Sunteți pe pagina 1din 10

A.

KONSEP DASAR

1. DEFINISI

Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang
mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan
gangguan pertukaran gas setempat.
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru atau alveoli.
Pneumonia adalah penyakit inflamasi pada paru yang dicirikan dengan adanya konsolidasi akibat
eksudat yang masuk dalam area alveoli. (Axton & Fugate, 1993)

Mengingat adanya perubahan pathogen yang menyebabkan pneumonia, maka dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:

Community-acquired pneumonia, dimulai sebagai penyakit pernapasan umum dan bisa berkembang
menjadi pneumonia.
Pneumonia streptococcal merupakan organisme penyebab umum. Tipe pneumonia ini biasanya
menimpa kalangan anak-anak atau kalangan orang tua.
Hospital-acquire pneumonia, dikenal sebagai pneumonia nosokomial. Organisme seperti
aeruginosa pseudomonas, klebsiella, atau aureus stapilococcus, merupakan bakteri umum penyebab
hospital-acquired pneumonia.
Lobar dan bronchopneumonia, dikategorikan berdasarkan lokasi anatomi infeksi. Sekarang ini,
pneumonia diklasifikasikan menurut organisme, bukan hanya menurut lokasi anatominya saja.
Pneumonia viral, bakterial, dan fungal, dikategorikan berdasarkan pada agen penyebabnya.
Kultur sputum dan sensitivitas dilakukan untuk mengidentifikasi organisme perusak.

2. ETIOLOGI
- Virus Synsitical respiratorik
- Virus Influensa
- Adenovirus
- Rhinovirus
- Rubeola
- Varisella
- Micoplasma (pada anak yang relatif besar)
- Pneumococcus
- Streptococcus
- Staphilococcus

3. TANDA dan GEJALA
Sesak Nafas
Batuk nonproduktif
Ingus (nasal discharge)
Suara napas lemah
Retraksi intercosta
Penggunaan otot bantu nafas
Demam
Ronchii
Cyanosis
Leukositosis
Thorax photo menunjukkan infiltrasi melebar
4. PATOFISIOLOGI
Pneumonia bakterial menyerang baik ventilasi maupun difusi. Suatu reaksi inflamasi yang dilakukan
oleh pneumokokus terjadi pada alveoli dan menghasilkan eksudat, yang mengganggu gerakan dan
difusi oksigen serta karbon dioksida. Sel-sel darah putih, kebanyakan neutrofil, juga bermigrasi ke
dalam alveoli dan memenuhi ruang yang biasanya mengandung udara. Area paru tidak mendapat
ventilasi yang cukup karena sekresi, edema mukosa, dan bronkospasme, menyebabkan oklusi parsial
bronki atau alveoli dengan mengakibatkan penurunan tahanan oksigen alveolar. Darah vena yang
memasuki paru-paru lewat melalui area yang kurang terventilasi dan keluar ke sisi kiri jantung tanpa
mengalami oksigenasi. Pada pokoknya, darah terpirau dari sisi kanan ke sisi kiri jantung.
Percampuran darah yang teroksigenasi dan tidak teroksigenasi ini akhirnya mengakibatkan
hipoksemia arterial.

Sindrom Pneumonia Atipikal. Pneumonia yang berkaitan dengan mikoplasma, fungus, klamidia,
demam-Q, penyakit Legionnaires. Pneumocystis carinii, dan virus termasuk ke dalam sindrom
pneumonia atipikal.

Pneumonia mikoplasma adalah penyebab pneumonia atipikal primer yang paling umum.
Mikoplasma adalah organisme kecil yang dikelilingi oleh membran berlapis tiga tanpa dinding sel.
Organisme ini tumbuh pada media kultur khusus tetapi berbeda dari virus. Pneumonia mikoplasma
paling sering terjadi pada anak-anak yang sudah besar dan dewasa muda.

Pneumonia kemungkinan ditularkan oleh droplet pernapasan yang terinfeksi, melalui kontak dari
individu ke individu. Pasien dapat diperiksa terhadap antibodi mikoplasma.

Inflamasi infiltrat lebih kepada interstisial ketimbang alveolar. Pneumonia ini menyebar ke seluruh
saluran pernapasan, termasuk bronkiolus. Secara umum, pneumonia ini mempunyai ciri-ciri
bronkopneumonia. Sakit telinga dan miringitis bulous merupakan hal yang umum terjadi. Pneumonia
atipikal dapat menimbulkan masalah-masalah yang sama baik dalam ventilasi maupun difusi seperti
yang diuraikan dalam pneumonia bakterial.

4. MANIFESTASI KLINIK

Pneumonia bakterial (atau pneumokokus) secara khas diawali dengan awitan menggigil, demam
yang timbul dengan cepat (39,5oC sampai 40,5oC), dan nyeri dada yang terasa ditusuk-tusuk
yang dicetuskan oleh bernapas dan batuk. Pasien sangat sakit dengan takipnea sangat jelas (25
sampai 45 kali/menit) disertai dengan pernapasan mendengkur, pernapasan cuping hidung, dan
penggunaan otot-otot aksesori pernapasan.

Pneumonia atipikal beragam dalam gejalanya, tergantung pada organisme penyebab. Banyak pasien
mengalami infeksi saluran pernapasan atas (kongesti nasal, sakit tenggorok), dan awitan gejala
pneumonianya bertahap. Gejala yang menonjol adalah sakit kepala, demam tingkat rendah, nyeri
pleuritis, mialgia, ruam, dan faringitis. Setelah beberapa hari, sputum mukoid atau mukopurulen
dikeluarkan.
Nadi cepat dan bersambungan (bounding). Nadi biasanya meningkat sekitar 10 kali/menit untuk
setiap kenaikan satu derajat Celcius. Bradikardia relatif untuk suatu demam tingkatan tertentu dapat
menandakan infeksi virus, infeksi mycoplasma, atau infeksi dengan spesies Legionella.

Pada banyak kasus pneumonia, pipi berwarna kemerahan, warna mata menjadi lebih terang, dan
bibir serta bidang kuku sianotik. Pasien lebih menyukai untuk duduk tegak di tempat tidur dengan
condong ke arah depan, mencoba untuk mencapai pertukaran gas yang adekuat tanpa mencoba
untuk batuk atau napas dalam. Pasien banyak mengeluarkan keringat. Sputum purulen dan bukan
merupakan indikator yang dapat dipercaya dari etiologi. Sputum berbusa, bersemu darah sering
dihasilkan pada pneumonia pneumokokus, stafilokokus, Klebsiella, dan streptokokus. Pneumonia
Klebsiella sering juga mempunyai sputum yang kental; sputum H. influenzae biasanya berwarna
hijau.

Tanda-tanda lain terjadi pada pasien dengan kondisi lain seperti kanker, atau pada mereka yang
menjalani pengobatan dengan imunosupresan, yang menurunkan daya tahan terhadap infeksi dan
terhadap organisme yang sebelumnya tidak dianggap patogen serius. Pasien demikian menunjukkan
demam, krekles, dan temuan fisik yang menandakan area solid (konsolidasi) pada lobus-lobus paru,
termasuk peningkatan fremitus taktil, perkusi pekak, bunyi napas bronkovesikular atau bronkial,
egofoni (bunyi mengembik yang terauskultasi), dan bisikan pektoriloquy (bunyi bisikan yang
terauskultasi melalui dinding dada). Perubahan ini terjadi karena bunyi ditransmisikan lebih baik
melalui jaringan padat atau tebal (konsolidasi) ketimbang melalui jaringan normal.

Pada pasien lansia atau mereka dengan PPOM, gejala-gejala dapat berkembang secara tersembunyi.
Sputum purulen mungkin menjadi satu-satunya tanda pneumonia pada pasien ini. Sangat sulit untuk
mendeteksi perubahan yang halus pada kondisi mereka karena mereka telah mengalami gangguan
fungsi paru yang serius.

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Radiologis
Pola radiologis dapat berupa pneumonia alveolar dengan gambaran air bronchogram (airspace
disease) misalnya oleh Streptococcus pneumoniae; bronkopneumonia (segmental disease) oleh
antara lain staphylococcus, virus atau mikoplasma; dan pneumonia interstisial (interstitial disease)
oleh virus dan mikoplasma. Distribusi infiltrat pada segmen apikal lobus bawah atau inferior lobus
atas sugestif untuk kuman aspirasi. Tetapi pada pasien yang tidak sadar, lokasi ini bisa dimana saja.
Infiltrat di lobus atas sering ditimbulkan Klebsiella, tuberkulosis atau amiloidosis. Pada lobus bawah
dapat terjadi infiltrat akibat Staphylococcus atau bakteriemia.

Pemeriksaan Laboratorium
Leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri; leukosit normal/rendah dapat disebabkan
oleh infeksi virus/mikoplasma atau pada infeksi yang berat sehingga tidak terjadi respons leukosit,
orang tua atau lemah. Leukopenia menunjukkan depresi imunitas, misalnya neutropenia pada
infeksi kuman Gram negatif atau S. aureus pada pasien dengan keganasan dan gangguan kekebalan.
Faal hati mungkin terganggu.

Pemeriksaan Bakteriologis
Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal, aspirasi jarum transtorakal,
torakosentesis, bronkoskopi, atau biopsi. Untuk tujuan terapi empiris dilakukan pemeriksaan apus
Gram, Burri Gin, Quellung test dan Z. Nielsen.

Pemeriksaan Khusus
Titer antibodi terhadap virus, legionela, dan mikoplasma. Nilai diagnostik bila titer tinggi atau ada
kenaikan titer 4 kali. Analisis gas darah dilakukan untuk menilai tingkat hipoksia dan kebutuhan
oksigen.

6. PENATALAKSANAAN
Pengobatan pneumonia termasuk pemberian antibiotik yang sesuai seperti yang ditetapkan oleh
hasil pewarnaan Gram. Penisilin G merupakan antibiotik pilihan untuk infeksi oleh S. pneumoniae.
Medikasi efektif lainnya termasuk eritromisin, klindamisin, sefalosporin generasi kedua dan ketiga,
penisilin lainnya, dan trimetoprim-sulfametoksazol (Bactrim).

Pneumonia mikoplasma memberikan respons terhadap eritromisin, tetrasiklin, dan derivat
tetrasiklin (doksisiklin). Pneumonia atipikal lainnya mempunyai penyebab virus, dan kebanyakan
tidak memberikan respons terhadap antimikrobial. Pneumocystis carinii memberikan respons
terhadap pentamidin dan trimetropim-sulfametoksazol (Bactrim, TMP-SMZ). Inhalasi lembab, hangat
sangat membantu dalam menghilangkan iritasi bronkial. Asuhan keperawatan dan pengobatan
(dengan pengecualian terapi antimikrobial) sama dengan yang diberikan untuk pasien yang
mengalami pneumonia akibat bakteri.

Pasien menjalani tirah baring sampai infeksi menunjukkan tanda-tanda penyembuhan. Jika dirawat
di RS, pasien diamati dengan cermat dan secara kontinu sampai kondisi klinis membaik.

Jika terjadi hipoksemia, pasien diberikan oksigen. Analisis gas darah arteri dilakukan untuk
menentukan kebutuhan akan oksigen dan untuk mengevaluasi keefektifan terapi oksigen. Oksigen
dengan konsentrasi tinggi merupakan kontraindikasi pada pasien dengan PPOM karena oksigen ini
dapat memperburuk ventilasi alveolar dengan menggantikan dorongan ventilasi yang masih tersisa
dan mengarah pada dekompensasi. Tindakan dukungan pernapasan seperti intubasi endotrakeal,
inspirasi oksigen konsentrasi tinggi, ventilasi mekanis, dan tekanan ekspirasi akhir positif (PEEP)
mungkin diperlukan untuk beberapa pasien tersebut.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

I. PENGKAJIAN

Aktivitas/istirahat
Gejala: Kelemahan, kelelahan, insomnia.
Tanda: Letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.

Sirkulasi
Gejala: Riwayat adany/GJK kronis.
Tanda: Takikardia, penampilan kemerahan atau pucat.

Integritas ego
Gejala: Banyaknya stresor, masalah finansial.

Makanan/cairan
Gejala: Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, riwayat diabetes melitus.
Tanda: Distensi abdomen, hiperaktif bunyi usus, kulit kering dengan turgor buruk, penampilan
kakeksia (malnutrisi).

Neurosensori
Gejala: Sakit kepala daerah frontal (influenza).
Tanda: Perubahan mental (bingung, somnolen).

Nyeri/keamanan
Gejala: Sakit kepala, nyeri dada (pleuritik), meningkat oleh batuk; nyeri dada substernal (influenza),
mialgia, artralgia.
Tanda: Melindungi area yang sakit (pasien umumnya tidur pada sisi yang sakit untuk membatasi
gerakan).

Pernapasan
Gejala: Riwayat adanya/ISK kronis, PPOM, merokok sigaret, takpnea, dispnea progresif, pernapasan
dangkal, penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal.
Tanda: Sputum: merah muda, berkarat, atau purulen, perkusi: pekak di atas area yang konsolidasi,
fremitus: taktil dan vokal bertahap meningkat dengan konsolidasi, gesekan friksi pleural, bunyi
napas: menurun atau tak ada di atas area yang terlibat, atau napas bronkial, warna: pucat atau
sianosis bibir/kuku.

Keamanan
Gejala: Riwayat gangguan sistem imun, mis: SLE, AIDS, penggunaan steroid atau kemoterapi,
institusionalisasi, ketidakmampuan umum, demam (mis: 38, 5-39,6oC).
Tanda: Berkeringat, menggigil berulang, gemetar, kemerahan mungkin ada pada kasus rubeola atau
varisela.

Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: Riwayat mengalami pembedahan; penggunaan alkohol kronis.
Pertimbangan: DRG menunjukkan rerata lama dirawat: 6,8 hari.
Rencana pemulangan: Bantuan dengan perawatan diri, tugas pemeliharaan rumah, oksigen mungkin
diperlukan bila ada kondisi pencetus.

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d peningkatan produksi sputum.
2. Gangguan pertukaran gas b/d pneumonia.
3. Intoleransi aktivitas b/d kerusakan pertukaran gas sekunder terhadap pneumonia.
4. Nyeri akut b/d inflamasi parenkim paru.
5. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam
dan proses infeksi.
6. Risiko kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan berlebihan (demam, berkeringat banyak,
napas mulut/hiperventilasi, muntah).

III. INTERVENSI

1. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d peningkatan produksi sputum.
Tujuan : Jalan napas paten dengan bunyi napas bersih, tak ada dispnea, sianosis.

Intervensi :
1) Kaji frekuensi/kedalaman pernapasan dan gerakan dada.
R/ Takipnea, pernapasan dangkal, dan gerakan dada tak simetris sering terjadi karena
ketidaknyamanan gerakan dinding dada dan/atau cairan paru.
2) Auskultasi area paru, catat area penurunan/tak ada aliran udara dan bunyi napas adventisius, mis:
krekels, mengi.
R/ Penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan cairan. Bunyi napas bronkial (normal
pada bronkus) dapat juga terjadi pada area konsolidasi. Krekels, ronki, dan mengi terdengar pada
inspirasi dan/atau ekspirasi pada respons terhadap pengumpulan cairan, sekret kental, dan spasme
jalan napas/obstruksi.
3) Bantu pasien latihan napas sering. Tunjukkan/bantu pasien mempelajari melakukan batuk, mis:
menekan dada dan batuk efektif sementara posisi duduk tinggi.
R/ Napas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru-paru/jalan napas lebih kecil. Batuk adalah
mekanisme pembersihan jalan napas alami, membantu silia untuk mempertahankan jalan napas
paten. Penekanan menurunkan ketidaknyamanan dada dan posisi duduk memungkinkan upaya
napas lebih dalam dan lebih kuat.
4) Lakukan penghisapan sesuai indikasi.
R/ Merangsang batuk atau pembersihan jalan napas secara mekanik pada pasien yang tak mampu
melakukan karena batuk tak efektif atau penurunan tingkat kesadaran.
5) Berikan cairan sedikitnya 2500 ml/hari (kecuali kontraindikasi). Tawarkan air hangat daripada
dingin.
R/ Cairan (khususnya yang hangat) memobilisasi dan mengeluarkan sekret.
6) Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi: mukolitik, ekspektoran, bronkodilator, analgesik.
R/ Alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi sekret. Analgesik diberikan untuk
memperbaiki batuk dengan menurunkan ketidaknyamanan tetapi harus digunakan secara hati-hati,
karena dapat menurunkan upaya batuk/menekan pernapasan.

2. Gangguan pertukaran gas b/d pneumonia.
Tujuan: Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam rentang
normal dan tak ada gejala distres pernapasan.

Intervensi:
1) Kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan bernapas.
R/ Manifestasi distres pernapasan tergantung pada/indikasi derajat keterlibatan paru dan status
kesehatan umum.
2) Observasi warna kulit, membran mukosa, dan kuku, catat adanya sianosis perifer (kuku) atau
sianosis sentral (sirkumoral).
R/ Sianosis kuku menunjukkan vasokontriksi atau respon tubuh terhadap demam/menggigil. Namun
sianosis daun telinga, membran mukosa, dan kulit sekitar mulut menunjukkan hipoksemia sistemik.
3) Awasi suhu tubuh, sesuai indikasi. Bantu tindakan kenyamanan untuk menurunkan demam dan
menggigil, mis: selimut tambahan, suhu ruangan nyaman, kompres hangat atau dingin.
R/ Demam tinggi (umum pada pneumonia bakterial dan influenza) sangat meningkatkan kebutuhan
metabolik dan kebutuhan oksigen dan mengganggu oksigenasi seluler.
4) Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi (fowler atau semi fowler), napas dalam dan
batuk efektif.
R/ Tindakan ini meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan pengeluaran sekret untuk
memperbaiki ventilasi.
5) Berikan terapi oksigen dengan benar, mis: dengan nasal prong, masker, masker Venturi.
R/ Tujuan terapi oksigen adalah mempertahankan PaO2 di atas 60 mmHg. Oksigen diberikan dengan
metode yang memberikan pengiriman tepat dalam toleransi pasien.
6) Awasi GDA, nadi oksimetri.
R/ Mengevaluasi proses penyakit dan memudahkan terapi paru.

3. Intoleransi aktivitas b/d kerusakan pertukaran gas sekunder terhadap pneumonia.
Tujuan: Melaporkan/menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur
dengan tak adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan tanda vital dalam rentang normal.

Intervensi:
1) Evaluasi respons pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dispnea, peningkatan
kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas.
R/ Menetapkan kemampuan/kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi.
2) Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi. Dorong
penggunaan manajemen stres dan pengalih yang tepat.
R/ Menurunkan stres dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat.
3) Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas
dan istirahat.
R/ Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolik,
menghemat energi untuk penyembuhan. Pembatasan aktivitas ditentukan dengan respons
individual pasien terhadap aktivitas dan perbaikan kegagalan pernapasan.
4) Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan/atau tidur.
R/ Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi, atau menunduk ke depan meja atau
bantal.
5) Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan aktivitas selama
fase penyembuhan.
R/ Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.

4. Nyeri akut b/d inflamasi parenkim paru.
Tujuan: Menunjukkan rileks, istirahat/tidur, dan peningkatan aktivitas yang tepat.
Intervensi:

1) Tentukan karakteristik nyeri, mis: tajam, konstan, ditusuk. Selidiki perubahan
karakter/lokasi/intensitas nyeri.
R/ Nyeri dada, biasanya ada dalam beberapa derajat pada pneumonia, juga dapat timbul komplikasi
pneumonia seperti perikarditis dan endokarditis.
2) Pantau tanda vital.
R/ Perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukkan bahwa pasien mengalami nyeri, khususnya
bila alasan lain untuk perubahan tanda vital telah terlihat.
3) Berikan tindakan nyaman, mis: pijatan punggung, perubahan posisi, musik tenang/perbincangan,
relaksasi/latihan napas.
R/ Tindakan non-analgesik diberikan dengan sentuhan lembut dapat menghilangkan
ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi analgesik.
4) Tawarkan pembersihan mulut dengan sering.
R/ Pernapasan mulut dan terapi oksigen dapat mengiritasi dan mengeringkan membran mukosa,
potensial ketidaknyamanan umum.
5) Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batuk.
R/ Alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara meningkatkan keefektifan upaya batuk.
6) Berikan analgesik dan antitusif sesuai indikasi.
R/ Obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk non-produktif/paroksismal atau menurunkan
mukosa berlebihan, meningkatkan kenyamanan/istirahat umum.

5. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam
dan proses infeksi.
Tujuan: Menunjukkan peningkatan masukan makanan, mempertahankan/ meningkatkan berat
badan, menyatakan perasaan sejahtera.

Intervensi:
1) Pantau: presentase jumlah makanan yang dikonsumsi setiap kali makan, timbang BB tiap hari,
hasil pemeriksaan protein total, albumin dan osmolalitas.
R/ Mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari sasaran yang diharapkan.
2) Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin. Bartikan/bantu kebersihan
mulut setelah muntah, setelah tindakan aerosol dan drainase postural, dan sebelum makan.
R/ Menghilangkan tanda bahaya, rasa, bau dari lingkungan pasien dan dapat menurunkan mual.
3) Rujuk kepada ahli diet untuk membantu memilih makanan yang dapat memenuhi kebutuhan
nutrisi selama sakit panas.
R/ Ahli diet ialah spesialisasi dalam hal nutrisi yang dapat membantu pasien memilih makanan yang
memenuhi kebutuhan kalori dan kebutuhan nutrisi sesuai dengan keadaan sakitnya, usia, tinggi dan
berat badannya.
4) Berikan makan porsi kecil dan sering termasuk makanan kering dan makanan yang menarik untuk
pasien.
R/ Tindakan ini dapat meningkatkan masukan dan memerlukan lebih sedikit energi.

6. Risiko kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan berlebihan (demam, berkeringat banyak,
napas mulut/hiperventilasi, muntah).
Tujuan: Menunjukkan keseimbangan cairan dibuktikan dengan parameter individual yang tepat, mis:
membran mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat, tanda vital stabil.

Intervensi:
1) Kaji perubahan tanda vital, contoh peningkatan suhu/demam memanjang, takikardia, hipotensi
ortostatik.
R/ Peningkatan suhu/memanjangnya demam meningkatkan laju metabolik dan kehilangan cairan
melalui evaporasi, TD ortostatik berubah dan peningkatan takikardia menunjukkan kekurangan
cairan sistemik.
2) Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa (bibir, lidah).
R/ Indikator langsung keadekuatan volume cairan, meskipun membran mukosa mulut mungkin
kering karena napas mulut dan oksigen tambahan.
3) Pantau masukan dan haluaran, catat warna, karakter urine. Hitung keseimbangan cairan.
Waspadai kehilangan yang tak tampak. Ukur berat badan sesuai indikasi.
R/ Memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan kebutuhan penggantian.
4) Tekankan cairan sedikitnya 2500 ml/hari atau sesuai kondisi individual.
R/ Pemenuhan kebutuhan dasar cairan, menurunkan risiko dehidrasi.
5) Berikan cairan tambahan IV sesuai keperluan.
R/ Adanya penurunan masukan/banyak kehilangan, penggunaan parenteral dapat
memperbaiki/mencegah kekurangan.
6) Lapor dokter jika ada tanda-tanda kekurangan cairan menetap atau bertambah berat.
R/ Merupakan tanda-tanda kebutuhan cairan yang meningkat atau mulai timbulnya komplikasi.

IV. EVALUASI

1. Jalan napas paten dengan bunyi napas bersih, tak ada dispnea, sianosis.
2. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam rentang normal dan
tak ada gejala distres pernapasan.
3. Melaporkan/menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur dengan tak
adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan tanda vital dalam rentang normal.
4. Menunjukkan rileks, istirahat/tidur, dan peningkatan aktivitas yang tepat.
5. Menunjukkan peningkatan masukan makanan, mempertahankan/ meningkatkan berat badan,
menyatakan perasaan sejahtera.
6. Menunjukkan keseimbangan cairan dibuktikan dengan parameter individual yang tepat, mis:
membran mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat, tanda vital stabil.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol 1. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta.

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien Ed.3.EGC. Jakarta.

Charles, J.Reeves, dkk. 2001. Buku 1 Keperawatan Medikal Bedah Ed. I. Salemba Medika. Jakarta.

Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit Ed. 6 Vol 2. EGC.
Jakarta.

Slamet suyono, dkk. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Ed.3. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.

S-ar putea să vă placă și