Sunteți pe pagina 1din 48

BAB I PENDAHULUAN

A. Tujuan praktikum Mahasiswa dapat memahami dan mengevaluasi penatalaksanaan terapi pada penyakit asma dan ppok.

B. Dasar Teori Definisi Pengertian asma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan oleh periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas). (Polaski : 1996). Asma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan bronkospasme yang reversibel. (Joyce M. Black : 1996). Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer Suzanne : 2001). Dari ketiga pendapat tersebut dapat diketahui bahwa asma adalah suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas. Asma merupakan suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan , penyempitan ini bersifat sementara. Kata asma (asthma) bersal dari bahasa Yunani yang berarti terengahengah. Lebih dari 200 tahun yang lalu, Hippoocrates menggunakan istilah asma untuk menggambarkan kejadian pernapasan yang pendek-pendek (shortness of breath). Sejak itu istilah asma sering digunakan untuk menggambarkan gangguan apa saja yang terkait dengan kesulitan bernafas, termassuk ada istilah asma kardial dan assma bronkial. Menurut National Asthma Education and Prevetion Program (NAEPP) pada National Institute of Health (NIH) Amerika, asma (dalam hal iniasma bronkial) didefinisikan sebagai penyakit inflamasi kronik pada paru, yang dikarakterisir oleh: (1) Obstruksi saluran nafas yang bersifat reversible, baik secara spontan maupun pengobatan, (2) Inflamasi jalan nafas , dan

(3) Peningkatan respon jalan nafas terhadap berbagai rangsangan (hiper-responsivitas) Berdasarkan guidline terbaru dari NAEPP (2007) menekankan adanya keterlibatan interaksi antara ekspresi gen dengan lingkungan, dan infeksi virus sebagai penyebab utama kejadian dan perkembangan asma. Selain itu, perubahan strukstur anatomi pada saluran nafas, yang sering diistilahkan sebagai airway remodeling, juga mulai banyak disebut-sebut terlibat dalam asma kronis pada sebagian pasien (Ikawati,2007). Patogenesis Pada dua decade yang lalu, penyakit asma dianggap merupakan penyakit yang disebabkan karena adanya penyempitan bronkus saja, sehingga terapi utama pada saat itu adlah suatu bronkodilator, seperti beta agonis dan golongan metilksantin saja. Namun, para ahli kemudian mengemukakan konsep baru yang digunakan hingga kini, yaitu bahwa asma merupakan penyakit inflamasi pada saluran nafas, yang ditandai dengan bronkokontriksi, inflamasi, dan respon yang berlebihan terhadap rangsangan (hyprresponsiveness). Selain itu juga terdapat penghambatan terhadap aliran udara dan penurunan kecepatan aliran udara akibat penyempitan broonkus. Akibatnya terjadi hiperinflasi distal, perubahan mekanis paru-paru dan meningkatnya kesulitan bernafas. Selain itu juga terjadi peningkatan sekresi mucus yang berlebihan (Ikawati,2007). Secara klasik, asma dibagi dalam dua kategori bedasr faktor pemicunya, yaitu asma ekstrinsik atau alergik dan asma intrinsic atau idiosnkratik. Asma ekstrinsik mengacu pada asma yang disebakan karena menghirup allergen, yang biasanya terjaadi pada anak-anak yang memiliki keluarga dengan riwayat penyakit alergi (baik eksim, utikaria, atau rhinitis). Asma intrinsic mengacu pada asma yang disebabkan karena faktor-faktor diluar mekanisme imunitas, dan umunya dijumpai pada oragng dewasa. Beberapa faktor yang dapat memicu terjadinya asma antara lain: udara dingin, obat-obatan, stress, dan olahraga. Khusu untuk asma yang dipicu oleh olahraga dikenal dengan istilah exercise-induced asthma. Seperti telah dikatakan di atas, asma adalah penyyakit inflamasi saluran nafas. Meskipun ada berbagai cara untuk menimbulkan suatu respon inflamasi, baik pada asma ekstrinsik maupun intrinsic, tetapi karakteristik inflamasi pada asma umumnya sama, yaitu terjadinya infiltrasi eosinofil dan limfosit serta terjadi pengelupasan sel-sel epitial pada saluran nafas dan peningkatan permeabilitas mukosa. Kejadian ini bahkan dapat dijumpai juga pada penderita asma yang ringan. Pada pasien yang meninggal karena serangan asma, secara histologis terlihat adanya sumbatan (plugs) yang terdiri dari mucus glikoprotein dan eksudat protein plasma yang

memperangkap debris yang berisi sel-sel epitelial yang terkelupas dan sel-sel inflamasi. Selain itu, terlihat adanya penebalan lapsan subepitelial saluran nafas. Respons inflamasi ini terjadi hampir disepanjang saluran nafas, dari trakea sampai ujung bronkiolus. Juga terjadi hiperplasia dari kelenjar kelenjar sel gablet yang menyebabkan hipersekeresi mucus yang kemudian turut menyumbat saluran nafas. Penyakit asma melibatkan interaksi yang kompleks antara sel sel inflamasi, mediator inflamasi, dan jaringan pada saluran nafas. Sel sel inflamasi utama yang turut berkontribusi pada rangkaian kejadian pada serangan asma antara lain adalah sel mast, limfosit, dan eosinofil, sedangkan mediator inflamasi utama yang terlibat dalam asma adalah histamin, leukotrien, faktor kemotaktik eosinofil (eosinofil chemotactic factor), dan beberapa sitokin yaituL: interleukin(IL)4, IL-5, dan IL-13. Pada asma alergi atau atopik, bronkospasme terjadi akibat dari meningkatnya responsivitas otot polos bronkus terhadap adanya rangsangan dari luar, yang disebut alergen. Rangsangan ini kemudian akan memicu pelepasan berbagai senyawa endogen dari sel mast yang merupakan mediator inflamasi, yaitu histamine, leukotrien, dan faktor kemotaktik eosinofil. Histamin dan leukotrien merupakan bronkokonstriktor yang poten, sedangkan faktor kemotatik eosinofil bekerja menarik secara kimiawi sel-sel eosinofil bekerja menarik secara kimiawi sel-sel eosinofil menuju tempat terjadinya peradangan yaitu bronkus. Sel-sel inflamasi pada penyakit asma Sel-sel inflamasi yang terlibat dalam patofisiologi asma terutama adalah sel mast, limfosit,eosinofil. Di bagian ini akan dibicarakan satu-persatu peranan dari setiap sel tersebut Sel mast Sel ini sudah lama dikaitkan dengan penyakit asma dan alergi, karena ia dapat melepaskan berbagai mediator inflamasi, baik yang sudah tersimpan atau baru disintesis, yang bertanggungjawab terhadap beberapa tanda asma dan alergi. Berbagai mediator tersebut antara lain adalah histamine (yang disintesis dan disimpan di dalam granul sel dan dilepas secara cepat ketika sel mast teraktivasi), prostaglandin PGD2 dan leukotrien LTC4 (yang baru disintesis setelah ada aktivasi), dan sitokin (yang disintesis dalam waktu yang lebih lambat dan berperan dalam reaksi fase lambat). Sel mast diaktivasi oleh alergen melalui ikatan suatu alergen dengan IgE yang telah melekat pada reseptornya (Fce receptor) di permukaan sel mast. Adanya ikatan cross-linking antara alergen dengan IgE tersebut memicu serangkaian biokimia didalam Sel yang kemudian

menyebabkan terjadinya degranulasi sel mast. Degranulasi adalah peristiwa pecahnya sel mast yang menyebabkan pelepasan berbagai mediator inflamasi. Sel mast terdapat pada lapisan epithelial saluran nafas, dan karenanya dapat berespon terhadap allergen yang terhirup. Terdapatnya peningkatan jumlah sel mast pada cairan bronkoalveolar pasien asma mengindasikan bahwa sel ini terlibat dalam patofisiologi asma. Selain itu, pada pasien asma yang dijumpai penigkatan kadar histamine dan triptase pada cairan bronkoalveolarnya, yang diduga kuat berasal dari sel mast yang terdegranulasi. Beberapa obat telah dikembangkan untuk menstabilkan sel mast agar tidak mudah terdegranulasi. Peran sel mast pada reaksi alergi fase lambat masih belum diketahui secara pasti. Namun,sel mast juga mengandung faktor kemotatik yang dapat menarik eosinofil dan neutrofil ke saluran nafas. Limfosit Peran limfosit dalam asma semakin banyak mendapat dukungan fakta, antara lain dengan terdapatnya produk-produk limfosit yaitu sitokin pada biopsy bronchial pasien asma. Selain itu, sel-sel limfosit juga dijumpai pada cairan bronkoalveolar pasien asma pada reaksi fase lambat. Limfosit sendiri terdiri dari dua tipe yaitu limfosit T dan limfosit B. Limfosit T masih terbagi lagi menjadi dua subtipe yaitu Th1 dan Th2 (T helper 1 dan T helper 2). Sel Th2 memproduksi berbagai sitokin yang berperan dalam reaksi inflamasi sehingga disebut sitokin prainflamasi, seperti IL-3, IL-4, IL-6, IL-9, dan IL-13. Sitokin-sitokin ini nampaknya berfungsi dalam pertahanan tubuh terhadap pathogen ekstrasel. IL-4 dan IL-13 misalnya, dia bekerja mengaktivasi sel limfosit B untuk memproduksi IgE, yang nantinya akan menempel pada sel-sel inflamasi sehingga terjadi pelepasan berbagai mediator inflamasi. Eosinofil Banyak hasil penelitian menunjukkan bahwa eosinofil berkontribusi terhadap patofisiologi penyakit alergi pada saluran nafas. Dijumpai adanya kaitan yang erat antara keparahan asma dengan keberadaan eosinofil di saluran nafas yang terinflamasi, sehiingga inflamasi pada asma atau alergi sering disebut juga inflamasi eosinofilia. Eosinofil mengandung berbagai protein granul seperti: major inflamasi eosinifilia (MBP), eosinophil peroxidase(EPO), dan eosinophil cationic probasic protein (ECP), yang dapat menyebabkan kerusakan epitelium saluran nafas, menyebabkan hiperresponsivitas bronkus, sekresi mediatorbdari sel mast dan basofil, serta secara langsung menyebabkan kontraksi otot polos saluran nafas (Bussed an Reed, 1993). Selain itu,

beberapa produk eosinofil seperti LCT4, PAF, dan metabolit oksigen toksik dapat menambah keparahn asma. Ada dua fase gejala asma, yaitu gejala fase akut dan gejala fase lambat. Gejala fase akut terjadi dalam hitungan menit dan berakhir setelah beberapa jam, di mana pada saat itu terjadi interaksi antara allergen dengan makrofag. Pada saat ini juga terjadi up-regulasi sel limfosit T yang akan memproduksi berbagai interleukin. Respon yang terjadi pada fase akut adalah bronkokonstriksi. Fase lambat terjadi dalam 2-6 jam dan berakhir kurang lebih setelah 12 sampai 24 jam. Sitokin seperti interleukin bekerja mengaktivasi eosinofil dan limfosit T di saluran pernafasan untuk melepasan mediator yang memicu serangan ulang asma. Pada asma non-atopik, alergi bukan penyebab serangan, tetapi pemicuan serangan asma lebih banyak dilakukan oleh faktor lain seperti penggunaan obat seperti aspirin, AINS, dan golongan beta bloker, adanya iritan kimiawi, penyakit paru obstruksi kronis, udara kering, stres yang berlebihan, dan olah raga. Mekanismenya bukan melalui sel mast, tetapi melalui stimulasi pada jalur refleks parasimpatik yang melepaskan asetilkolin, dan kemudian otot polos bronkus. Peningkatan permeabilitas dan sensitivitas terhadap alergen yang terhirup, iritan, dan mediator inflamasi kronis pada saluran pernafasan dapat menyebabkan penebalan membran dasar dan deposisi kolagen pada dinding bronkial. Perubahan ini dapat menyebabkan sumbatan saluran nafas secara kronis seperti yang dijumpai pada penderita asma. Pelepasan berbagai mediator inflamasi menyababkan bronkokonstriksi, sumbatan vaskuler, permeabilitas vaskuler, edema, produksi dahak yang kental, gangguan fungsi mukasiliar (Ikawati,2007) . Patofisiologi Patofisiologi Proses perjalanan penyakit asma dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu alergi dan psikologis, kedua faktor tersebut dapat meningkatkan terjadinya kontraksi otot-otot polos, meningkatnya sekret abnormal mukus pada bronkriolus dan adanya kontraksi pada trakea serta meningkatnya produksi mukus jalan nafas, sehingga terjadi penyempitan pada jalan nafas dan penumpukan udara di terminal oleh berbagai macam sebab maka akan menimbulkan gangguan seperti gangguan ventilasi (hipoventilasi), distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru, gangguan difusi gas di tingkat alveoli. Karakteristik utama asma termasuk obstruksi jalan udara dalam berbagai tingkatan (terkait dengan bronkospasmus, edema, dan hipersekresi), BHR, dan inflamasi jalan udara. Serangan

asma mendadak disebabkan oleh faktor yang tidak diketahui maupun yang diketahui deperti paparan terhadap alergen, virus, atau polutan dalam maupun luar rumah, dan masing- masing faktor ini dapat menginduksi respon inflamasi. Reaksi inflamasi fase akhir terjadi 6-9 jam setelah serangan alergen dan melibatkan eosinofil, limfosit T, basofil, neutrofil dan makrofag. Eosinofil bermigrasi ke jalan udara dan membebaskan medioator inflamasi (leukotrien dan protein granul), mediator sitotoksik dan sitokinin. Jalur 5-lipoksigenase dari asam pemecah asam arakhidonat bertanggungjawab dalam produksi leukotrien. Leukotrien C4, D4 dan E4 (sistenil leukotrien) menyusun zat reaksi lambat anafilaksis (slow-reacting substance of anaphylaxis, SRS-A). Leukotrien ini dibebaskan selama proses inflamasi di paru-paru dan menyebabkan bronkokonstriksi, sekresi mukus, permeabilitas mikrovaskuler, dan edema jalan udara. Proses inflamasi eksudatif dan pengikisan sel epitel ke dalam lumen jalur udara merusak transport mukosiliar. Kelenjar bronkus menjadi berukuran besar dan sel goblet meningkat, baik ukuran maupun jumlahnya, yang menunjukkan suatu peningkatan produksi mukus. Mukus yang dikeluarkan oleh penderita asma cenderung memiliki viskositas tinggi. Jalan udara dipersyarafi oleh syaraf parasimpatik, simpatik, dan syaraf inhibisi nonandrenergik. Tonus istirahat normal, otot polos jalan udara dipelihara oleh aktivitas eferen vagal, bronkokonstriksi dapat diperantarai oleh stimulasi vagal pada bronchi berukuran kecil. Semua otot polos jalan udara mengandung sel resepter beta andrenergik yang tidak dipersyarafi yang menyebabkan bronkodilatasi. Sistem syaraf nonandrenergik, nonkolinergik, pada trachea dan bronchi dapat memperkuat inflamasi pada asma dengan melepaskan nitrit oksida (Sukandar,2008). Etiologi Asma yang terjadi pada anak-anak sangat erat kaitannya dengan alergi. Kurang lebih 80% pasien asma memiliki alergi. Asma yang muncul pada saat dewasa dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti: adanya sinusitis, polip hidung, sensitivitas terhadap aspirin atau obatobat anti-inflamasi non steroid (AINS), atau mendapatkan picuan di tempat kerja. Di tempattempat kerja tertentu yang banyak terdapat agen-agen yang dapat terhirup seperti debu, bulu binatang, dll, banyak dijumpai orang yang mnederita asma, yang disebut occupational asthma, yaitu asma yang disebabkan karena pekerjaan. Kelompok dengan risiko terbesar terhadap perkembangan asma adalah anak-anak yang mengidap alergi dan memiliki keluarga dengan riwayat asma.

Banyak faktor yang dapat meningkatkan keparahan asma. Beberapa di antaranya adalah rhinitis yang tidak dapat diobati atau sinusitis, gangguan refluks gastroesofagal, sensitivitas terhdap aspirin, pemaparan terhadap senyawa sulfit atau obat golongan beta bloker, dan influenza, faktor mekanik, dan faktor psikis misalnya strees (Ikawati,2007). Manifestasi Klinis Manifestasi klinik pada pasien asma adalah batuk, dyspne, dari wheezing. Dan pada sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan tampak penderita bernafas cepat, dalam, gelisah, duduk dengan tangan menyanggah ke depan serta tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu : 1) Tingkat I : a. Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru. b. Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun dengan test provokasi bronkial di laboratorium. 2) Tingkat II : a. Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas. b. Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan. 3) Tingkat III : a. Tanpa keluhan. b. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas. c. Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali. 4) Tingkat IV : a. Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing. b. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.

5) Tingkat V :

a) Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai. b) Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel. Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti : Kontraksi otot-otot pernafasan, cyanosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih, taki kardi.

Klasifikasi asma Asma dibagi atas dua kategori, yaitu ekstrinsik atau alergi yang disebabkan oleh alergi seperti debu, binatang, makanan, rokok dan obat-obatan. Klien dengan asma alergi biasanya mempunyai riwayat keluarga dengan alergi dan riwayat alergi rhinitis, sedangkan non alergi tidak berhubungan secara spesifik dengan alergen.Faktor-faktor seperti udara dingin, infeksi saluran pernafasan, exercise, emosi dan lingkungan dengan polusi dapat menyebabkan atau sebagai pencetus terjadinya serangan asma. Jika serangan non alergi asma menjadi lebih berat dan sering dapat menjadi bronkhitis kronik dan emphysema selain alergi juga dapat terjadi asma campuran yaitu alergi dan non alergi.

Tujuan Pengobatan Tujuan terapi asma seperti ditetapkan oleh NAEPP tahun 2007 adalah memungkinkan pasien menjalani hidup yang normal dengan hanya sedikit gangguan atau tanpa gejal. Beberapa tujuan yang lebih rinci antara lain adalah: a. Mencegah timbulnya gejala yang kronis dan mengganggu, seperti batuk, sesak nafas b. Mengurangi penggunaan beta agonis aksi pendek c. Menjaga fungsi paru mendekati normal d. Menjaga aktivitas pada tingkat normal (bekerja, sekolah, olah raga, dll) e. Mencegah kekambuhan dan meminimalisasi kunjungan darurat ke RS f. Mencegah progresivitas berkurangnya fungsi paru, dan utuk anak anak mencegah berkurangnya pertumbuhan paru paru. g. Menyediakan farmakoterapi yang optimal dengan sesedikit mungkin efek samping. Sedikit berbeda denagn periode tahun sebelumnya, Guideline NAEPP 2007

merekomendasikan adanya 4 komponen utama dalam penatalaksanaan asma yang meliputi :

1. Penilaian dan pemantauan asma, yang diperoleh dari uji obyektif, uji fisik, riwayat pasien dan laporan pasien, untuk mendiagnosa dan menilai karekteristik dan keparahan asma, serta memantau apakah kontrol terhadap asmanya dapat tercapai atau tidak. 2. Edukasi kepada semua individu yang terlibat dalam perawatan asma penderita. 3. Kontrol terhadap faktor faktor lingkungan dan kondisi komorbid yang mungkin mempengaruhi asma. 4. Terapi farmakologi. Pemeriksaan penunjang a) Spirometri : Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas. b) Tes provokasi : 1. Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus. 2.Tes provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes spirometri. 3.Tes provokasi bronkial seperti : Tes provokasi histamin, metakolin, alergen, kegiatan jasmani, hiperventilasi dengan udara dingin dan inhalasi dengan aqua destilata. 4. Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E yang spesifik dalam tubuh. c) Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum. Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal. Analisa gas darah dilakukan pada asma berat. Pemeriksaan eosinofil total dalam darah. d) Pemeriksaan sputum. Pengobatan Asma Berdasarkan penggunaanya, maka obat asma terbagi menjadi dua golongan yaitu pengobatab jangka panjang untuk mengontrol gejala asma, dan pengobatan cepat untuk mengatasi serangan akut asma. 1. Pengobatan jangka panjang Inhalasi steroid 2 agonis aksi panjang Sodium kromogikat atau kromolin Nedokromil Modifier leukotrien

Golongan metil santin Bronkodilator ( 2 agonis aksi cepat, antikolinergik, metilksantin ) Kortikosteroid sitemik oral BAB II PENYELESAIAN KASUS

2. Pengobatan cepat

I.

URAIAN KASUS

Nyonya SJ, ibu rumah tangga 32 thn menghidap asma sejak berumur 5 thun. Tidak merokok, minum alkohol sesekali dan mempunyai hewan peliharaan kucing. Dia mendapat pengobatan : -Beklometason 500 dua kali sehari -Salbutamol 200 mg jika diperlukan Ny. SJ menemui dokter umum ketika mengalami nafas yang pendek selama beberapa minggu. Ny. SJ mendapat pengobatan zafirlukast 20 mg dua kali sehari ditambah pemberian amoxcicilin tiga kali sehari selama seminggu. Dokter curiga pasien mempunyai infeksi ringan kemudian melanjutkan dengan masalah pengobatan. Dua bulan kemudian, dia masuk rumah sakit karena gejala mirip flu, sakit perut dan penurunan nafsu makan. Ny SJ dideteksi mempunyai penyakit kuning. Pemeriksaan fungsi Hati: Bilirubin: 44 mol/l (normal range < 17 mol/l) Alanin transaminase (ALT): 200 IU/l (normal range:0-35 units/l) Aspartate transaminase (AST):150 IU/l (normal range:0-35 units/l)

II.

ANALISA KASUS: Penyelesaian kasus dengan menggunakan metode SOAP (Subjective, Objective, Assesment, dan Plan) pada kasus ini adalah sebagai berikut : Subyektif Nama Umur Jenis Kelamin : Nyonya SJ : 32th : Perempuan

an

:nafas pendek selama berminggu-minggu. nafsu makan tahun

mirip flu, sakit perut dan penurunan

at penyakit

: mengidap asma sejak umur 5 Riwayat pengobatan : Beklometason 500 dua kali sehari Salbutamol 200 mg jika diperlukan zafirlukast 20 mg tiga kali sehari selama seminggu Obyektif Bilirubin: 44 mol/l (normal range < 17 mol/l)

Alanin transaminase (ALT): 200 IU/l (normal range:0-35 units/l) Aspartate transaminase (AST):150 IU/l (normal range:0-35 units/l) Assesment pasien mengidap asma dan penyakit kuning yang diakibatkan oleh ADR Planning (P) 1). Tujuan Terapi : Mencegah timbulnya gejala yang kronis dan mengganggu Mencegah keparahanan penyakit kuning. Mencegah morbiditas dan mortalitas akibat penyakit hati. Memperbaiki kualitas hidup pasien 2). Sasaran Terapi : Menurunkan nilai ALT, AST dan Bilirubin Menangani asma pasien

(Dipiro, 2002)

3). Strategi Terapi : Terapi Farmakologi :

Terapi Non Farmakologi : Meminimalkan paparan alergen Kontrol terhadap faktor pemicu serangan (debu, polusi, merokok, olah raga, perubahan suhu) Menghindari stress fisik dan emosional. Olah raga khusus asma 2x seminggu selama 8 minggu Tidak boleh minum alcohol Tidak boleh memelihara hewan peliharaan

4). Analisis Kerasionalan Terapi (4T 1W) Analisis rasionalitas terapi dilakukan dengan melakukan analisis obat-obat yang digunakan dengan lima kategori yaitu tepat indikasi, tepat obat, tepat pasien, tepat dosis dan waspada

terhadap efek samping obat (4T 1W). Berikut ini adalah uraian analisis rasionalitas obat yang digunakan : Tepat Indikasi Nama Obat
Metilprednisolon Indikasi Mekanisme Aksi melalui interaksinya

Keterangan Tepat

Asma bronkial dan Bekerja penyakit nafas

saluran dengan protein reseptor yang indikasi


spesifik di organ target, untuk mengatur suatu ekspresi genetik yang selanjutnya akan

menghasilkan perubahan dalam sintesis protein lain. Protein yang terakhir yang mengubah fungsi seluler organ target

sehingga diperoleh efek yang dikehendaki (Sukandar,2008)

Tepat Obat Nama obat


Metilprednisolon Alasan sebagai drug of choice Keterangan

Terutama bermanfaat pada serangan Tepat obat asma akibat infeksi virus dan pada infeksi bakteri untuk melawan reaksi peradangan.

Tepat Pasien Nama Obat


Metilprednisolon Kontra Indikasi

Keterangan tukak Tepat pasien

Hipertensi,diabetes

melitus,

peptik, infeksi berat atau gangguan kardiovaskuler. Tepat Dosis Nama Obat
Dosis Standar

Dosis yang Diberikan

Keterangan

Metilprednisolon

2- 60 gram per 60 mg, 3x selama 48 Tepat dosis hari (Tjay, 2007) jam

Waspada Efek Samping Obat Nama Obat


Metilprednisolon Efek Samping Obat

Saran

Gangguan cairan dan elektrolit, Glikosuria diatasi dengan hiperglikemia, (Anonim,2007) glikosuria diet dan pemberian insulin atau hipoglikemik oral.

Monitoring dan Rencana Tindak Lanjut


No. Monitoring Rencana Tindak Lanjut

1.

Monitoring terhadap ALT, AST, dan Bilirubin.

2.

Monitoring Terhadap terapi Evaluasi selanjutnya dilakukan 1-6 bulan untuk mengobati asma pasien untuk melihat asma dapat terkontrol, jika di pantau 1-2 minggu. terkontrol dengan baik tahap pengobatan dapat diturunkan dengan bertahap,

sebaliknya jika asma tidak terkontrol maka terapi perlu dinaikkan dosisnya secara bertahap. 3 Memantau efektivitas terapi Jika dan efek terapi dengan metilprednisolon

samping menunjukkan aktifitas terapi tetapi muncul efek samping yang tidak dapat ditoleransi maka sebaiknya obat diganti dengan golongan lain yang digunakan untuk propilaksis asma. Dan jika asma telah terkontrol maka untuk menangani serangan asma akut dapat di atasi dengan inhalasi.

penggunaan metilprednisolon

Konsultasi, Informasi dan Edukasi Pasien (KIE): Adapun konsultasi, informasi dan edukasi yang diberikan kepada pasien untuk menunjang proses pengobatan pasien adalah sebagai berikut : Memberikan informasi tentang obat baik mengenai nama obat, dosis, aturan pakai dan cara penggunaan obat. Memberikan informasi, instruksi, dan peringatan kepada pasien dan keluarganya tentang efek terapi dan efek samping yang mungkin timbul selama pengobatan. Memberikan edukasi kepada pasien dan yang merawat pasien mengenai tindakan yang dapat diambil untuk mengatasi serangan asma akut. Memberikan informasi kepada pasien untuk menhindari paparan allergen (debu, bulu binatang, asap rokok) dan menghindari perubahan suhu yang mendadak agar serangan asma tidak kambuh. Menganjurkan kepada pasien untuk selalu membawa obat-obatan khususnya obat untuk mengatasi serangan asma kemana pun pasien bepergian untuk mencegah keterlambatan penanganan. Menganjurkan kepada pasien untuk melakukan fisioterapi napas (senam napas) untuk melatih pernapasan.

BAB III PEMBAHASAN

Dari kasus telah diketahui diagnosa pemeriksaan dokter bahwa pasien mengidap asma dan penyakit kuning akibat ADR (Advers Drugs Reaction) dari Zafirlukast, dimana sebelumnya pasien sudah mendapatkan pengobatan Zafirlukast 20 mg 3x sehari selama seminggu. Zafirlukas merupakan pengobatan alternatif tahap 3 berdasarkan dari algoritma terapi asma (Ikawati,2007). Zafirlukast merupakan obat yang bersifat idiosinkrasi (efek samping tidak terjadi pada semua orang), dapat menyebabkan kenaikan serum transaminase yang merupakan bukti awal hepatotoksik (gangguan pada hati) (Sukandar, 2008). Gejala sakit perut yang dialami pasien adalah akibat dari timbulnya efek samping zafirlukast. Sehingga penggunaan zafirlukast harus dihentikan. Pemberian obat tambahan zafirlukast dan amoksisilin oleh dokter kurang tepat

seharusnya dosis dinaikan terlebih dahulu pada pengobatan awal (beklometason, salbutamol) apabila pasien belum membaik pada dosis yang telah diberikan. Sesak yang terjadi pada pasien asma disebabkan karena penyempitan saluran udara (Bronkokonstriksi) akibat otot polos dari bronki mengalami kejang dan jaringan yang melapisi saluran udara mengalami pembengkakan karena adnya peradangan dan pelepasan lendir ke dalam saluran udara. Diduga yang bertanggungjawab pada awal terjadinya penyempitan adalah sel mast. Pasien tidak mengalami asma akibat infeksi karena pasien mempunyai riwayat asma sejak berumur 5 tahun. Asma pasien tersebut termasuk golongan asma alergi karena sudah terjadi sejak masa kanak-kanak dan biasanya didahului dengan gejala lain (Tjay, 2008). Menurut algoritma terapi (Dipiro, 2002) pasien masuk pada tahap 4, pengobatan utama koortikosteroid tablet tidak boleh melebihi 60 mg/hari sehingga digunakan metilprednisolon. Metiprednisolon terutama bermanfaat pada serangan asma akibat infeksi virus dan pada infeksi bakteri untuk melawan reaksi peradangan. Terapi non farmakologi, meminimalkan paparan alergen karena pasien mengalami asma alergi apabila terpapar senyawa alergen maka asma bisa kambuh. Kontrol terhadap faktor pemicu serangan (debu, polusi, perubahan suhu, olahraga, stres, kecemasan), faktor-faktor tersebut memicu dilepasnya histamin dan leukotrien sel lainya (eosinofil) yang ditemukan di dalam saluran udara penderita asma melepaskan bahan lainya (juga leukotrien) yang menyebabkan penyempitan saluran udara . Menghindari stres fisik dan emosional yang juga memicu . Olah raga khusus asma 2x seminggu selama 8 minggu.

PERTANYAAN DAN JAWABAN

1. Efek samping zafirlukas adalah mengakibatkan Jaundis, bagaimana mekanismenya?(Elisabet Uskenat) Belum ada kepastian mengenai mekanisme tersebut, namun hanya ada laporan-laporan klinik saja. 2. Kenapa digunakan salmeterol? (Nur Afidah)

Salmeterol digunakan pada pasien apabila kondisi pasien memburuk setelah penghentian zafirlukas. Namun apabila asma pasien membaik setelah penghentian maka salmeterol tidak digunakan. 3. Kapan dilakukann senam asma? (Nggonimah Nurbaety) 2x perminggu selama 8 minggu (dari klaim asma Indonesia), senam ini efektif untuk mengurani pemakaian obat. 4. Menurut anda asma ini terinfeksi atau tidak? (Syahar Banu) Asma dalam kasus ini menurut dokter bukan termasuk asma infeksi, tetapi ada kemungkinan pasien menderita infeksi (lihat depiro 540) 5. Jika kondisi pasien membaik bagaimana dengan penggunaan prednisolon? (Imam Faozi) Jika kondisi pasien membaik 6. Perlu tidak adanya pemantauan ALT dan AST? Apakah asma dapat disembuhkan? (Devi Nisa Hidayati) Tetap diperlukan pemantauan ALT/AST. Asma sulit untuk disembuhkan. Tergantung penyebabnya, apabila pasien mengalami asma ekstrinsik maka sulit atau bahkan tidak bias disembuhkan. Namun apabila pasien terken asma instrinsik, dan penyebabnya sudah teratasi kemungkinan sembuh ada.

STATUS PASIEN I. Nama Umur Jenis Kelamin Agama Pekerjaan Status Alamat Tanggal MRS IDENTITAS : Ny. S : 62 tahun : Perempuan : Islam : IRT : Menikah : Kenatan, pucung rejo, Muntilan : 6 Oktober 2009

II.

ANAMNESIS

(Autoanamnesis dan alloanamnesis dengan suami pasien tanggal 7 Oktober 2009) Keluhan Utama : Nafas sesak Keluhan Tambahan : Batuk berdahak Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke RSUD Muntilan pada tanggal 6 Oktober 2009 dengan keluhan nafas sesak dan nafas mengi. Pasien mulai merasakan sesak sejak 3 minggu SMRS tapi tidak berat. Sesak nafas dirasakan pasien terutama jika pasien sedang membersihkan ruangan berdebu, sedang pilek dan bila sedang banyak pikiran. Pasien merasa sesak berkurang saat siang hari atau jika pasien duduk atau istirahat. Riwayat Penyakit Dahulu :
o o

P asien pernah menderita alergi berupa ruam ruam kemerahan di kulit Riwayat asma sejak lama

Riwayat Penyakit Keluarga :


o

Diabetes Melitus, Hipertensi

Riwayat Asma dan Alergi disangkal

III.

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Tampak sesak Kesadaran : Compos mentis Gizi : Cukup

Berat Badan : 52 kg Tinggi Badan : 158 cm Tanda Vital - Tekanan Darah : 126 / 78 mmHg - Nadi : 123x/menit, regular, isi cukup - Pernafasan : 30 x /menit (jenis abdominotorakal) - Suhu : 36 0 C

Status Generalis Kepala : Normocephali, distribusi rambut merata, Rambut tidak mudah dicabut Mata : Pupil bulat isokor, RCL +/+, RCTL +/+, CA -/SI -/Telinga : Normotia, sekret -/-, serumen -/membran timpani intak +/+ Hidung : septum lurus ditengah, sekret -/-, konka eutrofi, mukosa tidak hiperemis

Mulut : mulut kering -, lidah kotor -, papil eutrofi, mukosa tidak hiperemis. Gigi geligi caries -, Tenggorok : Tonsil T1/T1 tenang, faring hiperemis (+) minimal Leher : KGB tidak teraba membesar, struma -, Trakea letak di tengah, JVP tidak meningkat Thorax depan : Inspeksi : Gerak nafas simetris, bentuk dada normal ictus cordis tidak terlihat Palpasi : Vokal fremitus kanan = kiri ictus cordis tidak teraba Perkusi : Sonor pada seluruh lapangan paru Batas paru lambung : sela iga VIII garis axillaris anterior kiri Batas paru hepar : sela iga VI midklavikularis kanan Peranjakan paru : 1 intercostal space Batas atas jantung : sela iga III garis parasternal kiri Batas kiri jantung : sela iga V garis midklavikular kiri Batas kanan jantung: sela iga IV medial garis parasternal kanan Auskultasi : Suara nafas vesikuler, ronchi -/-, wheezing ekspirasi +/+ di basal paru murmur -, gallop

Thorax belakang : Inspeksi : Bentuk simetris, lordosis (-), kifosis(-), skoliosis (-) Gerak nafas simetris saat statis dan dinamis Palpasi : Vokal fremitus kanan = kiri Perkusi : Batas bawah paru kanan : thorakal IX Batas bawah paru kiri : thorakal X Sonor di kedua lapangan paru Auskultasi : Suara nafas vesikuler, ronchi -/-, wheezing +/+ di Seluruh lapang paru Abdomen : Inspeksi : Datar, dilatasi vena Palpasi : supel, turgor cukup, tidak ada nyeri tekan dan Nyeri lepas, hepar dan lien tidak teraba membesar. Perkusi : timpani di seluruh lapangan abdomen Auskultasi : BU (+) normal Extremitas : akral hangat, edema lengan -/-, edema tungkai -/sianosis -/Reflex fisiologis : +/+ Reflex patologis : -/-

IV.

PERJALANAN PENYAKIT

Tgl

Subyektif

Obyektif

Assesment

Planning

6/10/09

Sesak (+), batuk (+), pilek (+)

Wheezing +/+

Asma bronchial dalam serangan

-infus D5% +aminophilin 2A drip -inj. Hexilon 1A/12jam -Ventolin I+Flexotide I nebulizer/8jam -Interpect 3 dd CI -Angioten 1 dd I -Clavamox 3 dd I Ro thorax PA

Pemeriksaan Penunjang

AL : 10,8 AE : 4,90 Hb : 13,8 Hct : 44,2 Mcv :90,2 Mch : 28,2 Mchc:31,2

Ureum 30 Creatinin 1,1 SGOT 53 SGPT 24 Cholesterol 270 Trigliserid 117 Asam urat 6,3

7/10/09

Sesak berkurang, KU: sedang, CM batuk dahak (+), pilek (+), ma mi TD : 126/78 (+) HR : 123 t : 36 Rr : 28x Cephal : ca -/-, si -/-

Asma Bronchial

Angioten 1dd 1/2

Thorax : cor dbn pulmo:SD vesikuler +/+ Wheezing +/+ Abd. : dbn H/L ttb Ekstr : Akral hangat, nadi kuat

Pemeriksaan Penunjang

URIN RUTIN Glu Pro N +2

FESES RUTIN Sisa makanan (+) Bakteri (+)

BLD -+ KET 250 PH 6,5

SEDIMENT Ep. Squamous : 0-1 Leukosit Eritrosit : 0-1 : 0-1

8/10/09

Pusing (-), batuk KU: sedang, CM (+) min, mual (+), muntah (-) TD : 120/70 HR : 84

Asma Bronchial

Drip Aminophilin 2A stop, ganti oral : Aminophilin tab 2 dd I

t : 36 Rr : 24x Cephal : ca -/-, si -/Thorax : cor dbn pulmo:SD vesikuler +/+ Wheezing +/+ Abd. : dbn H/L ttb Ekstr : Akral hangat, nadi kuat

Pemeriksaan Penunjang

GDS : 155 Thorax PA : Cor dan Pulmo dalam batas normal

9/10/09

Pusing (-), batuk KU: sedang, CM (+) min, mual (+), muntah (+) 1x TD : 126/78 HR : 123 t : 36 Cephal : ca -/-, si -/-

Asma Bronchial

Aminophilin 3 dd I Birotec MDI 3dd puff II Angioten 1 dd Intrpect 3 dd CI Clavamox 3 dd I Methylpred. 3 dd I pc

GDS : 149

Thorax : cor dbn pulmo:SD vesikuler +/+ Wheezing +/Abd. : dbn

H/L ttb Ekstr : Akral hangat, nadi kuat

VI.

DIAGNOSIS KERJA

Asma bronchial dalam serangan Dislipidemia DM VII. PPOK Bronchitis asmatis Asma cardial VIII. PENATALAKSANAAN DIAGNOSIS BANDING

bronkodilator (2 agonis kerja cepat dan ipratropium bromida) kortikosteroid sistemik IX. Spirometri Peak flow meter Laboratorium darah (terutama eosinofil, IgE total, IgE spesifik), sputum (eosinofil, spiral Curshman, kristal Charcot-Leyden). X. PROGNOSIS PEMERIKSAAN ANJURAN

Ad vitam : bonam Ad functionam : bonam Ad sanationam : bonam

A. Definisi Asma Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran napas yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan alergen yang ditandai dengan gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak napas dan rasa berat di dada terutama pada malam dan atau dini hari yang umumnya bersifat reversibel baik dengan atau tanpa pengobatan.

Asma bersifat fluktuatif (hilang timbul) artinya dapat tenang tanpa gejala tidak mengganggu aktifitas tetapi dapat eksaserbasi dengan gejala ringan sampai berat bahkan dapat menimbulkan kematian.

B. Patofisiologi dan Mekanisme terjadinya Asma Gejala asma, yaitu batuk seseak dengan mengi merupakan akibat dari obstruksi bronkus yang didasari oleh inflamasi kronik dan hiperaktivitas bronkus. Hiperaktivitas bronkus merupakan ciri khas asma, besarnya hipereaktivitasbronkus ini dapat diukur secara tidak langsung. Pengukuran ini merupakan parameter objektif untuk menentukan beratnya hiperaktivitas bronkus yang ada pada seseorangpasien. Berbagai cara digunakan untuk mengukur hipereaktivitas bronkus ini, antara lain dengan uji provokasi beban kerja, inhalasi udara dingin, inhalasi antigen maupun inhalasi zat nonspesifik. Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain alergen, virus, dan iritan yang dapat menginduksi respon inflamasi akut yang terdiri atas reaksi asma dini (early asthma reaction = EAR) dan reaksi asma lambat (late asthma reaction = LAR). Setelah reaksi asma awal dan reaksi asma lambat, proses dapat terus berlanjut menjadi reaksi inflamasi subakut atau kronik. Pada keadaan ini terjadi inflamasi di bronkus dan se-kitarnya, berupa infiltrasi sel-sel inflamasi terutama eosinofil dan monosit dalam jumlah besar ke dinding dan lumen bronkus. Penyempitan saluran napas yang terjadi pada asma merupakan suatu hal yang kompleks. Hal ini terjadi karena lepasnya mediator dari sel mast yang banyak ditemukan di permukaan mukosa bronkus, lumen jalan napas dan di bawah membran basal. Berbagai faktor

pencetus dapat mengaktivasi sal mast. Selain sel mast, sel lainyang juga dapat melepaskan mediator adalah sel makrofag alveolar, eosinofil, sel epitel jalan napas, netrofil, platelet, limfosit dan monosit. Inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar, nervus vagus dan mungkin juga epitel saluran napas. Peregangan vagal menyebabkan refleks bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan membuat epitel jalan napas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa, sehingga memperbesar reaksi yang terjadi. Mediator inflamasi secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan serangan asma, melalui sel efektor sekunder seperti eosinofil, netrofil, platelet dan limfosit. Sel-sel inflamasi ini juga mengeluarkan mediator yang kuat seperti lekotriens. Tromboksan, PAF dan protein sitotoksis yang memperkuat reaksi asma. Keadaan ini menyebabkan inflamasi yang akhirnya menimbulkan hipereaktivitas bronkus. Faktor risiko Faktor risiko

Inflamasi

Hipereaktifitas bronkus Gejala

Obstruksi BR

Faktor risiko Untuk menjadi pasien asma, ada 2 faktor yang berperan yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Ada beberapa proses yang terjadi sebelum pasien menjadi asma: 1. Sensitisasi, yaitu seseorang dengan risiko genetik dan lingkungan apabila terpajan dengan pemicu (inducer/sensitisizer) maka akan timbul sensitisasi pada dirinya. 2. Seseorang yang telah mengalami sensitisasi maka belum tentu menjadi asma. Apabila seseorang yang telah mengalami sensitisasi terpajan dengan pemacu (enhancer) maka terjadi proses inflamasi pada saluran napasnya. Proses inflamasi yang berlangsung lama atau proses inflamasinya berat secara klinis berhubungan dengan hiperreaktivitas bronkus. 3. Setelah mengalami inflamasi maka bila seseorang terpajan oleh pencetus (trigger) maka akan terjadi serangan asma (mengi) Faktor-faktor pemicu antara lain: Alergen dalam ruangan: tungau

debu rumah, binatang berbulu (anjing, kucing, tikus), alergen kecoak, jamur, kapang, ragi serta pajanan asap rokok; pemacu: Rinovirus, ozon, pemakaian b2 agonis; sedangkan pencetus: Semua faktor pemicu dan pemacu ditambah dengan aktivitas fisik, udara dingin, histamin dan metakolin Secara skematis mekanisme terjadinya asma digambarkan sebagai berikut:

Hipereaktifitas bronkus

Obstruksi

Faktor genetic

Sensitisasi

inflamasi

Gejala asma

Faktor lingkungan tus(trigger)

Pemicu(inducer)

Pemacu(enhancer)

Pence

Sehubungan dengan asal-usul tersebut, upaya pencegahan asma dapat dibedakan menjadi 3 yaitu: 1. Pencegahan primer 2. Pencegahan sekunder 3. Pencegahan tersier Pencegahan primer ditujukan untuk mencegah sensitisasi pada bayi dengan risiko asma (orangtua asma), dengan cara : Penghindaran asap rokok dan polutan lain selama kehamilan dan masa perkembangan bayi/anak Diet hipoalergenik ibu hamil, asalkan / dengan syarat diet tersebut tidak mengganggu asupan janin Pemberian ASI eksklusif sampai usia 6 bulan

Diet hipoalergenik ibu menyusui Pencegahan sekunder ditujukan untuk mencegah inflamasi pada anak yang telah tersentisisasi dengan cara menghindari pajanan asap rokok, serta allergen dalam ruangan terutama tungau debu rumah.

Pencegahan tersier ditujukan untuk mencegah manifestasi asma pada anak yang telah menunjukkan manifestasi penyakit alergi. Sebuah penelitian multi senter yang dikenal dengan nama ETAC Study (early treatment of atopic children) mendapatkan bahwa pemberian Setirizin selama 18 bulan pada anak atopi dengan dermatitis atopi dan IgE spesifik terhadap serbuk rumput (Pollen) dan tungau deburumah menurunkan kejadian asma sebanyak 50%. Perlu ditekankan bahwa pemberian setirizin pada penelitian ini bukan sebagai pengendali asma (controller).

C. Faktor Risiko Asma Secara umum faktor risiko asma dibedakan menjadi 2 kelompok faktor genetik dan faktor lingkungan. 1. Faktor genetik a. Hipereaktivitas b. Atopi/alergi bronkus c. Faktor yang memodifikasi penyakit genetik d. Jenis kelamin e. Ras/etnik 2. Faktor lingkungan a. Alergen di dalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing, alternaria/jamur dll) b. Alergen diluar ruangan (alternaria, tepung sari) c. Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang,

makanan laut, susu sapi, telur) d. Obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID, bloker dll) e. Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray, dan lain-lain) f. Ekpresi emosi berlebih g. Asap rokok dari perokok aktif dan pasif h. Polusi udara di luar dan di dalam ruangan i. Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika melakukan aktifitas tertentu j. Perubahan cuaca

III. DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA ASMA A. Diagnosis Diagnosis asma yang tepat sangatlah penting, sehingga penyakit ini dapat ditangani dengan semestinya, mengi (wheezing) dan/atau batuk kronik berulang merupakan titik awal untuk menegakkan diagnosis. Secara umum untuk menegakkan diagnosis asma diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang . 1. Anamnesis Ada beberapa hal yang harus ditanyakan dari pasien asma antara lain: a Apakah ada batuk yang berulang terutama pada malam menjelang dini hari? b Apakah pasien mengalami mengi atau dada terasa berat atau batuk setelah terpajan alergen atau polutan?

c Apakah pada waktu pasien mengalami selesma (commond cold) merasakan sesak di dada dan selesmanya menjadi berkepanjangan (10 hari atau lebih)?

d Apakah ada mengi atau rasa berat di dada atau batuk setelah melakukan aktifitas atau olah raga? e Apakah gejala-gejala tersebut di atas berkurang/hilang setelah pemberian obat pelega (bronkodilator)? f Apakah ada batuk, mengi, sesak di dada jika terjadi perubahan musim/cuaca atau suhu yang ekstrim (tiba-tiba)? g Apakah ada penyakit alergi lainnya (rinitis, dermatitis atopi, konjunktivitis alergi)? h Apakah dalam keluarga (kakek/nenek, orang tua, anak, saudara kandung, saudara sepupu) ada yang menderita asma atau alergi? 2. Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik dapat bervariasi dari normal sampai didapatkannya kelainan. Perlu diperhatikan tanda-tanda asma dan penyakit alergi lainnya. Tanda asma yang paling sering ditemukan adalah mengi, namun pada sebagian pasien asma tidak didapatkan mengi diluar serangan. Begitu juga pada asma yang sangat berat berat mengi dapat tidak terdengar (silent chest), biasanya pasien dalam keadaan sianosis dan kesadaran menurun. Secara umum pasien yang sedang mengalami serangan asma dapat ditemukan hal-hal sebagai berikut, sesuai derajat serangan : Inspeksi pasien terlihat gelisah, sesak (napas cuping hidung, napas cepat, retraksi sela iga, retraksi epigastrium, retraksi suprasternal), sianosis Palpasi biasanya tidak ditemukan kelainan pada serangan berat dapat terjadi pulsus paradoksus Perkusi biasanya tidak ditemukan kelainan Auskultasi

ekspirasi memanjang, mengi, suara lendir 3. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk diagnosis asma: Pemeriksaan fungsi/faal paru dengan alat spirometer Pemeriksaan arus puncak ekspirasi dengan alat peak flow rate meter Uji reversibilitas (dengan bronkodilator) Uji provokasi bronkus, untuk menilai ada/tidaknya hipereaktivitas bronkus. Uji Alergi (Tes tusuk kulit /skin prick test) untuk menilai ada tidaknya alergi. Foto toraks, pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan penyakit selain asma.

B. Diagnosis Banding Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) Bronkitis kronik Gagal jantung kongestif Batuk kronik akibat lain-lain Disfungsi larings Obstruksi mekanis Emboli paru

C. Klasifikasi Berat-ringannya asma ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain gambaran klinik sebelum pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malam hari, pemberian obat inhalasi -2 agonis dan uji

faal paru) serta obat-obat yang digunakan untuk mengontrol asma (jenis obat, kombinasi obat dan frekuensi pemakaian obat). Tidak ada suatu pemeriksaan tunggal yang dapat menentukan berat-ringannya suatu penyakit. Dengan adanya pemeriksaan klinis termasuk uji faal paru dapat menentukan klasifikasi menurut berat-ringannya asma yang sangat penting dalam penatalaksanaannya. Asma diklasifikasikan atas asma saat tanpa serangan dan asma saat serangan (akut).

1. Asma saat tanpa serangan Pada orang dewasa, asma saat tanpa atau diluar serangan, terdiri dari: 1)Intermitten; 2) Persisten ringan; 3) Persisten sedang; dan 4) Persisten berat

Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis secara umum pada orang dewasa DERAJAT ASMA INTERMITEN Mingguan GEJALA

Gejala < 1x/minggu Tanpa gejala di luar serangan Serangan singkat Fungsi paru asimtomatik dan normal di luar serangan. Gejala > 1x/minggu tapi < 1x/hari Serangan dapat mengganggu aktivitas dan tidur.

GEJALA MALAM < 2 kali sebulan

FUNGSI PARU VEP1 atau APE > 80%

PERSISTEN RINGAN Mingguan PERSISTEN SEDANG Harian

> 2 kali seminggu

VEP1 atau APE > 80% normal

Gejala harian > sekali Menggunakan obat setiap hari seminggu Serangan mengganggu aktivitas dan tidur Serangan 2x/minggu, bisa

VEP1 atau APE > 60% tetapi < 80% normal

berhari hari PERSISTEN BERAT Kontinu


Gejala terus menerus Aktivitas fisik terbatas Sering serangan

Sering

VEP1 atau APE < 80% normal

Sumber : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Asma Pedoman & Penatalaksanaan di Indonesia, 2004

2. Asma saat serangan Klasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang digunakan sehari-hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan berat-ringannya serangan. Global Initiative for Asthma (GINA) membuat pembagian derajat serangan asma berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan pemeriksaan laboratorium. Derajat serangan menentukan terapi yang akan diterapkan. Klasifikasi tersebut meliputi asma serangan ringan, asma serangan sedang dan asma serangan berat. Perlu dibedakan antara asma (aspek kronik) dengan serangan asma (aspek akut). Sebagai contoh: seorang pasien asma persisten berat dapat mengalami serangan ringan saja, tetapi ada kemungkinan pada pasien yang tergolong episodik jarang mengalami serangan asma berat, bahkan serangan ancaman henti napas yang dapatmenyebabkan kematian. Dalam melakukan penilaian berat-ringannya serangan asma, tidak harus lengkap untuk setiap pasien. Penggolongannya harus diartikan sebagai prediksi dalam menangani pasien asma yang datang ke fasilitas kesehatan dengan keterbatasan yangada. Penilaian tingkat serangan yang lebih tinggi harus diberikan jika pasien memberikan respon yang kurang terhadap terapi awal, atau serangan memburukdengan cepat, atau pasien berisiko tinggi :

D. Tatalaksana Pasien Asma Tatalaksana pasien asma adalah manajemen kasus untuk meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup agar pasien asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari (asma terkontrol). Tujuan : Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma; Mencegah eksaserbasi akut;

Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin; Mengupayakan aktivitas normal termasuk exercise; Menghindari efek samping obat; Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel; Mencegah kematian karena asma. Khusus anak, untuk mempertahankan tumbuh kembang anak sesuai potensi genetiknya. Dalam penatalaksanaan asma perlu adanya hubungan yang baik antara dokter dan pasien sebagai dasar yang kuat dan efektif, hal ini dapat tercipta apabila adanya komunikasi yang terbuka dan selalu bersedia mendengarkan keluhan atau pernyataan pasien, ini merupakan kunci keberhasilan pengobatan. Pada prinsipnya penatalaksanaan asma diklasifikasikan menjadi: 1) Penatalaksanaan asma akut/saat serangan, dan 2) Penatalaksanaan asma jangka panjang 1. Penatalaksanaan asma akut (saat serangan) Serangan akut adalah episodik perburukan pada asma yang harus diketahui oleh pasien. Penatalaksanaan asma sebaiknya dilakukan oleh pasien di rumah dan apabila tidak ada perbaikan segera ke fasilitas pelayanan kesehatan. Penanganan harus cepat dan disesuaikan dengan derajat serangan. Penilaian beratnya serangan berdasarkan riwayat serangan termasuk gejala, pemeriksaan fisik dan sebaiknya pemeriksaan faal paru, untuk selanjutnya diberikan pengobatan yang tepat dan cepat. Pada serangan asma obat-obat yang digunakan adalah : bronkodilator (2 agonis kerja cepat dan ipratropium bromida) kortikosteroid sistemik Pada serangan ringan obat yang digunakan hanya 2 agonis kerja cepat yang sebaiknya diberikan dalam bentuk inhalasi. Bila tidak memungkinkan dapatdiberikan secara sistemik. Pada dewasa dapat diberikan kombinasi dengan teofilin/aminofilin oral.

Pada keadaan tertentu (seperti ada riwayat serangan berat sebelumnya)kortikosteroid oral (metilprednisolon) dapat diberikan dalam waktu singkat 3- 5 hari. Pada serangan sedang diberikan 2 agonis kerja cepat dan kortikosteroid oral. Pada dewasa dapat ditambahkan ipratropium bromida inhalasi, aminofilin IV (bolus atau drip). Pada anak belum diberikan ipratropium bromida inhalasi maupun aminofilin IV.Bila diperlukan dapat diberikan oksigen dan pemberian cairan IV Pada serangan berat pasien dirawat dan diberikan oksigen, cairan IV, 2 agoniskerja cepat ipratropium bromida inhalasi, kortikosteroid IV, dan aminofilin IV (bolus atau drip). Apabila 2 agonis kerja cepat tidak tersedia dapat digantikan dengan adrenalin subkutan. Pada serangan asma yang mengancam jiwa langsung dirujuk ke ICU. Pemberian obat-obat bronkodilator diutamakan dalam bentuk inhalasi menggunakan nebuliser. Bila tidak ada dapat menggunakan IDT (MDI) dengan alat bantu (spacer).

2. Penatalaksanaan asma jangka panjang Penatalaksanaan asma jangka panjang bertujuan untuk mengontrol asma dan mencegah serangan. Pengobatan asma jangka panjang disesuaikan dengan klasifikasi beratnya asma. Prinsip pengobatan jangka panjang meliputi: 1) Edukasi; 2) Obat asma (pengontrol dan pelega); dan 3) Menjaga kebugaran. 4) Edukasi Edukasi yang diberikan mencakup : Kapan pasien berobat/ mencari pertolongan Mengenali gejala serangan asma secara dini Mengetahui obat-obat pelega dan pengontrol serta cara dan waktu penggunaannya Mengenali dan menghindari faktor pencetus Kontrol teratur Obat asma yang digunakan sebagai pengontrol antara lain :

Inhalasi kortikosteroid 2 agonis kerja panjang antileukotrien teofilin lepas lambat

Jenis Obat Asma Jenis obat Golongan Nama generik Bentuk/kemasan obat

Pengontrol (Antiinflamasi) Steroid inhalasi Flutikason propionat Budesonide

IDT IDT, turbuhaler

Oral(tablet) Antileukokotrin Zafirlukast Oral(injeksi) Kortikosteroid sistemik Metilprednisolon Prednison Oral Agonis beta-2 kerjalama Prokaterol Formoterol Salmeterol IDT kombinasi steroid dan Agonis beta-2 Flutikason + Salmeterol. Turbuhaler IDT Oral

kerjalama Budesonide + formoterol

Turbuhaler

Oral, IDT, rotacap Salbutamol Pelega (Bronkodilator) Agonis beta-2 kerja cepat Oral, IDT, turbuhaler, Terbutalin solution, ampul (injeksi) solution

IDT Prokaterol IDT, solution Fenoterol IDT, solution Ipratropium bromide Antikolinergik Oral Teofilin Metilsantin Aminofilin Teofilin lepas lambat Oral, inhaler Metilprednisolon Kortikosteroid Oral Oral Oral, injeksi

sistemik

Prednison

IDT: Inhalasi dosis terukur = Metered dose inhaler/MDI, dapat digunakan bersama dengan spacer Solution: Larutan untuk penggunaan nebulisasi dengan nebuliser Oral : Dapat berbentuk sirup, tablet Injeksi : Dapat untuk penggunaan subkutan, im dan iv

Selain edukasi dan obat-obatan diperlukan juga menjaga kebugaran antara lain dengan melakukan senam asma. Pada dewasa, dengan Senam Asma Indonesia yang teratur, asma terkontrol akan tetap terjaga, sedangkan pada anak dapat menggunakan olahraga lain yang menunjang kebugaran.

Dengan melaksanakan ketiga hal diatas diharapkan tercapai tujuan penanganan asma, yaitu asma terkontrol. Berikut adalah ciri-ciri asma terkontrol, terkontrol sebagian, dan tidak terkontrol.

Tingkatan Asma Terkontrol Karakteristik Terkontrol Terkonrol Sebagian Tidak Terkonrol

Gejala harian

Tidak ada (dua kali atau kurang perminggu)

Lebih dari dua kali seminggu

Tiga atau lebih gejala dalam kategori Asma Terkontrol

Sebagian, muncul sewaktu waktu Pembatasan aktivitas Tidak ada Sewaktu-waktu dalam seminggu dalam seminggu

Gejala nokturnal/gangguan tidur (terbangun)

Tidak ada

Sewaktu waktu dalam seminggu

Kebutuhan akan reliever atau terapi rescue

Tidak ada (dua kali atau kurang dalam seminggu)

Lebih dari dua kali seminggu

Fingsi Paru (PEF atau FEV1*)

Normal

< 80% (perkiraan atau dari kondisi terbaik bila diukur)

Eksaserbasi

Tidak ada

Sekali atau lebih dalm setahun**)

Sekali dalam seminggu***)

Keterangan : *)Fungsi paru tidak berlaku untuk anak-anak di usia 5 tahun atau di bawah 5 tahun **)Untuk semua bentuk eksaserbasi sebaiknya dilihat kembali terapinya apkah benar-benar adekwat ***)Suatu eksaserbasi mingguan, membuatnya menjadi asma takterkontrol Sumber : GINA 2006

E. Rujukan Kasus Asma Dokter umum / puskesmas harus merujuk pasien asma dengan kondisi tertentu ke RS yang memiliki pelayanan spesialistik seperti : Serangan berat Serangan yang mengancam jiwa Pada tatalaksana jangka panjang, apabila dengan kortikosteroid inhalasi dosis rendah (untuk anak sampai dengan 200 mcg/hari, sedangkan dewasa 400 mcg/hari) selama 4 minggu tidak ada perbaikan (tidak terkontrol). Asma dengan keadaan khusus seperti ibu hamil, hipertensi, diabetes dll

ALGORITMA PENATALAKSANAAN SERANGAN ASMA DI RUMAH

Penilaian berat serangan Klinis : Gejala (batuk, sesak, mengi, dada terasa berat) yang bertambah APE , 80% nilai terbaik / prediksi

Terapi awal Inhalasi agonis beta-2 kerja singkat (setiap 20 menit, 3 kali dalam 1 jam), atau Bronkodilator oral Sumber : PDPI, Asma. Pedoman & Penatalaksanaan Di Indonesia, 2004

Algoritma Penatalaksanaan Asma Di Rumah Sakit

Penilaian Awal Riwayat dan pemeriksaan fisik (auskultasi, otot bantu napas, denyut jantung, frekuensi napas) dan bila mungkin faal paru (APE atau VEP1, saturasi O2), AGDA dan pemeriksaan lain atas indikasi

Serangan Asma Ringan Sedang/Berat

Serangan Asma Serangan Asma Mengancam Jiwa

Pengobatan Awal

Oksigenasi dengan kanul nasal Inhalasi agonis beta-2 kerja singkat (nebulisasi), setiap 20 menit dalam satu jam) atau agonis beta-2 injeksi (Terbutalin 0,5 ml subkutan atau Adrenalin 1/1000 0,3 ml subkutan) Kortikosteroid sistemik : - serangan asma berat - tidak ada respons segera dengan pengobatan bronkodilator - dalam kortikosterois oral

Penilaian Ulang setelah 1 jam Pem.fisis, saturasi O2, dan pemeriksaan lain atas indikasi

espons baik buruk dalam 1 jam

Respons Tidak Sempurna

Respons

Respons baik dan stabil dalam 60 menit distress Resiko tinggi Resiko tinggi distress

Pem.fisi normal berat, gelisah dan kesadaran menurun

Pem.fisis : gejala ringan sedang

Pem.fisis :

APE >70% prediksi/nilai terbaik < 30% APE > 50% terapi < 70% APE

Saturasi O2 tidak perbaikan < 45 mmHg PaCO2 < 60 mmHg

PaCO2

Pulang RS

Dirawat di Dirawat di ICU

Pengobatan dilanjutkan dengan

Inhalasi agonis beta-2 + anti Inhalasi agonis beta-2 + anti kolinergik

inhalasi agonis beta-2

kolinergik

Membutuhkan kortikosteroid sistemik oral

Kortikosteroid Kortikosteroid IV

Edukasi pasien drip

Aminofilin Pertimbangkan agonis beta-2 injeksi

SC/IM/IV

-Memakai obat yang benar kanul

Terapi Oksigen pertimbangkan Aminofilin drip

nasal atau masker venturi -Ikuti rencana pengobatan Nadi, Pantau APE, Sat O2, Mungkin perlu intubasi dan ventilasi Selanjutnya

Perbaikan Pulang Bila APE > 60% prediksi / terbaik. Tetap berikan pengobatan oral atau inhalasi

Tidak perbaikan

Dirawat di ICU Bila tidak perbaikan dalam 6-12 jam

KESIMPULAN

Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran napas yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan alergen yang ditandai dengan gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak napas dan rasa berat di dada terutama pada malam dan atau dini hari yang umumnya bersifat reversibel baik dengan atau tanpa pengobatan.

Tatalaksana pasien asma adalah manajemen kasus untuk meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup agar pasien asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari (asma terkontrol).

S-ar putea să vă placă și