Sunteți pe pagina 1din 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Penyakit 1. Definisi a. Hernia adalah protusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemak dari dinding rongga bersangkutan (Sjamsuhidajat, 1997, hal 700). b. Hernia ingunialis sinistra adalah hernia yang melalui anulus inguinalis internus yang terletak di sebelah lateral vasa efigastrika inferior, menyusuri kanalis ingunialis dan keluar ke rongga perut melalui anulus ingunalis eksternus (Mansjoer, 2000). c. Kata hernia pada hakekatnya berati penonjolan suatu kantung peritoneum, suatu organ atau lemak pra-peritoneum melalui cacat konginetal atau akusita dalam parietes muskuloaponeuretik dinding abdomen, yang normalnya tak dapat dilewati. Sebagian besar hernia timbul dalam regio inguinalis dengan dengan sekitar 50 % dari ini merupakan hernia inguinalis indereks dan 25 % sebagai inguinalis direk. (www.indonesiaindonesia.com) 2. Klasifikasi hernia a. Menurut lokalisasi 1) Hernia Inguinalis a) Indirek: batang usus melewati cincin abdomen dan mengikuti saluran sperma masuk ke dalam kanalis inguinalis. b) Direk: batang usus melewati dinding inguinalis bagian posterior. 2) Hernia Diafragma Hernia yang melalui diafragma. 3) Hernia Umbilikal Batang usus melewati cincin umbilikal. 4) Hernia Femoralis Batang usus melewati femoral ke bawah ke dalam kanalis femoralis. 5) Hernia Skrotalis Batang usus yang masuk ke dalam kantong skrotum.

b.

Hernia insisi menurut sifatnya

1) Hernia Reponibel Isi hernia dapat keluar masuk, usus keluar jika mengedan, dan masuk jika berbaring atau didorong masuk, tidak ada keluhan nyeri/gejala. 2) Hernia Ireponibel Kantong hernia tidak dapat dikembalikan ke dalam rongga, ini disebabkan oleh perlekatan isi kantong pada peritonial. 3) Hernia Inkaserada/Hernia Stragulata Isi hernia terjepit oleh cincin hernia/terperangkap, tidak dapat kembali ke dalam rongga perut.

3. Etiologi Hal yang dapat mengakibatkan penyakit hernia antara lain: a. Mengangkat barang berat b. Batuk c. Penyakit kronik paru-paru d. Akibat mengejan pada saat buang aia besar e. Gangguan metabolisme pada jaringan ikat f. Diare atau kejang perut g. Kehamilam h. Faktor kongenital (bawaan sejak lahir) (www.mediastor.com) 4. Anatomi fisiologi Berikut merupakan penjabaran anatomi fisiologi dalam Syaifudin (2000), yaitu: a. Mulut

Mulul adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri dua bagian yaitu bagian luar yang sempit, di antara gusi, bibir dan pipi, sedangkan bagian dalam dibatasi oleh maksilaris, palatum dan mandi bularis.

b. Farings Farings merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dalam kerongkongan. Dalam lengkung farings terdapat tonsil yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak mengandung limposit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi. c. Esofagus Esofagus merupakan saluran pencernaan yang menghubungkan tekak dengan lambung, panjangnya s 25cm, mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak di bawah lambung. d. Lambung Merupakan bagian dari saluran pencernaan yang dapat mengembang, terutama di daerah epigasterium. 1) Fundus ventrikuli, bagian yang menonjol ke atas terletak di sebelah kiri osteum kardium dan biasanya penuh berisi gas. 2) Korpus Ventrikuli, setinggi osteum kardium, suatu lekukan pada bagian bawah kurvatura minor. 3) Antrum Piloris, bagian lambung berbentuk tabung mempunyai otot yang tebal berbentuk spinter pylorus. 4) Kurvatura Minor, terdapat di sebelah kanan lambung terbentang dari osteum kardiak sampai ke pilorus. 5) Kurva Mayor, lebih panjang dari kurvatura minor, terbentuk dari sisi osteum kardiakum melalui fundus ventrikuli menuju kekanan sampai ke pilorus inferior. 6) Osteum Kardiakum, merupakan tempat di mana osofagus bagian abdomen masuk ke lambung. e. Usus 1) Usus halus Merupakan bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal dari pilorus dan berakhir pada sekum, panjangnya 6 meter, merupakan saluran paling panjang tempat proses pencernaan dan absorbsi hasil pencernaan. Usus halus dibagi tiga bagian, yaitu: a) Duodenum/Usus 12 jari, panjang 25cm berbentuk seperti tapal kuda melengkung ke kiri, bagian kanan duodenum terdapat selaput lendir yang disebut papilla vateri, di sini terdapat muara saluran empedu dan saluran

pankreas. Empedu dibuat di hati untuk dikeluarkan di duodenum melalui duktus koleduktus yang fungsinya mengemulsikan lemak dengan bantuan lipase. Pankreas menghasilkan amilase yang berfungsi mencerna hidrat arang menjadi disakarida dan tripsin yang berfungsi mencerna protein menjadi asam amino atau albumin dan polipeptida. b) Yeyunum/Jejunum Terletak di regio abdominalis media sebelah kiri dengan panjang 2-3 meter. c) Ileum, terletak di regio abdominalis bawah dengan panjang 4-5 meter, lekukan yeyenum dan ileum melekat pada dinding abdomen posterior dengan perantara lipatan peritonium yang berbentuk kipas atau yang dikenal sebagai mesenteri. 2) Usus besar Panjangnya s1,5 m, lebarnya 5-6 cm. Bagian-bagian usus besar yaitu kolon asenden panjangnya 13 cm, apendik (usus buntu), kolon tranversum panjangnya 38 cm, kolon desenden panjangnya 25 cm, kolon sigmoid, anus. f. Peritoneum Peritonium terdiri dari dua bagian yaitu: Peritonium parietal yang melapisi dinding rongga abdomen dan peritonium viseral yang melapisi semua organ yang berada dalam rongga abdomen. Fungsi peritonium: 1) Menutupi sebagian dari rongga abdomen dan pelvis. 2) Membentuk pembatas yang halus sehingga organ yang ada dalam rongga peritonium tidak saling bergesekan. 3) Menjaga kedudukan dan mempertahankan hubungan organ terhadap dinding posterior abdomen. 4) Kelenjar limfe dan pembuluh darah yang membantu melindungi terhadap infeksi.

g. Anatomi panggul

5. Patofisiologi Hernia adalah potrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan (R. Sjamsuhidjat, 1997). Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau karena yang didapat (mengangkat beban berat, ngedan), hernia dapat terjadi pada semua umur, lebih banyak pada pria dari wanita. Faktor yang dipandang berperan kausal adalah adanya prosesus vaginalis yang terbuka, dan kelemahan otot dinding perut karena usia. Proses turunnya testis mengikuti prosesus vaginalis. Pada neonatus kurang lebih 90% prosesus vaginalis tetap terbuka sedangkan pada bayi umur satu tahun sekiar 30% prosesus vaginalis belum tertutup. Tetapi kejadian hernia pada umur ini hanya beberapa persen. Tidak sampai 10% anak dengan prosesus vaginalis paten menderita hernia. Pada anak dengan hernia unilateral dapat dijumpai prosesus vaginalis paten kontralateral lebih dari separo, sedangkan insidens hernia tidak melebihi 20%. Umumnya disimpulkan bahwa adanya prosesus vaginalis yang paten bukan merupakan

penyebab tunggal terjadinya hernia tetapi diperlukan faktor lain seperti anulus ingunalis yang cukup besar. Tekanan intraabdomen yang meninggi secara kronik seperti batuk kronik, hipertrofi prostat, konstipasi, dan asites sering disertai hernia ingunalis. Insidens hernia meningkat dengan bertambahnya umur mungkin karena meningkatnya penyakit yang meninggikan tekanan intraabdomen dan jaringan penunjang berkurang kekuatannya. Dalam keadaan relaksasi otot dinding perut, bagian yang membatasi anulus internus turut kendur. Pada keadaan itu tekanan intraabdomen tidak tunggu dan kanalis inguinalis berjalan lebih vertikal. Sebaliknya bila otot dinding perut berkontraksi, kanalis inguinalis berjalan lebih transversal dan anulus inguinalis tertutup sehingga dapat mencegah masuknya usus kedalam kanalis inguinalis. Kelemahan otot dinding perut antara lain terjadi akibat kerusakan n.ilioinguinalis dan n.iliofemoralis setelah apendektomi. Jika kantong hernia inguinalis lateralis mencapai skrotum disebut hernia skrotalis. Hernia ini disebut lateralis karena menonjol dari perut lateral pembuluh epigastrika inferior. Disebut indirek karena keluar melalui dua pintu dan saluran yaitu anulus dan kanalis inguinalis; berbeda dengan hernia medialis yang langsung menonjol melalui segitiga Hesselbach dan disebut sebagai hernia direk. Pada pemeriksaan hernia lateralis, akan tampak tonjolan berbentuk lonjong sedangkan hernia medial berbentuk tonjolan bulat. Pada bayi dan anak, hernia lateralis disebabkan oleh kelainan bawaan berupa tidak menutupnya prosesus vaginalis peritonium sebagai akibat proses penurunan testis ke skrotum. Hernia geser dapat terjadi disebelah kanan atau kiri. Sebelah kanan isi hernia biasanya terdiri dari sekum dan sebagian kolon asendens, sedangkan sebelah kirinya terdiri dari sebagian kolon desendens. Pada umumnya keluhan pada orang dewasa berupa benjolan di lipat paha yang timbul pada waktu mengedan, batuk, atau mengangkat beban berat, dan menghilang waktu istirahat baring. Pada bayi dan anak-anak adanya benjolan yang hilang timbul di lipat paha biasanya diketahui oleh orang tua. Jika hernia mengganggu dan anak atau bayi sering gelisah, banyak menangis, dan kadang-kadang perut kembung, harus dipikirkan kemungkinan hernia strangulata (R. Sjamsuhidajat, 1997).

Patoflowdiagram Anomali Kongenital-sebab yang didapat Pria lebih banyak Pada setiap usia Wanita

Penyebab Pembentukan pintu masuk hernia yang cukup lebar pada anulus internus Mekanisme terjadinya hernia inguinalis Kanalis inguinalis yang berjalan miring Adanya struktur ablikus internus yang abdominis yang menutupi anulus ketika berkontraksi Fasia transversa yang kuat yang menutupi trigonum Hasselbach

Tekanan intraabdomen yang meninggi secara kronik Bentuk kronik Hipertrofi prostat Hernia scrotalis dextra reponibel Operasi hernioraphy Gangguan rasa nyaman: nyeri Resiko tinggi infeksi Tampak benjolan dilipat paha yang muncul pada waktu berdiri Perasaan sakit akan bertambah hebat Bila mengedan/ batuk benjolan akan membesar Konstipasi asites Hernia scrotalis dextra reponibel Tanda dan gejala

Ansietas

Benjolan sudah ada, benjolan itu dapat dimasukan

Posisi bernafas dengan mulut mengurangi tekanan intraabdomen, angkat paha perlahan-lahan bila benjolan itu dapat masuk

Tidak mengerti proses, tanda dan gejala penyakit Kurang pengetahuan (R. Sjamsuhidajat, 1997)

6. Manifestasi Klinis Ada beberapa tanda dan gejala yang perlu di ketahui untuk mengenali apakah itu hernia atau bukan: a. Gejala 1) Rasa nyeri pada tulang belakang yang disebabkan hernia pada diskus intervertebral. 2) Benjolan hernia dapat menetap dan menghilang lagi. Benjolan pada hernia dapat menetap karena termasuk pada hernia irreponibel (karena isi hernia dapat melekat pada peritoneum kantong hernia), sedangkan hernia yang dapat muncul dan hilang lagi termasuk hernia reponibel. 3) Inkrakerata, benjolan hernia hampir menetap karena telah menjadi sumbatan pada saluran pencernaan. 4) Strangulate, merupakan tingkat paling parah dari hernia di mana telah terjadi penyumbatan pembuluh darah yang ahkirnya dapat membahayakan dan dapat menyebabkan kematian. b. Tanda 1) Munculnya benjolan pada titik-titik yang berpeluang besar mengalami hernia. 2) Benjolan tidak berwarna merah 3) benjolan tidak terasa nyeri tetapi cukup menggangu. Benjolan hernia menggangu tergantung seberapa besar benjolannya. 4) Mual, muntah (Sjsmsuhidayat, 2003) 7. Tes Diagnostik Diagnosis pada hernia dapat ditegakan dengan cara sebagai berikut: a. Hernia femoralis: limfadenitis yang disertai tanda radang lokal umum dengan sumber infeksi ditungkai bawah, perineum, anau, atau kulit tubuh kaudal. b. Hernia inguinalis dapat ditegakan diagnosis berdasarkan atas besar

benjolan yang direposisi atas dasar tidak adanya pembatasan jelas di sebelah kranial dan adanya hubungan ke kranial melalui anulus eksternus. c. Hernia obturatoria di diagnosis dengan adanya keluhan nyeri seperti

ditusuk-tusuk dan parastesia di daerah lutut. d. Hernia pantolan didiagnosis dengan anamnesis dan pemeriksaan

(tanpak dan teraba benjolan diperineum yang mudah keluar masuk dan jarang mengalami inkarserasi ). e. Hernia spiegel di diagoisis dengan ditemukannya benjolan di sebelah

atas titik Mc. Burney kanan atau kiri, pada lateral muskulus rektus abdominis. Pada hernia inguinalis didiagnosis ditegakan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Benjolan akan membesar jika penderita membungkuk, batuk, mengejan atau mengangkat beban berat. (www.medicastore.com)

8. Penggelolaan Medik Penggelolaan terhadap hernia dibagi menjadi dua cara, yaitu: a. Operasi Dilakukan operasi yaitu mengembalikan (reposisi) terhadap benjolan hernia tersebut. Dua prinsip yang digunakan dalam operasi hernia, yaitu herniotomi dengan memotong kantung hernia lalu mengikatnya dan herniorafi dengan memperbaiki defek perbaikan dengan pemasangan jaringan melalui operasi terbuka (laparoskopik). Sedangkan hernoplasti memindahkan fasia pada dinding perut yang lemah, hernoplasti sering dilakukan pada anak-anak. b. Terapi hernia 1) Terapi umum a). Terapi konservatif berupa penggunaan alat penyanggah dapat di pakai sebagai pengelolaan sementara, misalnya pemakaian korset pada hernia ventralis. Sementara itu pada hernia inguinalis pemakaian korset tidak di anjurkan karena selain tidak dapat menyembuhkan, alat ini dapat juga melemahkan otot dinding perut. b). Setiap hernia femoralis memerlukan tindakan operasi, kecuali kalau ada kelainan lokal atau umum yang merupakan kontra indikasi operasi. c). Pada hernia ventralis, pengelolaan konservatif menggunakan alat penyanggah luar korset elastis khusus untuk sementara atau lebih lama bila ada kontra indikasi pembedahan. 2) Hernioplastik endoskopik Hernioplastik endoskopik merupakan pendekatan dengan penderita berbaring dalam posisi 40. Digunakan tiga trokar, yang pertama di garis tengah dekat umbilikus, dan dua lainnya di lateral. Keuntungan metode ini yaitu, morbiditas ringan, penderita kurang merasa nyari, dan keadaan umum kurang terganggu di bandingkan dengan operasi dari luar. (Sjamsuhidayat, 2003) 3) Perawatan untuk post operasi a) Hindari penyakit yang mungkin terjadi yaitu: Perdarahan, syok, muntah, distensi, kedinginan, infeksi, dekubitus, sulit BAK. b) Observasi keadaan klien. c) Cek tanda-tanda vital. d) Cuci luka dan ganti balutan operasi sesuai pesanan dokter. e) Perhatikan drainase. f) Penuhi nutrisi. g) Mobilisasi diri h) Diet 9. Komplikasi a. Terjadi perlengkatan dengan isi hernia dengan dinding kantong hernia, sehingga isi hernia tidak dapat dimasukan kembali. b. Obstruksi usus. c. Gangguan perfusi jaringan. d. Perforasi.

e. Nekrosis isi hernia dan kantong hernia akan berisi transudat berupa cairan serosanguinus. f. Nyeri hebat di tempat hernia.(Mansjore, 2000) 10. Prognosis a. Secara konservatif (non operatif) 1) Reposisi hernia Hernia dikembalikan pada tempat semula bisa langsung dengan tangan. 2) Penggunaan alat penyangga dapat dipakai sebagai pengelolaan sementara, misalnya pemakaian korset. b. Secara operatif 1) Hernioplasty Memindahkan fasia pada dinding perut yang lemah, hernioplasty sering dilakukan pada anak-anak 2) Hernioraphy Pada bedah elektif, kanalis dibuka, isi hernia dimasukkan kantong diikat, dan dilakukan basiny plasty atau tehnik yang lain untuk memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Ini sering dilakukan pada orang dewasa. 3) Herniotomy Seluruh hernia dipotong dan diangkat lalu dibuang. Ini dilakukan pada Tn.C dengan hernia yang sudah nekrosis. 11. Pencegahan a. Hindari obesitas atau kelebihan berat badan, usahakan agar berat badan sesuai standar yang sesuai dengan tinggi badan dan tipe badan. b. Menghindari agar tubuh tidak mengalami konstipasi (ketegangan) dan tarikan dengan banyak makan makanan yang berserat. c. Hindari kegiatan mengangkat beban terlalu berat. d. Melakukan pengobatan hernia, seperti batuk menahun dan sembelit menahun. (www.sehatgroup.web.id)

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian Tahap ini merupakan tahap awal dalam proses keperawatan dan menentukan hasil dari tahap berikutnya. Pengkajian dilakukan secara sistematis mulai dari pengumpulan data, identifikasi dan evaulasi status kesehatan klien (Nursalam, 2001). Tahap pengkajian ini merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan keperawatan dengan kebutuhan individu, sehingga pengkajian akurat, lengkap, sesuai kenyataan dan kebenaran data sangat penting dalam merunuskan diagnosa keperawatan. Dalam tahap ini dilakukan pengumpulan data yang terdiri dari tiga metode yaitu komunikasi efektif, observasi dan pemeriksaan fisik. Data yang dikumpulkan terdiri atas data dasar dan data fokus. (Dikutip dari Iyer, et. al, 1996 oleh Nursalam, 2001) Untuk membantu klien dalam mengutarakan masalah atau keluhannya secara lengkap, maka perawat dianjurkan menggunakan analisa simptom PQRST. Anailisa simptom menguraikan sebagai berikut: P : Provokativ atau paliatif Apakah yang menyebabkan gejala? Apa saja yang mengurangi atau memperberatnya? Q : Kualitas atau kuantitas Bagaimana gajala dirasakan nampak atau terdengar? Sejauh mana anda merasakannya sekarang. R : Regional atau areal radiasi Dimana gejala terasa? Apakah menyebar? S : Skala keparahan Seberapa keparahan dirasakan dengan skala 1sampai 10 (paling parah) T : Timing (waktu) Kapan gejala mulai timbul? Seberapa sering gejala terasa? Apakah tiba-tiba atau bertahap? (Periharjo, 1996) Untuk kasus hernia pengkajian data dasar (Lemone & Burke, 1996), meliputi: a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan Data subjektif:

1) Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang pengobatan dan pemeliharaan kesehatan. 2) Kaji riwayat penyakit yang pernah dialami klien sebelumnya. 3) Apa upaya untuk mempertahankankesehatan dan mencegah penyakit. 4) Apa yang dilakukan klien bila mengalami gangguan kesehatan. Data objektif: 1) Observasi penampilan dan keadaan fisik klien 2) Kaji kebutuhan klien dan kebutuhan ADL sehari-hari b. Pola nutrisi metabolik Data subjektif: 1) Tanyakan makanan dan minuman sehari-hari dalam 24 jam. 2) Kaji makanan kesukaan atau yang tidak disukai klien. 3) Kaji adanya gangguan menelan, mual, dan muntah. 4) Apakah ada alergi atau pantangan terhadap suatu makanan? 5) Tanyakan frekuensi makan dan jumlah makanan yang mampu dihabiskan. Data objektif: 1) Observasi dan kaji nilai laboratorium. 2) Timbang berat badan dan catat hasilnya. c. Pola eliminasi Data subjektif: 1) Tanyakan kebiasaan buang air besar, teratur atau tidak, frekuensinya dalam sehari, warna dan konsistensinya, adakah sulit saat membuang air besar dan bagaimana klien mengatasinya. 2) Kaji frekuensi buang air kecil, apakah sering menahan BAK ? Data objektif: 1) Observasi dan catat intake dan output setiap shift. d. Pola aktivitas dan latihan. Data subjektif: 1) Kaji tingkat aktivitas klien setiap hari. 2) Tanyakan adanya keluhan lemah, nyeri untuk beraktivitas. Data objektif: 1) Observasi tingkat aktivitas klien. 2) Kaji kemampuan memenuhi kebutuhan ADL. e. Pola tidur dan istirahat

Data subjektif: 1) Tanyakan jumlah tidur semalam. 2) Tanyakan kebiasaan dan jumlah tidur pada siang hari. 3) Tanyakan kebiasaan sebelum tidur. 4) Adakah kesulitan untuk tidur. Data objektif: 1) Observasi keadaan lingkungan yang dapat mengganggu istirahat klien. 2) Kaji faktor intrinsik individu yang dapat mengganggu istirahat klien. f. Pola peran sosial Data subjektif: 1) Tanyakan apakah penyakit ini mempengaruhi klien dan keluarga. 2) Tanyakan apakah hubungan klien dengan keluarga, teman akan mengalami perubahan. Data objektif: 1) Kaji interaksi klien dengan pasien di sebelah kiri, kanan dan dengan tenaga perawat dan dokter. g. Persepsi diri-konsep diri Data subjektif: 1) Tanyakan pada klien bagaimana perasaannya terhadap gangguan yang di alaminya saat ini. 2) Bagaimana masalah ini dapat membuat pandangan klien terhadap diri sendiri. 3) Tanyakan pada klien bagaimana perasaannya tentang operasi yang di alaminya. Data objektif: 1) Kaji adanya ungkapan rendah diri klien. 2) Kaji respon verbal dan non verbal klien. h. Pola nilai kepercayaan Data subjektif: 1) Tanyakan apakah klien menganut sistem kepercayaan tertentu. 2) Tanyakan kebebasan klien dalam melakukan kegiatan ibadahnya. Data objektif: 1) Kaji respon verbal dan non verbal klien saat menanyakan nilai

kepercayaannya. 2)

2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia dan individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dalam memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan membatasi mencegah dan merubah (Carpenito, 2000). Melalui pengkajian, perawat akan mampu mengidentifikasi respon klien yang aktual/potensial yang memerlukan suatu tindakan. Dalam menentukan perencanaan perlu menyusun suatu sistem untuk menentukan diagnosa yang akan diambil tindakan pertama kali. Salah satu sistem yang bisa digunakan adalah hirarki Kebutuhan Manusia dikutip dari Iyer et. al, 1996 dalam (Nursalam, 2001, hal. 52). 1) Hirarki Maslow Dalam menentukan prioritas diagnosa mengacu pada teori Abraham Maslow.

Aktualisasi diri Harga diri Mencintai dan dicintai Rasa aman dan nyaman Kebutuhan biologis/fisiologis O 2 , H2O, Elektrolit, Nutrisi, Sex

Sumber: Nursalam, (2001; 52) 2) Hirarki Kalish Kalish (1983) lebih menjelaskan kebutuhan Maslow dengan membagi kebutuhan fisiologis menjadi kebutuhan untuk bertahan dan stimulasi. Kalish mengidentifikasikan dengan kebutuhan untuk mempertahankan hidup: udara, air, temperatur, eliminasi, istirahat dan menghindari nyeri. Jika terjadi kekurangan kebutuhan tersebut klien cenderung menggunakan semua prasarana untuk memuaskan kebutuhan tertentu. Hanya saja mereka akan mempertimbangkan terlebih dulu kebutuhan yang paling tinggi prioritasnya, misalnya keamanan atau harga diri. dikutip dari Iyer et. al, 1996 dalam (Nursalam, 2001, hal. 53). Menurut Doenges (2000; hal 43) diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah sebagai berikut: a. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan proses penyakit.

b. Kecemasan orang tua kilen berhubungan dengan tindakan operasi. c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer, luka operasi. d. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang informasi. 3. Rencana keperawatan Perencanaan meliputi perkembangan strategi desain untuk mencegah,

mengurangi dan mengoreksi masalah-masalah yang diidentifikasi pada diagnosa keperawatan, dimana tahapan ini dimulai setelah menentukan diagnosa keperawatan dan menyimpulkan rencana dokumentasi (Nursalam, 1999). Berdasarkan diagnosa keperawatan yang muncul pada klien pre dan post operasi hernia, rencana tindakan keperawatan yang dapat dilakukan antara lain: a. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan proses penyakit Tujuan: nyeri berkurang sampai hilang secara bertahap. Kriteria evaluasi: 1) Klien dapa beradaptasi dengan nyerinya 2) Skala nyeri 0-3 3) Tanda-tanda vital dalam batas normal Rencana tindakan keperawatan: 1) Observasi keluhan nyeri. Rasional: Berguna dalam pengawasan keefektifan intervensi dan kemajuan

penyembuhan. (Doenges, 1999). 2) Jelaskan prises terjadinya nyeri. Rasional: Untuk mengetahui proses terjadinya nyeri dan untuk kebutuhan intervensi. (Doenges, 1999). 3) Pantau tanda-tanda vital Rasional: Respon autonomik meliputi perubahan pada tekanan darah, nadi, dan pernafasan, yang berhubungan dengan keluhan/penghilang nyeri.

Abnormalitas tanda vital terus menerus memerlukan evaluasi lanjut (Doenges,1999).

b. Kecemasan orang tua klien berhubungan dengan tindakan operasi. Tujuan: keluarga dapat menreima keadaan Kriteria evaluasi: 1) Tanpak rileks Rencana tindakan keperawatan: 1) Kaji tingkat kecemasan dan diskasi penyebabnya bila mungkin. Rasional: Identifikasi masalah spesifik akan meningkatkan kemampuan individu untuk menghadapinya dengan lebih realitas (Doenges, 1999). 2) Kembangkan hubungan pasien dan perawat Rasional: Hubungan yang saling mempercayai, diantara pasien/ orang terdekat/ staf akan meningkatkan perawatan dan dukungan yang optimal(Doenges, 1999). 3) Berikan keluarga dan klien dengan kepastian dan penguatan perilaku koping. Rasional: Menghargai klien untuk koping efektif dapat menguatkan respon koping positif yang akan datang (Capernito, 1999). c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer, luka operasi Tujuan: tidak terjadi infeksi Kriteria evaluasi: 1) Klien mencapai pemulihan luka tepat waktu 2) Klien bebas dari demam 3) Luka bebas dari drainase purulen atau eritema 4) TTV dalam batas normal Rencana tindakan keperawatan 1) Pantau tanda-tanda vital, perhatikan peningkatan suhu Rasional: Suhu malam hari memuncak yang kembali normal pada pagi hari adalah karakter infeksi. Peningkatan suhu 4-7 hari setelah pembedahan sering menandakan abses luka (Doenges, 1999). 2) Observasi penyatuan luka, karakter drainase, adanya inflamasi Rasional: Perkembangan infeksi dapat memperlambat pemulihan (Doenges, 1999).

3) Pertahankan perawatan luka aseptik. Pertahankan balutan kering Rasional: Melindungi pasien dari kontaminasi silang selama penggantian balutan. Balutan basah menyerap kontaminasi eksternal (Doenges, 1999). 4) Berikan obat-obatan sesuai indikasi: antibiotik. Rasional: Diberikan secara profilatif dan untuk mengatasi infeksi (Doenges, 1999). d. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang informasi. Tujuan : memenuhi kebutuhan belajar klien Kriteria evaluasi: 1) Klien dan keluarga mengungkapkan pemahaman tentang proses penyakit dan pengobatan . Rencana tindakan keperawatan 1) Kaji tingkat pengetahuan keluarga dan klien. Rasional: Keinginan untuk belajar tergantung pada kondisi fisik klien dan persiapan mental (Brunner and Suddarth, 1997). 2) Ajarkan informasi yang diperlukan: a. Gunakan kata-kata yang sederhana yang dapat klien dan keluarga pahami. b. Pilih waktu kapan klien siap. Rasional: Individualisasi rencana penyuluhan meningkatkan pembelajaran (Brunner and Suddart, 1997) c. Demonstrasikan perawatan luka/mengganti balutan yang tepat. Rasional: Meningkatkan penyembuhan, menurunkan resiko infeksi, memberikan kesempatan untuk mengobservasi pemulihan luka (Doenges 1999). 4. Implementasi Pelaksanaan tindakan keperawatan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik (Nursalam, 2001). Pelaksanaan asuhan keperawatan dengan hernioraphy tentunya merujuk pada rencana keperawatan yang telah dirumuskan.

Dalam tahap pelaksanaan ini, perawat berperan sebagai pelaksana keperawatan, memberi dorongan, pendidik, advokasi, konselor dan penghimpunan data (Carpenito, 1999). 5. Evaluasi Tindakan intelektual untuk melengkap proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai (Nursalam, 2001). Evaluasi terdiri dari 2 jenis, yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. a. Evaluasi formatif (evaluasi proses, evaluasi jangka pendek, atau evaluasi berjalan) dimana evaluasi dilakukan secepatnya setelah tindakan keperawatan dilakukan sampai tujuan tercapai. b. Evaluasi sumatif (evaluasi hasil, evaluasi akhir dan evaluasi jangka panjang), evaluasi ini dilakukan diakhir tindakan keperawatan paripurna dilakukan dan menjadi metode dalam memonitor kualitas dan efisiensi tindakan yang diberikan. Bentuk evaluasi ini lazimnya menggunakan format SOAP (Nursalam, 2001). Tujuan evaluasi adalah untuk mendapatkan umpan balik dalam rencana keperawatan, nilai serta meningkatkan mutu asuhan keperawatan melalui hasil perbandingan, dan standar yang telah ditentukan sebelumnya. Ada empat kemungkinan yang dapat terjadi pada tahap evaluasi, yaitu: masalah teratasi seluruhnya, masalah teratasi sebagian, masalah tidak dapat teratasi, dan timbulnya masalah baru. 6. Perencanaan Pulang Pada klien dengan post hernioraphy perlu adanya penyuluhan tentang penyakit hernia dan cara merawat luka bekas operasi dan mencuci luka dengan baik serta mengetahui tanda-tanda penyebab infeksi. Dan anjurkan klien supaya tidak mengangkat beban berat dan beraktivitas berat. Bila klien mengalami infeksi pada luka operasi maka hendaknya segera di bawa ke rumah sakit untuk segera mendapatkan pertolongan serta pengobatan teratur dari rumah sakit.

7. Dokumentasi keperawatan Dokumentasi pendokumentasikan memberikan yang asuhan keperawatan kepada klien penulis dengan membuat Hernia. ditunjukan

Pendokumentasian ini dilakukan dari awal pada tahap pengkajian sampai pada tahap evaluasi. Dokumentasi didefinisikan sebagai segala sesuatu yang tertulis atau tercetak yang dapat diandalkan sebagai catatan tentang bukti bago individu berwenang. Dokumentasi yang baik, mencerminkan tidak hanya kualitas tindakan keperawatan tetapi juga membuktikan pertabggung gugatan setiap anggota tim keperawatan memberikan asuhan keperawatan.(Poter dan Pery, 2005).

S-ar putea să vă placă și