Sunteți pe pagina 1din 17

Skenario 3: MENCRET Seorang laki-laki, 35 tahun, dibawa ke Puskesmas karena mengalami mencret lebih dari 12 kali dalam sehari

sejak 2 hari yang lalu. Keluhan ini timbul setelah makan malam diwarung nasi dekat rumahnya. Pemeriksaan fisik : kesadaran komposmentis lemah, TD: 85/60 mmHg, nadi:120x/menit, pernapasan 34x/menit, cepat dalam. Jumlah urine sedikit. Di Puskesmas penderita dipasang infus dan diberikan pertolongan pertama lalu dirujuk ke RS terdekat. Dokter meminta untuk diperiksa Analisa Gas Darah. Kesannya : terdapat gangguan keseimbangan asam basa beruap asidosis metabolik, dengan anion gap yang normal.

SASARAN BELAJAR LI.1. Memahami dan menjelaskan analisa gas darah dan mejelaskan komponennya LO.1.1 Definisi dan komponen analisa gas darah LO.1.2 Kadar normal gas darah LI.2. Memahami dan menjelaskan derajat keasaman dan manfaatnya LO.2.1 Definisi pH, manfaat derajat keasaman (klasifikasi asam basa) LO.2.2 Cara menentukaan pH (asam kuat, basa kuat, asam lemah, basa lemah) LO.2.3 Indikator keasaman LI.3. Memahami dan menjelaskan aspek biokimia dan fisiologis keseimbangan asam basa LO.3.1 Definisi keseimbangan asam basa LO.3.2 Mekanisme keseimbangan asam basa secara biokimia dan fisiologis LI.4. memahami dan menjelaskan gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik) LO.4.1 Definisi asidosis metabolik LO.4.2 Etiologi asidosis metabolik LO.4.3 Manifestasi klinis asidosis metabolik LO.4.4 Penatalaksanaan asidosis metabolik

LI.1. Memahami dan Menjelaskan Analisa Gas Darah dan Mejelaskan Komponennya LO.1.1. Definisi dan Komponen Analisa Gas Darah Pengukuran gas darah adalah cara terbaik utnuk evaluasi keseimbangan asambasa. 1. pH: Mengukur konsentrasi H+ untuk menunjukan status asam-basa darah. Nilai menunjukan apakah pH arteri normal (7,40), asam (<7,40), atau alkalotik (>7,40). Karena kemampuan mekanisme kompensasi untuk menormalkan pH, nilai hampir-normal tidak meniadakan kemungkinan dari gangguan asam-basa. PaCO2: Tekanan parsial karbon dioksida pada arteri. PaCO2 merupakan komponen pernapasan dari pengaturan asam-basa dan diatur oleh perubahan frekuensi dan kedalaman ventilasi pulmoner. Hiperkapnia (PaCO2 >45 mmHg) menunjukan hipoventilasi alveolar dan asidosis respiratori. Hiperventilasi mengakibatkan pada PaCO2 <35 mmHg dan alkalosis respiratori. Kompensasi respiratori terjadi dengan cepat pada ketidakseimbangan asam-basa metabolik. Bila ada abnormalitas pada PaCO2 terjadi, ini penting unutk menganalisa parameter pH dan HCO3- untuk menentukan gangguan pernapasan atau respons kompensasi terhadap abnormalitas asam-basa metabolik. PaO2: tekana oksigen parsial dalam arteri. PaO2 tidak mempunyai pengaturan asam-basa bila terdapat dalam rentang normal. Adanya hipoksemia dengan PaO2 <60 mmHg dapat menimbulkan metabolisme anaerobik, mengakibatkan produksi asam laktat dan asidosis metabolik. Terdapat penurunan normal pada PaO2 sesuai pertambahn usia, hipoksemia juga dapat menyebabkan hiperventilasi mengakibatkan alkalosis respiratori. Saturasi: mengukur derajat hemoglobin tersaturasi oleh oksigen. Saturasi ini dapat dipengaruhi oleh perubahan suhu, pH, dan PaCO2. Bila PaO2 turun dibawah 60 mmHg, maka terjadi penurunan yang besar pada saturasi. Kelebihan atau kekurangan basa: Menunjukan, dalam istilah umum, terdapatnya sejumlah buffer darah (hemoglobin dan bikarbonat plasma). Nilai yang tinggi secara abnormal menggambarkan alkalosis; nilai rendah menggambarkan asidosis. Nilai normal 2. HCO3-: Bikarbonat serum merupakan komponen ginjal mayor dari pengaturan asam-basa. HCO3- dieksresi atau dihasilkan oleh ginjal untuk mempertahankan lingkungan asam-basa normal. Penurunan kadar bikarbonat (<22 mEq/L) merupakan inidikasi asidosis metabolik (jarang terlihat sebagai mekanisme kompensasi untuk alkalosis respiratori); peningaktan kadar bikarbonat (>26 mEq/L) menggambarkan alkalosis metabolik-juga sebagai gangguan metabolik primer atau sebagai perubahan kompensatori pada respons terhadap asidosis respiratori.

2.

3.

4.

5.

6.

LO.1.2. Kadar Normal Gas Darah Kadar normal komponen gas darah yaitu : 1. 2. 3. 4. 5. PaCO2 pH HCO3PO2 CO2 = 35 - 45 mEq/L = 7,35 - 7,45 = 22 27 mEq/L = 80 100 mmHg = 25,5 4,5
3

6.

Saturasi oksigen

= 95 99 %

LI.2. Memahami dan Menjelaskan Derajat Keasaman dan Manfaatnya LO.2.1 Definisi pH, Manfaat Derajat Keasaman (Klasifikasi Asam Basa) pH adalah derajat keasaman yang digunakan unutk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. pH adalah suatu cara untuk menyatakan konsentrasi ion H+ yang sangant kecil. Manfaat pengukuran pH yakni aplikasi dalam bidang kesehatan, biologi, kimia dan lain lain. Dapat mengetahui pH berbagai substansi dalam tubuh Cairan getah lambung pH 1,0 2,0 Urine pH 4,8 7,5 Saliva (air liur) pH 6,5 6,9 Darah pH 7,35 7,45 Dapat lebih mudah untuk menunjang teori terapi Dapat menyesuaikan kadar enzim untuk terapi suatu penyakit pada organ tertentu, contoh: Enzim A memiliki sifat spesifik akan rusak pada pH tertentu, maka harus disesuaikan dengan pH organ yang akan diterapi Dapat mengetahui segala kemungkinan dari gangguan keseimbangan asam-basa jika memakan makanan yang asam seperti jeruk limo, cuka, orange juice, dll. Menentukan derajat keasaman dari suatu larutan Menyatakan konsentrasi ion hidrogen Menentukan suatu kondisi asidosis atau alkalosis Mengatur mekanisme ion-ion di cairan ekstraselular

Klasifiksi asam-basa terdiri dari : Klasifikasi asam basa ini digolongkan berdasarkan kekuatannya, dan berdasarkan bentuk ion A. Berdasarkan Kekuatannya 1. Asam kuat adalah senyawa yang terurai secara keseluruhan saat di larutkan dalam air dan menghasilkan jumlah ion semaksimum mungkin. Contoh HCL, HN , S , HCl 2. Basa kuat adalah senyawa yang terurai secara keseluruhan saat dilarutkan dalam air dan bereaksi dengan asam. Contoh NaOH, KOH, Ba(OH 3. Asam lemah adalah senyawa yang hanya sedikit terurai saat dilarutkan didalam air kurang bereaksi kuat dengan asam. Contoh H3PO4, H2SO3, HNO2, CH3COOH 4. Basa lemah adalah senyawa yang hanya sedikit terurai saat dilarutkan dalam air. Contoh NaHCO3, N OH

B. Berdasarkan Bentuk Ion 1. Asam anion adalah asam yang mempunyai muatan negatif. Contoh : SO32. Asam kation adalah asam yang mempunyai muatan positif. Contoh : N 3. Basa anion adalah basa yang mempunyai muatan negatif. Contoh : Cl, C

4. Basa kation adalah basa yang mempunyai muatan positif. Contoh : Na+ C. Berdasarkan kemampuan ionisasi asam dan basa 1. Asam dan basa monoprotik adalah asam dan basa yang dapat melepaskan satu ion H atau ion OH (dikenal juga dengan ionisasi primer) Contoh : asam monoprotik [HCl, HN , C COOH] basa monoprotik [NaOH, KOH] 2. Asam dan basa diprotik adalah asam dan basa yang dapat melepaskan 2 ion H atau ion OH (dikenal dengan ionisasi sekunder) Contoh : asam diprotik [ S H2S] basa diprotik [Mg(OH , Ca(OH)2, Ba(OH)2] 3. Asam dan basa poliprotik adalah asam dan basa yang dapat melepaskan 3 atau lebih ion H atau ion OH (dikenal juga dengan ionisasi tersier) Contoh : asam poliprotik [ P ] basa poliprotik [Al(OH)3] D. Asam-asam yang berasal dari proses metabolisme 1. Asam volatil adalah asam yang mudah menguap, dapat berubah bentuk menjadi bentuk cair maupun gas. Asam volatil merupakan hasil akhir dari metabolisme asam amino, lemak dan karbohidrat. Contoh : karbondioksida, asam karbonat 2. Asam nonvolatil adalah asam yang tidak mudah menguap, tidak dapat berubah bentuk menjadi gas untuk diekskresi oleh paru-paru, tapi harus dieksresikan oleh ginjal. Contoh : asam organik, asam nonorganik LO.2.2 Cara Menentukan pH (Asam Kuat, Basa Kuat, Asam Lemah, Basa Lemah) Perhitungan pH berdasarkan Hukum Henderson Hasselbalch :

a.

Asam kuat :

pH = - log [H+] b. Basa kuat : pH dihitungdari OHpOH = - log [H+] pH = 14 + log [OH-] c. Asam lemah
5

1.

2.

Asam monoprotik : [H3O+] = (Ka .C)1/2 pH = - (log Ka1 + log C) Asam diprotik : Ka1>> Ka2 [H3O+] = (Ka1 . C) pH = - (log Ka1 + log C)

d.

Basa lemah 1. Basa monoprotik : [OH-] = (Kb .C)1/2 pOH = - (log Kb + log C) pH = 14 + (log Kb + log C) 2. Basa diprotik : Kb1>> Kb2 [OH-] = (Kb1 . C) pOH = - (log Kb1 + log C) pH = 14 + (log Kb1 + log C)

Rumusmencari pH Untuk asam kuat : pH = - log [ H+ ] atau [ H+ ] = x.M Untuk asam lemah : pH = pKa + log Untuk basa lemah : pOH = pKb + log Untuk basa kuat : pOH = - log [OH-] atau [OH-] = x.M

LO.2.3 Indikator keasaman Yang digunakan untuk mengukur pH suatu larutan adalah: a. Kertas lakmus, kertas lakmus berubah menjadi merah bila keasaman larutan naik (asam), sedangkan berubah menjadi warna biru bila jika tingkat keasamaan larutan turun (basa). Penggunaan kertas lakmus ini adalah pengukuran yang paling sederhana, tetapi tidak dapat menentukan nilai pasti pH tersebut, hanya menunjukkan asam atau basa.

b. Indikator universal, substansi yang dapat berubah warna diantara berbagai ukuran pH. Indikator tidak memberikan gambaran lebih spesifik terhadap nilai pH dibandingkan dengan kertas lakmus. Indikator universal merupakan gabungan berbagai indikator yang diikuti dengan perubahan warna dari pH 2 10. Berbagai macam indikator universal, yaitu : Thimol biru 1 pH 1,2 2,2 merah oranye Metil merah pH 4,4 6,2 merah kuning Bromtimol biru pH 6,0 7,6 kuning biru Thimol biru 2 pH 8,0 9,6 kuning biru Fenolphtalein pH 8,3 10 tdk berwarna ungu c. Menggunakan alat pH meter yaitu alat yang digunakan di lab untuk menentukan pH dari suatu larutan dan nilainya tertera sangat jelas. pH meter bekerja berdasarkan prinsip elektrolit atau konduktivitas suatu larutan. LI.3. Memahami dan Menjelaskan Aspek Biokimia dan Fisiologis Keseimbangan Asam Basa LO.3.1 Definisi Keseimbangan Asam Basa Kesimbangan asam-basa adalah suatu keadaan dimana konsentrasi ion H+ yang diproduksi setara dengan konsentrasi ion H+ yang dikeluarkan oleh sel. Keseimbangan asam-basa adalah keseimbangan ion H+. Pada proses kehidupan keseimbangan asam pada tingkat molekuler umumnya berhubungan dengan asam lemah dan basa lemah, begitu pula pada tingkat konsentrasi ion H+ atau ion OH- yang sangat rendah. LO.3.2 Mekanisme Keseimbangan Asam Basa Secara Biokimia dan Fisiologis Keseimbangan asam basa adalah keseimbangan ion hidrogen, keseimbangan antara ion [ ] bebas dan [HC ] dalam cairan tubuh sehingga pH darah 7,35 7,45 atau keseimbangan tubuh yang harus dijaga kadar ion [ ] bebas dalam batas normal maupun pembentukan asam maupun basa terus berlangsung dalam kehidupan. Cairan tubuh harus dilindungi dari perubahan pH karena sebagian besar enzim sangat peka terhadap perubahan pH. Mekanisme protektif harus berlangsung aktif dan secara terus menerus karena proses metabolisme juga menyebabkan terbentuknya asam dan basa secara terus menerus (asam karbonat, asam sulfat, asam fosfat, asam laktat, asam sitrat, asam asetoasetat, ion ammonium, -hidroksibutirat). Karena ion [ ] berpengaruh besar dalam keseimbangan asam-basa, maka faktor yang mempengaruhi [ ] juga mempengaruhi keseimbangan asam basa, yaitu : a) Lebihnya kadar [ ] yang ada dalam cairan tubuh, berasal dari Pembentukan C yang sebagian berdisosiasi menjadi H+ dan HC Katabolisme zat organik Disosiasi asam organik pada metabolisme intermedik, contoh pada metabolik Lemak terbentuk asam lemak dan laktat yaitu melepaskan [H+] b) Keseimbangan intake dan output ion [H+] tubuh Bervariasi tergantung dari:
7

Diet ( makanan ), H+ naik, jika kebanyakan makan asam (asidosis), sedangkan dengan mengkonsumsi sayur dan buah bersifat basa banyak menghasilkan HC . Aktivitas yaitu lari cepat membuat tubuh kita asam karena menghasilkan banyak CO2 sehingga pH turun Proses anaerob yaitu lebih banyak penumpukan asam laktat seperti olahraga berat sehingga menimbulkan reaksi asam dan membuat pH turun Pengaturan keseimbangan asam basa diselenggarakan melalui koordinasi dari tiga sistem,yaitu : 1. Sistem buffer 2. Sistem respiratorik (sistem paru) 3. Sistem metabolik (sistem ginjal) 1. Sistem Bufer Sistem bufer disebut juga sebagai sistem penahan atau sistem penyangga, karena dapat menaham perubahan Ph. Sistem buffer merupakan larutan yang mengandung asam lemah dan basa konjugasinya. Bufer ini terdiri dari asam lemah yang menjadi donor ion hidrogen dan basa lemah yang berfungsi sebagai akseptor ion hidrogen HA H+ + A. Di dalam tubuh terdapat beberapa sistem bufer yaitu a. sistem bufer asam karbonat-bikarbonat b. sistem bufer protein c. sistem bufer hemoglobin d. sistem bufer fosfat. Melalui reaksi reversibel, bufer dapat membatasi perubahan konsentrasi ion hidrogen. Bila H+ bertambah ion hidrogen ini akan bergabung dengan A-. Reaksi ini mengarah ke kiri, mengurangi H+ dan A- dan menambah HA. Bila H+ berkurang reaksi mengarah ke kanan, meningkatkan H+ dan A- dan mengurangi HA. Bufer secara langsung segera mengambil atau melapaskan ion hidrogen dalam batas normal yang sempit. Konsentrasi bufer cepat menurun dan habis. Unutk menjaga efektivitas sistem bufer, ion hidrogen harus dikeluarkan dari tubuh. Evektifitas bufer bergantung pada konstanta disosiasi dan konsentrasi bufer (HA + H + A-). Sistem bufer yang baik adalah bila jumlah A- cukup unutk mengikat seluruh penambahan H+ dan HA cukup untuk mengganti seluruh H+ yang dikeluarkan dari tubuh. Jumlah A- dan H+ paling banyak adalah bila jumlah HA = A Konstanta disosiasi Kd atau Ka = H+ x A- / [HA] Sistem bufer tubuh paling baik pada konsentrasi normal ion hidrogen 40 nmol/L atau pH7,4, adalah sistem bufer dengan pKa = 7,4. Makin tinggi konsentrasi bufer akan semakin baik fungsinya. Namun, meskipun suatu sistem bufer memiliki pKa 7,4 tetapi jumlahnya sangat kecil maka tidak akan efektif. Di dalam cairan ekstraseluler, fosfat anorganik dengan pK= 6.80 tidak efektif sebagai bufer karena konsentrasinya sangat kecil (hanya 1 mmol/L). Fungsi utama sistem bufer ini adalah mencegah perubahan pH yang disebutkan oleh pengaruh asam fixed dan asam organik pada cairan ekstraselular. Sebagai bufer, sistem ini memiliki ketrbatasan, yaitu : Tidak dapat mencegah perubahan pH di cairan ekstraselular yang disebabkan karena pengikatan CO2

Sistem ini hanya berfungsi bila sistem respirasi dan pusat pengendali sistem pernafasan bekerja normal. Kemampuan menyelenggarakan sistem bufer tergantung pada tersedianya ion bikarbonat.

Masalah yang menyebabkan berkurangnya cadangan bikarbonat memang jarang terjadi. Cairan tubuh mengandung cukup banyak cadangan bikarbonat, khususnya dalam bentuk basa lemah yaitu natrium biakarbonat. a. Sistem bufer asam karbonat-bikarbonat H2O + CO2 H2CO3 H+ + HCO3Sistem bufer asam karbonat-bikarbonat merupakan suatu komponen yang paling penting pada pengaturan pH cairan ekstraseluler. CO2 bereaksi dengan H2O membentuk H2CO3 yang kemudain berdisosiasi menjadi ion hidrogen dan ion bikarbonat (konjugate base) melalui suatu reaksi reversibel. Karena reaksi bersifat reversibel, penambahan konsentrasi dari suatu komponen menyebabkan perubahan konsentrasi komponen lainnya. Bila terjadi peningkatan konsentrasi ion hidrogen, terjadi interaksi dengan ion bikarbonat sehingga membentuk asam karbonat (H2CO3). Berarti dalam hal ini ion bikarbonat bertindak sebagai basa lemah yang menerima kelebihan ion hidrogen. Asam karbonat yang terbentuk akan mengalami disosiasi menjadi CO2 dan air, dan CO2 yang dihasilkan akan dikeluarkan melalui paru. Sistem bufer bikarbonat merupakan sistem bufer istimewa, sistem bufer ini tetap merupakan sistem bufer terbaik pada pH 7.4 walaupun pKa nya 6.1, karena dapat mengeluarkan CO2 melalui paru dan jumlahnya banyak. Tubuh mempertahankan sistem bufer bikarbonat dengan pengaturan kadar karbondioksida di paru dan bikarbonat di ginjal. Asam nonvolatil di bufer oleh HCO3- dan bufer lain. b. Sistem bufer protein Sistem bufer protein berfungsi mengatur pH cairan ekstraseluler dan interstisial. Protein sebagai bufer berinteraksi secara ekstensif dengan sistem bufer lainnya. Protein tersusun oleh asam amino yang mempunyai sifat amfoter, yaitu asam amino akan bersifat sebagai kation pada suasana asam dan bersifat anion pada suasanna basa. Fungsi pengaturan ini berjalan sebagai berikut : Bila terjadi penurunan pH, gugus asam amino (-NH2) dari asam amino akan bertindak sebagai basa lemah dengan mengikat ion hidrogen dan membentuk ion aminoum (-NH3+). Gugus amino bertindak sebagai aseptor proton. R-NH2 + H+ R-NH3+ Bila terjadi peningkatan Ph, gugus karboksil (-COOH) dari asam amino mengalami disosiasi dan berubah menjadi ion karboksil (-COO-) dan io H+ gugus karboksil bertindak sebagai donor proton.

R-COOH RCOO- + H+ Sitem bufer protein berfungsi mengatur Ph cairan ekstrasel dan interstisium. Protein sebagai bufer berinteraksi secara ekstensif dengan sistem bufer lainnya. Protein plasma memiliki kontribusi sebagai sistem bufer pada darah. Cairan interstisium yang mengandng protein dan asam amino terdisosiasi ikut berperan mengatur Ph. Protein mengandung asam amino histidin yang mempunyai cincin imidazol dengan pKa = 6.0. pada kebanyakan protein Pk sekitar 7,0 7,4. Proses pengaturan melalui sistem bufer
9

protein berjalan lambat karena ion hidrogen harus melalui proses difusi membran sel yang dipengaruhi oleh pompa natrium. c. Sistem bufer hemoglobin Buffer hemoglobin (Hb) merupakan buffer intraseluler yang bekerja di dalam sel darah merah. Hb dapat berfungsi sebagai buffer karena mengandung residu histidin, yaitu asam amino yang dapat berikatan secara reversibelion hidrogen, menghasilkan Hb bentuk berproton dan tidak berproton. Na+ + HCO3 NaHCO3 Hb- + H+ HHb (PK 7-8) Pada sel darah merah, Hb dapat mengikat karbondioksida dan mengubahnya menjadi karbonat karena di dalam sitoplasma terkandung anhidrase karbonat, dan proses pengikatan terjadi dengan cepat karena CO2 berdifusi cepat melintasi membran sel darah merah tanpa memerlukan mekanisme transport aktif membran sel. Kemampuan pengaturan ini dikenal sebagai sistem buffer hemoglobin. Buffer utama cairan ekstraseluler adalah sistem bikarbonat dan hemoglobin. Hb penting untuk pengangkutan oksigen ke jaringan, pengangkut CO2 dan sebagai sistem buffer yang kuat. d. Sistem bufer fosfat Sistem dapar ini berperan penting dalam pendaparan cairan tubulus ginjal dan cairan intrasel Pada cairan intra sel, kehadiran penyangga fosfat sangat penting dalam mengatur pH darah. Penyangga ini berasal dari campuran dihidrogen fosfat (H2PO4-) dengan monohidrogen fosfat (HPO32-). Sistem penyangga fosfat bekerja dalam cara yang serupa untuk mengubah asam kuat menjadi asam lemah dan basa kuat menjadi basa lemah. Natrium hidrogen fosfat ( ) adalah basa lemah dan natrium dihidrogen fosfat ( Na P ) adalah asam lemah HCl + Na2HPO4 NaH2PO4 + NaCl NaOH + NaH2PO4 Na2HPO4 + H2O H2PO4 - (aq) + H + (aq) 2 PO 4(aq) H2PO4 - (aq) + OH - (aq) --> HPO4 2- (aq) ) + H2O (aq) Penyangga fosfat dapat mempertahankan pH darah 7,4. Penyangga di luar sel hanya sedikit jumlahnya, tetapi sangat penting untuk larutan penyangga urin. 2. Sistem respiratorik (sistem paru) Sistem pernapasan berperan penting bagi keseimbangan asam-basa karena kemampuannya mengubah ventilasi paru-paru sehingga dapat mengubah kecepatan ekskresi C penghasil yang diatur oleh konsentrasi arteri. Pengaturan pernapasan terhadap keseimbangan asam basa merupakan tipe sistem penyangga fisiologis. Seluruh tenaga penyangga sistem pernapasan adalah 1 atau 2 kali lebih besar daripada tenaga penyangga kimia. Rata-rata secara normal terdapat sekitar 1,2 mmol/liter C yang terlarut dalam cairan ekstraseluler yang sama dengan 40mmHg PC . Bila pembentukan C metabolik meningkat, cairan ekstraseluler PC juga meningkat.
10

Jika konsentrasi meningkat, pusat pernapasan di batang otak secara refleks terangsang untuk meningkatkan C ventilasi paru-paru yang mengakibatkan kedalaman nafas meningkat sehingga lebih banyak yang dikeluarkan sehingga jumlah yang ditambahkan ke dalam cairan tubuh berkurang. Karena C membentuk asam, pengeluaran C pada dasarnya adalah pengeluaran asam dari tubuh. Jadi, pH tubuh dapat kembali ke pH normal. Jadi, peningkatan ventilasi alveolus menurunkan konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler dan meningkatkan pH. Begitu pula sebaliknya. Konsentrasi ion hidrogen juga berpengaruh terhadap kecepatan ventilasi alveolus. Sewaktu kecepatan alveolus menurun karena disebabkan oleh peningktan pH dan penurunan konsentrasi hidrogen, jumlah oksigen yang ditambahkan ke dalam darah menurun dan tekanan parsial oksigen di dalam darah juga menurun sehingga memberikan efek merangsang kecepatan ventilasi. Paru-paru sangat penting dalam mempertahankan konsentrasi plasma. Setiap hari, paru-paru mengeluarkan yang berasal dari asam karbonat dari cairan tubuh , lebih banyak daripada jumlah yang dikeluarkan oleh ginjal. Sistem pernapasan juga dapat menyesuaikan jumlah yang ditambahkan ke cairan tubuh dari sumber sesuai dengan kebutuhan untuk memulihkan pH ke arah normal apabila terjadi fluktuasi konsentrasi dari sumber-sumber asam nonkarbonat. Pengaturan oleh sistem pernapasan bekerja dengan kecepatan sedang dan hanya aktif berperan jika sistem penyangga kimiawi saja tidak mampu meminimalkan perubahan konsentrasi . Jika kelainan non-respiratorik mengubah konsentrasi , sistem pernapasan hanya akan dapat mengembalikan pH 50-75% dari normal karena gaya pendorong yang mengatur respon ventilasi kompensatorik lenyap apabila pH bergeser ke arah normal. Jika perubahan konsentrasi , terjadi akibat fluktuasi konsentrasi C yang timbul dari gangguan pernapasan, mekanisme pernapasan sama sekali tidak dapat berperan mengontrol pH. 3. Sistem metabolik (sistem ginjal) Ginjal tidak saja dapat mengubah-ubah pengeluaran , tetapi juga dapat menahan atau mengeliminasi HC Ginjal mampu memulihkan pH hampir tepat ke normal walaupun membutuhkan yang lebih lama. Ginjal mengontrol pH cairan tubuh dengan menyesuaikan 3 faktor yaitu : a. Ekskresi ion hidrogen Paru-paru hanya mampu mengeluarkan asam karbonat melalui eliminasi C . Tugas untuk mengeliminasi yang berasal dari asam sulfat, fosfat, laktat dan asam lain terletak di dalam ginjal. Ginjal tidak saja secara kontinu mengeluarkan dalam jumlah normal yang terus menerus dihasilkan dari sumber-sumber asamnonkarbonat, tetapi, juga mengubah-ubah kecepatan sekresinya untuk mengkompensasi perubahan konsentrasi yang timbul dari kelainan konsentrasi asam karbonat.
11

Besarnya sekresi bergantung pada status asam basa pada sel tubulus ginjal dan tidak dipengaruhi oleh pengaruh hormonal. Proses sekresi berawal di sel-sel tubulus dengan C yang datang dari 3 sumber yaitu C yang berdifusi dari plasma atau dari cairan tubulus atau C yang diproduksi secara metabolis di dalam sel tubulus. Lalu C dan O membentuk yang akan berdisosiasi membentuk dan HC . Suatu pembawa yang bergantung energi di membran luminal kemudian mengangkut keluar sel ke dalam lumen tubulus. Di bagian nefron, pembawa ini mengangkut yang berasal dari filtrat glomerulus ke arah yang berlawanan. Karena reaksi ini diawali dengan C jadi kecepatannya bergantung pada konsentrasi C , jika konsentrasi C meningkat, maka reaksi akan berlangsung cepat. Jika konsentrasi di plasma tinggi, sel-sel tubulus akan berespon dengan mensekresikan dalam jumlah yang lebih untuk disekresikan ke dalam urin, begitu pula sebaliknya. Ginjal tidak dapat meningkatkan konsentrasi plasma dengan mereabsorpsi yang sudah difiltrasi karena tidak terdapat mekanisme tersebut di dalam ginjal. b. Ekskresi bikarbonat Sebelum dibuang oleh ginjal, yang dihasilkan dari asam nonkarbonat disangga oleh HC plasma. Ginjal mengatur konsentrasi HC yaitu : 1. Reabsorpsi HC plasma melalui 2 mekanisme

yang difiltrasi kembali ke plasma

Ion bikarbonat tidak mudah menembus membran luminal sel-sel tubulus ginjal sehingga tidak dapat difiltrasi dan direabsorpsi secara langsung. Ion hidrogen yang disekresikan ke luar sel tubulus berikatan dengan HC yang difiltrasi untuk membentuk C . Lalu di bawah pengaruh karbonat anhidrase, C tersebut teruari menjadi O dan C . Lalu C masuk kembali ke dalam sel tubulus karena C mampu dengan mudah menembus membran sel tubulus. Di dalam sel, di bawah pengaruh karbonat anhidrase intrasel, C bergabung kembali dengan H2O membentuk C yang akan terurai menjadi dan HC . Karena dapat menembus membran basolateral sel tubulus, HC secara pasif berdifusi keluar sel masuk ke dalam plasma kapiler-peritubulus. HC ini seolah-olah direabsorpsi padahal sebenarnya tidak. Dalam keadaan normal, ion hidrogen yang disekresikan ke dalam lumen tubulus lebih banyak dibandingkan dengan ion bikarbonat yang difiltrasi. Sehingga semua ion bikarbonat yang difiltrasi biasanya direabsorpsi karena tersedia di lumen tubulus untuk berikatan dengannya.
12

2. Penambahan HC

yang baru ke dalam plasma

Pada saat semua HC yang difiltrasi telah direabsorpsi dan sekresi tambahan telah dihasilkan oleh disosiasi C , HC yang dihasilkan berdifusi ke dalam plasma sebagai HC yang baru. Disebut baru karena kemunculannya di dalam plasma tidak berikatan dengan reabsorpsi HC yang difiltrasi. Sementara itu, yang dihasilkan bergabung dengan penyangga fosfat basa dan kemudian dieksresi di urin.

Selama asidosis, ginjal melakukan kompensasi sebagai berikut : a) Meningkatkan sekresi dan ekskresi di urin sehingga kelebihan dapat dieliminasi dan konsentrasi di plasma menurun. b) Mereabsorpsi semua ion bikarbonat yang difiltrasi disertai dengan penambahan ion bikarbonat baru ke plasma sehingga konsentrasi ion bikarbonat plasma meningkat. c) Begitu pula sebaliknya pada alkalosis. c. Sekresi amonia Terdapat dua penyangga urin yang penting yaitu penyangga fosfat (yang difiltrasi) dan amonia (NH3) yang disekresi. Dalam keadaan normal, ion hidrogen yang disekresikan, pertama disangga oleh sistem penyangga fosfat, yang berada di dalam lumen tubulus karena kelebihan ingesti fosfat telah difiltrasi tetapi tidak direabsorpsi. Jika sekresi ion hidrogen meningkat, kapasitas fosfat urin untuk menyangga akan terlampaui,tetapi ginjal tidak dapat mengeluarkan lebih banyak fosfat basa, maka semua ion fosfat basa akan diekskresikan agar berikatan dengan ion hidrogen. Lalu sel-sel tubulus mensekresikan N ke dalam lumen tubulus setelah penyangga fosfat urin menjadi jenuh. Lalu, ion Hidrogen akan terus berikatan dengan N untuk membentuk ion amonium (N )

13

Ion amonium akan keluar melalui urin setiap ia mengangkut ion hidrogen. N sengaja disintesis dari asam amino glutamin (setiap satu molekul glutamin menghasilkan dua ion N yang akan dieksresikan melalui urin dan ion bikarbonat yang akan dikembalikan ke darah) di dalam sel tubulus kemudian berdifusi mengikuti penurunan gradien konsentrasike dalam lumen tubulus. Kecepatannya diatur oleh jumlah kelebihan ion hidrogen yang akan diangkut di urin. Untuk setiap N yang dieksresikan, dihasilkan HC untuk ditambahkan ke dalam darah. yang baru

Sekresi N selama asidosis berfungsi untuk menyangga kelebihan ion hidrogen di dalam lumen tubulus, sehingga ion hidrogen dapat disekresikan dalam jumlah besar ke dalam urin sebelum pH semakin menurun sampai batas 4,5.

LI.4. Memahami dan Menjelaskan Gangguan Keseimbangan Asam Basa (Asidosis Metabolik) LO.4.1 Definisi Asidosis Metabolik Asidosis metabolik (kekurangan HC ) adalah gangguan sistemik yang ditandai dengan penurunan primer kadar bikarbonat plasma, sehingga menyebabkan terjadinya penurunan pH (peningkatan [ ]). [HC ] ECF adalah kurang dari 22 mEq/L dan pH-nya kurang dari 7.35. Kompensasi pernapasan kemudian segera dimulai untuk menurunkan PaC melalui hiperventilasi sehingga asidosis metabolik jarang terjadi secara akut. Kadar ion HC normal adalah sebesar 24mEq/L dan kadar normal pC adalah 40 mmHg dengan kadar ion-H sebesar 40 nanomol/L. Penurunan kadar ionHC sebesar 1 mEq/L akan diikuti oleh penurunan pC sebesar 1.2 mmHg Kompensasi paru dengan cara hiperventilasi yang menyebabkan penurunan tekanan parsial C , dapat bersifat lengkap, sebagian atau berlebihan. Berdasarkan kompensasi ini, asidosis metabolik dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu: 1. Asidosis metabolik sederhana (simple atau compensated metabolic acidosis); penurunan kadar ion- HC sebesar 1 mEq/L diikuti penurunan pC sebesar 1.2 mmHg. Gabungan asidosis metabolik dengan asidosis respiratorik dapat juga disebut uncompensated metabolic acidosis; penurunan kadar ion- HC sebesar 1 mEq/L diikuti penurunan pC kurang dari 1.2 mmHg (pC dapat sedikit lebih rendah atau sama atau lebih tinggi dari normal) Gabungan asidosis metabolik dengan asidosis respiratorik atau dapat disebut sebagai partly compensated metabolic acidosis; penurunan kadar ionHC sebesar 1 mEq/L diikuti penurunan pC sebesar lebih dari 1.2 mmHg (pH dapat sedikit rendah atau sama lebih tinggi dari normal) (Price & Wilson, 2006)
14

2.

3.

LO.4.2 Etiologi Asidosis Metabolik Penyebab asidosis metabolik dapat dibagi dalam tiga kelompok yaitu : a. Pembentukan asam yang berlabihan (asam fixed dan asam organik) didalam tubuh. Ion hidrogen dibebaskan oleh sistem buffer asam karbonat-bikarbonat, sehingga terjadi penurunan Ph. Dalam klinik ditemukan keadaan ini seeperti pada : - Asidosis laktak. Timbul karena hipoksia jaringan berkepanjangan. Mengakibatkan jaringan mengalami proses metabolisme anaerob. - Ketoasidosis. Timbul karena produksi badan keton dalam jumlah sangat tinggi pada metabolisme fase pasca absortif. Ketoasidosis merupakan akibat dari starvasi dan komplikasi diabetes melitus yang tidak terkendali. Jaringan tidak dapat memanfaatkan metabolisme lipid dan keton. - Intoksikasi salisilat. - Intoksikasi etanol. b. Berkurangnya kadar ion HCO3- di dalam tubuh. Sistem buffer asam karbonat-bikarbonat yang mengatur keseimbangan ion hidrogen dan mempengaruhi kesimbangan ph. Penurunan konsentrasi HCO3- di cairan ekstraseluler menyebabkan penurunan efektifitas sistem buffer dan asidosis timbul. Penyebab penurunan konsentrasi HCO3- antara lainadalah diare, renal tubular acidosis (RTA) proksimal (RTA-2), pemakaian obat inhibitor enzim anhidrase karbonat atau pada penyakit ginjal kronik stadium III-IV. c. Adanya retensi ion-H didalam tubuh. Jaringan tidak mampu mengupayakan eksresi ion hidrogen melalui ginjal. Kondisi ini dijumpai pada penyakit ginjal kronik stadium IV-V, RTA-1 atau RTA-4. LO.4.3 Manifestasi Klinis Asidosis Metabolik pH lebih dari 7,1: 1. 2. 3. 4. 5. Rasa lelah (fatique) Sesak nafas (Kussmaull) Nyeri perut Nyeri tulang Mual/muntah

pH kurang dari atau sama dengan 7,1: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Gejala pada pH > 7,1 Efek inotropik negative, aritmia Kontriksi vena perifer Dilatasi arteri perifer (penurunan resistensi perifer) Penurunan tekanan darah Aliran darah ke hati menurun Kontriksi pembuluh darah paru (pertukaran O2) terganggu

LO.4.4 Penatalaksanaan Asidosis Metabolik

15

Indikasi koreksi asidosis metabolik perlu diketahui dengan baik agar koreksi dapat dilakukan dengan tepat tanpa menimbulkan hal-hal yang membahayakan pasien. Langkah Pertama adalah menetapkan berat ringannya gangguan asidosis. Gangguan disebut letal bila pH darah < 7 atau kadar ion H > 100 nmol/L. Gangguan yang perlu diperhatikan bila pH darah 7,1-7,3 atau kadar ion H antara 50-80 nmol/L Langkah Kedua adalah menetapkan anion-gap atau bila perlu anion-gap urin untuk mengetahui dugaan etiologi asidosis metabolik. Dengan bantuan tanda klinik lain kita dengan mudah menetapkan etiologi. Langkah Ketiga, bila dicurigai kemungkinan asidosis laktat, hitung rasio delta aniongap dengan delta HCO3 (delta anion gap : anion gap pada pasien diperiksa dikurangi dengan median anion gap normal, delta delta HCO3: kadar HCO3 normal dikurangi dengan kadar HCO3 pasien). Bila rasio >1, asidosis disebabkan oleh asidosis laktat. Langkah ketiga ini menetapkan sampai sejauh mana koreksi dapat dilakukan. Prosedur koreksi Secara umum koreksi dilakukan hingga tercapai pH 7.2 atau kadar ion HCO3 12mEq/L Pada keadaan khusus: Pada penurunan fungsi ginjal, koreksi dapat dilakukan secara penuh hingga mencapai kadar ion HCO3 20-22 mEq/L. Pada ketoasidosis diabetik atau asidosis laktat tipe A, koreksi dilakukan bila kadar ion HCO3 dalam darah kurang atau sama dengan 5 mEq/L, terdapat hiperkalemia berat, setelah koreksi insulin pada diabetes mellitus, koreksi oksigen pada asidosis belum terkendali. Koreksi dilakukan sampai kadar ion HCO3 10 mEq/L Pada asidosis metabolik yang terjadi bersamaan dengan asidosis respiratorik dan tidak menggunakan ventilator, koreksi harus dilakukan secara hati-hati atas pertimbangan depresi pernapasan.

Koreksi dilakukan dengan pemberian Na-Bikarbonat yang secukupnya untuk menaikkan HC menjadi 15 mEq/L dan pH kira-kira sampai 7.20 dalam jangka waktu 12 jam. Larutan Ringer Laktat IV biasanya merupakan cairan pilihan untuk memperbaiki keadaan asidosis metabolik dengan selisih anion normal serta kekurangan volume ECF yang sering menyertai ini. Natrium laktat dimetabolisme secara perlahan dalam tubuh menjadi NaHCO3, dan memperbaiki keadaan asidosis secara perlahan.

16

DAFTAR PUSTAKA Horne MM, Swearingen PL(2000), Keseimbangan Ciran, Elektrolit & Asam Basa. Edisi 2, Jakarta, EGC Price, Sylvia Anderson (2006), Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit edisi 6,ab. Huriawati Hartanto, Jakarta, EGC. Saifuddin, M, dkk. (2008), Gangguan Kesimbangan air-elektrolit dan asam-basa edisi II. Jakarta, FKUI. Sherwood, Lauralee (2004), Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem edisi 2, Jakarta, EGC. Sukmariah M, Karmiati A (1990), Kimia Kedokteran edisi 2, Binarupa Aksara, Jakarta. Sudoyo, W Aru, Bambang setiyohadi, Idrus Alwi (2009), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Ed.5, Jakarta, Interna Publishing.

17

S-ar putea să vă placă și

  • Format DDST
    Format DDST
    Document1 pagină
    Format DDST
    Arsya Wina
    Încă nu există evaluări
  • Nama
    Nama
    Document1 pagină
    Nama
    sintamirosmalinda
    Încă nu există evaluări
  • PBL SK 2 Keputihan
    PBL SK 2 Keputihan
    Document35 pagini
    PBL SK 2 Keputihan
    sintamirosmalinda
    Încă nu există evaluări
  • EDEMA
    EDEMA
    Document17 pagini
    EDEMA
    sintamirosmalinda
    Încă nu există evaluări
  • SKENARIO 1 Demam Sore Hari
    SKENARIO 1 Demam Sore Hari
    Document34 pagini
    SKENARIO 1 Demam Sore Hari
    sintamirosmalinda
    Încă nu există evaluări
  • Wrap Up Skenario 2
    Wrap Up Skenario 2
    Document17 pagini
    Wrap Up Skenario 2
    sintamirosmalinda
    Încă nu există evaluări