Sunteți pe pagina 1din 18

1. Pendahuluan Penyakit TB Paru merupakan penyakit menahun/kronis (berlangsung lama) dan menular.

Penyakit ini dapat diderita oleh setiap orang, tetapi paling sering menyerang orang-orang yang berusia antara 15 35 tahun, terutama mereka yang bertubuh lemah, kurang gizi atau yang tinggal satu rumah dan berdesak-desakan bersama penderita TBC. Lingkungan yang lembap, gelap dan tidak memiliki ventilasi memberikan andil besar bagi seseorang terjangkit TBC. Penyakit Tuberkulosis dapat disembuhkan. Namun akibat dari kurangnya informasi berkaitan cara pencegahan dan pengobatan TBC, kematian akibat penyakit ini memiliki prevalensi yang besar. Indonesia berada dalam peringkat ketiga terburuk di dunia untuk jumlah penderita TB. Setiap tahun muncul 500 ribu kasus baru dan lebih dari 140 ribu lainnya meninggal. 2. Pengertian

Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit akibat kuman Mycobakterium tuberkculosis sistemis sehingga dapat mengenai semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer (Arif Mansjoer, 2000). Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, terutama meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Suzanne dan Brenda, 2001). Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru (Smeltzer, 2001). Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC) adalah suatu penyaki yang disebabkan oleh infeksi kompleks Mycobacterium tuberculosis (id.wikipedia.org).

Berdasarkan beberapa definisi mengenai tuberkulosis diatas, maka dapat dirumuskan bahwa tuberculosis (TB) paru adalah suatu penyakit infeksius yang disebabkan kuman Mycobacterium tuberculosis yang menyerang parenkim paru, bersifat sistemis sehingga dapat mengenai organ tubuh lain, terutama meningen, tulang, dan nodus limfe. 3. Etiologi Agens infeksius utama, mycobakterium tuberkulosis adalah batang aerobik tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar ultra violet, dengan ukuran panjang 1-4 /um dan tebal 0,3 0,6/um. Yang tergolong kuman mycobakterium tuberkulosis kompleks adalah:

Mycobakterium tuberculosis Varian asian Varian african I Varian asfrican II Mycobakterium bovis

Kelompok kuman mycobakterium tuberkulosis dan mycobakterial othetan Tb (mott, atipyeal) adalah :

Mycobacterium cansasli Mycobacterium avium Mycobacterium intra celulase Mycobacterium scrofulaceum Mycobacterium malma cerse Mycobacterium xenopi

Klasifikasi a.

Pembagian secara patologis : Tuberkulosis primer ( Child hood tuberculosis ). Tuberkulosis post primer ( Adult tuberculosis ). Berdasarkan pemeriksaan dahak, TB Paru dibagi menjadi 2 yaitu :

b.

Tuberkulosis Paru BTA positif. Tuberkulosis Paru BTA negative Pembagian secara aktifitas radiologis :

c.

Tuberkulosis paru ( Koch pulmonal ) aktif. Tuberkulosis non aktif . Tuberkulosis quiesent ( batuk aktif yang mulai sembuh ). Pembagian secara radiologis ( Luas lesi )

d.

Tuberculosis minimal, yaitu terdapatnya sebagian kecil infiltrat non kapitas pada satu paru maupun kedua paru, tapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru. Moderateli advanced tuberculosis, yaitu, adanya kapitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm, jumlah infiltrat bayangan halus tidak lebih dari satu bagian paru. Bila bayangannya kasar tidak lebih dari satu pertiga bagian satu paru. For advanced tuberculosis, yaitu terdapatnya infiltrat dan kapitas yang melebihi keadaan pada moderateli advanced tuberculosis.

e. Berdasarkan aspek kesehatan masyarakat pada tahun 1974 American Thorasic Society memberikan klasifikasi baru:

Karegori O, yaitu tidak pernah terpajan dan tidak terinfeksi, riwayat kontak tidak pernah, tes tuberculin negatif. Kategori I, yaitu terpajan tuberculosis tetapi tidak tebukti adanya infeksi, disini riwayat kontak positif, tes tuberkulin negatif. Kategori II, yaitu terinfeksi tuberculosis tapi tidak sakit. Kategori III, yaitu terinfeksi tuberculosis dan sakit. Berdasarkan terapi WHO membagi tuberculosis menjadi 4 kategori :

f.

Kategori I : ditujukan terhadap kasus baru dengan sputum positif dan kasus baru dengan batuk TB berat.

Kategori II : ditujukan terhadap kasus kamb uh dan kasus gagal dengan sputum BTA positf. Kategori III : ditujukan terhadap kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas dan kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I. Kategori IV : ditujukan terhadap TB kronik.

4. Patofisiologi Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibersinkan atau dibatukkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan selama berhari-hari sampai berbulanbulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat akan menempel pada jalan nafas atau paru-paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukurannya kurang dari 5 mikromilimeter. Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag sedangkan limfosit ( biasanya sel T ) adalah imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini basanya lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan ditempat infeksi oleh limposit dan limfokinnya. Raspon ini desebut sebagai reaksi hipersensitifitas (lambat). Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai unit yang terdiri dari 1-3 basil. Gumpalan basil yang besar cendrung tertahan dihidung dan cabang bronkus dan tidak menyebabkan penyakit ( Dannenberg 1981 ). Setelah berada diruang alveolus biasanya dibagian bawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak didaerah tersebut dan memfagosit bakteria namun tidak membunuh organisme ini. Sesudah hari-hari pertama leukosit akan digantikan oleh makrofag . Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler akan sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa atau proses akan berjalan terus dan bakteri akan terus difagosit atau berkembang biak didalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limposit. Reaksi ini butuh waktu 10-20 hari. Nekrosis pada bagian sentral menimbulkan gambangan seperti keju yang biasa disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang terjadi nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast menimbulkan respon yang berbeda.Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru dinamakn fokus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Respon lain yang dapat terjadi didaerah nekrosis adalah pencairan dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkel yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk kedalan percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat terulang lagi kebagian paru lain atau terbawa kebagian laring, telinga tengah atau usus. Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen brokus dapat menyempit dan tertutup oleh

jaringan parut yang terdapt dekat dengan perbatasan bronkus rongga. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi kapsul yang terlepas. Keadaan ini dapat dengan tanpa gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan brokus sehingge menjadi peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, kadang dapat menimbulkan lesi pada oragan lain. Jenis penyeban ini disebut limfohematogen yang biasabya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen biasanya merupakan fenomena akut yang dapat menyebabkan tuberkulosis milier.Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme yang masuk kedalam sistem vaskuler dan tersebar keorgan-organ lainnya. 5. Manifestasi Klinis Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik. Gejala sistemik/umum, antara lain sebagai berikut:

Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul. Penurunan nafsu makan dan berat badan. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah). Perasaan tidak enak (malaise), lemah.

Gejala khusus, antara lain sebagai berikut:

Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara mengi, suara nafas melemah yang disertai sesak. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah. Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.

6. Komplikasi Menurut Depkes RI (2002), merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada penderita tuberculosis paru stadium lanjut yaitu :

Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau karena tersumbatnya jalan napas. Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial. Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal.

7. Pemeriksaan Diagnostik a.

Pemeriksaan Laboratorium Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada tahap aktif penyakit Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah) : Positif untuk basil asam-cepat. Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area indurasi 10 mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intradcrmal antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi tidak secara berarti menunjukkan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh mikobakterium yang berbeda. Anemia bila penyakit berjalan menahun Leukosit ringan dengan predominasi limfosit LED meningkat terutama pada fase akut umumnya nilai tersebut kembali normal pada tahap penyembuhan. GDA : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa kerusakan paru. Biopsi jarum pada jaringan paru : Positif untuk granuloma TB; adanya sel raksasa menunjukkan nekrosis. Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi; contoh hiponatremia disebabkan oleh tak normalnya retensi air dapat ditemukan pada TB paru kronis luas. Radiologi

b.

Foto thorax : Infiltrasi lesi awal pada area paru atas simpanan kalsium lesi sembuh primer atau efusi cairan perubahan menunjukan lebih luas TB dapat termasuk rongga akan fibrosa. Perubahan mengindikasikanTB yang lebih berat dapat mencakup area berlubang dan fibrous. Pada foto thorax tampak pada sisi yang sakit bayangan hitam dan diafragma menonjol ke atas. Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronchus atau kerusakan paru karena TB. Gambaran radiologi lain yang sering menyertai TBC adalah penebalan pleura, efusi pleura atau empisema, penumothoraks (bayangan hitam radio lusen dipinggir paru atau pleura). Pemeriksaan fungsi paru

c.

Penurunan kualitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara residu: kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural.

8. Pencegahan

Imunisasi BCG pada anak balita, Vaksin BCG sebaiknya diberikan sejak anak masih kecil agar terhindar dari penyakit tersebut. Bila ada yang dicurigai sebagai penderita TBC maka harus segera diobati sampai tuntas agar tidak menjadi penyakit yang lebih berat dan terjadi penularan. Jangan minum susu sapi mentah dan harus dimasak. Bagi penderita untuk tidak membuang ludah sembarangan. Pencegahan terhadap penyakit TBC dapat dilakukan dengan tidak melakukan kontak udara dengan penderita, minum obat pencegah dengan dosis tinggi dan hidup secara sehat. Terutama rumah harus baik ventilasi udaranya dimana sinar matahari pagi masuk ke dalam rumah. Tutup mulut dengan sapu tangan bila batuk serta tidak meludah/mengeluarkan dahak di sembarangan tempat dan menyediakan tempat ludah yang diberi lisol atau bahan lain yang dianjurkan dokter dan untuk mengurangi aktivitas kerja serta menenangkan pikiran.

9. Penatalaksanaan a. Farmakologi

Terdapat 2 macam sifat/aktivitas obat terhadap tuberculosis , yaitu sebagai berikut:

Aktivitas bakterisid

Disini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang sedang tumbuh (metabolismenya masih aktif). Aktivitas bakteriosid biasanya diukur dengan kecepataan obat tersebut membunuh atau melenyapkan kuman sehingga pada pembiakan akan didapatkan hasil yang negatif (2 bulan dari permulaan pengobatan).

Aktivitas sterilisasi

Disini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang pertumbuhannya lambat (metabolismenya kurang aktif). Aktivitas sterilisasi diukur dari angka kekambuhan setelah pengobatan dihentikan. Pengobatan penyakit Tuberculosis dahulu hanya dipakai satu macam obat saja. Kenyataan dengan pemakaian obat tunggal ini banyak terjadi resistensi. Untuk mencegah terjadinya resistensi ini, terapi tuberculosis dilskukan dengan memakai perpaduan obat, sedikitnya diberikan 2 macam obat yang bersifat bakterisid. Dengan memakai perpaduan obat ini, kemungkinan resistensi awal dapat diabaikan karena jarang ditemukan resistensi terhadap 2 macam obat atau lebih serta pola resistensi yang terbanyak ditemukan ialah INH Adapun jenis obat yang dipakai adalah sebagai berikut : - Obat Primer 1. Isoniazid (H) 2. Rifampisin (R) - Obat Sekunder 1. Ekonamid 2. Protionamid

3. Pirazinamid (Z) 4. Streptomisin 5. Etambutol (E) 6. 7. 8. Tiasetazon Viomisin Kapreomisin

3. Sikloserin 4. Kanamisin 5. PAS (Para Amino Saliciclyc Acid)

Pengobatan TB ada 2 tahap menurut DEPKES.2000 yaitu : Tahap INTENSIF Penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap rifampisin. Bila saat tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, penderita menular menjadi tidak tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi negatif (konversi) pada akhir pengobatan intensif. Pengawasan ketat dalam tahab intensif sangat penting untuk mencegah terjadinya kekebalan obat. Tahap lanjutan Pada tahap lanjutan penderita mendapat obat jangka waktu lebih panjang dan jenis obat lebih sedikit untuk mencegah terjadinya kekambuhan. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten (dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan. Paduan obat kategori 1 : Tahap Intensif Lanjutan Lama 2 bulan 4 bulan (H) / day 1 2 R day 1 1 Z day 3 F day 3 Jumlah Hari XMinum Obat 60 54

Paduan Obat kategori 2 : Tahap Lama (H)@300 R@450 mg mg Z@500 mg Mg Intensif 2 bulan1 11 bulan Lanjutan 5 bulan 2 Paduan Obat kategori 3 : 11 33 1 33 3 E@ 250 E@500 Strep.Injeksi JumlahHari X mg Minum Obat 0,5 % 6030 2 66

Tahap Lama Intensif 2 bulan Lanjutan3 x 4 bulan week OAT sisipan (HRZE) Tahap Lama

H @ 300 mg 1 2

R@450mg 1 1

P@500mg Hari X Minum Obat 3 60 1 54

H@300mg 1

R@450mg Z@500mg 1 3

Intensif(dosis 1 bulan harian) 11. Pengkajian

E Minum obat day@250mg XHari 3 30

Data dasar pengkajian pasien ( Doengoes, Marilynn E : 2000 ) adalah sebagai berikut: a. Pola aktivitas dan istirahat

Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas pendek), demam, menggigil. Objektif : Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak (tahap, lanjut; infiltrasi radang sampai setengah paru), demam subfebris (40 -410C) hilang timbul. b. Pola nutrisi badan.

Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak sub kutan. c. Respirasi

Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada. Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleural), sesak napas, pengembangan pernapasan tidak simetris (effusi pleura.), perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik). d. Rasa nyaman/nyeri

Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang. Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis. e. Integritas ego

Subjektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak berdaya/tak ada harapan.

Objektif : Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah tersinggung. f. Keamanan

Subyektif: adanya kondisi penekanan imun, contoh AIDS, kanker. Obyektif: demam rendah atau sakit panas akut. g. Interaksi Sosial

Subyektif: Perasaan isolasi/ penolakan karena penyakit menular, perubahan pola biasa dalam tanggung jawab/ perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran. 12. Diagnosa Keperawatan a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau sekret darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal. b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret yang kental, edema bronchial. c. Gangguan keseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kelelahan, batuk yang sering, adanya produksi sputum, dispnea, anoreksia, penurunan kemampuan finansial. d. e. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif.

f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen. g. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan tidak ada yang menerangkan, interpretasi yang salah, informasi yang didapat tidak lengkap/tidak akurat, terbatasnya pengetahuan/kognitif h. Risiko tinggi infeksi penyebaran / aktivitas ulang infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat, fungsi silia menurun/ statis sekret, kerusakan jaringan akibat infeksi yang menyebar, malnutrisi, terkontaminasi oleh lingkungan, kurang informasi tentang infeksi kuman. 13. Perencanaan Keperawatan Diagnosa Tujuan Keperawatan Bersihan jalan napas Setelah diberikan tindakan tidak efektif keperawatan kebersihan jalan napas berhubungan dengan efektif, dengan criteria hasil: sekret kental atau Intervensi a. Kaji ulang fungsi pernapasan: bunyi napas, kecepatan, irama, kedalaman dan Rasional

a. Penurunan bunyi napas indikasi atelektasis, ronki indikas akumulasi

sekret darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal.

penggunaan otot secret/ketidakmampuan membersihkan jalan Mempertahankan jalan napas aksesori.b. Catat kemampuan untuk napas sehingga otot pasien. Mengeluarkan sekret tanpa mengeluarkan secret atau aksesori digunakan dan batuk efektif, catat kerja pernapasan bantuan. Menunjukkan prilaku untuk karakter, jumlah sputum, meningkat. b. Pengeluaran sulit bila memperbaiki bersihan jalan adanya hemoptisis. sekret tebal, sputum napas. Berpartisipasi dalam c. Berikan pasien posisi berdarah akibat kerusakan paru atau luka program pengobatan sesuai semi atau Fowler, bronchial yang kondisi. Bantu/ajarkan batuk efektif dan latihan napas memerlukan evaluasi/intervensi Mengidentifikasi potensial dalam. lanjut . komplikasi dan melakukan tindakan tepat. d. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, suction c. Meningkatkan ekspans paru, ventilasi maksimal bila perlu. membuka area atelektasi e. Pertahankan intake dan peningkatan gerakan sekret agar mudah cairan minimal 2500 dikeluarkan. ml/hari kecuali kontraindikasi. d. Mencegah obstruksi/aspirasi. f. Lembabkan udara/oksigen inspirasi. Suction dilakukan bila pasien tidak mampu Kolaborasi: mengeluarkan sekret. g. Berikan obat: agen mukolitik, bronkodilator, e. Membantu mengencerkan secret kortikosteroid sesuai sehingga mudah indikasi. dikeluarkan.

f. Mencegah pengeringan membran mukosa. g. Menurunkan kekentalan sekret, lingkaran ukuran lumen trakeabronkial, berguna jika terjadi hipoksemia pada kavitas yang luas. Gangguan Setelah diberikan tindakan a. Kaji dispnea, a. Tuberkulosis paru pertukaran gas keperawatan pertukaran gas efektif, takipnea, bunyi dapat rnenyebabkan berhubungan dengan dengan kriteria hasil: pernapasan abnormal. meluasnya jangkauan berkurangnya Peningkatan upaya dalam paru-pani yang keefektifan respirasi, keterbatasan berasal dari Melaporkan tidak terjadi permukaan paru, ekspansi dada dan bronkopneumonia yang dispnea. atelektasis, kelemahan.b. Evaluasi meluas menjadi Menunjukkan perbaikan

kerusakan membran alveolar kapiler, sekret yang kental, edema bronchial.

ventilasi dan oksigenasi perubahan-tingkat jaringan adekuat dengan kesadaran, catat tandaGDA dalam rentang normal. tanda sianosis dan perubahan warna kulit, membran mukosa, dan Bebas dari gejala distress warna kuku. pernapasan.

c. Demonstrasikan/anjurkan untuk mengeluarkan napas dengan bibir c. Meningkatnya disiutkan, terutama pada resistensi aliran udara pasien dengan fibrosis untuk mencegah atau kerusakan parenkim. kolapsnya jalan napas.

inflamasi, nekrosis, pleural effusion dan meluasnya fibrosis dengan gejala-gejala respirasi distress. b. Akumulasi secret dapat menggangp oksigenasi d organ vital dan jaringan.

d. Anjurkan untuk d. Mengurangi konsumsi bedrest, batasi dan bantu oksigen pada periode aktivitas sesuai respirasi. kebutuhan. e. Menurunnya saturasi e. Monitor GDA. oksigen (PaO2) atau meningkatnya PaC02 f. Kolaborasi: Berikan menunjukkan perlunya oksigen sesuai indikasi. penanganan yang lebih. adekuat atau perubahan terapi.

f. Membantu mengoreksi hipoksemia yang terjadi sekunder hipoventilasi dan penurunan permukaan alveolar paru Gangguan Setelah diberikan tindakan a. Catat status nutrisi a. Berguna dalam keseimbangan keperawatan diharapkan kebutuhan paasien: turgor kulit, mendefinisikan derajat nutrisi, kurang dari nutrisi adekuat, dengan kriteria timbang berat badan, masalah dan intervensi kebutuhan hasil: integritas mukosa mulut, yang tepat b. Membantu berhubungan dengan kemampuan menelan, intervensi kebutuhan kelelahan, batuk adanya bising usus, yang spesifik, Menunjukkan berat badan yang sering, adanya meningkatkan intake diet meningkat mencapai tujuan riwayat mual/rnuntah produksi sputum, dengan nilai laboratoriurn atau diare.b. Kaji ulang pasien. dispnea, anoreksia, pola diet pasien yang normal dan bebas tanda penurunan disukai/tidak disukai. malnutrisi. c. Mengukur keefektifan kemampuan nutrisi dan cairan. finansial. Melakukan perubahan pola c. Monitor intake dan hidup untuk meningkatkan output secara periodik. d. Dapat menentukan dan mempertahankan berat jenis diet dan badan yang tepat. d. Catat adanya mengidentifikasi anoreksia, mual, muntah, pemecahan masalah dan tetapkan jika ada untuk meningkatkan

hubungannya dengan medikasi. Awasi frekuensi, volume, konsistensi Buang Air Besar (BAB). e. Anjurkan bedrest.

intake nutrisi.

e. Membantu menghemat energi khusus saat demam terjadi peningkatan metabolik.

f. Lakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernapasan.

f. Mengurangi rasa tidak enak dari sputum atau obat-obat yang digunakan yang dapat merangsang muntah.

g. Anjurkan makan g. Memaksimalkan intake sedikit dan sering dengan nutrisi dan menurunkan makanan tinggi protein iritasi gaster. dan karbohidrat. h. Memberikan bantuan Kolaborasi: dalarn perencaaan diet dengan nutrisi adekuat unruk kebutuhan h. Rujuk ke ahli gizi metabolik dan diet. untuk menentukan komposisi diet. i. Nilai rendah i. Awasi pemeriksaan menunjukkan malnutrisi dan perubahan program laboratorium. (BUN, terapi. protein serum, dan albumin). Nyeri akut Setelah diberikan tindakan a. Observasi a. Nyeri merupakan berhubungan dengan keperawatan rasa nyeridapat karakteristik nyeri, mis respon subjekstif yang inflamasi paru, batuk berkurang atau terkontrol, dengan tajam, konstan , ditusuk. dapat diukur.b. menetap KH: Selidiki perubahan Perubahan frekuensi karakter /lokasi/intensitas jantung TD menunjukan bahwa pasien mengalam Menyatakan nyeri berkurang nyeri.b. Pantau TTV nyeri, khususnya bila atauterkontrol alasan untuk perubahan c. Berikan tindakan tanda vital telah terlihat. nyaman mis, pijatan Pasien tampak rileks punggung, perubahan posisi, musik tenang, c. Tindakan non relaksasi/latihan nafas analgesik diberikan dengan sentuhan lembut dapat menghilangkan d. Tawarkan ketidaknyamanan dan pembersihan mulut memperbesar efek terapi dengan sering.. analgesik. e. Anjurkan dan bantu d. Pernafasan mulut dan pasien dalam teknik terapi oksigen dapat menekan dada selama

episode batukikasi. f. Kolaborasi dalam pemberian analgesik sesuai indikasi

mengiritasi dan mengeringkan membran mukosa, potensial ketidaknyamanan umum.

e. Alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara meningkatkan keefektifan upaya batuk.

f. Obat ini dapat digunakan untuk meneka batuk non produktif, meningkatkan kenyamanan Hipertermi Setelah diberikan tindakan a. Kaji suhu tubuh a. Mengetahui berhubungan dengan keperawatan diharapkan suhu tubuh pasienb. Beri peningkatan suhu tubuh, proses inflamasi kembali normal dengan KH : kompres air hangat memudahkan intervensib aktif. Mengurangi panas Suhu tubuh 36C-37C c. Berikan/anjurkan dengan pemindahan panas secara konduksi. pasien untuk banyak minum 1500-2000 cc/hariAir hangat mengontrol pemindahan panas secar (sesuai toleransi) perlahan tanpa d. Anjurkan pasien menyebabkan hipotermi atau menggigil. untuk menggunakan pakaian yang tipis dan c. Untuk mengganti mudah menyerap cairan tubuh yang hilang keringat akibat evaporasi e. Observasi intake dan output, tanda vital d. Memberikan rasa nyaman dan pakaian (suhu, nadi, tekanan darah) tiap 3 jam sekali yang tipis mudah menyerap keringat dan atau sesuai indikasi tidak merangsang peningkatan suhu tubuh. f. Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian e. Mendeteksi dini kekurangan cairan serta obat sesuai program. mengetahui keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh. Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien. f. Pemberian cairan

sangat penting bagi pasien dengan suhu tubu yang tinggi. Obat khususnya untuk menurunkan panas tubuh pasien. Intoleransi aktivitas Setelah diberikan tindakan a. Evaluasi respon a. Menetapkan berhubungan dengan keperawatan pasien diharapkan pasien terhadap aktivitas. kemampuan atau ketidakseimbangan mampu melakukan aktivitas dalam Catat laporan dispnea, kebutuhan pasien antara suplai dan batas yang ditoleransi dengan peningkatan kelemahan memudahkan pemilihan kebutuhan oksigen. kriteria hasil: atau kelelahan.b. intervensi.b. Menurunkan Berikan lingkungan stress dan rangsanagn tenang dan batasi berlebihan, meningkatka Melaporkan atau pengunjung selama fase istirahat. menunjukan peningkatan toleransi terhadap aktivitas akut sesuai indikasi. yang dapat diukur dengan c. Tirah baring adanya dispnea, kelemahan c. Jelaskan pentingnya dipertahankan selama berlebihan, dan tanda vital istirahat dalam rencana fase akut untuk dalam rentan normal. pengobatandan perlunya menurunkan kebutuhan keseimbangan aktivitas metabolic, menghemat dan istirahat. energy untuk penyembuhan. d. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk d. Pasien mungkin istirahat. nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi atau menunduk ke depan meja e. Bantu aktivitas atau bantal. perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan e. Meminimalkan aktivitas selama fase kelelahan dan membantu penyembuhan. keseimbanagnsuplai dan kebutuhan oksigen. Kurang pengetahuan Setelah diberikan tindakan a. Kaji ulang a. Kemampuan belajar tentang kondisi, keperawatan tingkat pengetahuan kemampuan belajar berkaitan dengan pengobatan, pasien meningkat, dengan kriteria pasien misalnya: keadaan emosi dan pencegahan hasil: perhatian, kelelahan, kesiapan fisik. berhubungan dengan tingkat partisipasi, Keberhasilan tergantung tidak ada yang lingkungan belajar, pada kemarnpuan pasien Menyatakan pemahaman menerangkan, tingkat pengetahuan, b. Informasi tertulis dapa proses interpretasi yang media, orang membantu mengingatkan penyakit/prognosisdan salah, informasi yang dipercaya.b. Berikan pasien. kebutuhan pengobatan. didapat tidak Informasi yang spesifik Melakukan perubahan lengkap/tidak akurat, prilaku dan pola hidup unruk dalam bentuk tulisan c. Meningkatkan terbatasnya misalnya: jadwal minum partisipasi pasien memperbaiki kesehatan pengetahuan/kognitif obat. umurn dan menurunkan mematuhi aturan terapi resiko pengaktifan ulang dan mencegah putus oba luberkulosis paru. c. Jelaskan

Mengidentifikasi gejala yang mernerlukan penatalaksanaan obat: d. Mencegah keraguan evaluasi/intervensi. dosis, frekuensi, tindakan terhadap pengobatan dan perlunya terapi sehingga mampu Menerima perawatan dalam jangka waktu menjalani terapi. kesehatan adekuat lama. Ulangi penyuluhan tentang interaksi obat e. Kebiasaan minurn Tuberkulosis dengan obat alkohol berkaitan dengan lain. terjadinya hepatitis

d. Jelaskan tentang efek f. Efek samping samping obat: mulut etambutol: menurunkan kering, konstipasi, visus, kurang mampu gangguan penglihatan, melihat warna hijau. sakit kepala, peningkatan tekanan darah. g. Debu silikon beresiko keracunan silikon yang e. Anjurkan pasien mengganggu fungsi untuk tidak minurn paru/bronkus. alkohol jika sedang terapi INH. h. Pengetahuan yang cukup dapat mengurangi f. Rujuk perneriksaan resiko penularan/ kambu mata saat mulai dan kembali. Komplikasi menjalani terapi Tuberkulosis: formasi etambutol. abses, empisema, pneumotorak, fibrosis, g. Berikan gambaran efusi pleura, empierna, tentang pekerjaan yang bronkiektasis, berisiko terhadap hernoptisis, u1serasi penyakitnya misalnya: Gastro, Instestinal (GD, bekerja di pengecoran fistula bronkopleural, logam, pertambangan, Tuberkulosis laring, dan pengecatan. penularan kuman.

h. Review tentang cara penularan Tuberkulosis dan resiko kambuh lagi. Risiko tinggi infeksi Setelah diberikan tindakan a. Review patologi a. Membantu pasien agar penyebaran / keperawatan tidak terjadi penyakit fase aktif/tidak mau mengerti dan aktivitas ulang penyebaran/ aktivitas ulang infeksi, aktif, penyebaran infeksi menerima terapi yang infeksi berhubungan dengan kriteria hasil: melalui bronkus pada diberikan untuk dengan pertahanan jaringan sekitarnya atau mencegah komplikasi. b. primer tidak adekuat, Mengidentifikasi intervensi aliran darah atau sistem Orang-orang yang fungsi silia menurun/ limfe dan resiko infeksi beresiko perlu program untuk statis sekret, melalui batuk, bersin, terapi obat untuk mencegah/menurunkan malnutrisi, mencegah penyebaran resiko penyebaran infeksi. meludah, tertawa., terkontaminasi oleh ciuman atau infeksi. Menunjukkan/melakukan lingkungan, kurang perubahan pola hidup untuk menyanyi.b.

informasi tentang infeksi kuman. -

meningkatkan lingkungan yang. aman.

Identifikasi orang-orang yang beresiko terkena c. Kebiasaan ini untuk infeksi seperti anggota mencegah terjadinya keluarga, teman, orang penularan infeksi. dalam satu perkumpulan. d. Mengurangi risilio c. Anjurkan pasien penyebaran infeksi. menutup mulut dan membuang dahak di e. Febris merupakan tempat penampungan indikasi terjadinya yang tertutup jika batuk. infeksi. d. Gunakan masker setiap melakukan tindakan.

f. Pengetahuan tentang faktor-faktor ini membantu pasien untuk mengubah gaya hidup e. Monitor temperatur. dan menghindari/mengurang f. Identifikasi individu keadaan yang lebih yang berisiko tinggi buruk. untuk terinfeksi ulang Tuberkulosis paru, g. Periode menular dapa seperti: alkoholisme, terjadi hanya 2-3 hari malnutrisi, operasi setelah permulaan bypass intestinal, kemoterapi jika sudah menggunakan obat terjadi kavitas, resiko, penekan imun/ penyebaran infeksi dapat kortikosteroid, adanya berlanjut sampai 3 bulan diabetes melitus, kanker. h. INH adalah obat g. Tekankan untuk pilihan bagi penyakit tidak menghentikan Tuberkulosis primer terapi yang dijalani. dikombinasikan dengan obat-obat lainnya. Kolaborasi: Pengobatan jangka pendek INH dan Rifampisin selama 9 h. Pemberian terapi bulan dan Etambutol INH, etambutol, untuk 2 bulan pertama. Rifampisin. i. Pemberian terapi i. Obat-obat sekunder diberikan jika obat-obat Pyrazinamid (PZA)/Aldinamide, para- primer sudah resisten amino salisik (PAS), sikloserin, streptomisin. j. Untuk mengawasi keefektifan obat dan efeknya serta respon j. Monitor sputum pasien terhadap terapi BTA. 14. Evaluasi

Dx 1:Kebersihan jalan napas efektif, dengan kriteria evaluasi:


Mempertahankan jalan napas pasien. Mengeluarkan sekret tanpa bantuan. Menunjukkan prilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas. Berpartisipasi dalam program pengobatan sesuai kondisi. Mengidentifikasi potensial komplikasi dan melakukan tindakan tepat.

Dx 2: Pertukaran gas efektif, dengan kriteria evaluasi:


Melaporkan tidak terjadi dispnea. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal. Bebas dari gejala distress pernapasan.

Dx 3: Kebutuhan nutrisi adekuat, dengan kriteria evaluasi:


Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai laboratoriurn normal dan bebas tanda malnutrisi. Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat badan yang tepat.

Dx 4: Nyeridapat berkurang atau terkontrol, dengan kriteria evaluasi:


Menyatakan nyeri berkurang atauterkontrol Pasien tampak rileks

DX 5 : Suhu tubuh kembali normal dengan kriteria evaluasi :

Suhu tubuh 36C-37C.

DX 6 : Pasien mampu melakukan aktivitas dalam batas yang ditoleransi dengan kriteria evaluasi :

Melaporkan atau menunjukan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur dengan adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan tanda vital dalam rentan normal.

DX 7 : Tingkat pengetahuan pasien meningkat, dengan kriteria evaluasi:


Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosisdan kebutuhan pengobatan. Melakukan perubahan prilaku dan pola hidup unruk memperbaiki kesehatan umurn dan menurunkan resiko pengaktifan ulang luberkulosis paru. Mengidentifikasi gejala yang mernerlukan evaluasi/intervensi. Menerima perawatan kesehatan adekuat.

DX 8 :Tidak terjadi penyebaran/ aktivitas ulang infeksi, dengan kriteria evaluasi:

Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko penyebaran infeksi.

Menunjukkan/melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang. aman.

S-ar putea să vă placă și