Sunteți pe pagina 1din 14

LAPORAN PENDAHULUAN

ATRESIA ANI
DI RUANG HCU NEONATUS RSUD Dr. MOEWARDI







Disusun Oleh :

ARIE HARYO UTOMO J 230 135 064
ANITASARI SETYANINGSIH J 230 135 066
DIAN HADI KUNCORO J 230 135 068





PROGRAM PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014
LAPORAN PENDAHULUAN
ATRESIA ANI

A. PENGERTIAN
Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus
imperforata meliputi anus, rektum, atau batas di antara keduanya (Betz, 2004).
Atresia ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang
atau saluran anus (Wong, 2008).
Atresia ani adalah malformasi congenital dimana rectum tidak mempunyai
lubang keluar (Walley,2007). Atresia ani atau anus imperforata adalah tidak
terjadinya perforasi membran yang memisahkan bagian endoterm mengakibatkan
pembentukan lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit
cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung
dengan rektum. Ada juga yang menyebutkan bahwa atresia ani adalah tidak
lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus atau tertutupnya anus secara
abnormal Sumber lain menyebutkan atresia ani adalah kondisi dimana rectal terjadi
gangguan pemisahan kloaka selama pertumbuhan dalam kandungan (Suriadi,2006).
Klasifikasi atresia ani ada 4 yaitu :
1. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses
tidak dapat keluar.
2. Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.
3. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum dengan
anus.
4. Rectal atresia adalah tidak memiliki rektum.
Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi yaitu :
1. Anomali rendah / infralevator
Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborektalis, terdapat
sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan
tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius.
2. Anomali intermediet
Rektum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis, lesung anal dan
sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.


3. Anomali tinggi / supralevator
Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini
biasanya berhubungan dengan fistula genitourinarius retrouretral (pria) atau
rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu rectum sampai kulit
perineum lebih dari1 cm.

B. ETIOLOGI
Penyebab sebenarnya dari atresia ani ini belum di ketahui pasti, namun ada
sumber yang mengatakan bahwa kelainan bawaan anus di sebabkan oleh :
1. Karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena
gangguan pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan
embrionik.
2. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga bayi lahir tanpa
lubang anus.
3. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada
kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3
bulan.
4. Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter, dan otot
dasar panggul. Namum demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin
tidak memadai. Menurut penelitian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa
gen autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani. Orang tua tidak
diketahui apakah mempunyai gen carier penyakit ini. Janin yang diturunkan dari
kedua orang tua yang menjadi carier saat kehamilan mempunyai peluang sekitar
25 % - 30 % dari bayi yang mempunyai sindrom genetik, abnormalitas
kromosom, atau kelainan kongenital lain juga beresiko untuk menderita atresia
ani (Price, Sylvia 2005).

Faktor Predisposisi Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa
kelainan kongenital saat lahir, seperti :
1. Kelainan sistem pencernaan terjadi kegagalan perkembangan anomali pada
gastrointestinal.
2. Kelainan sistem perkemihan terjadi kegagalan pada genitourinari.


C. PATOFISIOLOGI & PATHWAYS

Patofisiologi
Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara
komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan
embrionik, sehingga anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian
belakang. Ujung ekor dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang
merupakan bakal genitourinari dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal
karena adanya penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi atresia anal karena
tidak ada kelengkapan dan perkembangan struktur kolon antara 7-10 minggu
dalam perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan
dalam agenesis sakral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada
pembukaan usus besar yang keluar melalui anus sehingga menyebabkan fekal
tidak dapat dikeluarkan sehingga intestinal mengalami obstruksi. Putusnya saluran
pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi baru lahir tanpa lubang
anus. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan, terdapat tiga letak:
1. Tinggi (supralevator) : rektum berakhir di atas M. levator ani (M. puborektalis)
dengan jarak antara ujung buntu rektum dengan
kulit perineum lebih dari 1 cm. Letak upralevator
biasanya disertai dengan fistel ke saluran kencing atau
saluran genital.
2. Intermediate : rektum terletak pada M. levator ani tetapi tidak
menembusnya.
3. Rendah : rektum berakhir di bawah M. levator ani sehingga
jarak antara kulit dan ujung rektum paling jauh 1 cm.
(Price, Sylvia 2005).








Pathways







D. MANIFESTASI KLINIK
Bayi muntah-muntah pada 24-48 jam setelah lahir dan tidak terdapat defekasi
mekonium. Gejala ini terdapat pada penyumbatan yang lebih tinggi. Pada
golongan 3 hampir selalu disertai fistula. Pada bayi wanita sering ditemukan
fistula rektovaginal (dengan gejala bila bayi buang air besar feses keluar dari
(vagina) dan jarang rektoperineal, tidak pernah rektourinarius. Sedang pada bayi
laki-laki dapat terjadi fistula rektourinarius dan berakhir di kandung kemih atau
uretra dan jarang rektoperineal. Gejala yang akan timbul :
1. Mekonium tidak keluar dalm 24 jam pertama setelah kelahiran.
2. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rektal pada bayi.
3. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang letaknya salah.
4. Perut kembung.
5. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
(Suriadi, 2006)

E. KOMPLIKASI
1. Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan.
2. Obstruksi intestinal
3. Kerusakan uretra akibat prosedur pembedahan.
4. Komplikasi jangka panjang :
a. Eversi mukosa anal.
b. Stenosis akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis.
c. Impaksi dan konstipasi akibat terjadi dilatasi sigmoid.
d. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
e. Inkontinensia akibat stenosis anal atau impaksi.
f. Fistula kambuh karena tegangan di area pembedahan dan infeksi.
(Betz, 2006)







F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan dalam tindakan atresia ani yaitu :
1. Pembuatan kolostomi
Kolostomi adalah sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter ahli bedah pada
dinding abdomen untuk mengeluarkan feses. Pembuatan lubang biasanya
sementara atau permanen dari usus besar atau colon iliaka. Untuk anomali
tinggi, dilakukan kolostomi beberapa hari setelah lahir.
2. PSARP (Posterio Sagital Ano Rectal Plasty)
Bedah definitifnya, yaitu anoplasty dan umumnya ditunda 9 sampai 12 bulan.
Penundaan ini dimaksudkan untuk memberi waktu pelvis untuk membesar dan
pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi
untuk menambah berat badannya dan bertambah baik status nutrisinya.
3. Tutup kolostomi
Tindakan yang terakhir dari atresia ani. Biasanya beberapa hari setelah operasi,
anak akan mulai BAB melalui anus. Pertama, BAB akan sering tetapi
seminggu setelah operasi BAB berkurang frekuensinya dan agak padat.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai
berikut :
1. Pemeriksaan radiologis
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.
2. Sinar X terhadap abdomen
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk mengetahui
jarak pemanjangan kantung rektum dari sfingternya.
3. Ultrasound terhadap abdomen
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam sistem pencernaan
dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa
tumor.
4. CT Scan
Digunakan untuk menentukan lesi.
5. Pyelografi intra vena
Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
6. Pemeriksaan fisik rektum
Kepatenan rektal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang
atau jari.
7. Rontgenogram abdomen dan pelvis Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi
adanya fistula yang berhubungan dengan traktus urinarius.
(Smelzer, 2005)

H. PENGKAJIAN FOKUS
1. Pengkajian
Konsep teori yang digunakan penulis adalah model konseptual keperawatan dari
Gordon. Menurut Gordon data dapat dikelompokkan menjadi 11 konsep yang
meliputi :
a. Pola Persepsi Kesehatan
Mengkaji kemampuan pasien dan keluarga melanjutkan perawatan di
rumah.
b. Pola Nutrisi dan Metabolik
Anoreksia, penurunan BB dan malnutrisi umumnya terjadi pada pasien
dengan atresia ani post tutup kolostomi. Keinginan pasien untuk makan
mungkin terganggu oleh mual dan muntah dampak dari anastesi.
c. Pola Eliminasi
Dengan pengeluaran melalui saluran kencing, usus, kulit dan paru maka
tubuh dibersihkan dari bahan-bahan yang melebihi kebutuhan dan dari
produk buangan. Oleh karena itu pada pasien atresia ani tidak
terdapatnya lubang pada anus, sehingga pasien akan mengalami kesulitan
dalam defekasi.
d. Pola Aktivitas dan Latihan
Pola latihan dan aktivitas dipertahankan untuk menghindari kelemahan
otot.
e. Pola Persepsi Kognitif
Menjelaskan tentang fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman dan
daya ingatan masa lalu dan ketanggapan dalam menjawab pertanyaan.
f. Pola Tidur dan Istirahat
Pada pasien mungkin pola istirahat dan tidur terganggu karena nyeri pada
luka insisi.

g. Pola Konsep Diri dan Persepsi Diri
Menjelaskan konsep diri dan persepsi diri misalnya body image, body
comfort. Tidak terjadi perilaku distraksi, gelisah, penolakan karena dampak
luka jahitan operasi.
h. Pola Peran dan Pola Hubungan
Bertujuan untuk mengetahui peran dan hubungan sebelum dan sesudah sakit.
Perubahan pola biasa dalam tanggung jawab atau perubahan kapasitas fisik
untuk melaksanakan peran.
i. Pola Reproduksi dan Seksual
Pola ini bertujuan untuk menjelaskan fungsi sosial sebagai alat reproduksi.
j. Pola Pertahanan Diri, Stress dan Toleransi
Adanya faktor stress lama, efek hospitalisasi, masalah keuangan, dan
rumah.
k. Pola Keyakinan
Untuk menerapkan sikap, keyakinan klien dalam melaksanakan agama
yang dipeluk dan konsekuensinya dalam keseharian. Dengan ini
diharapkan perawat memberikan motivasi dan pendekatan terhadap klien
dalam upaya pelaksanaan ibadah.

2. Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani biasanya
anus tampak merah, usus melebar, termometer yang dimasukkan melalui
anus tertahan oleh jaringan, pada auskultasi terdengar hiperperistaltik, tanpa
mekonium dalam waktu 24 jam setelah bayi lahir, tinja dalam urine dan vagina.

3. Fokus Intervensi
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :
a. Pre Operasi
1) Inkontinentia bowel berhubungan dengan tidak lengkapnya
pembentukan anus.
2) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah.
3) Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan
tentang penyaki t dan prosedur perawatan.

b. Post Operasi
1) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan insisi
pembedahan.
2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia.
3) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan.
4) Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan kebutuhan
perawatan dirumah.

4. Intervensi keperawatan :
a. Pre Operasi
1) Inkontinentia bowel berhubungan dengan tidak lengkapnya
pembentukan anus.
Tujuan : Terjadi peningkatan fungsi usus.
KH :
a) Pasien menunjukkan konsistensi t inja lembek
b) Terbentuknya tinja
c) Tidak ada nyeri saat defekasi
d) Tidak terjadi perdarahan

Intervensi :
1. Lakukan dilatasi anal sesuai program.
Rasional : Meningkatkan kenyamanan pada anak.
2. Kaji bising usus dan abdomen setiap 4 jam.
Rasional : Menyakinkan berfungsinya usus.
3. Ukur lingkar abdomen klien.
Rasional : Membantu mendeteksi terjadinya distensi.
4. Pertahankan puasa dan berikan terapi hidrasi IV sampai fungsi usus
normal.
Rasional : Memulihkan dan mengembalikan fungsi usus.




2) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah.
Tujuan : Volume cairan terpenuhi
Kriteria Hasil :
a) Turgor kulit baik dan bibir tidak kering
b) TTV dalam batas normal
Intervensi :
1. Awasi masukan dan keluaran cairan.
Rasional : Untuk memberikan informasi tentang keseimbangan cairan.
2. Kaji tanda-tanda vital seperti TD, frekuensi jantung, dan nadi.
Rasional : Kekurangan cairan meningkatkan frekuensi jantung, TD dan
nadi turun.
3. Observasi tanda-tanda perdarahan yang terjadi post operasi.
Rasional : Penurunan volume menyebabkan kekeringan pada jaringan.
4. Kolaborasi dalam pemberian cairan elektrolit sesuai indikasi.
Rasional : Untuk pemenuhan cairan yang hilang.

3) Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan
tentang penyakit dan prosedur perawatan.
Tujuan : Rasa cemas dapat hilang atau berkurang.
Kriteria Hasil :
a) Ansietas berkurang
b) Klien tidak gelisah

Intervensi :
1. Kaji status mental dan tingkat ansietas dari klien dan keluarga.
Rasional : Derajat ansietas akan dipengaruhi bagaimana informasi
tersebut diterima.
2. elaskan dan persiapkan untuk tindakan prosedur sebelum
dilakukan operasi.
Rasional : Dapat meringankan ansietas terutama ketika tindakan
operasi tersebut dilakukan.


3. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan isi pikiran dan
perasaan takutnya.
Rasional : Mengungkapkan rasa takut secara terbuka dimana rasa takut
dapat ditujukan.
4. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.
Rasional : Lingkungan yang nyaman dapat mengurangi ansietas.

b. Post Operasi
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan.
Tujuan : Nyeri dapat berkurang dan skala nyeri berkurang
Kriteria Hasil :
a) Klien mengatakan nyeri berkurang
b) Skala nyeri 0-1
c) Ekspresi wajah terlihat rileks
Intervensi :
1. Kaji karakteristik, lokasi, durasi, frekuensi, dan kualitas nyeri.
Rasional : Bantu klien untuk menilai nyeri dan sebagai temuan dalam
pengkajian.
2. Ajarkan klien manajemen nyeri dengan teknik relaksasi dan
distraksi.
Rasional : Membantu dalam menurukan atau mengurangi persepsi
atau respon nyeri.
3. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan anjurkan klien untuk
istirahat.
Rasional : Memberikan kenyamanan untuk klien agar dapat
istirahat.
4. Kolaborasi untuk pemberian analgetik sesuai advis dokter.
Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri.

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia.
Tujuan : Asupan nutrisi dapat terpenuhi dan menuunjukkan perbaikan
usus.

Kriteria Hasil :
a) Tidak terjadi penurunan BB.
b) Klien tidak mual dan muntah
Intervensi :
1. Kaji kemampuan klien untuk menelan dan menguyah makanan.
Rasional : Menentukan pemilihan jenis makanan sehingga
mencegah terjadinya aspirasi.
2. Timbang berat badan sesuai indikasi.
Rasional : Mengevaluasi keadekuatan rencana pemenuhan nutrisi.
3. Jaga keamanan saat memberikan makan klien seperti kepala
sedikit fleksi saat menelan.
Rasional : Menurunkan resiko terjadinya aspirasi dan mengurangi
rasa nyeri pada saat menelan.
4. Berikan makanan lembut dalam porsi sedikit tapi sering.
Rasioanl : Meningkatkan pemasukan dan menurunkan distress gaster.

3. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan.
Tujuan : Tidak ditemukannya tanda-tanda infeksi
Kriteria Hasil :
a) Tidak ada tanda-tanda infeksi
b) Pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan peningkatan leukosit.
c) Luka post operasi bersih
Interversi :
1. Pantau suhu tubuh klien (peningkatan suhu).
Rasional : Demam dapat terjadi karena infeksi.
2. Ajarkan keluarga teknik mencuci tangan dengan benar dan
menggunakan sabun anti mikroba.
Rasional : Faktor ini paling sederhana tetapi paling penting untuk
mencegah infeksi di rumah sakit.
3. Pertahankan teknik aseptik pada perawatan luka.
Rasional : Mencegah terjadinya infeksi nosokomial.
4. Kolaborasi dalam pemberian antibiotik.
Rasional : Mencegah terjadinya infeksi luka
(Dongoes, 2008)
DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cealy L. & Linda A. Sowden. 2005. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisike-3.
Jakarta : EGC
Dongoes, Merillynn. 2008. Nursing care plans. Guidelines for planing and documenting
patient care. Alih bahasa : I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati. Jakarta. EGC
Prince A Sylvia. 2005. Patofisiology Clinical Concept. Jakarta. Peter Anugrah EGC
Suriadi & Rita Yuliani. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 3. Jakarta. EGC
Wong D. L., Huckenberry M.J. 2008. Wongs Nursing care of infants and children. Mosby
Company, St Louis Missouri
Wong D. Dan Whalley. 2007. Clinical Manual Of Pediatric Nursing. 4th edition. Lippincott:
Philadelphia

S-ar putea să vă placă și