Sunteți pe pagina 1din 23

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Secara epidemiologi dengan semakin meningkatnya usia harapan hidup pada berbagai populasi, maka jumlah orang berusia lanjut akan semakin meningkat. Dilain pihak akan menimbulkan masalah serius dalam bidang sosial ekonomi dan kesehatan, sehingga akan semakin banyak yang berkonsultasi dengan seorang neurology karena orang tua tersebut yang tadinya sehat, akan mulai kehilangan kemampuannya secara efektif sebagai pekerja atau sebagai anggota keluarga. Hal ini menunjukan munculnya penyakit degeneratife otak, tumor, multiple stroke, subdural hematoma atau penyakit depresi yang merupakan penyebab utama demensia. Kemunduran ingatan pada orang tua yang disebut demensia senilai dengan tipe Alzheimer dan merupakan penyebab 50-60% kasus demensia senilis. Pasien dengan penyakit ini memeperlukan perawatan terus-menerus 24 jam. Karena10-15% populasi berusia lebih dari 65 tahun dan hampir 50% populasi berusia lebih dari 85 tahun mengalami dimensia, maka kelainan ini merupakan masalah yang sering terjadi dan serius. Penyakit ini cepat meluas pada usia lanjut dan dipekirakan bahwa tahun 2050 akan ada 14 juta penderita penyakit ini. Penyakit Alzheimer ditemukan pertama kali pada tahun 1907 oleh seorang ahli psikiatri dan neuropatologi yang bernama Alois Alzheimer. Ia mengobservasi seorang wanita berumur 51 tahun, yang mengalami gangguan intelektual dan memori serta tidak mengetahui kembali ketempat tinggalnya, sedangkan wanita itu tidak mengalami gangguan anggota gerak koordinasi dan reflek. Pada autopsy tampak bagian otak mengalami atropi yang difus dan simetris, dan secara mikroskopis tampak bagian kortikal otak mengalami neuritis plaque dan degenerasi neurofibrillary. Penyebab pertama penderita demensia adalah penyakit alzeimer (50-60) dan kedua oleh cerebrovaskuler (20). Diperkirakan penderita demensia terutama penderita Alzheimer pada abad terakhir ini semakin meningkat jumlah kasusnya sehingga akan mungkin menjadi epidemic seperti di Amerika dengan insiden demensia 187 populisi / 100.000/tahun dan penderita alzeimer 123/100.000/tahun serta penyebab kematian keempat atau kelima.
1

1.2 Rumusan Masalah 1. Apakah Difinisi dari Alzheimer ? 2. Apakah Etiologi dari Alzheimer ? 3. Apakah Menifestasi Klinis dari Alzheimer ? 4. Bagaimana Patofisiologi dari Alzheimer ? 5. Bagaimana Pemeriksaan Diagnostik dari Alzheimer ? 6. Bagaimana penatalaksanaan medis dari Alzheimer ? 7. Bagaimana konsep Askep dari Alzheimer ?

1.3 Tujuan 1. Mengetahui Difinisi dari Alzheimer 2. Mengetahui Etielogi dari Alzheimer 3. Mengetahui Menifistasi Klinik dari Alzheimer 4. Mengetahui Patofisiologi dari Alzheimer 5. MengetahuiPemeriksaan Diagnostik dari Alzheimer 6. Mengetahui penatalaksanaan medis dari Alzheimer 7. Menegetahui konsep Askep dari Alzheimer

BAB II PEMBAHASAN
21. DEFINISI Penyakit Alzheimer adalah penyakit yang merusak dan menimbulkan kelumpuhan, yang terutama menyerang orang berusia 65 tahun keatas (patofisiologi : konsep klinis proses- proses penyakit, Juga merupakan penyakit dengan gangguan degenarif yang mengenai sel-sel otak dan menyebabkan gangguan fungsi intelektual, penyakit ini timbul pada pria dan wanita dan menurut dokumen terjadi pada orang tertentu pada usia 40 tahun (). Penyakit Alzhaimer adalah penyakit degenerasi neuron kolinergik yang merusak dan menimbulkan kelumpuhan, yang terutama menyerang orang berusia 65 tahun keatas. Penyakit Alzhaimer ditandai oleh hilangnya ingatan dan fungsi kognitif secara progresif. Isilah demensia digunakan untuk menggambarkan sindrom klinis dengan gejala menurunnya daya ingat dan hilangnya fungsi intelek lainnya. Defenisi demensia menurut unit Neurobehavior pada boston veterans Administration Medikal Center (BVAMC) adalah kelainan fungsi intelek yang didapat dan bersifat menetap, dengan adanya gangguan paling sedikit 3 dari 5 komponen fungsi luhur yaitu gangguan bahasa, memori, visuospasial, emosi dan kognisi 2.2 ETIOLOGI Penyebab degenerasi neuron kolinergik pada penyakit alzaimer tidak diketahui. Sampai sekarang belum satupun penyebab penyakit ini di ketahui, tetapi ada tiga teori utama mengenai penyebabnya, yaitu : 1. Virus lamabat Merupakan teori yang paling populer (meskipun belum terbukti) adalah yang berkaitan dengan virus lambat. Virus- virus ini mempunyai massa inkubasi 2-30 tahun sehingga transmisinya sulit dibuktikan. Beberapa jenis tertentu dari enselopati viral ditandai oleh perubahan patologis yang menyerupai flak senilis pada penyakit Alzhaimer. 2. Proses autoium Teori atonium berdasarkan pada adanya peningkatan pada antibodi- antibodi reaktip terhadap pada otak pada pendaerita penyakit Alzhaimer. Ada 2 tipe amigoloid (suatu
3

komplek protein seperti pati yang diproduksi dan deposit pada keaadaan patologis tertentu), yang suatu kompos isinya atas rantai- rantai IgG dan yang lainnya tidak diketahui. Teori ini menyatakan bahwa komplek antigen antibodi dikatabolisir oleh falgosit dan fragmen- fragmen imunoglobulin dihancurkan didalam lisosom, sehingga terbentuk defosit amigaloid extraselluler. 3. Keracunan aluminium Teori keracunan aluminium menyatakan bahwa karena aluminium bersifat neurotoksis, maka dapat menyebabkan neurofibrilar pada otak. Defosit aluminium telah diidentifikasi pada beberapa pasien Alzhaimer, tetapi beberapa perubahan patologis yang menyertai penyakit ini berbeda dengan yang terlihat pada keracunan aluminium. Kebanyakan penyelidik menyakini dengan alasan utama aluminium merupakan logam yang terbanyak dalam kerak bumi dan sisitem percenaan manusia tidak dapat mencernanya. Predisposisi genetik juga ikut berperan dalam perkembangan penyakit Alzhaimer. Diperkirakan 10-30% klien Alzhaimer mengalami tipe yang diwariskan dan dinyatakan sebagai penyakit Alzhaimer familiar (FAD). Dipihak lain, benzodiazepin dibuktikan mengganggu fungsi kognitif selain memiliki anti asietas, mungkin melalui GABA yang ,menghambat pelepas muatan neuronneuron koinergik di nukleus basalis. Terdapat bukti- bukti awal bahwa obat yang menghambat reseptor GABA memperbaiki ingatan. 2.3. MANIFESTASI KLINIS Gejala Alzheimer Berdasarkan National Alzheimer s Association (2003), dibagi menjadi 3 tahap, yaitu : a. Gejala Ringan (lama penyakit 1-3 tahun) Lebih sering : binggung tersesat perubahan di dan melupakan sekitar informasi yang dan yang baru dipelajari baik mudah Diorintasi Mengalami daerah dikenalnya penilaian dengan

Bermasalah dalam melaksanakan tugas rutin dalam kepribadian misalnya tersinggung,mudah menuduh ada yang mengambil barangnya bahkan menuduh pasangannya tidak setia lagi/selingkuh.
4

b. Gejala sedang (lama penyakit 3-10 tahun) Kesulitan dalam mengerjakan aktifitas hidup sehari hari seperti makan dan mandi Perubahan tingkah laku misalnya : sedih dan emosi Mengalami gangguan tidur Keluyuran Kesulitan mengenali keluarga dan teman(pertama-tama yang akan sulit untuk dikenali adalah orang-orang yang paling jarang ditemuinya, mulai dari nama, hingga tidak mengenali wajah sama sekali. Kemudian bertahap kepada orang-orang yang cukup jarang ditemui). c. Gejala berat (lama penyakit 8-12 tahun) Sulit / kehilangan kemampuan berbicara
Kehilangan napsu makan, menurunnya berat badan

Sangat tergantung pada caregiver/pengasuh Perubahan perilaku misalnya : Mudah curiga, depresi, apatis atau mudah mengamuk 2.4 PATOFISIOLOGI Hal yang masih diselidiki oleh para peneliti adalah neurotrasmiter peptida, oleh karena itu somatostatin menurun pada otak penderita penyakit alzaimer. Faktor penambahan lain yang juga masih dalam penyelidikan adalah neurotoksisitas dari aluminium. Crapper (1979) menyatakan bahwa ada kegagalan dalam sistem transport membran pada pasien dengan penyakit alziamer, yang memungkinkan interaksi antara aluminium dan kromatin yang menyebabkan perubahan patologis dalam sistensi protein dan perubahan neurofibrilar.

Faktor predisposisi: Virus lambat

Keracuan aluminium

Proses Autonium Terjadi plak senilis

Penurunan metabolisme dan aliran 5 darah di korteks parietalis superior Kelainan Asetikolin pada otak Degenerasi neuron kolinergik neurotransmiter

Genetik Penurunan sel neuronkolinergik Hilangnya serat serat kolinergik yang berproyeksi ke hipokampus di korteks amigdala dan serebelum

Kekusutan neurofibrial yang difus

Demensia

Penurunan kemampuan merawat diri sendiri

Kehilangan kemampuan menyelesaikan masalah, Perubahan mengawasi kesadaran yang kompleks dan berfikir abstrak, Emosilabil, Pelupa, Apatis, Loss Deep Memory

Tingkah laku aneh dan kacau dan cenderung mengembara, Mempuanyai dorongan melakukan kekerasan

7. Defisit perawatan diri (makan, minum, berpakainan, higiene) 3. Perubahan proses berfikir 4. Hambatan interaksi sosial 2. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh 5. Hambatan komunikasi verbal 6. Koping tidak efektif 1.Resiko tinggi trauma

2.5 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Diagnosis penyakit alzaimer rumit karena tidak adanya uji definitif. Pemeriksaan rutin yang biasanya dilakukan meliputi pemeriksaan hitung sel darah lengkap dan pemeriksaan elektrolit serum. CT Scan mungkin memperlihatkan pelebaran vetrikel dan
6

atrofi korteks dan memastikan tidak terdapat tumor, abses otak, atau subdural hematoma kroni yang dapat diatasi. A. Pemeriksaan penunjang 1.Neuropatologi Diagnosa definitive tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi neuropatologi. Secara umum didapatkan atropi yang bilateral, simetris sering kali berat otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr).Beberapa penelitian mengungkapkan atropi lebih menonjol pada lobus temporoparietal, anterior frontal sedangkan korteks oksipital, korteks motorik primer, sistem somatosensorik tetap utuh (jerins 1937) kelainan-kelainan neuropatologi pada penyakit Alzheimer terdiri dari : a. Neurofibrillary tangles (NFT) Merupakan sitoplasma neuronal yang terbentuk dari filament-filamen abnormal yang berisi protein neurofilamen, hipokampus, amigdala, substansia alba, lokus seruleus, dorsal raphe dari inti batang otak. NFT selain didapatkan pada penyakit Alzheimer, juga ditemukan pada otak manula,down sindrome parkinson, SSPE, sindroma ekstrapiramidal, supranuklear palsy. Densitas NFT berkolerasi dengan beratnya demensia. b. Senile plague (SP) Merupakan struktur kompleks yang terjadi akibat degenerasi nerve ending yang berisi filament-filamen abnormal, serat amiloid ekstraseluler, astrosit, microglia. Amloid prekusor protein yang terdapat pada neokorteks, amygdale, hipokampus, korteks somatosensorik, korteks piriformis, dan sedikit didapatkan pada korteks motorik primer, korteks somatosensorik, korteks visual dan auditorik. Senile plague ini juga terdapat pada jaringan perifer. Perry (1987) mengatakan densitas senile plague berhubungan dengan penurunan kolinergi. Kedua gambaran histopatologi (NFT dan senile plague) merupakan gambaran karakteristik untuk penderita penyakit Alzheimer. c. Degenerasi neuron Pada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan kematian neuron pada penyakit Alzheimer sangat selektif. Kematian neuron pada neokorteks terutama didapatkan pada neuron pyramidal lobus temporal dan frontalis. Juga ditemukan pada hipokampus, amigdala, nucleus batang otak termasuk lokus seruleus, raphe nucleus dan substanasia nigra. Kematian sel noradrenergic terutama pada nucleus
7

basalis dari meynert, dan sel noradrenergic terutama pada lokus seruleus serta sel serotogenik pada pertumbuhan saraf pada neuron kolinergik yang berdegenerasi pada lesi eksperimen binatang dan ini merupakan harapan dalam pengobatan penyakit Alzheimer. d. Perubahan vakuoler Merupakan suatu neuronal sitoplasma yang berbentuk oval dan dapat menggeser nucleus. Jumlah vakuoler ini berhubungan secara bermakna dengan jumlah NFT dan SP, perubahan ini sering didapatkan pada korteks temporomedial, amygdale dan insula. Tidak pernah ditemukan pada korteks frontalis, parietal, oksipital, hipokampus, serebelum dan batang otak. e. Lewy body Merupakan bagian sitoplasma intraneuronal yang banyak terdapat pada anterhinal, gyrus cingulated, korteks insula, dan amydala. Sejumlah kecil pada korteks frontalis, temporal, parietalis, oksipitalis. Lewy body kortikal ini sama dengan immunoreaktivitas yang terjadi pada lewy body batang otak pada gambaran histopatologi penyakit Parkinson. Hansen et al menyatakan lewy body merupakan variasi dari penyakit Alzheimer. 2. Pemeriksaan neuropsikologis Penyakit Alzheimer selalu menimbulkan gejala demensia. Fungsi pemeriksaan neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya gangguan fungis konginitif umum dan mengetahui secara rinci pola deficit yang terjadi. Test psikologis ini juga bertujuan untuk menilai fungsi yang ditampilkan oleh beberapa bagian otak yang berbeda-beda seperti gangguan memori, kehilangan ekspresi, kalkulasi, perhatian dan pengertian berbahasa. Evaluasi neuropsikologis yang sistematik mempunyai fungsi diagnostic yang penting karena : a. Adanya deficit konginitif yang berhubungan dengan demensia awal yang dapat diketahui bila terjadi perubahan ringan yang terjadi akibat penuaan yang normal. b. Pemeriksaan neuropsikologi secara kompherensif memungkinkan untuk membedakan kelainan kongnitif pada global demensia dengan defisit selektif
8

yang diakibatkan oleh disfungsi fokal, faktor metabolic, dan gangguan psikiatrik c. Mengidentifikasi gambaran kelainan neuropsikologik yang diakibatkan oleh demensia karena berbagai penyebab. (CERALD) menyajikan suatu prosedur penilaian neuropsikologis denagn mempergunakan alat baterai yang bermanifestasi gangguan fungsi kongnitif, dimana pemeriksaan terdiri dari : 1.Verbal fluency animal category 2.Modifikasi boston naming test 3.Mini mental state 4.Word list recall 5.Construction praxis 6.Word list memory 7.Word list recognition Test ini memakan waktu 30-40 menit dan <20-30 menit pada control 3. CT Scan dan MRI Merupakan metode non invasif yang berevolusi tinggi untuk melihat kwantifikasi perubahan volume jaringan otak pada penderita Alzheimer antemortem. Pemeriksaan ini berperan dalam menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya selain Alzheimer seperti multiinfark dan tumor serebri. Atropi kortikal menyeluruh dan pembesaran vertikel keduannya merupakan gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada penyakit ini. Tetapi gambaran ini juga didapatkan pada demensia lainnya seperti multiinfark, Parkinson, binswanger sehingga kita sukar untuk membedakan denagn penyakit Alzheimer. Penipisan substansia alba serebri dan pembesaran vertikel berkorelasi dengan beratnya gejala klinik dan hasil pemeriksaan status mini mental. Pada MRI ditemukan peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler (capping anterior home pada ventrikel lateral). Capping ini merupakan predileksi untuk demensia awal. Selain didapatkan kelainan dikortikal, gambaran atropi juga terlihat pada daerah subkortikal seperti adanya atropi hipokampus, amigdala, serta pembesaran sisterna basalis dan fissure sylvii. Seab et al, menyatakan MRI lebih sensitive untuk membedakan demensia dari penyakit Alzheimer dengan penyebab lain, dengan memperhatikan usuran (atropi) dari hipokampus.
9

4. EEG Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang pada penyakit Alzheimer didapatkan perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis yang non spesifik. 5.PET (Positron Emission Tomography) Pada penderita Alzheimer, hasil PET ditemukan penurunan aliran darah, metabolisme 02, dan glukosa didaerah serebral. Up take I.123 sangat menurun pada regional parietal, hasil ini sangat berkorelasi dengan kelainan fungsi kognisi dan selalu dan sesuai dengan hasil observasi penelitian neuropatologi. 6.SPECT (Single Photon Emission Computet Tomography) Aktivitas I.123 terendah pada refio parieral penderita Alzheimer. Kelainan ini berkorelasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua pemeriksaan ini (SPECT dan PET) tidak digunakan secara rutin 7.Laboratorium darah Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada penderita Alzheimer. Pemeriksaan laboratorium ini hanya untuk menyingkirkan penyebab penyakit demensia lainnya seperti pemeriksaan darah rutin, B12, Calcium, Posfort, BSE, fungsi renal dan hepar, tiroid, asam folat, serologi sifilis, screening antibody yang dilakukan secara selektif. 2.5 PENATALAKSANAAN MEDIS Penanganan pasien dengan penyakit alzaimer melibatkan pasien maupun keluarga. Obat penenang dan antidepresan dapat berguna dalam mengendalikan tngkah laku pasien. Pelayanan kesehatan rawat jalan untuk kesehatan keluarga dibutuhkan oleh keluarga saat kedaan pasien semakin memburuk dan memperlukan perawatan total. Dukungan keluarga, anggota keluarga harus tetap menjaga agar pasien tidak melukai yang lain.Memburuknya kedaan dapat diperkirakan dan terjadi setelah 3-10 tahun. Pada tahap lanjut dari penyakit, pasien menjadi tidak dapat mengatur dari eliminasi, tidak
10

dapat mengurus keperluan dasar sehari-hari atau mengenal anggota keluarga. Kematian biasanya disebabkan pleh infeksi atau malnutrisi. Pengobatan penyakit Alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan patofisiologis masih belum jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif seakan hanya memberikan rasa puas pada penderita dan keluarga. Pemberian obat stimulan, vitamin B, C, dan E belum mempunyai efek yang menguntungkan 1.Inhibitor kolinesterase Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan inhibitor untuk pengobatan simptomatik penyakit Alzheimer, dimana penderita Alzheimer didapatkan penurunan kadar asetilkolin. Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti kolinesterase yang bekerja secara sentral seperti fisostigmin, THA (tetra hydro aminoacridine). Pemberian obat ini dikatakan dapat memperbaiki memori dan apraksia selama pemberian berlangsung. Beberapa peneliti mengatakan bahwa obat-obatan anti kolinergik akan memperburuk penampilan intelektual pada organ normal dan penderita Alzheimer . 2.Thiamin Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita Alzheimer didapatkan penurunan thiamin pyrophosphatase dependent enzyme yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan transketolase (45%), hal ini disebabkan kerusakan neuronal pada nucleus basalis. Pemberian thiamin hidrochloryda dengan dosis 3gr/hari selama tiga bulan peroral, menunjukan perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi dibandingkan placebo selama periode yang sama. 3.Nootropik Nootropik merupakan obat psikotropik, telah dibuktikan dapat memperbaiki fungsi kognisi dan proses belajar pada percobaan binatang. Tetapi pemberian 4000mg pada penderita Alzheimer tidak menunjukan perbaikan klinis yang bermakna. 4.Klonidin Gangguan fungsi intelektual pada penderita Alzheimer dapat disebabkan kerusakan noradrenergik kortikal. Pemberian klonidin (catapres) yang merupakan noradrenergik
11

alpha 2 reseptor agonis dengan dosis maksimal 1,2 mg peroral selama 4 mgg, didapatkan hasil yang kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif. 5.Haloperiodol Pada penderita Alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis (delusi, halusinasi) dan tingkah laku. Pemberian oral haloperiodol 1-5 mg/hari selama 4 mgg akan memperbaiki gejala tersebut. Bila penderita Alzheimer menderita depresi sebaiknya diberikan tricyclic anti depressant (aminitryptiline25-100 mg/hari). 6.Acetyl L-Carnitine (ALC) Merupakan suatu substrate endogen yang disintesa didalam mitokondria dengan bantuan enzim ALC transferace. Penelitian ini menunjukan bahwa ALC dapat meningkatkan aktivitas asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase. Pada pemberiaan dosis 1-2 gr /hari/oral selama 1 tahun dalam pengobatan, disimpulakan bahwa dapat memperbaiki atau menghambat progresifitas kerusakan fungsi kognitif.

BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


3.1. PENGKAJIAN Pengumpulan data klien baik subjektif maupun objektif pada gangguan system persarafan meliputi anamnesis riwayat, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostic, dan pengkajian psikososial. Anamnesis

12

Identitas klien meliputi nama, umur (lebih sering pada kelompok usia lanjut, 50% populasi berusia lebih dari 85 tahun), jenis kelamin, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit,nomor register, diagnosis medis. Keluhan utama yang sering menjadi alas an klien dan keluarga untuk meminta pertolongan kesehatan adalah penurunan daya ingat, perubahan kognitif, dan kelumpuhan gerak ekstremitas. RIWAYAT PENYAKIT SAAT INI Pada anamnesis, klien mengeluhkan sering lupa dan hilangnya ingatan yang baru. Pada beberapa kasus, keluarga sering mengeluhakan bahawa klien sering mengalami tingkah laku aneh dan kacau serta sering keluar rumah sendiri tanpa meminta izin pada anggota keluarga yang lain sehingga sangat meresahkan anggota keluarga yang menjaga klien. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU Pengkajian yang perlu ditanyakan meluputi adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, penggunaan obat-obatan anti-ansietas (benzodiazepin), penggunaan obat-obat antikolinergik dalam jangka waktu yang lama, dan riwayat sindrom Down yang pada suatu saat kemudian menderita penyakit Alzheimer pada usia empat puluhan. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA Penyabab penyakit Alzhiemer ditemukan memiliki hubungan genetic yang jelas. Diperkirakan 10-30% klien Alzheimer menunjukkan tipe yang diwariskan dan dinyatakan sebagai penyakit Alzheimer familiar (FAD). Pengkajian adanya anggota generasi terdahulu yang menderitta hipertensi dan diabetes mellitus diperlukan untuk melihat adanya komplikasi penyakit lain yang dapat mempercepat progresifnya penyakit. Pengkajian Psiko-sosio-spiritual Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyrakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesulitan untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep diri didapatkan klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, dan
13

tidak kooperatif. Perubahan yang terpenting pad klien dengan penyakit Alzheimer adalah penurunan kognitif dan penurunan memori (ingatan). Pemeriksaan Fisik Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan persistem dan terarah (B1-B6) dengan focus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien. Keadaan Umum Klien dengan penyakit Alzheimer umumnya mengalami penurunan kesadaran sesuai dengan degenerasi neuron kolinergik dan proses senilisme. Adanya perubahan pada tanda vital meliputi bradikardi, hipotensi, dan penurunan frekuensi pernafasan. B1(BREATHING) Gangguan fungsi pernafasan berkaitan dengan hipoventilasi, inaktivitas, aspirasi makanan atau saliva, dan berkurangnya fungsi pembersihan saluran nafas. Inspeksi, didapatkan klien batuk atau penuruna kemampuan untuk batuk efektif, peningkatan produksi sputum, sesak nafas, dan penggunaan otot batu nafas. Palpasi,taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Perkusi, adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru. Auskultasi, bunyi napas tamabahan seperti napas berbunyi, stridor, ronkhi pada klien dengan peningaktan produksi produksi secret dan kemampuan batuk tang menurun yang sering didapatkan pada klien dengan inaktivitas. B2(BLOOD) Hipotensi postural berkaitan dengan efek samping pemberian obat dan juga gangguan pada pengaturan tekanan darah oleh system saraf otonom. B3(BRAIN) Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada system lainnya .
14

Inspeksi umum didapatkan berbagai manifestasi akibat perubahan tingkah laku. 1. Tingkat Kesadaran Tinkata kesadaran kklien biasanya apatis dan juga bergantung pada perubahan status kognitif klien. 2. Pemeriksaan fungsi serebri Status mental: biasanya status mental klien menalami perubahan yang berhubungan dengan penurunan status kognitif, penurunan persepsi, dan penurunan memori jangka pendek maupun memori jangka panjang 3. Pemeriksaan saraf cranial Saraf I (Olfaktorius): Biasanya pada klien dengan penyakit Alzheimer tidak ada kelainan dan fungsi penciuman tidak ada kelainan. Saraf II (Optikus) : Hasil ketajaman pengelihatan mengalami perubahan sesuai tingkat usia. Klien dengan penyakit Alzheimer mengalami penurunan ketajaman penglihatan. Saraf III (Okuhomotorius)IV(Thohilaris),dan VI(Abdusen). Pada beberapa kasus penyakit Alzheimer biasanya tidak ditemukan adanya kelainan pada nervus ini. Saraf V(Trigeminus): Wajah simetris dan tidak ada kelainan pada nervus ini. Saraf VII(Fasialis): Persepsi pengecapan dalam batas normal. Saraf VIII(Akustikus) : Adanya tuli konduktif dan tuli persepsi berhubungan proses senilis dan penurunan aliran darah regional. Saraf IX(Olosofaringius) dan X(Vagus): Didapatkan kesulitan dalam menelan makanan yang berhubungan dengan perubahan status kognitif Saraf XI(Asesorius): Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan yrapezius. Saraf XII(Hipoglasus): Lidah simetris,tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi . indra pengecapan normal
4. System motorik 15

Inspeksi umum,pada tahap lanjut,klien akan mengalami perubahan dan penurunan pada fungsi motorik secara umum Tonus otot didapatkan meningkat Keseimbangan dan koordinasi,didapatkan mengalami gangguan karena adanya

perubahan status kognitif dan ketidakkooperatifan klien dengan metode pemeriksaan. 5. Pemeriksaan reflek Pada tahap lanjut penyakit Alzheimer,sering didapatkan bahwa klien kehilangan reflek postural,apabila klien mencoba untuk berdiri klien akan berdiri dengan kepala cenderung kedepan dan berjalan dengan gaya berjalan seperti d idorong. Kesulitan dalam berputar dan hilangnya keseimbangan(salah satunnya kedepan atau kebelakang) dapat menimbulkan sering jatuh. 6. Sistem sensori Sesuai berlanjutnya usia,klien dengan penyakit Alzheimer menngalami penurunan terhadap sensasi sensorik secara progresif. Penurunan sensorik yang ada merupakan hasil dari neuropati perifer yang dihubungkan dengan disfungsi kognitif dan persepsi klien secara umum. B4 (BLADDER)
Pada tahap lanjut,beberapa klien sering berkemih tidak pada

tempatnya,biasanya yang berhubungan dengan penurunan status kognitif pada klien Alzheimer. Penurunan reflek kandung kemih yang bersifat progresif dan klien mungkin mengalami inkontinensia urine,ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan,dan ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena kerusakan control motorik ddan postural. Selama periode ini,dilakukan kateterisasi interminal dengan teknik steril.

B5 (BOWEL) Penurunana nutrisi berkurang yang berhubungan dengan asupan nutrisi yang kurang karena kelemahan fisik umum dan perubahan status kognitif. Karena penurunan aktifitas umum,klien sering mengalami konstipasi. B6 (BONE)
16

Pada tahap lanjut biasanya didapatkan adanya kesulitan unutk beraktifitas karena kelemahan umum dan penurunan status kognitif menyebabkan masalah pada pola aktifitas dan pemenuhan aktivitas sehari-hari. Adanya gangguan keseimbangan dan koordinasi dalam melakukan pergerakan disebabkan karena perubahan pada gaya berjalan dan kaku pada seluruh gerakan akan memberikan risiko pada trauma fisik bila melakukan aktifitas

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Defisit perawatan diri (makan, minum, berpakaian, higiene)

yang berhubungan dengan perubahan proses pikir.


2.

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang

berhubungan dengan inteke adekuat, perubahan proses pikir. 3. perubahan pikir. 4. Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan

perubahan proses pikir dan disfungsi karena perkembang penyakit.

3.3 RENCANA INTERVENSI KEPERAWATAN Diagnosa ke 1 Defisit perawatan diri ( makan, minum, berpakain, higene) yang berhubungan dengan perubahan proses pikir. Tujuan : Dalam waktu 2x24 jam, terdapat perilaku peningkatan dalam pemenuhan perawatan diri. Kriteria Hasil: Pasien dapat menunjukan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan diri dan mengidentifikasi persona/keluarga yang dapat membantu. Intervensi Rasionalisasi Mandiri Kaji kemampuan dan tingkat kemampuan melakukan ADL dalam skala 0-4 Membantu penurunan merencanakan individual
17

dalam

mengantisipasi

dan

pertemuan

kebutuhan

Hindari aktifitas yang tidak dapat dilakukan Pasien dalam keadaan cemas dan tergantung. pasien dan bantu bila perlu Hal ini dilakukan untuk mencegah frutasi dan harga diri pasien. Ajarkan dan dukung pasien selama aktifitas Dukungan psa pasien selama aktifitas

kehidupan sehari-hari dapat menigkantkan perawatan diri Rencanakan tindakan untuk defisit motorik Pasien mampu melakukan aktifitas sendiri seperti tempatkan makanan dan peralatan di untuk memenuhi perawatan dirinya. dekat pasien agar mampu sendiri Modifikasi lingkungan diperlukan untuk mengambilnya. Modifiksi lingkungan Gunakan pagar diekeliling tempat tidut.

mengompensasi ketidakmampuan fungsi. Gunakan pagar disekeliling tempat tidur baik tempat tidur dirumah sakit mauun dirumah, atau sebuah tali yang dikaitkan pada kaki tempat tidur untuk memberikan bantuan dalam mendorong diri untuk bangun tanpa bantuan orang lain serta mencegah pasien mengalami trauma. untuk Ketidakmampuan dapat

Kaji

kemampuan ke kamar

komunikasi mandi bila

berkomunikasi menimbulkan

dengan masalah

BAK.Kemampuan mengunakan urinal,pispot. perawat Antarkan

kondisi pengosongan kandung kemih oleh karena

memungkinkan. masalah neurogenik. Identifikasi kebiasaan BAB. Ajurkan minum Menigkatkan latihan dan menolong mencegah dan menigkatkan aktifitas. Kolaborasi Pemberian supositoria dzn feses/pengencer. Konsul terapi ke dokter terapi okupasi. konstipasi. Pertolongan utama terhadap fungsi bowell atau pelumas BAB. Untuk mengembangkan terapi dan melengkapi kebutuhan khusus.

Diagnosa ke 2 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan intek tidak adekuat, perubahan proses berfikir
18

Tujuan : Dalam waktu 2x 24 jam kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi. Kriteria hasil : Mengerti tentang pentingnya nutrisi bagi ubuh, memperlihatkan kenaikan berat badan sesuai dengan hasil pemeriksaan laboratorium.

Intervensi
Evaluasi kemampuan makan pasien

Rasionalisasi
Pasien mengalami kesulitan dalam mempertahankan barat badan mereka. Mulut mereka mengalami kesulitan mengunyah dan menelan. Pasien beresiko terjadiny aspirasi akibat penurunan refleks betuk. jika Tanda kehilangan berat badan (7-10%) dan kekurangan glikogen inteke dalam nutrisi otot, dan menunjang keoekaan dalam terjadinya masalah katabolisme, kandungan terhadappemasangan ventilator Menigkatkan kemampuan paasien

Observasi/timbang memungkingkan

berat

badan

Menejemen mencapai kamampuan menelan:

Gangguan menelan disebabkan oleh menelan dan dapat membantu pemenuhan tremor pada lidah, ragu-ragu dalam nutrisi pasien via oral. memulai menelan, kesulitan dalam Tujuan bolus. lain adalah mencegah trjadinya membentuk makanan dalam bentuk kelelahan, memudahkan masukanya makanan dan mencegah gangguan pada lambung. setengah air padat dengan untuk menelan

Makanan sedikit menelan

memudahkan untuk

Pasien

dianjurkan

secara berurutan . Pasien diajarkan untuk meletakan makanan dilidah, menutup bibir dan gigi dan menelan. Pasien dianjurkan untuk mengunyah pertama kali mengunyah pada satu sisi mulut baru kemudian disisi lain. Untuk mengontrol saliva, pasien dianjurkan untuk menahan kepala tetap tegak dan membuat keadaan
19

sadar untuk menelan. Masase otot wajah dan leher sebelum keadaan sadar menurun. Berikan makanan kecil dan lunak Monitor pemakaian alat bantu Pemanasan elektrik digunakan untuk menjaga makanan tepat hangat dan pasien diizinkan untuk istirahat selama waktu yang ditetapakn untuk makan, alat-alat khusus juga membantu makanan. Kaji fungsi sistem GI yang meliputi suara Fungsi sistem GI sangat penting untuk bising usus, catat terjadinya perubahan di memasukan dalam lambung seperti mua, Observasi perubahan pergerakan makanan. Ventilator dapat muntah, menyebabkan kembung pada lambung dan usus pendarahan pada lambung. terjadinya dehidrasi akibat

misaknya diare, konstipasi Anjurkan pemberian cairan 2500cc/hari selam Mencegah tidak terjadi gangguan jantung. Lakukan pemeriksaan seperti

penggunaan ventilator selama tidak sadar dan

mencegah terjadinya konstipasi laboratorium yang Memberikan informasi yang tepat tentang serum, transferin, keadaan nutrisi yang dibutuhkan pasien.

diidentifikasi

BUN/Creatine dan glukosa.

Diagnosa ke 3 Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan perubahan proses pikir. Tujuan : Dalam waktu2x24 terjadi peningkatan dalam perilaku berkomunikasi yang efektif sesuai dengan kondisi dan keadaan pasien. Kritria hasil : membuat teknik/metode komunikasi yang dapat dimengerti sesuai kebutuhan dan mengkatkan kemampuan berkomunikasi.

Intervensi
Kaji kemampuan pasien untuk berkomunikasi

Rasionalisasi
Gangguan bicara ada padabanyak pasienyang mengalami penyakit alzhaimer. Bicara mereka yang lemah, menonton,halus mununtut kesadaran berupaya untuk bicara dengan lambat, dengan penekanan perhatian pada apa

yang mereka katakan. Menentukan cara-cara komunikasi seperti Mempertahankan kontak mata akan membuat
20

mempertahankan kontak mata, pertanyaan pasien interest selama komunikasi, jika pasien dengan jawaban ya atau tidak, menggunakan dapat mengerakan kepala, mengedipkan mata, kertas dan pensil/bulpoin, gambar, atau papan atau senang dengan isyarat-isyarat sederhana, tulis bahasa isyarat, penrjelas arti dari lebih baik dengan menggunakan pertanyaan komunikasi yang disampaikan. ya/tidak. Letakan bel/lampu panggilan di tempat yang Ketergantungan pasien pada ventilator akan mudah terjangkau dan berikan penjelasan cara lebih baik, rileks, perasaan aman dan mengerti mengunakannya.Katakan bahwa perawat siap kepada membantu pasien bahwa selsama menggunaksn ventilator, jika perawat akan memenuhi segala kebutuhannya.

dibutuhkan Buatlah catatan di kantor perawatan tentang Meningkatkan staf perawat untuk berespons keadaan pasien yang tidak dapat bicara. Buat rekaman pembicaraan pasien dengan pasien selama memberikan perawatan. Rekaman pembicaraan pasien dalam pita kaset secara periodik, hal ini dibutuhkan dalam memantau perkembangan pasien. Amplifier kecil membantu bila pasien mengalami kesulitan mendengar. Ajurkan keluarga/orang lain yang dekat Keluarga dapat merasakan akrab dengan dengan pasien untuk bicara dengan pasien, berada di dekat pasien selama berbicara, memberikan informasi tentang keluarganya dengan dan keadaan yang sedang terjadi. pengalaman ini kontak dapat nyata membantu/mempertahankan

seperti merasakan kehadiran anggota keluarga Kolaborasi dengan ahli wicara bahasa yang dapat mengurangi perasaan kaku. Ahli terapai wicara-bahasa dapat membantu dalam membentuk peningkatan latihan percakapan dan membantu petugas kesehatan untuk mengembangkan metode komunikasi untuk memenuhi kebutuhan pasien.

21

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan Penyakit Alzheimer adalah penyakit yang merusak dan menimbulkan kelumpuhan, yang terutama menyerang orang berusia 65 tahun keatas (patofiologi : konsep klinis prosesproses penyakit, Juga merupakan penyakit dengan gangguandegenarif yang mengenai sel-sel otak dan menyebabkan gangguan fungsi intelektual, penyakit ini timbul pada pria dan wanita dan menurut dokumen terjadi pada orang tertentu pada usia 40 tahun (Perawatan Medikal Bedah : jilid 1 hal 1003 ). Hal tersebut berkaitan dengan lebih tingginya harapan hidup pada masyarakat di Negara maju, sehingga populasi penduduk lanjut usia juga bertambah Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternative penyebab yang telah dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi flament, predisposisi heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit Alzheimer terdiri dari degerasi neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kongnitif dengan penurunan daya ingat secara progresif. Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan calcium intraseluler, kegagalan metabolism energy, adanya formasi radikal bebas atau terdapat produksi protein abnormal yang non spesifik B. Saran Kita tahu otak merupakan organ yang sangat kompleks. Dimana di otak terdapat area-area yang mengatur fungsi tertentu. Untuk itu ada beberapa tips yang bisa diikuti bila ada anggota keluarga ada yang menderita penyakit alzheimer : Buat cacatan kecil, untuk membantu mengingat,Ciptakan suasana yang menyenangkan, Hindari memaksa pasien untuk mengingat sesuatu atau melakukan hal yang sulit karena akan membuat pasien cemas, Usahakan untuk berkomunikasi lebih sering, Buatlah lingkungan yang aman,Ajarkan pasien berjalan-jalan pada waktu siang hari,Bergaya hidup sehat,Mengkonsumsi sayur

DAFTAR PUSTAKA
22

http://www.indonesiaindonesia.com/f/9951-alzheimer/ http://medicastore.com/index.php?mod=penyakit&id=2002 Corwin.J.Elisabet.2004.patofisiologi 15.EGC.Jakarta. Muttaqin, Arif.2008.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.Jakarta:Salemba Medika untuk perawat.EGC,Jakarta. Suzanne C.Smeltzer & Brenda G.Bare.2001. KMB vol 3. Hal.2194 BAB 60 UNIT

23

S-ar putea să vă placă și