Sunteți pe pagina 1din 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengembangan usaha kecil menengan (UKM) dan koperasi sebagai mana
tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional Tahun 2005-
2025, diarahkan untuk menjadi pelaku ekonomi yang berdaya saing melalui perkuatan
kewirausahaan dan peningkatan produktivitas yang didukung dengan upaya
peningkatan adaptasi terhadap kebutuhan pasar, pemanfaatan hasil inovasi dan
penerapan teknologi. Pengembangan UKM menjadi bagian integral di dalam perubahan
struktur yang sejalan dengan modernisasi agribisnis dan agroindustri, khususnya yang
mendukung ketahanan pangan, serta perkuatan basis produksi dan daya saing industry
melalui pengembangan rumpun industri, percepatan alih teknologi dan peningkatan
kualitas SDM. Sementara itu pengembangan usaha mikro menjadi pilihan strategis
untuk mengurangi kesenjangan pendapatan dan kemiskinan. Koperasi berkembang
semakin luas menjadi wahan yang efektif dalam menicptakan efisiensi kolektif para
anggota koperas, baik produsen maupun konsumen, sehingga menjadi pelaku ekonomi
yang mampu mendukung upaya peningkatan kesejahteraan sosial dan ekonomi.
Untuk tujuan pembangunan daerah pedesaan khususnya melalui pengembangan
agroindustri dan agrobisnis lembaga koperasi adalah pilihan alternatif institusi yang
dapat merupakan instrument bagi proses transformasi struktural. Proses transformasi
yang akan membawa kelembagaan tersebut pada peran dan tanggung jawab idealnya,
yaitu sebagai lembaga milik masyarakat yang mandiri dan terbebas dari intervensi
pemerintah (Nasution, 2002). Ada tiga pilihan agar koperasi pedesaan dapat menjadi
lembaga yang mandiri dan mampu memberikan manfaat bagi anggotanya yaitu, (1)
mengupayakan agar koperasi pedesaan dapat berperan sebagai koperasi pertanian yang
dipilih secara selektif berdasarkan potensi daerah dan kemampuan komparatifnya, (2)
menjadikan kegiatan usaha koperasi yang harus disesuaikan dengan kebutuhan anggota,
atau potensi ekonomi yang spesifik dari daerahnya, (3) menjadikan koperasi pedesaan
sebagai instrument kelompok ekonomi kolektif untuk pembangunan ekonomi mereka
secara fungsional, misalnya sebagai koperasi agroindustri atau koperasi pemasaran.

1
Secara khusus koperasi pertanian di Indonesia, terutama melalui Koperasi Unit
Desa (KUD), telah mendapat tugas sekaligus berbagai fasilitas untuk turut mendukung
pelaksanaan program pencapain swasembada pangan (beras) dan mendukung
pembangunan ekonomi pedesaan. Berkaitan dengan hal ini, keberadaan dan
perkembangan KUD juga telah menjadi simbol keberadaan dan perkembangan koperasi
pertanian di Indonesia dalam dua puluh tahun terakhir, serta sangat erat kaitannya
dengan program dan peran pemerintah dalam pembangunan pertanian dan pedesaan.
Proses pengembangan KUD yang telah berjalan hampir tiga puluh tahun kiranya dapat
menjadi pengalaman yang berharga bagi pengembangan koperasi pedesaan dan
pertanian pada umumnya. Secara umum KUD dinilai telah memberikan dukungan yang
signifikan terhadap dukungan yang signifikan terhadap keberhasilan pembangunan
pertanian yang berorientasi pada peningkatan produksi, khususnya swasembada beras.
Disamping itu beberapa KUD telah mampu menjadi lembaga usaha dengan kinerja yang
baik dengan nilai usaha yang cukup besar. Namun banyak pula KUD yang tidak
berkembang, bahkan menjadi sumber citra buruk bagi KUD lain dan koperasi pada
umumnya.
Kabupaten Muaro Jambi sebagai salah satu kabupaten pemekaran di Provinsi
Jambi, dalam usianya yang kedelapan pada tahun 2007, memiliki jumlah koperasi
sebanyak 257 unit, jumlah anggota koperasi sebanyak 257 unit, jumlah anggota
koperasi primer sebanyak 25.805 orang dengan jumlah omset sebesar Rp23,813 milyar
dan SHU sebesar RP1,518 milyar. Adapun modal sendiri sebesar Rp4,709 milyar,
mempunyai aset sebesar Rp54,540 milyar, sedangkan penyerapan tenaga kerja sebanyak
326 orang. Data diatas untuk kondisi bulan September 2007 (Dinas Koperindag Kab.
Muaro Jambi, 2007). Adapun dari jumlah koperasi tersebut terdapat sebanyak 52 unit
KUD atau 20,23%. Dari jumlah KUD yang ada di Kabupaten Muaro Jambi, sebanyak
20 unit atau 38,46% terdapat di Kecamatan Sungai Bahar.
Pada awalnya di Sungai Bahar terdapat 22 KUD, jumlah KUD sama dengan
jumlah Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) Perkebunan Inti Rakyat (PIR) kelapa
sawit di daerah itu. PT. Perkebunan IV kini menjadi PT. Perkebunan Nusantara (PTPN)
VI, sebagai pemilik perusahaan inti dan kebun milik transmigran sebagai plasma. Tiap
unit ditempati 500 keluarga transmigrasi dan tiap keluarga memperoleh dua hektar
kebun kelapa sawit serta setengah hektar laha pangan. Sebanyak 11.000 keluarga
transmigran di Sungai Bahar pun menguasai 22.000 hektar kebun kelapa sawit sebagai

2
perusahaan inti, selain membuka kebun kelapa sawit untuk transmigran (petani), PTPN
VI juga membuka 6.000 hektar kebun inti. Dari penanaman pertama kelapa sawit yang
dilakukan secara simbolis pada Oktober 1983 oleh Gubernur Jambi Masjchun Sofwan,
jadilah Sungai Bahar menjadi kawasan dengan hamparan kebun kelapa sawit terluas di
Provinsi Jambi. (Kompas, 5 April 2005). Perusahaan inti berkewajiban membangun
pabrik kelapa sawit guna mengolah dan membeli produksi tandan buah segar (TBS)
kelapa sawit milik petani plasma. Sebaliknya petani plasma wajib menjual TBS ke
pabrik Perusahaan inti.
Mulai tahun 2000, Bupati Muaro Jambi mengizinkan berdirinya dua pabrik
kelapa sawit di daerahnya. Ketentuan atau persyaratan mendirikan pabrik kelapa sawit
harus memiliki kebun dilanggar. Pabrik Kelapa sawit tanpa kebun lantas pembeli TBS
dari kebun petani plasma PIR sungai Bahar dengan harga lebih tinggi dari harga
pembelian PTPN VI. Pembelian dilakukan melalui tengkulak, atau biasa disebut toke
korea, sehingga TBS milik petani sebagian tidak lagi masuk ke KUD. Dampaknya,
KUD secara berangsur-angsur ditinggalkan petani, petani tidak lagi merasa memiliki
KUD. Dapat dikatakan bahwa partisipasi anggota menurun drastic terutama untuk
partisipasi insentif dalam memanfaatkan pelayanan yang diberikan koperasi. Walapun
partisipasi kontributif anggota masih cukup tinggi dalam bentuk pembayaran simpanan
wajib. Partisipasi anggota dalam koperasi yang merupakan kunci keberhasilan koperasi,
diibaratkan darah dalam tubuh manusia, maka apabila partisipasi berkurang
menyebabkan koeprasi tidak akan bertahan apalagi untuk terus tumbuh dan berkembang
tentunya keberhasilan koperasi tidak akan tercapai. Hal ini disebabkan keberhasilan
koperasi sangat tergantung pada partisipasi anggota baik dalam pemanfaatan kontribusi
terhadap pengembangan koperasi.
2.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana perkembangan Koperasi Unit Desa (KUD) Sampel Di kecamatan Sungai
Bahar periode 2002-2006
2. Bagaimana kelembagaan KUD di kecamatan Sungai Bahar

3
BAB II
KONSEPSI KOPERASI

2.1 Konsep Koperasi


Pasal 1 ayat 1 UU No. 25 tahun 1992 tentang perkoperasian menyebutkan
bahwa koperasi adalah badan hukum yang beranggotakan orang seorang atau badan
hukum koperasi yang melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus
sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar asas kekeluargaan. Pernyataan bahwa
koperasi adalah suatu bentuk lembaga yang tepat bagi pembangunan swadaya dengan
partisipasi masyarakat secara luas menuju terwujudnnya demokrasi ekonomi. Koperasi
yang telah berkembang akan mampu meningkatkan taraf hidup anggotanya dan
mendorong tercapainya masyarakat adil dan makmur diberbagai sektor ekonomi.
Roy (1981) menggunakan definisi koperasi sebagai suatu pengelolaan bisnis
yang bersifat sukarela, biaya operasi, pemilikan, permodalan dan pengawasan oleh
anggota. Sebagai pengguna, penanggung resiko dan keuntungan dibagikan proporsional
dengan partisipasi anggota. Tujuan utama koperasi adalah mendapatkan keuntungan
untuk pengguna jasa dan pemilik dan pelanggan koperasi atau pemakai jasa itu sendiri.
Pasal 4 UU No. 25 tahun 1992 menyatakan beberapa fungsi dan peran koperasi
adalah :
a. membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada
khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraaan
ekonomi dan sosialnya
b. berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia
dan masyarakat
c. memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan
perekonomian nasional dengan koperasi sebagai sokogurunya.
d. berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang
merupakan usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
Dari beberapa pengertian tentang koperasi di atas, dapat ditegaskan bahwa
koperasi adalah badan usaha ekonomi yang dibentuk dan didirikan oleh sekelompok
orang yang mempunyai sekurang-kurangnya satu kepentingan ekonomi, motivasi dan
tujuan melalui usaha bersama atas dasar swadaya dan prinsip solidaritas. Dalam
koperasi terdapat prinsip identitas ganda yang mengandung makna bahwa anggota

4
koperasi adalah pemilik dan pelanggan/pengguna jasa koperasi maka koperasi bertujuan
mempromosikan kepentingan anggota. Anggota mempunyai hak suara yang tidak
dibatasi oleh kontribusi modal, sehingga setiap anggota mempunyai hak satu suara (one
man one vote). Keuntungan dan kerugian koperasi ditanggung bersama oleh setiap
anggota atas dasar partisipasi mereka dalam perusahaan koperasi.

2.2 Kebijakan Pengembangan Koperasi


Dalam kondisi sosial dan ekonomi yang sangat diwarnai oleh peranan dunia
usaha, maka mau tidak mau peran dan juga kedudukan  koperasi dalam masyarakat akan
sangat ditentukan oleh perannya dalam kegiatan usaha (bisnis).   Bahkan peran kegiatan
usaha koperasi tersebut kemudian menjadi penentu bagi peran lain, seperti peran
koperasi sebagai lembaga sosial.  Isyu strategis pengembangan usaha koperasi dapat
dipertajam untuk beberapa hal berikut :
1. Mengembangkan kegiatan usaha koperasi dengan mempertahankan falsafah dan
prinsip koperasi.
Beberapa koperasi pada beberapa bidang usaha sebenarnya telah menunjukkan kinerja
usaha yang sangat baik, bahkan telah mampu menjadi pelaku utama dalam bisnis yang
bersangkutan.   Misalnya, GKBI yang telah menjadi terbesar untuk usaha batik, Kopti
yang telah menjadi terbesar untuk usaha tahu dan tempe, serta banyak KUD yang telah
menjadi terbesar kecamatan wilayah kerjanya masing-masing.  Pada koperasi-koperasi
tersebut tantangannya adalah untuk dapat terus mengembangkan usahanya dengan tetap
mempertahankan prinsip-prinsip perkoperasian Indonesia.  Pada prakteknya, banyak
koperasi yang setelah berkembang justru kehilangan jiwa koperasinya.  Dominasi
pengurus dalam melaksanakan kegiatan usaha dan koperasi yang membentuk PT
(Perseroaan Terbatas) merupakan indikasi kekurang-mampuan koperasi
mengembangkan usaha dengan tetap mempertahankan prinsip koperasi.  Jika tidak
diantisipasi kondisi ini pada gilirannya akan mengaburkan tujuan pengembangan
koperasi itu sendiri.

2. Keterkaitan kegiatan koperasi dengan kegiatan pelayanan usaha umum.


Hal yang menonjol adalah dalam interaksi koperasi dengan bank.  Sifat badan usaha
koperasi dengan kepemilikan kolektif ternyata banyak tidak berkesesuaian (compatible)
dengan berbagai ketentuan bank.  Sehingga akhirnya ‘terpaksa’ dibuat kompromi

5
dengan menjadikan individu (anggota atau pengurus) sebagai penerima layanan bank
(contoh : kredit KKPA).  Hal yang sama juga terjadi jika koperasi akan melakukan
kontrak usaha dengan lembaga usaha lain.  Kondisi ini berhubungan erat dengan aspek
hukum koperasi yang tidak berkembang sepesat badan usaha perorangan.  Disamping
itu karakteristik koperasi tampaknya kurang terakomodasi dalam berbagai peraturan
perundang-undangan yang menyangkut badan usaha selain undang-undang tentang
koperasi sendiri.  Hal ini terlihat misalnya dalam peraturan perundangan tentang
perbankan, perpajakan, dan sebagainya.

3. Mengatasi beberapa permasalahan teknis usaha bagi koperasi kecil untuk 


berkembang.
Koperasi (KUD) sayur di Pangalengan kebingunan pada saat ada permintaan untuk
melakukan ekspor tomat ke Singapura: bagaimana mekanisme pembayarannya,
bagaimana membuat kontrak yang tepat, dan sebagainya.  Koperasi tersebut juga tidak
tahu, atau memang karena tidak ada, dimana atau kepada siapa harus bertanya.  Hal
yang sama juga dihadapi oleh sebuah koperasi  di Jogjakarta yang kebingungan mencari
informasi mengenai teknologi pengemasan bagi produk makanan olahannya.
Permasalahan teknis semacam ini telah semakin banyak dihadapi oleh koperasi, dan
sangat dirasakan kebutuhan bagi ketersediaan layanan untuk mengantisipasi berbagai
permasalahan tersebut.

4. Mengakomodasi keinginan pengusaha kecil untuk melakukan usaha atau mengatasi


masalah usaha dengan membentuk koperasi.
Beberapa pengusaha kecil jamu di daerah Surakarta dan sekitarnya tengah menghadapi
kesulitan bahan baku (ginseng) yang pasokannya dimonopoli oleh pengusaha besar. 
Para pengusaha tersebut juga masih harus bersaing dengan pabrik jamu besar untuk
dapat memperoleh bahan baku tersebut.  Mereka ingin berkoperasi tetapi tidak dengan
pola koperasi yang sudah ditentukan oleh pemerintah.  Hal yang sama juga dihadapi
oleh pengusaha kecil besi-cor di Bandung untuk mendapatan bahan baku ‘inti-besi’-nya,
atau untuk menghadapi pembeli (industri besar) yang sering mempermainkan
persyaratan presisi produk yang dihasilkan.  Contoh-contoh diatas memberi gambaran
bahwa keinginan dan kebutuhan untuk membentuk koperasi cukup besar, asalkan

6
memang mampu mengakomodasi keinginan dan kebutuhan para pengusaha tersebut. 
Kasus serupa cukup banyak terjadi pada berbagai bidang usaha lain di berbagai tempat.

5. Pengembangan kerjasama usaha antar koperasi.


Konsentrasi pengembangan usaha koperasi selama ini banyak ditujukan bagi koperasi
sebagai satu perusahaan (badan usaha).  Tantangan untuk membangun perekonomian
yang kooperatif sesuai amanat konstitusi kiranya dapat dilakukan dengan
mengembangan jaringan kerjasama dan keterkaitan usaha antar koperasi.  Hal ini juga
sebenarnya telah menjadi kebutuhan diantara banyak koperasi, karena banyak peluang
usaha yang tidak dapat dipenuhi oleh koperasi secara individual.   Jaringan kerjasama
dan keterkaitan usaha antar koperasi, bukan hanya keterkaitan organisasi, potensial
untuk dikembangkan antar koperasi primer serta antara primer dan sekunder.  Perlu pula
menjadi catatan bahwa di berbagai negara lain, koperasi telah kembali berkembang dan
salah satu kunci keberhasilannya adalah spesialisasi kegiatan usaha koperasi dan
kerjasama antar koperasi.  Mengenai hubungan koperasi primer dan sekunder di
Indonesia, saat ini banyak yang bersifat artifisial karena antara primer dan sekunder
sering mengembangkan bisnis yang tidak berkaitan bahkan tidak jarang justru saling
bersaing.

6. Peningkatan kemampuan usaha koperasi pada umumnya.


Kemampuan usaha koperasi : permodalan, pemasaran, dan manajemen; umumnya
masih lemah.  Telah cukup banyak usaha yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi
hal tersebut, namun masih sering bersifat parsial, tidak kontinyu, bahkan tidak sesuai
dengan kebutuhan.  Pendampingan dalam suatu proses pemberdayaan yang alamiah dan
untuk mengembangkan kemampuan dari dalam koperasi sendiri tampaknya lebih  tepat
dan dibutuhkan.

7. Peningkatan Citra Koperasi


Pengembangan kegiatan usaha koperasi tidak dapat dilepaskan dari citra koperasi di
masyarakat.  Harus diakui bahwa citra koperasi belum, atau sudah tidak, seperti yang
diharapkan.  Masyarakat umumnya memiliki kesan yang tidak selalu positif terhadap
koperasi.  Koperasi banyak diasosiasikan dengan organisasi usaha yang penuh dengan
ketidak-jelasan, tidak profesional, Ketua Untung Dulu, justru mempersulit kegiatan

7
usaha anggota (karena berbagai persyaratan), banyak mendapat campur tangan
pemerintah, dan sebagainya.  Di media massa, berika negatif tentang koperasi tiga kali
lebih banyak dari pada berita positifnya (PSP-IPB, 1995); berita dari para pejabat dua
kali lebih banyak dari berita yang bersumber langsung dari koperasi, padahal prestasi
koperasi diberbagai daerah cukup banyak dan berarti.    Citra koperasi tersebut pada
gilirannya akan mempengaruhi hubungan koperasi dengan pelaku usaha lain, maupun
perkembangan koperasi itu sendiri.  Bahkan citra koperasi yang kurang ‘pas’ tersebut
juga turut mempengaruhi pandangan mereka yang terlibat di koperasi, sehingga
menggantungkan diri dan mencari peluang dalam hubungannya dengan kegiatan
pemerintah justru dipandang sebagai hal yang wajar bahkan sebagai sesuatu yang
‘sudah seharusnya’ demikan.   Memperbaiki dan meningkatkan citra koperasi secara
umum merupakan salah satu tantangan yang harus segera mendapat perhatian.

8. Penyaluran Aspirasi Koperasi


Para pengusaha umumnya memiliki asosiasi pengusaha untuk dapat menyalurkan dan
menyampaikan aspirasi usahanya, bahkan juga sekaligus sebagai wahana bagi
pendekatan (lobby) politik dan meningkatkan keunggulan posisinya dalam berbagai
kebijakan pemerintah.  Asosiasi tersebut juga dapat dipergunakan untuk melakukan
negosiasi usaha, wahana pengembangan kemampuan, bahkan dalam rangka
mengembangkan hubungan internasional.  Dalam hal ini asosiasi atau lembaga yang
dapat menjadi wahana bagi penyaluran aspirasi koperasi  relatif terbatas.  Hubungan
keorganisasian vertikal (primer-sekunder : unit-pusat-gabungan-induk koperasi)
tampaknya belum dapat menampung berbagai keluhan atau keinginan anggota koperasi
atau koperasi itu sendiri.  Kelembagaan yang diadakan pemerintah untuk melayani
koperasi juga acap kali tidak tepat sebagai tempat untuk menyalurkan aspirasi, karena
sebagian aspirasi tersebut justru berhubungan dengan kepentingan pemerintah itu
sendiri.  Demikian pula dengan kelembagaan gerakan koperasi yang sekian lama kurang
terdengar kiprahnya.   Padahal dilihat dari jumlah dan kekuatan (ekonomi) yang
dimilikinya maka anggota koperasi dan koperasi kiranya perlu diperhatikan berbagai
kepentingannya.

8
Beberapa pemikiran yang telah diajukan kiranya membutuhkan setidaknya dua
prasyarat.  Pertama, pendekatan pengembangan yang harus dilakukan adalah
pendekatan pengembangan kelembagaan secara partisipatif dan menghindari
pengembangan yang diberdasarkan pada ‘kepatuhan’ atas arahan dari lembaga lain.
Masyarakat perlu ditumbuhkan kesadarannya untuk mampu mengambil keputusan
sendiri demi kepentingan mereka sendiri.  Dalam hal ini proses pendidikan prinsip-
prinsip dan nilai-nilai koperasi menjadi faktor kunci yang sangat menentukan.  Kedua,
diperlukan kerangka pengembangan yang memberikan apresiasi terhadap keragaman
lokal, yang disertai oleh berbagai dukungan tidak langsung tetapi jelas memiliki
semangat kepemihakan pada koperasi dan ekonomi rakyat.  Dengan demikian strategi
pengembangan yang perlu dikembangkan adalah strategi yang partisipatif.  Hal ini akan
membutuhkan perubahan pendekatan yang mendasar dibandingkan dengna strategi
yang selama ini diterapkan.  Rekonsptualisasi sekaligus revitalisasi peran pemerintah
akan menjadi faktor yang paling menentukan dalam perspektif pengembangan
partisipatif ini.
Pembangunan koperasi di indonesia telah menunjukan hasil-hasil yang cukup
baiki secara kualitatif maupun secara kuantitatif. Pada krisis ekonomi terbukti bahwa
koperasi mampu bertahan, dalam menghadapi permasalahan tersebut maka disusunlah
kebijakan pembangunan dalam upaya usaha rencana pembangunan secara nasional.
Pembangunan koperasi dapat terus ditingkatkan sehingga dapat tumbuh menjadi
perusahaan yang sehat dan kuat. Peranannya dalam berbagai aspek kehidupan ekonomi
bangsa dapat lebih ditingkatkan. Kebijakan pemerintah dalam pembangunan koperasi
sampai saat ini masih cukup relevan untuk dilaksanakan adalah :
1. Pembangunan koperasi sebagai wadah kegiatan ekonomi rakyat agar memiliki
kemampuan menjadi badan usaha yang efisien dan menjadi gerakan ekonomi
rakyat.
2. Koperasi didukung melalui pemberian kesempatan yang seluas-luasnya disegala
sektor kegiatan ekonomi, baik di dalam negeri maupun diluar negeri dan
memudahkan untuk memperoleh permodalan.
3. Kerjasama antar koperasi dan koperasi antara BUMN dan usaha swasta lainnya
dikembangkan untuk mewujudkan kehidupan perekonomian berdasarkan
demokrasi ekonomi yang dijiwai semangat dan asas kekeluargaan serta saling
mendukung dan menguntungkan.

9
Pengembangan koperasi yang dilakukan oleh pemerintah yaitu : pembangunan dan
pengembangan usaha, pengembangan SDM, peran pemerintah, kerjasama internasional.
Koperasi mempunyai peran penting dalam pembangunan ekonomi nasional yaitu :
1. Koperasi mampu menggerakan potensi masyarakat golongan ekonomi lemah.
2. Koperasi lembaga ekonomi yang sangat diperlukan oleh bangsa indonesia.
3. Koperasi berperan utama sebagai agen pemerataan pembangunan ekonomi
nasional.
Keberhasilan koperasi diukur dengan satuan-satuan kuantitatif misalnya : jumlah
koperasi, jumlah modal, SHU, KUD, dll. Koperasi sangat dipengaruhi oleh perubahan
lingkungan bisnis mengglobal mampu bersaing dalam dunia bisnis secara optimal dan
tetap bertahan dimasa depan sebagai wadah perjuangan ekonomi rakyat.

10
BAB III
PEMBAHASAN PENGEMBANGAN KOPERASI

3.1 Perkembangan KUD sampel di Kecamatan Sungai Bahar


Perkembangan KUD di kecamatan Sungai Bahar selama kurun waktu 5 tahun
yang sudah diolah dalam bentu persentase. Di mana sangat jelas terlihat banyak terjadi
fluktuasi dalam perkembangan KUD tiap tahunnya, diantaranya ada 10 indikator yang
dilihat dalam perkembangan KUD ini yaitu :
1. Perkembangan Jumlah Anggota
Perkembangan pada Indikator ini sangat kecil, bahkan tidak terjadi peningkatan sama
sekali dan leibh buruknya juga pernah terjadi penurunan yaitu tahun 2002 sehingga
menyebabkan perkembangan pada indicator ini sangat tidak memuaskan seperti harapan
kita. Karena yang menjadi anggota adalah kepala keluarga, dan ibu rumah tangga tidak
merasa cukup satu orang saja yang jadi anggota dan orang-orang baru tidak tertarij
menjadi anggota karena harus membayar simpanan pokok dan wajib.
2. perkembangan simpanan anggota
Perkembangan simpanan anggota yang terdiri atas simpanan pokok, wajib, tabungan,
sukarela, dan simpanan lainnya. Perkembangan ini sangat berfluktuasi secara umum
KUD Bahar Jaya pada tahun 2002 mengalami penurunan pada keseluruhan simpanan
hal ini dikarenakan mulai masuknya Toke korea atau tengkulak di daerah ini, (komentar
responden, 2007). Simpanan yang dilakukan hanya berkisar pada simpanan wajib
anggota mulai enggan menabung karena sudah ada Bank di daerah sungai bahar.
3. perkembangan cadangan KUD
Cadangan pada umumnya berada pada keadaan stabil yaitu tidak terlalu banyak
mengalami penurunan hanya ada penurunan pada tahun 2003 yaitu KUD Bahar Jaya
dan Sumber Makmur masing-masing menurun 11,5% dan 74,5% dari tahun
sebelumnya. Hal ini terjadi karena gejolak anggota yang mulai tertarik untuk menjual
hasil produksi sawitnya dengan pihak swasta yang lebih tinggi dibandingkan harga
ditawarkan KUD.
4. perkembangan hutang
Hutang yang dilihan dalam penelitian ini yaitu hutang lancer dan hutang jangka
panjang, di mana indicator ini sama halnya dengan yang lain terkadang mengalami
kenaikan danj uga penurunan, di tahun 2006 penurunan lebih banyak dibandingkan

11
tahun sebelumnya ini menandakan hutang koperasi mulai menurun. Hutang koperasi
dalam keadaan baik, penurunan ini menandakan KUD sudah mulai mengurangi
ketergantungannya dengan pihak luar yang memberikan bantuan hutang untuk
kemajuan koperasi, karena KUD telah mendapatkan modal dari dalam yang cukup
besar.
5. perkembangan piutang
Keadaan piutan KUD sampel sangat bagus karena banyak terjadi peningkatan.
Sedangkan penurunan hanya terjadi di tahun 2002, 2003, 2005 dan 2006 masing-masing
satu KUD dan 2 KUD hanya di tahun 2006 yaitu KUD Bahar Jaya menurun 24.4%
kemudian Mukti Tama menurun 4,0%, Sumber Rezeki menurun 29,3%. Keadaan ini
terjadi karena unit simpan pinjam KUD bunganya rendah maka dari itu unit usaha ini
masih tetap bertahan dan saat ini menjadi tulang punggung kemajuan KUD di
Kecamatan Sungai Bahar.
6. perkembangan volume usaha
Volume usaha dilihat dari unit usaha yang ada yaitu Unit Kelapa Sawit, unit dagang,
unit angkutan dan unit simpan pinjam, dimana perkembangan unit ini sangat tergantung
dengan pelayanan KUD dan partisipasi anggota itu sendiri.
7. perkembangan dana
Dilihat dari indicator ini, adalah merupakan salah satu indicator yang penurunannya
paling sedikit yaitu menurun hanya pada tahun 2003, 2005 dan 2006 penurunan hanya
terjadi pada satu KUD tidak lebih hal ini sangat nyata perkembangan pada indicator ini
tergolong bagus peningkatan tertinggi yaitu tahun 2002 sebesar 186,3% khusus KUD,
karena dana bantuan dari pemerintah atau dana dari dalam tidak digunakan sebelum
terjadi kerugian.
8. perkembangan modal
Perkembangan modal KUD tergolong stabil dan berada pada posisi aman dalam
memajukan KUD karena pada tahun 2006 hanya ada satu KUD yang mengalami
penurunan, yaitu KUD Mukti Tama menurun 44,9% selebihnya meningkat, karena para
anggota selalu membayar simpanan wajib, sebagai salah satu wujud partisipasi
kontributif anggota KUD yang selalu mereka lakukan yaitu sistem potong dari hasil
produksi anggotanya.
9. perkembangan donasi

12
Donasi adalah indicator yang tidak jauh beda keadaannya dengan indicator jumlah
anggota karena hanya ada peningkatan pada beberapa tahun dan lebih didominan
dengan tidak ada sama sekali peningkatan atau bahkan terjadi penurunan, hal ini terjadi
karena dana masukan dari hasil pemasaran hasil produksi petani sekitar kurang
maksimal, dan kendaraan angkutan yang dimiliki KUD makin berkurang.
10. perkembangan SHU
Perkembangan SHU KUD sangat berfluktuasi hal ini karena hal-hal yang
mempengaruhi SHU seperti simpanan dan hal lain juga mengalami keadaan yang sama
jadi SHU pun keadaannya tidak jauh beda. Selain itu SHU KUD semakin menurun
karena partisipasi yang mulai mengendur dan persaingan dengan pihak swasta sangat
ketat, seperti sistem bayar dimuka dalam mebeli hasil produksi anggota dan petani
sekitar hal ini karena dipengaruhi oleh unit simpan pinjam yang saling berkaitan. Jika
KUD membeli dengan sistem langsung bayar maka pinjaman anggota sulit untuk
dibayar.

3.2 Pengembangan Kelembagaan Koperasi


Koperasi Unit Desa di Sungai Bahar mempunyai konsep koperasi ekonomi
campuran. Pemerintah boleh ikut intervensi baik dalam memberikan modal maupun
regulasi koperas. Selanjutnya koperasi telah berkembang dengan modal yang cukup dari
anggota koperasi dan dapat melaksanakan kegiatan bisnisnya tanpa intervensi
pemerintah.
Untuk menunjang pengembangan lembaga koperasi, KUD memfokuskan
bisnisnya dalam bidang perkebunan yang telah dibantu pemerintah dalam membuat
lahan sawit seluas ± 6.000 Ha.
Namun di sisi lain, koperasi mempunya korelasi yang buruk terhadap
anggotanya sehingga membuat kondusi yang tidak stabil dalam pengelolaan bisnisnya.
Koperasi Unit Desa banyak melakukan penyimpangan yang membuat partisipasi
masyarakat semakin berkurang.

13
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. perkembangan KUD di kecamatan Sungai Bahar periode tahun 2002-2006
menunjukkan keadaan yang sangat berfluktuasi, di mana perkembangan KUD itu
sendiri dilihat dari 10 indikator yaitu jumlah anggota, simpanan, cadangan, hutang,
piutang, volume usaha, dana, SHU, modal, donasi, yang masing-masing indicator ini
memiliki perkembangan yang berbeda-beda. Untuk perkembangan yang sangat tidak
berarti adalah jumlah anggota dan donasi karena jarang sekali mengalami peningkatan,
sedangkan indikator yang paling stabil tingkat peningkatannya dari tahun ke tahun
adalah indicator modal.
2. partisipasi anggota KUD di kecamatan Sungai Bahar tergolong tinggi 75% dan 25%
sedang hal ini dikarenakan berdirinya pabrik sawit swasta tanpa lahan dengan harga beli
yang tinggi sehingga menyebabkan anggota KUD tidak lagi menjual hasil sawitnya
pada KUD melainkan pada toke korea atau tengkulak dan perasaan memiliki KUD itu
sudah berkurang, seharusnya dengan pendapatan dan luas lahan yang cukup membuat
KUD lebih dari 75% partisipasi yang tinggi.
3. pengembangan kelembagaan koperasi pada awalnya sangat maju secara signifikan.
Akan tetapi setelah beberapa periode, koperasi mulai mengalami kerugian karena
partisipasi anggota yang semakin berkurang. Hal ini disebabkan koperasi banyak
melakukan penyimpangan dalam bisnis.

4.2 Rekomendasi
1. koperasi harus fokus dalam kegiatan bisnisnya yang mengutamakan di sektor
perkebunan dan mengerti bagaimana persaingan di pasar. Koperasi sebaiknya bekerja
sama dengan lembaga koperasi lainnya agar tercipta persaingan yang kondusif.

14
2. dalam kegiatan bisnisnya, koperasi harus memberikan data-data secara transparan
terhadap anggotanya, sehingga tidak menimbulkan kecurigaan dari anggotanya.
3. intervensi pemerintah sangat dibutuhkan yaitu dalam hal regulasi atau memberi
kebijakan yang tepat dalam situasi KUD di Kecamatan Sungai Bahar.

15

S-ar putea să vă placă și