Sunteți pe pagina 1din 8

TUNGAU PADA PET ANIMAL

Gejala awal untuk penyakit tersebut adalah: 1. Kucing akan lebih sering menggaruk-garuk kulitnya 2. Bulu kucing akan rontok lebih banyak dari umumnya 3. Pada akhirnya kucing akan mengalami kebotakan. Kulitnya akan mengelupas. Kemudian Berikut beberapa penyakit kulit asal dari tungau yang biasa ditemui pada hewan pet animal seperti kucing dan anjing yaitu :

1. Tungau kudis telinga atau bahasa medisnya Otodectes cynotis. Tungau genus ini termasuk Psoroptidae dan memiliki kaki panjang. Tungau ini mempunyai alat pebghisap dengan tangkai pendek yang tidak bersegmen pada keempat kakinya pada yang jantan dan betina pada kaki 1 dan 2 pada ang betina. Kaki keempat pada yang betina kecil. Siklus hidup tunagu inis ama dengan siklus hidup Psoroptes dan berlangsung 3 minggu. Penyakit kucing, anjing, srigala ini ini menimbulkan gatal. Sehingga menyebabkan hewan akan menggarukgaruknya, Garukan ini menimbulkan infeksi bakteri sekunder dan menyebabkan bengkak pada telinga. Penyakit ini menyebabkan Otitis parasitik( kudis otodektik atau otokariosis) atau bisa dikenal sebagai kangker telinga, namun kadang-kadang tungau ini dedapatkan di kepala atau tubuh bagian lain.

2. Tungau kudis kecil (Notoedres cati), Tungau ini merupakan tungau kudis berkaki pendek. Tungau ini mempunyai alat penghisap pada kaki yang sama seperti Sarcoptes, tetapi terdapat perbedaan dengan tungau tersebut karena anusnya terletak di dorsal tidak di ujung, hewan kecil ini dapat menggali liang dalam kulit. Serta dapat menimbulkan rasa gatal dan penebalan pada kulit, sering terjadi pada sisi wajah antara mata kucing, leher dan telinga. Apalagi sifat kucing yang akan menggaruk dan menjilatinyanya dapat mengakitbatkan bulu rontok sampai botak.

3. Tungau Notoedress cuniculi menyebabkan kudis pada kelinci, tungau ini dapat menyebabkan luka-luka , biasanya luka-luka ini terdapat terutama di sekitar kepala, walaupun kaki dan daerah alat kelamin dapat juga terkena,

4. Tungau Panen (Trombicula autumnalis), yang berbahaya adalah larvanya, juga disebut sebagai kutu merah atau chigger. Jika diluar negeri dapat menginfeksi kucing selama musim panas dan awal musim gugur.Biasanya terjadi pada kucing yang memiliki bulu tidak lebat. Tungau ini terkenak di Eropa, diberi nama khusus autumnalis karena larvannya biasannya menyerang pada musim gugur

5. Tungau Bulu (Cheyletiella species). Termasuk kedalam tungau yang kecil kira-kira 1/3 mm panjangnya. Hewan ini memiliki rambut berbulu banyak pada tubuhnyaseperti sisir. Kebanyakan jenis ini pemangsa hanya sedikit ang parasit.. tungau ini dapat menyerang kucing maupun kelinci. Tanda kucing yang terkena penyakit kucing ini adalah ketombe yang banyak di bagian punggung dan sisi badan kucing. Kabar baiknya ini tidak begitu masalah buat kucing tapi kabar buruknya adalah ini dapat menginfeksi manusia (menimbulkan bintil merah dan kulit melepuh). Lalu pada jenis Cheylettiella parasitivorax yakni tungau bulu kelinci. Tungau ini dapat menyebabkan penyakit dermatitis. Akan menyebabkan hewan yang terinfeksi menunjukan adanya erupsi papula, seperti yang menyerang pada kucing menyebakan dermatitis bersisik yang kering atau ketombe. Juga seperti pada kucing dapat menyerang manusia.

6. Psoroptes cuniculi merupakan jenis tungau yang memiliki kaki yang panjang, yang jantan memnpunya alat penghisap pada kaki 1, 2 dan 3 sedangkan yang betina mempunya alat penghisap pada kaki 1,2 dan 4. Alat hisap tersebut terdapat pada tungkai panjang bersegmen.. tungau ini tidak masuk ke dalam kulit seperti tungau kudis Sarcoptes tetapi hidup pada permukaan kulit pada dasar rambut. Mereka menusuk kulit, menyebabkan radang dan pembentukan eksudat, lalu mengeras eksudat tersebut dan membentuk kerak. Tungau ini tersebar melalui kontak atau sentuhan. Siklus hidup serupa dengan siklus hidup dari tungau Sarcoptes. Biasanya tungau ini terdapat pada telinga kelinci dan sangat umum terdapat pada kelinci laboratorium,

7.

Skabies pada anjing dan kucing

Etiologi Kudis scabies disebabkan oleh tungau terkecil dari ordo Acarina, yaitu Sarcoptes scabiei var. canis. Tungau yang berbentuk hampir bulat dengan 8 kaki pendek, pipih, berukuran (300-600 ) x (250-400 ) pada yang betina, dan (200-240 ) x (150-200 ) pada yang jantan, biasanya hidup di lapisan kulit epidermis. Ternyata Kudis scabies selain disebabkan oleh Sarcotes ternyata jg dapat disebabkan oleh Psoroptes cuniculi, Psoroptes cuniculi jarang sekali menyerang anjing ataupun kucing, Psoroptes cuniculi biasa ditemukan pada kelinci. Yang membedakan antara Sarcoptes dan Psoroptes adalah Psoroptes mempunyai kaki yang panjang dibandingkan dengan Sarcoptes.

Daur hidup Infeksi pada seekor anjing mungkin diawali dengan tungau betina atau nimfa stadium kedua secara aktif membuat liang di epidermis atau lapisan tanduk. Di liang yang dibuatnya diletakkan 2-3 butir telur setiap hari. Telur menetas dalam 2-4 hari, dan keluarlah larva yang berkaki 6. Dalam 1-2 hari larva berubah menjadi nimfa stadium pertama dan kedua, yang berkaki 8, jadilah larva tersebut tungau betina muda, yang siap kawin dengan tungau jantan, dan jadi dewasa dalam 2-4 hari. Untuk menyelesaikan daur hidup dari telur sampai bertelur lagi diperlukan wakt 10-14 hari. Waktu yang diperlukan telur menjadi tungau dewasa lebih kurang 17 hari. Tungau betina yang tinggal di kantong di ujung liang, setelah 4-5 hari setelah kopulasi, akan bertelur lagi sampai berumur lebih kurang 3-4 minggu. Penularan antar penderita terjadi melalui kontak kulit, dalam bentuk larva, nimfa, atau betina dewasa yang siap bertelur. Dalam beberapa hari, tungau yang hidup di luar hospes akan mati karena kekeringan Patogenesis Lesi scabies pada anjing biasanya mulai dari moncong, tepi daun telinga, dan ke arah belakang dari badan. Perubahan patologi berupa eritem, pruritus, dan lalu timbul papulae yang pecah. Selanjutnya terjadi pengelupasan kulit, terbentuk sisik sisik, dan kudis. Bentuk kudis munkin kering, kurang jelas berbatas, dan tepinya tampak tidak beraturan. Pada anjing muda selain rasa gatal, mungkin tanpa disertai pembentukan papulae. Rasa gatal menyebabkan anjing menggosokkan bagian yang gatal ke obyek obyek keras, dan berakibat terjadinya lecet lecet serta rontoknya rambut. Akibat lecet akan keluar cairan serum, yang segera kering, dan tampak seperti keropeng. Bagian rambut yang masih kuat terikat, lengket, dan mengarah tegak tidak sejajar dengan arah rambut sehat lainya. Selanjutnya terjadi keratinisasi dan proliferasi jaringan ikat, dengan akibat kulit menebal, berkerut tidak rata permukaannya. Rambut jadi jarang, dan bahkan dapat tercabut karena tidak dapat makanan, dan kemudian rontok di tempat lesi scabies. Anjing yang menderita dapat mengalami reaksi allergi. Dalam keadaan kronik untuk timbulnya gejala klinis allergi,

hanya memerlukan rangsangan oleh tungau yang jumlahnya sedikit saja. Hal tersebut menjadikan diagnosis berdasarkan dilihatnya tungau menjadi agak sulit. Gejala gejala Bagian tubuh yang paling jarang atau sedikit rambutnya merupakan tempat yang paling disenangi tungau. Kulit disekitar moncong bila menderita akan segera meluas ke kaki karena moncong dan kaki saling bergesekan untuk mengurangi rasa gatal. Sekali sebagian tubuh mengalami lesi biasanya segera meluas ke bagian tubuh lain, termasuk yang berambut tebal. Rasa gatal terlihat dariketidaktenangan, dan penderita mencoba mengurangi rasa gatal dengan menggosok gosokkan ke obyek keras. Rambut rontok, dengan lesi yang tidak rata tepinya, tidak begitu menonjol dari permukaan, dan biasa bersisik atau berkeropeng, dengan bentukan papulae yang tidak begitu berat. Nafsu makan lama- laa menurun, kurus dan berbau apeg. Di sekitar tempat tidurnya biasa ditemukan reruntuhan jaringan kulit. Diagnosis Dalam pemeriksaan mikroskopik maupun fisis perlu dibedakan dari demodekosis yang disebabkan oleh Demodex canis. Begitu juga perlu dibedakan dari eczema, infeksi jamur, maupun radang kulit (dermatitis). Terapi Pada dasarnya, dengan mengingat tempat hidup tungau yang hanya terbatas pada permukaan kulit, pengobatan scabies oleh tungau Sarcoptes sp. tidak sulit dilakukan. Yang juga harus diperhatikan selain meniadakan keberadaan tungau di badan penderita, telur, larva, nimfa, dan tungau dewasa yang terdapat di sekitar penderita juga harus diberantas. Dengan insektisida konvensional antara lain BHC, malathion, diazinon, lindane, emulsi benzyl-benzoat (EBB) dipandang cukup efektif. Insektisida benzene hexaklorida (BHC) 0,02% digunakan untuk mandi 3 kali dengan interval 1 minggu. BHC dapat digantikan dengan 0,25% malation, diazinon 0,1%, lindane 1%, dan EBB 25-50%, yang diberikan setiap hari, dan tidak boleh menutuoi seluruh pori kulit sekaligus. Kalau lesi kulit sangat luas, obat dioleskan -1/3 badan saja setiap hari. Obat ektoparasit yang disuntikkan adalah avermectin, missal Ivermectin, dosis yang dianjurkan adalah 1 ml untuk 15-20 kg berat badan, disuntikkan subkutan, diulangi 10-14 hari kemudian. Avermectin tidak digunakan untuk anjing yang terlalu muda, kuarang dari 6 blan. Beberapa bangsa anjing peka terhadap avermectin. Coumaphos (Asuntol ) yang digunakan adalah larutan 1% atau mengandung 0,05% zat

aktif. Resistensi terhadap coumaphos sudah banyak dijumpai dalam praktek. Kerja insektisida Organic Phospate Insectiside (OPI) ini menghambat kerja enzim kholine esterase dari tungau. Perlu diingat bahwa tungau hanya dapat hidup kalau ada udara. Obat yang dilarutkan atau diikatkan pada vehikulum minyak atau vaselin dapat tinggal lama di permukaan kulit, hingga suasana mikroaerophili tertutup oleh obat, dan tungau tidak dapat bernafas. Merupakan kenyataan bahwa resep 2,4 yang terdiri dari 2 g asam salisilat, 4 g belerang, dan minyak nabati dengan vaselin sama banyaknya, masing masing 25 g, masih banyak dipakai dan memberikan hasil baik. Obat obatan yang sering digunakan meliputi salep 2,4, injeksi ivermektin, memandikan atau dengan cara spray atau spot-on dengan senyawa fenil parasol (fipronil), Selamektin dan Imidacloprid (Advantage). Obat piretrin dan piretroid yang cukup baik untuk anjing, untuk kucing harus dilakukan dengan hati hati (bahaya keracunan).

Sarkoptes scabei

Psoroptes sp. 8. DEMODEKOSIS PADA ANJING dan KUCING Demodecosis disebabkan tungau (mite) Demodex canis pada anjing, sedangkan pada kucing kasus ini jarang terjadi dan disebabkan oleh Demodex cati. Tungau ini berkembang biak di folikel rambut dan mengakibatkan kerusakan kulit berupa furunculosis (kerusakan folikel rambut) yang dapat diperparah dengan adanya infeksi bakteri sekunder.Hal ini disebabkan karena parasit ini lebih senang hidup pada pangkal ekor (folikel) rambut anjing dan tidak pada permukaan kulit seperti penyakit kulit lainnya. Parasit demodekosis semua stadium, dari telur, larva, nympha, tungau (parasit dewasa) menghuni folikel rambut dan kelenjar lemak penderita, sehingga penyembuhannya makin sulit dan tidak bisa tuntas. Pengobatannya harus kontinyu dan tekun agar benar-benar sembuh dan tidak kambuh kembali. Demodekosis merupakan penyakit peradangan kulit yang disertai keadaan imunodefisiensi dan dicirikan dengan demodeks yang berlebihan dalam kulit. Etiologi Penyakit ini disebabkan oleh tungau Demodex canis. Merupakan bagian dari fauna normal kulit anjing dan jumlahnya sangat sedikit pada anjing sehat. Siklus hidup tungau seluruhnya berlangsung pada kulit dan berada dalam folikel rambut namun kadang-kadng kelenjar sebaseus dan kelenjar keringat apokrin. Untuk mempertahankan hidupnya tungau memakan sel-sel (dengan mmenggerogoti bagian epitel dan merusak ke dalam kelenjar asini). Ada 2 tipe demodekosis yang dikenal yaitu demodekosis local dan demodekosis general. Demodekosis Lokal, atau demodekosis skuamosa berupa aplopesia melingkar pada satu atau beberapa tempat berukuran kecil, eritema, daerah tersebut bersisik dan mungkin saja tidak nyeri atau nyeri, kebanyakan ditemukan pada wajah dan kaki depan. Sifat penyakit ini kurang ganas dan kebanyakan kasus ini bisa pulih secara spontan. Demodekosis General, biasanya berawal dari lesion local dan bila lesion tidak mengalami pengurangan secara spontan atau mendapat perawatan memadai akan menjadi lesio yang meluas. Cara Penularan D. canis merupakan penghuni normal kulit. Penularan terjadi karena kontak langsung dari induk ke anak-anaknya yang sedang menyusui selama dua sampai tiga hari masa-masa awal kehidupannya. Tungau bahkan sudah bisa ditemukan pada folikel rambut anak anjing yang baru berumur 16 jam. Tungau pertama kali ditemukan pada pipi (muzzle) anjing, hal ini menunjukkan betapa

pentingnya kontak langsung saat menyusui agar tungau bisa ditularkan. Anak anjing yang dilahirkan dengan bedah Caesar dan dibesarkan jauh dari induknya tidak memiliki tungau pada kulitnya, hal ini menunjukkan bahwa penularan tidak terjadi di dalam uterus. Begitu juga tidak ditemukan pada kulit anak anjing yang baru dilahirkan. Gejala Klinis Demodekosis Lokal. Sebidang kecil kulit mengalami eritema local dan alopesia sebagian. Bisa saja terjadi pruritis atau bahkan tidak gatal, dan daerah tersebut mungkin saja ditutupi oleh sisik-sisik kulit yang berwarna keperakan. Tempat kerusakan kulit yang paling sering adalah pada wajah khususnya di daerah sekeliling mata (periokuler) dan pada sudut mulut (komisura). Kerusakan berikutnya pada kaki depan. Kebanyakan anjing yang berumur 3 sampai 6 bulan dapat sembuh sendirinya tanpa pengobatan, namun sejumlah kasus bisa berkembang menjadi bentuk general. Demodekosis General. Biasanya sifat penyakit sangat parah dan dapat berakhir dengan kematian. Penyakit diawali sebagai demodekosis local, kemudian berkembang dan bertambah parah. Sejumlah lesion muncul pada kepala, kaki, badan. Setiap makula yang terjadi akan meluas dan membuat kerontokan-kerontokan kulit meluas. Tungau yang berkembang di dalam akar rambut akan menyebabkan terjadi folikulitis. Apabila pyoderma sekunder memperparah keadaan lesion ini, oedema dan keropeng akan menggantikan kerontokan rambut sebelumnya menjadi plaques. Bila folikulitis terjadi dan menghasilkan eksudat akan terbentuk keeropeng yang tebal. Diagnosa Penyakit ini dapat didiagnosa dengan pemeriksaan kerokan kulit yang kemudian dilihat di bawah mikroskop. Pemeriksaan histopatologi melalui biopsi kulit. Melalui biopsy kulit dapat diketahui tingkatan perifolikulitis, folikulitis dan furunkulitis. Folikel rambut yang menderita akan dipenuhi oleh tungau demodeks. Diagnosa Banding Adanya tungau tidak sulit diungkap dengan pengerokan kulit, karenanya demodekosis jarang dikelirukan dengan penyakit lain. Pyoderma biasanya mirip demodekosis, dan setiap folikulitis hendaknya selalu dicurigai akan adanya demodekosis. Infeksi dermatofita biasanya menyerupai kerontokan rambut demodekosis lokal.demodekosis dapat dikelirukan dengan abrasi dan jerawat (acne) pada wajah anjing muda. Dermatitis seborrheik local sangat mirip dengan demodekosis local, demikian juga pemfigus kompleks dan epidermolisis belosa simppleks yang merupakan lesion pada wajah bisa dikelirukan dengan demodekosis. Pengobatan Demodekosis local dapat diobati dengan pengobatan topikal dengan salep rotenone ringan (good winol ointment) atau lotion lindane dan benzyl benzoale yang diusapkan pada daerahdaerah yang mengalami kebotakan.

Pada demodekosis yang sudah bersifat general tidak mudah untuk diobati, dan memerlukan waktu sehingga penyakit ini bisa dikendalikan namun tidak selalu dapat disembuhkan. Pengobatan yang dapat diberikan yaitu amitraz (mitaban) yang diaplikasikan dengan memandikan anjing dan dilap dengan larutan amitraz. Terapi lainnya apabila amitraz tidak berhasil yaitu menggunakan senyawa organofosfat ronnel, larutann Trichlorfon (negovon) 3 % dengan memandikan anjing. Apabila pustula terjadi bersamaan dengan demodekosis general perhatian hendaknya diberikan terhadap adanya infeksi ikutan bakteri, dan yang paling sering menginfeksi adalah Staphylococcus aureus. Obat yang paling efektiif adalah cephalosporin, eritromisin, lincomisin dan chloramfenikol.

DAFTAR PUSTAKA

Subronto. 2006. Penyakit Infeksi Parasit dan Mikroba pada Anjing dan Kucing. Gadjah Mada University Press, Yogyakrta. Pp: 104-105. Surono. 2005. Penuntun Praktikum Diagnosa Klinik Veteriner, Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Hewan UGM, Yogyakarta. http://kucing.web.id/penyakit-kucing-tungau/. diakses 28/11/2011 19.37 WIB Levine, D Norman. 1994. Buku pelajaran PARASITOLOGI VETERINER. UGM: Gadjah Mada University press

S-ar putea să vă placă și