Sunteți pe pagina 1din 5

Mengapa pembukaan UUD 1945 tidak mengalami amandemen ???

Dalam Pembukaan UUD 45 tercantum dasar (ideologi) negara yaitu sila 1 sampai 5 dari Pancasila. Dalam pembukaan UUD 45 tercantum visi misi dan strategi dasar Indonesia. Jika pembukaan diubah, maka visi, misi dan strategi dasar Indonesia bisa berubah, bahkan ideologi negara mungkin bisa berubah. Jika itu berubah, maka sama saja membentuk negara baru meskipun namanya sama. Pembukaan UUD 45 juga mencantumkan tujuan dasar yang dirumuskan oleh para pendiri bangsa ini (FOUNDING FATHERS). Jadi kalau diubah, maka rumusan para founding fathers kita menjadi tidak dipakai lagi, itu sama saja membubarkan NKRI 17-8-1945, dan membentuk negara baru meskipun bisa jadi namanya sama. Jika membentuk negara baru berarti tidak semua propinsi (wilayah) ex Indonesia 17-8-1945 wajib ikut (bisa saja membentuk negara baru sendiri/merdeka).
Latar Belakang Perlunya Perubahan UUD 1945 Desakan untuk mengubah UUD 1945 semakin menguat selama masa kemelut politik dan krisis kepercayaan yang meledak karena dipicu oleh krisis moneter tahun 1997. Luas dan dalamnya krisis yang terjadi waktu itu telah lebih menampakkan kelemahan sistemik UUD 1945 yang asli, yang telah menyebabkannya tidak mampu memberi jalan keluar mengatasi keadaan. Pada dasarnya, ketidakmampuan itu bukanlah sekedar karena kesalahan kebijakan Pemerintah dan ketidakmampuan Presiden serta pejabat pemerintahan lainnya atau karena kurangnya semangat para penyelenggara negara waktu itu. Pemerintahan masa itu tidak mempunyai satu faktor penting untuk dapat mengatasi keadaan, yakni tidak adanya dukungan dan kepercayaan masyarakat luas. Sistem MPR yang berlaku masa itu, di mana MPR adalah pelaksana tertinggi kedaulatan rakyat, pemegang kekuasaan tertinggi dan Presiden sebagai pelaksana kekuasaan tertinggi di bawah dan bertanggung jawab kepada (untergerordnet) MPR, tidak memberikan pilihan lain kepada Presiden Suharto kecuali harus melakukan rekayasa untuk menguasai MPR. Sebab, bila MPR tidak dikuasai, pemerintahan akan labil. Sistem MPR hanya akan stabil, tetapi sekaligus otoriter, hanya apabila ada satu partai politik yang menguasai MPR, seperti maksud pendirian PNI (bukan PNI 1926) sebagai Partai Pelopor, untuk menjadi satu-satunya partai di masa awal kemerdekaan4, atau bila hanya ada satu kekuatan politik dominan, seperti GOLKAR. Gagasan membentuk partai negara itu ditentang oleh Sekutu, yang baru memenangkan PD II, karena menilai bahwa gagasan itu berasal dari pemikiran facisme militer Jepang5. Sistem MPR dirancang sesuai dengan alam pikiran dari konsepsi persatuan pimpinan dan rakyat dan prinsip persatuan dalam negara (das Ganze der politischen Einheit des Volkes), sebuah aliran pikiran nasional-sosialis, yang menurut Prof. DR. Supomo sesuai dengan masyarakat Indonesia. Beliau menamakan aliran itu paham integralistik-totaliter: Presiden adalah Bapak bangsa, pemimpin sejati, penunjuk jalan ke arah cita-cita luhur (prinsip Fuhrung sebagai Kernbegriffein totaler Fuhrerstaat). Dengan demikian, nilai-nilai yang terkandung di dalam Pembukaan telah dieksplisitasikan ke dalam pasal dan ayat, dan juga ke dalam Penjelasan UUD 1945, dengan menggunakan cara pandang (world view) yang populer pada masa menjelang PD II, yaitu paham intregralistik-totaliter. Presiden Suharto berhasil merekayasa sistem MPR dengan membentuk kekuatan 3-jalur, ABRI-GOLKARKORPRI yang menguasai MPR dan Pak Harto sendiri adalah pemimpin ke-3 jalur itu, yaitu sebagai Panglima Tertinggi ABRI, Ketua Dewan Pembina GOLKAR dan Kepala Pemerintahan. Dengan demikian, walau Presiden bertunduk dan bertanggung jawab pada MPR namun pada hakekatnya Presiden (Suharto) yang mengendalikan MPR. Dengan konstruksi demikian Pak Harto berhasil mengokohkan kekuasaannya selama lebih dari 30 tahun dan berhasil membawa banyak kemajuan dalam pembangunan. Tetapi sejalan dengan itu harga yang sudah dibayar untuk konstruksi demikian juga sangat mahal. Hilangnya kontrol dan hilangnya kebebasan, termasuk kebebasan pers, dan kenyataan bahwa kekuasaan itu tamak (power tends to corrupt), telah melahirkan banyak penyimpangan yang pada gilirannya telah menghilangkan dukungan yang ikhlas (genuine) dan kepercayaan rakyat pada kepemimpinan beliau. Dari sisi lain, Pak Harto bisa juga dianggap korban dan sekaligus penikmat sistem itu. Apabila partai banyak, apalagi bila tidak ada partai dominan, dan karenanya Presiden tidak bisa menguasai MPR, seperti yang terjadi pada era Pak Habibie dan Gus Dur, maka sistem MPR itu akan merupakan sistem parlementer yang paling buruk. Dengan mudah dan sebentar saja baik Habibibe maupun Gus Dur dapat diturunkan dari jabatannya. Kelemahan sistemik ini mengakibatkan UUD 1945 yang asli tidak memberikan pilihan dan jalan keluar

yang

baik

untuk

mengatasi

keadaan.

Dunia, terutama selama dua dekade terakhir, berubah dengan cepat. Kemajuan teknologi, khususnya IT (information and telecommunication) dan transportasi, bagaikan revolusi yang mendesakkan perubahan yang melanda seluruh dunia. Informasi dengan cepat menyebar dan dapat merasuk kemana saja. Dalam hitungan menit, modal misalnya berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Disukai atau tidak, perkembangan ini telah semakin memperkokoh kedudukan pasar sebagai sentral kegiatan yang memberi dorongan kuat pada kreatifitas dan inovasi. Negara-negara komunis, Cina dan Vietnam dan Laos, begitu pula negara sosialis-hijau (green socialism) seperti Lybia, atau negara non/semi demokratis lainnya, telah menerapkan politik ekonomi pasar untuk menakik kemajuan dunia guna membangun negeri dan mensejahterakan (fisik) rakyat. Paham sentralisasi untuk sebagian telah ditinggalkan. Tetapi kekuasaan politik tetap dimonopoli oleh partai tunggal/partai dominan, walau pembicaraan tentang perlunya demokrasi untuk Cina, but not now, telah mulai diperdengarkan oleh para pemimpinnya. Sementara kaum terdidik negeri itu juga mulai memperdengarkan pendapatnya yang sering berbeda dengan pendapat resmi negara. Mereka yang menginginkan memperoleh kesejahteraan yang tidak hanya materil-ekonomi saja semakin banyak bersuara, semakin banyak jumlahnya, dan semakin berani. Lambat atau cepat negara-negara itu akan berhadapan dengan tekanan reformasi, dengan tuntutan warganya untuk didengar, untuk turut berpartisipasi, untuk diakui hak-hak dasarnya sebagai manusia. Bila saat itu tiba, bila tekanan itu telah menggumpal makin besar dan kuat, tidak terbayangkan rumitnya tantangan yang harus diatasi. Apalagi kalau tekanan itu akhirnya meletus. Sejarah mengatakan, baik pada era perubahan monarki absolut menjadi monarki demokratis di Eropa pada abad-abad lalu, maupun perubahan di Jerman dan Jepang (melalui kekalahan dalam PD II), di Korea Selatan (era Park Chung-hee), di Taiwan, di Uni Soviet, Cekoslowakia, Yugoslavia, harga perubahan itu amat mahal, dan tidak hanya materil. Bahkan di 3 negara terakhir harga perubahan harus dibayar dengan berakhirnya eksistensi negara-negara tersebut dan terpecah-belah menjadi banyak negara baru. Menghadapi perubahan tantangan yang demikian keras dan mendasar, dan agar tetap mampu melangkah maju, setiap bangsa haruslah berusaha melengkapi diri dengan sistem yang dapat membangun kepercayaan dan dukungan rakyatnya. UUD 1945 perlu diperbaiki, agar tujuan merdeka, seperti yang termaktub dalam Pembukaan, dapat diwujudkan melalui struktur dan prosedur bernegara yang lebih handal, yaitu melalui perubahan pasal dan ayatnya. Perubahan mana pada hakekatnya serupa dengan pengembangan organisasi (organizational development) biasa yang harus dilakukan manakala suatu organisasi ingin tujuannya tercapai sementara lingkungan telah berubah. Yang penting adalah kearifan untuk taat asas pada tujuan awal dalam situasi dan kondisi yang berubah. Nilai-nilai dalam Pembukaan, yang intinya adalah sila-sila Pancasila, harus diterjemahkan dan dieksplisitasikan dengan menggunakan cara pandang demokrasi berkedaulatan rakyat ke dalam struktur dan prosedur bernegara sebagaimana dirumuskan ke dalam pasal dan ayat UUD. Dengan demikian proses reformasi kita mempunyai tujuan untuk membangun kehidupan berdemokrasi dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasar Pancasila yang adil dan makmur.

Makalah

A. Pembahasan Amandemen diambil dari bahasa Inggris yaitu "amendment". Amends artinya merubah, biasanya untuk masalah hukum. The law has been amended (undang-undang itu telah di amandemen). Jadi yang dimaksud dengan Amandemen UUD 45 pasal-pasal dari UUD 45 itu sudah mengalami perubahan yang tertulis atau maknanya, barangkali. Kapan UUD 45 itu dimandemen ?. Perlu diketahui ada perbedaan antara rancangan UUD yang dibuat oleh pantia BPUPKI dengan naskah UUD 45 yang disetujui dan ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945. Jadi anggaplah dasar UUD 45 yang belum diamandemen adalah UUD 45 yang tercantum dalam ketetapan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Memilih Soekarno dan Hatta menjadi Presiden dan Wakil Presiden.

Pekerjaan Presiden untuk sementara waktu dibantu oleh sebuah Komite Nasional. Dan memang dalam Aturan Peralihan UUD 45, pasal IV tercantum : Sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan perwakilan rakyat dan Dewan Pertimbangan Agung dibentuk menurut Undang-undang Dasar ini, segala kekuasaannya dijalankan oleh Presiden dengan bantuan sebuah Komite Nasional. Dengan perkataan lain saat itu Presiden berkuasa tanpa batas karena beliau berfungsi ya sebagai eksekutif, sebagai pimpinan legislatif. Ini kurang demokratis, padahal Republik Indonesia saat itu harus menunjukkan sifatnya yang didukung rakyat. Kalau tidak, maka Belanda bakal berkoar-koar membenarkan bahwa Pemerintahan Soekarno, fasistik ala Jepang. Makanya konstitusi kita dicermati harus diamandemen. Sejarah menggambarkan bahwa muncullah petisi (kurang lebih 50 orang) untuk merubah KNIP (yang tadinya sekadar badan pembantu Presiden) menjadi sebuah badan legislatif. Karena untuk memunculkan apa yang tertulis dalam undang-undang yaitu terbentuknya MPR dan DPR, sulit direalisir saat itu. Jadi mengapa tidak KNIP saja yang dirubah jadi MPR sementara. Pada tanggal 22 Agustus 1945, PPKI yang berubah menjadi PK (Panitia Kemerdekaan) menetapkan pembentukan Komite nasional, Partai Nasional Indonesia (Staat partij, bukan PNI partai politik) dan Badan Keamanan Rakyat. dan pada tanggal 29 Agustus 1945, anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) terbentuk dengan ketuanya Mr Kasman Singodimedjo. Wakilnya ada 3 orang yaitu masing-masing, 1. Sutardjo Kartohadikoesoemo, 2. Mr Johanes Latuharhary, dan Adam Malik. Dalam sidangnya yang pertama dibalai Muslimin Jakarta, pada tanggal 16 Oktober 1945, KNIP keadaannya kacau. Semua ingin bicara dan merasa perlu ikut bicara. Meskipun demikian hasilnya ada juga yaitu meminta hak legislatif kepada Presiden sebelum terbentuknya MPR dan DPR. Seperti telah disebutkan diatas, sejumlah 50 orang dipimpin oleh Soekarno membuat petisi untuk merubah fungsi dan status KNIP. Sejumlah anggota kabinet seperti Amir Sjarifudin dan Hatta bisa menyetujui (Soekarno tidak hadir dalam sidang KNIP pertama ini). Maka Wakil presiden Mohammad Hatta menerbitkan Maklumat wakil Presiden no.X tapi dengan kop : Presiden Republik Indonesia. Isinya : Memutuskan : Bahwa KNIP sebelum terbentuknya MPR dan DPR diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan GBHN serta menyetujui bahwa pekerjaan KNIP sehari-hari berhubung dengan gentingnya keadaan dijalankan oleh sebuah Badan Pekerja yang dipilih diantara mereka dan yang bertanggung jawab kepada KNIP. Siapakah yang diangkat menjadi ketua BP KNIP itu ?. Dialah Sutan Sjahrir. Dan Wakilnya diangkat Amir Sjarifudin. Sekretaris Mr Soewandi. Jumlah anggota BP KNIP adalah 15 orang. Maka mulailah bekerja BP KNIP ini dan kantornya di Jalan Cilacap Jakarta (sekarang dipakai UBK). Salah satu produk hukum yang dibuat oleh BP KNIP adalah maklumat no.5 tentang pertanggung jawaban menteri-menteri dan susunan dewan kementerian baru. Dokumen ini amat penting karena tanpa disadari merupakan rancangan perubahan konstitusi yang amat mendasar. Konsekwensinya kalau disetujui, maka terjadilah perubahan sistim kabinet presidentiel, menjadi kabinet ministriel. Lucunya Soekarno-Hatta menyetujui. Bahkan Soekarno meminta Sjahrir bertindak sebagai Perdana menteri. Kabinet Sjahrir terbentuk dan serah terima terjadi pada tanggal 14 November 1945. Anehnya ketika berlangsungnya sidang KNIP kedua Sjahrir masih sebagai ketua BP KNIP dan sudah serah terima dengan kabinet lama. Padahal saat

itu dia sudah Perdana menteri. Demikianlah kisah sejarah dalam negeri yang namanya Republik Indonesia ini. Rupanya amandemen bukan barang baru. Tidak aneh kalau Amin Rais Cs melakukannya tahun 2002. (Disarikan dari berbagai sumber). Mungkin untuk menyiasati tantangan yang muncul yang menggoyahkan sendi negara, para politikus, tidak segan-segan mengamandemen peraturan-perundangan yang sedang berlaku. B. Perlu Amandemen UUD 45 Guna Sempurnakan Ketatanegaraan MPR menganggap amandemen UUD 45 masih dibutuhkan. Hanya saja amandemen itu harus dilakukan secara komprehensif. Alasanya ada sejumlah pasal-pasal yang memerlukan penyempurnaan untuk pengelolaan ketatanegaraan yang lebih baik. Pada intinya FKB mendukung perubahan amandemen terhadap UUD 45. Namun harus dilakukan secara komprehensif. Disamping itu, Perlunya amandemen itu karena adanya kebutuhan untuk pengeloaan negara secara baik, misalnya ada beberapa pasal ketatanegaraan yang perlu penyempurnaan Pakar hukum Dr Adnan Buyung Nasuiton mengusulkan perlu dibentuk komisi negara yang mengkaji secara khusus amandemen UUD 45. Sehingga perubahan dan perbaikan terhadap UUD 45 hasil amandemen tidak menimbulkan persoalan baru. Perubahan UUD 45 hasil amandemen perlu dilakukan secara menyeluruh dan tidak bisa dilakukan secara parsial, lebih jauh Adnan mengkhawatirkan jika perubahan UUD 45 itu dilakukan secara parsial, atau bagian demi bagian dan tanpa melihat konteksnya secara luas atau tanpa dibarengi suatu konsep perubahan baru. Justru akan menyisakan persoalan baru yang sarat dengan tumpang tindih. Menurutnya, sampai saat ini ada beberapa kelompok yang menolak hasil amandemen UUD 45 dan menuntut kembali ke UUD 45 yang asli. Keberatan itu, sebenarnya terkait dengan tiga hal, pertama-persoalan konsep negara [staatsidee] yang berkenaan dengan paham kedaulatan rakyat dan pemeritahan demokratis konstitusional. Kedua, persoalan dasar negara yang mencakup dasar Negara Islam Vs Pancasila yang dikhawatirkan adalah munculnya kekuatan yang memaksakan memasukkan Islam yang secara substantif menggeser Pancasila sebagai dasar negara. Dan ketiga, soal kepentingan politik yang menyangkut pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung oleh rakyat dan tidak melalui forum MPR. Yang jelas, kata Adnan, hasil amandemen ke empat UUD 45 telah membawa perbaikan, diantaranya pembatasan masa kekuasaan presiden, adanya perlindungan hak azasi manusia dan jaminan kesejahteraan rakyat. Sejumlah perubahan mendasar itu cukup baik, namun masih ada kelemahannya, secara konseptual maupun teknis yuridis. C. Pasal-Pasal yang diamandemen 1. Perubahan pertama Melipu antara lain hal-hal berikut ini :  Mengurangi, membatasi, serta mengendalikan kekuasaan presiden.

 Hak membentuk UUD yang dulu ada ditangan presiden sekarang ada pada DPR, sedangkan presiden hanya berhak mengajukan rancangan UUD kepada DPR. Pasal-pasal yang mengalami perubahaatau penambahan pada perubahan pertama adalahpasal 5, ayat 1 diubah: pasal 7 diubah; pasal 9 diubah; pasal 13 ayat 2 diubah dan ditambah satu ayat; pasal 20 diubah menjadi empat ayat; pasal 21 ayat 1 diubah. 2. Perubahan kedua Meliputi antara lain hal-hal berikut ini :  Pemerintahan daerah  Keanggotaan, fungsi, hak, serta para pengisian keanggotaan  Wilayah Negara  Hak asasi manusia  Pertahanan keamana Negara  Mengenai bendera, bahasa, lambang, Negara dan lagu kebangsaan
Naskah UUD 1945

Sebelum dilakukan Perubahan, UUD 1945 terdiri atas Pembukaan, Batang Tubuh (16 bab, 37 pasal, 65 ayat (16 ayat berasal dari 16 pasal yang hanya terdiri dari 1 ayat dan 49 ayat berasal dari 21 pasal yang terdiri dari 2 ayat atau lebih), 4 pasal Aturan Peralihan, dan 2 ayat Aturan Tambahan), serta Penjelasan. Setelah dilakukan 4 kali perubahan, UUD 1945 memiliki 20 bab, 37 pasal, 194 ayat, 3 pasal Aturan Peralihan, dan 2 pasal Aturan Tambahan. Dalam Risalah Sidang Tahunan MPR Tahun 2002, diterbitkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dalam Satu Naskah, Sebagai Naskah Perbantuan dan Kompilasi Tanpa Ada Opini.

S-ar putea să vă placă și