Sunteți pe pagina 1din 40

c.

Obat
4. Patofisiologis
a. Diabetes Melitus
Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan salah satu efek utama
akibat kurangnya insulin berikut:
1. Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel sel tubuh yang mengakibatkan naiknya
konsentrasi glukosa darah setinggi 300 1200 mg/dl.
2. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang menyebabkan
terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan endapan kolestrol pada
dinding pembuluh darah.
3. Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.
Pasien pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa
plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia yng parah yang
melebihi ambang ginjal normal ( konsentrasi glukosa darah sebesar 160 180 mg/100 ml ), akan
timbul glikosuria karena tubulus tubulus renalis tidak dapat menyerap kembali semua glukosa.
Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang menyebabkan poliuri disertai
kehilangan sodium, klorida, potasium, dan pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan
timbul polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama urine maka pasien akan mengalami
keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun serta cenderung terjadi polifagi. Akibat
yang lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat telah dan
mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga
berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi.
Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan membran basalis dan
perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan terjadinya gangren.
b. Gangren Kaki Diabetik
Ada dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik DM akibat hiperglikemia, yaitu
teori sorbitol dan teori glikosilasi.
1. Teori Sorbitol
Hiperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada sel dan jaringan tertentu dan
dapat mentransport glukosa tanpa insulin. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan termetabolisasi
habis secara normal melalui glikolisis, tetapi sebagian dengan perantaraan enzim aldose
reduktase akan diubah menjadi sorbitol. Sorbitol akan tertumpuk dalam sel / jaringan tersebut
dan menyebabkan kerusakan dan perubahan fungsi.
2. Teori Glikosilasi
Akibat hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya glikosilasi pada semua protein, terutama
yang mengandung senyawa lisin. Terjadinya proses glikosilasi pada protein membran basal dapat
menjelaskan semua komplikasi baik makro maupun mikro vaskular.
Terjadinya Kaki Diabetik (KD) sendiri disebabkan oleh faktor faktor disebutkan dalam
etiologi. Faktor utama yang berperan timbulnya KD adalah angiopati, neuropati dan infeksi.
Neuropati merupakan faktor penting untuk terjadinya KD. Adanya neuropati perifer akan
menyebabkan terjadinya gangguan sensorik maupun motorik. Gangguan sensorik akan
menyebabkan hilang atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma
tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan
mengakibatkan terjadinya atrofi otot kaki, sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan
ulsetrasi pada kaki pasien. Angiopati akan menyebabkan terganggunya aliran darah ke kaki.
Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan
merasa sakit tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Manifestasi gangguan pembuluh
darah yang lain dapat berupa : ujung kaki terasa dingin, nyeri kaki di malam hari, denyut arteri
hilang, kaki menjadi pucat bila dinaikkan. Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan
terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen (zat asam) serta antibiotika sehingga menyebabkan
luka sulit sembuh (Levin,1993). Infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai KD akibat
berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga faktor angiopati dan infeksi berpengaruh
terhdap penyembuhan atau pengobatan dari KD.
5. Klasifikasi
Wagner (1983) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan , yaitu :
Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan
disertai kelainan bentuk kaki seperti claw,callus .
Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.
Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.
Sedangkan Brand (1986) dan Ward (1987) membagi gangren kaki menjadi dua golongan :
1. Kaki Diabetik akibat Iskemia ( KDI )
Disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai akibat adanya makroangiopati ( arterosklerosis )
dari pembuluh darah besar ditungkai, terutama di daerah betis.
Gambaran klinis KDI :
- Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat.
- Pada perabaan terasa dingin.
- Pulsasi pembuluh darah kurang kuat.
- Didapatkan ulkus sampai gangren.
1. Kaki Diabetik akibat Neuropati ( KDN )
Terjadi kerusakan syaraf somatik dan otonomik, tidak ada gangguan dari sirkulasi. Klinis di
jumpai kaki yang kering, hangat, kesemutan, mati rasa, oedem kaki, dengan pulsasi pembuluh
darah kaki teraba baik.
6. Dampak masalah
Adanya penyakit gangren kaki diabetik akan mempengaruhi kehidupan individu dan keluarga.
Adapun dampak masalah yang bisa terjadi meliputi :
1. Pada Individu
Pola dan gaya hidup penderita akan berubah dengan adanya penyakit ini, Gordon telah
mengembangkan 11 pola fungsi kesehatan yang dapat digunakan untuk mengetahui perubahan
tersebut.
1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana hidup sehat
karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gangren kaki diabetuk sehingga menimbulkan
persepsi yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur
pengobatan dan perawatan yang lama, oleh karena itu perlu adanya penjelasan yang benar dan
mudah dimengerti pasien.
1. Pola nutrisi dan metabolisme
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka kadar gula darah tidak
dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak
minum, berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan
terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan
penderita.
1. Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang menyebabkan pasien
sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada urine ( glukosuria ). Pada eliminasi alvi
relatif tidak ada gangguan.
1. Pola tidur dan istirahat
Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka dan situasi rumah sakit yang ramai akan
mempengaruhi waktu tidur dan istirahat penderita, sehingga pola tidur dan waktu tidur penderita
mengalami perubahan.
1. Pola aktivitas dan latihan
Adanya luka gangren dan kelemahan otot otot pada tungkai bawah menyebabkan penderita
tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita mudah mengalami
kelelahan.
1. Pola hubungan dan peran
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita malu dan menarik diri dari
pergaulan.
1. Pola sensori dan kognitif
Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada luka sehingga tidak
peka terhadap adanya trauma.
1. Pola persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita mengalami gangguan
pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan
dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga (
self esteem ).
1. Pola seksual dan reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga menyebabkan
gangguan potensi sek, gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses
ejakulasi serta orgasme.
10. Pola mekanisme stres dan koping
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak berdaya karena
ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah
tersinggung dan lain lain, dapat menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan
mekanisme koping yang konstruktif / adaptif.
11. Pola tata nilai dan kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka pada kaki tidak
menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah penderita.
1. Dampak pada keluarga
Dengan adanya salah satu anggota keluarga yang sakit dan dirawat di rumah sakit akan muncul
bermacam macam reaksi psikologis dari kelurga, karena masalah kesehatan yang dialami oleh
seorang anggota keluarga akan mempengaruhi seluruh anggota keluarga. Waktu perawatan yang
lama dan biaya yang banyak akan mempengaruhi keadaan ekonomi keluarga dan perubahan
peran pada keluarga karena salah satu anggota keluarga tidak dapat menjalankan perannya.
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DM
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien gangren kaki diabetik hendaknya dilakukan
secara komperhensif dengan menggunakan proses keperawatan.
Proses keperawatan adalah suatu metode sistematik untuk mengkaji respon manusia terhadap
masalah-masalah dan membuat rencana keperawatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah
masalah tersebut. Masalah-masalah kesehatan dapat berhubungan dengan klien keluarga juga
orang terdekat atau masyarakat. Proses keperawatan mendokumentasikan kontribusi perawat
dalam mengurangi / mengatasi masalah-masalah kesehatan.
Proses keperawatan terdiri dari lima tahapan, yaitu : pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses keperawatan yang
mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu :
1. Pengumpulan data
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan status
kesehatan dan pola pertahanan penderita , mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan
penderita yang dapt diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik, pemerikasaan laboratorium
serta pemeriksaan penunjang lainnya.
1. Anamnese
1. Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan,
suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
1. Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang menurun, adanya luka yang
tidak sembuh sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka.
1. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang telah dilakukan
oleh penderita untuk mengatasinya.
1. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit penyakit lain yang ada kaitannya dengan
defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas,
maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa
digunakan oleh penderita.
1. Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga menderita DM
atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi,
jantung.
1. Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan
dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.
1. Pemeriksaan fisik
1. Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan tanda tanda
vital.
1. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga kadang-kadang
berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental,
gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda,
diplopia, lensa mata keruh.
1. Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan shu kulit
di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
1. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi infeksi.
1. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi/bradikardi, hipertensi/
hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
1. Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase, perubahan berat badan,
peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
1. Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.
1. Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah, lemah dan nyeri,
adanya gangren di ekstrimitas.
1. Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau
mental, disorientasi.
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
1. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua jam post
prandial > 200 mg/dl.
1. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan cara
Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning
( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
1. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman.
1. Analisa Data
Data yang sudah terkumpul selanjutnya dikelompokan dan dilakukan analisa serta sintesa data.
Dalam mengelompokan data dibedakan atas data subyektif dan data obyektif dan berpedoman
pada teori Abraham Maslow yang terdiri dari :
1. Kebutuhan dasar atau fisiologis
2. Kebutuhan rasa aman
3. Kebutuhan cinta dan kasih sayang
4. Kebutuhan harga diri
5. Kebutuhan aktualisasi diri
Data yang telah dikelompokkan tadi di analisa sehingga dapat diambil kesimpulan tentang
masalah keperawatan dan kemungkinan penyebab, yang dapat dirumuskan dalam bentuk
diagnosa keperawatan meliputi aktual, potensial, dan kemungkinan.
1. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu, keluarga atau komunitas
terhadap proses kehidupan/ masalah kesehatan. Aktual atau potensial dan kemungkinan dan
membutuhkan tindakan keperawatan untuk memecahkan masalah tersebut.
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien gangren kaki diabetik adalah sebagai
berikut :
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya / menurunnya aliran darah
ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
2. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas.
3. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.
4. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.
5. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
makanan yang kurang.
6. Potensial terjadinya penyebaran infeksi ( sepsis ) berhubungan dengan tingginya kadar
gula darah.
7. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
8. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya informasi.
9. Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota
tubuh.
10. Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
1. Perencanaan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, maka intervensi dan aktivitas keperawatan perlu
ditetapkan untuk mengurangi, menghilangkan, dan mencegah masalah keperawatan penderita.
Tahapan ini disebut perencanaan keperawatan yang meliputi penentuan prioritas, diagnosa
keperawatan, menetapkan sasaran dan tujuan, menetapkan kriteria evaluasi dan merumuskan
intervensi dan aktivitas keperawatan.
1. Diagnosa no. 1
Gangguan perfusi berhubungan dengan melemahnya/menurunnya aliran darah ke daerah gangren
akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
Tujuan : mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal.
Kriteria Hasil : Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler
- Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis
- Kulit sekitar luka teraba hangat.
- Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.
- Sensorik dan motorik membaik
Rencana tindakan :
1. Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi
Rasional : dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah.
1. Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah :
Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung ( posisi elevasi pada waktu istirahat ), hindari
penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari penggunaan bantal, di belakang lutut dan
sebagainya.
Rasional : meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga tidak terjadi oedema.
1. Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa :
Hindari diet tinggi kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan merokok, dan
penggunaan obat vasokontriksi.
Rasional : kolestrol tinggi dapat mempercepat terjadinya arterosklerosis, merokok dapat
menyebabkan terjadinya vasokontriksi pembuluh darah, relaksasi untuk mengurangi efek dari
stres.
1. Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator, pemeriksaan gula
darah secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ).
Rasional : pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh darah sehingga perfusi
jaringan dapat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula darah secara rutin dapat mengetahui
perkembangan dan keadaan pasien, HBO untuk memperbaiki oksigenasi daerah ulkus/gangren.
1. Diagnosa no. 2
Ganguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas.
Tujuan : Tercapainya proses penyembuhan luka.
Kriteria hasil : 1.Berkurangnya oedema sekitar luka.
2. pus dan jaringan berkurang
3. Adanya jaringan granulasi.
4. Bau busuk luka berkurang.
Rencana tindakan :
1. Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan.
Rasional : Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses penyembuhan akan membantu dalam
menentukan tindakan selanjutnya.
1. Rawat luka dengan baik dan benar : membersihkan luka secara abseptik menggunakan
larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang menempel pada luka dan nekrotomi
jaringan yang mati.
Rasional : merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga kontaminasi luka dan larutan yang
iritatif akan merusak jaringan granulasi tyang timbul, sisa balutan jaringan nekrosis dapat
menghambat proses granulasi.
1. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan kultur pus pemeriksaan
gula darah pemberian anti biotik.
Rasional : insulin akan menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan kultur pus untuk mengetahui
jenis kuman dan anti biotik yang tepat untuk pengobatan, pemeriksaan kadar gula darahuntuk
mengetahui perkembangan penyakit.
1. Diagnosa no. 3
Ganguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.
Tujuan : rasa nyeri hilang/berkurang
Kriteria hasil : 1.Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang/hilang .
2. Penderita dapat melakukan metode atau tindakan untuk mengatasi atau mengurangi nyeri .
3. Pergerakan penderita bertambah luas.
4. Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas normal.( S : 36 37,5
0
C, N: 60 80 x
/menit, T : 100 130 mmHg, RR : 18 20 x /menit ).
Rencana tindakan :
1. Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien.
Rasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.
1. Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri.
Rasional : pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang terjadi akan mengurangi ketegangan
pasien dan memudahkan pasien untuk diajak bekerjasama dalam melakukan tindakan.
1. Ciptakan lingkungan yang tenang.
Rasional : Rangasanga yang berlebihan dari lingkungan akan memperberat rasa nyeri.
1. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
Rasional : Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien.
1. Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien.
Rasional : Posisi yang nyaman akan membantu memberikan kesempatan pada otot untuk
relaksasi seoptimal mungkin.
1. Lakukan massage dan kompres luka dengan BWC saat rawat luka.
Rasional : massage dapat meningkatkan vaskulerisasi dan pengeluaran pus sedangkan BWC
sebagai desinfektan yang dapat memberikan rasa nyaman.
1. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
Rasional : Obat obat analgesik dapat membantu mengurangi nyeri pasien.
1. Diagnosa no. 4
Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
Tujuan : Pasien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas yang optimal.
Kriteria Hasil : 1. Pergerakan paien bertambah luas
2. Pasien dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan ( duduk, berdiri, berjalan ).
3. Rasa nyeri berkurang.
4. Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap sesuai dengan kemampuan.
Rencana tindakan :
1. Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki pasien.
Rasional : Untuk mengetahui derajat kekuatan otot-otot kaki pasien.
1. Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas untuk menjaga kadar gula darah
dalam keadaan normal.
Rasional : Pasien mengerti pentingnya aktivitas sehingga dapat kooperatif dalam tindakan
keperawatan.
1. Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat ekstrimitas bawah sesui kemampuan.
Rasional : Untuk melatih otot otot kaki sehingg berfungsi dengan baik.
1. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya.
Rasional : Agar kebutuhan pasien tetap dapat terpenuhi.
1. Kerja sama dengan tim kesehatan lain : dokter ( pemberian analgesik ) dan tenaga
fisioterapi.
Rasional : Analgesik dapat membantu mengurangi rasa nyeri, fisioterapi untuk melatih pasien
melakukan aktivitas secara bertahap dan benar.
1. Diagnosa no. 5
Gangguan pemenuhan nutrisi ( kurang dari ) kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
makanan yang kurang.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil : 1. Berat badan dan tinggi badan ideal.
2. Pasien mematuhi dietnya.
3. Kadar gula darah dalam batas normal.
4. Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia.
Rencana Tindakan :
1. Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.
Rasional : Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien sehingga dapat
diberikan tindakan dan pengaturan diet yang adekuat.
1. Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.
Rasional : Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi terjadinya
hipoglikemia/hiperglikemia.
1. Timbang berat badan setiap seminggu sekali.
Rasional : Mengetahui perkembangan berat badan pasien ( berat badan merupakan salah satu
indikasi untuk menentukan diet ).
1. Identifikasi perubahan pola makan.
Rasional : Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program diet yang ditetapkan.
1. Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin dan diet diabetik.
Rasional : Pemberian insulin akan meningkatkan pemasukan glukosa ke dalam jaringan sehingga
gula darah menurun,pemberian diet yang sesuai dapat mempercepat penurunan gula darah dan
mencegah komplikasi.
1. Diagnosa no. 6
Potensial terjadinya penyebaran infeksi ( sepsis) berhubungan dengan tinggi kadar gula darah.
Tujuan : Tidak terjadi penyebaran infeksi (sepsis).
Kriteria Hasil : 1. Tanda-tanda infeksi tidak ada.
2. Tanda-tanda vital dalam batas normal ( S : 36 37,5
0
C )
3. Keadaan luka baik dan kadar gula darah normal.
Rencana tindakan :
1. Kaji adanya tanda-tanda penyebaran infeksi pada luka.
Rasional : Pengkajian yang tepat tentang tanda-tanda penyebaran infeksi dapat membantu
menentukan tindakan selanjutnya.
1. Anjurkan kepada pasien dan keluarga untuk selalu menjaga kebersihan diri selama
perawatan.
Rasional : Kebersihan diri yang baik merupakan salah satu cara untuk mencegah infeksi kuman.
1. Lakukan perawatan luka secara aseptik.
Rasional : untuk mencegah kontaminasi luka dan penyebaran infeksi.
1. Anjurkan pada pasien agar menaati diet, latihan fisik, pengobatan yang ditetapkan.
Rasional : Diet yang tepat, latihan fisik yang cukup dapat meningkatkan daya tahan tubuh,
pengobatan yang tepat, mempercepat penyembuhan sehingga memperkecil kemungkinan terjadi
penyebaran infeksi.
1. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotika dan insulin.
Rasional : Antibiotika dapat menbunuh kuman, pemberian insulin akan menurunkan kadar gula
dalam darah sehingga proses penyembuhan.
1. Diagnosa no. 7
Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
Tujuan : rasa cemas berkurang/hilang.
Kriteria Hasil : 1. Pasien dapat mengidentifikasikan sebab kecemasan.
2. Emosi stabil., pasien tenang.
3. Istirahat cukup.
Rencana tindakan :
1. Kaji tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien.
Rasional : Untuk menentukan tingkat kecemasan yang dialami pasien sehingga perawat bisa
memberikan intervensi yang cepat dan tepat.
1. Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa cemasnya.
Rasional : Dapat meringankan beban pikiran pasien.
1. Gunakan komunikasi terapeutik.
Rasional : Agar terbina rasa saling percaya antar perawat-pasien sehingga pasien kooperatif
dalam tindakan keperawatan.
1. Beri informasi yang akurat tentang proses penyakit dan anjurkan pasien untuk ikut serta
dalam tindakan keperawatan.
Rasional : Informasi yang akurat tentang penyakitnya dan keikutsertaan pasien dalam melakukan
tindakan dapat mengurangi beban pikiran pasien.
1. Berikan keyakinan pada pasien bahwa perawat, dokter, dan tim kesehatan lain selalu
berusaha memberikan pertolongan yang terbaik dan seoptimal mungkin.
Rasional : Sikap positif dari timkesehatan akan membantu menurunkan kecemasan yang
dirasakan pasien.
1. Berikan kesempatan pada keluarga untuk mendampingi pasien secara bergantian.
Rasional : Pasien akan merasa lebih tenang bila ada anggota keluarga yang menunggu.
1. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.
Rasional : lingkung yang tenang dan nyaman dapat membantu mengurangi rasa cemas pasien.
1. Diagnosa no. 8
Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan, dan pengobatan berhubungan
dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Pasien memperoleh informasi yang jelas dan benar tentang penyakitnya.
Kriteria Hasil : 1. Pasien mengetahui tentang proses penyakit, diet, perawatan dan
pengobatannya dan dapat menjelaskan kembali bila ditanya.
2. Pasien dapat melakukan perawatan diri sendiri berdasarkan pengetahuan yang diperoleh.
Rencana Tindakan :
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien/keluarga tentang penyakit DM dan gangren.
Rasional : Untuk memberikan informasi pada pasien/keluarga, perawat perlu mengetahui sejauh
mana informasi atau pengetahuan yang diketahui pasien/keluarga.
1. Kaji latar belakang pendidikan pasien.
Rasional : Agar perawat dapat memberikan penjelasan dengan menggunakan kata-kata dan
kalimat yang dapat dimengerti pasien sesuai tingkat pendidikan pasien.
1. Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan pada pasien dengan
bahasa dan kata-kata yang mudah dimengerti.
Rasional : Agar informasi dapat diterima dengan mudah dan tepat sehingga tidak menimbulkan
kesalahpahaman.
1. Jelasakan prosedur yang kan dilakukan, manfaatnya bagi pasien dan libatkan pasien
didalamnya.
Rasional : Dengan penjelasdan yang ada dan ikut secra langsung dalam tindakan yang dilakukan,
pasien akan lebih kooperatif dan cemasnya berkurang.
1. Gunakan gambar-gambar dalam memberikan penjelasan ( jika ada / memungkinkan).
Rasional : gambar-gambar dapat membantu mengingat penjelasan yang telah diberikan.
1. Diagnosa no. 9
Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota tubuh.
Tujuan : Pasien dapat menerima perubahan bentuk salah satu anggota tubuhnya secar positif.
Kriteria Hasil : - Pasien mau berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan. Tanpa rasa malu
dan rendah diri.
- Pasien yakin akan kemampuan yang dimiliki.
Rencana tindakan :
1. Kaji perasaan/persepsi pasien tentang perubahan gambaran diri berhubungan dengan
keadaan anggota tubuhnya yang kurang berfungsi secara normal.
Rasional : Mengetahui adanya rasa negatif pasien terhadap dirinya.
1. Lakukan pendekatan dan bina hubungan saling percaya dengan pasien.
Rasional : Memudahkan dalm menggali permasalahan pasien.
1. Tunjukkan rasa empati, perhatian dan penerimaan pada pasien.
Rasional : Pasien akan merasa dirinya di hargai.
1. Bantu pasien untuk mengadakan hubungan dengan orang lain.
Rasional : dapat meningkatkan kemampuan dalam mengadakan hubungan dengan orang lain dan
menghilangkan perasaan terisolasi.
1. Beri kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaan kehilangan.
Rasional : Untuk mendapatkan dukungan dalam proses berkabung yang normal.
1. Beri dorongan pasien untuk berpartisipasi dalam perawatan diri dan hargai pemecahan
masalah yang konstruktif dari pasien.
Rasional : Untuk meningkatkan perilaku yang adiktif dari pasien.
1. Diagnosa no.10
Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
Tujuan : Gangguan pola tidur pasien akan teratasi.
Kriteria hasil : 1. Pasien mudah tidur dalam waktu 30 40 menit.
2. Pasien tenang dan wajah segar.
3. Pasien mengungkapkan dapat beristirahat dengan cukup.
Rencana tindakan :
1. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.
Rasional : Lingkungan yang nyaman dapat membantu meningkatkan tidur/istirahat.
1. Kaji tentang kebiasaan tidur pasien di rumah.
Rasional : mengetahui perubahan dari hal-hal yang merupakan kebiasaan pasien ketika tidur
akan mempengaruhi pola tidur pasien.
1. Kaji adanya faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain seperti cemas, efek obat-
obatan dan suasana ramai.
Rasional : Mengetahui faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain dialami dan dirasakan
pasien.
1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pengantar tidur dan teknik relaksasi .
Rasional : Pengantar tidur akan memudahkan pasien dalam jatuh dalam tidur, teknik relaksasi
akan mengurangi ketegangan dan rasa nyeri.
1. Kaji tanda-tanda kurangnya pemenuhan kebutuhan tidur pasien.
Rasional : Untuk mengetahui terpenuhi atau tidaknya kebutuhan tidur pasien akibat gangguan
pola tidur sehingga dapat diambil tindakan yang tepat.
1. Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah tahap pelaksananan terhadap rencana tindakan keperawatan yang telah
ditetapkan untuk perawat bersama pasien. Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana
setelah dilakukan validasi, disamping itu juga dibutuhkan ketrampilan interpersonal, intelektual,
teknikal yang dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat dengan selalu
memperhatikan keamanan fisik dan psikologis. Setelah selesai implementasi, dilakukan
dokumentasi yang meliputi intervensi yang sudah dilakukan dan bagaimana respon pasien.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini adalah
membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan dengan tujuan yang
diharapkan dalam perencanaan.
Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh mana tujuan tercapai:
1. Berhasil : prilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau tanggal yang
ditetapkan di tujuan.
2. Tercapai sebagian : pasien menunujukan prilaku tetapi tidak sebaik yang ditentukan
dalam pernyataan tujuan.
3. Belum tercapai. : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan prilaku yang
diharapakan sesuai dengan pernyataan tujuan.
4.
5.
6.







ASUHAN KEPERAWATAN GANGREN DIABETES MELITUS
Pengertian:
1. Diabetus mellitus adalah penyakit yang dalam tingkat yang nyata memperlihatkan gangguan
metabolisme karbohidrat sehingga didapati hiperglikemi dan glukosuria ( kapita selekta
Kedikteran ).
2. Diabetus mellitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk
heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. ( Patofisiologi ).
3. Diabetus Melitus Tipe I yaitu penyakit hiperglikemia akibat ketiadaan obsulut insulin,disebut juga
Deabetus Melitus Dependen Insulin.Dujumpai pada orang tidak gemuk,usia kurang dari 30
tahun,laki-laki lebih banyak dari perempuan.
4. Diabetus Melitus Tipe II yaitu penyakit hiperglikemia akibat insensitivitas sel-sel terhadap
insulin.Kadar insulin mungkin sedikit menurun / berada dalam rentang normal .karena insulin
tetap dihasilkan oleh sel-sel beta pancreas maka DM tipe ini dianggap sebagai non insulin
dependent diabetus mellitus,dijumpai pada usia lebih dari 30 tahun,perempuan lebih banyak dari
laki-laki.
5. Diabetus Gestasional yaitu DM yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap
DM.50% akan kembali normal setelah melahirkan.
6. Gangren Diabetes Melitus disebabkan oleh karena gangguan metabolik kronik yang dipengaruhi oleh kemampuan
tubuh dalam menghasilkan dan atau memanfaatkan insulin sehingga menyebabkan hiperglikemia berlangsung
lama kematian jaringan pada ekstremitas, dan bila terjadi luka yang disertai invasi kuman akan menyebabkan
gangren
Etiologi :
1. Destruksi otoimun sel-sel beta pulau langerhans yang dicetuskan oleh lingkungan.Serangan otoimun dapat timbul
setelah terkenaa infeksi virus misalnya gandongen,rubella,sitomegalovirus kronik dan setelah pajanan obat / toksin.
2. Kegemukan / pengaruh genetic dimana pancreas akan mengeluarkan insulin yang berbeda / menyebabakn reseptor
insulin ( perantara kedua ) tidak dapat merespons secara adekuat terhadap insulin.
3. Peningkatan kebutuhan energi dan kadar estrogen dan hormon pertumbuhan yang terus menerus tinggi selama
kehamilan ( pada Deabitus Gestasional ).
Data Pengkajian


NO
DIAGNOSIS
KEPERAWATAN / DATA
TUJUAN /
KRITERIA
RENCANA TINDAKAN

1.



Gangguan nutrisi :
- Lebih dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake
makanan yang berlebihan
- Kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake
makanan yang kurang

Data penunjang:
- Poli phagi, poli dipsi, poli uri
- Pasien mengeluh makan banyak
Laboratorium :
- Hb : 6,4 gr %
- Leukosit : 18000 /mm
- BBS : 700 mm /jam,135 mm /2
jam.

Gangguan nutrisi
dapat diatasi.

Kriteria:
- Berat dan tinggi
badan seimbang
- Pasien makan dalam
porsi kecil
- Pasien dapat
menghabiskan porsi
makan yang
disediakan
- Tidak ada tanda-
tanda hipo /
hiperglikemi

- Kaji status nutrisi pasien,
kebiasaan makan
- Observasi intake dan output
tiap 24 jam
- Berikan snack / makanan
dengan waktu dan porsi yang
sama
- Observasi adanya gejala hipo /
hiperglikemi
- Timbang berat badan setiap
hari dengan alat dan waktu
yang sama
- Anjurkan pasien selalu
membawa permen/gula pasir
bila dalam perjalanan keluar
rumah
- Gula darah
- GDS : 469 gr %
- Nuklear : 76 mg %
- Ureum : 114 mg %
- Kreatinin : 2,4 mg %

- Observasi alternatif makanan
pengganti yang disukai dan
tidak disukai
- Observasi adanya nausea /
perasaan mau muntah
- Anjurkan pasien untuk disiplin
terhadap diet yang telah
ditentukan
- Kerjasama dengan tim
kesehatan:


Rujuk ke ahli gizi untuk
pengaturan diet DM
Pemberian insulin injeksi
Pemberian glukosa 40%
Pemberian cairan parenteral

2.



Gangguan integritas kulit
berhubungan dengan adanya
gangren pada pantat :
Data penunjang:
Ds : Pasien mengatakan luka
terasa sakit.
Do : Terdapat luka gangren pada
pantat.
Luka berwarna hitam dengan bau
yang khas

Gangguan integritas
kulit dapat diatasi.

Kriteria:
- Tidak terjadi infeksi
sekunder
- Luka gangren
sembuh sempurna

- Observasi respon sensorik dari
daerah sekitar luka
- Observasi adanya infeksi
sekunder pada sekitar luka
adanya sellulitis yang cepat
menyebar
- Ubah posisi /miring kanan-kiri
setiap 2 jam untuk
meningkatkan sirkulasi darah
- Lakukan perawatan luka setiap
2 jam dengan teknik sterilitas
yang tinggi
- Bila luka gangren basah
kompres dengan povidone
Iodine 10 % / savlon setiap 8
jam
- Kerjasama / kolaborasi dengan
tim medis :
Buang jaringan nekrotik secara
rutin
Ganti verban tiap hari.
Pemberian antibiotik injeksi
- Cefolaxin 2 X 1 gr
- Ciprofloxasin 2 X 1
Konsul bedah untuk amputansi
bila diperlukan
Monitor kadar gula darah.


3.



Gangguan perfusi perifer
berhubungan dengan penurunan
fungsi vaskuler

Data penunjang:
- Terdapat luka gangren pada kaki
- Daerah perifer tungkai bawah

Gangguan perfusi
perifer dapat diatasi.


Kriteria:
- Daerah perifer hangat

- Observasi tanda vital setiap 2
jam.
- Observasi kelembaban kulit
sianosis adanya keringat dingin,
rasa baal dan kesemutan
- Observasi adanya perubahan
suhu pada ekstremitas
dingin dan pucat
- Pengisian kapiler > 5 detik
- Pengisian kapiler 3-5
detik
- Tidak pucat, tidak
sianosis
- Tanda vital dalam
batas normal
- Anjurkan pasien untuk tidak
merokok
- Berikan posisi kaki lebih
rendah dari kepala
- Observasi pengisian kapiler
- Kerjasama dengan tim
kesehatan:
Pemberian vasodilator sesuai
program
Pemeriksaan kadar gula darah
secara rutin

4.



Gangguan rasa nyaman : nyeri
pada kaki berhubungan dengan
hipoksia jaringen perifer

Data penunjang:
- Luka pada kaki
- Pasien mengeluh kesakitan
- Pasien gelisah dan tidak bisa
tidur
- Ekspresi wajah tegang

Gangguan rasa nyeri
dapat diatasi.
Kriteria:
- Luka sembuh
dempurna
- Psien tidak mengeluh
sakit lagi
- Ekspresi wajah rileks
- Pasien dapat
beristirahat dengan
tenang

- Observasi tanda vital setiap 2
jam
- Kaji kualitas, intensitas, dan
penjalaram dari rasa sakit
- Ajarkan pasien teknik
menghilangkan rasa nyeri
(teknik relaksasi, distorsi dan
guided imagine)
- Berikan posisi yang nyaman
untuk daerah kaki yaitu lebih
rendah dari kepala
- Lakukan pembersihan luka
setiap 8 jam dengan sterilitas
tinggi
- Kerjasama dengan tim
kesehatan:



Pemberian analgetik

5.



Kurang pengetahuan tentang
proses penyakit dan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya
informasi :

Data penunjang:
- Pasien selalu bertanya tentang
penyakit dan pengobatannya
- Pasien kurang kooperatif dalam
program pengobatan.

Pengetahuan psien
tentang proses
penyakit dan
pengobatan
meningkat

Kriteria:
- Pasien dapat
menjelaskan kembali
tentang proses
penyakit dan
pengobatannya
- Pasien tidak
bertanya-tanya lagi
- Pasien kooperatif
dalam program
pengobatan

- Kaji tingkat pengetahuan pasien
tentang diet pencegahan, gejala-
gejala hipo / hiperglikemi,
komplikasi dan pengobatan
yang dilakukan
- Berikan penjelasan tentang hal-
hal yang berhubungan dengan
penyakitnya yang belum
dikethui pasien
- Beri kesempatan pasien untuk
bertanya
- Ikut sertakan pasien dalam
program pengobatan dan
perawatan luka dengan
menekankan pasien harus
minum obat jam berapa dan
berapa banyak
- Anjurkan pasien untuk
mengulangi kembali hal-hal
yang telah dijelaskan.

6.











Resiko tinggi kecelakaan fisik :
jatuh dari tempat tidur
sehubungan dengan gangguan
persepsi sensorik dan gangguan
penglihatan

Data penunjang:
- Pasien menyatakan rasa baal
pada kaki
- Pasien tidur pada brankar tanpa
penghalang

Kecelakaan fisik tidak
terjadi

Kriteria:
- Pasien tidak jatuh
dari / tempat tidur
brankard
- Pasien bebas dari
bahaya fisik

- Pasang pengaman pada tempat
tidur pasien
- Dekatkan alat keperluan sehari-
hari pasien sehingga mudah
dijangkau
- Jauhkan benda tajam dan alat-
alat berbahaya lainnya
- Apabila pasien gelisah anjurkan
keluarga untuk menunggu
- Bantu pemenuhan kebutuhan
pasien yang tidak bisa
dilakukan sendiri.













PATOFISIOLOGI DAN PATOGENESIS Diabetes Mellitus

Pada kedua tipe DM, terjadi defisiensi insulin. Jika pada DM tipe 1, defisiensi insulin
disebabkan karena proses autoimun, pada DM tipe 2 disebabkan beberapa faktor, yaitu
berkurangnya massa sel B pankreas, kadar asam lemak yang tinggi (lipotoksisitas), hiperglikemi
kronik, amilin, kelelahan sel B pankreas dan faktor genetik.
Berkurangnya massa sel B pankreas banyak terjadi pada penderita DM tipe 2. Pada
studi post-mortem telah dilaporkan terjadi pengurangan sel B pankreas sebanyak 40-60%.
Hiperglikemi kronik selalu diikuti dengan menurunnya respon sekresi dan kerja insulin. Hal ini
disebabkan akibat terjadi gangguan pada hidrolisis membran prospoinositida yang
mengakibatkan penurunan konsentrasi diasilgliserol dan inositofosfat dalam sel B dan pada
akhirnya mengurangi sekresi insulin. Hiperglikemi kronik menyebabkan resistensi insulin
sebagai akibat down regulation dari sistem transport glukosa dengan adanya konversi fruktosa-6-
fosfat menjadi glukosamin-6-fosfat yang menurunkan sensitivitas insulin di perifer.
Resistensi insulin banyak ditemukan pada penderita DM tipe 2. Resistensi insulin
terjadi bila kemampuan insulin untuk meningkatkan ambilan dan disposal glukosa di jaringan
perifer (otot dan jaringan adiposa) terganggu atau kadar insulin normal menghasilkan efek
biologis yang kurang dari normal. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan resistensi insulin
antara lain, obesitas, diet, kurang gerak badan, hiperglikemi kronik, dan faktor genetik (Funk dan
Feingold, 1995; Sugiyanto, 2004).
KOMPLIKASI
1. Komplikasi Akut
a. Hipoglikemia
Reaksi hipoglikemik merupakan komplikasi tersering pada penderita DM yang mendapat terapi
insulin. Komplikasi ini dapat terjadi pada penderita yang mendapat terapi sulfonilurea oral
terutama penderita lanjut usia dengan gangguan fungsi hati atau ginjal yang mendapat obat-
obatan dengan masa kerja yang panjang dan sangat poten seperti klorpropamid atau gliburid,
lupa atau terlambat makan atau akibat latihan fisik yang lebih kuat dari biasanya tanpa suplemen
kalori atau akibat penurunan dosis insulin (Dipiro, 2005).
a. Koma
Koma adalah suatu keadaan gawat darurat yang memerlukan evaluasi segera untuk
menentukan penyebabnya agar dapat diberikan terapi yang sesuai. Klasifikasi etiologi koma
diabetik :
1). Koma Hiperglikemik
Koma hiperglikemik dapat menyertai defisiensi insulin yang berat (ketoasidosis diabetik) atau
defisiensi insulin ringan sampai sedang (koma non-ketotik hiperglikemik, koma hiperosmolar).
Ketoasidosis diabetik merupakan manifestasi pertama dari kasus yang sebelumnya tidak
terdiagnosis atau dapat terjadi akibat kegagalan terapi insulin eksogen pada penderita DM.
Ketoasidosis diabetik telah ditemukan pada penderita DM sebagai salah satu komplikasi yang
cukup sering dari terapi insulin.
Hiperglikemik dan hiperosmolar non-ketotik ditandai oleh hiperglikemia berat, hiperosmolalitas,
dan dehidrasi tanpa adanya ketosis yang nyata. Komplikasi ini terjadi pada penderita paruh baya
atau lanjut usia dengan DM tipe 2 yang seringkali ringan atau tersamar. Timbul letargi dan
perasaan kacau saat osmolalitas serum melampaui 300 mosmol/L dan koma jika osmolalitas
serum melampaui 330 mosmol/L (Braunwald, 2005).
2). Koma Hipoglikemik
Komplikasi ini terjadi akibat dosis insulin atau obat hipoglikemik oral (OHO) yang diberikan
terlalu berlebihan. Umumnya terjadi pada terapi penggantian insulin pada penderita DM.
Hipoglikemik dapat terjadi pada tiap penderita dengan terapi yang mendapat sulfonilurea oral,
terutama jika penderita sudah lanjut usia, menderita penyakit ginjal atau hati, atau tengah
mendapat pengobatan lain yang dapat mengubah metabolisme sulfonilurea (seperti fenilbutazon,
sulfonamid atau warfarin). Komplikasi ini lebih sering terjadi dengan sulfonilurea masa kerja
panjang dibandingkan obat-obat sejenis dengan masa kerja lebih singkat. (Funk dan Feingold,
1995; Karam dan Forsham, 1998).
a. Asidosis Laktat
Reaksi ini terutama terjadi menyertai anoksia jaringan berat, sepsis atau kolaps
kardiovaskular. Jika penderita DM datang dengan asidosis hebat tetapi kadar asam keto dalam
plasma relatif rendah atau tidak terdeteksi, maka perlu dipertimbangkan kemungkinan tingginya
kadar laktat plasma (lebih dari 6 mmol/L), terutama jika sebab asidosis lainnya seperti uremia
tidak ditemukan (Funk dan Feingold, 1995; Karam dan Forsham, 1998).
1. Komplikasi Kronis
a. Mikrovaskular
Komplikasi mikrovaskular ini merupakan penyakit pada pembuluh darah terkecil, yaitu
perifer dan arteriol pra-kapiler. Komplikasi ini terutama tampak sebagai penebalan membran
basalis kapiler.
1). Retinopati Diabetik
Retinopati Non-proliferatif
Menggambarkan stadium paling awal dari keterlibatan retina pada diabetes dan ditandai oleh
perubahan-perubahan seperti mikroaneurisme, pendarahan berbintik, eksudat, dan edema retina.
Pada stadium ini, kapiler-kapiler retina meloloskan lemak, protein atau sel darah merah ke dalam
retina. Bila proses ini berlangsung di makula (daerah dengan kepadatan sel penglihatan
tertinggi), maka akan timbul gangguan penglihatan. Kejadian ini merupakan penyebab gangguan
penglihatan tersering pada DM tipe 2 dan terjadi pada sekitar 6% penderita setelah beberapa
waktu.
Retinopati Proliferatif
Penyakit ini melibatkan pertumbuhan-pertumbuhan kapiler baru dan jaringan fibrosa pada retina
ke dalam badan kaca. Terjadi akibat adanya sumbatan pembuluh darah kecil yang menyebabkan
hipoksia retina dan merangsang pertumbuhan pembuluh darah baru. Retinopati proliferatif dapat
terjadi pada kedua tipe penyakit DM, tetapi lebih sering terjadi pada DM tipe 1. Penyakit ini
timbul 7-10 bulan setelah gejala awal. (Dipiro, 2005).

2). Nefropatik Diabetik
Tiap tahunnya, sekitar 4000 kasus penyakit ginjal stadium akhir akibat nefropati diabetik terjadi
pada penderita DM di Amerika. Angka ini mewakili 25% dari seluruh penderita yang dirawat
sebagai kasus gagal ginjal. Penebalan membran basalis kapiler dan mesangium glomerolus ginjal
menyebabkan glomerulosklerosis dalam berbagai tingkatan serta insufisiensi ginjal. (Dipiro,
2005).

3). Neuropati Diabetik
Neuropati perifer dan otonom merupakan 2 bentuk komplikasi tersering pada kedua tipe DM.
Patogenesisnya masih belum dipahami. Bentuk neuropati perifer yang lebih sering dijumpai
yaitu neuropati sensorik dan motorik simetris serta neuropati otonom. Komplikasi ini diduga
sebagai akibat toksisitas metabolik atau osmotik yang terkait hiperglikemia.
Neuropati Perifer Sensorik
Merupakan defisit sensorik yang seringkali didahului parestesia, rasa gatal dan nyeri yang makin
bertambah selama beberapa bulan atau tahun. Sindroma-sindroma khas yang terjadi pada
penderita DM dengan neuropati sensorik, termasuk osteopati tangan dan kaki distal, deformitas
lutut atau pergelangan kaki, dan ulserasi neuropatik pada kaki.
Neuropati Motorik
Penyakit ini lebih sering terjadi dibandingkan neuropati sensorik dan dihubungkan dengan
perlambatan hantaran saraf motorik dan kelemahan serta atrofi otot.
Neuropati Otonom
Komplikasi ini sering terjadi pada penderita DM yang sudah berlangsung lama dan merupakan
problem klinis yang sangat mengganggu. Neuropati dapat melibatkan gangguan viseral. Dapat
terjadi hipotensi postural, takikardia saat istirahat yang menetap, penurunan respon
kardiovaskular, gastroparesis, episode-episode diare (seringkali pada malam hari) dan konstipasi,
kesulitan mengosongkan kandung kemih, dan impotensi. (Dipiro, 2005).

b. Makrovaskular
1). Penyakit Jantung
Pada penderita DM sering disebabkan aterosklerosis koroner. Akibat yang sering terjadi adalah
gagal jantung, infark miokardium yang merupakan penyebab kematian utama pada penderita DM
tipe 1.
2). Penyakit Vaskular Perifer
Manifestasi kliniknya meliputi iskemia dari ekstremitas bawah, impotensi, dan angina usus.


3). Penyakit Serebrovaskular
Diabetes merupakan faktor resiko terjadinya oklusi pada cabang serebral dan arteri basilar
anterior, pertengahan, dan posterior yang dapat memicu terjadinya infark serebral atau
pendarahan intraserebral. Terjadinya infark serebral pada penderita DM ditandai peningkatan
jumlah area infark, terutama lakuna dan pada beberapa kasus ditemukan banyak lesi. Lesi ini
terutama terletak pada area yang mendapat suplai dari arteri paramedian kecil (basal ganglia,
talamus, kapsul internal, dan serebellum). Encephalomalacia juga banyak didapatkan pada
penderita DM. Penyakit ini makin parah dengan bertambahnya usia penderita dan lesi biasanya
terdapat pada otak tengah. (Goulon-Goau dan Said, 1994; Funk dan Feingold, 1995; Karam dan
Forsham, 1998).

c. Dermopati Diabetik
Dermopati diabetik ditandai oleh bercak-bercak coklat atrofik pada kulit, biasanya pada
daerah pretibia (bercak-bercak tulang kering) (Braunwald, 2005).

d. Komplikasi Tulang dan Sendi
Komplikasi tulang dan sendi biasanya dihubungkan dengan gangguan metabolik atau
vaskular dari DM yang sudah berlangsung lama.
Cheirarthropathy diabetic juvenilis, yaitu sindroma kekakuan kronik progresif pada tangan
sekunder dari kontraktur dan pengencangan kulit di atas sendi-sendi. Biasanya timbul dalam 5-6
tahun sesudah gejala awal pada DM tipe 1.
Kontraktur Dupuytren, adalah penebalan fasia palmaris tangan, menimbulkan deformitas seperti
cakar. Pada pasien DM, hal ini merupakan akibat nekrosis sistemik dan pembentukan jaringan
parut sekunder pada jaringan ikat sebagai konsekuensi mikroangiopati diabetik.
Demineralisasi tulang, densitas tulang seperti terukur dengan absorbsi foton pada lengan bawah
adalah 10-20 % di bawah normal pada pasien DM dibandingkan dengan kontrol yang sepadan.
Bursitis, terutama terjadi di daerah bahu dan pinggul pada pasien DM.
(Dipiro, 2005).

e. Infeksi
Beberapa jenis infeksi seperti bakteriuria, esofagitis kandida, dan vaginitis kandida lebih
sering menyerang pasien DM dibandingkan kontrol lain yang sepadan. Aterosklerosis dengan
penyakit vaskular perifer sangat lazim pada populasi DM dan iskemia yang ditimbulkannya
berperan penting dalam terjadinya infekdi ekstremitas bawah (Goulon-Goau dan Said, 1994;
Funk dan Feingold, 1995; Karam dan Forsham, 1998).

f. Gangren
Pada diabetes melitus kronik terjadi kerusakan pada sistem saraf perifer yaitu komponen
sensorik dan motorik divisi somatik dan otonom. Gangguan persarafan ini disebabkan karena
neuropati diabetes. Neuropati diabetes ini awalnya disebabkan oleh hipoksia sel-sel saraf,
kemudian sel Schwann sebagai sel penunjang saraf mulai menggunakan metode alternatif untuk
menangani beban peningkatan glukosa kronik, yang akhirnya menyebabkan demielinisasi
segmental saraf-saraf perifer. Demielinisasi menyebabkan perlambatan hantaran saraf dan
berkurangnya sensitivitas saraf, yang kemudian menyebabkan hilangnya sensasi suhu dan nyeri.
Akibatnya, kemungkinan pasien untuk mengalami cedera terutama pada ekstrimitas bawah
semakin besar. Begitu pasien cedera atau terluka, ditambah dengan adanya gangguan aliran
darah dan sistem imun, luka tersebut akan menjadi gangren.
Gangren itu sendiri merupakan akibat dari kematian sel dalam jumlah besar. Gangren dapat
diklasifikasikan sebagai gangren kering atau basah. Gangren kering meluas secara lambat dengan
hanya sedikit gejala. Gangren kering sering dijumpai di ekstremitas, umumnya terjadi akibat
hipoksia lama. Gangren basah adalah suatu daerah dimana terdapat jaringan mati yang cepat
perluasannya, sering ditemukan di organ-organ dalam, dan berkaitan dengan invasi bakteri ke
dalam jaringan yang mati tersebut. Gangren ini, menimbulkan bau yang kuat dan biasanya
disertai manifestasi sistemik. Gangren basah dapat timbul dari gangren kering. Gangren gas
adalah jenis gangren khusus yang terjadi sebagai respon terhadap infeksi jaringan oleh suatu
jenis bakteri aerob yang disebut clostridium. Gangren jenis ini paling sering terjadi setelah
trauma. Gangren gas cepat meluas ke jaringan di sekitarnya sebagai akibat dikeluarkannya
toksin-toksin oleh bakteri yang membunuh sel-sel di sekitarnya. Sel-sel otot sangant rentan
terhadap toksin ini, dan apabila terkena akan mengeluarkan gas hidrogen sulfida yang khas.
Gangren jenis ini dapat mematikan. (Braunwald, 2005).



Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus
Pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr
karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl

Ibarat suatu mesin, tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan mengganti sel yang
rusak. Disamping itu tubuh juga memerlukan energi supaya sel tubuh dapat berfungsi dengan
baik. Energi yang dibutuhkan oleh tubuh berasal dari bahan makanan yang kita makan setiap
hari. Bahan makanan tersebut terdiri dari unsur karbohidrat, lemak dan protein (Suyono,1999).
Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan mengalami metabolisme
sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi glikogen dan 20% sampai 40% diubah menjadi
lemak. Pada Diabetes Mellitus semua proses tersebut terganggu karena terdapat defisiensi
insulin. Penyerapan glukosa kedalam sel macet dan metabolismenya terganggu. Keadaan ini
menyebabkan sebagian besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi
hiperglikemia.
Penyakit Diabetes Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin. Akibat
kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula darah
meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena ambang
batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak
bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula
yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria.
Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria.
Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga
pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan minum terus yang disebut
polidipsi.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-
sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi
menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan merasa
lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia. Terlalu banyak lemak yang
dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat dalam darah yang menyebabkan keasaman darah
meningkat atau asidosis. Zat ini akan meracuni tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh berusaha
mengeluarkan melalui urine dan pernapasan, akibatnya bau urine dan napas penderita berbau
aseton atau bau buah-buahan. Keadaan asidosis ini apabila tidak segera diobati akan terjadi koma
yang disebut koma diabetik (Price,1995).

natalaksanaan Diabetes mellitus
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah
dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik
pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia) tanpa terjadi
hipoglikemia dan gangguan series pada pola aktivitas pasien.
Ada lima konponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu:
a. Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat:
1) Memperbaiki kesehatan umum penderita
2) Mengarahkan pada berat badan normal
3) Menormalkan pertumbuhan DM anak dan DM dewasa muda
4) Mempertahankan kadar KGD normal
5) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik
6) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita.
7) Menarik dan mudah diberikan
Prinsip diet DM, adalah:
1) Jumlah sesuai kebutuhan
2) Jadwal diet ketat
3) Jenis: boleh dimakan/tidak
Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan kalorinya.
1) Diit DM I : 1100 kalori
2) Diit DM II : 1300 kalori
3) Diit DM III : 1500 kalori
4) Diit DM IV : 1700 kalori
5) Diit DM V : 1900 kalori
6) Diit DM VI : 2100 kalori
7) Diit DM VII : 2300 kalori
8) Diit DM VIII : 2500 kalori
Diit I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk
Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan normal
Diit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau diabetes komplikasi,
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J yaitu:
J I : jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau ditambah
J II : jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya.
J III : jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status gizi penderita,
penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of relative body weight (BBR=
berat badan normal) dengan rumus:
BB (Kg)
BBR = X 100 %
TB (cm) 100

1) Kurus (underweight) : BBR < 90 %
2) Normal (ideal) : BBR 90 110 %
3) Gemuk (overweight) : BBR > 110 %
4) Obesitas, apabila : BBR > 120 %
- Obesitas ringan : BBR 120 130 %
- Obesitas sedang : BBR 130 140 %
- Obesitas berat : BBR 140 200 %
- Morbid : BBR > 200 %
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM yang bekerja
biasa adalah:
1) kurus : BB X 40 60 kalori sehari
2) Normal : BB X 30 kalori sehari
3) Gemuk : BB X 20 kalori sehari
4) Obesitas : BB X 10-15 kalori sehari
b. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah:
1) Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila dikerjakan setiap 1 jam sesudah
makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan kegemukan atau
menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan sensitivitas insulin dengan reseptornya.
2) Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore
3) Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply oksigen
4) Meningkatkan kadar kolesterol-high density lipoprotein
5) Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang pembentukan
glikogen baru
6) Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran asam lemak
menjadi lebih baik.
c. Penyuluhan
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) merupakan salah satu bentuk
penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media
misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya.
d. Obat
1) Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
a) Mekanisme kerja sulfanilurea
(1) kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas
(2) kerja OAD tingkat reseptor
b) Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang dapat
meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:
(1) Biguanida pada tingkat prereseptor ekstra pankreatik
- Menghambat absorpsi karbohidrat
- Menghambat glukoneogenesis di hati
- Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
(2) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin
(3) Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek intraseluler
2) Insulin
a) Indikasi penggunaan insulin
(1) DM tipe I
(2) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
(3) DM kehamilan
(4) DM dan gangguan faal hati yang berat
(5) DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)
(6) DM dan TBC paru akut
(7) DM dan koma lain pada DM
(8) DM operasi
(9) DM patah tulang
(10) DM dan underweight
(11) DM dan penyakit Graves
b) Beberapa cara pemberian insulin
(1) Suntikan insulin subkutan
Insulin reguler mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam, sesudah suntikan subcutan, kecepatan
absorpsi di tempat suntikan tergantung pada beberapa factor antara lain:
(a) lokasi suntikan
ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yitu dinding perut, lengan, dan paha. Dalam
memindahkan suntikan (lokasi) janganlah dilakukan setiap hari tetapi lakukan rotasi tempat
suntikan setiap 14 hari, agar tidak memberi perubahan kecepatan absorpsi setiap hari.
(b) Pengaruh latihan pada absorpsi insulin
Latihan akan mempercepat absorbsi apabila dilaksanakan dalam waktu 30 menit setelah suntikan
insulin karena itu pergerakan otot yang berarti, hendaklah dilaksanakan 30 menit setelah
suntikan.
(c) Pemijatan (Masage)
Pemijatan juga akan mempercepat absorpsi insulin.
(d) Suhu
Suhu kulit tempat suntikan (termasuk mandi uap) akan mempercepat absorpsi insulin.
(e) Dalamnya suntikan
Makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin dicapai. Ini berarti suntikan
intramuskuler akan lebih cepat efeknya daripada subcutan.
(f) Konsentrasi insulin
Apabila konsentrasi insulin berkisar 40 100 U/ml, tidak terdapat perbedaan absorpsi. Tetapi
apabila terdapat penurunan dari u 100 ke u 10 maka efek insulin dipercepat.
(2) Suntikan intramuskular dan intravena
Suntikan intramuskular dapat digunakan pada koma diabetik atau pada kasus-kasus dengan
degradasi tempat suntikan subkutan. Sedangkan suntikan intravena dosis rendah digunakan
untuk terapi koma diabetik.
e. Cangkok pankreas
Pendekatan terbaru untuk cangkok pancreas adalah segmental dari donor hidup saudara kembar
identik (Tjokroprawiro, 1992).
2. Perawatan luka diabetik
1. Mencuci luka
Mencuci luka merupakan hal yang pokok unutk memperbaiki, meningkatkan dan
mempercepat proses penyembuhan luka serta menghindari kemungkinan terjadinya
infeksi. Tujuan mencuci luka adalah menghilangkan jaaringan neksrosis,
menghilangkan cairan luka yang berlebihan, dan menghilangkan sisa metabolisme
tubuh pada permukaan luka. Cairan yang terbaik untuk mencuci luka adalah cairan
non toksik misalnya normal saline / NaCl 0.9 %. Cairan anti septik sebaiknya
digunakan ketika luka mengalami infeksi atau tubuh dalam keadaan penurunan
imunitas, yang kemudian dilakukan pembilasan kembali dengan normal saline.
2. Debridement
Merupakan upaya untuk membuang jaringan nekrosis / slough pada luka.
Debridement dilakukan untuk menghindari infeksi atau selulitis, karena jaringan
nekrosis selalu berhubungan dengan peningkatan jumlah bakteri.
3. Perawatan kulit sekitar luka
Melindungi kulit di sekitar luka merupakan hal penting untuk mencegah timbulnya
luka baru. Penggunaan Zinc-oxide salep cukup efektif untuk melindungi kulit sekitar
luka dari cairan atau eksudat berlebihan.
4. Penggunaan balutan pada luka
Penggunaan balutan bertujuan untuk mempertahakan daaerah luka agar selalu
lembab, mempercepat proses penyembuhan hingga 50 %, absorpsi eksudat dan
cairan luka yang berlebihan, membuang jaaringan nekrosis, kontrol terhadap infeksi
dan menurunkan rasa sakit serta menurunkan biaya selama perawatan.
1. Absorbent dressing
Jenis balutan yang paling banyak menyerap cairan pada luka, juga berfungsi
sebagai homeostasis tubuh jika terdapat perdarahan dan brter terhadap
kontaminasi pseudomonas. Contoh balutan : aliginate, kaltostaat, sorbsan,
alevyn.
2. Hydrocoloid
Jenis balutan yang berfungsi untuk mempertahankan luka dalam keadaan
lembab, melindungi luka dari trauma dan menghindari kontaminasi, digunakan
pada keadaan luka berwarna merah. Contoh balutan : cuntinova-hydro, duoderm
CGF, comfell.
Kedua jenis balutan diatas disebut occlusive dressing, merupakan jenis balutan
yang mempertahankan lingkungan luka dalam keadaan optimal, saat penggantian
balutan akan tampak peluruhan jaringan nekrotik dengan dasar luka bersih.
5. Topikal terapi
Hydroactive gel merupakan jenis terapi topicl yang membnatu peluruhan jaringan
nekrotik oleh tubuh sendiri (support autolisis debridement). Contoh : intrasit gel,
duoderm-gel.
6. Balutan untuk mengontrol terjadinya edema
Kontrol edema diperlukan guna membantu proses penyembuhan luka diabetik,
seringkali ditemukan edema pada ekstremitas. Kontrol edema dapat dilakukan
dengan cara memberikan kompresi atau penekanan dengan menggunakan elastic
bandage (elastis stoking), dengan penekanan kurang lebih sekitar 18 mmHg atau
kekuatan 50% tarikan
2. Stadium luka
Dibedakan atas ;
1. Anatomi kulit (Pressure Ulcers Panel, 1990)
1). Partial Thickness : hilangnya lapisan epidermis hingga lapisan dermis
yang paling atas.
2). Full thicknes : hilangya lapisan epidermis hingga lapisan sub kutan.
Stadium I : Kulit berwarna merah, belum tampak adanya lapisan
epidermis.
Stadium II : Hilangnya lapisan epidermis atau lecet sampai batas dermis
paling atas.
Stadium III : Rusaknya lapisan dermis bagian bawah hingga lapisan sub
kutan.
Stadium IV : Rusaknya lapisan sub kutan hingga otot dan tulang.
2. Warna dasar luka (Nedherlands Woundcare Consultant Society, 1984)
Merah : (pink, merah, merah tua) disebut jaringan sehat, granulasi /
epitelisasi / vaskularisasi.
Kuning : (kuning muda, kuning kehijauan, kuning tua, kuning
kecoklatan) disebut jaringan mati yang lunak, fibrionilitik,
slough, avaskularisasi.
Hitam : Jaringan nekrosis, avaskularisasi.
3. Stadium Wagner untuk luka diabetik
1). Superficial ulcer
Stadium 0 : Tidak terdapat lesi, kulit dalam keadaan baik, tapi
dengan bentuk tulang kaki yang menonjol (charcot
arthropathies)
Stadium I : Hilang lapisan kulit hingga dermis dan kadang-kadang
tampak menonjol.
2). Deep Ulcers
Stadium II : Lesi terbuka dengan penetrasi tulang atau tendon
(dengan goa).
Stadium III : Penetrasi dalam, osteomyelitis, pyartrosis, plantar abses
atau infeksi hingga ke tendon.
3). Gangrene
Stadium IV : Gangrene sebagian, menyebar hingga sebagian jari
kaki, kulit sekitarnya selulitis, gangrrene lembab
atau kering.
Stadium V : Seluruh kaki dalam kondisi nekrotik atau gangrene.
3. Bentuk dan ukuran luka
Pengkajian bentuk dan ukuran luka dapat dilakukan dengan pengukuran tiga
dimensi atau mengambil foto untuk mengevaluasi kemajuan proses
penyembuhan luka. Hal yang harus diperhatikan dalam pengukuran adalah
dengan menggunakan alat ukur yang tepat dan jika alat ukur tersebut digunakan
berulang kali, hindari terjadinya infeksi silang (nosokomial). Lakukan inspeksi
dan palpasi pada kulit selitar luka untuk mengetahui apakah pada luka terdapat
selulitis, edema, benda asing, dermatitis kontak atau maserasi.
1. Pengukuran tiga dimensi
Dilakukan dengan mengkaji panjang-lebar-kedalaman dan dengan
menggunakan kapas lidi steril untuk menilai ada tidaknya goa (sinus
track/undermining0 dengan mengukur berputar searah jarum jam.
1. Photography
2. Serial foto dapat memberikan gambaran proses penyembuhan luka secara
komprehensif, (catatan berikan inform consent sebelum pengambilan foto).
2. Status Vaskuler
Menilai status vaskuler berhubungan dengan pengangkutan atau penyebaran
oksigen yang adekuat ke seluruh lapisan sel dan merupakan unsur penting dalam
proses penyembuhan luka. Pengkajian status vaskuler meliputi perlakuan
palpasi, capillaryrefill, edema dan temperatur kulit.
1. Palpasi
2. Langkah pertama dalam pengkajian status perkusi jaringan adalah palpasi pada
daerah tibia dan dorsal pedis untuk menilai ada tidaknya denyut nadi. Klien usia
lanjut kadang sulit diraba denyut nadinya dan dapat menggunakan stetoskop
ultrasonic doppler.
Tingkatan denyut nadi :
1. : Nadi tidak teraba
2. : Ada denyut nadi sebentar
3. : Teraba tapi kemudian hilang
4. : Normal
5. Sangat jelas kemudian ada bendungan (aneurysm)
2. Capillary Refill
Waktu pengisian kapiler dievaluasi dengan memberikan tekanan pada
ujung jari, setelah tampak kemerahan segera lepasksna dan lihatlah
apakah ujung jari segera kembali ke kulit normal. Pada beberapa kondisi
menurunnya atau hilangnya denyut nadi, pucat, kulit dingin, kulit jari
tipis dan rambut yang tidak tumbuh merupakan indikasi iskemik (arterrial
insufficiency) dengan capillary refill labih dari 40 detik.
Capillary Refill Time
Normal : 10 15 detik
Iskemik Sedang : 15 25 detik
Iskemik berat : 25 40 detik
Iskemik sangat berat : lebih dari 40 detik
4. Edema
Pengkajian ada tidaknya edema dilakukan dengan mengukur lingkar pada
midealf, ankle, dorsum kaki kemudian dilanjutkan dengan menekan jari
kaki pada tulang menonjol di tibia atau maleolus. Kulit yang edema akan
tampak lebih coklat kemerahan atau mengkilat, seringkali merupakan
tanda adanya ganguan darah balik vena.
Tingkatan udema :
Tingkatan edema :
0 inchi : 1 + (mild)
- inchi : 2 + (moderate)
- 1 inchi : 3 + (several)
5. Temperaturkulit
Temperatu kulit memberikan informasi tentang kondisi perfusi jaringan
dan fase inflamasi, serta merupakan variabel penting dalam menilai
adanya peningkatan atau penurunan perfusi jaringan terhadap tekanan.
Cara melakukan penilaian dengan menempelkan puggung tangan pada
kulit sekitar luka, membandingkannya dengan kulit pada bagian lain
yang sehat.

S-ar putea să vă placă și