Sunteți pe pagina 1din 25

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ameloblastoma 2.1.

1 Definisi Ameloblastoma yang memiliki nama lain adamantinoma merupakan neoplasma odontogenik yang berasal dari sisa epitel dental lamina. Berdasarkan klasifikasi WHO (1992), ameloblastoma merupakan tumor jinak yang berasal dari epitel odontogenik. Ameloblastoma bersifat unisentrik, non-fungsional, pertumbuhannya pelan namun berinvasi lokal, dan memiliki tingkat rekurensi yang tinggi setelah perawatan. Rekurensi dapat terjadi karena ameloblastoma memiliki sel satelit yang dapat berinvasi.1 Ameloblastoma berasal dari sisa sel organ enamel (Hertwig's sheat, epitel rest of Mallassez), gangguan pertumbuhan organ enamel, epitel dinding kista odontogenik terutama kista dentigerous dan sel epitel basal permukaan rongga mulut. Ameloblastoma umumnya terjadi pada usia 20-50 tahun dan ditemukan bahwa 80% kasus ameloblastoma terjadi di daerah mandibula dibanding maksila. 60% terjadi di regio molar dan ramus, 15% di regio premolar dan 10% di regio simpisis, serta 20% pada maksila.3 2.1.2 Klasifikasi Ameloblastoma dapat dibagi menjadi tiga tipe yaitu, solid / multikistik / konvensional, unikistik dan ektsraosseous/periferal.1 2.1.2.1 Ameloblastoma Solid/Multikistik/Konvensional Tipe konvensional ameloblastoma adalah tipe yang paling umum dan sering ditemukan, tipe ini terdiri dari komponen yang solid dan infiltratif. Ameloblastoma tipe ini 85% kasus terjadi pada mandibula dengan 60% terjadi pada regio molar dan ramus. Pada gambaran radiograf berupa radiolusen dan multilokular dengan konfigurasi berupa busa sabun dan sarang lebah dengan batasnya jelas, tetapi bisa terdapat area yang berkabut. Tipe konvensional juga bisa terlihat unilokular dan biasanya
3

berkaitan dengan gigi yang tidak erupsi. Resorpsi akar dari gigi tetangga lesi juga sering terjadi.1 Ameloblastoma tipe konvensional tidak menimbulkan keluhan subjektif pada pasien dan baru menimbulkan keluhan subjektif ketika ukurannya telah membesar. Pembengkakan pada tulang yang tidak menimbulkan rasa sakit dan ekspasi tulang kortikal bukal dan lingual adalah salah satu ciri khas dari ameloblastoma tipe ini. Secara umum, amelobastoma diangkat secara keseluruhan karena sifatnya cenderung menginfiltrasi ke area antara trabekula dari tulang yang melekat sebelum terjadi resorpsi yang nyata. Oleh karena itu, batas ameloblastoma biasanya lebih luas dari penampakan secara klinis dan radiografis. Pembuangan tumor dengan kuretase biasanya meninggalkan tumor berbentuk pulaupulau kecil di dalam tulang yang akhirnya memicu terjadinya rekurensi. Pembuangan struktur tulang kortikal atau jaringan lunak di sekitar lesi juga harus dilakukan untuk menekan tingkat rekurensi. Secara keseluruhan, rata-rata tingkat rekurensi ameloblastoma adalah 23%. Ameloblastoma pada maksila juga berbahaya karena lokasi anatomis dan tingkat kesulitan untuk menentukan batas lesi.1

Gambar 2.1. Adanya tampilan multilokular ameloblastoma besar pada sudut mandibula, dengan ekspansi ekstensif (panah solid) dan resorpsi gigi yang bersebelahan panah terbuka). (Sumber: Whaites E. Essentials of Dental Radiography and Radiology. 4 ed. United Kingdom: Elsevier Health Sciences; 2006.)

2.1.2.2 Ameloblastoma Unikistik Ameloblastoma tipe unikistik ini memiliki persentase sebesar 10 15% dan lebih sering ditemukan pada pasien dengan usia muda sekitar
4

umur 20-30 tahun. Gambaran radiograf menunjukkan batas lesi yang jelas, radiolusensi unilokular yang berkaitan dengan mahkota dari gigi yang tidak erupsi, biasanya pada M3 yang tidak dapat dibedakan dengan kista dentigerous atau odontogenic keratocyst. Hasil pembedahan juga dapat menyerupai kista, sehingga diagnosis ameloblastoma ditegakkan setelah pemeriksaan mikroskopik dari spesimen struktur unikistik yang dibatasi epithelium ameloblastic. Lesi ini biasanya berkembang dari perubahan neoplastik dari kista atau sisa epitel dental lamina. Terapi bedah konservatif seperti kuretase telah digunakan untuk menangani ameloblastoma unikistik. Bila epitelium ameloblastic telah penetrasi ke jaringan ikat di sebelahnya, perawatan bedah yang lebih ekstensif terhadap tulang di sekitarnya harus dilakukan. Tingkat rekurensi rata-rata 14%. Follow up jangka panjang dibutuhkan dalam kasus ini.1

Gambar 2.2. Unikistik ameloblastoma (Sumber: Whaites E. Essentials of Dental Radiography and Radiology. 4 ed. United Kingdom: Elsevier Health Sciences; 2006.)

2.1.2.3 Ameloblastoma Periferal (Ekstraosseous) Ameloblastoma jenis ini tidak umum dan menyerang orang tua dengan rata-rata umur 51 tahun dan 65% tumor ini terjadi pada regio anterior. Tumor ini mungkin muncul dari sisa-sisa epitel odontogenik di bawah mukosa oral atau dari sel basal epitel permukaan. Secara histologis, lesi ini memiliki ciri-ciri yang sama dengan bentuk intraosseous dari tumor, dengan pola plexiform dan folikular yang paling umum. Ameloblastoma periferal memiliki pulau-pulau ameloblastoma yang menyerupai lamina propria di bawah epitel permukaan.1

Ameloblastoma periferal biasanya muncul sebagai nodul keras bertangkai pada gingiva atau mukosa alveolar, berukuran 0,5 2 cm, tanpa ulserasi dan rasa sakit. Ciri-cirinya tidak spesifik, dan sebagian besar lesi secara klinis menyerupai fibroma. Pada beberapa kasus, permukaan tulang alveolar mengalami sedikit erosi, namun keterlibatan tulang yang signifikan tidak terjadi. Tumor jenis ini tidak seagresif 2 tipe ameloblastoma sebelumnya. Tingkat rekurensi rata-rata 8% dan tingkat prognosisnya cukup baik. 1,5 Berdasarkan pemeriksaan histopatologis, ameloblastoma dapat dibagi menjadi beberapa pola, yaitu tipe folikular, pleksiform, acanthomatous, primodial, sel granular, dan desmoplastik. 4 2.1.2.4 Pola Folikular Pola folikular menstimulasi dental folikel dan organ email yang sedang berkembang dengan mengatur sel epitel agar menyerupai retikulum stelata. Secara klinis, tumor dapat menghambat kista kecil dimana stelata, jaringan mirip retikulum telah hilang karena degenerasi kistik, dapat terjadi kembali pada pola folikular. Pola ini memiliki gambaran massa sentral sel polyhedral dikelilingi lapisan sel cuboid atau columnar. Reticulum stelata berada di tengah pulau odontogenik.3,4 2.1.2.5 Pola Pleksiform Pola pleksiform menyerupai formasi honeycomb mempunyai jaringan seperti retikulum stelata dengan eviden yang lebih rendah dibandingkan dengan pola folikular. Perubahan kistik tidak mendominasi dan rangkaian sel interconnecting terikat oleh lapisan sel kolumnar yang teratur dalam konfigurasi sirkular. Pola ini memiliki epithelium tumor tersusun dalam massa irregular. Setiap massa dibatasi lapisan sel columnar. Reticulum stelata terletak di luar sisa-sisa odontogenik (odontogenic rest).4

2.1.2.6 Pola Acanthomatous Pola acanthomatous menunjukkan sel sentral dalam posisi retikulum stelata akan mengalami metaplasia squmosa. Kadang ditemukan sejumlah epitel atau keratin pada pola ini. Pada pola ini terdapat diferensiasi skuamosa dari epithelium odontogenik. Terjadi kompresi reticulum stelata menjadi massa squamoid dengan metaplasia skuamosa dan keratinisasi pada pusat pulau tumor.4,6
2.1.2.7 Pola Primodial

Pola primodial atau sel basal menyerupai karsinoma sel basal pada kulit dan ini merupakan pola yang paling jarang pada ameloblastoma. Pada pola ini terdapat sarang-sarang sel basaloid yang seragam, memiliki tingkat kemiripan yang kuat dengan karsinoma sel basal. Reticulum stellata tidak terdapat pada bagian pusat sarang.4 2.1.2.8 Pola Sel Granular Pola sel granular menghasilkan perubahan dalam sitoplasma (umumnya pada sel yang mirip dengan retikulum stelata) yang memberikan tampilan granular dan eosinofilik. Pola selular sangat agresif, dan merupakan lesi dengan rekurensi tinggi. Pola ini menunjukkan bukti dapat bermetastasis. Pola ini mengalami transformasi granular dari sel epitel. Sel berukuran besar dan dapat kuboidal, columnar, maupun membulat.4,6 2.1.2.9 Pola Desmoplastik Pada pola ini terdapat stroma penyokong tumor yang terkolagenisasi dengan sangat padat. Pada penampakan radiografis, tumor tidak nampak radiolusen karena memilliki konten stroma yang terkolagenisasi.4 2.1.3 Etiologi

Ameloblastoma adalah suatu tumor epitelial odontogenik yang berasal dari jaringan pembentuk gigi, bersifat lokal dan invasif serta destruktif. Tumor odontogenik ini paling banyak ditemukan dibandingkan tumor lain. Ameloblastoma bisa berasal dari sisa dental lamina atau sisa epitel dari kista dentigerous, sedangkan ameloblastoma periferal dapat bisa berkembang dari permukaan epitelium gingiva. Ameloblastoma dapat menyebabkan deformitas daerah oral dan fasial yang cukup signifikan dengan tingkat rekurensi yang tinggi bila tidak ditangani dengan sempurna. 1 Ameloblastoma menyebar dengan membentuk psudopods pada sumsum tulang tanpa resorpsi tulang trabekular yang nyata. Sebagai hasilnya, margin tumor tidak terlihat jelas pada radiograf atau selama pembedahan dan tumor sering rekuren setelah pembedahan yang inadekuat. Rekurensi ameloblastoma umumnya timbul bertahun-tahun setelah pembedahan pertama. Terdapat kemungkinan perubahan keganasan jika tidak dirawat dengan adekuat.7 Tumor ini mempunyai kecenderungan untuk kambuh apabila tindakan operasi tidak memadai. Sifat yang mudah kambuh dan penyebarannya yang ekspansif dan infiltratif ini memberikan kesan malignancy dan oleh karena sifat penyebarannya maupun kekambuhannya lokal maka tumor ini sering sebagai locally malignancy. Etiologi ameloblastoma sampai saat ini belum diketahui dengan jelas, tetapi beberapa ahli mengatakan bahwa ameloblastoma dapat terjadi setelah pencabutan gigi, pengangkatan kista dan atau iritasi lokal dalam rongga mulut. Patogenesis dari tumor ini, melihat adanya hubungan dengan jaringan pembentuk gigi atau sel-sel yang berkemampuan untuk membentuk gigi tetapi suatu rangsangan yang memulai terjadinya proliferasi sel-sel tumor atau pembentuk ameloblastoma belum diketahui.

Ameloblastoma dapat merupakan turunan dari 3 : Sisa-sisa epitel Malassez Sisa selubung Hertwig yang terkandung pada ligament periodontal gigi yang erupsi
8

Epitelium dari kista odontogenik - 17% nya berhubungan dengan gigi impaksi dan kista dentigerous Gangguan perkembangan organ enamel, dapat karena trauma atau cedera kimia in utero Sel-sel basal dari surface epithelium, sebagai hasil invaginasi sel basal epitel ke tulang rahang yang sedang berkembang Epitelium heterotopik, epithelium dari bagian tubuh lain (seperti kelenjar pituitari) yang bermigrasi ke rahang.

2.1.4 Pemeriksaan Untuk Menegakkan Diagnosis 2.1.4.1 Riwayat Penyakit Dalam menentukan diagnosis, dilakukan pengumpulan data yang mencakup riwayat penyakit, juga riwayat medis dan sosial pasien. Persepsi pasien terhadap durasi lesi sangat penting karena lesi yang tumbuh lama menunjukan proses perkembangan atau jinak.4 Gejala yang terkait rasa sakit dan peka terhadap palpasi adalah tanda proses inflamasi atau infeksi, meskipun keganasan juga dapat menimbulkan gejala tersebut, terutama pada tahap akhir penyakit. Gejala lain seperti paresthesia atau rasa baal dapat berhubungan dengan tekanan pada syaraf karena massa tumor.4 Perubahan pada lesi seperti pembesaran secara bertahap dapat merupakan tanda neoplasia, sementara massa yang fluktuatif merupakan proses reaktif. Berkurangnya rasa nyeri adalah tanda proses inflamasi atau infeksi yang berada dalam proses penyembuhan, sementara munculnya rasa nyeri pada massa yang sebelumnya asimptomatik dapat merupakan indikasi adanya transformasi menjadi keganasan.4 Pada ameloblastoma, penampakan klinis yang paling umum adalah adanya pembesaran tanpa rasa nyeri pada rahang. Perubahan neurosensorik jarang terjadi, meskipun pada tumor yang besar. Pertumbuhan yang lambat juga merupakan petunjuk, dimana tumor yang tidak dirawat dapat menimbulkan perubahan wajah yang nyata.1,4

Terkadang dapat terjadi maloklusi dental, nyeri dan paresthesia pada area yang terpengaruh. Peningkatan ukuran lesi dapat menyebabkan asimetri wajah, perpindahan posisi gigi geligi yang menyebabkan maloklusi, gigi mengalami resorpsi akar, kehilangan gigi geligi, peningkatan mobilitas gigi, dan fraktur patologis. Peningkatan ukuran ini disebabkan karena ekspansi tulang dan invasi lesi ke dalam jaringan lunak. Paresthesia juga dapat disebabkan akibat ameloblastoma yang menekan percabangan nervus trigeminal yang berfungsi sebagai saraf sensoris untuk daerah maksila dan mandibula.1 Ameloblastoma merupakan penyakit dengan tingkat rekurensi tinggi.1 Tingkat rekurensi lebih besar pada pasien dengan usia lanjut dan pada pasien dengan lesi multilokular yakni 23% (unilokular 14%), karena lesi multilokular dapat menginfiltrasi struktur sekitarnya secara mikroskopik yang tidak terdeteksi, sehingga tidak terangkat saat operasi.8 Seperti yang terlihat pada tumor rahang lainnya, rekurensi lebih agresif daripada tumor asal. 2

2.1.4.2 Pemeriksaan Ekstraoral dan Intraoral Beberapa parameter lesi yang dievaluasi meliputi4 : -

Lokasi Ukuran Karakter (makula, ulcer, massa) Warna, termasuk penilaian homogenitas warna Morfologi permukaan (halus, pebbly, granular, verrucous) Batas tepi (halus, irregular, tidak jelas, berbatas tegas) Konsistensi terhadap palpasi Gejala lokal Distribusi lesi jika multiple atau konfluen Pungsi aspirasi biasanya menunjukkan cairan merah kecoklatan Usia rata-rata yang mengalami ameloblastoma adalah antara 20-40 tahun.
10

Gambaran klinis3 :

85% terjadi pada mandibula, dengan 66% terjadi pada regio molar dan ramus, 11% pada regio premolar, dan 10% pada regio anterior serta 15% terjadi pada maksila. (Neville)

Kadang berhubungan dengan molar terakhir yang impaksi. Ameloblastoma umumnya mulai berkembang pada tulang kanselus mandibula dan dapat mencapai ukuran yang besar sebelum kontur luar tulang mengalami perubahan. Selanjutnya, aspek bukal dan lingual pada mandibula mengalami ekspansi.

Ameloblastoma dapat mencapai ukuran yang sangat besar tanpa menginvasi atau mengalami ulserasi pada jaringan lunak. Rasa sakit atau kerusakan saraf sensoris terjadi bila disertai infeksi pada vena superfisial. Trauma akibat ekstraksi dan pembuangan kista berhubungan dengan insiden ameloblastoma. Radiograf menunjukkan resorpsi gigi yang terlibat

Gambar 2.3 : Gambaran Klinis Ekstra Oral Ameloblastoma Sumber : Contemporary Oral and Maxillofacial Pathology. Sapp et al. (2004)

11

Gambar 2.4 : Gambaran Klinis Intra Oral Ameloblastoma Sumber : Cawsons Essentials of Oral Pathology and Oral Medicine. Edisi 7. Cawson (2002)

2.1.4.3

Pemeriksaan Radiografis

Lokasi yang paling umum adalah regio molar dari mandibula (85%), kemudian regio premolar dan (paling sedikit) pada regio anterior. Ameloblastoma jarang ditemukan pada maksila dan jika terjadi, umumnya terdapat pada regio molar. 1,9

Gambar 2.5 :. Lokasi ameloblastoma yang paling sering terjadi. Lesi terjadi paling sering pada usia 20-30 tahun, pasien dengan usia muda yang bebas karies. 85% ameloblastoma terjadi pada mandibula dan hanya 15% terjadi pada maksila. (Sumber: Whaites E. Essentials of Dental Radiography and Radiology. 4 ed. United Kingdom: Elsevier Health Sciences; 2006.)

Penampilan radiografis yang paling umum ditemui pada ameloblastoma adalah radiolusensi multilokular (mulfi-chambered atau multi-cystic), menyerupai busa sabun (soap bubble appearance), yang dibatasai oleh septa berbatas jelas. Ameloblastoma dengan bentuk unilokular umumnya ditemui pada ameloblastoma folikular yang terjadi pada masa pertumbuhan aktif di usia 20-an. Seringkali gigi yang impaksi (umumnya molar) berada di dalam
12

tumor. Variasi yang lebih jarang adalah ameloblastoma yang menyerupai sarang lebah yang tidak meliputi gigi dan septanya lebih tebal. 2,9

Gambar 2.6 : Multilokular ameloblastoma besar pada sudut mandibula, dengan ekspansi ekstensif (panah solid) dan resorpsi gigi yang bersebelahan panah terbuka). (Sumber: Whaites E. Essentials of Dental Radiography and Radiology. 4 ed. United Kingdom: Elsevier Health Sciences; 2006.)

Gambar 2.7 : Unikistik ameloblastoma (Sumber: Whaites E. Essentials of Dental Radiography and Radiology. 4 ed. United Kingdom: Elsevier Health Sciences; 2006.)

Pada tahap yang lebih lanjut, tulang kompak meregang dan makin tipis. Kanalis mandibularis sering terdesak dan lama kelamaan tidak terlihar di dalam radiolusensi. Pada maksila, ameloblastoma dapat mendesak sinus maksila dan meregangkan dinding sinus. Lesi tumbuh secara perlahan dan berkembang dengan pembengkakan yang tidak nyeri dan asimetri wajah, seringkali amelolastoma baru diketahui pada tahap akhir penyakit. Variasi periferal pada lesi ini terjadi terutama pada pasien lanjut usia, sering dengan inklusi mukosa oral.9 Pada orang dewasa, setelah pencabutan gigi di segmen posterior, dapat berkembang ameloblastoma dengan penampilan radiografis menyerupai busa sabun yang besar. Hal ini dapat disalahartikan sebagai kista residual. Pergeseran lateral dari gigi yang bedekatan yang berkombinasi dengan
13

superimposisi dari radiolusensi tumor menimbulkan efek substraksi pada akar, yang jika berkombinasi dengan overeksposure pada radiograf, menciptakan penampilan resorpsi akar. Pemeriksaan spatial atau orientasi pra bedah membutuhkan computed tomography (CT).9 CT scan memberikan gambaran anatomi dari potongan jaringan secara 2 dimensi dan 3 dimensi dengan akurat dan tidak tumpang tindih. CT scan tidak hanya mengkonfirmasi diagnosis, namun juga menunjukkan dengan akurat perluasan tumor. CT scan dapat mendeteksi perforasi korteks luar dan invasi ke dalam jaringan lunak di sekitar. Bila invasi jaringan lunak ekstensif, MRI (Magnetic Resonance Imaging) dapat menyediakan gambar asal tumor dan perluasan invasi. CT scan esensial untuk pemeriksaan follow-up setelah pembedahan ameloblastoma.8,9 2.1.4.4 Pemeriksaan Patologi Anatomi Biopsi klinis dan pemeriksaan miksroskopis dari jaringan dalam spesimen bedah menjadi sangat penting dalam menentukan pilihan perawatan. Karena beberapa tumor odontogenik memiliki potensi rekurensi, program follow up menjadi suatu keharusan untuk menghindari prosedur bedah yang lebih ekstensif dan bahaya transformasi keganasan.10 Pada lesi yang mencurigakan secara klinis, biopsi harus dilakukan secepat mungkin. Pilihan teknik biopsi ditentukan oleh indikasi dari setiap kasus. Spesimen jaringan yang diambil harus dapat mewakili semuanya. Dalam melakukan biopsi harus dihindari penggunaan anestesi lokal, electrosurgical blade dan forsep langsung pada lesi karena dapat merusak spesimen. Setelah pengambilan, spesimen sebaiknya langsung ditaruh ke dalam larutan fiksatif seperti formalin 10% dengan kontainer berbahan plastik untuk menghindari kerusakan selama transfer spesimen.10 Secara mikroskopis, seluruh ameloblastoma menunjukkan fibrous stroma dengan pulau-pulau epithelium yang berproliferasi yang hingga beberapa derajat selalu menyerupai epithelium odontogenik dari enamel organ (contoh: palisade sel-sel di sekeliling sarang epithelium odontogenik dalam pola yang serupa dengan ameloblast). 11
14

Berbagai varian histologis dari ameloblastoma tidak memiliki korelasi dengan penampilan klinis maupun sifat lesi kecuali untuk subtipe unikistik. Bahkan, potongan yang berbeda dari tumor yang sama dapat menunjukkan satu atau lebih variasi histologis. Subkategori yang signifikan dari ameloblastoma adalah berdasarkan lapisan dari kista odontogenik.11 Ameloblastoma mirip dengan organ email. Massa tumor mengandung sel-sel epitel regular, inti basofilik besar, dan sitoplasma yang minimal. Pola histologi ameloblastoma bervariasi, dan dibagi menjadi beberapa subdivisi. Beberapa subdivisi ini adalah pola folikular (sederhana), pola pleksiform (retikular), pola acanthomatous, pola primodial (sel basal), pola sel granular dan pola desmoplastik. 2.1.4.4.1 Insisi Biopsi Insisi Biopsi meliputi pengambilan sebagian lesi yang relative ekstensif untuk pemeriksaan histopatologis dan penegakan diagnosis. Insisi biopsi diindikasikan pada lesi yang lebih besar dari 1-2 cm dan untuk lesi besar yang berkapsul atau neoplasma yang berpotensi keganasan.4,10 Dengan insisi biopsi karakteristik dari suatu neoplasma dapat ditentukan dengan baik, seperti diferensasi dan kemampuan invasi. Teknik insisi biopsi meliputi anestesi lokcal terlebih dahulu, kemudian bagian wedge-shaped dari bagian yang paling reprentatif dari lesi diambil, umumnya dari perifer lesi yang meluas ke jaringan normal 2.1.4.4.2 Fine-Needle Aspiration Biopsi (FNAB) Merupakan metode untuk mengevaluasi lesi subkutan atau yang terletak lebih dalam lagi. Prosedur ini paling banyak dipakai dalam menentukan sifat massa pada kelenjar saliva dan leher. 2.1.4.4.3 Diagnosis Banding Ameloblastoma unilokular kecil yang terletak di sekitar mahkota gigi yang tidak erupsi seringkali tidak dapat dibedakan dengan kista dentigerous. Karena tampakan septum tulang di dalam tumor penting untuk identifikasi
15

ameloblastoma, tipe lesi lainnya yang juga memiliki septum tulang interna (seperti odontogenik keratosis, giant cell granuloma, odontogenik myxoma, dan ossifying fibroma) dapat memiliki tampakan yang mirip. Odontogenik keratosis dapat memiliki septum yang berkurva tetapi biasanya keratosis cenderung tumbuh di sepanjang tulang tanpa ekspansi yang jelas, yang merupakan karakeristik ameloblastoma. Giant cell granuloma umumnya terjadi di bagian anterior dari gigi-gigi molar, terjadi pada kelompok usia yang lebih muda, dan memiliki septum yang lebih granular dan kurang jelas. Odontogenik myxoma dapat memiliki tampakan septum yang serupa, namun biasanya terdapat 1 atau 2 septum yang tipis, tajam, dan lurus yang merupakan karakteristik myxoma. Adanya 1 septum dengan karakteristik tersebut saja sudah mengindikasikan sebuah myxoma. Selain itu myxoma tidak seekspansif ameloblastoma dan cenderung tumbuh di sepanjang tulang. Septum pada ossifying fibroma biasanya lebar, granular, dan berbatas kurang jelas. Selain itu terdapat trabekula kecil yang irregular.

2.1.5 Perawatan Terdapat 2 jenis perawatan untuk ameloblastoma, yakni perawatan konservatif dan radikal. Menurut Nakamura dkk (2002), Tingkat rekurensi dari ameloblastoma tergantung pada tipe dari operasinya dan berkisar antara 15-25% setelah operasi radikal sampai 75-90% setelah tindakan operasi konservatif.12 Perawatan konservatif terdiri dari enukleasi dan kuretase, sedangkan perawatan radikal yaitu dengan cara reseksi segmental (blok lokal / en blok), reseksi marginal atau subtotal, sampai dengan modifikasinya yaitu hemimaksilektomi atau hemimandibulektomi, yaitu dimana pengambian tumor dilakukan dengan menyertakan jaringan lunak dan tulang yang normal secukupnya.3 Bila ameloblastoma relatif kecil, tumor dapat diambil melalui intraoral, sedangkan ameloblastoma yang besar mungkin memerlukan reseksi rahang.1 Kuretase yang sering dilakukan pada masa lalu sekarang tidak digunakan karena tingkat rekurensi yang tinggi. Kuretase biasanya berhasil untuk perawatan ameloblastoma unikistik.3 Untuk ameloblastoma unikistik perawatan dengan enukleasi dan
16

kuretase cukup bila elemen ameloblastik sebatas lumen kista dengan atau tanpa ekstensi tumor intraluminal, setelah enukleasi atau kuretase biasanya diaplikasikan Carnoys solution, yaitu bahan fiksatif sebagai terapi tambahan untuk mengeliminasi sisa- sisa epitel kista dan mencegah rekurensi lesi. Bila spesimen menunjukkan ekstensi tumor ke dalam dinding kista dibutuhkan reseksi segmental.1 Untuk reseksi segmental tidak diperlukan aplikasi Carnoys solution, karena tulang di sekitar lesi ikut diangkat. Untuk amelolastoma multikistik perawatan yang paling umum adalah dengan cara radikal yakni bedah reseksi.3 Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam terapi tumor rahang adalah4 : A. Agresifitas Lesi Diagnosis histologis secara positif akan mengidentifikasi dan mengarahkan perawatan lesi. Dengan adanya sifat tumor yang sangat luas, prognosis lebih berkaitan dengan diagnosis histologis yang mengindikasikan sifat biologis lesi.4 B. Lokasi Anatomis Lesi Lokasi lesi di dalam mulut atau perioral dapat mempersulit eksisi bedah dan memperburuk prognosis. Lesi jinak non agresif yang terletak di tempat yang tidak bisa diakses menimbulkan masalah bedah yang serius, sementara lesi yang lebih agresif dalam area yang mudah diakses dan dapat direseksi menyediakan prognosis yang lebih baik. 4 Adanya sinus maksila dan nasofaring memungkinkan tumor maksila untuk berkembang secara asimptomatik ke ukuran yang lebih besar dan gejala baru timbul lama kemudian. Dengan demikian , tumor pada maksila memiliki prognosis yang lebih buruk. 4 Kedekatan tumor dengan struktur vital seperti struktur neurovascular perlu diperhatikan karena struktur tersebut perlu dilindungi. Apeks gigi yang tidak terlindung saat prosedur bedah perlu dipertimbangkan perawatan endodontik untuk mencegah infeksi odontogenik yang menimbulkan komplikasi pada penyembuhan dan memperkecil kesuksesan bone graft. 4

17

Tingkat keterlibatan tumor pada tempat tertentu seperti badan mandibula mempengaruhi jenis prosedur yang diperlukan untuk perawatan lesi yang agresif. Jika memungkinkan, inferior border mandibula dibiarkan utuh untuk menjaga kontinuitas. Ini dapat dicapai dengan reseksi marginal area yang terlibat. Jika tumor meluas hingga seluruh ketebalan rahang, diperlukan reseksi parsial. 4 C. Durasi Lesi Beberapa tumor menampilkan perkembangan yang lambat dan dapat menjadi statis. Lesi yang tumbuh lambat memiliki sifat yang lebih jinak dan perawatan perlu disesuaikan pada tiap kasus. 4 D. Usaha Rekonstruktif Tujuan dari setiap prosedur bedah untuk menghilangkan lesi patologik tidak hanya penghilangan lesi namun juga memfasilitasi kemampuan fungsional pasien. Prosedur rekonstruktif harus direncanakan dan diantisipasi sebelum dilakukan pembedahan inisial. 4 Perluasan lesi pada jaringan lunak sangat sulit ditentukan secara klinis. Bila ada keraguan dalam menentukan tepi yang bebas dari tumor, maka dapat dilakukan pengiriman spesimen tumor dalam jumlah banyak untuk pemotongan beku (frozen section). Setiap lesi yang cenderung mengalami kekambuhan memerlukan pemeriksaan klinis dan radiografis lanjutan setelah operasi. Pemantauan jangka panjang dilakukan setiap enam bulan, 3 tahun pertama, dan setelah itu setahun sekali. Lesi rekuren diambil dengan reseksi yang lebih luas daripada saat pembedahan sebelumnya.3
2.1.6

Teknik Perawatan3 Indikasi perawatan ditentukan berdasarkan luas dan besarnya jaringan yang terlibat, struktur histologis dari tumor dan keuntungan yang didapat. Menurut Ohishi, indikasi perawatan konservatif adalah pada penderita usia muda dan ameloblastoma unikistik. Sedangkan indikasi perawatan radikal adalah ameloblastoma tipe solid dengan tepi yang tidak jelas, lesi dengan
18

gambaran soap bubble, lesi yang tidak efektif dengan penatalaksanaan secara konservatif dan ameloblastoma ukuran besar. Penatalaksanaan secara radikal berupa reseksi segmental, hemimandibulektomi dan reseksi marginal (reseksi enblok). 2.1.6.1 Perawatan Konservatif 2.1.6.1.1 Kuretase Adalah pengangkatan tumor dengan memotongnya dari jaringan normal di sekitar. Kegagalan dari kuretase disebabkan karena tertinggalnya pinggiran tumor pada jaringan. Teknik ini dapat digunakan untuk lesi kecil ameloblastoma unikistik di mandibula. Kebanyakan kasus ditangani dengan pendekatan intraoral, yaitu biasanya pendekatan bukal, labial, atau palatal. Pembuatan flap mukoperiosteal dengan dasar cukup lebar untuk memastikan suplai darah tidak terganggu. Flap envelope paling umum digunakan. Insisi dibuat pada sulkus gingiva (untuk pasien bergigi) dan pada alveolar crest (untuk pasien tidak bergigi)

Flap mukoperiosteal Full thickness dibuka.

Kuret digunakan untuk mengangkat lesi dari kavitas tulang. Margin tulang normal juga dibuang dengan pengerokan/scraping untuk memastikan seluruh tumor dibuang.

Defek tulang kecil ditutup dengan primary closure; defek tulang besar dapat sembuh dengan secondary intention. 2.1.6.1.2 Enukleasi

Enukleasi adalah pengangkatan kista baik lapisan pembungkusnya hingga isinya. Indikasi enukleasi adalah lesi odontogenik keratosis yang memiliki tingkat rekurensi tinggi. Enukleasi memiliki 2 cara pendekatan, yaitu pendekatan intraoral dan ekstraoral.

19

Prosedur Pendekatan Intraoral 1. Insisi dan Elevasi Flap a. Jika kista melibatkan gigi, maka insisi dibuat melingkari gigi, baik dengan atau tanpa pertimbangan untuk ekstraksi. Tujuan dari insisi tersebut adalah untuk menyediakan akses yang baik serta memudahkan dalam penyembuhan, selain itu insisi berguna dalam proses penutupan area operasi jika ternyata dibutuhkan ekstraksi 1 gigi maupun beberapa gigi. b. Jika kista melibatkan hingga ke periodonsium, maka sebaiknya insisi dibuat menjauhi area servikal gigi.
c. Untuk memudahkan penyembuhan pada area edentulous, maka insisi

dibuatkan di sepanjang crest. d. Lengan asendens dan desendens dari insisi melebar ke arah sulkus bukal dan berada di luar dari pembengkakkan. Tujuan dari insisi ini adalah agar penjahitan dapat dilakukan pada permukaan tulang yang sehat. 2. Pengangkatan Tulang a. Jaringan tulang tipis yang masih tersisa harus dipertahankan. Jika lesi berukuran besar, setelah flap mukoperiosteal dielevasi, tulang dapat dipenetrasi menggunakan periosteal elevator yang dimasukkan di antara kantung kista dengan tulang. b. Jika jaringan tulang sudah tidak dapat dipertahankan, mukoperiosteum dielevasi dan jaringan tulang di bawahnya diangkat menggunakan bur akrilik supaya memberikan akses yang baik untuk proses enukleasi. 3. Enukleasi Kista a. Kista harus terangkat seluruhnya tanpa merobek atau menusuknya. Lakukan diseksi menggunakan instrumen yang tumpul. Gunakan selapis gauze yang digulung, lalu masukkan di antara kantung kista dan rongga tulangnya menggunakan hemostat. Alternatif lain adalah

20

dengan mengaspirasi kista sehingga kista mengkerut sehingga mudah untuk dikeluarkan.
b. Setelah kista telah dienukleasi, selanjutnya dapat dilakukan perawatan

pada gigi yang terlibat, contoh: pengisian saluran akar, apicectomy, retrogade root filling, atau ekstraksi. c. Periksa kembali area pasca enukleasi, lakukan irigasi, lalu dapat dilakukan penutupan dengan penjahitan. Prosedur Pendekatan Ekstra Oral Indikasinya adalah kista dentigerous berukuran besar yang melibatkan ramus, badan, dan sudut mandibula. a. Insisi bagian submandibula.
b. Diseksi jaringan menggunkan pterygomasseteric sling.

c. Insisi periosteum dan elevasi flap periosteum untuk memperlihatkan tulang di bawahnya.
d. Jika belum terjadi perforasi, dapat dibuatkan window menggunakan

bur atau chisel. e. Enukleasi kista lalu dibiopsi. f. Jika ada kecurigaaan adanya sisa jaringan pembungkus kista, maka dapat dilakukan kuretase pada rongga. g. Lakukan penutupan dengan penjahitan. Direkomendasikan untuk meletakkan drainase melalui insisi. Manajemen Post Operasi a. Jahitan dapat dibuka 10 hari post operasi. b. Lakukan pemeriksaan radiologi post operasi secara berkala sampai penyembuhan tulang selesai. 2.1.6.1.3 Cryosurgery Adalah pembedahan yang dilakukan dengan cara memaparkan temperatur dingin yang ekstrem ke jaringan yang telah diseleksi menggunakan alat yang

21

mengandung nitrogen cair. Tujuan cryosurgery adalah untuk mengeliminasi sel-sel yang abnormal. Efek Pendinginan yang Ekstrem Konsentrasi cairan intraseluler meningkat. Kadar air intraseluler berkurang. Sel mengkerut. Membran sel rusak. Terbentuk kristal es di intraseluler. Terbentuk kristal es di ekstraseluler.

Manfaat Untuk merusak jenis lesi: Tumor otak. Penyakit Parkinsons Epilepsi. Ameloblastoma.

Aparatus terdiri atas sebuah kontainer yang terisi dengan gas cair bertekanan tinggi. Gas cair dapat berupa gas nitrogen dengan temperatur -1960C; atau gas karbondioksida, gas N2O2, dan gas freon dengan suhu yang berkisar antara -200C sampai -900C. Probe terhubung dengan kontainer melalui tabung. Probe diarahkan ke jaringan abnormal. Waktu yang dibutuhkan untuk merusak jaringan abnormal tergantung dengan suhu, ukuran lesi, dan tipe jaringan. 2.1.6.1.4 Enucleation with Curretation atau Dredging Method13 Yaitu perawatan dimana setelah dilakukan enukleasi, kuret atau bur digunakan untuk mengangkat 1-2 mm tulang di sekitar rongga tumor. Indikasi

Mengangkat odontogenic keratocyst Tumor yang rekuren setelah pengangkatan

22

Keuntungan Bila enukleasi meninggalkan sisa-sisa epitel, kuretase bisa mengangkat sisasisa tersebut, sehingga kemungkinan terjadinya rekurensi menurun. Kerugian Kuretase bersifat lebih destruktif terhadap tulang sekitar dan jaringan lainnya (misal : saraf dan pembuluh darah) sehingga harus ekstra hati-hati dalam pelaksanaannya Teknik

Tumor dilakukan enukleasi Inspeksi pada rongga tulang untuk melihat struktur sekitarnya Kuret tajam atau bur tulang diikuti dengan irigasi steril digunakan untuk mengangkant 1-2 mm lapisan tulang di perifer rongga kista, lakukan dengan ekstra hati-hati

Rongga dibersihkan kemudian ditutup

2.1.6.2 Perawatan Radikal 2.1.6.2.1 Reseksi En-blok Adalah pengangkatan tumor dengan pinggir tulang yang tidak terlibat, namun mempertahankan kontinuitas rahang. Teknik reseksi en-blok memerlukan osteotomi kira-kira 1-2 cm dari pinggir tumor. Bila jaringan lunak ikut terlibat, dilakukan reseksi luas dari pinggir jaringan lunak. Keuntungan dari reseksi en-blok yaitu tidak mencederai pinggir tumor saat reseksi, yang memungkinkan tumour seeding pada daerah pembedahan. Pendekatan intraoral digunakan untuk lesi yang letaknya lebih anterior dari ramus mandibula, sedangkan pendekatan ekstraoral untuk lesi yang melibatkan ramus mandibula. a. Pendekatan Intraoral

23

Jika bukaan mulut tidak mencukupi akses untuk membuang segmen tulang mandibula yang besar, atau mencapai tumor pada regio posterior, digunakan midline lip-spliting incision.

Midline dipilih karena : o injuri minimal terhadap struktur anatomis


o

fungsi bibir pada midline tiddak terganggu

o estetis

Insisi dihubungkan dengan insisi intraoral untuk membentuk flap. Flap mukoperiosteal dibuka, menunjukkan area yang akan direseksi dengan utuh. Segmen tulang dibuang dengan saw atau bur. Margin tulang normal juga ikut diangkat. Hemostasis dicapai, flap dikembalikan & dijahit. Pendekatan Ekstraoral untuk lesi yang melibatkan regio Digunakan insisi submandibula (1,5 2 cm di bawah batas inferior mandibula); insisi midline lip-splitting mungkin dibutuhkan. Segmen mandibula dibuang dengan bur atau saw, menyisakan tepi batas inferior. Flap dikembalikan & dijahit.

b.

posterior dari mandibula dan ramus

2.1.6.2.2 Osteotomi Perifer Adalah teknik eksisi sempurna dari tumor dan mempertahankan kontinuitas tulang. Kuretase dengan osteotomi perifer disarankan untuk perawatan ameloblastoma saat mempertahankan struktur vital dan fungsi rahang. Teknik ini memerlukan eksposur dan kuretase seluruh tumor yang terlihat. Setelah kuretase seluruh tumor, pinggir tulang yang membatasi seluruh defek dibuang dengan bur. Kerugiannya yaitu memungkinkan tumour seeding pada jaringan sekitar.

24

2.1.6.2.3 Reseksi Segmental Pengangkatan segmen mandibula atau maksila yang terlibat oleh tumor, hal ini bertujuan untuk mengurangi tingkat rekuren tumor. Hemimandibulektomi & hemimaksilektomi termasuk dalam perawatan ini. Rekonstruksi segera dapat dilakukan bila tumor telah diangkat dengan bersih saat operasi menggunakan autogenous bone graft yang berasal dari tulang panggul atau rusuk, atau menggunakan plat logam. a. dipertahankan. Defek mandibula: dalam kasus defek mandibula, rekonstruksi langsung dengan menggunakan alloplastic graft atau bone graft dapat dilakukan tergantung prognosis tumor yang dieksisi. b. Maksilektomi Dalam kasus tumor yang melibatkan maksila, partial atau total maxillectomy dilakukan tergantung pada perluasan keterlibatan tumor. Dalam kasus yang melibatkan sinus maksila, perawatan yang dipilih adalah hemimaxillectomy. Partial maxillectomy dilakukan melalui pendekatan intraoral, sedangkan hemimaxillectomy dilakukan dengan pendekatan ekstraoral yang dikenal dengan Weberfergusson approach untuk mendapatkan akses yang cukup ke dalam sinus dan area orbital. Hemimandibulektomi atau Parsial Mandibulektomi Pada teknik ini, kontinuitas batas inferior mandibula tidak

2.1.6.2.4 Cauterisasi
25

Adalah desikasi atau elektrokuagulasi dari lesi, termasuk sejumlah jaringan di sekitarnya. Kauter tidak umum digunakan, namun merupakan terapi yang lebih efektif dengan tingkat rekurensi 50% dibandingkan dengan kuretase yang memiliki tingkat rekurensi hingga 90%. Iskemia sekunder dan nekrosis yang terjadi selama penggunaan kauter dari jarak tertentu dari margin tumor dapat menghancurkan sel tumor yang tidak dapat dicapai dengan instrumentasi langsung.
2.1.7

Prognosis3 Ameloblastoma adalah lesi persisten, invasif secara lokal dan memiliki tingkat rekurensi yang tinggi. Lesi rekuren memerlukan reseksi segmental. Ameloblastoma pada umumnya saat didiagnosis sudah berukuran terlalu besar untuk dilakukan eksisi marginal, sehingga dilakukan reseksi dan penggantian dengan graft corticocancellous iliac sebagai pilihan perawatan. Pada maksila, eksisi luas diindikasikan saat operasi pertama. Rata-rata rekurensi setelah enukleasi dan kuretase ameloblastoma adalah 10-20%. Rekurensi setelah reseksi marginal ameloblastoma konvensional adalah 15%. 2.2 Ameloblastoma Rekuren Ameloblastoma memiliki tingkat rekurensi yang tinggi setelah perawatan, yakni 23% pada ameloblastoma multikistik dan 14% pada ameloblastoma unikistik.1 Rekurensi dapat terjadi karena ameloblastoma memiliki sel satelit yang dapat berinvasi. Ameloblastoma menyebar dengan membentuk psudopods pada sumsum tulang tanpa resorpsi tulang trabekular yang nyata. Sebagai hasilnya menurut Rapidis dkk, rekurensi dari ameloblastoma diketahui berhubungan dengan operasi pengangkatan yang tidak adekuat dari tumor primer dimana margin tumor tidak terlihat jelas pada radiograf atau selama pembedahan. Rekurensi juga diketahui dapat terjadi karena beberapa alasan berikut. Pertama, adanya pulau-pulau kecil dari jaringan neoplastik di tulang cancellous pada margin dari specimen atau implantasi dari sel tumor selama enukelasi. Yang kedua, merupakan konsekuensi dari rekurensi jaringan lunak (Gold 1991). Sehingga mukosa di sekitarnya juga harus direseksi jika tumor menginvasi
26

alveolus dan perforasi melalui tulang alveolar. Ketiga, tumor seeding. Ini sebaiknya dipertimbangkan sebagai penyebab paling penting dari rekurensi ameloblastoma pada graft tulang (Zachariades 1988).12 Pengambilan total massa tumor ameloblastoma dengan mengikutsertakan jaringan tulang yang sehat disekitarnya akan memberikan hasil yang optimal.14 Mengingat pola pertumbuhannya, cenderung meluas melaui marrow space, bila pengangkatannya tidak adekuat maka tumor ini sering kambuh, sehingga ameloblastoma memerlukan penatalaksanaan tindakan yang radikal Dikatakan sementara tumor membesar sel-sel tumor menyerang dan menyelusup ke dalam ruang trabekula pada tulang spongiosa, adanya invasi selsel tumor ke celah-celahtulang ini menyebabkan timbulnya istilah locally malignant oleh karena sifat khas inilah, maka enukleasi, kuret atau tehnik operasi yang lain yang tidak mencakup bagian tulang periferal yang cukup dalam akan mutlak bersifat rekuren. Sebaliknya dia menyatakan bahwa invasi sel tumor tidak terjadi pada tulang kompakta, massa tumor hanya menyebabkan ekspansi dan resorpsi tulang kompakta, dengan demikian batas makroskopis tumor pada tulang kompakta sama dengan batas miroskopisnya.14 Mengingat sifat ameloblastoma yang cenderung rekuren walaupun sudah dilakukan enblok reseksi, kemungkinan rekurensi tetap bisa terjadi (10%).
15

Oleh karena itu penderita dianjurkan untuk

kontrol setiap 3 bulan selama 5 tahun. Bila ditemukan adanya rekurensi dapat segera dilakukan operasi ulang. Beberapa studi menunjukkan tingkat rekurensi ameloblastoma adalah 50% - 90% paska kuretase dan 15% setelah blok reseksi. Oleh karena itu para ahli bedah menyatakan bahwa pembuangan ameloblastoma setidaknya 1 cm lebihnya dari batas tumor pada radiograf. Rekurensi memakan waktu bertahun-tahun setelah pembedahan pertamasebelum akhirnya bermanifestasi klinis.

27

S-ar putea să vă placă și