Sunteți pe pagina 1din 6

Jurnal Veteriner September 2008 ISSN : 1411 - 8327

Vol. 9 No. 3 : 122-127

Aktivitas Daya Hambat Enzim Glukosidase dan Efek Hipoglikemik Ekstrak Tempe pada Tikus Diabetes
(THE INHIBITORY ACTIVITY AGAINST THE a-GLUKOSIDASE ENZYME AND HYPOGLYCEMIC EFFECT OF TEMPE EXTRACT ON DIABETIC RATS) I Nyoman Suarsana1, Bambang Pontjo Priosoeryanto2, Maria Bintang3, Tutik Wresdiyati4 Laboratorium Biokimia, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Bali Kampus Unud Bukit Jimbaran Kuta Badung Telepon: 0361-701808, E-mail: suarsana65@yahoo.com 2 Laboratorium Patologi Dept. Klinik, Reproduksi dan Patologi FKH Institut Pertanian Bogor 3 Laboratorium Biokimia Dept. Biokimia FMIPA Institut Pertanain Bogor 4 Laboratorium Histologi Dept. Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi FKH Institut Pertanian Bogor, Jl. Agatis Dramaga, Bogor
1

ABSTRACT Isoflavone is a bioactive compound found in fermented soy bean or tempe. This bioactive compound was reported to have beneficial effect on human health as it can certain diseases. The present study was conducted to observe the effect of tempe extract as a potential a-glucosidase inhibitor and the hypoglycemic effects on alloxan-induced diabetic rats. A total of twenty male spraque dawley rats 2 monts old (188.8 + 21.2 g) were used for this study. The rats were divided into four groups, each group consisted of 5 rats respectively. First group was the negative control group, without treatment of alloxan and tempe extract, second group was treated with tempe extracts at 300 mg dose/kg body weight without alloxan treatment, third group was the diabetic group without treated tempe extract and the last group was the diabetic rats treated with tempe extract. Diabetic rats were achieved by alloxan monohydrate intraperitoneal injection (120 mg/kg body weight). Effect of tempe extracts on blood glucose levels of all rats was determined at various time interval at 0, 4, 7, 14, 21, and 28 days. The result of this study showed that tempe extract have a potential a-glucosidase enzyme activities inhibitor with IC50 value 1.4 mg, while that of genistein, daidzein and acarbose were 0.6, 0.4 and 0.6 mg respectively. The hypoglycemic activity of tempe extract indicates that blood glucose levels of diabetic rats given tempe extract increased 140.36%, while that of rats diabetic without tempe extract treatment increased 359.18%. Therefore, tempe extract can depress the increasing of blood glucose levels equal to 91.04% at diabetic rats. Key word: -glucosidase enzyme, hypoglycemic, tempe, rats, diabetes, alloxan.

PENDAHULUAN Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia, yaitu meningkatnya kadar gula darah yang melebihi kadar normal. Hiperglikemia umumnya disebabkan oleh malfungsi sekresi insulin dan atau kerja insulin yang tidak memadai (Auroma et al., 2006). Peneltian pada tikus menunjukkan bahwa DM dapat menyebabkan kegagalan metabolisme glukosa, lipid, dan protein. Kegagalan penggunaan karbohidrat akan menyebabkan hiperglikemia dan mempercepat lipolisis sehingga dapat menimbulkan keadaan hiperlipidemia (Kim et al., 2006). Sementara itu, defisiensi insulin dapat

menyebabkan gangguan proses biokimia dalam tubuh, seperti penurunan pemasukan glukosa ke dalam sel dan peningkatan pelepasan glukosa dari hati ke dalam sirkulasi darah. Hal inilah yang menyebabkan hiperglikemia (Dominiczak, 2005) Hiperglikemia kronis pada penderita DM biasanya berhubungan dengan disfungsi/ kerusakan sel-sel beta pankreas. Kerusakan pada sel-sel beta pankreas dapat disebabkan oleh infeksi virus, seperti virus Coxsackie (Roivainen et al., 2000), reaksi autoimun berupa serangan antibodi terhadap sel-sel beta (Koczwara et al., 2004), zat diabetogenik (stroptozotocin, alloxan) (Szkudelski, 2001), toksisitas glukosa (Robertson et al., 2004), kegemukan, dan faktor genetik.

122

Suarsana e a tl

Jurnal Veteriner

Belakangan ini komponen bahan aktif dari beberapa tanaman obat, bahan pangan, dan produk pertanian lainnya telah secara empiris dilaporkan mempunyai aktivitas biologis yang berguna untuk pengobatan penyakit diabetes. Efek hipoglikemik komponen bioaktif pada tanaman dapat mengembalikan fungsi sel pankreas sehingga meningkatkan sekresi insulin, menghambat absorbsi glukosa di usus dan menghambat kerja enzim -glukosidase. Kebanyakan tumbuhan yang mengandung senyawa bioaktif seperti glikosida, alkaloid, terpenoid, flavonoid, dan ceratenoid mempunyai aktivitas antidiabetes (Kim et al., 2006). Tempe adalah salah satu bahan pangan hasil fermentasi kedelai yang dilaporkan mengandung senyawa isoflavon (genistein, daidzein, glisitein, dan faktor II) yang bermanfaat untuk kesehatan. Isoflavon genistein, daidzein, glisitein, dan faktor II berperan sebagai antioksidan, antikanker, antiosteoporesis (Cooke et al., 2006), dan sebagai hipokolesterolemik (McVeigh et al., 2006). Selain itu, tempe juga mengandung senyawa bioaktif lainnya gamma-amino butiric acid (GABA) yang berfungsi sebagai antihipertensi (Watanabe et al., 2006). Enzim -glukosidase adalah enzim yang berfungsi untuk menghidrolisis karbohidrat menjadi gula sederhana (glukosa) pada usus. Senyawa yang dapat menghambat aktivitas enzim tersebut sangat berpotensi dipakai sebagai obat antidiabetes karena dapat menurunkan kadar gula darah dengan cara memperlambat penyerapan karbohidrat postprandial. Karena tempe diketahui mengandung bahan bioaktif yang penting, pada penelitian ini, daya hambatnya terhadap enzim -glukosidase diuji secara in vitro menggunakan p-nitrofenil--Dglukosa sebagai substrat. Aktivitas enzim diukur berdasarkan hasil absorbansi pnitrofenol, dan apabila ekstrak tempe memiliki kemampuan menghambat aktivitas enzim aglukosidase, maka p-nitrofenol yang dihasilkan akan berkurang atau tidak terbentuk. METODE PENELITIAN Uji Daya Hambat Ekstrak Tempe terhadap Enzim -Glukosidase secara in vitro Kemampuan ekstrak tempe untuk menghambat aktivitas enzim -glukosidase ditentukan secara in vitro mengikuti prosedur yang dijabarkan oleh Suteja (2003). Pada prinsipnya enzim -glukosidase secara in vitro

dapat memecah substrat p-nitrofenil--Dglukosidase menjadi p-nitrofenol yang berwarna kuning dan glukosa. Tingkat kepekatan warna kuning (jumlah p-nitrofenol yang dihasilkan) kemudian diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 400 nm. Prosedur kerjanya adalah sebagai berikut. Sebanyak 1,0 mg enzim a-glukosidase dilarutkan dalam 100 ml bufer fosfat (pH 7,0). Sebanyak 1 ml larutan enzim tersebut diencerkan 25 kali dengan bufer fosfat (pH 7,0). Campuran reaksi terdiri atas 250 l 20 mM r-nitrofenil -D-glukopiranosa sebagai substrat, 490 l mM bufer fosfat (pH 7,0), 10 l larutan sampel dalam dimetil sulfo oksida/ DMSO dan 10 l DMSO. Setelah campuran reaksi diinkubasi dalam penangas air pada suhu 37oC selama 5 menit, 250 l larutan enzim ditambahkan dan selanjutnya diinkubasi lagi dalam penangas air pada suhu 37oC selama 15 menit. Reaksi enzim dihentikan dengan penambahan 1.000 l 200 mM natrium karbonat. Hasil reaksi kemudian dibaca abosorbansinya pada panjang gelombang 400 nm. Konsentrasi sampel yang digunakan dengan variasi konsentrasi 3,125; 6,25; 12,5; 25; dan 50 ppm dengan pelarut DMSO. Uji dilakukan terhadap sampel ekstrak metanoltempe, isoflavon genestein, daidzein, glisitein isoflavon murni, (Sigma St. Louis USA) dan acarbose (obat positif antidiabet, generik). Persentase hambatan dihitung dengan persamaan: [(C-S)/C]x100, S=absorbansi sampel (S1-S0), S1=absorbansi sampel dengan penambahan enzim, dan S0=absorbansi sampel tanpa penambahan enzim) dan C=absorbansi kontrol (DMSO) tanpa sampel (kontrol-blanko). Uji Daya Hipoglikemik Ektsrak Tempe pada Tikus Diabetes Pada penelitian ini digunakan 20 ekor tikus jantan putih strain Spraque dawley umur sekitar 2 bulan dengan bobot badan antara 188,8 21,2 g. Tahap persiapan tikus percobaan meliputi masa adaptasi selama 2 minggu dengan pemberian ransum standar dan air minum secara ad libitum. Tikus dibuat menjadi diabates melalui induksi alloxan dengan dosis 120 mg/ kg bb secara intraperitoneal (Kim et al., 2006). Dosis ekstrak tempe yang diberikan adalah 300 mg/kg bb yang diberi secara oral. Tikus percobaan kemudian dibagi menjadi 4 kelompok perlakuan, tiap perlakuan terdiri atas 5 ekor tikus. Kelompok I (kontrol), yaitu tikus normal hanya diberi ransum standar, Kelompok II yaitu tikus normal yang diberi ransum standar dan

123

Jurnal Veteriner September 2008

Vol. 9 No. 3 : 122-127

ekstrak tempe 300 mg/kg bb, Kelompok III (tikus DM), yaitu tikus yang diberi ransum standar dan diinduksi dengan alloxan 120 mg/ kg bb, dan Kelompok IV, yaitu tikus yang diberi ransum standar, diinduksi alloxan 120 mg/kg bb, dan diberi ekstrak tempe 300 mg/kg bb. Perlakuan pada seluruh kelompok dilakukan selama 28 hari dan kadar glukosa darah tikus diamati pada hari ke-0, 4, 7, 14, 21, dan 28 setelah perlakuan. Sebelum pengukuran kadar glukosa darah, tikus dipuasakan selama 15 jam (Aybar et al., 2001), tetapi tetap diberi air minum. Kadar glukosa darah tikus percobaan diukur menggunakan glukometer. Pengukuran Kadar Glukosa Darah Kadar glukosa darah tikus percobaan ditentukan dengan metode glucose oxidase biosensor, menggunakan alat Blood Glucose Test Meter GlucoDr model AGM-2100 (Allmedicus Co Ltd., Korea). Darah diambil dari ujung ekor tikus yang sebelumnya telah dibersihkan dengan alkohol 70%, lalu diurut perlahan-lahan kemudian ujung ekor ditusuk dengan jarum spoit tuberkulin (Kerato et al., 2006). Darah yang keluar kemudian disentuhkan pada strip glukometer. Kadar glukosa darah akan terbaca dilayar GlucoDr setelah 11 detik dan kadar glukosa darah dinyatakan dalam mg/dl. Rancangan Percobaan dan Analisis Data Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap. Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam. Jika

perlakuan memberikan pengaruh yang nyata, maka pengujian dilanjutkan dengan analisis beda Duncan pada taraf 5% (Steel dan Torrie, 1999) untuk mengetahui pengaruh antar perlakuan. HASIL DAN PEMBAHASAN Aktivitas Daya Hambat Ekstrak Tempe terhadap Enzim a-Glukosidase. Hasil penelitian evaluasi aktivitas enzim glukosidase dari ekstrak metanol-tempe, genistein, daidzein, dan acarbose menunjukkan adanya daya hambat terhadap enzim -glukosidase, sedangkan glisitein tidak memiliki daya hambat terhadap enzim tersebut. Daya hambat ekstrak tempe dan berbagai senyawa aktif lainnya adalah sebagai berikut, yaitu ekstrak tempe (11,89%), genistein (14,19%), daidzein (13,28%), acarbose (15,33%), dan glisitein (negatif) (Gambar 1). Data tersebut menunjukkan bahwa ekstrak tempe sangat berpotensi sebagai antidiabetes dengan cara menghambat kerja enzim glukosidase. Tampaknya senyawa bioaktif pada tempe yang mampu menghambat kerja enzim -glukosidase adalah isoflavon genistein dan daidzein. Hal ini dapat dilihat dari persentase hambatan genistein dan daidzein terhadap enzim -glukosidase masing-masing sebesar 14,19% dan 13,28%, yaitu lebih besar dari persentase daya hambat ekstrak tempe. Obat antidiabetes yang dipakai sebagai kontrol positif, yaitu acarbose, memperlihatkan persentase hambatan

20 % I bii nhi s 15 10 5 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 14.19 13.28 11.89 15.33

12.50

25.00 K onsent asi( ) r ppm

50.00

Ekstrak tempe

Genistein

Daidzein

Glisitein

Acarbose

Gambar 1. Persen inhibisi ekstrak tempe, genistein, daidzein, glisitein dan acarbose terhadap enzim -glukosidase. 124

Suarsana e a tl

Jurnal Veteriner

sebesar 15,33%. Konsentrasi ekstrak tempe yang diperlukan untuk menghambat 50% (IC50) aktivitas enzim -glukosidase adalah 1,4 mg, sedangkan nilai IC50 untuk genistein, daidzein, dan acarbose masing-masing 0,6 mg; 0,6 mg; dan 0,4 mg. Persentase hambatan ekstrak tempe terhadap enzim -glucosidase masih lebih kecil bila dibandingkan dengan genistein dan daidzein pada konsentrasi yang sama, hal ini kemungkinan disebabkan karena ekstrak tempe masih dalam bentuk kasar dan masih banyak komponen lainnya yang tidak memiliki daya hambat terhadap enzim -glucosidase. Sementara genistein dan daidzein adalah komponen isoflavon tempe dalam bentuk murni. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak tempe mampu mengatur kadar glukosa darah dengan cara memperlambat penyerapan glukosa postprandial. Hirsh et al (1997) melaporkan bahwa penggunaan 0,1 mg/ml acarbose pada tikus dapat menurunkan absorpsi glukosa sebesar 20%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa acarbose sebagai inhibitor a-glucosidase bekerja secara khusus terhadap pemasukan glukosa ke dalam lumen jejenum dan ini berarti acarbose dapat menurunkan hiperglikemia postprandial. Menurut Lee dan Lee ( 2001), mekanisme kerja genistein terhadap enzim a-glukosidase bersifat reversible dengan pengikatan yang lambat (slow-binding) dan bersifat inhibitor nonkompetitif. Genistein kemungkinan berikatan pada bagian aktif tempat pengikatan glukosa pada enzim a-glukosidase, akibatnya enzim tidak mampu mencerna substrat. Aktivitas Daya Hipoglikemik Aktivitas hipoglikemik ekstrak tempe

dievaluasi dengan cara mengukur kadar glukosa darah tikus diabetes yang diinduksi dengan alloxan (Tabel 1 dan Gambar 2). Terlihat bahwa mulai hari ke-4 sampai hari ke-28, kadar glukosa darah tikus pada perlakuan tempealloxan lebih rendah dan berbeda nyata (P<0,05) bila dibandingkan dengan tikus perlakuan alloxan, sedangkam pada tikus kontrol dengan tikus perlakuan tempe kadar glukosa darahnya tidak berbeda nyata (P>0,05). Gambar 2 memperlihatkan bahwa kadar glukosa darah tikus selama pengamatan sangat bervariasi. Salah satu faktornya adalah adanya daya tahan individu tikus yang berbeda terhadap alloxan sehingga menyebabkan kondisi awal keadaan diabates tidak seragam. Kim et al. (2006) melaporkan tikus yang diinjeksi dengan alloxan 120 mg/kg bb secara intraperitoneal, menghasilkan diabetes dengan kriteria kadar glukosa darah 200-300 mg/dl serta glukosuria (terdapat glukosa dalam urin) dipilih dan digunakan sebagai model tikus diabetes dalam penelitiannya. Perubahan kadar glukosa darah seperti diperlihatkan pada Gambar 2 menunjukkan bahwa tikus kontrol (normal) kadar glukosa darahnya tetap normal dengan kisaran nilai antara 88,2-101,4 mg/dl, keadaan yang sama juga diperlihatkan pada tikus kelompok perlakuan ekstrak tempe, yang mana kadar glukosa darahnya masih terdapat dalam kisaran normal (90,2-98,4 mg/dl). Data kadar glukosa darah normal pada tikus menurut Farr et al. (1999) adalah 78-150 mg/dl, sedangkan menurut Kim et al. (2006) adalah 90,4-142,1 mg/dl. Penelitian ini juga memperlihatkan bahwa kadar glukosa darah tikus normal yang hanya diberi ekstrak tempe tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan kadar glukosa darah tikus

Tabel 1. Kadar glukosa darah (mg/dl) tikus selama 28 hari penelitian Hari keKontrol 0 4 7 14 21 28 89,8 2,9a*) 101,4 1,8a 100,0 5,4a 98,2 5,0a 91,6 6,7a 88,2 3,6a Kelompok Perlakuan Tempe 89,68,0a 98,06,0a 98,41,9a 94,04,5a 92,65,9a 90,27,8a Alloxan 192,435,7b 415,641,9c 405,830,5c 387,821,6c 426,694,2c 405,043,6c Tempe-aloksan 174,619,2b 280,447,6b 285,838,0b 260,246,6b 249,228,2b 242,025,9b

*) Angka yang diikuti dengan huruf superscript yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05).

125

Jurnal Veteriner September 2008

Vol. 9 No. 3 : 122-127

K ad ar g l ko sa d arah ( g u m

450 400 350 300 250 200 150 100 50 0 0 4 7 14 21 28 P en g am at h arikean


K ont ol r Tem pe Al oksan Tem pe- oksan al

Gambar 2. Perubahan kadar glukosa darah tikus selama percobaan (28 hari) kontrol. Hal ini dapat dijelaskan bahwa senyawa bioaktif tempe bekerja menghambat pemecahan karbohidrat menjadi glukosa pada usus, sehingga hanya mengurangi penyerapan glukosa ke dalam tubuh. Selain itu, pada tikus normal di dalam tubuhnya terjadi pengaturan (homeostasis) yang menjaga agar kadar glukosa darah tetap dalam kisaran normal. Homeostasis kadar glukosa darah dapat dilakukan oleh kerja hormon insulin dan glukagon. Menurut Montgomery (1993) hormon insulin berfungsi untuk menurunkan kadar glukosa darah dengan memacu glikolisis, sintesis glikogen, lemak dan protein, sedangkan hormon glukagon berfungsi meningkatkan kadar glukosa darah dengan memacu proses glikogenolisis dan lipolisis melalui mekanisme cAMP. Selain itu, glukagon juga memacu glukoneogenesis di dalam hati. Kadar glukosa darah tikus kelompok perlakuan ekstrak tempe-alloxan cenderung menurun bila dibandingkan dengan kelompok perlakuan alloxan. Apabila dibandingkan antara tikus kelompok normal dan tikus perlakuan alloxan dan tikus perlakuan tempealloxan sampai pada akhir percobaan (hari ke28), maka pada kelompok tikus yang diberi alloxan, kadar glukosa darah naik sebesar 359,18%, sementara pada tikus kelompok perlakuan tempe-alloxan kadar glukosa darah naik sebesar 140,36%. Hal ini berarti pemberian ekstrak tempe mampu menekan kenaikan kadar glukosa darah sebesar 67,36% pada eksperimental tikus DM. Data ini menunjukkan bahwa ekstrak tempe pada tikus diabetes mampu menurunkan kadar glukosa darah, meskipun belum sampai ke tingkat kadar normal. Beberapa penelitian pada hewan percobaan menunjukkan bahwa diet yang mengandung kedelai berpengaruh pada metabolisme glukosa, dan dapat mengontrol metabolisme hormon. Menurut Tsai et al. (1983), konsumsi diet kedelai ternyata mampu menekan kadar glukosa dan trigliserida postprandial. Sementara, Vedavanam et al., (1999), melaporkan bahwa secara in vitro pemberian ekstrak kedelai dapat menghambat masuknya glukosa ke membran brush border usus kelinci. Hasil kedua penelitian ini menunjukkan bahwa pengaruh pemberian ekstrak kedelai mampu menurunkan kadar glukosa darah postprandial. Peneliti lain melaporkan, genistein mampu menstimulasi sekresi insulin basal secara in vitro (Liu et al., 2006). Sementara, Howe (1990) menduga penurunan kadar glukosa pada hewan percobaan yang mendapat diet kedelai berkaitan dengan tingginya kadar insulin yang dapat menstimulasi sebagian besar komponen karbohidrat diubah menjadi energi. SIMPULAN Ekstrak tempe mempunyai daya hambat terhadap enzim -glukosidase in vitro sebesar 11,89% dengan nilai IC50 sebesar 1,4 mg. Daya hambat ekstrak tempe disebabkan oleh kerja genistein dan daidzein yang mempunyai nilai IC50 masing-masing 0,6 dan 0,4 mg. Ekstrak tempe dapat menekan kenaikan kadar glukosa darah sebesar 67,36% pada tikus diabetes. UCAPAN TERIMA KASIH Artikel ini merupakan bagian dari disertasi pada Program Studi Sains Veteriner Program

126

Suarsana e a tl

Jurnal Veteriner

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada BPPS Dikti, Depdiknas 2006-2009 dan Rektor Unud atas bantuan pendidikan tahun 2008 yang diberikan. DAFTAR PUSTAKA Auroma OI, Neergheen VS, Bahorun T, Jen LS. 2006. Free radicals, Antioxidants and Diabetes: Embryopathy, Retinopathy, Neuropathy, Nephropathy and Cardiovascular Complications. Neuroembryol Aging 4: 117-137 Aybar JM, Riera NS, Grau A, Sanchez SS. 2001. Hypoglicemic effect of water extract of Sallantus sonchifolius (yacon) leaves in normal and diabetic rats. J Ethnopharmacology 74: 125-132 Cooke GM. 2006. A review of the animal models used to investigate the health benefits of soy isoflavones. J AOAC Int 89: 1215-1227 Dominiczak MH. 2005. Glucose homeostasis, fuel metabolism and insulin. In Baynes JW, Dominiczak MH (Ed). Medical Biochemistry. 2nd ed. Elsivier Mosby. Pp. 273-197 Farr AK, Braun RD, Cefalu WT, Bell-Farrow AD, Wang ZQ, Hatchell DL. 1999. Increased non enzimatically glycosylated protein in vitreous humor of diabetic animals. Lab Anim Sci 49: 58-61 Hirsh AJ, Yao SY, Young DJ, Cheeseman Cl. 1997. Inhibition of glucose absorption in the rat jejunum: A novel action of alpha-Dglucosidase inhibitors. Gastroenterology 113: 205-211 Howe JC. 1990. Postprandial response of calcium metabolism in postmenopause women to meal varying in protein level. Metabolism 39: 1246-1252 Kerato M, Yamaguchi K, Takei S, Kino T, Yazawa K. 2006. Inhibitory Effects of Pasuchaca (Geranium dielsianum) Extract on a-Glukosidase in Mouse. Biosci Biotechnol Biochem 70: 1482-1484 Kim JS, Ju JB, Choi CW, Kim SC. 2006. Hypoglycemic and antihyperlipidemic Effect of Four Korean Medicinal Plants in Alloxan Induced Diabetic Rats. Am J Biochem and Biotech 2: 154-160 Koczwara K, Bonifacio E, Ziegler AG. 2004. Transmission of Maternal Islet Antibodies and Risk of Autoimmune Diabetes in Offspring of Mothers With Type 1 Diabetes. Diabetes 53: 1-4

Lee DS, Lee SH. 2001. Genistein, a soy isoflavone, is a potent a-glucosidase inhibitor. FEBS Letters 501: 84-86 Liu D, Zhen W, Yang Z, Carter JD, Si H, Reynolds, KA. 2006. Genistein Acutely Stimulates Insulin Secretion in PancreaticCells Through a cAMP-Dependent Protein Kinase Pathway. Diabetes 55: 1043-1050 McVeigh B, Dillingham BL, Lampe JW, Duncan AM. 2006. Effect of soy protein varying in isoflavone content on serum lipids in healthy young men. Am J Clin Nutr 83: 244-251 Montgomery R, Dryer RL, Conway TW, Spector AA. 1993. Biokimia: suatu pendekatan berorientasi kasus (terjemahan Ismadi, M). Jogjakarta: Gadjah Mada University Press Robertson RP, Harmon J, Tran PO, Poitout V. 2004. -Cell Glucose Toxicity, Lipotoxicity, and Chronic Oxidative Stress in Type 2 Diabetes. Diabetes 53: S119-S124 Roivainen M, Rasilainen S, Ylipaasto S, Nissinen R, Ustinov J, Bouwens L, Eizirik DCL, Hovi T, Otonkoski T. 2000. Mechanisms of Coxsackievirus-Induced Damage to Human Pancreatic b-Cells. J Clin Endoc & Metab 85: 432-440 Steel RGD, Torrie JH. 1999. Prinsip dan Prosedur Statistika, suatu pendekatan biometrik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama Sutedja L. 2003. Bioprospecting Tumbuhan Obat Indonesia Sebagai Sediaan Fitofarmaka Antidiabetes. Laporan kemajuan Tahap II Riset Unggulan Terpadu. Pusat Penelitian Kimia-LIPI. Szkudelski T. 2001. The mechanism of alloxan and sreptozotocin action in cells of the rat pancreas. Physiol Res 50: 536-546 Tsai AC, Mott EL, Owen GM. 1983. Effects of soy polysaccaride on gastrointestinal functions, nutrient balance, steroid excretions, glucose tolerance, serum lipids and other parameter in humans. Am J Clin Nutr 38: 504-511 Vedavanam K, Srijayanta S, OReilly J. 1999. Antioxidant action and potential antidiabetic properties of an isoflavonoid-containing soybean phytochemical extract (SPE). Phytother Res 13: 601-1068 Watanabe N, Endo Y, Fujimoto K, Aoki H. 2006. Tempeh-like Fermented Soybean (GABAtempeh) Has an Effective Influence on Lipid Metabolism in Rats. J Oleo Sci 55: 391-396

127

S-ar putea să vă placă și