Sunteți pe pagina 1din 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa hidup selamanya
sendiri. Orang butuh untuk berinteraksi dengan orang lain karena berbagai alasan.
Salah satu cara seseorang berinteraksi adalah dengan membentuk suatu kelompok
atau bergabung dalam suatu kelompok. Kelompok merupakan kumpulan dua atau
lebih individu yang saling berinteraksi untuk mencapai tujuan tertentu. Seseorang
yang bergabung ke dalam suatu kelompok tentunya memiliki berbagai alasan.
Alasan-alasan tersebut bisa berbeda antara satu orang dengan orang lain,
semuanya tergantung kebutuhan masing-masing individu. Menginginkan rasa
aman, menginginkan status, berusaha untuk memenuhi kebutuhan sosialnya
merupakan salah satu di antara alasan-alasan tersebut.
Membentuk atau bergabung ke dalam suatu kelompok tentu memberikan
manfaat bagi masing-masing individu.

Namun, bergabung dalam sebuah

kelompok tidak hanya manfaat yang akan dirasakan, masalah pun tetap akan
muncul dalam sebuah kelompok. Untuk itu, perlu bagi setiap orang khususnya
yang akan bergabung dalam sebuah kelompok untuk mengetahui dasar-dasar
perilaku kelompok yang akan memberikan banyak pengetahuan mengenai
kelompok.

1.2 Rumusan Masalah


1.

Apakah yang dimaksud dengan kelompok?

2.

Karakteristik apa yang dimiliki oleh kelompok?

3.

Terdiri dari apa sajakah klasifikasi dari kelompok?

4.

Faktor apa yang menyebabkan orang bergabung dalam suatu kelompok?

5.

Bagaimana fase pembentukan kelompok?

6.

Hal-hal apa saja yang berkaitan dengan kelompok?

7.

Apa saja masalah utama dinamika kelompok?

8.

Bagaimana mengatasi konflik dalam kelompok?

9.

Bagaimana teknik pengambilan keputusan kelompok?

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1

Definisi Kelompok
Kelompok (group) didefinisikan sebagai dua individu atau lebih, yang

berinteraksi dan saling bergantung, bergabung untuk mencapai tujuan tujuan


terentu. (Robbins et al, 2009:356). Sedangkan Sopiah (2008) mendefinisikan
kelompok sebagai dua individu atau lebih yang berinteraksi dan saling
bergantung, yang saling bergabung untuk mencapai sasaran-sasaran tertentu.

2.2

Karakteristik Kelompok

Menurut Ivancevich (2005) ada 3 syarat pembentukan kelompok, yaitu.


1.

Ukuran (Size)

Harus terdapat dua atau lebih individu dalam pembentukan sebuah kelompok.
Satu orang saja tidak akan membentuk satu kelompok. Walaupun ada batasan
minimum untuk kelompok, akan tetapi tidak ada batasan jumlah maksimum.
2.

Komunikasi antara individu individu yang membentuk kelompok

Artinya, bahwa mereka harus berinteraksi satu dengan yang lain dalam cara
tertentu.
3.

Mencapai sebuah sasaran bersama

Sasaran bersama adalah sasaran yang mampu memotivasi setiap anggota untuk
bekerja mencapai sasaran tersebut.

2.3

Klasifikasi Kelompok
Gitosudarmo dalam Sopiah (2008) mengklasifikasikan kelompok menjadi

dua kelompok, seperti yang tercantum dalam gambar di bawah ini:

Kelompok Komando

Melaksanakan
Tugas Rutin

Kelompok
Formal

Tujuan

Kelompok Tugas

Melaksanakan
Tugas Proyek

Kelompok Persahabatan
Kelompok
Informal

Mendukung/Menghambat

Kelompok Kepentingan

Gambar 2.1 Jenis-Jenis Kelompok


Sumber: Buku Perilaku Organisasi Karangan Sopiah (2008)

1.

Kelompok formal

Kelompok formal adalah kelompok yang sengaja dibentuk dengan keputusan


manajer melalui suatu bagan organisasi untuk menyelesaikan tugas secara efektif
dan efisien. Kelompok formal terdiri dari:
a.

Kelompok komando, yaitu kelompok yang ditentukan oleh bagan organisasi


dan melaksanakan tugas-tugas rutin organisasi. Kelompok ini terdiri dari
bawahan yang melapor dan bertanggung jawab secara langsung kepada
pimpinan tertentu.

b.

Kelompok tugas, yaitu suatu kelompok yang bekerja sama untuk


menelesaikan suatu tugas atau proyek tertentu. Misalnya kelompok kuliah
yang menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen.

2.

Kelompok informal

Kelompok informal adalah suatu kelompok yang tidak dibentuk secara formal
melalui struktur organisasi, akan tetapi muncul karena adanya kebutuhan akan
kontak sosial. Kelompok informal dibedakan menjadi:
a.

Kelompok persahabatan, yaitu kelompok yang terbentuk karena adanya


kesamaan-kesamaan tentang sesuatu hal, seperti hobi, status perkawinan,
jenis kelamin, latar belaang, pandangan politik, dll. Misalnya, kelompok
orang yang suka main badminton, sepak bola, tenis, renang, dll.

b.

Kelompok kepentingan, yaitu kelompok yang berafiliasi untuk mencapai


sasaran yang sama. Sasaran jenis ini tidak berkaitan dengan tujuan organisasi
tetapi semata-mata untuk mencapai kepentingan kelompok itu sendiri.
Menurut Robbins et al (2009) kelompok dapat diklasifikasikan sebagai

berikut:

Kelompok formal (formal group) adalah kelompok kelompok yang


didefinisikan oleh struktur organisasi, dengan penentuan tugas berdasarkan
penunjukan penugasan kerja. Dalam kelompok kelompok formal, perilaku
yang harus dianut oleh seseorang ditetapkan dan diarahkan menuju tujuan
tujuan organisasi.

Kelompok informal (informal group) adalah perhimpunan yang tidak


terstruktur secara formal maupun secara organisasional. Kelompok
kelompok informal adalah formasi formasi alami dalam lingkungan kerja
yang timbul sebagai respons terhadap kebutuhan akan kontak social.

Kelompok komando (command group) ditentukan oleh grafik organisasi.


Kelompok tersebut terdiri atas individu individu yang melapor secara
langsung kepada seorang manajer.

Kelompok tugas (task group) ditentukan secara organisasional, mewakili


mereka yang bekerja bersama sama untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.
Tetapi batasan batasan sebuah kelompok tugas tidak terbatas secara
hierarkis pada atasan langsungnya. Kelompok tersebut dapat memotong
hubungan hubungan komando.

Kelompok kepentingan (interest group) adalah orang yang mungkin


tergabung dalam kelompok komando atau kelompok tugas yang sama
ataupun tidak, dapat bekerja sama untuk mencapai sebuah tujuan yang
menjadi kepentingan masing masing orang.

Kelompok persahabatan (friendship group) adalah kelompok yang sering kali


berkembang karena anggota anggotanya secara individual mempunyai satu
atau lebih karakteristik yang sama.Klasifikasi kelompok menurut
Gitosudarmo dalam Sopiah (2008) di atas sama halnya seperti yang

dikemukakan oleh Ivancevich (2005) yang sama-sama membagi kelompok


menjadi dua yaitu:
1.

Kelompok Formal

Menurut Ivancevich (2005), kelompok formal adalah sebuah kelompok yang


dibentuk oleh manajemen untuk mencapai sasaran organisasi. Kelompok formal
terbagi menjadi 2 jenis kelompok formal, yaitu
a.

Kelompok Perintah

oleh bagan organisasi dan terdiri atas para bawahan yang melaporkan langsung
pada penyelia.
b.

Kelompok Tugas

Kelompok ini biasanya terdiri atas karyawan karyawan yang bekerja sama untuk
menyelesaikan suatu tugas atau proyek tertentu
2.

Kelompok Informal

Kelompok informal menurut Ivancevich (2005) adalah pengelompokan alamiah


yang dilakukan sejumlah orang dalam lingkungan kerja sebagai respons terhadap
kebutuhan kebutuhan sosial. Ada dua jenis khusus kelompok informal yaitu:
a.

Kelompok Minat

Sebuah kelompok yang terbentuk karena sejumlah minat topik tertentu yang
khusus. Biasanya ketika minat ini menurun atau sasaran tercapai kelompok ini
bubar.

b.

Kelompok Pertemanan

Kelompok informal yang terbentuk di lingkungan kerja karena adanya beberapa


karakteristik umum yang sama dari para anggotanya, dan yang dapat
mengembangkan interaksi dari para anggota hingga sampa ke aktivitas di luar
kerja.

2.4

Alasan Berkelompok
Berikut alasan mengapa orang orang bergabung dalam suatu kelompok

menurut Robbins et al (2009):

Rasa Aman. Dengan bergabung dengan suatu kelompok, individu dapat


mengurangi rasa tidak aman karena berdiri sendiri.

Status. Bergabung dalam suatu kelompok yang dianggap penting oleh orang
lain memberikan pengakuan dan status bagi anggota anggotanya.

Harga Diri. Kelompok kelompok dapat memberi perasaan harga diri kepada
orang.

Afiliasi. Kelompok kelompok dapat memenuhi kebutuhan kebutuhan


sosial.

Kekuatan. Yang tidak dapat dicapai secara individu sering kali menjadi
mungkin melalui tindakan kelompok.

Pencapaian Tujuan. Terdapat saat saat dimana membutuhkan lebih dari satu
orang untuk menyelesaikan suatu tugas terdapat sebuah kebutuhan terhadap
kelompok bakat, pengetahuan, atau kekuatan dengan tujuan menyelesaikan
sebuah pekerjaan.

2.5

Fase Pembentukan Kelompok


Kelompok biasanya berkembang melalui sebuah urutan terstandar dalam

evolusi mereka. Berikut merupakan model lima tahap dalam perkembangan


kelompok menurut Robbins et al (2009):

Tahap Pembentukan (forming stage), dikarakteristikkan oleh banyaknya


ketidakpastian. Fase ini merupakan fase awal dimana keadaan ketidakpastian
akan tujuan, struktur, dan kepemimpinan kelompok harus dihadapi. Fase ini
berakhir pada saat para anggota mulai berpikir bahwa diri mereka adalah
bagian dari sebuah kelompok.

Tahap Timbulnya Konflik (storming stage), dikarakteristikkan oleh konflik


intrakelompok.

Anggota menerima keberadaan kelompok tetapi menolak

pengendalian kelompok oleh individu tertentu.

Fase ini selesai ketika

didapatkan hierarki kepemimpinan yang relative jelas di dalam kelompok.

Tahap Normalisasi (norming stage), dikarakteristikkan oleh hubungan yang


dekat dan kekohesifan. Fase ini berakhir dengan adanya struktur kelompok
yang semakin solid dan terjadi perumusan yang benar dan diterima atas
berbagai harapan serta perilaku kelompok.

Tahap Berkinerja (performing stage), tahap terakhir dalam perkembangan


kelompok untuk kelompok kelompok permanen, dikarakteristikkan oleh
struktur yang sepenuhnya fungsional dan diterima. Fase ini memperlihatkan
fungsi kelompok berjalan dengan baik dan diterima oleh anggota. Pada fase
ini energi kelompok sudah bergerak dari tahap saling mengenal dan saling
mengerti ke pelaksanaan tugas-tugas yang ada.

Tahap Pembubaran (adjourning stage), tahap terakhir dalam perkembangan


kelompok untuk kelompok kelompok sementara, dikarakteristikkan oleh
perhatian untuk menyelesaikan aktivitas aktivitas dibandingkan penampilan
tugas.

2.6

Hal-hal Mengenai Kelompok


Kelompok kerja bukan merupakan sekumpulan orang yang tidak

terorganisasi. Kelompok kerja memiliki hal hal yang membentuk perilaku


anggota serta membuatnya mungkin untuk menjelaskan dan meramalkan sebagian
besar perilaku individu dalam kelompok dan kinerja kelompok itu sendiri. Apa

sajakah hal hal tersebut? Menurut Robbins et al (2009) hal hal ini meliputi
peran, norma, status, ukuran kelompok, dan tingkat kekohesifan kelompok.
a.

Peran. Serangkaian pola perilaku yang diharapkan dikaitkan erat dengan


seseorang yang menempati posisi tertentu dalam sebuah unit sosial.

Identitas Peran. Sikap-sikap dan perilaku-perilaku tertentu yang konsisten


dengan sebuah peran. Contohnya adalah ketika seseorang dipromosikan ke
posisi supervisor maka ditemukan bahwa sikap mereka berubah dari proserikat menjadi pro-manajemen dalam beberapa bulan.

Persepsi Peran. Pandangan seorang individu atas bagaimana ia harus


bertindak dalam situasi tertentu.

Persepsi tersebut didapatkan dari

rangsangan di sekeliling kita yaitu teman, buku, film, dan televisi.

Ekspektasi Peran. Apa yang diyakini orang lain mengenai bagaimana Anda
harus bertindak dalam sebuah situasi tertentu. Di tempat kerja, akan sangat
membantu untuk melihat topik ekspektasi peran melalui perspektif kontak
psikologis.

Kontrak Psikologis. Sebuah perjanjian tidak tertulis yang menentukan apa


yang diharapkan oleh manajemen dari karyawan dan sebaliknya. Contohnya
adalah manajemen diharapkan memperlakukan karyawan dengan adil dan
menyediakan kondisi kerja yang pantas.

Konflik Peran. Sebuah situasi dimana seorang individu dihadapkan dengan


ekspektasi-ekspektasi peran yang berlainan.

Konflik ini muncul ketika

seorang individu menemukan bahwa untuk memenuhi syarat satu peran dapat
membuatnya lebih sulit untuk memenuhi peran lain.
b.

Norma. Standar-standar perilaku yang dapat diterima dalam sebuah kelompok


yang dianut oleh para anggota kelompok. Norma memberi tahu apa yang
harus dan tidak harus dilakukan di bawah keadaan-keadaan tertentu. Dari
sudut seorang individu, norma-norma tersebut memberi tahu apa yang
diharapkan dari Anda dalam situasi tertentu. Ketika disetujui dan diterima
oleh kelompok, norma berlaku sebagai cara untuk memengaruhi perilaku dari
anggota kelompok dengan kontrol eksternal yang minimum. Norma berbeda

antarkelompok,

komunitas,

dan

masyarakat

tetapi

mereka

semua

memilikinya.

Norma Kelas Umum.

Norma sebuah kelompok kerja seperti sidik jari

individu masing-masing memiliki keunikan. Norma kelas yang paling umum


adalah norma kinerja, kemudian norma penampilan, norma pengaturan sosial,
dan norma alokasi sumber daya. Norma kinerja adalah kelompok kerja yang
biasanya memberi anggota mereka petunjuk eksplisit mengenai seberapa
keras mereka harus bekerja, bagaimana menyelesaikan pekerjaan, tingkat
hasil mereka, tingkat kelambanan yang pantas dan semacamnya. Norma ini
sangat kuat dalam memengaruhi kinerja karyawan secara individual mampu
secara signifikan mengubah prediksi kinerja yang hanya didasarkan pada
kemampuan karyawan dan tingkat motivasi pribadi. Norma kedua meliputi
norma penampilan yakni meliputi hal seperti pakaian yang pantas, loyalitas
terhadap kelompok kerja, kapan harus terlihat sibuk, dan kapan waktu yang
pantas untuk bersantai. Kemudian norma ketiga yaitu norma pengaturan
sosial. Norma ini datang dari kelompok kerja informal danterutama mengatur
interaksi sosial dalam kelompok.

Dengan siapa para anggota kelompok

makan siang, persahabatan di dalam dan di luar pekerjaan, permainanpermainan sosial, dan semacamnya dipengaruhi oleh norma-norma tersebut.
norma terakhir berhubungan dengan norma alokasi sumber daya. Normanomra ini dapat berasal dari dalam kelompok atau organisasi dan mencakup
hal-hal seperti bayaran, penugasan pada pekerjaan-pekerjaan sulit, serta
alokasi peralatan dan perlengkapan baru.

Kelompok Referensi. Kelompok-kelompok penting dimana individu-individu


menjadi anggota atau berharap untuk menjadi anggotanya dan dengan normanorma yang kemungkinan akan disesuaikan oleh individu tersebut.

Konformitas. Menyesuaikan perilaku seseorang agar selaras dengan normanorma kelompok.

Perilaku Menyimpang di Tempat Kerja. Perilaku disengaja yang melanggar


norma norma organisasional signifikan, dan dengan melakukannya,
mengancam kesejahteraan organisasi atau anggota anggotanya.

10

c.

Status. Sebuah definisi atau pangkat yang didefinisikan secara sosial yang
diberikan kepada kelompok atau anggota kelompok orang lain. Status adalah
faktor penting dalammemahami perilaku manusia karena hal ini adalah
sebuah motivator signifikan dan memliki konsekuensi-konsekuensi perilaku
besar ketika individu menerima perbedaan antara apa yang mereka percaya
sebagai status dan apa yang dirasakan orang lain.

Teori Karakteristik Status. Teori yang menyatakan bahwa perbedaan dalam


karakteristik status menciptakan hierarki-hierarki dalam kelompok. Orangorang

yang

dianggap

berstatus

tinggi

adalah

orang-orang

yang

mengendalikan hasil sebuah kelompok melalui kekuasaan mereka, orangorang yang kontribusinya penting terhadap keberhasilan kelompok.
d.

Ukuran

Kemalasan Sosial. Kecenderungan para individu untuk mengeluarkan usaha


yang lebih sedikit ketika bekerja secara kolektif daripada ketika bekerja
secara individual.

e.

Kekohesifan. Tingkat di mana para anggota kelompok saling tertarik satu


sama lain dan termotivasi untuk tinggal di dalam kelompok tersebut. sebagai
contoh adlah ketika beberapa kelompok kerja menjadi kohesif karena para
anggotanya telah menghabiskan banyak wakt bersama.

2.7

Beberapa Masalah Utama Dinamika Kelompok


Kelompok terdiri dari sejumlah orang dengan latar belakang dan

karakteristik yang berbeda-beda.


mungkin menemukan masalah.

Hal tersebut membuat kelompok sangat


Diantara masalah-masalah tersebut menurut

Sopiah (2008) adalah:


1.

Kepemimpinan

Masalah kepemimpinan bersifat strategis karena dapat menentukan efektif


tidaknya proses kelompok. Tidak jarang suatu kelompok menjadi buyar karena

11

kesalahan dalam memilih pemimpin.

Kelompok haruslah mencari pemimpin

yang cocok dan dapat diterima oleh semua anggota kelompok.


2.

Pengambilan keputusan dan pemecahan masalah

Pengambilan keputusan dan pemecahan masalah biasanya merupakan inti dari


tugas atau misi kelompok.

Kebanyakan organisasi memanfaatkan kelompok

dalam proses pengambilan keputusannya dengan harapan bahwa kualitas


keputusan itu menjadi lebih baik.
3.

Komunikasi

Kelompok merupakan kumpulan dari para individu yang berinteraksi satu sama
lain sehingga masalah komunikasi memegang peran sentral. Melalui komunikasi
yang baik maka saling pengertian akan tercipta sehingga pada akhirnya akan
memperkuat kohesi dan tercapainya tujuan-tujuan kelompok.
4.

Konflik

Perbedaan kepentingan dan harapan-harapan yang ada di dalam kelompok boleh


jadi tidak dapa dihindari. Hal ini berpotensi menjadi konflik sehingga sasaran
yang ditetapkan gagal dicapai atau bahkan bisa membuyarkan kelompok itu
sendiri.

Untuk itu, selain memusatkan perhatian pada pencapaian tujuan,

kelompok perlu memperhatikan keberadaan potensi konflik ini dan berusaha


mengendalikannya agar proses kelompok dapat berlangsung efektif.

2.8

Mengatasi Konflik dalam Kelompok


Menurut Robbins & Timothy (2006) konflik adalah sebuah proses yang

dimulai ketika satu pihak memiliki persepsi bahwa pihak lain telah memengaruhi
secara negative, atau akan memengaruhi secara negative, sesuatu yang menjadi
kepedulian atau kepentinngan pihak pertama.

Menurut sopia (2008) konflik

adalah proses yang dinamis dan keberadaannya lebih banyak menyangkut persepsi
dari orang atau pihak yang mengalami dan merasakannya. Menurut Folger dan
Poole (1984), konflik adalah interaksi antara orang-orang yang interdependen

12

yang mengalami ketidak sesuaian tujuan dan gangguan dari sesame mereka dalam
mencapai tujuan tersebut. menurut Wood, Wallacce, Zeffane, Scher Merhorn,
Hunt, dan Osborn (1998), konflik adalah suatu situasi dimana dua atau banyak
orang saling tidak setuju terhadap suatu permasalahan yang menyangkut
kepentingan organisasi dan/atau dengan timbulnya perasaan permusuhan satu
dengan yang lainnya.
Dalam mencapai tujuan tersebut konflik terjadi apabila:
1.

Ketika anggota kelompok memiliki kebebasan dan kesempatan untuk


memilih, namun satu atau lebih anggota kelompok menginginkan sesuatu
yang berbeda.

2.

Ketika individu atau kelompok individu dalam kelompok saling menghalangi


tercapainya tujuan yang diinginkan dalam kelompok.

3.

Perbedaan ini dapat menyangkut tugas ataupun relasi interpersonal dalam


kelompok.
Menurut Thoha dalam Sopiah (2008) terdapat tiga pendekatan dalam

manajemen konflik, yaitu:


1.

Strategi menang kalah.

Strategi ini ada kalanya pihak tertentu

mengugnakan wewenang atau kekuasaan untuk memenangkan/menekan


pihak lain.
2.

Strategi kalah kalah. Strategi ini dapat berupa kompromi dimana kedua
belah pihak berkorban untuk kepentingan bersama.

3.

Strategi menang-menang. Strategi ini konflik dipecahkan melalui problem


solving.

Metode ini dianggap paling baik karena tidak ada pihak yang

dirugikan.
Menurut Puthnam dan Wilson (1982), tiga pendekatan umum pengelolaan
konflik adalah:
4.

Non-confrontional, menghindari konflik sedapat mungkin dengan cara tidak


merespon sama sekali atau dengan mudah segera mengubah pendirian mereka
dan setuju dengan orang lain.

13

5.

Controlling, menggunakan pendekatan menang kalah dalam menyelesaikan


konflik. Pendekatan ini akan mendatangkan masalah apabila seseorang ingin
melakukan control kepada orang lain tanpa memperhatikan kebutuhan
mereka.

6.

Cooperative, pendekatan yang lebih menekankan pada pencarian solusi pada


masalah daripada melihat konflik sebagai permainan yang memiliki pihak
yang menang atau kalah.

2.9

Pengambilan Keputusan Kelompok

2.9.1 Keunggulan pengambilan keputusan kelompok


Menurut Robbins et al (2013), pengambilan keputusan kelompok
memiliki beberapa keunggulan, yaitu:
1.

Kelompok dapat menghasilkan informasi dan pengetahuan yang lebih


lengkap.

Dengan menjumlahkan sumber-sumber daya dari beberapa

individu, kelompok membawa lebih banyak masukan dan heterogenitas ke


dalam proses pengambilan keputusan.
2.

Semakin meningkatnya keragaman pandangan. Hal ini membuka kesempatan


terhadap lebih banyak pendekatan dan alternative untuk dipertimbangkan.

3.

Dapat meningkatkan penerimaan atas sebuah solusi. Banyak keputsan gagal


setelah pilihan terakhir dibuat karena orang-orang tidak menerima solusi
tersebut. Anggota kelompok yang berpartisipasi dalam mengambil sebuah
keputusan kemungkinan akan mendukung keputusan tersebut dengan antusias
dan mendorong orang lain untuk menerimanya.

2.9.2 Kelemahan pengambilan keputusan kelompok


Robbins et al (2013) mengemukakan beberapa kelemahan pengambilan
keputusan kelompok, yaitu:
1.

Keputusan kelompok lebih memakan waktu karena kelompok-kelompok


biasanya membutuhkan waktu lebih banyak untuk mencapai sebuah solusi

14

dibandingkan dengan bila seorang individu yang mengambil keputusan


tersebut.
2.

Terdapat tekanan-tekanan konformitas dalam kelompok.

Keinginan para

anggota kelompok untuk diterima dan dianggap sebagai asset di dalam


kelompok tersebut dapat berakibat menghentikan perbedaan pendapat yang
ada.
3.

Diskusi-diskusi kelompok dapat didominasi oleh satu atau sedikit anggota.


Jika koalisi dominan ini terdiri atas anggota-anggota dengan kemampuan
rendah dan menengah, efektivitas keseluruhan kelompok tersebut akan
lumpuh.

4.

Adanya tanggung jawab ambigu. Dalam sebuah keputusan individual, sudah


jelas siapa yang bertanggung jawab untuk hasil akhirnya. Dalam sebuah
keputusan kelompok, tanggung jawab dari anggota tunggal tidak jelas.

2.9.3 Teknik-Teknik Pengambilan Keputusan Kelompok


Menurut Robbins et al (2013) bentuk pengambilan keputusan kelompok
yang paling umum terjadi di dalam kelompok yang berinteraksi (interacting
group).

Dalam kelompok ini, para anggota bertemu secara tatap muka dan

mengandalkan

interaksi

verbal

maupun

nonverbal

untuk

dapat

saling

berkomunikasi. Beberapa teknik pengambilan keputusan telah diusulkan sebagai


cara-cara untuk mengurangi banyak masalah yang melekat pada kelompokyang
berinterkasi secara tradisional. Teknik-teknik tersebut menurut Robbins et al
(2013) adalah:
1. Kelompok yang berinterkasi (interacting group)
Dalam kelompok ini, para anggota bertemu secara tata muka dan
mengandalkan

interkasi

verbal

maupun

nonverbal

untuk

dapat

saling

berkomunikasi. Tetapi kelompok yang berinterkasi sering kali melakukan sensor


tehadap diri mereka sendiri dan menekan anggota-anggota individual menuju
konformitas pendapat.

15

2. Tukar pikiran (brainstorming).


Tukar pikiran dimaksudkan untuk mengatasi tekanan pada konformitas
dalam

kelompok

yang

berinteraksi

alternative-alternatif kreatif.

yang

memperlambat

perkembangan

Hal ini dilakukan dengan memanfaatkan sebuah

proses pembangkitan ide yang secara khusus mendorong semua alternatif apa pun
sambil menahan kritik atas alternatif-alternatif tersebut. Dalam sebuah sesi tukar
pikiran, setengah hingga satu lusin orang duduk mengitari sebuah meja.
Pemimpin kelompok menyatakan masalahnya dengan jelas sehingga dapat
dipahami oleh semua peserta. Para anggota kemudian menggulirkan dengan
bebas sebanyak mungkin alternatif yang dapat mereka berikan dalam jangka
waktu tertentu.

Tidak diperbolehkan adanya kritikan, dan semua alternatif

direkam untuk diskusi dan analisis selanjutnya. Satu ide merangsang ide yang lain
dan penilaian serta saran yang paling ganjil ditahan sehingga akhirnya mendorong
anggota kelompok untuk memikirkan sesuatu yang tidak biasa. Tukar pikiran
memang memberikan banyak ide, tetapi tidak dengan cara yang paling efisien.
Penelitian secara terus menerus memperlihatkan bahwa individu yang bekerja
sendirian akan menghasilkan lebih banyak ide karena halangan produksi, yaitu
ketika orang-orang menghasilkan ide di sebuah kelompok, terdapat bannyak orang
yang berbicara dalam waktu yang bersamaan, yang menghalangsi proses
pemikiran dan akhirnya mengganggu pembagian ide-ide.
3. Teknik nominal kelompok (nominal group technique)
Teknik ini mealrang diskusi atau komunikasi antarpersonal selama proses
pengambilan keputusan, hal ini yang dimaksud dengan nominal. Para anggota
kelompok semuanya hadir, seperti di sebuah pertemuan komisi tradisional , tetapi
para anggota beroperasi secara independen.

Secara spesifik, sebuah masalah

diberikan dan kemudian terjadi langkah-langkah berikut:


1) Para anggota bertemu sebagai sebuah kelompok tetapi sebelum terjadi diskusi
apa pun, setiap anggota secara independen menuliskan ide-ide pada masalah
tersebut.

16

2) Setelah periode diam ini, setiap anggota memberikan satu ide kepada
kelompok.

Setiap anggota secara bergiliran memberikan satu ide tunggal

hingga semua ide diberikan dan direkam.

Tidak ada diskusi yang terjadi

mengevaluasi ide-ide tersebut.


3) Kelompok tersebut kemudian mendiskusikan ide-ide untuk kejelasan dan
mengevaluasi ide-ide tersebut.
4) Setiap anggota kelompok dengan diam dan independen memasukkan ide-ide
tersebut dalam peringkat secara berurutan.

Ide dengan peringkat agregat

tertinggi menentukan keputusan final.


Keuntungan utama dari teknik kelompok nominal adalah bahwa teknik
tersebut mengizinkan kelompok untuk bertemu secara formal tetapi tidak
menghalangi pemikiran independen.

Riset umumnya menunjukkan bahwa

kelompok nominal mempunyai hasil yang lebih baik dibandingkan kelompok


tukar pikiran.
4. Teknik pertemuan dengan media elektronil (electronic meeting)
Konsep electronic meeting ini sederhana.

Setelah alat teknologinya

disiapkan, 50 orang atau kurang duduk mengitari sebuah meja berbentuk tapal
kuda, yang bersih tanpa apa pun kecuali adanya serangkaian terminal komputer.
Berbagai persoalan dihadirkan kepada para peserta dan mereka mengetikkan
tanggapan-tanggapan mereka ke dalam layar komputer mereka.
individual, juga suara

agregat

ditampilkan di

Komentar

sebuah layar proyeksi.

Keuntungannya adalah anomitas, kejujuran, dan kecepatan. Para peserta dapat


secara anonym mengetikkan pesan apa pun yang mereka inginkan dan pesan
tersebut tampil di layar untuk dilihat semua orang.

Teknik ini juga

memungkinkan orang untuk sangat jujur tanpa dikenakan hukuman. Seharusnya


hal ini berlangsung cepat karena mengeliminasi perbincangan, diskusi tidak
melantur, dan banyak peserta dapat berbicara di saat yang bersamaan tanpa
menginjak kaki orang lain.

Namun, cara ini menurut evaluasi dari banyak

penelitian dapat menurunkan efektivitas kelompok, membutuhkan waktu lebih

17

banyak untuk menyelesaikan tugas, dan mengakibatkan berkurangnya kepuasan


para anggota bila dibandingkan dengan tatap muka.

2.9.4 Faktor Penentu Keberhasilan Pengambilan Keputusan Kelompok


Robbins & Timothy (2013 mengemukakan bahwa masing-masing dari
keempat teknik pengambilan keputusan di atas memiliki kekuatan dan kelemahan
masing-masing. Pemilihan suatu teknik bergantung pada kriteria apa yang ingin
di tekankan dan pertimbangkan manfaat kerugiannya.

Kelompok yang

berrineraksi baik untuk mencapai komitmen sebuah solusi, tukar pikiran


mengembangkan kekohesifan kelompok,, teknik kelompok nominal adalah sebuah
cara yang murah untuk menghasilkan sejumlah besar ide, serta pertemuan dengan
media elektronik meminimalkan tekanan dan konflik sosial. Seperti

yang

tercantum pada gambar di bawah ini:


Jenis kelompok
Kriteria efektivitas

Interaksi

Tukar pikiran

Nominal

Elektronik

Jumlah dan kualitas ide

Rendah

Menengah

Tinggi

Tinggi

Tekanan sosial

Tinggi

Rendah

Menengah

Rendah

Biaya uang

Rendah

Rendah

Rendah

Tinggi

Kecepatan

Menengah

Menengah

Menengah

Menengah

Orientasi tugas

Rendah

Tinggi

Tinggi

Tinggi

Potensi untuk konflik antarpersonal

Tinggi

Rendah

Menengah

Rendah

Komitmen pada solusi

Tinggi

Tidak diterapkan

Menengah

Menengah

Pengembangan kekohesifan kelompok

Tinggi

tinggi

Menengah

Rendah

Gambar 2.2 kriteria efektivitas masing-masing teknik pengambilan keputusan


Sumber: Organzational Behavior Ed 15 Karangan Stephen P. Robbins dan Timothy
Timothy.

18

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Ringkasan Kasus

19

BAB IV
SIMPULAN

20

BAB V
SARAN

Kasus yang dikaji di makalah ini dapat diambil beragam pelajaran penting
bagi pekerja, manajemen perusahaan, pemerintahan, aparat dan masyarakat pada
umumnya untuk selalu berhati-hati dan memahami prosedur yang berlaku dan K3
yang baik dan benar. Dengan begitu, di harapkan angka kecelakaan atau kematian
akibat pekerjaan dapat ditekan dan diminimalisir. Pemerintah melalui undangundang dan kebijakan yang berlaku harus memantau setiap pergerakan perusahaan
demi menjamin tidak ada yang keliru dan semuanya berlangsung sesuai ketetapan
yang berlaku. Hal ini sebagai bentuk upaya pemerintah dalam melindungi warga
Negara khususnya pekerja. Di samping itu, manajemen perusahaan juga sebaiknya
berperan lebih aktif dalam perlindungan pekerja di mana salah satunya dengan K3
yang memadai, hal tersebut sebagai indikasi bahwa perusahaan peduli dan
memerhatikan kesejahteraan pekerja yang telah mengabdi untuk perusahaan.

21

S-ar putea să vă placă și