Sunteți pe pagina 1din 12

NEKROSIS PULPA I.

Definisi Nekrosis pulpa (gangrene) merupakan proses lanjut dari radang pulpa akut maupun kronis atau terhentinya darah secara tiba-tiba karena trauma. Nekrosi pulpa dapat terjadi parsial maupun full. Ada 2 macam nekrosis : Tipe koagulasi terjadi karena jaringan yang larut mengendap dan berubah menjadi bahan yang padat. Tipa liquefaction terjadi karena enzim proteolitik mengubah jaringan pulpa menjadi bahan yang lunak dan cair. Penyebabnya : 1. Microbakterial 2. Trauma fisik (benturan, radiasi) 3. Bahan-bahan kimia (tumpatan gigi, bahan korosif) 4. Reaksi hipersensitivitas Umumnnya nekrosis pulpa disebabkan karena pulpitis reversible dan irreversible yang tidak di tangani dengan baik/benar (kegagalan perawatan). Nekrosis pulpa ditandai dengan hasil akhir berupa H2S, amoniak, bahan yang bersifat lemak, indikan, protamine, CO2 selain itu Indole, Skatol, Putresin dan kadaverin yang menimbulkan bau busuk. Ditemukan juga kuman saprofit anaerob. II. Mekanisme Meknisme terjadinya nekrosis pulpa merupakan penjalaran yang membutuhkan waktu yang lama. Proses terjadi nekrosis dimulai dari : Karies superfacial (karies email). Dimana terjadi pembentukan plak dan penguraian karbohidrat oleh bakteri dengan menggunakan enzim Ftase dan Gtase. Bakteri yang mengurai karbohidrat (sukrosa) akan menghasilkan asam sebagai hasil akhir yang meng-etsa email gigi hingga tebentuk kavitas. Karies dentin Merupakan kelanjutan invasi bakteri setelah terbentuk kavitas superfacial. Peradangan pulpa (infeksi pulpa) Merupakan reaksi terhadap invasi bakteri yang telah mengenai pulpa. Ditandai dengan terjadinya dilatasi pembuluh darah, peningkatan volume darah dalam ruangan pulpa (kongesti) Pulpitis Dibedakan menjadi 2 : - Reversible Inflamasi pulpa yang masih ringan yang disebabkan oleh stimuli tapi pulpa dapat kembali ke keadaan tidak terinflamasi bila stimuli dihilangkan. a. Kronik (tanpa gejala)/asimtomatik b. Akut (dengan gejala)/symtomatik - Ireversibel Inflamasi pulpa yang persisten yang dapat simtomatik ataupun asimtomatik yang menyebabkan pulpa menjadi nekrosis (mati).

a. Akut b. Kronik : pulpitis hiperplastik Ditandai dengan berlanjutnya dilatasi pembuluh darah, akumulasi cairan udema pada jaringan penghubung yang mengelilingi pembuluh darah kecil. Cairan udema ini akan merusak kapiler yang ditandai dengan ektravasasi sel darah merah dan diapedesis sel darah putih. Ditemukan juga PMN disekitar dinding pembuluh kapiler yang aktif bergerak secara teratur. Sel-sel yang rusak, leukosit PMN, bakteri yang mati yang menyebabkan terbentuknya PUS (abses pulpa). Pus tersebut akan menyumbat jalan peredaran darah sehingga drainase terganggu akibatnya pus menjalar di seluruh bagian pulpa dan menyebabkan terjdinya nekrosis. Nekrosis (gangrene) Nekrosis yang terjadi dapat menyebabkan terjadinya abses periapikal. Abses periapikal Penyebaran PUS ke organ tubuh lain melalui pembuluh darah, yang bisa menyebabkan kematian. III. Gejala : Gejala umum nekrosis pulpa : a. Simptomnya sering kali hampir sama dengan pulpitis irreversible b. Nyeri spontan atau tidak ada keluhan nyeri tapi pernah nyeri spontan. c. Sangat sedikit/ tidak ada perubahan radiografik d. Mungkin memiliki perubahan-perubahan radiografik defenitif seperti pelebaran jaringa periodontal yang sangat nyata adalah kehilangan lamina dura e. Perubahan-perubahan radiografik mungkin jelas terlihat f. Lesi radiolusen yang berukuran kecil hingga besar disekitar apeks dari salah satu atau beberapa gigi, tergantung pada kelompok gigi. Keluhan subjektif : Gigi berlubang, kadang-kadang sakit bila kena rangsangan panas Bau mulut (halitosis) Gigi berubah warna. Pemeriksaan objektif : Gigi berubah warna, menjadi abu-abu kehitam-hitaman Terdapat lubang gigi yang dalam Sondenasi,perkusi dan palpasi tidak sakit Biasanya tidak bereaksi terhadap tes elektrik dan termal. Kecuali pada nekrosis tipe liquifaktif. Bila sudah ada peradangan jaringan periodontium, perkusi,palpasi dan sondenasi sakit. IV. Pengobatan a. Simtomatis : Diberikan obat-obat penghilang rasa sakit/anti inflmasi (OAINS) b. Kausatif : Diberikan antibiotika (bila ada peradangan) c. Tindakan : - Gigi dibersihkan dengan semprit air, lalu dikeringkan dengan kapas. - Beri anagesik, bila ada peradangan bisa di tambah dengan antibiotic - Sesudah peradangan reda bisa dilakukan pencabutan atau dirujuk untuk perawatan saluran akar.

- Biasanya perawatan saluran akar yang digunakan yaitu endodontic intrakanal. Yaitu perawatan pada bagian dalam gigi (ruang akar dan saluran akar) dan kelainan periapaikal yang disebabkan karena pulpa gigi tersebut. Pulpitis Reversible Pulpitis reversible merupakan proses inflamasi ringan yang apabila penyebabnya dihilangkan maka inflamasi menghilang dan pulpa akan kembali normal. Faktor-faktor yang menyebabkan pulpitis reversible, antara lain stimulus ringan atau sebentar seperti karies insipient, erosi servikal, atau atrisi oklusal, sebagian besar prosedur operatif, kuretase periodontium yang dalam dan fraktur email yang menyebabkan tubulus dentin terbuka. Gejala Pulpitis reversible bersifat asimtomatik dapat disebabkan karena karies yang baru muncul dan akan kembali normal bila karies dihilangkan dan gigi direstorasi dengan baik, apabila ada gejala (bersifat simtomatik) biasanya berbentuk pola khusus. Aplikasi stimulus dingin atau panas, dapat menyebabkan rasa sakit yang tajam. Jika stimulus ini dihilangkan, nyeri akan segera reda. Stimulus panas dan dingin menimbulkan nyeri yang berbeda pada pulpa normal. Ketika panas diaplikasikan pada gigi dengan pulpa yang tidak terinflamasi, respon awal yang langsung terjadi (tertunda), namun jika stimulus panas ditingkatkan maka intensitas nyeri akan meningkat. Sebaliknya, jika stimulus dingin diberikan, pulpa normal akan segera terasa nyeri dan menurun jika stimulus dingin dipertahankan. Berdasarkan observasi hal ini, respon dari pulpa sehat maupun terinflamasi tampaknya sebagian besar disebabkan oleh perubahan dalam tekanan intrapulpa. Pulpitis Irreversible

Pulpitis irreversible merupakan inflamasi parah yang tidak akan bisa pulih walaupun penyebabnya dihilangkan dan lambat atau cepat pulpa akan menjadi nekrosis. Pulpa irreversible ini seringkali merupakan akibat atau perkembangan dari pulpa reversible. Dapat pula disebabkan oleh kerusakan pulpa yang parah akibat pengambilan dentin yang luas selama prosedur operatif, trauma atau pergerakan gigi dalam perawatan ortodontic yang menyebabkan terganggunya aliran darah pulpa. Gejala Pada awal pemeriksaan klinik pulpitis irreversibel ditandai dengan suatu paroksisme (serangan hebat), rasa sakit dapat disebabkan oleh hal berikut: perubahan temperatur yang tiba-tiba, terutama dingin; bahan makanan manis ke dalam kavitas atau pengisapan yang dilakukan oleh lidah atau pipi; dan sikap berbaring yang menyebabkan bendungan pada pembuluh darah pulpa. Rasa sakit biasanya berlanjut jika penyebab telah dihilangkan, dan dapat datang dan pergi secara spontan, tanpa penyebab yang jelas. Rasa sakit seringkali dilukiskan oleh pasien sebagai menusuk, tajam atau menyentak-nyentak, dan umumnya adalah parah. Rasa sakit bisa sebentar-

sebentar atau terus-menerus tergantung pada tingkat keterlibatan pulpa dan tergantung pada hubungannya dengan ada tidaknya suatu stimulus eksternal. Terkadang pasien juga merasakan rasa sakit yang menyebar ke gigi di dekatnya, ke pelipis atau ke telinga bila bawah belakang yang terkena. Menentukan lokasi nyeri pulpa lebih sulit dibandingkan nyeri pada periapikal/periradikuler dan menjadi lebih sulit jika nyerinya semakin intens.Stimulus eksternal, seperti dingin atau panas dapat menyebabkan nyeri berkepanjangan. Nyeri pada pulpitis irreversible berbeda dengan pulpa yang normal atau sehat. Sebagai contoh, aplikasi panas pada inflamasi ini dapat menghasilkan respon yang cepat dan aplikasi dingin, responnya tidak hilang dan berkepanjangan. Walaupun telah diklaim bahwa gigi dengan pulpitis irreversible mempunyai ambang rangsang yang rendah terhadap stimulasi elektrik, menurut Mumford ambang rangsang persepsi nyeri pada pulpa yang terinflamasi dan tidak terinflamasi adalah sama. Nekrosis Pulpa

pulpa nekrosis Nekrosis pulpa adalah matinya pulpa, dapat sebagian atau seluruhnya, tergantung pada seluruh atau sebagian yang terlibat. Nekrosis, meskipun suatu inflamasi dapat juga terjadi setelah jejas traumatic yang pulpanya rusak sebelum terjadi reaksi inflamasi. Nekrosis ada dua jenis yaitu koagulasi dan likuifaksi (pengentalan dan pencairan). Pada jenis koagulasi, bagian jaringan yang dapat larut mengendap atau diubah menjadi bahan solid. Pengejuan adalah suatu bentuk nekrosis koagulasi yang jaringannya berubah menjadi masa seperti keju, yang terdiri atas protein yang mengental, lemak dan air. Nekrosis likuefaksi terjadi bila enzim proteolitik mengubah jaringan menjadi massa yang melunak, suatu cairan atau debris amorfus. Pulpa terkurung oleh dinding yang kaku, tidak mempunyai sirkulasi daerah kolateral, dan venul serta limfatiknya kolaps akibat meningkatnya tekanan jaringan sehingga pulpitis irreversible akan menjadi nekrosis likuifaksi. Jika eksudat yang dihasilkan selama pulpitis irreversible diserap atau didrainase melalui kavitas karies atau daerah pulpa yang tebuka ke dalam rongga mulut, proses nekrosis akan tertunda; pulpa di daerah akar akan tetap vital dalam jangka waktu yang cukup lama. Sebaliknya, tertutup atau ditutupnya pulpa yang terinflamasi mengakibatkan proses nekrosis pulpa yang cepat dan total serta timbulnya patosis periapikal. Gejala Gejala umum nekrosis pulpa : 1. 2. 3. 4. Simptomnya sering kali hampir sama dengan pulpitis irreversible Nyeri spontan atau tidak ada keluhan nyeri tapi pernah nyeri spontan. Sangat sedikit/ tidak ada perubahan radiografik Mungkin memiliki perubahan-perubahan radiografik defenitif seperti pelebaran jaringan periodontal yang sangat nyata adalah kehilangan lamina dura 5. Perubahan-perubahan radiografik mungkin jelas terlihat

6. Lesi radiolusen yang berukuran kecil hingga besar disekitar apeks dari salah satu atau beberapa gigi, tergantung pada kelompok gigi. Keluhan subjektif : 1. Gigi berlubang, kadang-kadang sakit bila kena rangsangan panas 2. Bau mulut (halitosis) 3. Gigi berubah warna. Pemeriksaan objektif : 1. 2. 3. 4. Gigi berubah warna, menjadi abu-abu kehitam-hitaman Terdapat lubang gigi yang dalam Sondenasi,perkusi dan palpasi tidak sakit Biasanya tidak bereaksi terhadap tes elektrik dan termal. Kecuali pada nekrosis tipe liquifaktif. 5. Bila sudah ada peradangan jaringan periodontium, perkusi,palpasi dan sondenasi sakit. sinusitits 2.2.1 Definisi Sinusitis dikarakteristikkan sebagai suatu peradangan pada sinus paranasal. Sinusitis diberi nama sesuai dengan sinus yang terkena. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis. Bila mengenai semua sinus paranasalis disebut pansunusitis. Disekitar rongga hidung terdapat empat sinus yaitu sinus maksilaris (terletak di pipi), sinus etmoidalis (kedua mata), sinus frontalis (terletak di dahi) dan sinus sfenoidalis (terletak di belakang dahi). Sinusitis selalu melibatkan mukosa pada hidung dan jarang terjadi tanpa disertai dengan rhinitis maka sering juga disebut rhinosinusitis) .[1,7] Berdasarkan definisi, gejala acute rhinosinusitis terjadi kurang dari 3 minngu, gejala subacute rhinosinusitis terjadi paling tidak 21-60 hari dan gejala chronic rhinosinusitis terjadi lebih dari 60 hari. Rhinosinusitis dapat diklasifikasikan berdasarkan tempat anatomi (maxillary, ethmoidal, frontal, sphenoidal), organisme patogen (viral, bacterial, fungi), adanya komplikasi (orbital, intracranial) dan dihubungkan dengan beberapa faktor (nasal polyposis, immunosupression, anatomic variants).

2.2.2 Epidemiologi Rhinosinusitis mempengaruhi sekitar 35 juta orang per tahun di Amerika dan jumlah yang mengunjugi rumah sakit mendekati 16 juta orang. [5,8] Menurut National Ambulatory Medical Care Survey (NAMCS), kurang lebih dilaporkan 14 % penderita dewasa mengalami

rhinosinusitis yang bersifat episode per tahunnya dan seperlimanya sebagian besar didiagnosis dengan pemberian antibiotik. Pada tahun 1996, orang Amerika menghabiskan sekitar $3.39 miliyar untuk pengobatan rhinosinusitis.[5,9] Sekitar 40 % acute rhinosinusitis merupakan kasus yang bisa sembuh dengan sendirinya tanpa diperlukan pengobatan. Penyakit ini terjadi pada semua ras, semua jenis kelamin baik laki-laki maupun perempuan dan pada semua kelompok umur. Chronic rhinosinusitis mempengaruhi sekitar 32 juta orang per tahunnya dan 11,6 juta orang mengunjungi dokter untuk meminta pengobatan. Penyakit ini bersifat persisten sehingga merupakan penyebab penting angka kesakitan dan kematian. Adapun penyakit ini dapat mengenai semua ras, semua jenis kelamin dan semua umur. 2.2.3 Etiologi Sinusitis dapat disebabkan oleh beberapa patogen seperti bakteri (Streptococcus pneumonia, Haemophillus influenza, Streptococcus group A, Staphylococcus aureus, Neisseria, Klebsiella, Basil gram (-), Pseudomonas, fusobakteria), virus (Rhinovirus, influenza virus, parainfluenza virus), dan jamur. Patogen yang paling sering dapat diisolasi dari kultur maxillary sinus pada pasien sinusitis akut yang disebabkan bakteri seperti Streptococcus pneumonia, Haemophillus influenza, dan Moraxella catarrhalis. Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus dan bakteri anaerob. Selain itu beberapa jenis jamur juga berperan dalam patogenesis penyakit ini seperti Mucorales dan Aspergillus atau Candida sp. Berikut beberapa penjelasan patogen yang berperan dalam penyakit sinusitis akut : y Streptococcus pneumonia merupakan bakteri gram positif, catalase-negative, facultatively anaerobic cocci dimana 20 - 43 % dari sinusitis akut yang disebabkan bakteri pada kasus orang dewasa. [10] y Haemophillus influenza merupakan bakteri gram negatif, facultatively anaerobic bacilli. H influenza type B merupakan penyebab pasti meningitis sampai pemakaian luas vaksin. y Staphylococcus aureus sekarang ini dilaporkan mengalami peningkatan dalam patogen penyebab sinusitis akut yang disebabkan bakteri. [11] Pada sinusitis kronik ada beberapa bakteri yang telah dapat dilaporkan yang berperan sebagai penyebab. Namun peran bakteri dalam patogenesis sinusitis kronik belum diketahui sepenuhnya. Adapaun beberapa contohnya seperti Staphylococcus aureus, Coagulase-

negative staphylococci , H influenza, M catarrhalis, dan S Pneumoniae. Disamping itu, ada beberapa jenis jamur yang dapat dihubungkan dengan penyakit ini seperti Aspergillus sp, Cryptococcus neoformans, Candida sp, Sporothrix schenckii dan Altemaria sp. Adapun etiologi yang mungkin dari pasien diatas adalah adanya infeksi dari bakteri. Hal ini karena pasien mengeluhkan adanya pilek yang kemungkinan disebabkan oleh bakteri. 2.2.4 Patogenesis Pada dasarnya patofisiologi dari sinusitis dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu obstruksi drainase sinus (sinus ostia), kerusakan pada silia, dan kuantitas dan kualitas mukosa. Sebagian besar episode sinusitis disebabkan oleh infeksi virus. Virus tersebut sebagian besar menginfeksi saluran pernapasan atas seperti rhinovirus, influenza A dan B, parainfluenza, respiratory syncytial virus, adenovirus dan enterovirus. Sekitar 90 % pasien yang mengalami ISPA akan memberikan bukti gambaran radiologis yang melibatkan sinus paranasal.[4,12] Infeksi virus akan menyebabkan terjadinya udem pada dinding hidung dan sinus sehingga menyebabkan terjadinya penyempitan atau obstruksi pada ostium sinus, dan berpengaruh pada mekanisme drainase dalam sinus.

Selain itu inflamasi, polyps, tumor, trauma, scar, anatomic varian, dan nasal instrumentation juga menyebabkan menurunya patensi sinus ostia. Virus tersebut juga memproduksi enzim dan neuraminidase yang mengendurkan mukosa sinus dan mempercepat difusi virus pada lapisan mukosilia. Hal ini menyebabkan silia menjadi kurang aktif dan sekret yang diproduksi sinus menjadi lebih kental, yang merupakan media yang sangat baik untuk berkembangnya bakteri patogen. Silia yang kurang aktif fungsinya tersebut terganggu oleh terjadinya akumulasi cairan pada sinus. Terganggunya fungsi silia tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kehilangan lapisan epitel bersilia, udara dingin, aliran udara yang cepat, virus, bakteri, environmental ciliotoxins, mediator inflamasi, kontak antara dua permukaan mukosa, parut, primary cilliary dyskinesia (Kartagener syndrome). Adanya bakteri dan lapisan mukosilia yang abnormal meningkatkan kemungkinan terjadinya reinfeksi atau reinokulasi dari virus. Konsumsi oksigen oleh bakteri akan menyebabkan keadaan hipoksia di dalam sinus dan akan memberikan media yang menguntungkan untuk berkembangnya bakteri anaerob. Penurunan jumlah oksigen juga akan mempengaruhi

pergerakan silia dan aktivitas leukosit. Sinusitis kronis dapat disebabkan oleh fungsi lapisan mukosilia yang tidak adekuat, obstruksi sehingga drainase sekret terganggu, dan terdapatnya beberapa bakteri patogen. Menurut teori,patogenesis pasien di atas disebabkan oleh deviasi septum. Deviasi septum tersebut didapatkan dari pemeriksaan fisik. 2.2.5 Manifestasi kilinis Manifestasi klinis yang khas dari kelainan pada sinus adalah sakit kepala yang dirasakan ketika penderita bangun pada pagi hari. Manifertasi klinis yang ditimbulkan oleh sinusitis dapat dibagi menjadi dua yaitu gejala subyektif (dirasakan) dan gejala obyektif (dilihat). y Gejala subyektif : demam, lesu, hidung tersumbat, sekresi lender hidung yang kental dan terkadang bau, sakit kepala yang menjalar dan lebih berat pada pagi hari. y Gejala obyektif kemungkinan ditemukan pembengkakan pada daerah bawah orbita (mata) dan lama kelamaan akan bertambah lebar sampai ke pipi. Sinusitis akut dan kronis memilki gejala yang sama, yaitu nyeri tekan dan pembengkakan pada sinus yang terkena, tetapi ada gejala tertentu yang timbul berdasarkan sinus yang terkena : y Sinusitis maksilaris menyebabkan nyeri pipi tepat dibawah mata, sakit gigi dan sakit kepala y Sinusitis frontalis menyebabkan sakit kepala di dahi y Sinusitis etmoidalis menyebabkan nyeri di belakang dan diantara mata serta sakit kepala di dahi. y Sinusitis sfenoidalis menyebabkan nyeri yang lokasinya tidak dapat dipastikan dan bisa dirasakan di puncak kepala bagian depan ataupun belakang, atau kadang menyebabkan sakit telinga dan sakit leher. Pada pasien di atas kemungkinan sinus yang terinfeksi adalah sinus maksilla berdasarkan dari keluhan pasien. Pada pipi bagian sinistra pasien juga terdapat udema yang menunjukan penumpukan cairan pada sinus maksillaris pasien.

2.2.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding Dalam menegakkan diagnosis penyakit sinusitis baik akut maupun kronik harus melakukan beberapa langkah seperti anamnesis (riwayat pasien), pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang lainnya. Penegakkan diagnosis tersebut harus dilakukan dengan cermat sebab ini

akan sangat mempengaruhi dokter terutama dalam penatalaksanaan pasien. Berikut langkahlangkah dalam mendiagnosis sinusitis baik akut maupun kronis. a) Sinusitis Akut y Anamnesis Riwayat rhinitis allergi, vasomotor rhinitis, nasal polyps, rhinitis medicamentosa atau immunodeficiency harus dicari dalam mengevaluasi sinusitis. Sinusitis lebih sering terjadi pada orang yang mengalami kelainan kongenital pada imunitas humoral dan pergerakan sillia, cystic fibrosis dan penderita AIDS. Sinusitis yang disebabkan oleh bakteri sering salah diagnosis. Faktanya hanya 4050 % dari kasus yang berhasil didiagnosis dengan tepat oleh dokter. [13] Meskipun kriteria diagnosis sinusitis akut telah ditetapkan, tak ada satu tanda atau gejala yang kuat dalam mendiagnosis sinusitis yang disebabkan bakteri. Akan tetapi, sinusitis akut yang disebabkan bakteri harus dicurigai pada pasien yang memperlihatkan gejala ISPA yang disebabkan virus yang tidak sembuh selama 10 hari atau memburuk setelah 57 hari. y Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik, hal-hal yang mungkin kita temui pada pasien seperti purulent nasal secretion, purulent posterior pharyngeal secretion, mucosal erythema, periorbital erythema, tenderness overlying sinuses, air-fluid levels on transillium of the sinuses dan facial erythema.[6] y Pemeriksaan Penunjang  Pemeriksaan Laboratorium ESR (Erythrocyte Sedimentation Rate) dan C-reactive protein meningkat pada pasien sinusitis tapi hasil ini tidak spesifik. Hasil pemeriksaan darah lengkap juga diperlukan sebagai acuan pembanding. Pemeriksaan sitologi nasal berguna untuk menjelaskan beberapa hal seperti allergic rhinitis, eosinophilia, nasal polyposis dan aspirin sensitivity. Kita juga dapat melakukan kultur pada produk sekresi nasal akan tepai sangat terbatas karena sering terkontaminasi dengan normal flora.  Pemeriksaan Imaging

Pemerikasaan ini dilakukan terutama untuk mendapatkan gambaran sinus yang dicurigai mengalami infeksi. Ada beberapa pilihan imaging yang dapat dilakukan yaitu plain radiography (kurang sensitif terutama pada sinus ethmoidal), CT scan (hasilnya lebih baik dari pada rontgen tapi agak mahal), MRI (berguna hanya pada infeksi jamur atau curiga tumor) dan USG (penggunaannya terbatas). [6] b) Sinusitis kronik y Anamnesis Sinusitis kronik lebih sulit didiagnosis dibandingkan dengan sinusitis akut. Dalam menggali riwayat pasien harus cermat, jika tidak maka sering salah diagnosis. Gejala seperti demam dan nyeri pada wajah biasanya tidak ditemukan pada pasien sinusitis kronik. y Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaaan fisik pasien sinusitis kronik ditemukan beberapa hal seperti pain or tenderness on palpation over frontal or maxillary sinuses, oropharyngeal erythema dan purulent secretions, dental caries dan ophthalmic manifestation (conjunctival congestion dan lacrimation, proptosis). y Pemeriksaan Penunjang  Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan kultur hapusan nasal tidak memiliki nilai diagnostik. Kadang-kadang pada hapusan nasal ditemukan juga eosinopil yang mengindikasikan adanya penyebab alergi. Pemeriksaan darah lengkap rutin dan ESR secara umum kurang membantu, akan tetapi biasanya ditemukan adanya kenaikan pada pasien dengan demam. Pada kasus yang berat, kultur darah dan kultur darah fungal sangat diperlukan. Tes alergi diperlukan untuk mencari penyebab penyakit yang mendasari.  Pemeriksaan Imaging Imaging yang tersedia untuk membantu dalam menegakkan diagnosis sinusitis kronis seperti plain radiography, CT scan, dan MRI. Prinsip penggunaannya sama pada sinusitis akut. [3,7]

Dilihat dari hasil anamnesis pasien seperti yang sudah tertulis diatas, dan menurut teori tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pasien menderita sinusitis tipe kronik. Hal ini karena menurut keluhan pasien, gejala ini sudah muncul sejak 1 tahun yang lalu. Adapun beberapa diagnosis banding dari masing-masing tipe sinusitis yaitu : a) Sinusitis Akut : asthma, bronchitis, influenza, dan rhinitis alergi b) Sinusitis Kronik : FUO, gastroesophageal reflux diseases, rhinitis alergi, rhinocerebral mucormycosis dan acute sinusitis. [3] 2.2.7 Penatalaksanaan dan Follow Up a) Sinusitis Akut Tujuan dari terapi sinusitis akut adalah memperbaiki fungsi mukosilia dan mengontrol infeksi. Terapi sinusitis karena infeksi virus tidak memerlukan antimikrobial. Terapi standard nonantimikrobial diantaranya topical steroid, topical dan atau oral decongestan, mucolytics dan intranasal saline spray. Berdasarkan pedoman Sinus and Allergy Health Partnership tahun 2000, terapi sinusitis akut yang disebabkan bakteri dikatakorikan menjadi 3 kelompok : y Dewasa dengan sinusitis ringan yang tidak meminum antibiotik :

Amoxicillin/clavulanate, amoxicillin (1.5-3.5 g/d), cefpodoxime proxetil, atau cefuroxime direkomendasikan sebagai terapi awal y Dewasa dengan sinusitis ringan yang telah mendapat antibiotik sebelumnya 4 6 minngu dan dewasa dengan sinusitis sedang : Amoxicillin/clavulanate, amoxicillin (3-3.5 g), cefpodoxime proxetil, atau cefixime y Dewasa dengan sinusitis sedang yang telah mendapat antibiotik sebelumnya 4 6 minggu : Amoxicillin/clavulanate, levofloxacin, moxifloxacin, atau doxycycline.
[7]

b) Sinusitis Kronik Terapi yang dapat dilakukan pertama kali seperti mengontrol faktor-faktor resiko karena sinusitis kronik memiliki banyak faktor resiko dan beberapa penyebab yang berpotensial. Selain itu, terapi selanjutnya yaitu mengontrol gejala yang muncul serta pemilihan antimikrobial (biasanya oral) yang di pakai.

Tujuan utama dari terapi dengan menggunakan obat yaitu untuk mengurangi infeksi, mengurangi kesakitan dan mencegah terjadinya komplikasi. Adapun berikut beberapa contoh antibiotik yang digunakan seperti : y Vancomycin (Lyphocin, Vancocin, Vancoled) => Adult : 1 g or 15 mg/kg IV q12h, Pediatric : 30-40 mg/kg/d IV in 2 doses y Moxifloxacin (Avelox) => Adult : 400 mg PO/IV qd, Pediatric : <18 years: Not recommended , >18 years: Administer as in adults y Amoxicillin (Amoxil, Trimox, Biomox) => Adult : 500 mg to 1 g PO q8h, Pediatric : 0-45 mg/kg/d PO q8h divided. [6,9] Pasien yang telah mendapatkan terapi dan mulai menunjukkan adanya kemajuan hendaknya tetap dilakukan follow up agar proses penyembuhan dapat berjalan dengan baik. Adapaun yang perlu diperhatikan diantaranya minum air secukupnya, hindari merokok, imbangi nutrisi dan lain-lain. Penatalaksanaan pasien pada kasus diatas adalah dengan pemberian ambroksol dengan dosis 3 kali sehari masing-masing 1 tablet. Selain itu, diberikan juga obat dari golongan psodoefedrin dengan dosis 3 kali sehari masing-masing 1 tablet. Namun pasien pada kasus diatas, belum dilakukan suatu follow up mengingat pasien ini baru pertama kali datang ke poliklinik THT Rumah Sakit Sanglah. Tetapi pasien diatas telah disarankan untuk mengikuti follow up dengan datang kembali ke poliklinik THT RS Sanglah setiap 1 bulan. 2.8 Prognosis dan Komplikasi Prognosis untuk penderita sinusitis akut yaitu sekitar 40 % akan sembuh secara spontan tanpa pemberian antibiotik. Terkadang juga penderita bisa mengalami relaps setelah pengobatan namun jumlahnya sedikit yaitu kurang dari 5 %. Komplikasi dari penyakit ini bisa terjadi akibat tidak ada pengobatan yang adekuat yang nantinya akan dapat menyebabkan sinusitis kronik, meningitis, brain abscess, atau komplikasi extra sinus lainnya. [1,2] Sedangkan prognosis untuk sinusitis kronik yaitu jika dilakukan pengobatan yang dini maka akan mendapatkan hasil yang baik. Untuk komplikasinya bisa berupa orbital cellulitis, cavernous sinus thrombosis, intracranial extension (brain abscess, meningitis) dan mucocele formation. [1,2,3]

S-ar putea să vă placă și