Sunteți pe pagina 1din 3

Dewi Persik : Goyang & Mulutmu

Harimaumu
Beberapa saat yang lalu saya sempat melihat suatu acara
televisi yang di setel disuatu ruangan yang sedang
menayangkan gossip seputaran Dewi Persik (DP).
Liputan itu sempat menunjukkan saat kamisol penyanyi
dangdut ini melorot, saat ia menampar penggemar yang
mencolek payudaranya. Bahkan dalam liputan itu,
berulang kali ditunjukkan adegan goyangan DP ….
yang saya sulit memberi label apa?

Berbagai kalangan memiliki label yang berbeda untuk


menge-cap kesan atas goyangan DP. Ada yang
menyebutnya “aduhai…”, “asyik…”, “yahuuuud”,
“merangsang…” atau mungkin “seronok…”, atau malah
“nggilani….”, atau “tak bermoral”, atau istilah lainnya…

Bagi saya, sederhana saja, saya sih waktu melihat goyang dan kilahannya, dengan mudah dan
otomatis langsung teringat seorang pendahulunya yang bernama Inul Daratista (ID). Saya tidak
tahu kenapa saya langsung teringat Inul, rasanya terjadi secara alami begitu saja. Tiba-tiba saya
seperti diingatkan bahwa saat ini pendahulunya itu sudah demikian berjaya dan dengan posisinya
yang sekarang sudah tidak perlu lagi melakukan goyang ngebornya. Bahkan saat ramadhan
kemarin mengeluarkan album rohani. Luar biasa yang namanya manusia…

Hah!? Sejak kapan blog ini menjadi isinya gossip artis? Apa hubungan goyangan dangdut
dengan NLP? Tenang saja…

Tulisan ini tidak ingin mengkritik DP atau ID dengan goyangannya ataupun strateginya untuk
mendapatkan popularitas. Sudah terlalu banyak artikel di media masa yang menuliskan pro-
kontra itu. Kita fokus saja pada garis lurus blog ini : Neuro Linguistic Programming.

Saya ingin sekali ilmu NLP bisa dirasakan secara amat membumi, bukan berada di awang-awang
sana. Ilmu NLP bisa bermanfaat tanpa kita harus trance atau masuk ke kondisi alpha kok. Contoh
dalam hal linguistic, ilmu NLP ini bisa dipakai untuk menjelaskan suatu fenomena keseharian
dari sisi yang bermanfaat secara langsung.

Well, jika kita lihat dari sisi pemahaman dasar ilmu NLP, maka apapun cap atau label kita pada
goyangan DP, semuanya berpulang pada filter mental yang eksis di kepala kita masing-masing.
Semuanya berpulang pada mental map apa yang tercipta di kepala kita masing-masing. Ingat the
map is not the territory.

Map ini terbentuk setelah suatu stimulus melalui filter di kepala kita yang berupa distortion,
deletion dan generalisation. Jadi bagi praktisi NLP, ia akan tahu bahwa suatu fenomena
goyangan seorang DP akan di generalisasi sebagai …., di delete bagian ….. dan mengalami
distortion dalam hal ……

Di Cekal Oleh Walikota Tangerang

Acara gossip di TV masih berlanjut, penyiarnya mengatakan bahwa sempat santer beredar kabar
bahwa DP dan seorang penyanyi lain dicekal oleh Walikota Tangerang untuk tampil di
Tangerang, karena dinilai terlampau panas dan seronok. Mendengar kabar itu kontan saja DP
bereaksi pedas di media massa, mengeluarkan kata-kata yang ……… , dan mari kita lihat secara
linguistik-nya. Berikut komentar DP pada ancaman pencekalan itu akan saya tulis secara
verbatim (kata demi kata), perhatikan bagian yang ditandai dengan bold, adalah mengandung
fenomena linguistic NLP, seperti presuposisi, cause-effect, meta model, dll :

1. “Hari gini khan jamannya emansipasi ya khan, kalau mau ngomong masalah pembetulan
diri orang lain, betulkan diri sendiri aja lah… Betulin diri sendiri aja nggak becus
bagaimana mbetulin diri orang. Negaranya dulu, daerahnya dulu bikin maju, baru
komentar yang lainnya gitu…”
2. “Kalau hanya sebatas koran dan katanya…, kecuali jika memang Bapak Walikota sendiri
itu berbicara di televisi dan saya tahu itu, mungkin saya akan menanyakan “Pak, kenapa
saya dicekal Pak? Goyang seronok Pak…, apanya Pak? Goyang seronok itu seperti apa
Pak…, contohkan Pak?” “
3. “Siapakah sih kita ini manusia, udahlah jangan munafik, jangan jadi merasa benar, rejeki
itu semua di tangan Tuhan. Mau Presiden mau siapapun boleh mencekal, tapi kalau Alloh
memberikan rejeki kita mau ngomong apa?”
4. “Oh saya akan tetap menjadi Dewi Persik, saya akan maju terus pantang mundur. Hati-
hati, masalah itu saya juga bisa membuka aibnya pejabat. Jangan salah…, pejabat
Tangerang… aaaah, tahu bangeeeeet!… Kalau memang bener ya!”
5. “Saya sebagai seorang public figur ingin dicintai oleh semuanya. Siapapun itu mau dari
kalangan bawah, kalangan menengah, kalangan atas. Jadi saya harus bisa menempatkan
diri. Ndak mungkin kalau misalkan Bapak-bapak pejabat… saya pakai bajunya
yang seronok atau yang mengelihatkan payudaranya…, gitu gila kali khan… Ya
nggak lah, seksi itu yang seperti apa? Kali Bapak tersebut melihat saya aaaaaaakh gitu
kali…, terangsang dia!

Komentar yang berikut dikatakannya saat mengkomentari peremasan dadanya oleh seorang
lelaki setelah pertunjukkannya.

6. Orang itu gila, sakaw, dan … kalau dibilang sakaw iya! Dia sakaw dia…, kalau orang sudah
sakaw khan udah ilang kesadaran kan… ya khan…. jadi udah brengsek. Kalau saya bilang
brengsek tolong ini jangan di sensor. Orang itu brengsek, iya! Kurang ajar sekali. Saya nyanyi,
goyang itu di panggung saya seksi, dengan saya menggoyangkan mungkin dari pakaian .. atau
mungkin dari gaya saya yang seksi tapi tidak berarti kalau saya turun dari panggung kamu bisa
‘mek mek’ saya . Gua bunuh kamu! Di panggung, saya itulah Dewi Persik, turun dari panggung
jangan macem-macem… kamu sentuh aku…, gua tonjok kamu, kalau perlu gua bunuh. Kecuali
suami saya bisa sentuh saya.
Well, jadi benarkah karena goyangnya DP akan menuai masalah? Atau karena mulutnya
(omongannya), ia akan menuai masalah yang jauh lebih besar? Goyangmu atau mulutmu
harimaumu?

So, jadi mari kita bahas fenomena linguisticnya secara NLP. Saya memberikan challenge pada
para pembaca setia untuk mengomentari kalimat diatas secara linguistic NLP. Bukan secara
moral atau agama. Karena kita sudah bisa menilainya dengan mudah sesuai keyakinan masing-
masing. Don’t you?

Untuk info lebih lengkap tentang NLP klik : www.belajarNLP.com

S-ar putea să vă placă și