Sunteți pe pagina 1din 5

Otak, komputer luar biasa tanpa manual!

Di sebuah desa di Jawa Tengah bernama Kemusuk, puluhan warga desa malam ini tengah
menggelar doa Yasinan mendoakan seseorang laki-laki yang sakit keras dan tengah tertidur
dalam bius dengan jarak ratusan kilometer dari desa itu. Bahkan seminggu ini media massa pun
dipenuhi dengan berita sakitnya laki-laki yang tergolek di sebuah ruangan bernomer 536 lantai 5
Rumah Sakit Pusat Pertamina ini. Seminggu ini ruangan itu tiba-tiba menjadi demikian populer
dan menjadi pusat kilatan lampu kamera, sorongan corong mikropon dan dering ringtone
telepon. Demikian besar tarikannya, sehingga menit demi menit berbagai macam jenis manusia
datang ke RS ini, dan pemandangan di lantai 5 ini menjadi penuh dengan penjaga berseragam
maupun berbusana batik.

Pada saat yang hampir bersamaan, pimpinan NU dan Muhammadiyah datang ke RSPP, dua
organisasi Islam terbesar yang selama ini terkadang berbeda dalam membuat keputusan, berbeda
dalam amalan do’a dan berbeda dalam beberapa pandangan ini, hari ini keduanya dipersamakan
tujuan, datang menjenguk orang yang sakit itu.

Ada pula seorang bernama Bambang, dan seorang lagi bernama Halimah, keduanya pernah
bertikai keras, saling labrak, bahkan dikabarkan salah satunya akan menuntut perceraian…, tiba-
tiba pula datang di lokasi yang sama, di lantai 5 RSPP ini. Alasan yang sama pula yang telah
menghadirkan seseorang bernama Tommy dan Tata ke ruangan nomer 536 ini. Setelah bertahun
tak bertemu karena perselisihan rumah tanga, malam ini mereka berada di ruang yang sama
dengan tujuan yang sama.

Seorang berwarna Wiranto dengan mengenakan baju batik berwarna coklat datang pula ke RSPP
di hari Jum’at pukul 23.00, hanya terpaut lima menit kedatangannya, hadir pula seseorang
bernama Prabowo mengenakan baju batik coklat pula. Kedua tokoh ini pernah berada dalam
posisi yang berbeda diametral dalam sejarah Indonesia.

Beberapa hari sebelumnya, pada hari ketiga laki-laki ini masuk rumah sakit, ada seorang
bernama AM Fatwa, ia ini pernah dihukum selama 18 tahun di jaman orang sakit itu masih
berkuasa. AM Fatwa menurut detik.com pun saat menjenguk konon juga mencium dahi orang
sakit itu, seraya katanya “Saya tidak punya dendam apa-apa, politik dan kemanusiaan harus
dipisah…”. Bekas tokoh Petisi 50 Ali Sadikin, juga nampak hadir menjenguk bekas lawan
politiknya yang tengah sakit ini.

Entah siapa lagi yang datang dan bersalaman setelah sekian lama saling menghindar, bercakap
setelah lama saling tidak mengacuhkan, tersenyum setelah sekian lama memasang muka sangar,
disebabkan oleh persitiwa masuknya laki-laki ini masuk ke RSPP. Jika ditulis nama semua orang
yang datang di lantai 5 ini, mungkin memerlukan berhalaman kertas agar lengkap semuanya.
Demikianlah, dunia terkadang memang aneh, dendam kesumat dan kebencian bisa dihapuskan
dalam sehari oleh suatu peristiwa seperti di atas.

Emmmmmmmmmh…. sebentar … saya perlu menghirup nafas panjang agar rongga paru-paru
saya bisa mendapat suplai oksigen, sehingga otak segar dan bisa berpikir jernih….
Tulisan ini bukan untuk membahas siapa laki-laki sakit ini, kenapa orang mau datang
berbondong, atau bagaimana secara politis hal ini bisa terjadi? Tulisan ini juga bukan merupakan
ajakan meng-ugemi wewaler bangsa Jawa yang berbunyi “Mikul duwur mendem jero“, atau
himbauan moral untuk menghargai dan mengampuni dosa orang yang sudah pernah berjasa …
bukan.. bukan itu tujuan tulisan ini. Tujuan itu sudah ada orang lain yang pasti akan
melakukannya dengan senang hati dan bersemangat. Jadi biarlah saya menulis sesuai porsi saya
saja, suatu tulisan yang berdasar rasa ketertarikan pada perubahan drastis emosi orang-orang
disekitarnya sebagai akibat sakitnya laki-laki ini.

Bukankah luar biasa, bahwa suatu peristiwa bisa memicu perubahan iklim emosi dari kering
kerontang menjadi kembali teduh dan subur berseri? Sebuah sikap bermusuhan yang sudah
dipertahankan sedemikian lama, sudah menjatuhkan korban (harta, waktu, nama baik dll), kok
menjadi sepertinya mudah sekali dilupakan dalam tempo yang sekejap mata. Bukankah ini
menarik sekali? Bukankah luar biasa, ternyata otak kita memiliki kapabilitas untuk melakukan
perubahan dengan cepat…, tidak perlu bertahun-tahun, hanya perlu waktu pendek saja kok.

Peristiwa yang diuraikan di atas, menunjukkan pada kondisi tertentu manusia memiliki
kapabilitas melakukan kontrol dan intervensi pada kerja emosi di dalam dirinya. Dan itu terjadi
dalam waktu yang relatif cepat, tidak menunggu bulanan atau tahunan.

Perubahan, haruskah lambat?

Sudah bukan rahasia, bahwa cukup banyak para ahli yang mendalami jiwa manusia masih
banyak yang berpendapat bahwa perubahan itu tidak bisa cepat, harus evolutif sifatnya, harus
berangsur-angsur dan seterusnya. Bahkan ada sebuah teori yang disebut sebagai desensitisasi,
yakni proses berangsur untuk mengurangi suatu sensitivitas atas suatu stimulus. Misal agar
’sembuh’ dari penyakit yang disebut phobia, maka seorang klien akan diberikan stimulus secara
berangsur, sehingga ketakutannya pada stimulus itu akan berangsur hilang… Pendapat ini juga
diimbuhi dengan suatu pandangan bahwa suatu perubahan yang cepat biasanya tidak akan
bertahan lama…

Pendapat di atas (mengenai perubahan yang harus bersifat evolutif), tidak demikian saja diterima
oleh dua anak muda dari Santa Cruz California pada tahun 1970-an. Mereka melihat, bahwa
suatu phobia atau trauma pada prinsipnya juga suatu perubahan emosi/mental yang terjadi
sedemikian cepat. Bahkan sangat cepat, dan toh perubahan ini bisa bertahan begitu lama…
Dalam pandangan mereka phobia bahkan trauma selalu terjadi dengan cepat, dan menimbulkan
sutu perubahan revolutif, namun bertahan lama dan menetap dalam jiwa manusia.

Lantas mereka berdua -Richard Bandler dan John Grinder- bergerak cepat, untuk mencari
jawaban, jika emosi/mental/jiwa manusia bisa berubah sedemikian cepat, berarti manusia
memang memiliki kapabilitas untuk berubah dengan cepat. Pendapat yang mengatakan
perubahan harus bersifat evolutif/berangsur, justru tidak ekologis dengan kenyataan ini. Jika
perubahan dari kondisi normal biasa saja menjadi phobic/traumatic bisa terjadi sedemikian cepat
dan permanen, seharusnya perubahan dari situasi phobic/traumatic juga bisa dilakukan dengan
sedemikian cepat dengan hasil permanen pula… Lantas mereka mengembangkan pertanyaan
untuk dijawab agar memancing jawaban:


 Bagaimana cara mereplikasinya, agar bisa diulang lagi kapanpun mau?
 Apa perbedaan yang membedakan antara orang yang bisa keluar dari situasi
phobic/traumatic dan yang tidak bisa?
 Jika sudah kita temukan caranya, bagaimana hal ini bisa diaplikasikan ke situasi dan
kondisi yang berbeda-beda.

Proses seperti ini rajin dilakukan oleh kedua orang ini, dibantu dengan puluhan orang yang
bersimpati dengan proyek itu. Proses seperti ini kemudian dikenal sebagai proses modelling,
semangat tinggi di awal mula lahirnya ilmu NLP. Banyak pembelajar NLP yang sampai hari ini
belum mengerti bahwa ilmu NLP sebenarnya adalah ilmu modeling. NLP bukanlah ilmu terapi,
bukan pula hipnotisme, bukan juga ilmu meniru gerak tubuh orang. Itu hanyalah hasil modelling
atau teknik saja. NLP yang sesungguhnya adalah ilmu memodel, ilmu meniru keunggulan, agar
bisa direplikasi kapanpun mau, sehingga sebuah keunggulan bukan datang tidak disengaja,
namun dipicu kapanpun kita mau.

Saat ini, NLP sudah memiliki banyak sekali cara/teknik, banyak sekali pattern yang sudah
dikembangkan oleh para developernya. Salah satu cara yang terkenal di dunia NLP adalah fast
phobia cure, yakni suatu pattern yang bisa membantu pemulihan suatu kondisi phobia dalam
tempo yang sangat cepat, hanya dalam hitungan menit saja. Menggunakan fast phobia cure,
seorang praktisi NLP bisa membantu diri sendiri atau orang lain untuk keluar dari kondisi phobia
dengan sangat cepat. Tanpa pengobatan, tanpa nasehat, hanya mengubah struktur pengalaman di
dalam otaknya orang yang mengalami phobia itu saja.

Bagaimana caranya fast phobia cure itu?

1.
2. Bayangkan duduk di bioskop, dengan layar putih di depan kita, layar masih kosong.
3. Kemudian bayangkan Anda berpindah dengan cara membayangkan melayang keluar dari
tubuh Anda dan berpindah ke ruang penyorot film (yang ada di belakang penonton). Ini
disebut proses disassosiasi.
4. Bayangkan ruangan itu aman, ada kaca tebal yang membatasi Anda dengan ruangan.
Pegang kaca imajiner itu, rasakan telapak tangan Anda menyentuh kaca, dan katakan
“Saya aman”. Jika perlu bayangkan di sebelah Anda ada orang lain yang bisa membuat
Anda nyaman.
5. Jika bisa, picu pula rasa aman, dengan mengakses pengalaman saat Anda pernah merasa
powerful, ampilfy dan lakukan anchor.
6. Dari balik kaca di ruang itu, lihat diri Anda yang duduk di bawah (di kursi penonton
tadi), dan bayangkan Anda melihat ke layar melalui diri Anda yang ada di kursi bawah
(double disassociated).
7. Lihat di layar bioskop sebuah gambar film, yang dimulai tepat sebelum peristiwa phobia
itu terjadi. Jalankan film ini secara hitam putih dan kecepatan cukup cepat, sekedar untuk
mendapatkan sensasi atas jalannya peristiwa itu, dan hentikan film sampai melampaui
titik phobia itu. Saat berhenti adalah pada saat menemukan suatu gambaran di masa lalu
dimana sudah merasa aman lagi setelah peristiwa phobia itu.
8. Pastikan selama menjalankan proses nomer 6 Anda/klien Anda merasa aman, dengan
tetap mempertahankan kesadaran bahwa Anda ada di balik kaca tebal yang aman dan
jauh dari peristiwa phobia itu.
9. Setelah film itu selesai, pertahankan gambaran akhir yang Anda sudah merasa aman itu.
Kemudian bayangkan anda melayang keluar dari ruang sorot film, dan masuk kembali ke
tubuh (Anda) yang duduk di kursi, bawa tubuh itu bersama Anda dan masuk ke dalam
gambar akhir dalam film itu.
10. Begitu masuk kedalam gambar, sekarang ubah gambar film itu menjadi berwarna, dan
secepat kilat diputar mundur film itu (rewind while play), sambil mulut Anda
membunyikan seperti pita kaset yang diputar mundur tapi dalam kondisi play (suara
seperti “weerwewrewrrwrrre rwewewewrwrwerw rweerwer”). Pertama kali lakukan
dengan kecepatan 2 kali lebih cepat dengan kecepatan normal, kemudian ulang lagi dari
akhir film menuju ke awal film dengan kecepatan 4 kali, lakukan lagi dalam kecepatan 8
kali dan akhirnya 16 kali. Semua sambil bersuara seperti kaset rewind cepat itu…
11. Selesai

Nah kegiatan diatas mungkin hanya memerlukan sekitar 30 menit saja, jika Anda berlatih
sebaiknya lakukan untuk hal-hal ringan dulu sampai Anda menjadi lancar dan terbiasa. Baru
dilakukan untuk hal-hal yang traumatic / phobia yang sebenarnya. Tentunya jauh lebih baik jika
Anda dilatih secara langsung oleh orang yang sudah berpengalaman, atau Anda bisa memilih
melalui pelatihan practitioner dulu.

Jika dibahas, sebenarnya pattern di atas merupakan kombinasi dari beberapa teknik NLP :

1.
2. Double disassociation, atau meta-meta position.
3. Anchoring
4. Mengubah submodality scrambling dengan memutar mundur memori secara visual
auditorial.

Itulah, suatu proses yang amat cepat dalam melakukan perubahan emosi/mental/jiwa dengan
menggunakan pendekatan NLP. Pattern ini didasarkan pada suatu keyakinan bahwa jika dulu
seseorang mendapatkan trauma/phobia dalam tempo singkat, tentunya mengubahnya kembali
juga bisa singkat dong…

Proses di atas menunjukkan bahwa jika tahu caranya, maka kita akan lebih mudah mengarungi
hidup ini, maka sering NLP disebut sebagai ilmu enabler, menjadikan sesuatu itu bisa dilakukan.
Layaknya jika Anda membeli komputer, maka Anda memerlukan manualnya, agar seluruh
kapasitas dan kapabilitas komputer itu bisa Anda pkai secara optimal.

Memang betul, otak kita jauh lebih hebat dari komputer, bahkan luar biasa. Kita hanya belum
punya manualnya. Dan kabar baiknya adalah, ilmu NLP dikenal sebagai “User’s Manual For
The Brain“. Di sini, sekarang menjadi mudah bagi Anda untuk memahami mengapa orang perlu
ilmu NLP. Tentunya agar kapasitas dan kapabilitas komputer -yang bernama otak ini- bisa
dioptimalkan dan tidak berjalan sesukanya sendiri….

Untuk info lebih lengkap tentang NLP klik : www.belajarNLP.com

S-ar putea să vă placă și