Sunteți pe pagina 1din 22

Presentasi Kasus ILMU PENYAKIT MATA

Disusun Oleh : Henrikus Jeffry FL Luqma Prinata W G99131040 G99131050

Katarina B Dinda SM G99131046

Pembimbing : dr. Halida Wibawaty, Sp. M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA

2013

STATUS PASIEN
I. IDENTITAS Nama Umur Jenis Kelamin Suku Kewarganegaraan Agama Pekerjaan Alamat Tgl pemeriksaan No. CM II. ANAMNESIS A. Keluhan utama : Mata kiri terasa cekot-cekot, nyeri dan berair : Ny. N : 59 tahun : Perempuan : Jawa : Indonesia : Islam : Ibu Rumah Tangga : Joho Purwosari, Surakarta : 1 Oktober 2013 : 01219391

B. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien mengeluhkan nyeri yang hilang timbul dan berair pada mata kirinya, disertai rasa silau yang amat sangat. Keluhan ini dirasakan kira-kira sejak satu minggu yang lalu. Disamping keluhan di atas pasien juga merasa mata kirinya tampak lebih merah dibandingkan mata kananya, ngganjel dan sedikit blobokan pada pagi hari disertai pandangan kabur yang dirasakan semakin buruk. Pasien merasa lebih nyaman jika mata dipejamkan dan akan semakin berat terasa jika menjelang sore. Keluhan ini dirasakan pasien setelah sebelumnya ada benda asing yang masuk kedalam mata kirinya (kelilipan) pada saat pasien berpergian naik motor tanpa menggunakan helm. Benda asing ini pun terasa sangat mengganjal mata kirinya hingga berhari-hari namun tak dapat terlihat wujudnya.

Sebelum berobat ke poli mata RSUD Moewardi pasien hanya meneteskan obat tetes mata insto namun sampai sejauh ini tidak ada perbaikan. C. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat hipertensi Riwayat kencing manis Riwayat trauma mata Riwayat operasi mata Riwayat alergi obat dan makanan Riwayat sakit serupa Riwayat kacamata : (+) : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : (+) : disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat hipertensi Riwayat DM Riwayat sakit serupa : (+) : disangkal : disangkal

E. Kesimpulan Anamnesis OD OS Peradangan Konjungtiva, Kornea Infeksi Akut Belum ada

Proses Lokalisasi Sebab Perjalanan Komplikasi III. PEMERIKSAAN FISIK A. Kesan umum

Keadaan umum baik, compos mentis, gizi kesan cukup

B. Pemeriksaan Subyektif OD A. Visus Sentralis 1. Visus sentralis jauh a. pinhole b. koreksi 2. Visus sentralis dekat B. Visus Perifer 1. Konfrontasi test 2. Proyeksi sinar 3. Persepsi warna C. Pemeriksaan Obyektif 1. Sekitar mata a. tanda radang b. luka c. parut d. kelainan warna e. kelainan bentuk 2. Supercilia a. warna b. tumbuhnya c. kulit d. gerakan 3. Pasangan bola mata dalam orbita a. heteroforia b. strabismus c. pseudostrabismus d. exophtalmus e. enophtalmus 4. Ukuran bola mata a. mikroftalmus b. makroftalmus c. ptisis bulbi d. atrofi bulbi 5. Gerakan bola mata a. temporal b. temporal superior c. temporal inferior d. nasal OD Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Hitam Normal Sawo matang Dalam batas normal Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak terhambat Tidak terhambat Tidak terhambat Tidak terhambat OS Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Hitam Normal Sawo matang Dalam batas normal Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak terhambat Tidak terhambat Tidak terhambat Tidak terhambat 6/10 Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan OS 6/30 Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan

e. nasal superior f. nasal inferior 6. Kelopak mata a. pasangannya 1.) edema 2.) hiperemi 3.) blefaroptosis 4.) blefarospasme b. gerakannya 1.) membuka 2.) menutup c. rima 1.) lebar 2.) ankiloblefaron 3.) blefarofimosis d. kulit 1.) tanda radang 2.) warna 3.) epiblepharon 4.) blepharochalasis e. tepi kelopak mata 1.) enteropion 2.) ekteropion 3.) koloboma 4.) bulu mata 7. sekitar glandula lakrimalis a. tanda radang b. benjolan c. tulang margo tarsalis 8. Sekitar saccus lakrimalis a. tanda radang b. benjolan 9. Tekanan intraocular a. palpasi b. tonometri schiotz 10. Konjungtiva a. konjungtiva palpebra superior 1.) edema 2.) hiperemi 3.) sekret

Tidak terhambat Tidak terhambat Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak tertinggal Tidak tertinggal 10 mm Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Dalam batas normal

Tidak terhambat Tidak terhambat Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak tertinggal Tidak tertinggal 10 mm Tidak ada Tidak ada Tidak ada Kemerahan Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Dalam batas normal

Tidak ada Tidak ada Tidak ada kelainan Tidak ada Tidak ada Kesan normal Tidak dilakukan

Tidak ada Tidak ada Tidak ada kelainan Tidak ada Tidak ada Kesan normal Tidak dilakukan

Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Tidak ada Tidak ada Tidak ada

4.) sikatrik b. konjungtiva palpebra inferior 1.) edema 2.) hiperemi 3.) sekret 4.) sikatrik c. konjungtiva fornix 1.) edema 2.) hiperemi 3.) sekret 4.) benjolan d. konjungtiva bulbi 1.) edema 2.) hiperemis 3.) sekret 4.) injeksi konjungtiva 5.) injeksi siliar e. caruncula dan plika semilunaris 1.) edema 2.) hiperemis 3.) sikatrik 11. Sclera a. warna b. tanda radang c. penonjolan 12. Kornea a. ukuran b. limbus c. permukaan d. sensibilitas e. keratoskop ( placido ) f. fluorecsin tes g. arcus senilis 13. Kamera okuli anterior a. kejernihan b. kedalaman 14. Iris a. warna b. bentuk c. sinekia anterior d. sinekia posterior 15. Pupil

Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Putih Tidak ada Tidak ada 12 mm Jernih Rata, mengkilap Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak ada Jernih Dalam Hitam Tampak lempengan Tidak tampak Tidak tampak

Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Perikornea Tidak ada Tidak ada Ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Putih Tidak ada Tidak ada 12 mm Jernih Bercak Infiltrat Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak ada Jernih Dalam Hitam Tampak lempengan Tidak tampak Tidak tampak

a. ukuran b. bentuk c. letak d. reaksi cahaya langsung e. tepi pupil 16. Lensa a. ada/tidak b. kejernihan c. letak e. shadow test 17. Corpus vitreum a. Kejernihan b. Reflek fundus IV. KESIMPULAN PEMERIKSAAN OD A. Visus sentralis jauh B. Visus perifer Konfrontasi tes Proyeksi sinar Persepsi warna C. Sekitar mata D. Supercilium E. Pasangan bola mata dalam orbita F. Ukuran bola mata G. Gerakan bola mata H. Kelopak mata I. Sekitar saccus lakrimalis J. Sekitar glandula lakrimalis K. Tekanan intarokular L. Konjungtiva palpebra M. Konjungtiva bulbi N. Konjungtiva 6/10

3 mm Bulat Sentral Positif Tidak ada kelainan Ada Jernih Sentral Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan

3 mm Bulat Sentral Positif Tidak ada kelainan Ada Jernih Sentral Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan

OS 6/30 Tidak dilakukan Baik Baik Dalam batas normal Dalam batas normal Dalam batas normal Dalam batas normal Dalam batas normal Dalam batas normal Dalam batas normal Dalam batas normal Dalam batas normal Dalam batas normal Hiperemi Perikornea dengan Injeksi Siliar Dalam batas normal

Tidak dilakukan Baik Baik Dalam batas normal Dalam batas normal Dalam batas normal Dalam batas normal Dalam batas normal Dalam batas normal Dalam batas normal Dalam batas normal Dalam batas normal Dalam batas normal Dalam batas normal Dalam batas normal

fornix Sklera Kornea Camera okuli anterior R. Iris S. Pupil O. P. Q. T. U. Lensa Corpus vitreum

Dalam batas normal Dalam batas normal Kesan normal Bulat, warna hitam Diameter 3 mm, bulat, sentral Kesan normal Tidak dilakukan

Dalam batas normal Bercak Infiltrat Kesan normal Bulat, warna hitam Diameter 3 mm, bulat, sentral Kesan normal Tidak dilakukan

V. DIAGNOSIS BANDING OS Keratitis OS Uveitis OS Glaukoma Akut VI. DIAGNOSIS OS Keratitis VII. PLANNING 1. Pemulasan fluorescein 2. Kultur untuk bakteri dan fungi. 3. Pemeriksaan mikroskopik dengan KOH 10% terhadap kerokan kornea VIII. TERAPI Medikamentosa R/ Na diclofenac No. X 2 dd tab 1 R/ Cravit ED No. I 6 dd gtt I OS Non Medikamentosa Tidak mengusap mata dengan tangan atau benda yang tidak terjamin kebersihannya. Menjaga kebersihan mata. Memakai kacamata untuk koreksi visus dan kacamata hitam sebagai pelindung saat berpergian.

IX. PROGNOSIS OD Ad vitam Ad sanam Ad fungsionam Ad kosmetikum baik baik baik baik baik baik baik OS baik

10

TINJAUAN PUSTAKA KERATITIS A. PENDAHULUAN Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang merupakan bagian dari media refraksi, kornea juga berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui berkas cahaya menuju retina. Kornea terdiri atas 5 lapis yaitu epitel, membran bowman, stroma, membran descemet, dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi dan cedera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih berat daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya cedera pada epitel hanya menyebabkan edema lokal sesaat pada stroma kornea yang akan menghilang bila sel-sel epitel itu telah beregenerasi.1,2 Keratitis adalah suatu peradangan kornea yang disebabkan oleh bakteri, virus, dan jamur. Keratitis dapat diklasifikasikan berdasarkan lapis kornea yang terkena seperti keratitis superficial dan profunda, atau berdasarkan penyebabnya. Keratitis berdasarkan penyebabnya yaitu keratitis karena berkurangnya sekresi air mata, keratitis karena keracunan obat, keratitis reaksi alergi, infeksi, reaksi kekebalan, reaksi terhadap konjungtivitis menahun.2,3,4

B. EPIDEMIOLOGI Frekuensi keratitis di Amerika Serikat sebesar 5% di antara seluruh kasus kelainan mata. Di negara-negara berkembang insidensi keratitis berkisar antara 5,9-20,7 per 100.000 orang tiap tahun. Insidensi keratitis pada tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di Indonesia, perbandingan lakilaki dan perempuan tidak begitu bermakna pada angka kejadian keratitis.

11

Sedangkan predisposisi terjadinya keratitis antara lain terjadi karena trauma, pemakaian lensa kontak dan perawatan lensa kontak yang buruk, penggunaan lensa kontak yang berlebihan, Herpes genital atau infeksi virus lain, kekebalan tubuh yang menurun karena penyakit lain, serta higienis dan nutrisi yang tidak baik, dan kadang-kadang tidak diketahui penyebabnya.1,5 C. ANATOMI Kornea (latin cornum=seperti tanduk) adalah bagian selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapisan jaringan yang menutup bola mata sebelah depan. Kornea memiliki diameter horizontal 11-12 mm dan berkurang menjadi 9-11 mm secara vertikal oleh adanya limbus. Kornea dewasa ratarata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 mm di tepi.

Kornea memiliki tiga fungsi utama: 6,7 Sebagai media refraksi cahaya terutama antara udara dengan lapisan air mata prekornea. Transmisi cahaya dengan minimal distorsi, penghamburan dan absorbsi. Sebagai struktur penyokong dan proteksi bola mata tanpa mengganggu penampilan optikal.

12

Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang terdiri atas:6 1. Epitel Tebalnya 50 um, terdiri atas lima lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng. Sel basal berkaitan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel polygonal di depannya melalui desmosom dan macula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan barrier pertahanan. Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren. 2. Membrana Bowman Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma. Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi. 3. Stroma Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di bagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma. 4. Membrana Descement Membrane aselular; merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya. Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, tebal 40 um.

13

5. Endotel Berasal dari mesotelhium, berlapis satu, bentuk heksagonal, tebal 20-40 um. Endotel melekat pada membran descemet melalui hemidesmosom dan zonula okluden.

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar longus, saraf nasosiliar, saraf V. Kornea bersifat avaskuler, mendapat nutrisi secara difus dari humor aqous dan dari tepi kapiler. Bagian sentral dari kornea menerima oksigen secara tidak langsung dari udara, melalui oksigen yang larut dalam lapisan air mata, sedangkan bagian perifer menerima oksigen secara difus dari pembuluh darah siliaris anterior.6,9 Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi

14

edema kornea. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi. Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, di mana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea. Transparansi kornea disebabkan oleh strukturnya yang seragam, avaskularitasnya dan deturgensinya.7,8,9 D. ETIOLOGI Etiologi keratitis antara lain: bakteri, jamur, virus, dan alergi.10 E. PATOGENESIS Epitel adalah sawar yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme kedalam kornea. Namun sekali saja kornea mengalami cedera, stroma yang avaskuler dan membrane Bowman mudah terinfeksi oleh berbagai macam mikroorganisme seperti amoeba, bakteri dan jamur. Streptococcus pneumonia (pneumokokus) adalah bakteri pathogen kornea sejati; pathogen lain memerlukan inokulum yang berat atau hospes yang lemah (misalnya pada pasien yang mengalami defisiensi imun) agar dapat menimbulkan infeksi.5,6 Kornea adalah struktur yang avaskuler oleh sebab itu pertahanan pada waktu peradangan, tidak dapat segera ditangani seperti pada jaringan lainnya yang banyak mengandung vaskularisasi. Sel-sel di stroma kornea pertamatama akan bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang ada di limbus dan tampak sebagai injeksi pada kornea. Sesudah itu terjadilah infiltrasi dari sel-sel lekosit, sel-sel polimorfonuklear, sel plasma yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak kelabu, keruh dan permukaan kornea menjadi tidak licin. . Kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbul ulkus kornea yang dapat menyebar ke permukaan dalam stroma. Pada peradangan yang hebat, toksin dari kornea dapat menyebar ke iris dan badan siliar dengan melalui membran descement dan endotel kornea. Dengan demikian iris dan badan siliar meradang dan timbulah kekeruhan di COA, disusul dengan terbentuknya hipopion.5,6

15

Bila peradangan terus mendalam, tetapi tidak mengenai membran descement dapat timbul tonjolan membran descement yang disebut mata lalat atau descementocele. Pada peradangan dipermukaan kornea penyembuhan dapat berlangsung tanpa pembentukan jaringan parut. Pada peradangan yang lebih dalam penyembuhan berakhir dengan terbentuknya jaringan parut yang dapat berupa nebula, makula, atau leukoma. Bila ulkusnya lebih mendalam lagi dapat timbul perforasi yang dapat mengakibatkan endophtalmitis, panophtalmitis, dan berakhir dengan ptisis bulbi.5,6 F. KLASIFIKASI Pembagian keratitis ada bermacam-macam :4,5 1. Menurut kausanya a. Bakteri Biasanya disebabkan karena trauma kornea, pemakaian lensa kontak yang lama, kontaminasi dapat diakibatkan bakteri yang terlibat seperti Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa. Gejala yang timbul :5 Kelopak mata di pagi hari penuh dengan sekret mukopurulen, lengket. Sakit, silau, merah, mata berair dan penglihatan menurun. Berjalan cepat Kornea keruh dan membentuk abses. Terdapat infiltrat stroma dengan penggaungan epitel. Injeksi konjungtiva, siliar dan episklera. Hipopion. Tekanan bola mata naik ataupun rendah. b. Virus Biasanya disebabkan virus herpes simpleks (herpes virus hominis / HVH). Tipe HVH yang menyebabkan keratitis adalah HVH tipe 1. Kelainan mata akibat virus herpes simpleks dapat bersifat primer dan

16

kambuhan.

Infeksi

primer

ditandai

dengan

demam,

malaise,

limfadenopati preaurikuler, konjungtivitis folikularis, blefaritis, dan 2/3 kasus terjadi keratitis epitelial. Gejala yang timbul : Biasanya mengenai satu mata. Dimulai dengan radang konjungtiva. Bentuknya keratitis dendritika. Kambuh biasanya terjadi akibat depresi, lelah, atau sinar ultraviolet. Kambuh dapat dalam bentuk keratitis disiformis. Gejala-gejala subyektif keratitis epitelial meliputi: fotofobia, injeksi perikornea, dan penglihatan kabur. Berat ringannya gejala-gejala iritasi tidak sebanding dengan luasnya lesi epitel, berhubung adanya hipestesi atau insensibilitas kornea. Dalam hal ini harus diwaspadai terhadap keratitis lain yang juga disertai hipestesi kornea, misalnya pada: herpes zoster oftalmikus.3 c. Jamur Keratitis fungi banyak dijumpai pada para pekerja pertanian, sekarang makin banyak dijumpai diantara penduduk perkotaan, dengan dipakainya obat kortikosteroid dalam pengobatan mata. Gejala yang timbul : 3 Penglihatan turun, mata merah, mata berair, dan belek. Terdapat ulkus dengan satelit di sekitarnya. Hipopion dan dapat meluas menjadi endoftalmitis dan ptisis. d. Alergi Mata akan memberikan gejala lakrimasi dan fotofobia disertai rasa sakit. Bentuk keratitis dengan gambaran bermacam-macam, dengan ditemukannya infiltrat dan neovaskularisasi pada kornea. Gambaran karakteristiknya adalah dengan terbentuknya papul atau pustul pada kornea atau konjungtiva. Biasanya bilateral, dimulai dari limbus. Gambaran klinis yang muncul terlihat suatu keadaan sebagai hiperemia

17

konjungtiva, kurangnya air mata, menebalnya epitel kornea, perasaan panas disertai gatal dan tajam penglihatan yang berkurang. 4 e. Idiopatik 2. Menurut lapisannya a. Keratitis Superfisial Keratitis yang terkumpul di daerah membran Bowman, dengan infiltrat berbentuk bercak-bercak halus. Merupakan cacat halus kornea superfisial dan hijau bila diwarnai fluoresein. Gejala yang terjadi pada keratitis superfisial : Mengenai satu atau kedua mata Mata sakit, berair, silau, merah, penglihatan berkurang Kerusakan halus permukaan luas epitel Kelenjar preaurikuler membesar dan sakit b. Keratitis Interstisial Merupakan peradangan menahun jaringan kornea bagian dalam. Keratitis ini ditemukan pada jaringan kornea yang lebih dalam. Biasanya memberikan keluhan fotofobia, lakrimasi, dan menurunnya visus. Pada keratitis interstisial maka keluhan bertahan seumur hidup. Seluruh kornea keruh sehingga iris sulit dilihat. Permukaan kornea seperti kaca. Terdapat injeksi siliar dengan serbukan pembuluh ke dalam sehingga memberikan gambaran merah kusam (salmon patch) dari Hutchinson. Seluruh kornea dapat berwarna merah cerah. Kelainan ini biasanya bilateral. Merupakan penyulit sifilis kongenital atau didapat. Dapat terjadi pada pasien dengan tbc, lepra, dan lainnya. G. TANDA DAN GEJALA Gejala hampir serupa dengan konjungtiviitis dan fotofobia Mata sangat merah

18

Silau Mata sakit Penglihatan menurun H. FAKTOR RISIKO Faktor risiko yang dapat menimbulkan keratitis: 3 1. Perawatan lensa kontak yang buruk, pemakaian lensa kontak yang lama. 2. Sakit atau faktor lain yang menurunkan daya tahan tubuh. 3. Demam, herpes genital, dan infeksi virus lainnya. 4. Lingkungan kotor dan padat, dan higiene buruk. 5. Kurang gizi terutama dafisiensi vitamin A.

I.

DIAGNOSIS Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, gejala klinik dan hasil pemeriksaan mata. Pasien dengan keratitis biasanya datang dengan keluhan iritasi ringan, adanya sensasi benda asing, mata merah, mata berair, penglihatan yang sedikit kabur, dan silau (fotofobia) serta sulit membuka mata (blepharospasme). Penderita akan mengeluh sakit pada mata karena kornea memiliki banyak serabut nyeri, sehingga amat sensitif. Kebanyakan lesi kornea superfisialis maupun yang sudah dalam menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit diperberat oleh kuman kornea bergesekan dengan palpebra. Karena kornea berfungsi sebagai media untuk refraksi sinar dan merupakan media pembiasan terhadap sinar yang masuk ke mata maka lesi pada kornea umumnya akan mengaburkan penglihatan terutama apabila lesi terletak sentral pada kornea. Fotofobia yang terjadi biasanya terutama disebabkan oleh kontraksi iris yang meradang. Dilatasi pembuluh darah iris adalah fenomena refleks yang disebabkan iritasi pada ujung serabut saraf pada kornea. Pasien biasanya juga

19

berair mata namun tidak disertai dengan pembentukan kotoran mata yang banyak kecuali pada ulkus kornea yang purulen. 4,5,6 Dalam mengevaluasi peradangan kornea penting untuk membedakan apakah tanda yang kita temukan merupakan proses yang masih aktif atau merupakan kerusakan dari struktur kornea hasil dari proses di waktu yang lampau. Sejumlah tanda dan pemeriksaan sangat membantu dalam mendiagnosis dan menentukan penyebab dari suatu peradangan kornea seperti: pemeriksaan sensasi kornea, lokasi dan morfologi kelainan, pewarnaan dengan fluoresin, neovaskularisasi, derajat defek pada epithel, lokasi dari infiltrat pada kornea, edema kornea, keratik presipitat, dan keadaan di bilik mata depan. Tanda-tanda yang ditemukan ini juga berguna dalam mengawasi perkembangan penyakit dan respon terhadap pengobatan. 11 J. DIAGNOSIS BANDING 1. Keratitis 2. Uveitis 3. Glaukoma Akut K. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien keratitis : 1. Pemulasan fluorescein 2. Kerokan kornea yang kemudian dipulas dengan pulasan gram atau giemsa. 3. Kultur untuk bakteri dan fungi. 4. Pemeriksaan mikroskopik dengan KOH 10% terhadap kerokan kornea 5. Pemeriksaan sekret ditemukan eosinofilia 6. Tes kulit terhadap alergen yg didudaga menunjukan hasil (+) L. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan keratitis berdasarkan kausanya : 3 a. Bakteri antibiotik sesuai dengan hasil pembiakan

20

pengobatan dini dengan fluroquinolone ciprofloxacin 0.3% sikloplegik tiga kali per hari, kalau masih kurang dapat diberi atropin 1% 2 kali sehari. (mencegah sinekia posterior serta mengurangi nyeri akibat spasme siliar) b. Virus Pemberian antiviral Kompres dingin Tidak boleh dipakai kortikosteroid. c. Jamur Disesuaikan dengan hasil kultur dan hasil empiris Natamycin E.D untuk jamur berfilamen Fluconazole E.D untuk jamur candida AmphotericinB E.D untuk kasus yang tidak bereaksi dengan obat d. Alergi Pemberian antihistamin oral Pemberian tetes mata yg mengandung antihistamin dan

vasokonstriktor Imunoterapi alergen M. PROGNOSIS Prognosis quo ad vitam pada pasien keratitis adalah bonam. Sedangkan prognosis fungsionam pada keratitis sangat tergantung pada jenis keratitis itu sendiri. Jika lesi pada keratitis superficial berlanjut hingga menjadi ulkus kornea dan jika lesi pada keratitis tersebut telah melebihi dari epitel dan membran bowman maka prognosis fungsionam akan semakin buruk. Hal ini biasanya terjadi jika pengobatan yang diberikan sebelumnya kurang adekuat, kurangnya kepatuhan pasien dalam menjalankan terapi yang sudah dianjurkan, terdapat penyakit sistemik lain yang dapat menghambat proses penyembuhan seperti pada pasien diabetes mellitus, ataupun dapat juga

21

karena mata pasien tersebut masih terpapar secara berlebihan oleh lingkungan luar, misalnya karena sinar matahari ataupun debu. 1,2,4 Pemberian kortikosteroid topikal untuk waktu lama dapat memperpanjang perjalanan penyakit hingga bertahun-tahun serta dapat pula mengakibatkan timbulnya katarak dan glaukoma yang diinduksi oleh steroid. DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. American Academy of Ophthalmology. Externa disease and cornea, San Fransisco 2006-2007 : 8-12, 157-160. Vaughan, Daniel. Oftalmologi Umum. Edisi 14 Cetakan Pertama. Widya Medika Jakarta, 2000 : 4-6 Ilyas, Sidarta. Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI Jakarta 2009 : 106-112. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Balai Penerbit FKUI Jakarta 2010 : 147-156. Wijana Nana SD. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Abadi Tegal; 1993, 86-102 Biswell R. Cornea In Vaughn D, Asbury T, Eva PR, eds. General Ophtalmology 17th ed. USA Appleton & Lange; 2008. p. 126-49 Lange Gerhard K.Ophtalmology. 2000. New York: Thieme. P. 117-44 Ilyas S. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam : Ilyas S. Ilmu Penyakit mata Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI ; 2008. H.l-13. Riordan P. Anatomy & Embriology of the Eye. In: Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eve P. General Ophtalmology. 17th ed. USA: Appleton & Lange; 2008. P.8-10 10. Mansjoer, Arif M. 2001. Kapita Selekta edisi-3 jilid-1. Jakarta: Media Aesculapius FKUI. Hal: 56 11. Thygeson, Phillips. 1950. "Superficial Punctate Keratitis". Journal of the American Medical Association; 144:1544-1549. Available at : http://webeye. ophth.uiowa.edu/ dept/service/cornea/cornea.htm

22

S-ar putea să vă placă și