Oleh: Jeirry Sumampow, S.Th Sekretaris Eksekutif Bidang Diakonia PGI Disampaikan dalam “Workshop Memperkuat Toleransi melalui Institusi Pendidikan bagi Guru SMA” yang dilaksanakan oleh The Habibie Center & Hanns Seidel Foundation Hotel Aston – Bogor, 14 Mei 2011 Pengantar • Indonesia adalah bangsa yang majemuk sejak mulanya suku, agama & ras. Konteks majemuk ini merupakan kekayaan bangsa Kemajemukan merupakan realitas yang tak bisa kita hindari sebagai orang Indonesia • Sekolah adalah lembaga yang sangat penting bagi pembentukan karakter generasi muda bangsa Seperti apa bangsa kita ke depan, akan sangat ditentukan oleh apa yang diajarkan di sekolah Paham-paham keagamaan yang tak toleran disebarkan melalui sekolah!? • Bagaimana kita merawat kemajemukan ini? Bagaimana sekolah menjadi tempat untuk menjaga kelestarian kemajemukan bangsa ini? Konteks Persoalan • Sejak Reformasi, Pancasila makin redup! Padahal Pancasila adalah payung kemajemukan bangsa MPR Sosialisasi 4 pilar: Pancasila, UUD 45, Bhineka Tunggal Ika & NKRI • Liberalisasi politik memberi ruang bagi tumbuh-kembang idiologi baru Muncul banyak kelompok kepentingan yang ingin mendorong kepentingan idiologi sendiri Agama menjadi alat politik (politisasi agama) yang semakin memperparah persoalan • Negara mengalami “degradasi wibawa”! Negara gamang menyikapi perkembangan sosial-politik yang begitu cepat Negara tidak tegas melakukan tindakan thd pelanggaran komitmen bernegara Akibatnya: instiusi negara, termasuk insitusi pendidikan, menjadi media untuk mengintrodusir kepentingan kelompok masing-masing, yang seringkali bertentangan dengan kepentingan nasional • Situasi Ekonomi-Sosial yang sulit! Kemiskinan, pengangguran, lapangan pekerjaan yang terbatas, harga barang yang cenderung naik, kriminalitas tinggi, dll.Rakyat cepat marah! • Kualitas relasi antar agama agak menurun! Toleransi??? Relasi Antar Agama • Relasi antar agama ibarat 2 bersaudara. Sama-sama telah dewasa, berumah tangga & tinggal se-rumah. Justru karena tinggal se-rumah, maka sering terjadi ketegangan. Tidak jarang malah berkembang menjadi pertentangan yang terbuka. • Karena ketegangan makin tinggi soal teri, menjadi kakap. Soal kecil menjadi pangkal keributan yang hebat. • Daripada hidup tegang terus, apa tidak lebih baik hidup sendiri-sendiri? Tapi, siapa yang harus pindah? Relasi Antar Agama • Sering muncul kesadaran bagaimana pun mereka adalah satu darah, terikat sebagai satu keluarga. Tapi ketika ketegangan itu sudah melembaga, apapun maksud baik yang diusulkan oleh salah satu pihak, tidak bisa tidak ditanggapi yang lain dengan sikap curiga. • Meski sering muncul maksud baik, namun karena ketegangan sudah begitu tinggi, maka sangat sulit untuk meneliti letak persoalannya, dan bagaimana harus memulai yang baru. • Semua usaha baik seringkali kandas! Agama & Negara • Dalam kondisi seperti ini musyawarah diperlukan intervensi (mediasi) pihak lain, orang tua pemerintah – negara • Disinilah muncul problem klasik relasi agama & negara dilematis. Agama memang tak pernah berada di bawah penguasa manapun, namun negara-pemerintah memang punya kewajiban apabila relasi antar agama sudah membahayakan kehidupan bangsa. • Disis lain, sebagai orang beragama kita tak hanya hidup dalam konteks kaidah-kaidah agama yang berlaku abadi dan universal, tapi hidup juga dalam konteks bangsa dengan kebutuhan dan persoalan yang konkrit. Politisasi Agama • Agama politik yang bersibuk & berdaya upaya bagaimana meraih kekuasaan akibatnya, agama mulai kehilangan nilai-nilainya yang murni. • Politik agama membuat kerangka, bagaimana agama menjadi mitra pembangunan, bukan pengganggu! Yang muncul sekarang adalah bagaimana agar nilai-nilai agama menjadi acuan berbangsa! • Akibatnya: beragama menjadi sangat legalistik menekankan simbol-simbol keagamaan! Agama bukan lagi sebagai pilihan sadar masing-masing, tapi merupakan sebuah keterpaksaan atau pemaksaan! Memperkuat Toleransi • Re-thingking Agama: 1. Menilai kembali pemahaman diri masing-masing. Sampai sejauh mana warisan pemahaman diri membantu dalam menghadapi tugas & tantangan baru. 2. Menilai kembali beban sejarah yang menyangkut pandangan tentang agama lain. Sampai sejauh mana pandangan itu sesuai dengan kenyataan kemajemukan yang secara nyata kita hadapi. 3. Meninjau hal-hal yang menjadi penghalang maupun hal-hal yang mendorong dialog & kerjasama antar agama. • Memperkuat Pendidikan Kewarganegaraan Pancasila sebagai dasar negara. • Memperkuat solidaritas sosial simpati & empati (kepedulian) mencari jalan keluar bersama thd persoalan ekonomi-sosial. • Memperbaiki Pendidikan Agama! Apa Yang Harus Dilakukan? • Pendidikan agama di keluarga sebagian besar waktu anak-anak ada di rumah. • Pendidikan agama di sekolah seringkali berbeda dengan yang dilakukan kelompok agama. Masih perlukah pendidikan agama di sekolah? • Pendidikan agama dilakukan oleh agama masing-masing. Biodata: Jeirry Sumampow • TTL: Rerer – Minahasa, Sulut, 18 Juli 1970 • Pendidikan: Sekolah Tinggi Teologi Jakarta (lulus 1995) • Status: Menikah, 2 orang putri. • Alamat: Jl. Salemba Raya No. 10, Jakarta Pusat • Pekerjaan: Sekretaris Eksekutif Bidang Diakonia PGI • Pengalaman Organisasi: - Koordinator Komite Pemilih (2009 – sekarang) - Koordinator Nasional JPPR (Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (2007 – 2009) - Masyarakat Dialog Antar Agama (MADIA) - Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) - Sekretaris Jenderal Partisipasi Kristen Indonesia (PARINDO) (2005 – 2010) - Wakil Sekjen Perkumpulan Senior GMKI (Gerakan Mahasiwa Indonesia) Terima Kasih