Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
MAKALAH KMB
YAYASAN SETIH SETIO MUARA BUNGO AKADEMI KEPERAWATAN SETIH SETIO MUARA BUNGO TAHUN AKADEMIK 2011/2012
1.3 Tujuan
Mengetahui proses pengkajian pada pasien dengan gangguan meningitis ensefalitis Mengetahui diagnosa keperawatan pada pasien dengan gangguan meningitis ensefalitis Mengimplementasikan meningitis ensefalitis Mengetahui evaluasi pada pasien dengan gangguan meningitis ensefalitis perencanaan pada pasien dengan gangguan
1.4 Manfaat
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan meningitis ensefalitis yang meliputi pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan dan evaluasi.
2.1.2Etiologi
1. Meningitis Bakterial (Meningitis sepsis) Sering terjadi pada musim dingin, saat terjadi infeksi saluran pernafasan. Jenis organisme yang sering menyebabkan meningitis bacterial adalah streptokokus pneumonia dan neisseria meningitis. Meningococal meningitis adalah tipe dari meningitis bacterial yang sering terjadi pada daerah penduduk yang padat, spt: asrama, penjara. Klien yang mempunyai kondisi spt: otitis media, pneumonia, sinusitis akut atau sickle sell anemia yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadi meningitis. Fraktur tulang tengkorak atau pembedahan spinal dapat juga menyebabkan meningitis . Selain itu juga dapat terjadi pada orang dengan gangguan sistem imun, spt: AIDS dan defisiensi imunologi baik yang congenital ataupun yang didapat. Tubuh akan berespon terhadap bakteri sebagai benda asing dan berespon dengan terjadinya peradangan dengan adanya neutrofil, monosit dan limfosit. Cairan eksudat yang terdiri dari bakteri, fibrin dan lekosit terbentuk di ruangan subarahcnoid ini akan terkumpul di dalam cairan otak sehingga dapat menyebabkan lapisan yang tadinya tipis menjadi tebal. Dan pengumpulan cairan ini akan menyebabkan peningkatan intrakranial. Hal ini akan menyebabkan jaringan otak akan mengalami infark.
2. Meningitis Virus (Meningitis aseptic) Meningitis virus adalah infeksi pada meningen; cenderung jinak dan bisa sembuh sendiri. Virus biasanya bereplikasi sendiri ditempat terjadinya infeksi awal
(misalnya sistem nasofaring dan saluran cerna) dan kemudian menyebar kesistem saraf pusat melalui sistem vaskuler. Ini terjadi pada penyakit yang disebabkan oleh virus spt: campak, mumps, herpes simplek dan herpes zoster. Virus herpes simplek mengganggu metabolisme sel sehingga sell cepat mengalami nekrosis. Jenis lainnya juga mengganggu produksi enzim atau neurotransmitter yang dapat menyebabkan disfungsi sel dan gangguan neurologic.
3. Meningitis Jamur Meningitis Cryptococcal adalah infeksi jamur yang mempengaruhi sistem saraf pusat pada klien dengan AIDS. Gejala klinisnya bervariasi tergantung dari system kekebalan tubuh yang akan berefek pada respon inflamasi Respon inflamasi yang ditimbulkan pada klien dengan menurunnya sistem imun antara lain: bisa demam/tidak, sakit kepala, mual, muntah dan menurunnya status mental. Faktor resiko terjadinya meningitis : 1. Infeksi sistemik Didapat dari infeksi di organ tubuh lain yang akhirnya menyebar secara hematogen sampai ke selaput otak, misalnya otitis media kronis, mastoiditis, pneumonia, TBC, perikarditis, dll. Pada meningitis bacterial, infeksi yang disebabkan olh bakteri terdiri atas faktor pencetus sebagai berikut diantaranya adalah : Otitis media Pneumonia
Sinusitis Sickle cell anemia Fraktur cranial, trauma otak Operasi spinal Meningitis bakteri juga bisa disebabkan oleh adanya penurunan system kekebalan tubuh seperti AIDS. 2. Trauma kepala Bisanya terjadi pada trauma kepala terbuka atau pada fraktur basis cranii yang memungkinkan terpaparnya CSF dengan lingkungan luar melalui othorrhea dan rhinorhea
3. Kelainan anatomis Terjadi pada pasien seperti post operasi di daerah mastoid, saluran telinga tengah, operasi cranium 1. Terjadinya peningkatan TIK pada meningitis, mekanismenya adalah sebagai berikut : Agen penyebab reaksi local pada meninges inflamasi
meninges pe permiabilitas kapiler kebocoran cairan dari intravaskuler ke interstisial pe volume cairan interstisial edema Postulat Kellie Monroe, kompensasi tidak adekuat pe TIK Pada meningitis jarang ditemukan kejang, kecuali jika
infeksi sudah menyebar ke jaringan otak, dimana kejang ini terjadi bila ada kerusakan pada korteks serebri pada bagian premotor.
2. Hidrosefalus pada meningitis terjadi karena mekanisme sebagai berikut :Inflamasi local scar tissue di daerah arahnoid ( vili ) gangguan absorbsi CSF akumulasi CSF di dalam otak hodrosefalus 3. Bila gejala yang muncul campuran kemungkinan mengalami Meningoensefalitis.
Hiperalgesiameningkatnya rasa nyeri, kejang, gangguan penglihatan, diplopia, fotofobia, ketulian, halusinasi penciuman, kehilangan memori, sulit mengambil keputusan, afasia, pupil anisokor, , hemiparese, hemiplegia, tandaBrudzinskipositif, rigiditas nukal, refleks babinski posistif, refkleks abdominal menurun, refleks kremasterik hilang pada laki-laki
Nyeri / kenyamanan ; Sakit kepala hebat, kaku kuduk, nyeri gerakan okuler, fotosensitivitas, nyeri tenggorokan, gelisah, mengaduh/mengeluh
Pernafasan ; Riwayat infeksi sinus atau paru, nafas , letargi dan gelisah Keamanan ; Riwayat mastoiditis, otitis media, sinusitis, infeksi pelvis, abdomen atau kulit, pungsi lumbal, pembedahan, fraktur cranial, anemia sel sabit, imunisasi yang baru berlangsung, campak, chiken pox, herpes simpleks. Demam, diaforesios, menggigil, rash, gangguan sensasi.
Penyuluhan / pembelajaran ; Riwayat hipersensitif terhadap obat, penyakit kronis, diabetes mellitus
Tanda dan gejala meningitis secara khusus: Anak dan Remaja Demam Mengigil Sakit kepala Muntah Perubahan pada sensorium Kejang (seringkali merupakan tanda-tanda awal) Peka rangsang Agitasi
10
Dapat terjadi: Fotophobia (apabila cahaya diarahkan pada mata pasien (adanya disfungsi pada saraf III, IV, dan VI)) ,Delirium, Halusinasi, perilaku agresi, mengantuk, stupor, koma.
Bayi dan Anak Kecil Gambaran klasik jarang terlihat pada anak-anak usia 3 bulan dan 2 tahun. Demam Muntah Peka rangsang yang nyata Sering kejang (sering kali disertai denagan menangis nada tinggi) Fontanel menonjol.
Neonatus Tanda-tanda spesifik: Secara khusus sulit untuk didiagnosa serta manifestasi tidak jelas dan spesifik tetapi mulai terlihat menyedihkan dan berperilaku buruk dalam beberapa hari, seperti Menolak untuk makan. Kemampuan menghisap menurun. Muntah atau diare. Tonus buruk. Kurang gerakan. Menangis buruk. Leher biasanya lemas.
11
Tanda-tanda non-spesifik: Hipothermia atau demam. Peka rangsang. Mengantuk. Kejang. Ketidakteraturan pernafasan atau apnea. Sianosis. Penurunan berat badan.
2.1.4 Pathofisiologi
Otak dilapisi oleh tiga lapisan, yaitu: duramater, arachnoid, dan piamater. Cairan otak dihasilkan di dalam pleksus choroid ventrikel bergerak/mengalir melalui sub arachnoid dalam sistem ventrikuler dan seluruh otak dan sumsum tulang belakang, direabsorbsi melalui villi arachnoid yang berstruktur seperti jarijari di dalam lapisan subarachnoid. Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang di dalam meningen dan di bawah korteks, yang dapat menyebabkan trombus dan penurunan aliran darah serebral. Jaringan serebral mengalami gangguan metabolisme akibat eksudat meningen, vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar sampai dasar otak dan medula spinalis. Radang juga menyebar ke dinding membran ventrikel serebral. Cairan hidung (sekret hidung) atau sekret telinga yang disebabkan oleh fraktur tulang tengkorak
12
dapat menyebabkan meningitis karena hubungan langsung antara cairan otak dengan lingkungan (dunia luar), mikroorganisme yang masuk dapat berjalan ke cairan otak melalui ruangan subarachnoid. Adanya mikroorganisme yang patologis merupakan penyebab peradangan pada piamater, arachnoid, cairan otak dan ventrikel. Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari oroaring dan diikuti dengan septikemia, yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian atas. Meningitis bakteri dihubungkan dengan perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri dari peningkatan permeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak (barier oak), edema serebral dan peningkatan TIK. Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis. Saluran vena yang melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan saluran mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen; semuanya ini penghubung yang menyokong perkembangan bakteri. Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi meningitis. Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi dan dihubungkan dengan meluasnya hemoragi (pada sindromWaterhouseFriderichssen) sebagai akibat terjadinya kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh meningokokus. Selain dari adanya invasi bakteri, virus, jamur maupun protozoa, point dentry masuknya kuman juga bisa melalui trauma tajam, prosedur operasi, dan
13
abses otak yang pecah, penyebab lainnya adalah adanya rinorrhea, otorrhea pada fraktur bais cranii yang memungkinkan kontaknya CSF dengan lingkungan luar.
14
Pemeriksaan darah ini terutama jumlah sel darah merah yang biasanya meningkat diatas nilai normal. Serum elektrolit dan serum glukosa dinilai untuk mengidentifikasi adanya ketidakseimbangan elektrolit terutama hiponatremi. Kadar glukosa darah dibandingkan dengan kadar glukosa cairan otak. Normalnya kadar glukosa cairan otak adalah 2/3 dari nilai serum glukosa dan pada pasien meningitis kadar glukosa cairan otaknya menurun dari nilai normal. Glukosa serum: meningkat (meningitis) LDH serum: meningkat (meningitis bakteri) Sel darah putih: sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil (infeksi bakteri) Elektrolit darah: Abnormal ESR/LED: meningkat pada meningitis MRI/CT-scan: dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat ukuran/letak ventrikel; hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine: dapat mengindikasikan daerah pusat infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi Ronsen dada/kepala/ sinus: mungkin ada indikasi sumber infeksi intra kranial Arteriografi karotis : Letak abses
2.1.6 Komplikasi
Komplikasi serta sequelle yang timbul biasanya berhubungan dengan proses inflamasi pada meningen dan pembuluh darah cerebral (kejang, parese nervus cranial,lesi cerebral fokal, hydrasefalus) serta disebabkan oleh infeksi
15
pericarditis, endocarditis, myocarditis, orchitis, epididymitis, albuminuria atau hematuria, perdarahan adrenal). DIC dapat terjadi sebagai komplikasi dari meningitis. Komplikasi dapat pula terjadi karena infeksi pada saluran nafas bagian atas, telinga tengah dan paru-paru, Sequelle biasanya disebabkan karena komplikasi dari nervous system.
2.1.7 Penatalaksanaan
Farmakologis a. Obat anti inflamasi : 1. Meningitis tuberkulosa : 2. Isoniazid 10 20 mg/kg/24 jam oral, 2 kali sehari maksimal 500 gram selama 1 tahun. 3. Rifamfisin 10 15 mg/kg/ 24 jam oral, 1 kali sehari selama 1 tahun. 4. Streptomisin sulfat 20 40 mg/kg/24 jam sampai 1 minggu, 1 2 kali sehari, selama 3 bulan. b. Meningitis bacterial, umur < 2 bulan : 1. Sefalosporin generasi ke 3 2. ampisilina 150 200 mg (400 gr)/kg/24 jam IV, 4 6 kali sehari. 3. Koloramfenikol 50 mg/kg/24 jam IV 4 kali sehari. c. Meningitis bacterial, umur > 2 bulan : 1. Ampisilina 150-200 mg (400 mg)/kg/24 jam IV 4-6 kali sehari. 2. Sefalosforin generasi ke 3. d. Pengobatan simtomatis
16
1. Diazepam IV : 0.2 0.5 mg/kg/dosis, atau rectal 0.4 0.6/mg/kg/dosis kemudian klien dilanjutkan dengan. 2. Fenitoin 5 mg/kg/24 jam, 3 kali sehari. 3. Turunkan panas : Antipiretika : parasetamol atau salisilat 10 mg/kg/dosis. Kompres air PAM atau es Pengobatan suportif : Cairan intravena. Zat asam, usahakan agar konsitrasi O2 berkisar antara 30 50%. Perawatan a. Pada waktu kejang 1. Longgarkan pakaian, bila perlu dibuka. 2. Hisap lender 3. Kosongkan lambung untuk menghindari muntah dan aspirasi. 4. Hindarkan penderita dari rodapaksa (misalnya jatuh). b. Bila penderita tidak sadar lama. 1. Beri makanan melalui sonda. 2. Cegah dekubitus dan pnemunia ortostatik dengan merubah posisi penderita sesering mungkin. 3. Cegah kekeringan kornea dengan boor water atau saleb antibiotika. c. Pada inkontinensia urine lakukan katerisasi. Pada inkontinensia alvi lakukan lavement.
17
d. Pemantauan ketat. 1. Tekanan darah 2. Respirasi 3. Nadi 4. Produksi air kemih 5. Faal hemostasis untuk mengetahui secara dini adanya DC.
2.2.2 Etiologi
1. Ensefalitis Supurativa Bakteri penyebab ensefalitis supurativa adalah : staphylococcus aureus, streptococcus, E.coli dan M.tuberculosa. Patogenesis:
18
Peradangan dapat menjalar ke jaringan otak dari otitis media, mastoiditis, sinusitis, atau dari piema yang berasl dari radang, abses di dalam paru, bronchiektasi, empiema, osteomeylitis cranium, fraktur terbuka, trauma yang menembus ke dalam otak dan tromboflebitis. Reaksi dini jaringan otak terhadap kuman yang bersarang adalah edema, kongesti yang disusul dengan pelunakan dan pembentukan abses. Disekeliling daerah yang meradang berproliferasi jaringan ikat dan astrosit yang membentuk kapsula. Bila kapsula pecah terbentuklah abses yang masuk ventrikel. Bila berkembang menjadi abses serebri akan timbul gejala-gejala infeksi umum, tanda-tanda meningkatnya tekanan intracranial yaitu : nyeri kepala yang kronik dan progresif,muntah, penglihatan kabur, kejang, kesadaran menurun, pada pemeriksaan mungkin terdapat edema papil. 2. Ensefalitis Siphylis Patogenesis Disebabkan oleh Treponema pallidum. Infeksi terjadi melalui permukaan tubuh umumnya sewaktu kontak seksual. Setelah penetrasi melalui epithelium yang terluka, kuman tiba di sistim limfatik, melalui kelenjar limfe kuman diserap darah sehingga terjadi spiroketemia. Hal ini berlangsung beberapa waktu hingga menginvasi susunansaraf pusat Treponema pallidum akan tersebar diseluruh korteks serebri dan bagianbagian lain susunan saraf pusat. 3. Ensefalitis Virus Virus yang dapat menyebabkan radang otak pada manusia :
19
a. Virus RNA Paramikso virus : virus parotitis, irus morbili abdovirus : virus rabies Togavirus : virus rubella flavivirus (virus ensefalitis Jepang B, virus dengue) Picornavirus : enterovirus (virus polio, coxsackie A,B,echovirus) Arenavirus : virus koriomeningitis limfositoria b. Virus DNA Herpes virus : herpes zoster-varisella, herpes simpleks,
sitomegalivirus, virus Epstein-barr Poxvirus : variola, vaksinia Retrovirus : AIDS 4. Ensefalitis Karena Parasit a. Malaria serebral Plasmodium falsifarum penyebab terjadinya
malaria serebral. Gangguan utama terdapat didalam pembuluh darah mengenai parasit. Sel darah merah yang terinfeksi plasmodium falsifarum akan melekat satu sama lainnya sehingga menimbulkan penyumbatan-penyumbatan.
Hemorrhagic petechia dan nekrosis fokal yang tersebar secara difus ditemukan pada selaput otak dan jaringan otak. Kelainan neurologik tergantung pada lokasi kerusakan-kerusakan. b. Toxoplasmosis
20
Toxoplasma gondii pada orang dewasa biasanya tidak menimbulkan gejalagejala kecuali dalam keadaan dengan daya imunitas menurun. Didalam tubuh manusia parasit ini dapat bertahan dalam bentuk kista terutama di otot dan jaringan otak. c. Amebiasis Amoeba genus Naegleria dapat masuk ke tubuh melalui hidung ketika berenang di air yang terinfeksi dan kemudian menimbulkan
meningoencefalitis akut. Gejala-gejalanya adalah demam akut, nausea, muntah, nyeri kepala, kaku kuduk dan kesadaran menurun. d. Sistiserkosis Cysticercus cellulosae ialah stadium larva taenia. Larva menembus mukosa dan masuk kedalam pembuluh darah, menyebar ke seluruh badan. Larva dapat tumbuh menjadi sistiserkus, berbentuk kista di dalam ventrikel dan parenkim otak. Bentuk rasemosanya tumbuh didalam meninges atau tersebar didalam sisterna. Jaringan akan bereaksi dan membentuk kapsula disekitarnya. Gejaja-gejala neurologik yang timbul tergantung pada lokasi kerusakan.
5. Ensefalitis Karena Fungus Fungus yang dapat menyebabkan radang antara lain : candida albicans, Cryptococcus neoformans,Coccidiodis, Aspergillus, Fumagatus dan Mucor mycosis. Gambaran yang ditimbulkan infeksi fungus pada sistim saraf pusat ialah meningo-ensefalitis purulenta. Faktor yang memudahkan timbulnya infeksi adalah daya imunitas yang menurun.(2,4)
21
6. Riketsiosis Serebri Riketsia dapat masuk ke dalam tubuh melalui gigitan kutu dan dapat menyebabkan Ensefalitis. Di dalam dinding pembuluh darah timbul noduli yang terdiri atas sebukan sel-sel mononuclear, yang terdapat pula disekitar pembuluh darah di dalam jaringan otak. Didalam pembuluh darah yang terkena akan terjadi trombosis. Gejala-gejalanya ialah nyeri kepala, demam, mula-mula sukar tidur, kemudian mungkin kesadaran dapat menurun. Gejalagejala neurologik menunjukan lesi yang tersebar.
22
Inti dari sindrom Ensefalitis adalah adanya demam akut, dengan kombinasi tanda dan gejala : kejang, delirium, bingung, stupor atau koma, aphasia, hemiparesis dengan asimetri refleks tendon dan tanda Babinski, gerakan involunter, ataxia, nystagmus, kelemahan otot-otot wajah.
2.2.4 Patofisiologi
Virus masuk tubuh pasien melalui kulit,saluran nafas dan saluran cerna.setelah masuk ke dalam tubuh,virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara: 1. Setempat: virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lender permukaan atau organ tertentu. 2. Penyebaran hematogen primer: virus masuk ke dalam darah kemudian menyebar ke organ dan berkembang biak di organ tersebut. 3. Penyebaran melalui saraf-saraf: virus berkembang biak di permukaan selaput lendir dan menyebar melalui sistem saraf.
23
4. Dari swap hidung dan tenggorokan, didapat hasil kultur positif. 5. Pemeriksaan serologis : uji fiksasi komplemen, uji inhibisi hemaglutinasi dan uji neutralisasi. Pada pemeriksaan serologis dapat diketahui reaksi antibodi tubuh. IgM dapat dijumpai pada awal gejala penyakit timbul. 6. Pemeriksaan darah : terjadi peningkatan angka leukosit. 7. Punksi lumbal Likuor serebospinalis sering dalam batas normal, kadangkadang ditemukan sedikit peningkatan jumlah sel, kadar protein atau glukosa. 8. EEG/ Electroencephalography EEG sering menunjukkan aktifitas listrik yang merendah sesuai dengan kesadaran yang menurun. Adanya kejang, koma, tumor, infeksi sistem saraf, bekuan darah, abses, jaringan parut otak, dapat menyebabkan aktivitas listrik berbeda dari pola normal irama dan kecepatan.(Smeltzer, 2002) 9. CT scan Pemeriksaan CT scan otak seringkali didapat hasil normal, tetapi bisa pula didapat hasil edema diffuse, dan pada kasus khusus seperti Ensefalitis herpes simplex, ada kerusakan selektif pada lobus inferomedial temporal dan lobus frontal.
2.2.6 Komplikasi
Komplikasi jangka panjang dari ensefalitis berupa sekuele neurologikus yang nampak pada 30 % anak dengan berbagai agen penyebab, usia penderita, gejala klinik, dan penanganan selama perawatan. Perawatan jangka panjang dengan
24
terus mengikuti perkembangan penderita dari dekat merupakan hal yang krusial untuk mendeteksi adanya sekuele secara dini. Walaupun sebagian besar penderita mengalami perubahan serius pada susunan saraf pusat (SSP), komplikasi yang berat tidak selalu terjadi. Komplikasi pada SSP meliputi tuli saraf, kebutaan kortikal, hemiparesis, quadriparesis, hipertonia muskulorum, ataksia, epilepsi, retardasi mental dan motorik, gangguan belajar, hidrosefalus obstruktif, dan atrofi serebral.
2.2.7 Penatalaksanaan
Isolasi Isolasi bertujuan untuk mengurangi stimuli/rangsangan dari luar dan sebagai tindakan pencegahan.
Terapi antimikroba : 1. Ensefalitis supurativa Ampisillin 4 x 3-4 g per oral selama 10 hari. Cloramphenicol 4 x 1g/24 jam intra vena selama 10 hari. Ensefalitis syphilis hari Penisillin prokain G 2,4 juta unit/hari intra muskulat + Penisillin G 12-24 juta unit/hari dibagi 6 dosis selama 14
25
Tetrasiklin 4 x 500 mg per oral selama 30 hari Eritromisin 4 x 500 mg per oral selama 30 hari Cloramfenicol 4 x 1 g intra vena selama 6 minggu Seftriaxon 2 g intra vena/intra muscular selama 14 hari. Ensefalitis virus
Pengobatan simptomatis: Analgetik dan antipiretik: Asam mefenamat 4 x 500 mg Anticonvulsi : Phenitoin 50 mg/ml intravena 2 x sehari. Pengobatan antivirus diberikan pada ensefalitis virus dengan penyebab herpes zoster-varicella: Asiclovir 10 mg/kgBB intra vena 3 x sehari selama 10 hari atau 200 mg peroral tiap 4 jam selama 10 hari. - Ensefalitis karena parasit - Malaria serebral Kinin 10 mg/KgBB dalam infuse selama 4 jam, setiap 8 jam hingga tampak perbaikan. Toxoplasmosis Sulfadiasin 100 mg/KgBB per oral selama 1 bulan Pirimetasin 1 mg/KgBB per oral selama 1 bulan Spiramisin 3 x 500 mg/hari
Amebiasis
26
Rifampicin 8 mg/KgBB/hari.
Ensefalitis karena fungus Amfoterisin 0,1- 0,25 g/KgBB/hari intravena 2 hari sekali minimal 6 minggu Mikonazol 30 mg/KgBB intra vena selama 6 minggu.
Riketsiosis serebri Cloramphenicol 4 x 1 g intra vena selama 10 hari Tetrasiklin 4x 500 mg per oral selama 10 hari.
Mengurangi meningkatnya tekanan intracranial, management edema otak : Mempertahankan hidrasi, monitor balance cairan : jenis dan jumlah cairan yang diberikan tergantung keadaan anak. Glukosa 20%, 10ml intravena beberapa kali sehari disuntikkan. Kortikosteroid intramuscular atau intravena dapat juga digunakan untuk menghilangkan edema otak
27
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN 3.1 Pengkajian Meningitis dan Esefalitis Anamnesa
Identitas: Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan diagnosa medis. Identitas ini digunakan untuk membedakan klien satu dengan yang lain. Jenis kelamin, umur dan alamat dan kotor dapat mempercepat atau memperberat keadaan penyakit infeksi. ensefalitis dapat terjadi pada semua kelompok umur. Keluhan utama: - Panas badan meningkat, kejang, kesadaran menurun. Riwayat penyakit sekarang: Mula-mula anak rewel ,gelisah ,muntah-muntah ,panas badan meningkat kurang lebih 1-4 hari , sakit kepala. Riwayat penyakit dahulu: Klien sebelumnya menderita batuk , pilek kurang lebih 1-4 hari, pernah menderita penyakit Herpes, penyakit infeksi pada hidung,telinga dan tenggorokan. Riwayat Kesehatan Keluarga:
28
Keluarga ada yang menderita penyakit yang disebabkan oleh virus contoh: Herpes dan lain-lain. Bakteri contoh: Staphylococcus Aureus, Streptococcus , E. Coli , dan lain-lain. Imunisasi: kapan terakhir diberi imunisasi DTP karena ensafalitis dapat terjadi post imunisasi pertusis. Pemeriksaan fisik (ROS) B1 (Breathing) Perubahan-perubahan akibat peningkatan tekanan intra cranial
menyebabakan kompresi pada batang otak yang menyebabkan pernafasan tidak teratur. Apabila tekanan intrakranial sampai pada batas fatal akan terjadi paralisa otot pernafasan (F. Sri Susilaningsih, 1994). B2 (Blood) Adanya kompresi pada pusat vasomotor menyebabkan terjadi iskemik pada daerah tersebut, hal ini akan merangsaang vasokonstriktor dan menyebabkan tekanan darah meningkat. Tekanan pada pusat vasomotor menyebabkan meningkatnya transmitter rangsang parasimpatis ke jantung. B3 (Brain) Kesadaran menurun. Gangguan tingkat kesadaran dapat disebabkan oleh gangguan metabolisme dan difusi serebral yang berkaitan dengan kegagalan neural akibat prosses peradangan otak. B4 (Bladder) Biasanya pada pasien Ensefalitis kebiasaan mictie normal frekuensi normal.
29
B5 (Bowel) Penderita akan merasa mual dan muntah karena peningkatan tekanan intrakranial yang menstimulasi hipotalamus anterior dan nervus vagus sehingga meningkatkan sekresi asam lambung. Dapat pula terjadi diare akibat terjadi peradangan sehingga terjadi hipermetabolisme (F. Sri Susilanigsih, 1994). B6 (Bone) Kelemahan
30
terhadap cedera
DS: merasa lemah DO: pasien terlihat pucat dan lemah DS: Klien mengeluh frustasi. DO: pasien mengalami kebingungan, emosi yang berlebihan, frustasi, disorientasi realitas DS : klien merasa kedinginan DO : suhu tubuuh klien lebih dari 37,5 C DS : klien mengeluh pusing dan nyeri pada kepala DO : suhu tubuh lebih dari 37,5C Terdapat bengkak di kepala Leukosit lebih dari 40.000 DS : klien mengeluh nyeri pada kepala DO : skala nyeri 4-7
Kejang Kelemahan Gangguan mobilitas fisik Peradangan Kerusakan myelin pada akson dan whitematte Gangguan sensori persepsi Peradangan Suhu tubuh Hipertermi
Hypertermi
Peradangan Risiko tingi terjadinya Suhu tubuh infeksi Metabolisme tubuh Penyebaran toksin ke jaringan tubuh Sepsis Risiko tinggi infeksi Peradangan Nyeri Nyeri
3.3
Diagnosa
a. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral yang mengubah/menghentikan darah arteri/virus b. Risiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan kejang umum/fokal, kelemahan umum.
31
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular, penurunan kekuatan. d. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan kerusakan myelin pada akson dan whitematter e. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi. f. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan sepsis. g. Nyeri berhubungan dengan proses penyakit.
3.4 Intervensi
Diagnosa 1 Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi, toksin dalam sirkulasi Tujuan Nyeri klien berkurang Kriteria Hasil Skala nyeri menjadi > 4
Intervensi
Mandiri
Rasional
Meningkatkan vasokonstriksi, 1. Letakkan kantung es pada kepala, penumpukan resepsi sensori yang pakaian dingin di atas mata, selanjutnya akan menurunkan nyeri berikan posisi yang nyaman kepala agak tinggi sedikit, latihan rentang gerak aktif atau pasif dan masage otot leher. 1. Dukung untuk menemukan posisi Menurunkan iritasi meningeal, resultan yang nyaman(kepala agak tinggi) ketidaknyamanan lebih lanjut 1. Berikan latihan rentang gerak Dapat membantu merelaksasikan aktif/ pasif. ketegangan otot yang meningkatkan reduksi nyeri atau tidak nyaman tersebut 1. Gunakan pelembab hangat pada Meningkatkan relaksasi otot dan nyeri leher atau pinggul menurunkan rasa sakit/ rasa tidak nyaman Kolaborasi 5. Berikan anal getik, asetaminofen, Mungkin diperlukan untuk menghilangkan
32
codein
Diagnosa 2: Risiko tinggi terhadap terjadinya infeksi berhubungan dengan sepsis. Tujuan : Meminimalkan proses penyebaran infeksi Kriteria hasil : Leukosit normal 10.000-40.000 Tidak ditemukan tanda-anda inflamasi
INTERVENSI
Mandiri 1. Beri tindakan isolasi sebagai pencegahan
RASIONAL
Pada fase awal meningitis, isolasi mungkin diperlukan sampai organisme diketahui/dosis antibiotik yang cocok telah diberikan untuk menurunkan resiko penyebaran pada orang lain 1. Pertahankan teknik aseptik dan Menurunkan resiko pasien terkena infeksi teknik cuci tangan yang tepat. sekunder. Mengontrol penyebaran sumber infeksi 1. Ubah posisi pasien secara teratur, Memobilisasi secret dan meningkatkan dianjurkan nafas dalam kelancaran secret yang akan menurunkan resiko terjadinya komplikasi terhadap pernapasan Kolaborasi Obat yang dipilih tergantung pada tipe 1. Berikan terapi antibiotik iv: infeksi dan sensitivitas individu penisilin G, ampisilin, klorampenikol, gentamisin.
Diagnosa 3 : gangguan perfusi jaringan serebral b.d edema serebral yang mengubah/ menghentikan darah arteri/virus Tujuan : Perfusi jaringan menjadi adekuat Kriteri hasil : Kesadaran kompos mentis
INTERVENSI
RASIONAL
33
Mandiri 1. 1. Perubahan tekanan CSS mungkin merupakan Tirah baring dengan posisi kepala potensi adanya resiko herniasi batang otak yang datar. memerlukan tindakan medis dengan segera Bantu berkemih, membatasi Aktivitas seperti ini akan meningkatkan tekanan batuk, muntah mengejan. intratorak dan intraabdomen yang dapat men9ingkatkan TIK. Kolaborasi. Tinggikan kepala tempat tidur Peningkatanaliran vena dari kepal akna menurunkan 15-45 derajat. TIK Berikan cairan iv (larutan Meminimalkan fluktuasi dalam aliran vaskuler dan hipertonik, elektrolit ). TIK. Berikan obat : steroid, Menurunkan permeabilitas kapiler untuk membatasi clorpomasin, asetaminofen edema serebral, mengatasi kelainan postur tubuh atau menggigil yang dapat meningkatkan TIK, menurunkan konsumsi oksigen dan resiko kejang
1.
1. 1.
Diagnosa 4 : Risiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan kejang umum/lokal, kelemahan umum. Tujuan : Mengurangi risiko cidera akibat kejang
INTERVENSI
1. Mandiri Pertahankan penghalang tempat tidur tetap terpasang dan pasang jalan nafas buatan 1. Tirah baring selama fase akut Kolaborasi
RASIONAL
Melindungi pasien bila terjadi kejang
Menurunkan resiko terjatuh/trauma ketika terjadi vertigo, sinkop, atau ataksia Merupakan indikasi untuk penanganan
34
Diagnosa 5 : gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular, penurunan kekuatan. Tujuan : Klien dapat beraktifitas kembali dengan normal Kriteria Hasil :Klien tidak merasa lemah
INTERVENSI
1. Bantu latihan rentang gerak.
RASIONAL
Mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi/posisi normal akstremitas dan menurunkan terjadinya vena yang statis Meningkatkan sirkulasi, elastisitas kulit, dan menurunkan resiko terjadinya ekskoriasi kulit Menyeimbangkan tekanan jaringan, meningkatkan sirkulasi dan membantu meningkatkan arus balik vena untuk menurunkan resiko terjadinya trauma jaringan. Proses penyembuhan yang lambat seringkali menyertai trauma kepala dan pemulihan secara fisik merupakan bagian yang amat penting dari suatu program pemulihan tersebut.
1. Berikan perawatan kulit, masase dengan pelembab. 1. Berikan matras udara atau air, perhatikan kesejajaran tubuh secara fumgsional. 1. Berikan program latihan dan penggunaan alat mobilisasi.
Diagnosa 6 : Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan kerusakan myelin pada akson dan whitematter Tujuan : Meminimalkan perubahan persepsi sensori Kriteria : Klien dapat mengontrol emosi dirinya
INTERVENSI
Mandiri
RASIONAL
Menurunkan ansietas, respons emosi yang
1. Hilangkan suara bising yang berlebihan. 1. Validasi persepsi pasien dan berikan umpan balik. 1. Beri kesempatan untuk
berlebihan/bingung yang berhubungan dengan sensorik yang berlebihan Membantu pasien untuk memisahkan pada realitas dari perubahan persepsi Menurunkan frustasi yang berhubungan
35
Kolaborasi ahli fisioterapi Pendekatan antardisiplin dapat menciptakan 1. Terapi okupasi,wicara dan kognitif. rencana penatalaksanaan terintegrasi yang didasarkan atas kombinasi kemampuan/ketidakmampuan secara individu yang unik dengan berfokus pada fungsi fisik, kognitif, dan keterampilan perceptual
Diagnosa 7 : hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi. Tujuan : suhu tubuh kembali normal. Kriteria hasil : suhu tubuh 36,5 - 37,5 C
INTERVENSI
Mandiri 1. Berikan kompres hangat 2. Anjurkan klien untuk menggunakan baju yang tipis. 3. Observasi Suhu tubuh klien Kolaborasi dengan dokter 1. berikan obat penurun panas.
RASIONAL
1. Pengeluaran panas secara konduksi 2. Pengeluaran panas secara evaporasi 3.Menentukan keberhasilan tindakan
3.4 Evaluasi
36
Mencapai masa penyembuhan tepat waktu, tanpa bukti penyebaran infeksi endogen atau keterlibatan orang lain.
Mempertahankan
tingkat
kesadaran
biasanya/membaik
dan
fungsi
motorik/sensorik, mendemonstrasikan tanda-tanda vital stabil. Tidak mengalami kejang/penyerta atau cedera lain. Melaporkan nyeri hilang/terkontrol dan menunjukkan postur rileks dan mampu tidur/istirahat dengan tepat. Mencapai kembali atau mempertahankan posisi fungsional optimal dan kekuatan. Meningkatkan tingkat kesadaran biasanya dan fungsi persepsi.
Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang dan mengungkapkan keakuratan pengetahuan tentang situasi.
37
Meskipun penyebabnya berbeda, manifestasi klinis dari kedua penyakit ini hampir sama dan khas. Yaitu pusing, demam, dan kejang. Oleh karena itu penatalaksanaannyapun hampir sama, terdiri dari terapi farmakologi dan non farmakologi.
DAFTAR PUSTAKA
Erathenurse. 2007. Askep pada meningitis. http://erathenurse.blogspot.com/ 2007/12/askep-pada-meningitis.html. Di akses tanggal 2 Desember 2009 pukul 18.40 Farinqhustank. 2008. Meningitis .http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugasmakalah/kedokteran/meningitis. Di akses tanggal 2 Desember 2009 pukul 18.40 Anonymous. 2010. Disitasi http://nursingbegin.com/askep-meningitis/. Diakses tanggal 12 Desember 2010.
38
Farly, Augus. 2010. Disitasi http://augusfarly.wordpress.com/2010/07/29/asuhankeperawatan-meningitis/. Diakses tanggal 12 Desember 2010 Anonymous. Disitasi http://health.allrefer.com/pictures-images/kernigs-sign-ofmeningitis.html. Diakses tanggal 12 Desember 2010
Laboratorium UPF Ilmu Kesehatan Anak, Pedoman Diagnosis dan Terapi, Fakultas Kedokteran UNAIR Surabaya, 1998 Ngastiyah, Perawatan Anak Sakit, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1997. Rahman M, Petunjuk Tentang Penyakit, Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium, Kelompok Minat Penulisan Ilmiah Kedokteran Salemba, Jakarta, 1986. Sacharian, Rosa M, Prinsip Keperawatan Pediatrik, Edisi 2 Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta ,1993. Sutjinigsih (1995), Tumbuh kembang Anak, Penerbit EGC, Jakarta.
KATA 37 PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah, Penuiis panjatkan ke hadapan Allah SWT, atas izin- Nya sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ini. Selanjutnya Sholawat dan salani penyusun / penulis ucapkan ke arwah junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, karena berkat perjuangan Beliaulah kita dapat hidup di alam yang penuh ilmu pengetahuan seperti sekarang ini.
39
Adapun Tujuan penulis menyusun makalah ini adalah untuk melengkapi tugas KMB Asuhan Keperawatan Minigitis . Dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan namun, berkat bimbingan, arahan, masukan dan bantuan dari berbagai pihak makalah ini dapat diselesaikan. Untuk itu penyusun mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada dosen bidang studi Bpk. Muh.Hasan basri, S,Kep yang telah memberikan arahan dalam menyusun makalah ini dan tak lupa pula ucapan terimaksih kepada teman-teman yang telah mendorong dan membantu hingga tcrsusunnya Makalah ini. Penyusun merasa bahwa dalam penyusunan makalah ini terdapat banyak kekurangan. Oleh sebab itu, kami mohon pertimbangan dari semua pihak dalam penilaian makalah ini, dan dapat dijadikan sebagai terselesainya Tugas KMB
DAFTAR ISI
i KATA PENGANTAR---------------------------------------------------------------DAFTAR SI---------------------------------------------------------------------------BAB I PENDAHULUAN-----------------------------------------------------------1.1 Latar Belakang-----------------------------------------------------------------1.2 Rumusan Masalah-------------------------------------------------------------1.3 Tujuan--------------------------------------------------------------------------1.4 Manfaat-------------------------------------------------------------------------i ii 1 1 2 2 2
40
BAB II TINJAUAN PUSTAKA----------------------------------------------------2.1 Meningitis----------------------------------------------------------------------2.1.1 Definisi Meningitis-----------------------------------------------------2.1.2 Etiologi------------------------------------------------------------------2.1.3 Manifestasi Klinis------------------------------------------------------2.1.4 Pathofisiologi-----------------------------------------------------------2.1.5 Pemeriksaan Diagnostik-----------------------------------------------2.1.6 Komplikasi--------------------------------------------------------------2.1.7 Penatalaksanaan--------------------------------------------------------2.2 Ensefalitis----------------------------------------------------------------------2.2.1 Definisi------------------------------------------------------------------2.2.2 Etiologi------------------------------------------------------------------2.2.3 Manifetasi Klinis-------------------------------------------------------2.2.4 Pathofisiologi-----------------------------------------------------------2.2.5 Pemeriksaan Diagnostik-----------------------------------------------2.2.6 Komlikasi----------------------------------------------------------------2.2.7 Penatalaksanaan--------------------------------------------------------2.3 Perbedaan Ensefilitas dengan Meningitis-----------------------------------BAB III ASUHAN KEPERAWATAN--------------------------------------------3.1 Pengkajian Meningitis----------------------------------------------------3.2 Analisa Data---------------------------------------------------------------3.3 Diagnosa-------------------------------------------------------------------3.4 Intervensi------------------------------------------------------------------3.5 Evaluasi--------------------------------------------------------------------BAB IV PENUTUP------------------------------------------------------------------4.1 Kesimpulan----------------------------------------------------------------DAFTAR PUSTAKA-----------------------------------------------------------------
3 3 3 4 7 10 11 13 14 16 16 16 20 21 21 22 23 25 26 26 28 29 30 35 36 36 37
ii