Sunteți pe pagina 1din 3

Identifikasi Personal Melalui Tes DNA

Salah satu cara untuk mengidentifikasi seseorang selain melalui sidik jari adalah melalui tes DNA. Analisis spesifik daerah tertentu pada DNA menjadi alat untuk identifikasi. Di Indonesia analisis DNA banyak digunakan dalam bidang forensik, terutama yang baru- baru ini dilakukan adalah analisis terhadap serpihan tubuh seseorang akibat ledakan bom. Pertanyaannya adalah bagaimana DNA dapat mengidentifikasi seseorang? Setiap sel dalam tubuh kita mengandung DNA, yaitu suatu material genetik yang memrogram kinerja dan aktivitas sel- sel. Sekitar 99,9% DNA setiap orang mempunyai kemiripan, artinya hanya 0,1% DNA pada tubuh kita yang bersifat unik. Setiap sel manusia mengandung tiga miliar pasangan basa DNA. DNA tubuh kita yang unik berarti berjumlah sekitar 0,3 milyar. Jumlah ini terbilang cukup untuk membuktikan dengan akurat identitas seseorang. Dalam peristiwa kriminal, DNA bisa terdapat dimana- mana. DNA bisa terdapat dalam darah, rambut, kulit, air liur atau air mani seseorang. Ilmuwan dapat menganalisis DNA sampel yang kemudian dicocokkan dengan DNA pelaku atau korban. Suatu molekul DNA mengandung dua untai rantai yang mengandung sejumlah besar senyawa kimia yang dikenal sebagai nukleotida yang saling berikatan satu dengan lain membentuk double heliks. Masing- masing nukleotida mengandung molekul gula deoksiribosa, gugus fosfat, dan basa nitrogen yaitu adenin (A), guanin (G), timin (T) dan sitosin (C).

DNA Fingerprint

Molekul DNA membawa informasi yang diperlukan untuk sintesis protein dan replikasi. Sintesis protein merupakan suatu proses produksi protein yang dibutuhkan oleh sel atau virus untuk aktivitas dan

perkembangannya. Replikasi merupakan suatu proses memperbanyak diri. Pada banyak organisme selular termasuk manusia, DNA terdapat dalam kromosom yang terdapat pada inti sel. Metoda identifikasi DNA yaitu dengan membandingkan fragmenfragmen DNA satu dengan yang lain dikenal dengan istilah DNA Fingerprinting atau DNA typing. Suatu DNA fingerprint diperoleh melalui ekstrak suatu sampel DNA dari jaringan tubuh atau cairan seperti rambut, darah atau air liur. Untuk memperbanyak fragmen DNA digunakan metoda Polymerase Chain Reaction (PCR). PCR berproses dalam suatu siklus yang dapat menghasilkan perbanyakan DNA sekitar satu milyar dari fragmen tunggal DNA hanya dalam waktu beberapa jam. Sampel kemudian

disegmentasi menggunakan enzim dan tiap segmen disusun berdasarkan ukuran dengan teknik elektroforesis. Elektroforesis yaitu suatu metoda pemisahan DNA melalui pemberian arus listrik pada dua elektroda sehingga DNA akan bergerak menuju muatan yang berlawanan sesuai dengan ukurannya. Tiap segmen lalu ditandai atau dilabeli dengan perunut yang

akan terbaca pada film sinar X. Hasilnya akan didapatkan suatu pola hitam yang khas untuk tiap DNA. Jika dua sampel yang berbeda memberikan suatu pola fingerprint yang sama maka kemungkinan besar kedua sampel berasal dari orang yang sama. DNA fingerprint pertama kali dikembangkan sebagai alat identifikasi pada 1985. Awalnya adalah untuk mendeteksi keberadaan penyakit genetik. Lambat laun metoda ini dikembangkan dalam investigasi kriminal dan ilmu forensik. Hukuman terhadap pelaku kejahatan berdasarkan bukti analisis DNA pertama kali dilakukan di Amerika Serikat pada 1988. Dalam penyelidikan kriminal sampel DNA fingerprint diperoleh dari TKP, kemudian DNA tersebut dibandingkan dengan DNA pelaku. Jika cocok maka orang tersebut adalah pelakunya. Analisis DNA disamping mempunyai kelebihan juga mempunyai beberapa kekurangan antara lain: keakuratan hasil, biaya, dan teknik penyalahgunaan. Keakuratan dari DNA fingerprint dapat diragukan mengingat DNA fingerprint tidak selalu unik. Belakangan ini penelitian

mengkonfirmasikan bahwa hasil analisis DNA di laboratorium bisa saja berbeda antara satu lab dengan lab yang lain. Di beberapa tempat analisis yang digunakan tidak memenuhi standar testing yang seragam dan kualitas kontrol. Disamping itu bisa saja terjadi kesalahan dalam menginterpretasikan hasil data. Hal ini lebih didasarkan pada human error. Di Amerika sendiri pihak FBI telah menyusun suatu data base nasional mengenai informasi genetik yang dikenal dengan sistem indeks DNA nasional. Data base dalam sistem ini mengandung DNA yang berasal dari pelaku kriminal dan barang bukti yang ditemukan di TKP.

M. Ruslin Mutaqien Mahasiswa Prodi Kimia Institut Teknologi Bandung

S-ar putea să vă placă și