Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
re
mment (0)
ribu kelahiran hidup dan lebih jauh lagi, Malaysia hanya 29 per 100 ribu
kelahiran hidup," kata Edriana dalam Dialog Publik dengan tema 12 Hari
Menyongsong Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional, seperti ditulis
Minggu (22/12/2013).
Menurut Edriana, masalah menurunkan angka kematian ibu dan bayi
memang tidak mudah. Tapi ia jadi khawatir menjelang JKN (Jaminan
Kesehatan Nasional), ketika semua orang di daerah harusnya mendapat
pelayanan kesehatan, namun jumlah bidan masih kurang apalagi dokter.
"Di Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur misalnya, kalau seseorang mau ke
puskesmas harus menumpang satu truk yang lewat satu kali sehari. Truk itu
setiap hari harus mengangkut sayur dan babi. kebayang kan kalau tidak ada
truk itu, masyarakat harus berjalan jauh dan mungkin akan batal ke
puskesmas," jelasnya.
Begitu juga di Lombok, ada satu kampung yang hanya memiliki satu bidan.
Yang ironis, bidan ini sempat dituntut seorang pria karena istrinya meninggal
usai melahirkan.
"Karena ia bidan satu-satunya di kampung tersebut, ia juga menjadi bidan di
kampung tetangga yang jaraknya cukup jauh. Walaupun dia naik motor tapi
daerahnya bisa dibilang terjal (off road). Menurut keterangan bidan tersebut,
waktu itu kondisi istri pria yang menuntutnya masih aman sehingga ia
memutuskan untuk pergi menolong wanita melahirkan ke kampung lain.
Sayangnya, ketika wanita itu ditinggal bersama dukun, wanita itu mengalami
pendarahan dan akhirnya meninggal dunia. Dan saat itu si bidan dituntut, "
katanya.
Belum lagi permasalahan gaji bidan yang menggunakan sistem reimburse
yang menurut Pemda (Pemerintah Daerah) akan dibayar 6 bulan. Tapi pada
kenyataannya, pembayaran sering terlambat dan untuk menutupi hal tersebut
bidan akhirnya kesulitan.
"Di beberapa daerah bahkan ada yang masyarakatnya iuran Rp 100.000
untuk bidan. Tapi ketika masyarakat tidak memiliki uang, mereka akan
merasa keberatan membayarnya," ungkap Edriana.
Hal itu seperti yang disampaikan oleh Dr. Wendy Hartanto, MA selaku
Plt. Deputi Pelatihan, Penelitian dan Pengembangan BKKBN. Dia
menjelaskan bahwa angka kematian menurut hasil survei demografi dan
kesehatan 2012 menjelaskan mengalami penurunan meski tak berbeda
jauh dengan hasil SDKI 2007, yaitu masing-masing 32 dan 34 kematian
per 1.000 kelahiran hidup.
"Sejauh ini kematian bayi telah turun sebesar 44 persen selama 18 tahun
terakhir, dari 57 kematian per 1.000 kelahiran hidup di periode 1990-1994
ke 32 kematian per 1.000 kelahiran hidup di periode 2008-2012. Namun,
BKKBN tentu tidak akan puas sampai sini saja. Kami juga akan terus
berusaha menekan angka ini dengan program yang kita sudah canangkan
pada tahun 2013-2014, sehingga akhir tahun 2015 tahun menurun jauh,"
katanya dalam acara yang bertema Temu Nasional Keluarga Berencana
Dalam Rangka Hari Kontrasepsi Sedunia 2013, di Assembly Hall, Balai
Sidang Jakarta Convention Center, Jakarta, baru-baru ini.
Dr. Wendy menambahkan bahwa jumlah angka kematian bayi yang
meninggal, kebanyakan terjadi di daerah pedesaan ketimbang di
perkotaan. Menurutnya, hal tersebut yang terus membuat BKKBN
berkerja keras karena memang daerah pedesaan merupakan fokus dari
program BKKBN selama ini.
"Menurut angka kematian bayi berdasarkan daerah tempat tinggal. SDKI
2012 menemukan bahwa ada 40 kematian bayi di pedesaan per 1.000
kelahiran hidup, yang bila kita bandingkan dengan angka kematian kota
merupakan jumlah yang tinggi, yakni hanya 26 kematian per 1.000
kelahiran anak," terangnya.
Kendati demikian, BKKBN yakin bahwa akhir tahun 2015 angka kematian
bayi akan menurun lebih jauh. Pasalnya, BKKBN sudah membuat
program akselerasi 2013-2014 untuk gencar mengajak masyarakat,
khususnya pedesaan untuk ikut program KB. Terkait biaya alat kontrasepsi
di pedesaan nanti, Dr. Wendy memastikan bahwa tak ada biaya yang
dikenakan atau semua dijamin sepenuhnya oleh pemerintah. (ind)
Home
Bank Data
Data SDKI
Data KALBAR
Data BPS
Latbang
DalDuk
Kebijakan Penduduk
Analisis Dampak
Pendidikan Kependudukan
Grand Desain
Error
Home
Home Bank Data Data SDKI: Angka Kematian Bayi dan Anak
Salah satu tujuan dari SDKI 2012 adalah mengukur tingkat dan kecenderungan
kematian bayi dan anak. Angka kematian bayi dan anak adalah estimasi secara
langsung berdasarkan keterangan yang didapat dari bagian riwayat kelahiran dari
kuesioner wanita mengenai tanggal kelahiran anak, status kelangsungan hidup, dan
umur saat meninggal untuk anak yang sudah meninggal. Angka-angka kematian
bayi dan anak didefinisikan sebagai berikut:
Kematian neonatum: peluang meninggal dalam bulan pertama setelah lahir
(0-28 hari).
Kematian post neonatum: selisih antara kematian bayi dan kematian
neonatum (1-11 bulan).
Kematian bayi: peluang bayi meninggal sebelum mencapai ulang tahun
pertama (0-11 bulan).
Kematian anak: peluang meninggal antara ulang tahun pertama dan ulang
tahun kelima (1-4 tahun).
Kematian balita: peluang anak meninggal sebelum mencapai ulang tahun
kelima (0-4 tahun).
Angka-angka kematian bayi dan anak dihitung untuk tiga periode lima tahunan
sebelum survei. Semua angka kematian bayi dan anak hasil SDKI 2012 lebih rendah
dari hasil SDKI 2007. Untuk periode lima tahun sebelum survei, angka kematian bayi
hasil SDKI 2012 adalah 32 kematian per 1.000 kelahiran hidup dan kematian balita
adalah 40 kematian per 1.000 kelahiran hidup. Sama dengan pola SDKI 2007, lebih
dari tiga perempat dari semua kematian balita terjadi dalam tahun pertama
kehidupan anak dan mayoritas kematian bayi terjadi pada periode neonatus