis,
makrositosis, dan anisositosis. Anemia jenis ini disebabkan oleh hemoragi dan
hemolisis.
Anemia makrositik-normokromik ditandai dengan nilai MCV meningkat
(makrositik) dan MCHC yang normal (normokromik) dimana terjadi defek di
dalam pematangan eritrosit. Pada preparat ulas darah terlihat polikromasia,
makrositosis, dan anisositosis. Penyebab anemia ini antara lain defisiensi vitamin
B12 atau asam folat, penyakit intestinal kronis, penyakit hati parah, splenektomi,
gangguan mieloploriferatif dan efek kemoterapi kanker.
Ardilasunu Wicaksono 2009

Anemia mikrositik-hipokromik memiliki nilai MCV menurun (mikrositik) dan


nilai MCHC yang juga menurun (hipokromik). Pada preparat ulas darah terlihat
mikrositosis, leptosotosis, hipokromia, dan anisositosis. Anemia jenis ini
disebabkan oleh defek sintesis hemoglobin karena defisiensi besi, defisiensi
piridoksin (Vit B6), gangguan sintesis globin (misalkan pada talasemia yang
merupakan penyakit hemoglobin kongenital).
Anemia mikrositik-normokromik dengan MCV menurun dan MCHC
normal merupakan keadaan yang noermal khas pada anjing ras Japanese Akita
yang memang secara normal memiliki ukuran eritrosit yang kecil. Anemia
normositik-hipokromik yang ditandai dengan MCV normal dan MCHC menurun
merupakan indikasi awal defisiensi zat besi.

Chicken Anemia Virus

Infeksi Chicken Anemia Virus (CAV) merupakan suatu penyakit viral yang
bersifat akut pada ayam muda, yang ditandai dengan adanya anemia aplastika
dan atrofi organ limfoid yang mengakibatkan terjadinya efek imunosupresif.
Dengan adanya pengaruh imunosupresif, maka infeksi CAV sering ditemukan
bersama infeksi sekunder oleh virus, bakteri, atau jamur. Chicken anemia virus
mempunyai peranan yang penting sebagai salah satu penyebab sejumlah
penyakit multifaktorial yang menimbulakn sindrom hemoragik dan anemia
aplastika.
Lesio patologis yang selalu ditemukan pada infeksi CAV adalah atrofi
timus. Atrofi pada timus dapat berakibat adanya regresi yang hampir menyeluruh
pada organ tersebut sehingga warnanya menjadi coklat kemerahan.
Sehubungan dengan adanya peningkatan resistensi yang terkait dengan
pertambahan umurayam, maka atrofi pada timus merupakan lesi yang lebih
konsisten dibandingkan dengan lesi pada sumsum tulang. Di samping itu,
ditemukan juga atrofi sumsum tulang yang tersifat untuk penyakit tersebut.
Sumsum tulang pada femur terlihat lebih berlemak dan berwarna kekuningan
atau merah muda. Pada sejumlah kasus tertentu, sumsum tulang dapat
berwarna merah hitam.
Perubahan pada bursa fabrisius yang berbentuk atrofi lebih jarang
ditemukan. Pada beberapa kasus, dinding bagian luar bursa fabrisius berubah
menjadi lebih tembus pandang sehingga plika dapat terlihat dengan jelas.
Ardilasunu Wicaksono 2009

Kadang-kadang pada infeksi CAV dapat ditemukan adanya pembengkakan dan


perubahan warna belang pada hati, pendarahan mukosa proventrikulus,
perdarahan jaringan subkutan dan otot. Lesio pada jaringan-jaringan tersebut
diperkirakan erat hubungannya dengan anemia berat akibat penyakit tersebut.
Secara histopatologi, lesio pada anak ayam yang menderita anemia
dapat digolongkan sebagai panmieloptisis dan atrofi limfoid yang bersifat umum.
Pada sumsum tulang ditemukan adanya atrofi dan aplasia pada semua
kompartemen dan jaringan hematopoietik. Terkadang dapat ditemukan adanya
nekrosis dari sejumlah kumpulan sel berbentuk foki yang tersisa. Sel-sel
hematopoietik akan digantikan oleh jaringan adiposus atau sel-sel yang
berploriferasi. Daerah yang mengalami regenerasi yang ditandai oleh adanya
proeritroblas dapat ditemukan pada hari ke-16 sampai ke-18 pasca infeksi
buatan. Ayam yang dapat bertahan akan mengalami hiperplasia sumsum tulang
pada hari ke-24 sampai ke-32 pasca infeksi.
Darah pada anak ayam yang yang menderita infeksi CAV berat biasanya
lebih encer, waktu endap darah meningkat dan plasma lebih pucat dari normal.
Nilai hematokrit pada hari ke-14 sampai ke-20 pasca infeksi berkisar antara 10-
20 gram % dan dapat menurun sekitar 6 gram % pada ayam yang sekarat. Pada
ayam yang dapat bertahan, gambaran hematokrit dapat kembali normal sekitar
hari ke-32 pasca infeksi. Nilai hematokrit yang rendah disebabkan oleh
pansitopenia yang ditandai oleh adanya penurunan jumlah eritrosit, leukosi, dan
trombosit. Pada infeksi CAV dapat juga ditemukan adanya anisositosis dan
bentuk muda dari eritrosit, granulosit, dan trombosit.
Ardilasunu Wicaksono 2009

Daftar pustaka
Carlton WW dan McGavin MD. 1995. Thomson’s Special Veterinary Pathology
2nd edition. USA: Mosby-Year Book.

King LG et al. 2008. Anemia of Chronic Renal Failure in Dogs. Journal of


Veterinary Internal Medicine. Vol. 6 Issue 5, page 264-270

Mardiani TH. 2004. Metabolisme Heme. Fakultas Kedokteran Bagian Biokimia,


Universitas Sumatera Utara

Piero FD. 2000. Equine Viral Arteritis. Vet Pathol 37: 287-296

Stokol T et al. 2000. Idiopathic Pure Red Cell Aplasia and Nonregenerative
immune-mediated Anemia in Dogs. Journal of American Veterinary
Medical Association. Vol. 216 No. 9, page 1429-1436

Tabbu CR. 2000. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya. Yogyakarta: Penerbit


Kanisius

Wahyuwardani S dan Syafriati T. 2003. Infeksi Chicken Anemia Virus (CAV):


Etiologi, Epidemiologi, Gejala Klinis, Gambaran Patologi dan
Pengendaliannya. Wartazoa Vol. 15 No. 3

www.diaglab.vet.cornell.edu [ 8 Maret 2009 ]

www.media.shozu.com [8 Maret 2009]

www.merckvetmanual.com/mvm/index.jsp?cfile=htm/bc/10200.htm [ 8 Maret
2009 ]

www.path.sunysb.edu [8 Maret 2009 ]

www.scielo.br [ 8 Maret 2009 ]

www.upei.ca/~cidd/Diseases/immune%20disorders/autoimmune%20hemolytic%
20anemia.htm [ 8 Maret 2009 ]

S-ar putea să vă placă și