Sunteți pe pagina 1din 3

Becoming The Real Success

Try not to become a man of success but rather try to become a man of value
Albert Einstein

Barusan saya menerima telpon dari seorang pembaca buku Manage Your Mind for
Success. Pak Budi, sebut saja begitu, bertanya mengenai jadwal seminar publik yang
akan saya lakukan dalam waktu dekat. Setelah berbincang beberapa saat saya
mendengar keluhan, “Pak, saya merasa diri saya gagal. Bagaimana caranya agar bisa
cepat sukses?”

”Pak, yang pertama saya ingin sampaikan adalah saya salut dan bangga karena
mengenal Bapak. Bapak adalah orang sukses,” jawab saya. ”Pak Adi bercanda, ya?
Lha, saya yang merasa gagal kok malah dikatakan sebagai orang sukses,” tanyanya
lagi dengan sedikit bingung.

”Begini ya Pak. Tidak ada yang namanya kegagalan. Bapak sejak lahir telah menjadi
orang sukses. Sukses ada dua macam. Sukses mencapai keberhasilan dan sukses
mencapai ketidak-berhasilan, yang oleh kebanyakan orang disebut sebagai kegagalan,”
jawab saya sedikit filosofis. ”Apa maksudnya? Kok saya baru dengar kalau ada
namanya sukses mencapai ketidak-berhasilan atau kegagalan?” tanyanya dengan
penasaran.

Mungkin anda juga bingung membaca uraian di atas. Sebelum saya meneruskan cerita
saya, kita perlu sepakat mengenai satu hal. Semua orang adalah orang sukses.
Bedanya adalah ada yang sukses dalam mendapatkan atau mencapai apa yang ia
inginkan. Dan ada yang sukses untuk tidak mencapai apa yang ia inginkan. Jadi,
dengan kata lain, apapun yang kita capai, baik itu yang positip maupun yang ”negatif”
sebenarnya adalah cermin keberhasilan kita.

Untuk menjawab pertanyaan Pak Budi saya lalu menceritakan mengenai cara kerja
pikiran. Hal yang sama juga saya jelaskan saat menjawab email seorang Ibu dari
Bandung, yang juga telah membaca buku-buku yang saya tulis. Ibu ini penasaran
mengapa dalam lima buku yang saya tulis, saya selalu menekankan pentingnya
memahami cara kerja pikiran.

Lalu, dari manakah sumber sukses atau gagal? Semua bergantung pada skenario
drama kehidupan (life script) yang berawal sejak kita dilahirkan. Bahkan ada pakar yang
mengatakan bahwa bayi yang berada di dalam kandungan seorang ibu juga dapat
mengalami ”programming”.

Seorang bayi hanya lahir hanya dengan dua rasa takut yaitu takut jatuh dan takut suara
yang keras. Semua ketakutan lainnya, misalnya takut air, takut ketinggian, takut tikus,
takut kecoa, takut sukses, takut gagal, takut matematika, takut ini, takut itu, adalah hasil
pembelajaran. Sejak hari pertama kita dilahirkan, pikiran kita telah diprogram atau
dikondisikan. Kita secara konsisten berinteraksi dengan orangtua, kawan, guru, rekan
sebaya, dan siapa saja. Kita mengadopsi, secara sadar maupun tidak sadar, sistem
kepercayaan, nilai-nilai hidup, keterbatasan dan gaya hidup mereka untuk kita pakai
sebagai model dalam membentuk diri kita.

Dalam masa pertumbuhan, khusus usia 0 – 7 tahun, kita menyerap apa saja ke dalam
pikiran kita. Pada saat ini kita belum mempunyai informasi atau data-base yang dapat
digunakan sebagai pembanding. Kita tidak tahu apakah yang kita serap itu adalah hal
yang baik atau buruk, bermanfaat atau justru merugikan diri kita. Saat ini, pikiran kita
berlaku seperti sepon yang sangat ”rakus” menyerap informasi apa saja yang ada di
sekitar kita.

Setiap orang mencapai goal yang telah mereka tetapkan dan program ke dalam pikiran
bawah sadarnya. Saat kita ”gagal” maka yang terjadi adalah kita berhasil, secara
konsisten, mewujudkan program mental kita.

Anda pasti akan bertanya, ”Pak, kalau orang yang hidupnya miskin, nggak punya uang,
apakah ini berarti mereka berhasil mencapai goal mereka? Bukankah ini tidak masuk
akal? Mana ada orang yang mau hidup susah? Mana ada yang goalnya adalah hidup
susah?”

Orang yang hidupnya susah biasanya mempunyai program finansial yang salah. Salah
dua pertanyaan penting yang selalu saya ajukan pada orang yang mengalami kesulitan
finansial adalah, ”Apa perasaan anda mengenai uang?”, ”Apa arti uang bagi hidup
anda?” Dari jawaban mereka saya bisa tahu program mental yang mengendalikan
kondisi keuangannya. Yang miskin biasanya menjawab, ”Uang adalah akar segala
kejahatan. Orang kaya itu orang jahat. Orang kaya adalah orang yang suka
memanfaatkan orang lain.”

Jawaban di atas menjelaskan mengapa orang itu tidak bisa berhasil secara finansial.
Dia telah memutuskan, dengan program mental ini, untuk hidup miskin. Mengapa?
Karena ia tidak mau jadi orang kaya dan banyak uang. Orang kaya adalah orang jahat.
Orang yang punya banyak uang adalah orang jahat. Program pikiran ini mengendalikan
setiap aspek kehidupan finansialnya. Yang lebih parah lagi adalah ada orang yang
sangat yakin bahwa orang miskin lebih mudah masuk surga daripada orang kaya.
Sekarang anda jelas dengan maksud saya?

Seorang wanita, sebut saja Joan, 35 tahun, yang mengalami kesulitan keuangan,
mendatangi seorang terapis untuk membantunya. Joan mempunyai penghasilan USD
200 per minggu. Sudah tentu income ini , untuk ukuran di Amerika, sangat sedikit
jumlahnya. Selidik punya selidik, ternyata saat Joan masih kecil, berusia 7 tahun, ia
begitu kagum pada ayahnya. Ayahnya mempunyai income USD 10.000 per tahun. Saat
itu ia memutuskan akan menjadi seperti ayahnya.

Apa yang terjadi? Benar, ia berhasil mencapai income seperti ayahnya. Dalam 1 tahun
ia mendapat sekitar USD 10.000. Hanya saja Joan tidak tahu, pada saat ia membuat
keputusan itu, yaitu saat masih beusia 7 tahun, bahwa nilai uang berubah sejalan
dengan waktu. Jumlah USD 10.000 sangat besar pada saat ia berusia 7 tahun. Namun
jumlah yang sama mempunyai nilai yang jauh lebih kecil saat ia berusia 35 tahun. Goal
ini ia tetapkan saat ia masih berusia 7 tahun dan ia berhasil mewujudkan impiannya.

Contoh lain adalah tentang Ani. Saat di kelas 1 SD Ani pernah mendapat masalah. Saat
itu Ani mengerjakan ujian. Pada lembar soal tertulis, ”Jawablah pertanyaan berikut ini
dengan jawaban singkat dan jelas.” Setelah membaca dengan saksama perintahnya Ani
menjawab semua pertanyaan dengan jawaban, ”Singkat dan jelas.” Maksudnya, Ani
menjawab soal no 1 dengan jawaban ”Singkat dan jelas.” Jawaban no 2 ”Singkat dan
jelas.” Demikian seterusnya.

Gurunya Ani marah besar dan memberikan nilai nol. Orangtua Ani dipanggil ke sekolah.
Pihak sekolah kemudian meminta orangtua Ani untuk membawa Ani ke psikolog karena
si Ani dianggap bermasalah.

Dengan patuh orangtua Ani membawanya menghadap seorang psikolog untuk


”memperbaiki” Ani. Ternyata psikolog ini berhasil meyakinkan Ani bahwa Ani adalah
anak yang pintar. Ani sama sekali tidak ada masalah.

Ani sangat terkesan dengan keramahan dan kebaikan psikolog ini. Saat itu Ani
memutuskan bahwa kalau nanti ia besar, ia ingin menjadi seperti psikolog ini. Goal ini
Ani tetapkan saat ia masih kelas 1 SD. Apa yang terjadi? Ani saat ini adalah seorang
Doktor (S3) psikologi di salah satu universitas ternama di Jogja. Luar biasa bukan?

Oh ya, kalau anda jadi gurunya si Ani, berapa nilai yang akan anda berikan kepada Ani?
Kalau saya, saya akan berikan nilai 100 (seratus) buat Ani. Ani sebenarnya telah
menjawab dengan benar semua pertanyaan. Bukankah gurunya meminta murid untuk
menjawab semua pertanyaan dengan jawaban ”Singkat dan jelas”?

Setelah sadar bahwa semua adalah hasil dari program pikiran, yang sebenarnya
merupakan hasil dari proses pembelajaran (learn) , maka kita dapat secara sadar
memprogram ulang (unlearn and relearn) pikiran kita.

Kita harus secara sadar memutuskan apa yang ingin kita capai. Saat kita secara sadar
memutuskan apa impian kita yang sesungguhnya saat itulah kita memutuskan untuk
menjadi The Real Success atau Sukses Sejati. Jadi, kita benar-benar mencapai apa
yang kita inginkan dan bukannya mencapai apa yang tidak kita inginkan.

* Adi W. Gunawan, lebih dikenal sebagai Re-Educator and Mind Navigator, adalah pembicara
publik dan trainer yang telah berbicara di berbagai kota besar di dalam dan luar negeri. Ia telah
menulis best seller Born to be a Genius, Genius Learning Strategy, Manage Your Mind for
Success, Apakah IQ Anak Bisa Ditingkatkan ?, dan Hypnosis – The Art of Subcsoncsious
Communication.

S-ar putea să vă placă și