Sunteți pe pagina 1din 36

Permatami.

H / 07120070023

BAB 1 PENDAHULUAN
Amenorea (A [bahasa Yunani yang berarti Negatif], men [bulan atau rembulan], rohia [aliran] ) adalah gejala yang lazim dari berbagai jenis keadaan patofisiologik. Amenorea biasanya terjadi apabila perubahan yang dinamis dan berirama yang terjadi pada system endocrine reproduktif tidak diinisiasikan atau dihentikan oleh perubahan anatomic, genetic, atau fungsional. Amenorea merupakan keadaan dimana menstruasi berhenti pada masa menstruasi teratur. Biasanya seorang wanita akan mengalami haid pertama sekitar usia 10 tahun hingga 16 tahun, jika usianya sudah menginjak 16 tahun dan belum haid, berarti hal ini perlu diwaspadai dan mendapat perhatian. Hal ini terjadi kemungkinan karena fungsi indung telur hormon tidak normal, kesehatan atau masalah tekanan jiwa dan emosi. Namun, pada wanita hamil, menyusui, dan menopause wajar jika wanita tersebut tidak mengalami haid. Amenorea merupakan perubahan umum yg terjadi pada beberapa titik dalam sebagian besar siklus menstruasi wanita dewasa. Sepanjang kehidupan individu,tidak adanya menstruasi dapat berkaitan dengan kejadian hidup yang normal seperti kehamilan,menopause,atau penggunaan metode pengendalian kehamilan. Selain itu, terdapat beberapa keadaan atau kondisi yang berhubungan dengan amenorea yang abnormal,dan tantangan bagi para pemberi pelayanan kesehatan adalah untuk membedakan antara amenorea normal dan yang abnormal,serta menemukan penyebab amenorea abnormal. Istilah amenorea scara tradisional ditetapkan pada salah satu dari tiga kondisi klinis di bawah ini:

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 11 Juni 2012 18 Agustus 2012

Rumkital Marinir Cilandak

Permatami. H / 07120070023

1. Masa remaja awal (usia 14 th atau lebih muda),yang belum prnah mngalami mens dan belum menampakkan adanya tanda-tanda karakteristik seksual

sekunder. 2. Masa remaja(usia 16 th atau lebih muda),yang belum pernah mengalami mens,atau yang belum menampakkan tanda-tanda fisik adanya karakteristik seksual sekunder. 3. Wanita yang sudah pernah menstruasi, namun tidak mengalami menstruasi dalam waktu yang berkisar antara 3 sampai 6 bulan.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 11 Juni 2012 18 Agustus 2012

Rumkital Marinir Cilandak

Permatami. H / 07120070023

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 DEFINISI Amenorea adalah keadaan tidak datangnya menstruasi tepat waktu siklusnya yang normal, untuk sedikitnya 3 bulan berturut-turut. Amenorrea bukan suatu penyakit tetapi merupakan gejala dari disfungsi ovarium dan sistem

reproduksi yang biasanya berhubungan dengan masalah infertilitas. Siklus menstruasi normal meliputi interaksi antara komplek hipotalamus-hipofisis-aksis indung telur serta organ reproduksi yang sehat. Amenorea sendiri terbagi dua, yaitu: Amenorea primer Amenorea primer merupakan suatu keadaan dimana tidak terjadi menstruasi pada wanita yang berusia 16 tahun ke atas dengan karaktersitik seksual sekunder normal, atau umur 14 tahun ke atas tanpa adanya perkembangan karakteristik seksual sekunder. Amenorea primer terjadi pada 0.1 2.5% wanita usia reproduksi. Amenorea sekunder Amenorea sekunder adalah hilangnya menstruasi setelah menarche. Yaitu tidak terjadinya menstruasi selama lebih dari 6 bulan pada wanita yang biasanya mendapat siklus menstruasi teratur atau bisa sampai 12 bulan pada wanita yang biasanya mengalami oligomenorrhoea. Angka kejadian berkisar antara 1 5%.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 11 Juni 2012 18 Agustus 2012

Rumkital Marinir Cilandak

Permatami. H / 07120070023

2.2 EPIDEMIOLOGI Tidak ada bukti menunjukkan bahwa prevalensi amenorea bervariasi menurut asal-usul kebangsaan atau kelompok etnis. Namun, faktor lingkungan setempat yang berhubungan dengan gizi dan prevalensi penyakit kronis berpengaruh. Misalnya, usia menstruasi pertama (menarche) bervariasi tergantung lokasi geografis, seperti yang ditunjukkan oleh sebuah studi Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO yang membandingkan 11 negara, melaporkan rata-rata usia menarche dari 13-16 tahun. Data terbaru adanya peningkatan tingkat obesitas di seluruh dunia juga berkontribusi untuk onset menarche yang lebih awal dan meningkatan prevalensi gangguan menstruasi terkait obesitas, terutama di daerah di mana obesitas lebih dominan. Paparan lingkungan, yaitu hormonally active endocrine disruptors dapat juga meningkatkan gangguan haid dan gangguan reproduksi di daerah endemik. Amenorea primer menunjukkan suatu kelainan medis yang bermakna disebabkan oleh genetik, anatomik, atau endokrin yang mempunyai prevalensi 12 % . Hal ini terjadi pada usia 14 tahun dengan tidak adanya pertumbuhan tandatanda kelamin sekunder (pertumbuhan payudara, rambut pubis dan rambut ketiak) atau pada usia 16 tahun yang telah tampak tanda-tanda kelamin sekunder, atau tidak haid selama 3 tahun setelah thelarche. Sedangkan angka kejadian amenorea sekunder berkisar antara 1 5%. Adanya amenorea sekunder lebih menunjuk kepada sebab-sebab yang timbul kemudian dalam kehidupan wanita, seperti gangguan gizi, gangguan metabolisme, tumor, penyakit infeksi dan lain-lain.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 11 Juni 2012 18 Agustus 2012

Rumkital Marinir Cilandak

Permatami. H / 07120070023

2.3 ETIOLOGI Untuk membedakan kedua bentuk amenorea primer atau

sekunder,diperhatikan kelainan anatomis. Pada beberapa keadaan amenorea primer atau sekunder mempunyai sebab yang sama, sehingga perlu dasar yang pasti. Dikemukankan gambaran sebab amenorea primer dan sekunder sebagai berikut: Primer amenorea Hipothalamus atau Pituitary gland. Gangguan pengeluaran GnRH Gangguan siklus HPO. Hiperestrogen,hiperandrogen menahun. Poli kistik sindroma. Ovarium. Hipergonadotropin amenorea karena gonad anovulasi Kehamilan,laktasi menopause. Hipothalamus dan Pituitary gland. Defisiensi sekresi GnRH. Stres berat psikologis,fisik dan nutrisi. Penyakit sistemik. Gangguan siklus HPO. Hiperestrogenik,hiperandrogenik anovulasi menahun. Poli kistik ovarii sindroma. Pituitary gland Hiperprolaktenemia. Ovariumnya . Hipergonadotropin amenorea dan pos Sekunder amenorea

disgenesis. Uterus dan vagina. Tidak terbentuk sama sekali Mayer-Rokitansky-Kusner Hauser sindroma. Androgen intensif. Obstruksi. Imperorasi himen

karena ovarium premature. Uterus Tekanan obat terhadap

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 11 Juni 2012 18 Agustus 2012

Rumkital Marinir Cilandak

Permatami. H / 07120070023

endometrium

seperti

oral

kontrasepsi atau suntikannya.

1. Faktor Internal a. Organ Reproduksi Faktor yang mempengaruhi amenorea adalah vagina tidak tumbuh dan berkembang dengan baru, rahim yang tidak tumbuh, indung telur yang tidak tumbuh. Tidak jarang ditemukan kelainan lebih komplek pada rahim atau rahim tidak tumbuh dengan sempurna. Kelainan ini disebut ogenesis genitalis bersifat permanen artinya wanita tersebut tidak akan mendapatkan haid selama lamanya.

b. Hormonal Alat rerpoduksi wanita merupakan alat akhir (endorgan). Yang dipengaruhi oleh system hormonal yang komplek. Rangsangan yang datang dari luar masuk dipusat panca indra diteruskan melalui Striae terminalis menuju pusat yang disebut Puberitas Inhibitor dengan hambatan tersebut tidak terjadi rangsangan terhadap hypothalamus, yang akan memberikan rangsangan pada Hipofise Pars Posterior sebagai Mother of Glad (pusat kelenjar-kelenjar). Rangsangan yang terus menerus datang di tangkap panca indera, dengan makin selektif dapat lolos menuju hypothalamus dan selanjutnya terus menuju hipotalamus dan selanjutnya terus menuju hipofise anterior (depan) mengeluarkan hormon yang dapat merangsang kelenjar untuk mengeluarkan hormon spesifiknya yaitu kelenjar tyroid memproduksi hormone tiroksin, kelenjar indung telur memproduksi hormon estrogen dan progesteron, sedangkan kelenjar adrenal menghasilkan hormon adrenalin. Pengeluaran hormon spesifik sangat penting untuk tumbuh kembang mental dan fisik.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 11 Juni 2012 18 Agustus 2012

Rumkital Marinir Cilandak

Permatami. H / 07120070023

Perubahan yang berlangsung dalam diri wanita dikendalikan oleh hypothalamus yakni suatu bagian tertentu pada otak manusia. Kurang lebih wanita mengalami datang bulan atau haid, maka hypothalamus itu mulai menghasilkan zat kimia, atau yang kita sebut sebagai hormon yang akan dilepaskannya. Hormon pertama yang dihasilkan adalah perangsang kantong rambut (FSH : Folikel Stimulating Hormon). Hormon ini merangsang pertumbuhan folikel yang mengandung sel telur dalam indung telur. Terangsang oleh FSH ini, maka folikel itupun menghasilkan estrogen yang membantu pada bagian dada dan alat kemaluan wanita. Meningkatkan taraf estrogen itu dalam darah mempunyai pengaruh pada hypothalamus yang disebut Feed back negative. Hal ini menyebabkan faktor berkurangnya faktor pelepasan FSH, akan tetapi juga membuat hypothalamus melepaskan suatu zat yang kedua yakin faktor pelepas berupa hormon lutinasi pada gilirannya pula hal ini menyebabkan kelenjarnya bawah otak melepaskan hormon lutinasi, (LH : Lutinishing Hormon). Hormon LH ini menyebabkan salah satu folikel itu pecah dan mengeluarkan sel telur untuk memungkinkan terjadinya pembuahan. Folikel yang tersisa akan berantakan dan di kenal dengan korpus luteum. Yang selanjutnya menghasilkan estrogen, lalu mulai mengeluarkan suatu zat baru yang disebut progesterone ini mempersiapkan garis alas dari rahim untuk menerima dan memberi makanan bagi sebuah sel telur yang telah dibuahi apabila sel telur tidak di buahi maka taraf estrogen dan progesterone dalam aliran darah akan merosot, sehingga menyebabkan garis alas menjadi pecah-pecah .

2. Faktor Eksternal a. Status Gizi Kecukupan pangan yang esensial baik kualitas maupun kuantitas sangat penting untuk siklus menstruasi. Setiap orang dalam siklus hidupnya selalu membutuhkan dan mengkonsumsi berbagai bahan makanan yang mengandung zat
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 11 Juni 2012 18 Agustus 2012

Rumkital Marinir Cilandak

Permatami. H / 07120070023

gizi. Zat gizi mempunyai nilai yang sangat penting yaitu untuk memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan dan perkembangan, terutama bagi mereka yang masih dalam pertumbuhan.Beberapa ahli mengatakan perempuan dengan jaringan lemak yang lebih banyak, lebih lama mengalami menstruasi dari pada wanita yang kurus.

b. Gaya hidup Gaya hidup ialah perilaku atau tingkah laku manusia sehari-hari yang merupakan kebiasaan dan berbeda antara individu yang satu dan yang lain. Mengetahui hal ini berarti mengetahui apa yang dapat dijual kepada mereka, juga dimana atau cara bagaimana mereka dapat dijangkau. Gaya hidup boleh kita artikan, pola tingkah laku sehari-hari yang patut dijalankan oleh suatu kelompok sosial di tengah masyarakat, sesuai tuntunan agama. Seperti melakukan kebiasaan yang baik untuk menciptakan hidup sehat setiap hari, sebaliknya menghindari kebiasaan buruk yang berpotensi mengganggu kesehatan. Gaya hidup yang tidak pernah olahraga dan beraktivitas fisik dapat menyebabkan gangguan pada tubuh yaitu terganggunya siklus menstruasi. Makan dengan porsi yang cukup dan sesuai jadwal serta mengandung gizi seimbang (4 sehat 5 sempurna) dapat menyebabkan kondisi tubuh terasa fit dan terhindar dari kekurangan gizi sehingga siklus menstruasi berjalan normal.

Penyebab dari amenorea primer adalah:

Kelainan kromosom. Beberapa jenis kelainan kromosom dapat menyebabkan sel telur terganggu sehingga berpengaruh pada siklus menstruasi.

Gangguan pada kelenjar hipotalamus. Organ vagina yang tidak sempurna. Pembentukan organ kelamin yang tidak sempurna semasa janin bisa menyebabkan seorang perempuan tidak memiliki bagian vagina dengan sempurna. Misalnya seorang perempuan tidak memiliki
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 11 Juni 2012 18 Agustus 2012

Rumkital Marinir Cilandak

Permatami. H / 07120070023

uterus, rahim, atau bahkan vagina. Organ vagina yang tidak sempurna berpengaruh pada siklus menstruasi.

Gangguan pada kelenjar pituari. Kelenjar pituari adalah kelenjar yang bertanggungjawab pada siklus menstruasi perempuan. Jika kelenjar ini mengalami gangguan seperti tumor, peradangan, ataupun infeksi maka siklus menstruasi ikut terganggu.

Struktur vagina yang tidak normal. Bentuk dari vagina, baik bentuk luar ataupun dalam, berpengaruh pada siklus menstruasi. Menstruasi bisa saja terjadi, tapi karena bentuk vagina yang menghalangi darah haid keluar tubuh, maka menstruasi dianggap tidak pernah terjadi.

Pubertas terlambat. Kegagalan dari fungsi indung telur. Agenesis uterovaginal (tidak tumbuhnya organ rahim dan vagina) Gangguan pada susunan saraf pusat. Himen imperforata yang menyebabkan sumbatan keluarnya darah menstruasi dapat dipikirkan apabila wanita memiliki rahim dan vagina normal

Penyebab amenorea sekunder :

Kehamilan. Selama kehamilan, kaum wanita tidak akan mendapat haid. Ini merupakan penyebab terbanyak dari amenorea sekunder

Penggunaan pil kontrasepsi. Beberapa jenis alat kontrasepsi seperti pil KB bisa membuat siklus menstruasi terganggu. Menstruasi bisa kembali normal jika penggunaan pil KB dihentikan.

Masa menyusui. Ibu yang sedang dalam masa pemberian ASI eksklusif seringkali tidak mendapat haid, meski sudah melahirkan. Kehamilan bisa berdampak panjang terhadap siklus menstruasi.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 11 Juni 2012 18 Agustus 2012

Rumkital Marinir Cilandak

Permatami. H / 07120070023

Beban pikiran atau stres. Beban pikiran yang terlampau berat bisa berpengaruh terhadap kelenjar hipotalamus yang mengatur keseimbangan hormon tubuh. Jika hormon tubuh terganggu, siklus haid dan pembuahan bisa terhenti sementara. Menstruasi akan datang kembali jika si perempuan sudah tidak stres.

Pengaruh obat. Beberapa jenis obat bisa berpengaruh pada siklus menstruasi. Misalnya obat jenis antidepresi, antipsikotik, dan obat kemoterapi.

Gangguan keseimbangan hormon tubuh. Kelebihan atau kekurangan berat badan. Kelebihan ataupun kekurangan berat badan bisa mengganggu fungsi hormonal tubuh. Perempuan yang memiliki kelainan pada makanan seperti anoreksia atau bulimia seringkali mengalami amenorea.

Olahraga yang terlalu berat. Wanita yang gemar berolahraga berat bisa mengalami gangguan siklus haid.

Gangguan pada kelenjar tiroid. Gangguan pada kelenjar ini bisa menyebabkan produksi prolaktin, hormon yang bertanggungjawab pada kesuburan wanita, terganggu. Akibatnya siklus menstruasi ikut terganggu.

Stress dan depresi Nutrisi yang kurang, penurunan berat badan berlebihan, olahraga berlebihan, obesitas

Gangguan hipotalamus dan hipofisis Gangguan indung telur Obat-obatan Penyakit kronik dan Sindrom Asherman

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 11 Juni 2012 18 Agustus 2012

10

Rumkital Marinir Cilandak

Permatami. H / 07120070023

2.4 PATOFISIOLOGI Menstruasi adalah siklus teratur peluruhan lapisan rahim akibat interaksi hormon yang diproduksi oleh hipotalamus, hipofisis, dan ovarium. Hipotalamus, hipofisis, dan ovarium membentuk axis endokrin fungsional, yang dikenal sebagai axis HPO, dengan regulasi hormon dan reaksi umpan balik, seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah.

Siklus menstruasi yang teratur dapat diprediksi jika hormon estradiol dan progesteron dikeluarkan ovarium secara teratur sesuai respon rangsangan dari hipotalamus dan hipofisis. estradiol yang beredar merangsang pertumbuhan endometrium. Progesteron yang diproduksi oleh korpus luteum setelah ovulasi merubah endometrium proliferasi menjadi endometrium sekretori. Jika kehamilan tidak terjadi, endometrium sekretori ini luluh selama periode menstruasi. Hipotalamus, terletak di sistem saraf pusat, melepaskan gonadotropinreleasing hormone (GnRH) terus menerus, yang diangkut ke hipofisis anterior, di mana ia mengikat reseptor GnRH untuk menstimulasi gonadotropin. Sebagai respon terhadap rangsangan oleh GnRH, sel-sel ini mengeluarkan gonadotropin follicle-stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH). Selanjutnya,
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 11 Juni 2012 18 Agustus 2012

11

Rumkital Marinir Cilandak

Permatami. H / 07120070023

hormon ini merangsang ovarium untuk mensintesis dan mengeluarkan hormon steroid. Pelepasan hormon melalui axis (HPO) hipotalamus-hipofisis-ovarium diatur dengan umpan balik negatif hormon steroid pada gonadotropin di hipofisis anterior dan inhibisi langsung pada tingkat hipotalamus. Stimulasi dan inhibisi negatif melengkapi jalur antara hipotalamus, hipofisis, dan ovarium. Setiap gangguan axis ini dapat mengakibatkan amenorea. Menetapkan adanya disfungsi primer sangat penting dalam menentukan patofisiologi amenorea. Amenorea terjadi jika hipotalamus dan pituitari gagal dalam memberikan stimulasi gonadotropin pada ovarium, sehingga produksi estradiol tidak memadai dan atau terjadi kegagalan ovulasi dan kegagalan produksi progesteron. Amenorea juga dapat terjadi jika ovarium gagal menghasilkan jumlah estradiol yang cukup meskipun stimulasi gonadotropin normal oleh hipotalamus dan hipofisis. Dalam beberapa kasus, hipotalamus, hipofisis, dan ovarium semua dapat berfungsi normal, namun amenorea dapat terjadi karena kelainan uterus seperti perlekatan dalam rongga endometrium, defek pada serviks, septum uteri, dan hymen imperforata.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 11 Juni 2012 18 Agustus 2012

12

Rumkital Marinir Cilandak

Permatami. H / 07120070023

Tidak adanya uterus, baik itu sebagai kelainan atau sebagai bagian dari sindrom hemaprodit seperti testicular feminization, adalah penyebab utama dari amenorea primer. Testicular feminization disebabkan oleh kelainan genetik. Pasien dengan amenorea primer yang diakibatkan oleh testicular feminization menganggap dan menyampaikan dirinya sebagai wanita yang normal, memiliki tubuh feminin. Vagina kadang kadang tidak ada atau mengalami kecacatan, tapi biasanya terdapat vagina. Vagina tersebut berakhir sebagai kantong kosong dan tidak terdapat uterus. Gonad, yang secara morfologi adalah testis berada di kanal inguinalis. Keadaan seperti ini menyebabkan pasien mengalami amenorea yang permanen. Prinsip dasar fisiologi fungsi menstruasi memungkinkan dibuatnya suatu sistem yang memisahkan dalam beberapa kompartemen. Hal ini berguna untuk memakai evaluasi diagnostik yang memilah penyebab amenorea dalam 4 kompartemen, yaitu: Kompartemen I : kelainan terletak pada organ target uterus atau outflow tract Kompartemen II : kelainan pada ovarium. Kompartemen III : kelainan pada pituitri anterior Kompartemen IV : kelainan pada sistem syaraf pusat (hipotalamus).

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 11 Juni 2012 18 Agustus 2012

13

Rumkital Marinir Cilandak

Permatami. H / 07120070023

ENVIRONMENT

COMPARTMENT IV CENTRAL NERVOUS SYSTEM

HYPOTHALAMUS

GnRH COMPARTMENT III ANTERIOR PITUITARY FSH COMPARTMENT II LH

OVARY

COMPARTMENT I

ESTROGEN UTERUS

PROGESTERON

MENSIS

Patofisiologi gangguan pada masing-masing kompartemen : a. Gangguan Kompartemen I Anomaly Ductus Mulleri Pada keadaan amenorea primer, diskontinuitas oleh gangguan/kelainan segmental dari tubulus Mulleri harus disingkirkan. Observasi langsung dapat menentukan ada tidaknya himen imperforata, obliterasi orifisium vaginae dan adanya diskontinuitas kanalis vaginalis. Keadaan lain yang jarang ditemukan, yaitu terdapat uterus tetapi tanpa terbentuknya kavum uteri, atau terdapat kavum uteri tetapi endometriumnya kurang secara kongenital. Kecuali pada kelainan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 11 Juni 2012 18 Agustus 2012

14

Rumkital Marinir Cilandak

Permatami. H / 07120070023

kongenital yang disebutkan terakhir, problem klinik amenorea yang didasarkan pada adanya obstruksi menimbulkan adanya keluhan nyeri yang disertai distensi dari hematokolpos, hematometra, atau hematoperitoneum. Penanganan yang dapat dilakukan dengan insisi dan drainage. Bahkan pada keadaan yang disertai komplikasi, perbaikan kontinuitas duktus Mulleri biasanya dapat dicapai dengan pembedahan. Sayangnya dapat terjadi konsekuensi dari tindakan ekstirpasi operatif terhadap massa yang nyeri di atas berupa kerusakan/trauma pada kandung kencing, ureter, dan rektum. Merupakan suatu keuntungan bila mengetahui jenis kelainan sebelum koreksi bedah dilakukan. Magnetic resonance imaging (MRI) dapat dilakukan untuk mengetahui abnormalitas anatomik yang akurat. Diagnosis preoperatif akan memudahkan rencana dan pelaksanaan terapi bedah. Agenesis Ductus Mulleri Terhambatnya perkembangan duktus Mulleri (Mayer-Rokitansky-KusterHauser syndrome) merupakan diagnosis pada individu dengan keluhan amenorea primer dan tidak terbentuknya vagina. Kelainan ini relatif sering sebagai penyebab amenorea primer, lebih sering dari pada insensitifitas androgen kongenital dan lebih jarang dibandingkan disgenesis gonad. Pada penderita sindroma ini tidak ada vagina atau adanya vagina yang hipoplasi. Uterus dapat saja normal, tetapi tidak mempunyai saluran penghubung dengan introitus, atau dapat juga uterusnya rudimenter, bikornu. Jika terdapat partial endometrial cavity, penderita dapat mengeluh adanya nyeri abdomen yang siklik. Karena adanya kemiripan dengan beberapa tipe pseudohermafroditism pria, diperlukan pemeriksaan untuk menunjukkan kariotipe yang normal perempuan. Fungsi ovarium normal dan dapat dilihat dari suhu basal tubuh atau kadar progesteron perifer. Pertumbuhan dan perkembangan penderita normal.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 11 Juni 2012 18 Agustus 2012

15

Rumkital Marinir Cilandak

Permatami. H / 07120070023

Bila dari pemeriksaan didapatkan adanya struktur uterus, pemeriksaan ultrasonografi dapat dilakukan menentukan ukuran dan simetris tidaknya struktur uterus tersebut. Bila gambaran anatomis sebagai hasil USG tidak jelas, merupakan indikasi untuk dilakukan pemeriksaan MRI. Pemeriksaan laparoskopi pelvis tidak diperlukan. Pemeriksaan MRI lebih akurat dibandingkan pemeriksaan USG dan lebih murah serta tidak invasif bila dibandingkan laparoskopi. Ekstirpasi sisa duktus Mulleri tidak diperlukan kecuali kalau menimbulkan masalah seperti berkembangnya uterine fibroid, hematometra, endometriosis, atau herniasi simptomatis ke dalam kanalis inguinalis. Penderita dengan septum vagina transversalis, dimana terjadi kegagalan kanalisasi sepertiga distal vagina, biasanya disertai gejala obstruksi dan frekuensi urin. Septum transversalis dapat dibedakan dari himen imperforata dengan kurang-nya distensi introitus pada manuver Valsava. Pada kategori kelainan ini, obstruksi traktus genitalis bagian distal merupakan satu-satunya kondisi yang dapat dipandang sebagai keadaan emergensi. Keterlambatan dalam terapi bedah dapat menyebabkan terjadi infertilitas sebagai akibat perubahan peradangan dan endometriosis. Pembedahan definitif harus dilakukan sesegera mungkin. Diagnostik dengan aspirasi menggunakan jarum tidak boleh dilakukan karena dapat menyebabkan hematokolpos berubah menjadi pyokolpos Feminisasi Testikuler Insensitifitas androgen komplit (sindroma feminisasi testikuler)

merupakan diagnosis yang paling mungkin bilamana terjadi kanalis vaginalis yang buntu dan uterus tidak ada. Kelainan ini merupakan penyebab amenorea primer yang ketiga setelah disgenesis gonad dan agenesis mullerian. Penderita dengan feminisasi testikuler merupakan pseudohermafrodit pria. Kata pria disini, didasarkan pada gonad yang dimiliki penderita; jadi individu ini memiliki testes
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 11 Juni 2012 18 Agustus 2012

16

Rumkital Marinir Cilandak

Permatami. H / 07120070023

dan kariotipe XY. Pseudohermafrodit artinya bahwa alat genitalnya berlawanan dengan jenis gonad-nya; jadi, individu tersebut secara fenotif wanita tetapi dengan tidak ada atau sangat kurangnya rambut kemaluan dan ketiak. Pseudohermafrodit pria adalah genetik dan gonad yang dimilikinya pria dengan kegagalan virilisasi. Kegagalan dalam perkembangan pria dapat meliputi suatu spektrum dengan bentuk insensitifitas androgen yang inkomplit. Transmisi kelainan ini melalui X-linked recessive gene yang bertanggung-jawab terhadap reseptor androgen intraseluler.

Diagnosis klinik harus dipertimbangkan pada keadaan berikut: o anak perempuan dengan hernia inguinal karena testes seringkali mengalami parsial descensus o penderita dengan amenorea primer dan tidak ada uterus o penderita tanpa bulu-bulu di tubuh.

Penderita kelihatan normal pada saat lahir kecuali mungkin adanya hernia inguinal, dan penderita tidak dibawa ke dokter sampai usia pubertas. Pertumbuhan dan perkembangan normal. Payudara abnormal dimana didapatkan jaringan kelenjar tidak cukup, puting susu kecil, dan areola mammae pucat. Lebih dari 50% dengan hernia inguinalis, labia minora biasanya kurang berkembang, dan blind vagina kurang dalam daripada normal. Tuba fallopi yang rudimenter terdiri dari jaringan fibromuskuler kadang kala dengan hanya selapis epitel. Karena penderita ini sudah merasakan dirinya sebagai seorang wanita, maka kadang-kadang tidak perlu dilakukan tindakan apa-apa. Testis yang berada intraabdominal perlu dilakukan tindakan pengangkatan karena 10% dari kasus dengan testis intraabdominal dapat menjadi ganas. Bila telah diputuskan untuk mengangkat testis, maka perlu diberikan pengobatan substitusi hormone.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 11 Juni 2012 18 Agustus 2012

17

Rumkital Marinir Cilandak

Permatami. H / 07120070023

b. Gangguan Kompartemen II Sindrom Turner Pada tahun 1938 Turner mengemukakan 7 kasus yang dijumpai dengan sindroma yang terdiri atas trias yang klasik, yaitu infantilisme, webbed neck, dan kubitus valgus. Penderita-penderita ini memiliki genitalia eksterna wanita dengan klitoris agak membesar pada beberapa kasus, sehingga mereka dibesarkan sebagai wanita. Fenotipe pada umumnya ialah sebagai wanita, sedang kromatin seks negatif. Pola kromosom pada kebanyakan mereka adalah 45-XO; pada sebagian dalam bentuk mosaik 45-XO/46-XX. Angka kejadian adalah satu di antara 10.000 kelahiran bayi wanita. Kelenjar kelamin tidak ada, atau hanya berupa jaringan parut mesenkhim (streak gonads), dan saluran Muller berkembang dengan adanya uterus, tuba, dan vagina, akan tetapi lebih kecil dari biasa, berhubung tidak adanya pengaruh dari estrogen. Selain tanda-tanda trias yang tersebut diatas, pada sindroma Turner dapat dijumpai tubuh yang pendek tidak lebih dari 150 cm, dada berbentuk perisai dengan puting susu jauh ke lateral, payudara tidak berkembang, rambut ketiak dan pubis sedikit atau tidak ada, amenorea, koarktasi atau stenosis aortae, batas rambut belakang yang rendah, ruas tulang tangan dan kaki pendek, osteoporosis, gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, anomali ginjal (hanya satu ginjal), dan sebagainya. Pada pemeriksaan hormonal ditemukan kadar hormon gonadotropin (FSH) meninggi, estrogen hampir tidak ada, sedang 17kortikosteroid terdapat dalam batas-batas normal atau rendah. Diagnosis dapat dengan mudah ditegakkan pada kasus-kasus yang klasik berhubung dengan gejala-gejala klinik dan tidak adanya kromatin seks. Pada kasus-kasus yang meragukan, perlu diperhatikan dua tanda klinik yang penting yang dapat dipakai sebagai pegangan untuk menduga sindrom Turner, yaitu tubuh

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 11 Juni 2012 18 Agustus 2012

18

Rumkital Marinir Cilandak

Permatami. H / 07120070023

yang pendek yang disertai dengan pertumbuhan tanda-tanda seks sekunder yang sangat minimal atau tidak ada sama sekali.

Pengobatan terhadap penderita sindroma Turner adalah pengobatan substitusi yang bertujuan untuk: merangsang pertumbuhan ciri-ciri seks sekunder, terutama pertumbuhan payudara menimbulkan perdarahan siklis yang menyerupai haid jika uterus sudah berkembang mencapai kehidupan yang normal sebagai istri walaupun tidak mungkin untuk mendapat keturunan alasan psikologis, untuk tidak merasa rendah diri sebagai wanita.

Hormon yang diberikan adalah estrogen dalam kombinasi dengan progestagen secara siklis sampai masa menopause atau pascamenopause. Berhubung dengan kemungkinan bahwa pemberian estrogen mengakibatkan penutupan garis epifisis secara prematur sehingga menghalangi pertumbuhan tubuh, terapi ditunda sampai penutupan garis epifisis sudah terjadi. Disgenesis Gonad XY Penderita berfenotip wanita dengan kariotipe XY dengan sistem Mulleri yang teraba, kadar testoteron wanita normal dan kurangnya perkembangan seksual dikenal sebagai sindroma Swyer. Terdapat vagina, uterus, dan tuba falopii, tetapi pada usia pubertas gagal terjadi perkembangan mammae dan amenorea primer. Gonad hampir seluruhnya berupa berkas-berkas tak berdiferensiasi kendati pun terdapat kromosom Y yang secara sitogenetik normal. Pada kasus ini, gonad primitif gagal berdiferensiasi dan tak dapat melaksanakan fungsi-fungsi testis, termasuk supremasi duktus Mulleri. Sel-sel hillus dalam gonad mungkin mampu
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 11 Juni 2012 18 Agustus 2012

19

Rumkital Marinir Cilandak

Permatami. H / 07120070023

memproduksi sejumlah androgen; maka dapat terjadi sedikit virilisasi, seperti pembesaran klitoris pada usia pubertas. Pertumbuhan normal; tidak terdapat cacat penyerta. Transformasi tumor pada gonadal ridge dapat terjadi pada berbagai usia, ekstirpasi gonadal streaks harus dilakukan segera setelah diagnosis dibuat, tanpa memandang usia.

Agenesis Gonadal Tidak terjadi komplikasi klinis yang terjadi bersama kegagalan gonad pada keadaan agenesis ini. Keadaan ini disebut juga sindroma agenesis gonad XY atau sindroma regresi testis embrionik. Pada sindroma yang langka ini, genitalis eksterna sedikit meragukan, namun hampir menyerupai bentuk wanita. Ditemukan hipoplasia labia, derajat tertentu fusi labioskrotum, penis kecil mirip klitoris, dan muara uretra pada perineum. Uterus, jaringan gonad, dan vagina tidak ditemukan. Pada usia pubertas tidak terjadi perkembangan seksual, dan kadar gonadotropin meningkat. Umumnya penderita diasuh sebagai wanita. Dalam kondisi ini, jaringan testis dianggap telah aktif selama kehidupan janin sehingga mampu menghambat perkembangan duktus mulleri, tetapi fungsi sel leydig minimal. Tanpa informasi yang tepat, hanya dapat diperkirakan saja apa yang menjadi penyebab tidak terjadinya perkembangan gonad tersebut. Jadi harus diduga bahwa virus dan metabolik yang berpengaruh pada awal kehamilan. Meskipun demikian hasil akhirnya berupa hipergonadotropik hipogonadism yang tidak dapat diperbaiki kembali. Bila fungsi gonad tidak ada, perkembangan adalah wanita. Pengangkatan gonadal streaks dengan pembedahan diperlukan untuk menghindari kemungkinan terjadi neoplasia.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 11 Juni 2012 18 Agustus 2012

20

Rumkital Marinir Cilandak

Permatami. H / 07120070023

Sindroma Ovarium Resisten Salah satu keadaan yang menarik dari faktor ovarium yang menimbulkan gangguan haid ialah sindroma ovarium resisten gonadotropin, yang dikenal pula dengan istilah sindroma ovarium insensitive atau ovarium hiposensitif gonadotropin. Penyebab yang pasti dari kelainan ini belum seluruhnya terungkap. Kini yang banyak diperbincangkan adalah adanya gangguan pembentukan reseptor-reseptor gonadotropin di ovarium akibat proses autoimun. Dugaan ke arah diagnosis dari sindroma ovarium resisten gonadotropin ditegakkan baik secara klinis mau pun secara laboratoris dan histopatologis. Secara klinis kelainan ini ditandai dengan sindroma yang terdiri dari gangguan haid berupa oligomenorea sampai amenorea, sedangkan secara laboratoris dijumpai hipergonadotropin dan hipoestrogen. Secara histologis pada kelainan ini masih dijumpai struktur jaringan ovarium yang normal dengan folikel primordial yang masih utuh. Jarang terjadi penderita amenorea disertai peningkatan kadar gonadotropin walaupun terdapat folikel-folikel ovarium normal dan tidak ada bukti penyakit autoimun. Laparotomi diperlukan untuk sampai pada diagnosis yang benar dengan menghasilkan evaluasi histologis ovarium yang adequat. Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan adanya folikel-folikel tetapi tidak adanya infiltrasi limfositik dengan penyakit autoimun. Karena penyebab yang pasti dari penyakit ini belum diketahui, maka pengobatannya lebih bersifat simptomatis. Banyak peneliti menganjurkan pemberian substitusi siklik estrogen dan progesteron. Prematur Ovarian Failure Keadaan ini seringkali terjadi, yaitu berupa habisnya folikel ovarium yang terjadi lebih awal dari semestinya. Sekitar 1% wanita akan mengalami kegagalan ovarium sebelum usia 40 tahun, dan pada wanita dengan amenorea primer, frekuensi berkisar antara 10%-28%. Etiologi POF tidak diketahui pada
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 11 Juni 2012 18 Agustus 2012

21

Rumkital Marinir Cilandak

Permatami. H / 07120070023

kebanyakan kasus. Kemungkinan merupakan akibat kelainan genetik dengan peningkatan laju hilangnya folikel. Seringkali, kelainan kromosom seks yang spesifik dapat diidentifikasi. Kelainan yang paling sering adalah 45-X dan 47XXY diikuti oleh mosaicism dan kelainan struktur kromosom seks yang spesifik. Akselerasi atresia paling sering karena 46-X (sindroma Turner). POF dapat disebabkan suatu proses autoimun, atau mungkin destruksi folikel oleh infeksi seperti oofritis mumps, atau irradiasi maupun kemoterapi. Masalah yang timbul dapat terjadi pada berbagai usia tergantung pada jumlah folikel yang tersisa. Jika hilangnya folikel berlangsung cepat, akan terjadi amenorea primer dan terhambatnya perkembangan seksual. Jika hilangnya folikel terjadi selama atau setelah pubertas, kemudian berlanjut sampai dewasa, perkembangan fenotipe dan onset terjadinya amenorea sekunder akan sesuai.

c. Gangguan Kompartemen III Gangguan Hipofisis Anterior Adanya gangguan pada aksis hipotalamus-hipofisis pertama kali fokus kita harus tertuju pada adanya masalah tumor hipofisis. Dengan munculnya amenorea, penderita dengan perkembangan tumor hipofisis yang perlahan dapat muncul beberapa tahun sebelum tumor menjadi besar dan dapat dideteksi secara radiologis. Untungnya, tumor maligna tidak terlalu banyak dijumpai. Sampai dengan tahun 1989 tidak lebih dari 40 kasus yang dilaporkan di literatur internasional. Tetapi tumor jinak dapat menimbulkan problem sebab dapat berkembang dan terjadi pendesakan ruangan maupun jaringan lain, tumor akan tumbuh ke atas, akan menekan chiasma nervi optici yang menyebabkan hemianopsia bitemporalis. Dengan ukuran tumor yang kecil, kelainan visual kadang sulit dideteksi.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 11 Juni 2012 18 Agustus 2012

22

Rumkital Marinir Cilandak

Permatami. H / 07120070023

Tidak semua massa intrasellar adalah neoplasma. Gumma, tuberkuloma, dan deposit lemak telah dilaporkan dan menyebabkan penekanan dan menyebabkan amenorea hipogonadotropin. Lesi pada daerah sekitar sella tursika seperti aneurisma arteri karotis, obstruksi aquaeduktus Sylvii dapat juga menyebabkan amenorea. Amenorea Galaktorea Wanita dengan hiperprolaktinemia secara khas muncul dengan galaktorea dan berbagai keadaan gangguan menstruasi mulai dari menstruasi yang normal sampai amenorea yang diikuti dengan infertilitas. Gangguan yang terlihat mungkin berkaitan dengan hiperprolaktinemia ketika adenoma hipofisis yang menekan nervus optikus, traktus nervus optikus, chiasma nervi optici atau nervus kranialis yang lain. Pada pengamatan secara radiografi terhadap kelenjar hipofisis pada wanita dengan hiperprolaktinemia mungkin didapatkan makroadenoma, mikroadenoma, atau tidak didapatkan adenoma. Meskipun untuk memiliki kadar prolaktin yang tingggi, ukuran dari adenoma tidak berhubungan secara linier dengan kadar prolaktin. Prolaktin merupakan polipeptida yang terdiri atas 200 asam dengan berat molekul antara 19.000 22.000 Dalton. Prolaktin dihasilkan oleh sel-sel laktotrof yang terletak di dalam bagian distal lobus anterior kelenjar hipofisis. Hiperprolaktinemia adalah suatu gejala yang merupakan hasil dari suatu spektrum yang luas dari kelebihan produksi laktotrof dari prolaktin dengan keadaan mulai dari ukuran hipofisis yang normal sampai perubahan adenomatosa dengan pembesaran hipofisis. Follow up jangka panjang pada wanita hiperprolaktinemia yang tidak diobati menunjukkan bahwa wanita dengan adenoma atau tanpa adenoma hipofisis biasanya tidak menunjukkan perkembangan dari penyakit sebagai hasil yang nyata dari adanya pengamatan secara radiologis.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 11 Juni 2012 18 Agustus 2012

23

Rumkital Marinir Cilandak

Permatami. H / 07120070023

Wanita dengan amenorea anovulatoar yang disebabkan oleh perubahan fungsional dari hipotalamus mungkin masuk pada kelompok I (insufisiensi hipotalamus-hipofisis) atau grup II (disfungsi hipotalamus-hipofisis) dari klasifikasi amenorea yang dikeluarkan oleh WHO. Penderita-penderita ini memiliki beberapa macam gangguan hipotalamus-hipofisis, tetapi mereka berada dalam prolaktin plasma yang normal. Biasanya, beberapa wanita dengan bermacam gangguan diberikan klomifen sitrat untuk merangsang ovulasi, termasuk pada penderita dengan kadar prolaktin yang normal. Bagaimanapun juga, beberapa dari mereka tidak ada respon pada klomifen sitrat. Bromokriptin diketahui dapat digunakan untuk mengembalikan siklus ovulasi dan fertilitas pada beberapa penderita dengan anovulasi hipotalamus, termasuk bila mereka memiliki prolaktin darah yang normal. Di lain pihak, bromokriptin dan klomifen sitrat dapat secara sinergi sebagai induksi ovulasi, kemungkinan karena memiliki tempat kerja yang berlainan. Hipofisis bagian depan terdapat hormon pelepas tirotropin (TRH) yang mengeluarkan tidak hanya tirotropin, melainkan juga hormon pertumbuhan (GH) dan prolaktin. Yang mempunyai arti lebih besar dari TRH atau PRF dalam pengaturan prolaktin adalah faktor penghambat prolaktin (prolactine inhibiting factor, PIF). Dibawah pengaruh meningkatnya steroid seks dalam serum, maka pengeluaran PIF dari hipotalamus akan ditekan. Peristiwa ini akan mengakibatkan meningkatnya sekresi prolaktin. Peningkatan kadar prolaktin serum yang ringan mungkin disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk diantaranya pemberian estrogen dan fenotiazin, respon dari stress, makanan (khususnya makanan yang banyak mengandung asam amino), hipotiroid primer, tumor-tumor hipotalamus-hipofisis. Adenoma hipofisis yang memproduksi prolaktin umumnya muncul yang tandai dengan peningkatan kadar prolaktin (sering > 100 ng/mL). Tumor-tumor hipotalamus dan makroadenoma dapat menekan batang hipofisis, menghambat transport dari
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 11 Juni 2012 18 Agustus 2012

24

Rumkital Marinir Cilandak

Permatami. H / 07120070023

dopamin dan faktor-faktor hipotalamus-hipofisis, dengan hasil hiperprolaktinemia dan berbagai tingkat hipopituitarism. Penderita dengan hiperprolaktinemia ringan harus dilakukan eksplorasi tentang riwayat dan dilakukan pemeriksaan untuk menentukan keadaan hipofisis, hipersekresi hipofisis, atau efek dari penekanan massa. Suatu program istirahat yang berulang, kadar prolaktin puasa, yang tetap pada peningkatan yang ringan. Khususnya bila dikombinasikan dengan pembesaran hipofisis, perlu dilakukan pemeriksaan radiologis pada sella tursika. Pada setiap hiperprolaktinemia harus terlebih dahulu diketahui apakah peningkatan tersebut akibat tumor hipofisis atau karena penyebab lain. Untuk membedakan dapat digunakan uji provokasi. Kadang-kadang adanya

mikroadenoma tidak dapat diketahui secara radiologik, tetapi dengan uji provokasi mikroadenoma ini mudah diketahui. Uji dengan TRH, dimana TRH diberikan intravena dengan dosis 100500 g. setelah pemberian ini terjadi peningkatan prolaktin yang mencapai maksimum antara 1525 menit. Pada wanita yang tidak menderita prolaktinoma terjadi peningkatan 414 kali dari harga normal, sedangkan wanita dengan prolaktinoma pemberian TRH tidak menunjukkan perubahan kadar PRL.

d. Gangguan Kompartemen IV Biasanya masuk dalam kategori amenorea sekunder, dalam hal ini terkait dengan amenorea yang disebabkan oleh : o Kehilangan berat badan, anoreksia, bulimia Obesitas dapat diasosiasikan dengan amenorea, tetapi amenorea pada penderita dengan obesitas biasanya berhubungan dengan anovulasi, dan keadaan hipogonadotropin tidak dapat diketahui meskipun penderita juga didapatkan gangguan emosional yang berat. Sebaliknya pengurangan berat badan secara mendadak, dengan berbagai macam cara, dapat menyebabkan terjadinya keadaan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 11 Juni 2012 18 Agustus 2012

25

Rumkital Marinir Cilandak

Permatami. H / 07120070023

hipogonadotropin. Diagnosis dari keadaan amenorea hipotalamus ini juga merupakan hasil dari disingkirkannya adanya tumor hipofisis. Anoreksia nervosa terjadi kebanyakan pada wanita muda terutama wanita dari kelas menengah ke atas di bawah umur 25 tahun, tetapi sekarang terjadi juga pada berbagai tingkat sosial ekonomi. Beberapa kondisi yang bisa menegakkan diagnosis anoreksia nervosa adalah: umur berkisar antara 10-30 tahun, kehilangan berat badan 25% atau 15% di bawah berat normal, adanya episode makan berlebihan (bulimia), overaktif, baradikardi, amenorea, tidak ditemukan kelainan medis, tidak ditemukan gangguan psikiatri. Karakteristik lain diantaranya: konstipasi, tekanan darah yang rendah, hiperkarotenemia, diabetes insipidus. o Latihan dan amenorea (exercise and amenorea) Pada abad ke-20, telah ada suatu kewaspadaan bahwa para atlet wanita, dan wanita yang memerlukan suatu latihan keras seperti penari balet, tari modern, didapatkan insidens yang signifikan adanya gangguan menstruasi sampai adanya amenorea, keadaan ini disebut supresi hipotalamus. Dua pertiga pelari memiliki fase luteal, yang pendek sehingga terjadi anovulasi. Bila latihan keras tersebut dimulai sebelum menars, menars mungkin akan terlambat sampai lebih kurang 3 tahun, dan kejadian menstruasi yang tidak teratur akan menjadi lebih tinggi. Kemunculan amenorea ini disebabkan oleh 2 sebab yaitu suatu kadar kritis dari lemak tubuh dan efek dari stress itu sendiri. Para atlit wanita yang senantiasa ikut kompetisi/perlombaan memiliki 50% kadar lemak lebih sedikit dibanding dengan atlit yang bukan kompetitor. Pengurangan lemak tubuh tidak harus mengurangi berat badan, sebab lemak dikonversi menjadi massa otot. Pengamatan secara kritis didapatkan bahwa tidak ada hubungan sebab akibat dari lemak tubuh dan gangguan menstruasi tetapi hanya satu korelasi saja. Prognosis dari para atlit wanita mungkin baik. Hanya tingkat reversibilitasnya tidak diketahui dengan pasti, meskipun beberapa penelitian
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 11 Juni 2012 18 Agustus 2012

26

Rumkital Marinir Cilandak

Permatami. H / 07120070023

menunjukkan mengindikasikan bahwa sebagian besar atlit wanita akan mengalami ovulasi kembali bila stress dan latihan mulai bisa dibatasi. Pemberian terapi hormonal bisa dipertimbangkan pada wanita dengan hipoestrogen guna menjaga agar tidak terjadi perubahan pada tulang dan kardiovaskuler. o Amenorea dan anosmia, Sindroma Kallmann Suatu kondisi yang jarang pada wanita, yaitu ditandai oleh adanya sindroma hipogonadotropik-hipogonadism kongenital yang berhubungan dengan anosmia atau hiposmia, dikenal sebagai sindroma Kallmann. Untuk

mempermudah mengingat gambaran gejalanya sering disebut juga sebagai sindroma amenorea dan anosmia. Pada wanita, gejala yang muncul berupa amenorea primer, perkembangan seksual infantil, kadar gonadotropin rendah, kariotipe wanita normal, dan ketidakmampuan untuk mempersepsi aroma. Seringkali penderita tidak menyadari adanya gangguan penciuman tersebut. Gonad mampu untuk memberikan respon terhadap gonadotropin; dengan demikian induksi ovulasi dengan gonadotropin eksogen bisa berhasil. Sindroma Kallmann mempunyai kaitan dengan defek anatomi yang spesifik. Pemeriksaan MRI (seperti juga pemeriksaan postmortem)

memperlihatkan bahwa terdapat hipoplasia atau tidak ada sulkus olfaktorius di rhinencephalon. Defek ini mengakibatkan kegagalan olfactory axonal dan GnRH neuronal bermigrasi dari placode olfaktorius di hidung. Sel-sel yang memproduksi GnRH berasal dari area olfaktorius dan bermigrasi selama embriogenesis sepanjang nervus kranialis yang menghubungkan hidung dan forebrain. Terjadinya sindroma ini sebagai akibat mutasi yang melibatkan gen tunggal pada lengan pendek kromosom X yang berisi kode pembentukan protein yang mengatur fungsi yang diperlukan untuk migrasi neuronal. Amenorea sekunder disebabkan oleh faktor lain di luar fungsi hipotalamus-hipofosis-ovarium. Hal ini berarti bahwa aksis hipotalamusKepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 11 Juni 2012 18 Agustus 2012

27

Rumkital Marinir Cilandak

Permatami. H / 07120070023

hipofosis-ovarium dapat bekerja secara fungsional. Amenorea yang terjadi mungkin saja disebabkan oleh adanya obstruksi terhadap aliran darah yang akan keluar uterus, atau bisa juga karena adanya abnormalitas regulasi ovarium sperti kelebihan androgen yang menyebabkan polycystic ovary syndrome.

2.5 MANIFESTASI KLINIS Tanda amenorea adalah tidak didapatkannya menstruasi pada usia 16 tahun, dengan atau tanpa perkembangan seksual sekunder (perkembangan payudara, perkembangan rambut pubis), atau kondisi dimana wanita tersebut tidak mendapatkan menstruasi padahal sebelumnya sudah pernah mendapatkan

menstruasi. Gejala lainnya tergantung dari apa yang menyebabkan terjadinya amenorea. Anamnesis yang baik dan lengkap sangat penting. Pertama, harus diketahui apakah amenorea itu primer atau sekunder. Selanjutnya, perlu diketahui apakah ada hubungan antara amenorea dan faktor-faktor yang dapat menimbulkan gangguan emosional, apakah penderita mengidap penyakit akut atau menahun; apakah ada gejala-gejala penyakit metabolik dan lain-lain. Sesudah anamnesis, perlu dilakukan pemeriksaan umum yang seksama; keadaan tubuh penderita tidak jarang memberi petunjuk-petunjuk yang berharga. Jika penyebabnya adalah kegagalan mengalami pubertas, maka tidak akan ditemukan tanda-tanda pubertas seperti pembesaran payudara, pertumbuhan rambut kemaluan dan rambut ketiak serta perubahan bentuk tubuh. Jika penyebabnya adalah kehamilan, akan ditemukan morning sickness dan pembesaran perut. Jika penyebabnya adalah kadar hormon tiroid yang tinggi maka gejalanya adalah denyut jantung yang cepat, kecemasan, kulit yang hangat dan lembab. Sindroma Cushing menyebabkan wajah bulat (moon face), perut buncit dan lengan serta tungkai yang kurus.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 11 Juni 2012 18 Agustus 2012

28

Rumkital Marinir Cilandak

Permatami. H / 07120070023

Pada pemeriksaan ginekologik umumnya dapat diketahui adanya berbagai jenis ginatresis, adanya aplasia vaginae, keadaan klitoris, aplasia uteri, adanya tumor, ovarium dan sebagainya. Dengan anamnesis, pemeriksaan umum, dan pemeriksaan ginekologik, banyak kasus amenorea dapat diketahui sebabnya. Apabila pemeriksaan klinik tidak memberi gambaran yang jelas mengenai sebab amenorea, maka dapat dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan lanjutan.

2.6 DIAGNOSIS Gejala amenorea dijumpai pada penyakit-penyakit atau gangguangangguan yang bermacam macam. Untuk menegakkan diagnosis yang tepat berdasarkan etiologi, tidak jarang diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan yang beraneka ragam, rumit, dan mahal. Tidak semua fasilitas kesehatan mampu melaksanakan semua pemeriksaan, dan hal itu tidak selalu perlu. Apabila pemeriksaan klinik tidak memberi gambaran yang jelas mengenai sebab amenorea, maka dapat dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan sebagai berikut 1. Pemeriksaan foto rontgen dari toraks terhadapat tuberkulosis pulmonum, dan dari sela tursika untuk mengetahui apakah ada perubahan pada sela tersebut. 2. Pemeriksaan sitologi vagina untuk mengetahui adanya estrogen yang dapat dibuktikan berkat pengaruhnya 3. Tes toleransi glukosa untuk mengetahui adanya diabetes melitus 4. Pemeriksaan mata untuk mengetahui keadaan retina dan luasnya lapangan visus jika ada kemungkinan tumor hipofisis. 5. Kerokan uterus untuk mengetahui keadaan endometrium dan untuk mengetahui adanya endometritis tuberkulosa.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 11 Juni 2012 18 Agustus 2012

29

Rumkital Marinir Cilandak

Permatami. H / 07120070023

6. Pemeriksaan metabolisme basal, jika ada fasilitasnya, pemeriksaan T3 T4 untuk mengetahui fungsi glandula tiroidea. Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah: 1. Biopsi endometrium 2. Progestin withdrawal 3. Kadar prolaktin Kadar prolaktin lebih dari 200 ng / mL tidak diamati, kecuali dalam kasus adenoma hipofisis prolaktin-mensekresi (prolaktinoma). Secara umum, kadar prolaktin serum berkorelasi dengan ukuran tumor. 4. Kadar hormon (misalnya testosteron) Testosteron dan dehydroepiandrosterone sulfat: Mendapatkan tes-tes ini tidak diperlukan pada wanita dengan tidak ada bukti kelebihan androgen. 5. Tes fungsi tiroid 6. Tes kehamilan 7. Kadar FSH (follicle stimulating hormone) < LH (luteinizing hormone), TSH (thyroid stimulating hormone) Tingkat FSH dalam kisaran menopause merupakan indikasi dari

ketidakcukupan ovarium primer atau kegagalan ovarium prematur. Periksa rentang referensi untuk laboratorium dimana tes dilakukan. Kemungkinan kecil, kadar FSH yang sangat tinggi adalah karena adenoma, hipofisis fungsional FSH-mensekresi.Jika hal ini terjadi, kadar estradiol serum akan ditinggikan (bukan menurun, seperti yang terlihat pada insufisiensi ovarium primer atau kegagalan ovarium prematur) dan hiperstimulasi ovarium dengan pembesaran, ovarium kistik mungkin ada.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 11 Juni 2012 18 Agustus 2012

30

Rumkital Marinir Cilandak

Permatami. H / 07120070023

LH meningkat pada defisiensi 17-20-lyase, defisiensi 17-hydroxylase, dan kegagalan ovarium premature. 8. Kariotipe untuk mengetahui adanya kelainan kromosom 9. CT scan kepala (jika diduga ada tumor hipofisa).

Pemeriksaan-pemeriksaan yang memerlukan fasilitas khusus 1. Laparoskopi. Dengan laparoskopi dapat diketahui adanya hipoplasia uteri yang berat, aplasia uteri, disgenesis ovarium, tumor ovarium, ovarium polikistik (sindrom stein laventhal) dan sebagainya. 2. Pemeriksaan kromatin sex. Untuk mengetahui apakah penderita secara genetik adalah seorang wanita. Akan tetapi, kromatin sex positif belum berarti genetik penderita yang bersangkutan seorang wanita yang genetik normal oleh karena kromatin sex positif dijumpai pula pada gambaran kromosom 44 XXY, 44 XXX atau gambaran mozaik seperti XX/XO, XXXY atau XXYY. 3. Pembuatan kariogram dengan pembiakan sel-sel guna mempelajari hal ihwal kromosom, antara lain apabila fenotip tidak sesuai dengan genotip. 4. Pemeriksaan kadar hormon. Dengan kata lain, pada amenorea primer, apabila didapatkan adanya perkembangan seksual sekunder maka diperlukan pemeriksaan organ dalam reproduksi (indung telur, rahim, perlekatan dalam rahim) melalui pemeriksaan USG, histerosalpingografi, histeroskopi, dan Magnetic Resonance Imaging (MRI). Apabila tidak didapatkan tanda-tanda perkembangan seksualitas sekunder maka diperlukan pemeriksaan kadar hormon FSH dan LH.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 11 Juni 2012 18 Agustus 2012

31

Rumkital Marinir Cilandak

Permatami. H / 07120070023

Setelah kemungkinan kehamilan disingkirkan pada amenorea sekunder, maka dapat dilakukan pemeriksaan Thyroid Stimulating Hormone (TSH) karena kadar hormon tiroid dapat mempengaruhi kadar hormon prolaktin dalam tubuh. Selain itu kadar hormon prolaktin dalam tubuh juga perlu diperiksa. Apabila kadar hormon TSH dan prolaktin normal, maka Estrogen / Progestogen Challenge Test adalah pilihan untuk melihat kerja hormon estrogen terhadap lapisan endometrium dalam rahim. Selanjutnya dapat dievaluasi dengan MRI.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 11 Juni 2012 18 Agustus 2012

32

Rumkital Marinir Cilandak

Permatami. H / 07120070023

2.7 PENATALAKSANAAN Penanganan amenorea lebih ditujukan pada penyebab utama, bukan pada amenorea-nya sendiri. Dengan memperbaiki keadaan yang menyebabkan amenorea, maka diharapkan si wanita tersebut kembali mendapatkan haid secara lancar dan teratur. Pengobatan yang dilakukan sesuai dengan penyebab dari amenorea yang dialami, apabila penyebabnya adalah obesitas, maka diet dan olahraga adalah terapinya. Belajar untuk mengatasi stress dan menurunkan aktivitas fisik yang berlebih juga dapat membantu. Terapi amenorea diklasifikasikan berdasarkan penyebab saluran reproduksi atas dan bawah, penyebab indung telur, dan penyebab susunan saraf pusat. A. Saluran reproduksi 1. Aglutinasi labia (penggumpalan bibir labia) yang dapat diterapi dengan krim estrogen 2. Kelainan bawaan dari vagina, hymen imperforata (selaput dara tidak memiliki lubang), septa vagina (vagina memiliki pembatas diantaranya). Diterapi dengan insisi atau eksisi (operasi kecil) 3. Sindrom Mayer-Rokitansky-Kuster-Hauser. Sindrom ini terjadi pada wanita yang memiliki indung telur normal namun tidak memiliki rahim dan vagina atau memiliki keduanya namun kecil atau mengerut. Pemeriksaan dengan MRI atau ultrasonografi (USG) dapat membantu melihat kelainan ini. Terapi yang dilakukan berupa terapi non-bedah berupa dilatasi (pelebaran) dari tonjolan di tempat seharusnya vagina berada atau terapi bedah dengan membuat vagina baru menggunakan skin graft 4. Sindrom feminisasi testis. Terjadi pada pasien dengan kromosom 46, XY kariotipe, dan memiliki dominan X-linked sehingga menyebabkan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 11 Juni 2012 18 Agustus 2012

33

Rumkital Marinir Cilandak

Permatami. H / 07120070023

gangguan dari hormon testosteron. Pasien ini memiliki testis dengan fungsi normal tanpa organ dalam reproduksi wanita (indung telur, rahim). Secara fisik bervariasi dari wanita tanpa pertumbuhan rambut ketiak dan pubis sampai penampakan seperti layaknya pria namun infertil (tidak dapat memiliki anak) 5. Parut pada rahim. Parut pada endometrium (lapisan rahim) atau perlekatan intrauterine (dalam rahim) yang disebut sebagai sindrom Asherman dapat terjadi karena tindakan kuret, operasi sesar, miomektomi (operasi pengambilan mioma rahim), atau tuberkulosis. Kelainan ini dapat dilihat dengan histerosalpingografi (melihat rahim dengan menggunakan foto roentgen dengan kontras). Terapi yang dilakukan mencakup operasi pengambilan jaringan parut. Pemberian dosis estrogen setelah operasi terkadang diberikan untuk optimalisasi penyembuhan lapisan dalam rahim B. Gangguan Indung Telur 1. Disgenesis gonadal. Disgenesis gonadal adalah tidak terdapatnya sel telur dengan indung telur yang digantikan oleh jaringan parut. Terapi yang dilakukan dengan terapi penggantian hormon pertumbuhan dan hormon seksual 2. Kegagalan Ovari Prematur. Kelaianan ini merupakan kegagalan dari fungsi indung telur sebelum usia 40 tahun. Penyebabnya diperkirakan kerusakan sel telur akibat infeksi atau proses autoimun 3. Tumor ovarium. Tumor indung telur dapat mengganggu fungsi sel telur normal

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 11 Juni 2012 18 Agustus 2012

34

Rumkital Marinir Cilandak

Permatami. H / 07120070023

C. Gangguan Susunan Saraf Pusat 1. Gangguan hipofisis. Tumor atau peradangan pada hipofisis dapat mengakibatkan amenorea. Hiperprolaktinemia (hormone prolaktin

berlebih) akibat tumor, obat, atau kelainan lain dapat mengakibatkan gangguan pengeluaran hormon gonadotropin. Terapi dengan menggunakan agonis dopamin dapat menormalkan kadar prolaktin dalam tubuh. Sindrom Sheehan adalan tidak efisiennya fungsi hipofisis. Pengobatan berupa penggantian hormon agonis dopamin atau terapi bedah berupa pengangkatan tumor 2. Gangguan hipotalamus. Sindrom polikistik ovari, gangguan fungsi tiroid, dan Sindrom Cushing merupakan kelainan yang menyebabkan gangguan hipotalamus. Pengobatan sesuai dengan penyebabnya 3. Hipogonadotropik, hipogonadism. Penyebabnya adalah kelainan organik dan kelainan fungsional (anoreksia nervosa atau bulimia). Pengobatan untuk kelainan fungsional membutuhkan bantuan psikiater

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 11 Juni 2012 18 Agustus 2012

35

Rumkital Marinir Cilandak

Permatami. H / 07120070023

BAB 3 KESIMPULAN
Amenorea merupakan keadaan dimana menstruasi berhenti pada masa menstruasi teratur. Biasanya seorang wanita akan mengalami haid pertama sekitar usia 10 tahun hingga 16 tahun. Siklus menstruasi normal meliputi interaksi antara komplek hipotalamus-hipofisi-aksis indung telur serta organ reproduksi yang sehat. Amenorea dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu : 1. Amenorea primer : Ketika wanita 16 tahun dengan pertumbuhan seksual sekunder normal atau 14 tahun tanpa adanya pertumbuhan seksual sekunder; tidak mendapatkan menstruasi. 2. Amenorea sekunder : Ketika wanita yang pernah mendapatkan menstruasi, tidak mendapatkan menstruasi.

Anamnesis yang baik dan lengkap sangat penting. Pertama, harus diketahui apakah amenorea itu primer atau sekunder. Dengan anamnesis, pemeriksaan umum, dan pemeriksaan ginekologik, kasus amenorea dapat diketahui sebabnya. Apabila pemeriksaan klinik tidak memberi gambaran yang jelas mengenai sebab amenorea, maka dapat dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan lanjutan. Penanganan amenorea lebih ditujukan pada penyebab utama, bukan pada amenorea-nya sendiri. Dengan memperbaiki keadaan yang menyebabkan amenorea, maka diharapkan si wanita tersebut kembali mendapatkan haid secara lancar dan teratur.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 11 Juni 2012 18 Agustus 2012

36

Rumkital Marinir Cilandak

S-ar putea să vă placă și