Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul
(Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang
dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.
(QS. Al Anfaal, 8 : 27)
Links:
[amanah]
http://alsofwah.or.id/index.php?pilih=lihatannur&id=268
[lenyapnya amanat]
http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=528&bagian=0
[pemimpin yang amanah]
http://www.syirah.com/syirah_ol/online_detail.php?id_kategori_isi=1157&PHP
SESSID=7823a...%3Fref%3Dhikayee.net
[pejabat yang sedeRhana]
http://eramuslim.com/atk/oim/43c20d8d.htm
[menyampaikan kebaikan dan melaksanakan amanat]
http://www.almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=2004&bagian=0
[lidah adalah amanat]
http://www.mail-archive.com/milis@opja.or.id/msg01633.html
[ujian untuk menjadi lebih mulia]
http://eramuslim.com/atk/oim/4405bf65.htm
[teRapi amanah]
http://www.mail-
archive.com/tamanbintang@yahoogroups.com/msg00541.html
[nabi zulkifli amanah, penyabaR]
http://www.bharian.com.my/Misc/RamadanAlMubarak/Puasa/Hari/KisahRasul/
20041012145643/Article/pp_index_html
[amanah berkaRya]
http://alsofwah.or.id/index.php?pilih=lihatannur&id=370
[ketika amanah dianggap ghanimah]
http://forumjumat.multiply.com/journal/item/33
[bingung tentang amanah]
http://www.syariahonline.com/new_index.php/id/11/cn/5568
[pesan untuk pendidik anak]
http://alsofwah.or.id/index.php?pilih=lihatannur&id=172
-perbanyakamalmenjusurga-
http://alsofwah.or.id/index.php?pilih=lihatannur&id=268
Amanah
Kamis, 13 Mei 04
Kalau orang mau memperhatikan syariat Islam dan seluruh ajarannya, maka dia
akan mendapati bahwa keseluruhannya tidak lain adalah untuk mashlahat dan
kebahagiaan manusia. Salah satu perilaku dan pengajaran tertinggi di dalam
Islam adalah diwajibkannya sifat amanah, yang ini merupakan perbendaharaan
agama Islam, kekayaan yang sangat mendasar dan bahkan agama itu
merupakan amanah.
Ada tiga kata sepadan yang semuanya dibentuk dari huruf alif, mim dan nun,
ketiganya memiliki hubungan yang erat, yaitu aman, amanah dan iman dan
makna ketiganya hampir serupa yaitu menunjukkan kepada ketenangan atau
tuma’ninah. Amanah menunjukkan pada kepercayaan, dan kepercayaan adalah
ketenangan, sedang aman adalah hilangnya rasa takut dan ini juga berarti
ketenangan, kemudian iman bermakna pembenaran dan ketetapan (iqrar) serta
amal perbuatan, yang didalamnya terdapat pula ketenangan.
Oleh karena itu Allah menyebut hamba-Nya dengan sebutan mukmin karena
hanya orang mukmin saja yang dapat memelihara amanat Allah, menunaikan
serta memegangnya dengan erat, sebagaimana difirmankan oleh Allah, artinya,
Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan
janjinya, (QS. 23:8)
Maka amanah memiliki makna yang sangat luas yang mencakup seluruh
hubungan muamalah dan hak-hak pihak lain yang harus ditunaikan
Apabila anggota badan, kesehatan, harta dan seluruh nikmat yang kita
terima digunakan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala,
maka berarti kita telah merealisasikan amanah serta menunaikan sesuai
tuntutannya.
Dan sebagai balasannya maka Allah akan menjaga dan memelihara orang
yang berbuat demikian dan juga menjaga nikmat tersebut. Nabi saw
bersabda, artinya,
“Jagalah Allah maka Dia akan menjagamu, jagalah Allah maka dia akan
kau dapati dihadapanmu.”
Seorang salaf berkata, “Barang siapa bertakwa kepada Allah maka dia
telah menjaga dirinya sendiri, dan barang siapa menyia-nyiakan
ketakwaan kepada-Nya maka berarti dia menyia-nyiakan dirinya sendiri,
sedangkan Allah tidak pernah membutuhkannya.”
Seperti titipan, harta, rahasia, aib dan kehormatan dan lain sebagainya.
Al Qur’an telah menyebutkan tentang keutamaan sifat amanah dalam
banyak ayat, yang sekaligus menganjurkan kepada kita untuk
memelihara dan menjaganya. Diantaranya adalah firman Allah, artinya,
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya,
Juga firman Allah yang menyebutkan sifat-sifat orang mukmin yang
berhak mendapatkan surga Firdaus
Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan
janjinya, (QS. 23:8)
Berkaitan dengan amanah ada sebuah ayat yang sangat mulia yang
menceritakan tentang tawaran Allah kepada langit , bumi dan gunung
untuk memikul amanah, namun mereka semua enggan karena merasa
tidak mampu, lalu amanah tersebut dipikul oleh manusia. Allah swt
berfirman,
Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi
dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu
dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu
oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh,
(QS. 33:72)
Oleh karenanya siapa saja yang menerima amanah ini, menjaganya serta
menunaikan hak-haknya maka dia mendapatkan kemenangan dan pahala
yang besar. Dan barang siapa yang menyia-nyiakannya, menelantarkan
hak-haknya maka dia akan merugi dan mendapatkan siksa. Maka dalam
lanjutan ayat Allah menjelaskan tiga golongan manusia dalam
menunaikan amanah tersebut, yaitu munafik, musyrik dan mukmin.
“Sehingga Allah mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan
dan orang-orang musyrikin laki-laki dan perempuan; dan sehingga Allah
menerima taubat orang-orang mu'min laki-laki dan perempuan. Dan
adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. 33:73)
Ada satu hal yang perlu diperhatikan tentang kengganan langit, bumi dan
gunung, yang berbeda dengan keengganan iblis ketika diperintahkan
sujud terhada Adam as. Perbedaanya adalah bahwa keengganan langit,
bumi dan gunung adalah timbul dari kelemahan dan ketidakmampuan
sedangkan keengganan iblis karena menolak dan takabbur (sombong).
Hal yang kedua adalah bahwa yang disampaikan kepada langit,bumi dan
gunung adalah tawaran yang disitu ada pilihan sedangkan yang
disampaikan kepada iblis adalah perintah wajib yang harus, tidak ada
pilihan lain selain patuh.
• Amanah adalah akhlak yang bersifat utuh, tidak bisa hanya dilaksanakan
sebagiannya saja. Maka orang yang amanah terhadap yang sedikit dan
berkhianat terhadap yang banyak dia adalah khianah. Orang yang
amanah dalam satu kondisi lalu berkhianat dalam kondisi yang lain maka
berarti tidak amanah.
• Amanah adalah akhlak dan ciri keimanan. Dengan pendidikan keimanan
dia akan menjadi baik dan bersih yaitu dengan menumbuhkan rasa
kedekatan Allah, yang tak satupun tersembunyi di hadapan Allah, serta
takut ketika ditanya di hadapan Allah. Orang yang amanah hanya ketika
ada orang lain berarti dia belum merealisasikan amanah.
• Amanah adalah bekal paling besar dan paling baik yang dimiliki
seseorang, jika seseorang terpercaya di dalam amanahnya maka itu
merupakan kekayaan di dunia sebelum nanti di akhirat.
• Amanah adalah kekuatan, dalam pengaruh dan kekuasaan, kemuliaan
dan kecukupan, bahkan merupakan kekuatan jiwa sehingga tidak lemah
dan tunduk terhadap hawa nafsu dan segala yang membawa kepada
kebinasaan.
• Lawan amanah adalah khianah yaitu meninggalkan dan menyembunyikan
yang hak dan yang seharusya disampaikan. Dan ini merupakan karakter
utama orang munafik sebagaimana di dalam hadits yang masyhur, Nabi
saw bersabda, artinya,
“Tanda-tanda orang munafik ada tiga, “Jika berbicara dusta, jika
berjanji mengingkari, dan jika dipercaya berkhianat.”
Macam-macam Khianat
• Khianat terhadap hak-hak Allah swt, yang paling besar adalah kufur dan
syirik kemudian setelah itu disusul dengan fusuq (kefasikan) dan ‘ishyan
(kemaksiatan).Tauhid,shalat, puasa, ikhlas,zakat, ruku’,sujud,mandi
janabah adalah contoh amanat seorang hamba di hadapan Allah swt,
yang harus ditunaikan dengan benar dan tidak boleh dikhianati.
• Khianat terhadap hak-hak Rasul saw, yaitu dengan meremehkan sunnah-
sunnah dan pengajarannya, ghuluw (berlebihan) di dalam mengagungkan
beliau, meninggalkan sunnah dan melakukan bid’ah atau membuat hal-
hal baru di dalam agama padahal tidak pernah diajarkan oleh beliau saw.
• Khianat terhadap hak-hak sesama manusia, seperti khianat di dalam
harta, kehormatan atau nasihat terhadap mereka. Amanah terhadap
sesama manusia amat banyak, diantaranya adalah amanat anak,orang
tua, kerabat,suami-istri, tetangga,amanah dalam jual beli, berbicara,
pekerjaan, ilmu, nasihat, dan lain sebagainya.
Semoga Allah menolong kita semua untuk dapat melaksanakan amanah
kehidupan ini, amin. Wallahu a’lam bish shawab.
http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=528&bagian=0
Oleh
Yusuf bin Abdullah bin Yusuf Al-Wabil
MUKADIMAH
Artikel ini diambil dari sebagian kecil Tanda-Tanda Kiamat Shugro, yang
dimaksud dengan tanda-tanda kiamat shugro (kecil) ialah tanda-tandanya yang
kecil, bukan kiamatnya. Tanda-tanda ini terjadi mendahului hari kiamat dalam
masa yang cukup panjang dan merupakan berbagai kejadian yang biasa terjadi.
Seperti, terangkatnya ilmu, munculnya kebodohan, merajalelanya minuman
keras, perzinaan, riba dan sejenisnya.
Dan yang penting lagi, bahwa pembahasan ini merupakan dakwah kepada iman
kepada Allah Ta'ala dan Hari Akhir, dan membenarkan apa yang disampaiakan
oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, disamping itu juga merupakan
seruan untuk bersiap-siap mencari bekal setelah mati nanti karena kiamat itu
telah dekat dan telah banyak tanda-tandanya yang nampak.
________________________________
LENYAPNYA AMANAT
"Artinya :Seseorang tidur, lantas amanat dicabut dari hatinya hingga tinggal
bekasnya seperti bekas titik-titik yang berwarna. Lalu ia tidur lagi, kemudian
amanat itu dicabut lagi hingga tinggal bekasnya seperti bekas yang terdapat
pada telapak tangan karena digunakan bekerja, seperti bara api yang engkau
gelincirkan di kakimu, lantas melepuh tetapi tidak berisi apa-apa. Kemudian
mereka melakukan jual beli atau transaksi-transaksi, tetapi hampir tidak ada
lagi orang yang menunaikan amanat. Maka orang-orangpun berkata.
'Sesungguhnya di kalangan Bani Fulan terdapat orang kepercayaan (yang dapat
dipercaya)'. Dan ada pula yang mengatakan kepada seseorang. 'Alangkah
pandainya, alangkah cerdasnya, alangkah tabahnya', padahal dalam hatinya
tidak ada iman sama sekali meskipun hanya seberat biji sawi. Sungguh akan
datang padaku suatu zaman dan aku tidak memperdulikan lagi siapa di antara
kamu yang aku ba'iat. Jika ia seorang muslim, hendaklah dikembalikan kepada
Islam yang sebenarnya ; dan jika ia seorang Nasrani maka ia akan dikembalikan
kepadaku oleh orang-orang yang mengusahakannya. Adapun pada hari ini maka
aku tidak memba'iat kecuali kepada si Fulan dan si Fulan". [Shahih Bukhari,
Kitab Ar-Riqaq, Bab Raf'il Amanah 11:333, dan Kitab Al-Fitan, Bab Idza Baqiya Fi
Khutsalatin Min An-Nasi 13:38]
Dalam hadits ini dijelaskan bahwa amanat akan dihapuskan dari hati sehingga
manusia menjadi penghianat setelah sebelumnya manjadi orang yang dapat
dipercaya. Hal ini terjadi pada orang yang telah hilang perasaan takutnya
kepada Allah, lemah imannya, dan biasa bergaul dengan orang-orang yang suka
berbuat khianat sehingga ia sendiri menjadi penghianat, seorang teman itu
akan mengikuti yang ditemani.
Apabila orang yang memegang urusan orang banyak ini menyia-nyiakan amanat,
maka orang lain akan mengikuti saja segala kebijaksanaannya. Dengan
demikian mereka akan sama saja dengannya dalam mengabaikan amanat, maka
kemaslahatan (kebaikan) pemimpin atau penguasa merupakan kebaikan bagi
rakyat, dan keburukannya merupakan keburukan bagi rakyat. Selanjutnya,
menyerahkan urusan kepada orang yang bukan ahlinya merupakan bukti nyata
yang menunjukkan tidak adanya kepedulian manusia terhadap Din (agama)
mereka, sehingga mereka menyerahkan urusan mereka kepada orang yang tidak
memperhatikan Din-nya. Hal ini terjadi apabila kejahilan telah merajalela dan
ilmu (tentang Ad-Din) sudah hilang. Karena itulah Imam Bukhari menyebutkan
hadits Abu Hurairah terdahulu itu dalam kitab Al-Ilm sebagai isyarat terhadap
hal ini.
Ibnu Hajar berkata. "Kesesuaian matan (masalah akan lenyapnya amanat) ini
dengan ilmu hingga ditempatkan dalam kitab Al-Ilm ialah bahwa menyandarkan
urusan kepada yang bukan ahlinya itu hanya terjadi ketika kebodohan telah
merajalela dan ilmu ( tentang Ad-Din) telah hilang. Dan ini termasuk salah satu
pertanda telah dekatnya hari kiamat". [Qabasat Min Hadyi Ar-Rasul Al-A'zham
Saw Fi Al-'Aqaid, hal. 66 oleh Ali Asy-Syarbaji, cet. pertama, 1398H, terbitan
Darul Qalam, Damsyiq].
Dan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memberitahukan bahwa kelak akan
datang tahun-tahun yang penuh tipu daya dan keadaan mejadi terbalik. Yaitu
orang yang benar didustakan dan orang yang suka berdusta dibenarkan, orang
yang dipercaya berkhianat, dan pengkhianat diberi amanat, sebagaimana akan
dibicarakan haditsnya dalam pembahasan mengenai "Di antara tanda-tanda hari
kiamat ialah dimuliakannya orang-orang yang rendah dan hina (dari segi Ad-Din
dan ahlaknya)".
[Disalin dari buku Asyratus Sa'ah, Pasal Tanda-Tanda Kiamat Kecil oleh Yusuf bin
Abdullah bin Yusuf Al-Wabil, MA. edisi Indonesia Tanda-Tanda Hari Kiamat
terbitan Pustaka Mantiq, hal. 99-101.Penerjemah Drs As'ad Yasin dan Drs Zaini
Munir Fadholi.]
_________
Foote Note
[1] Amanat merupakan kebalikan dari khianat. Kata amanat ini disebutkan dalam Al-Qur'an.
"Artinya : Sesungguhnya Kami telah mengembankan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-
gunung, namun semuanya tidak bersedia, karena takut menghianatinya, lalu amanat itu
diterima oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zhalim lagi sangat bodoh". [Al-Ahzab :
72]
http://www.syirah.com/syirah_ol/online_detail.php?id_kategori_isi=1157&PHP
SESSID=7823a...%3Fref%3Dhikayee.net
Dari Abu Hurairah ra. Nabi saw bersabda: “Apabila amanat telah disia-siakan
maka tunggulah saatnya.” Ditanya orang: “Bagaimana sia-sianya, ya
Rasulullah?” Beliau menjawab: “Apabila suatu urusan telah diserahkan kepada
yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat [kehancurannya].” (HR. Bukhari).
Alkisah, Abdullah bin Umar terkenal sangat tekun dalam beribadah.
Kekhusukannya diakui oleh sahabat-sahabat serupa benar dengan salatnya
Rasulullah saw.
Tetapi ketika amirul mukmin Umar bin Khaththab menderita sakit, dan
membentuk satu komisi yang diketahui oleh Abdurrahman bin Auf untuk
mencari Khalifah pengganti beliau, Abdullah bin Umar justru hanya diizinkan
untuk menjadi pendengar saja saat komisi bersidang.
Seseorang mengusulkan agar anaknya itu turut dicalonkan pula untuk
menggantikan Umar. Tetapi Umar menolak dengan keras. Bagi Umar, meski
Abdullah, anaknya, tekun dan khusuk dalam beribadah, belum tentu ia akan
sanggup memegang amanat pemerintahan.
Bahkan, Umar malah memanggil dan menasehati anaknya, Abdullah, agar
selama hidupnya dia jangan menuntut amanah yang tidak bisa dipikulnya itu.
Abdullah bin Umar pun tahu diri, sehingga bertahun-tahun kemudian, setelah
terjadi perang saudara di antara Ali dengan Mu’awiyah, karena Mu’awiyah
hendak merebut hak kepemimpinan itu, Umar tak memihak salah satu pihak.
Tampaknya, Umar sangat memahami betul hadis di atas. Hadits yang terdapat
dalam Shahih Imam Bukhari ini menjadi petunjuk bagaimana seorang muslim
harus memberikan jabatan, kedudukan kepada mereka yang betul-betul
memiliki keahlian tentang itu, juga dapat dipertanggungjawabkan
keamanahannya.
Ibnu Taimiyah pun dalam kitabnya As-Siatusy-Syariyah mengatakan bahwa
wajiblah atas penguasa menyerahkan suatu tugas dari tugas-tugas kaum
muslimin kepada orang yang cukup untuk melaksanakan pekerjaan itu.
Dengan dasar itu, Hamka (1983:123 – 124) menekankan bahwa menjadi
tanggungjawab bagi imam kaum muslimin meletakkan suatu amanat pada
ahlinya, yang sesuai dengan kesanggupan dan bakatnya.
Bahkan, merujuk pada hadis di atas, Hamka juga melarang seorang pemimpin
hanya mementingkan keluarga atau golongan, sedang mereka itu tidak ahli di
bidangnya. Sebab itu adalah khianat kepada Allah dan Rasul serta orang yang
beriman.
Bagi Hamka, menyia-nyiakan amanat adalah khianat. Mengkhianati amanat
adalah salah satu karakter orang munafik. Menerima satu amanat untuk
menghianatinya adalah satu penipuan.
Kata-kata amanat satu rumpun dengan kata aman. Kalau tiap orang memegang
amanatnya dengan benar akan amanlah negeri dan bangsa ini.
Kata amanat juga bersaudara dengan iman. Iman kita pahami sebagai
kepercayaan dan amanat ialah bagaimana melancarkan iman itu. Dan simpulan
amanat ialah amanat Allah kepada insan manusia, agar mengikuti kebenaran
yang dibawa oleh para Rasul.
Dalam konteks manusia sebagai khalifah (wakil/deputi) Allah, mulanya amanat
itu pernah ditawarkan kepada langit, bumi, dan gunung-gunung. Namun
semuanya menolak karena merasa berat memikulnya.
Maka tampillah insan (manusia) ini ke muka untuk memikul amanat itu.
Sayangnya, manusia selalu abai, khianat, tidak bertanggungjawab dan tidak
berterimakasih (QS. Al-Ahzab/33:72).
Oleh sebab itu, karena setiap kita adalah pemimpin (paling tidak pemimpin
bagi keluarga, organisasi, atau diri sendiri), maka merefleksikan kembali hadis
di atas merupakan langkah awal untuk merealisasikan keamanahan kita sebagai
pemimpin. Wallahua’lam.[]
http://eramuslim.com/atk/oim/43c20d8d.htm
Kini, di manakah Presiden baru Iran tinggal? Tetap di rumahnya yang jelek
(dinding luarnya masih bata, belum ditembok) di kawasan Tehran timur.
Petugas keamanan terpaksa membuat posko keamanan di ujung jalan, mendata
semua tetangga termasuk sanak famili mereka, sehingga orang-orang yang
keluar masuk jalan kecil itu bisa dimonitor. Terakhir, mau tahu apa isi press
release pertama Presiden Iran yang baru terpilih itu? Isinya: Semua pihak
dihimbau untuk tidak memasang iklan ucapan selamat di koran-koran dan
semua kantor dilarang memasang foto presiden!
Itulah sepenggal cerita yang saya baca di sebuah milis, kiriman seorang warga
Indonesia yang tinggal di Iran, tentang kesederhanaan Presiden Iran Mahmoud
Ahmadinejad. Membaca milis itu, saya jadi teringat dengan kisah-kisah
kesederhanaan para pemimpin Islam di masa lalu. Amirul Mukminin Ali bin Abi
Thalib misalnya, saat beliau memegang tampuk pemerintahan kaum Muslimin di
Kufah, kaum Muslim hidup berkecukupan karena pajak dan harta rampasan dari
negara-negara yang berhasil ditaklukan melimpah ke negerinya. Umat Islam
tidak kekurangan makanan dan berpakaian serba indah. Namun sang pemimpin
Ali bin Abi Thalib tetap mengenakan pakaian tua yang sudah lusuh dan penuh
tambalan.
Ketika ditanya mengapa beliau berpakaian seperti itu, Ali bin Abi Thalib
menjawab,"Dengan pakaian seperti ini hati merasa takut dan pikiran merasa
sederhana. Sesungguhnya, dunia ini dan akhirat nanti saling bermusuhan dan
arah jalannya berbeda. Barang siapa mencintai dunia, akan membenci akhirat
dan menjadi musuhnya. Keadaan ini ibarat Timur dan Barat. Apabila seseorang
berjalan mendekati yang satu, maka ia akan menjauh dari yang lainnya..."
Perkataan Amirul Mukminin ini mengisyaratkan, bahwa beliau sangat berhati-
hati menggunakan harta negara. Meski sebagai pemimpin bisa saja beliau
membelanjakan harta negara itu untuk keperluan dirinya, namun
kesederhanaan hidup beliau mencegahnya melakukan hal itu.
Yang sering kita lihat justru para pejabat yang meributkan kenaikan tunjangan
jabatan, kenaikan gaji, saat pemerintah baru saja menaikkan BBM yang
membuat rakyat miskin menjerit. Saya kadang berfikir, tidak punya rasa
empatikah pejabat negara ini atas penderitaan rakyatnya? Tidakkah mereka
membaca koran yang setiap hari memuat berita anak-anak yang menderita gizi
buruk, busung lapar, bahkan anak-anak yang bunuh diri karena malu hanya
karena tidak mampu beli seragam pramuka dan tidak mampu membayar uang
sekolah? Saya cuma bisa mengelus dada tiap kali membaca atau menyaksikan
berita-berita semacam itu di media massa. Sedemikian parahnyakah kemiskinan
yang menimpa bangsa saya? Sementara para pejabatnya begitu mudahnya
mendapatkan uang negara dengan dalih studi banding ke luar negeri, uang
tunjangan jabatan, kenaikan gaji dan sebagainya....
Dalam suratnya yang lain, Allah mengingatkan..".. Makan dan minumlah tetapi
jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berlebih-lebihan." (QS 7: 31)
(rubina_zalfa@yahoo.com)
http://www.almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=2004&bagian=0
Pertanyaan:
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Sebagian karyawan dan pekerja
tidak memberikan porsi yang cukup pada pekerjaan mereka. Di antara mereka
ada yang sudah setahun bahkan lebih, tidak pernah mengajak kepada kebaikan
dan mencegah kemungkaran serta sering terlambat bekerja dengan
mengatakan, "Saya telah diizinkan oleh atasan, jadi tidak apa-apa." Untuk
orang yang semacam itu, apakah ia berdosa selama ia masih tetap begitu? Kami
mohon fatwanya. Semoga Allah membalas Syaikh dengan kebaikan.
Jawaban
Pertama, yang disyari'atkan atas setiap muslim dan muslimah adalah
menyampaikan apa-apa yang bersumber dari Allah Subhanahu wa Ta’ala tatkala
mendengar kebaikan, sebagaimana yang ditunjukkan oleh sabda Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Karena itu, saya wasiatkan kepada anda semua untuk menyampaikan kebaikan
yang anda dengar berdasarkan ilmu dan kemantapan. Sebab, setiap yang
mendengar suatu ilmu dan menguasainya, hendaknya menyampaikannya
kepada keluarganya, saudara-saudaranya dan teman-temannya selama ia
melihat adanya kebaikan dengan tetap memelihara kemurnian materinya dan
tidak berbicara tentang sesuatu yang tidak dikuasainya, sehingga dengan begitu
ia termasuk orang-orang yang saling berwasiat dengan kebenaran dan termasuk
orang-orang yang mengajak kepada kebaikan.
Kemudian tentang para karyawan yang tidak melaksanakan tugas mereka atau
tidak saling menasehati dalam hal tersebut, anda semua telah mendengar,
bahwa di antara karakter keimanan adalah melaksanakan amanat dan
memeliharanya, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala
Karena itu, seorang karyawan wajib melaksanakan amanat dengan jujur dan
ikhlas serta memelihara waktu dengan baik sehingga terbebas dari beban
tanggung jawab, dan dengan begitu pencahariannya menjadi baik dan diridhai
Allah. Di samping itu, berarti ia loyal terhadap negaranya dalam hal ini, atau
terhadap perusahaan atau lembaga tempatnya bekerja. Itulah yang wajib atas
seorang karyawan, yaitu hendaknya ia bertakwa kepada Allah dan
melaksanakan amanat dengan sungguh-sungguh dan loyal, yang dengan begitu
ia mengharapkan pahala dari Allah dan takut terhadap siksaNya. Hal ini sebagai
pengamalan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala
"Artinya : Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yangberhak menerimanya." [An-Nisa' : 58]
Seorang muslim tidak boleh menyerupai orang munafik, bahkan harus menjauhi
sifat-sifatnya, tetap memelihara amanat dan melaksanakan tugasnya dengan
sungguh-sungguh serta memelihara waktu dengan baik sekalipun ada toleransi
dari atasannya, dan walaupun tidak diperintahkan oleh atasannya. Hendaknya
ia tidak mengabaikan tugas atau menyepelekannya, bahkan sebaliknya, ia
bersungguh-sungguh sehingga lebih baik daripada atasannya dalam
melaksanakan tugas dan loyalitasnya terhadap amanat, lalu menjadi teladan
yang baik bagi karyawan lainnya.
[Majalah Al-Buhuts At-lslamiyyah, edisi 31, hal. 115-116, Syaikh Ibnu Baz]
Indra Jaya
Sun, 11 Dec 2005 15:31:02 -0800
Kualitas diri seseorang bisa diukur dari kemampuannya menjaga lidah. Orang-
orang beriman tentu akan berhati-hati dalam menggunakan lidahnya. "Wahai
orang-orang beriman takutlah kalian pada Allah dan berkatalah dengan kata-
kata yang benar." (QS Al-Ahzab:70). Sementara itu, Rasulullah saw bersabda,
"Siapa yang beriman pada Allah dan hari akhir, maka hendaklah dia berkata baik
atau diam". (HR Bukhari-Muslim).Rasulullah adalah figur teladan yang sangat
menjaga kata-katanya. Beliau berbicara, beruap, berdialog, juga berkhutbah di
hadapan jamaah dengan akhlak. Demikian tinggi akhlak beliau hingga
disebutkan bahwa kualitas akhlak beliau adalah Al-Quran. Mulut manusia itu
seperti moncong teko. Moncong teko hanya mengeluarkan isi teko. Kalau ingin
tahu isi teko, cukup lihat dari apa yang keluar dari moncong itu. Begitu pun
jika kita ingin mengetahui kualitas diri seseorang, lihat saja dari apa yang
sering dikeluarkan oleh mulutnya.
Nabi Muhammad saw termasuk orang yang sangat jarang berbicara. Namun,
sekalinya berbicara, isi pembicaraannya bisa dipastikan kebenarannya. Bobot
ucapan Rasulullah sangat tinggi, seolah tiap kata yang terucap adalah butir-
butir mutiara yang cemerlang. Indah, berharga, bermutu, dan monumental.
Ucapan Rasulullah saw menembus hati, menggugah kesadaran, menghujam
dalam jiwa, dan mengubah perilaku orang (atas izin Allah). Bukan saja karena
lisan Rasulullah dibimbing Allah dan posisinya sebagai penyampai wahyu, di
mana ucapan-ucapan darinya menjadi dasar hukum. Lebih dari itu, Rasulullah
sejak kecil sudah dikenal sebagai Al-Amin, tidak pernah berkata dusta walau
sekali saja. Investasi moral ini tentu sangat mempengaruhi kualitas ucapannya.
Dalam sebuah kitab ada keterangan menarik. Disebutkan ada empat jenis
manusia diukur dari kualitas pembicaraannya. Pertama, orang yang berkualitas
tinggi. Kalau dia berbicara, isinya sarat dengan hikmah, ide, gagasan, solusi,
ilmu, dzikir, dan sebagainya. Orang seperti ini pembicaraannya bermanfaat bagi
dirinya sendiri, juga bagi orang lain yang mendengarkan. Jika dia diajak
berbicara sekalipun ngobrol, ujungnya adalah manfaat. Ketika disodorkan
padanya keluhan tentang krisis, dengan tangkas dia menjawab, "Krisis adalah
peluang bagi kita untuk mengevaluasi kekurangan yang ada. Dengan krisis,
siapa tahu kita akan lebih kreatif? Kita bisa mencari celah-celah peluang
inovasi. Pokoknya jangan putus asa, semangat terus!" Siapa saja yang biasa
berbicara tentang solusi, gagasan, hikmah, dan hal-hal serupa itu, insya Allah
dia adalah manusia yang berkualitas.
Kedua, orang yang biasa-biasa saja. Ciri orang seperti ini adalah selalu sibuk
menceritakan peristiwa. Melihat ada kereta api terguling, dia berkomentar
ribut sekali. Seolah dirinya yang kelindes kereta. Ketika bertemu seorang artis,
terus dicerita-ceritakan tiada henti. Pokoknya ada apa saja dikomentari. Dia
seperti juru bicara yang wajib berkomentar kapan pun ada peristiwa. Tidak
peduli peristiwa layak dia komentari atau tidak.
Ini tipe manusia tukang cerita peristiwa. Prinsip yang dia pegang: "Pokoknya
bunyi!" Tidak ada masalah dengan peristiwa. Jika melalui itu semua kita bisa
memungut hikmah yang sebaik-baiknya, insya Allah peristiwa bermanfaat.
Namun, jika dari peristiwa-peristiwa itu tidak ada yang dituju
kecuali menunggu sampai mulut lelah sendiri, ini tentu kesia-siaan.
Kita tidak bisa memaksa orang lain berbuat sesuai keinginan kita. Tapi kita bisa
memaksa diri kita untuk melakukan yang terbaik menyikapi sikap orang lain.
Banyak bicara tidak selalu buruk,yang buruk adalah banyak berbicara kebatilan.
Boleh-boleh saja kita produktif berbicara, tapi harus proporsional. Jika kita
berbicara hal yang benar dan memang harus banyak, tentu kita lakukan hal itu.
Pembicaraan seringkali bergeser dari rel kebaikan ketika kita tidak
proporsional.Semua orang harus menjaga lidahnya. Tidak peduli apakah itu
orang-orang yang dianggap ahli agama. Orang-orang yang pandai membaca Al-
Quran atau hadis, tidak otomatis pembicaraannya telah terjaga. Di sini tetap
dibutuhkan proses belajar, berlatih, dan terus berjuang agar mutu kata-kata
kita semakin meningkat.
Alangkah ironi jika orang-orang yang ahli agama, namun tidak menjaga lisan.
Dia banyak menasihati umat dengan perilaku-perilaku yang baik, tapi saat yang
sama dia tidak melakukan hal itu. Jika orang-orang preman berkata kasar,
jorok, dan tak mengenai tata krama, orang masih maklum. Namun, jika orang-
orang alim yang melakukannya, tentu ini adalah bencana serius. Satu langkah
konkret untuk memulai upaya menjaga lisan adalah dengan mulai mengurangi
jumlah kata-kata. Makin sedikit bicara, makin tipis peluang kesalahan.
Sebaliknya makin banyak bicara, peluang tergelincir lidah semakin lebar. Jika
lidah kita telah meluncur tanpa kendali, kehormatan kita seketika akan runtuh.
Berbahagialah bagi siapa yang bisa berkata dengan akhlak tinggi. Selalu berkata
baik. Jika tidak, cukup diam saja!
Saudaraku, sadarilah bahwa lidah ini adalah amanah. Tiap-tiap kata yang
terucap darinya kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Jadikan
ucapan-ucapan kita adalah modal untuk mengundang keridhaan Allah. Jangan
jadikan kata-kata itu sebagai sebab datangnya murka dan
kebencian-Nya. Semoga Allah SWT membimbing lisan kita untuk berucap
mengikuti keteladanan Rasulullah saw. Ucapan itu keluar dari lisan bagai
untaian mutiara yang sarat dengan kebenaran, berharga, bermutu, dan
membawa maslahat bagi siapa pun yang mendengarkannya. Amin. Wallahu
a'lam bish shawab.
http://eramuslim.com/atk/oim/4405bf65.htm
Kata orang, hidup ini layaknya roda kehidupan. Kadang berada di atas, kadang
berada di bawah. Ada pula yang bilang hidup ini seperti ombak di pantai.
Kadang tenang, namun tak jarang pula menghantarkan gelombang yang begitu
kencang. Apa pun perumpamaan manusia terhadap kehidupan ini, intinya
adalah hidup ini takkan setenang air di dalam kolam. Akan ada goncangan-
goncangan, hambatan-hambatan, dan ujian-ujian yang bermacam-macam
bentuknya.
Mungkin kita sebagai manusia, seringkali berpikir seperti tanah liat tadi. Ujian-
ujian yang mendatangi di setiap detik kehidupan selalu ditanggapi dengan
ketidaksabaran, keluh kesah, dan ketidakikhlasan. Tak jarang mungkin di antara
kita merasa terlalu dibebani dengan amanah-amanah, merasa hanya diri sendiri
yang diberi ujian, sedang orang lain bisa bersenang-senang, dan ada juga yang
justru berhenti dan tidak mau lagi berbuat karena merasa terlalu lelah,
fatigue, dan kecewa. Belum lagi kondisi lingkungan, keluarga, dan teman-
teman yang seringkali cuek, tidak perduli, dan sibuk dengan urusan masing-
masing.
Tapi cobalah kita lihat kisah si gelas cantik tadi. Lihatlah, betapa setelah
semua proses berlalu, seonggok tanah liat telah menjadi sebuah gelas cantik.
Betapa indahnya perubahan itu. Saat ini anda mungkin sedang diuji berbagai
macam masalah, mulai dari masalah di keluarga, orang tua, teman-teman,
tempat kerja, bahkan amanah dakwah sekalipun, tapi percayalah bahwa Allah
sedang membentuk anda. Bisa jadi anda tidak menyukai bentukan itu, tapi
anda harus sabar. Bukankah selalu ada kemudahan setelah kesusahan? Ingat,
awan tak selamanya mendung, sekali waktu ia akan cerah berawan menaungi
langit. Bahkan angin topan pun tak selamanya meniupkan angin kencangnya,
pada waktunya ia akan tenang dan reda kembali.
Dulu, seorang teman pernah bilang, kalau merasa diri sedang mendapatkan
ujian yang begitu berat, berbaik sangkalah kepada diri sendiri dan kepada
Allah. Ingat bahwa Allah selalu menurut persangkaan hamba-Nya. Anggap saja
saat diuji dengan berbagai masalah, anda sedang dalam masa ujian layaknya
anak sekolah. Untuk bisa naik tingkat, harus ada ujian untuk menguji kesiapan.
Makin tinggi tingkat, makin tinggi pula level kerumitan ujian yang diberikan.
Percayalah, kalau anda berhasil menghadapi ujian ini, anda akan berhasil naik
tingkat di mata Allah, menjadi mukmin sejati. Allah tidak akan memberikan
suatu ujian sesuai dengan kemampuan hamba-Nya. Kalau Allah saja yakin kita
mampu, masa kita sendiri tidak yakin dengan kemampuan diri?
Buat saudara-saudaraku yang saat ini sedang diuji oleh Allah, apapun bentuk
ujian itu, bergembiralah dan bersabarlah. Bergembira karena ujian berarti
Allah masih peduli dan sayang kepada kita, untuk itu ia memberikan ujian agar
kita lebih kuat, lebih bijak, dan lebih mulia. Allah ingin kita menjadi lebih baik
di hadapan-Nya. Setelah itu, bersabarlah karena sesungguhnya kesabaran akan
membuahkan ketenangan jiwa, kekuatan hati, dan sungguh Allah selalu
bersama orang-orang yang sabar. Bersabarlah, karena Allah tidak akan
meninggalkan hamba-Nya yang beriman, justru manusia lah yang seringkali
meninggalkan sang penciptanya.
Apakah yang diperoleh orang-orang yang telah kehilangan Allah dari dalam
dirinya? Dan apakah yang harus dicari oleh orang-orang yang telah menemukan
Allah di dalam dirinya? Sungguh antara yang pertama dan kedua tidak akan
pernah sama. Orang kedua akan mendapatkan segalanya, dan orang pertama
akan kehilangan segalanya. **
Wallahualam
http://www.mail-
archive.com/tamanbintang@yahoogroups.com/msg00541.html
Terapi Amanah
agussyafii
Wed, 16 Aug 2006 02:13:14 -0700
Wassalam,
agussyafii
http://mubarok-institute.blogspot.com
http://www.bharian.com.my/Misc/RamadanAlMubarak/Puasa/Hari/KisahRasul/
20041012145643/Article/pp_index_html
NABI seterusnya, Zulkifli, anak Nabi Ayub. Nama sebenarnya Basyar, tetapi
diberi gelaran Zulkifli kerana beliau seorang saja yang tampil untuk
menyatakan kesanggupan melaksanakan amanah raja di negerinya.
Justeru, raja itu berkata di khalayak ramai: “Wahai rakyatku! Siapakah antara
kamu yang sanggup berpuasa pada waktu siang dan beribadah pada waktu
malam. Selain itu, sentiasa bersabar ketika menghadapi urusan, maka
akan aku serahkan kerajaan ini kepadanya.”
Tiada seorang pun menyahut tawaran raja itu. Sekali lagi raja berkata:
“Siapakah antara kamu yang sanggup berpuasa pada waktu siang dan beribadah
pada malamnya serta sanggup bersabar?”
Sejurus itu, sahut seorang pemuda bernama Basyar dengan suara yang lantang:
“Aku sanggup.” Dengan keberanian dan kesanggupan Basyar melaksanakan
amanah itu beliau diberi gelaran Zulkifli.
Beliau adalah nabi yang cukup sabar seperti firman Allah, bermaksud: “Ismail,
Idris dan Zulkifli adalah orang yang sabar dan Kami beri rahmat kepada semua
kerana mereka orang yang suka bersabar.”
Kemudian Zulkifli menggantikan raja yang sudah tua itu. Pada waktu siang
beliau berpuasa, tetapi tidak pernah melupakan urusan pemerintahan, malah
melayani rakyatnya dengan baik. Pada waktu malam, beliau memanfaatkannya
dengan beribadah kepada Allah.
Satu hari, syaitan yang menyerupai manusia datang kepadanya ketika beliau
tidur. Kedatangan tetamu (syaitan) itu kononnya untuk menyelesaikan urusan
dengan raja (Zulkifli), tetapi tujuan sebenar mahu menggoda.
Kedatangannya disambut wakil Zulkifli kerana waktu itu beliau mahu tidur.
Tetapi tetamu itu tidak mahu disambut wakilnya, lalu didesak supaya terus
dapat berjumpa dengan beliau.
Satu hari berlaku pula peperangan di negeri itu membabitkan orang yang
derhaka kepada Allah. Raja Zulkifli memerintahkan rakyatnya supaya
menghadapi tentangan orang derhaka itu, tetapi dibantah.
Rakyatnya berkata: “Wahai raja, kami takut berperang kerana kami masih
mahu hidup. Jika kamu minta kepada Allah untuk menjamin hidup kami, baru
kami mahu berperang.”
Tidak lama selepas itu, Allah menurunkan wahyu: “Wahai Zulkifli, Aku (Allah)
telah mengetahui permintaan mereka dan Aku mendengar doamu. Semuanya
Aku akan kabulkan.”
Nabi Zulkifli digolongkan dalam al-Quran sebagai orang yang sabar dan soleh.
Firman Allah bermaksud: “Dan ingatlah akan Ismail, Ilyasa dan Zulkifli.
Semuanya orang yang paling baik.”
Zulkifli yang dinyatakan melalui al-Quran itu bukannya Kifli seperti dinyatakan
dalam sebuah hadis (hasan) yang diriwayatkan Imam Ahmad dan Tirmizi, iaitu:
“Kifli yang berasal dari kalangan Bani Israel tidak menjaga diri daripada dosa.
Ada seorang wanita muda datang kepadanya, lalu Kifli memberi wang 60 dinar
kepadanya dengan maksud wanita itu setuju disetubuhi. Setelah Kifli siap
melakukan persetubuhan itu selayak seorang suami ke atas isteri, tiba-tiba
wanita itu gementar dan menangis.
Kifli bertanya kepada wanita itu: “Kenapa kamu menangis? Apakah kamu tidak
mahu? Wanita itu menjawab: “Tidak, tetapi perbuatan seperti itu aku belum
pernah lakukan dan aku mahu lakukannya kerana ada keperluan yang
mendesak.”
Kifli berkata: “Jadi, baru kali ini kamu melakukan perbuatan seperti itu.
Sebelum ini kamu belum pernah melakukannya.” Kemudian Kifli melepaskan
wanita itu dan berkata: “Pergilah kamu dan bawalah dinar yang telah aku
berikan kepadamu.
Mengikut teori pada sanad hadis itu, Kifli yang diceritakan dalam hadis
berkenaan bukan Zulkifli kerana ia menyebut perkataan Kifli saja, dengan tidak
mengaitkan perkataan lain yang merujuk pada Zulkifli.
Nabi Zulkifli mempunyai rakyat yang ramai dan berusia lanjut hingga negerinya
padat dan menghadapi masalah bekalan makanan. Selepas itu, rakyatnya yang
panjang usia meminta Nabi Zulkifli supaya ditentukan ajal.
Zulkifli meninggal dunia pada usia 75 tahun. Beliau seorang nabi dan raja
terkenal dengan sikap sabar dan tidak marah. Beliau juga mematuhi janji dan
segala amanah yang diserahkan raja terdahulu hingga dapat memimpin
kaumnya dengan baik.
http://alsofwah.or.id/index.php?pilih=lihatannur&id=370
Artikel Buletin An-Nur :
Amanah Berkarya
Rabu, 15 Maret 06
Di dalam tema ini dibahas tentang cara menunaikan tugas dengan benar,
sehingga tepat waktu, produktif, dan menghasilkan pekerjaan yang memuaskan
(efisien dan efektif). Introspeksilah, bagaimana kondisi diri kita yang
sebenarnya dalam hal ini?
Terdapat juga sebagian karyawan yang lain hanya karena melihat atasannya
keluar, dia pun ikut keluar dan meninggalkan pekerjaannya. Sungguh masih
banyak contoh-contoh negatif lainnya yang menyebabkan tugas sebagai satu
amanah telah diabaikan.
Intropeksilah apakah contoh perilaku di atas dibenarkan, dan apakah hal itu
sebagai bentuk berkhidmat pada ummat ini? Dan apakah hal ini sudah termasuk
menunaikan amanah?! Tidak diragukan lagi, bahwa orang yang bersikap
obyektif tentu akan menjawab, “Tidak!”. Kalau begitu, apakah penyebab dan
jalan ke luar dari problem ini?
Inilah yang kita ketahui dari sikap salah seorang salaf, dia berkata, "Jika
Umar tidak melihatku, maka sesungguhnya Rabb Umar itu pasti
melihatku". Demikianlah seharusnya kita bersikap dalam setiap waktu.
Syaikh Al'Utsaimin rahimahullah ditanya tentang masalah ini, yaitu tentang jam
kerja karyawan/pegawai yang telah menjadi ketetapan resmi dari suatu
instansi pemerintah (suatu perusahaan), lalu ada sebagian karyawan yang
datang ke tempat kerja terlambat setengah jam atau 1 jam, dan sebagian lagi
ada yang pulang lebih awal setengah jam atau 1 jam!
Maka dijawab oleh beliau, "Secara lahir pertanyaan ini tidak perlu dijawab,
karena upah itu sebanding dengan pekerjaan orang yang diupah, sebagaimana
juga karyawan itu tidak akan rela haknya (gajinya) dikurangi oleh instansi
pemerintah (perusahaan), maka janganlah dia mengu-rangi hak instansi
pemerintah (perusahaan) tersebut. Oleh sebab itu seorang pegawai/karyawan
tidak dibenarkan datang dan pulang di luar batas jam kerja resmi.”
Sebagian lagi beralasan, memang di tempat kerja itu pada dasarnya ada
pekerjaan tapi hanya sedikit. Jadi pada prinsipnya anda terikat dengan waktu
kerja bukan dengan pekerjaan, seakan dikatakan pada anda, “Gaji anda sekian,
anda harus hadir untuk bekerja dari jam sekian hingga jam sekian, baik ada
pekerjaan ataupun tidak. Jadi selama gaji itu terikat dengan waktu kerja,
maka anda harus memenuhi target jam kerja.”
Sedangkan umat yang lain (non Islam) melakukan pekerjaan itu hanya
bermodalkan semangat nasionalisme, golongan (etnis), dan karena motivasi
yang lainnya, lalu mereka memperoleh keuntungan hanya di dunia ini saja.
Sedangkan kita, kaum muslimin, apabila bekerja dengan "baik", maka Allah
subhanahu wata’ala sudah menyediakan bagi kita kebaikan untuk di dunia ini
dan pahala untuk akhirat nanti. Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
"Karena itu Allah memberikan pahala di dunia dan pahala yang baik di akhirat.
Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. Ali Imran:148)
(Isnain Azhar, Lc)
http://forumjumat.multiply.com/journal/item/33
Negeri ini akan terus hancur jika para pemimpin dan masyarakatnya
mengabaikan nilai-nilai amanah. Mari kita ambil pelajaran berharga dari hadis
Rasulullah SAW. Abu Hurairah berkata: “Ketika Nabi SAW di dalam suatu majlis
ilmu, maka datang seorang `arab badwi bertanya: "Kapankah hari kiamat?".
Rasulullah SAW meneruskan ucapannya. Ada yang mengatakan "Baginda dengar
(apa yang ditanya) tetapi baginda tidak suka apa yang ditanya". Sementara
yang lain pula berkata "Bahkan baginda tidak mendengar". Apabila telah selesai
ucapannya, baginda bertanya: "Manakah orang yang bertanya". Jawab (badui
tersebut): "Saya di sini wahai Rasulullah". Baginda bersabda: "Apabila pupus
nilai amanah maka tunggulah kiamat". Bertanya badwi tersebut: "Bagaimanakah
hilang amanah itu ya Rasulullah". Sabda baginda: "Apabila diserahkan urusan
kepada yang bukan ahlinya maka tunggulah kiamat" (Diriwayatkan oleh Imam
Bukhari). Ternyata gambaran Rasulullah 1400 tahun yang lalu sangat sesuai
menggambarkan tentang kehancuran Aceh saat ini baik sebelum ataupun
sesudah sunami.
Ini terbukti dari kenyataan bahwa masih puluhan ribu korban sunami
yang tinggal di barak huntara. Sementara rumah yang sudah dibangunpun
belum terlepas dengan segala permasalahan. Pembangunan rumah yang asal-
asalan masih berlaku (Serambi Indonesia, 17 Desember 2006). Dua tahun
mengharap penuh pada satu rumah, ternyata rumah yang telah jadi tidak layak
huni. Tragis!. Sedih dan pilu bagi mereka. Namun sayangnya, nilai keprihatinan
tidak lagi menghinggapi para developer. Rumah bantuan asingpun ikut dikorupsi
seperti yang terjadi pada rumah-rumah bantuan Turki yang di sub-kontrakkan.
Pembangunan jalan pun tak lepas dari sekedar ‘cilet-cilet’ meskipun
menghabiskan dana yang tidak sedikit. Anehnya, hukumpun seakan mati, tak
mampu menindak mereka-mereka yang melakukan penyelewengan.
Penyelenggarakan hukum seakan ikut melengkapkan budaya tidak amanah atas
tugas yang diemban. Ketidakamanahan ini semakin sempurna saat ada korban
sunami yang bisa mendapatkan 10 rumah bantuan.
Semua ini telah membenarkan persepsi di atas bahwa amanah tak lagi
dipandang sebagai nilai yang suci yang harus dipertanggungjawabkan nantinya
di hadapan Allah. Layaknya ghanimah, dana yang ada telah dianggap sebagai
sumber kekayaan. Prilaku opportunist ‘meu nyoe koen jinoe, pajan lom’, terus
dijalankan. Rasanya ingin mengeluh, “Duhai negeri musibah, kapankah engkau
melahirkan pejabat shalih yang amanah dan mementingkan rakyat di atas
kepentingan pribadinya?”. Satu pelajaran yang harus kita sadari, jika amanah
telah dihilangkan, maka tunggulah malapetaka. Wallahu ‘a’lam.
· Penulis adalah dosen pada Fakultas Syariah IAIN Ar-Raniry dan juga Mahasiswa
paska sarjana Human Resource Management pada Business School, University of
Birmingham – United Kingdom
http://www.syariahonline.com/new_index.php/id/11/cn/5568
Konsultasi : Masalah Umum
Bingung Tentang Amanah
Pertanyaan:
Assalamualaikum wr wb
Ustadz yang dirahmati Allah SWT,saya seorang mahasiswa yang sekarang
mendapat amanah sebagai ketua rohis di kampus saya.Tapi saya merasa tidak
sanggup dan tidak sesuai dengan amanah itu,karena pribadi saya masih jauh
dari baik.Saya juga belum terbiasa mengurusi organisasi sehingga organisasi
yang sekarang diamanahkan kepada saya itu sering saya tinggalkan.Mungkin
mereka-mereka yang memilih saya sebagai ketua,hanya melihat saya dari
luarnya saja.Mereka tidak mengetahui bagaimana keadaan saya
sebenarnya.Padahal masih ada orang yang pantas mengemban amanah
itu.Bukankan ada hadis yang menyebutkan bahwa jika amanah diberikan
kepada orang yang tidak sesuai dengan bidangnya maka akan terjadi
kerusakan.Saya mohon pendapat bapak bagaimana seharusnya yang saya
lakukan,apakah lebih baik saya mundur dari amanah itu dan memberikannya
kepada orang yang lebih sesuai mengembannya?
Dede
Jawaban:
Jauh sebelum Anda diberi amanah, maka Anda memang tidak dibenarkan untuk
meminta-minta jabatan dengna tujuan ambisi pribadi. Sebab dalam Islam,
jabatan itu memang tidak boleh diminta. Dan kepada orang yang meminta-
minta jabatan, sebaiknya malah tidak perlu diberikan.
Namun hal itu tidak mutlak, sebab bila Anda yakin sekali bahwa Anda punya
skill dan kemampuan tertentu yang jelas-jelas tidak dimiliki orang lain, juga
Anda yakin dan sadar bahwa tanpa adanya peran Anda, program itu tidak akan
berjalan, bukan karena sombong, maka tidak salah kalau Anda mengajukan diri.
Hal itu seperti yang dahulu dilakukan oleh nabi Yusuf AS yang terkesan
�meminta� jabatan kepada raja untuk menjadi bendaharawan negara
mengurusi ekonomi.
Yang tidak boleh adalah bila Anda berambisi untuk memegang jabatan tertentu,
bukan karena Anda yakin dengan kemampuan Anda, juga bukan karena Anda
punya stabilitas moral yang mantap. Lalu Anda dengan menggebu mengincar
posisi itu.
Namun bila Anda tidak yakin dengan kemampuan Anda lalu Anda dipaksa-paksa
untuk memegang amanat itu, maka mintalah waktu beberapa saat untuk
berpikir. Katakanlah kepada para pemilih Anda bahwa bukannya Anda menolak
tugas dan beban dari jamaah, namun izinkanlah Anda melalukan evaluasi awal
dan hitung-hitungan pribadi sebelumnya.
Intinya Anda bertanya pada diri sendiri dan juga kepada shahabat dan senior
Anda tentang pandangan mereka terhadap kemampuan Anda. Tidak lupa pula
untuk melakukan shalat istikharah minta petunjuk dari Allah SWT. Bila Anda
tidak terlalu yakin dengan amanah itu, maka katakan sejujurnya kepada para
pemilih Anda bahwa Anda tidak mampu, tidak siap dan tidak berani
menanggung resiko tanggung-jawab dan amanah itu.
Setelah Anda kini terpilih, maka sebenarnya tidak pada tempatnya lagi untuk
berhenti begitu saja. Sebab Anda sudah menyatakan kesediaan sejak awal
meski sempat ragu-ragu. Maksud kami, sebenarnya bila sejak awal Anda sudah
ragu, maka janganlah mengambil resiko dengan menerima jabatan itu. Tapi
karena Anda sudah setuju, maka janganlah baru berbalik, sebab hal itu malah
akan memberikan kesan bahwa Anda main-main dan tidak serius. Ketika Anda
menyatakan mundur bukan karena ada masalah syar�i yang timbul, melainkan
lebih kepada masalah perasaan semata, maka menurut hemat kami Anda
kurang bijak untuk mundur.
Sebaiknya Anda diskusikan saja kepada teman-teman Anda atau senior Anda bila
Anda memang menghadapi masalah yang berat. Syuro adalah salah satu solusi
tepat untuk mengatasi masalah bagi seorang pemegang amanah.
http://alsofwah.or.id/index.php?pilih=lihatannur&id=172
Nikmat yang sangat agung ini adalah merupakan satu amanah dan tanggung
jawab bagi kedua orang tua dan akan ditanya tentang nikmat tersebut pada
hari Kiamat,
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Masing-masing kalian adalah
pemimpin dan masing-masing kalian (akan) ditanya tentang kepemimpinan-
nya: Seorang imam adalah pemimpin dan dia (akan) ditanya tentang
kepemimpinannya, dan seorang laki-laki adalah pemimpin dalam keluarganya
dan dia (akan) di tanya tentang kepemimpinannya." (Muttafaq 'Alaih).
Allah Ta'ala berfirman, yang artinya: "Wahai orang-orang yang beriman jagalah
diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka."
Ibnul Qayyim radhiyallah 'anhu berkata: "Barangsiapa menelantarkan
pendidikan anaknya dan meninggalkan apa yang bermanfaat buat mereka,
maka dia telah merusak masa depan anak; kebanyakan anak tidak bermoral
hanya karena bapak mereka tidak peduli terhadap pendidikan mereka ,
sehingga para bapak tidak dapat mengambil manfaat dari anak, dan anak (pun)
tidak akan memberikan manfaat kepada bapaknya ketika telah besar."
Kepada seluruh ayah, ibu dan pendidik (kami berikan) pesan dan nasehat yang
singkat semoga Allah memberikan manfaat dengannya:
• Do'a adalah ibadah. Para nabi dan rasul telah berdo'a untuk anak-anak
dan isteri-isteri mereka:
"Wahai Rabb kami berikanlah kepada kami isteri-isteri dan keturunan
kami sebagai penyenang hati kami." (Al-Furqan: 74)
Dan ketika Ibrahim berkata:
"Wahai Rabbku jadikanlah negeri ini negeri yang aman serta jauhkanlah
aku dan anak-anakku dari menyembah berhala-berhala." (Ibrahim: 35)
• Wajib bagi Anda mencari harta yang halal dan menjauhi yang syubhat
(samar) serta janganlah (sampai) engkau terjatuh dalam keharaman.
Sesungguhnya telah shahih dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa
beliau bersabda:
"Setiap jasad yang tumbuh dari harta yang haram, maka neraka lebih
pantas baginya."
Ayah dan ibu jangan mengira bahwa harta yang haram itu ada dalam
riba, mencuri dan uang suap semata. Bahkan sampai ada dalam menyia-
nyiakan waktu bekerja, dan mema-sukkan harta yang haram tanpa ada
timbal baliknya. Maka kebanyakan para pegawai, pengajar dan pekerja
meremehkan pekerjaan mereka dan terlambat dari waktu kerja
beberapa detik. Demikian pula memakan harta manusia dengan bathil
dan merampas hak-hak mereka. Pilihlah harta yang halal walaupun
sedikit (jumlahnya) sesungguhnya di dalamnya ada berkah yang besar.
• Sabar adalah hal yang telah dilupakan oleh sebagian orang tua. Sabar
adalah merupakan sebab-sebab terpenting dalam keberhasilan tarbiyah.
Maka Anda wajib bersabar, atas teriakan anak yang masih kecil dan
jangan marah, bersabarlah ketika dia sakit dan berharap pahala dari
Allah, saat menasehatinya dan jangan bosan, saat Anda menunggu anak
agar dia keluar bersama Anda untuk shalat, dan saat engkau duduk di
masjid setelah sholat ashar agar anak Anda menghafal (Al-Qur'an)
bersama Anda. Dan bergembiralah sesungguhnya Anda ada dalam jalan
jihad.
• Shalat, adalah kewajiban yang sangat agung dan inti yang kedua dari
kewajiban agama didiklah anak Anda agar tahu tentang pentingnya dan
agungnya kedudukan sholat. Maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
telah bersabda sebagaimana hal itu diriwayatkan oleh Imam Ahmad:
"Perintahkanlah anak-anak kalian shalat pada usia 7 tahun dan pukullah
mereka (jika meninggalkan) shalat pada usia 10 tahun."
• Kita berada dalam satu zaman yang didalamnya telah tersebar fitnah
dari segala sisi. Maka jadilah Anda sebagai orang yang membela nasib
anak-anakmu. Hendaklah engkau mempunyai nasehat yang baik dalam
memilihkan teman-teman mereka karena sesungguhnya seorang ter-
gantung sahabatnya dan Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Seorang laki-laki diatas agama teman dekatnya maka hendaklah salah
seorang dari kalian melihat kepada siapa dia berteman dekat." (HR. At-
Tirmidzi, Abu Daud dan Ahmad).
Semoga Allah mengumpulkan kita, mereka dan orang tua kita di Surga 'Adn.
Semoga Allah memberikan shalawat kepada Nabi kita Muham-mad,
keluaraganya, dan para saha-batnya semua.