Sunteți pe pagina 1din 40

Sabtu, 02 Juni 2012

ASKEP JIWA LENGKAP


1. WAHAM
A. Masalah Utama :
Perubahan proses pikir : waham
B. Proses terjadinya masalah
1. Pengertian Waham
Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang salah. Keyakinan klien
tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya klien. Waham dipengaruhi oleh
faktor pertumbuhan dan perkembangan seperti adanya penolakan, kekerasan, tidak ada kasih sayang,
pertengkaran orang tua dan aniaya. (Budi Anna Keliat,1999).
Tanda dan Gejala :
Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama, kebesaran, kecurigaan, keadaan
dirinya berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan
Klien tampak tidak mempunyai orang lain
Curiga
Bermusuhan
Merusak (diri, orang lain, lingkungan)
Takut, sangat waspada
Tidak tepat menilai lingkungan/ realitas
Ekspresi wajah tegang
Mudah tersinggung
(Azis R dkk, 2003)

2. Penyebab dari Waham


Salah satu penyebab dari perubahan proses pikir : waham yaitu Gangguan konsep diri : harga diri
rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh
perilaku sesuai dengan ideal diri. Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif
terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, dan merasa gagal mencapai keinginan.
Tanda dan Gejala :
Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap penyakit (rambut botak
karena terapi)
Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri)
Gangguan hubungan sosial (menarik diri)
Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)
Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang suram, mungkin klien akan
mengakiri kehidupannya.
( Budi Anna Keliat, 1999)
3. Akibat dari Waham
Klien dengan waham dapat berakibat terjadinya resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri,
orang lain dan lingkungan.
Tanda dan Gejala :
Memperlihatkan permusuhan
Mendekati orang lain dengan ancaman
Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan
Mempunyai rencana untuk melukai

C. Pohon Masalah

Perubahan proses pikir: Waham


Gangguan konsep diri : harga diri rendah
(Keliat, BA, 1999)
D. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji
1) Masalah keperawatan:
1. Resiko menciderai diri, orang lain, dan lingkungan
2. Perubahan proses pikir : waham
3. Gangguan konsep diri : harga diri rendah.
2. Data yang perlu dikaji:
1. Resiko menciderai diri, orang lain, dan lingkungan
Data subjektif
Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin membunuh, dan ingin membakar atau
mengacak-acak lingkungannya.
Data objektif
Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang, melakukan tindakan kekerasan pada orangorang disekitarnya.
2. Perubahan proses pikir : waham
Data subjektif :
Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama, kebesaran, kecurigaan, keadaan
dirinya) berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan.
Data objektif :
Klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga, bermusuhan, merusak (diri, orang lain, lingkungan),
takut, kadang panik, sangat waspada, tidak tepat menilai lingkungan/ realitas, ekspresi wajah klien
tegang, mudah tersinggung.
3. Gangguan konsep diri : harga diri rendah.
Data subjektif
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa- apa, bodoh, mengkritik diri sendiri,
mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri
Data objektif
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternative tindakan, ingin mencedaerai diri/
ingin mengakhiri hidup
E. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan waham.
2. Perubahan proses pikir : waham berhubungan dengan harga diri rendah.
F. Rencana Keperawatan
Diagnosa 1: Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berubungan dengan waham....
1. Tujuan umum :
Klien tidak menciderai diri, orang lain, dan lingkungan.
1. Tujuan khusus
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
Rasional :
Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran hubungan interaksinya
Tindakan:
1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalkan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan
lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas (topik, waktu, tempat).
2. Jangan membantah dan mendukung waham klien : katakan perawat menerima keyakinan klien "saya
menerima keyakinan anda" disertai ekspresi menerima, katakan perawat tidak mendukung disertai
ekspresi ragu dan empati, tidak membicarakan isi waham klien.

3. Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindungi : katakan perawat akan menemani klien
dan klien berada di tempat yang aman, gunakan keterbukaan dan kejujuran jangan tinggalkan klien
sendirian.
4. Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas harian dan perawatan diri.
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki.
Rasional :
dengan mengetahui kemampuan yang dimiliki klien, maka akan memudahkan perawat untuk
mengarahkan kegiatan yang bermanfaat bagi klien dari pada hanya memikirkannya
Tindakan:
1. Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realistis.
2. Diskusikan bersama klien kemampuan yang dimiliki pada waktu lalu dan saat ini yang realistis.
3. Tanyakan apa yang biasa dilakukan kemudian anjurkan untuk melakukannya saat ini (kaitkan dengan
aktivitas sehari hari dan perawatan diri).
4. Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai kebutuhan waham tidak ada.
Perlihatkan kepada klien bahwa klien sangat penting.
3. Klien dapat mengidentifikasikan kebutuhan yang tidak terpenuhi
Rasional :
Dengan mengetahui kebutuhan klien yang belum terpenuhi perawat dapat merencanakan untuk
memenuhinya dan lebih memperhatikan kebutuhan klien tersebut sehingga klien merasa nyaman dan
aman
Tindakan:
1. Observasi kebutuhan klien sehari-hari.
2. Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik selama di rumah maupun di rumah sakit (rasa
sakit, cemas, marah).
3. Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan timbulnya waham.
4. Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien dan memerlukan waktu dan tenaga (buat
jadwal jika mungkin).
5. Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk menggunakan wahamnya.
4. Klien dapat berhubungan dengan realitas.
Rasional :
menghadirkan realitas dapat membuka pikiran bahwa realita itu lebih benar dari pada apa yang dipikirkan
klien sehingga klien dapat menghilangkan waham yang ada
Tindakan:
1. Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (diri, orang lain, tempat dan waktu).
2. Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok : orientasi realitas.
3. Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien.
5. Klien dapat menggunakan obat dengan benar
Rasional :
Penggunaan obat yang secara teratur dan benar akan mempengaruhi proses penyembuhan dan
memberikan efek dan efek samping obat
Tindakan:
1. Diskusikan dengan klien tentang nama obat, dosis, frekuensi, efek dan efek samping minum obat.
2. Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama pasien, obat, dosis, cara dan waktu).
3. Anjurkan klien membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.
4. Beri reinforcement bila klien minum obat yang benar.
6. Klien dapat dukungan dari keluarga.
Rasional :
dukungan dan perhatian keluarga dalam merawat klien akan mambentu proses penyembuhan klien
Tindakan:
1. Diskusikan dengan keluarga melalui pertemuan keluarga tentang : gejala waham, cara merawat klien,
lingkungan keluarga dan follow up obat.
2. Beri reinforcement atas keterlibatan keluarga
Diagnosa 2: Perubahan proses pikir: waham berhubungan dengan harga diri rendah
1. Tujuan umum :
Klien tidak terjadi perubahan proses pikir: waham dan klien akan meningkat harga dirinya.

2. Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan
lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan)
2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
3. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
4. Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang berharga dan bertanggung jawab serta
mampu menolong dirinya sendiri
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Tindakan :
1. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2. Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien, utamakan memberi pujian yang realistis
3. Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.
Tindakan :
1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah
4. Klien dapat menetapkan / merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
4.1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan
4.2. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
4.3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
5.1. Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
5.2. Beri pujian atas keberhasilan klien
5.3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
5. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :
1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien.
2. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.
3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
4. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
1. Stuart GW, Sundeen, Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th ed.). St.Louis Mosby Year
Book, 1995
2. Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
3. Keliat Budi Ana, Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
4. Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino Gonohutomo, 2003
5. Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP Bandung, 2000
Diposting oleh Professional Ners Semarang di 06:56 0 komentar Link ke posting ini
Label: JIWA

2. Harga Diri Rendah


LAPORAN PENDAHULUAN
I. Kasus (Masalah Utama)
Gangguan konsep diri : harga diri rendah
II. Proses terjadinya masalah
1. Pengertian harga diri rendah
Gangguan harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang
negatif yang dapat secara langsung atau tidak langsung diekspresikan ( Townsend, 1998 ).
Menurut Schult & Videbeck ( 1998 ), gangguan harga diri rendah adalah penilaian negatif seseorang

terhadap diiri dan kemampuan, yang diekspresikan secara langsung maupun tidak langsung
Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk
hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan. (Budi Ana Keliat, 1999).
Jadi dapat disimpulkan bahwa perasaan negatif terhadap diri sendiri yang dapat diekspresikan secara
langsung dan tak langsung.
Tanda dan gejala :
Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap penyakit (rambut botak
karena terapi)
Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri)
Gangguan hubungan sosial (menarik diri)
Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)
Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang suram, mungkin klien akan
mengakiri kehidupannya.
( Budi Anna Keliat, 1999)
2. Penyebab dari harga diri rendah
Salah satu penyebab dari harga diri rendah yaitu berduka disfungsional. Berduka disfungsional
merupakan pemanjangan atau tidak sukses dalam menggunakan respon intelektual dan emosional oleh
individu dalam melalui proses modifikasi konsep diri berdasarkan persepsi kehilangan.
Tanda dan gejala :
o Rasa bersalah
o Adanya penolakan
o Marah, sedih dan menangis
o Perubahan pola makan, tidur, mimpi, konsentrasi dan aktivitas
o Mengungkapkan tidak berdaya
2. Akibat dari harga diri rendah
Harga diri rendah dapat beresiko terjadinya isolasi sosial : menarik diri. Menarik diri merupakan
percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain
(Rawlins,1993).
Tanda dan gejala :
Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul
Menghindar dari orang lain (menyendiri)
Komunikasi kurang/tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain/perawat
Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk
Berdiam diri di kamar/klien kurang mobilitas
Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan atau pergi jika diajak bercakapcakap
Tidak/ jarang melakukan kegiatan sehari-hari.
(Budi Anna Keliat, 1998)

III. a. Pohon masalah


Isolasi sosial : menarik diri
Gangguan konsep diri : Harga diri rendah
Core Problem
Berduka disfungsional
2. Masalah dan Data yang Perlu Dikaji
No Masalah Keperawatan Data Subyektif Data Obyektif
1 Isolasi sosial : menarik diri Mengungkapkan tidak berdaya dan tidak ingin hidup lagi
Mengungkapkan enggan berbicara dengan orang lain
Klien malu bertemu dan berhadapan dengan orang lain

Ekspresi wajah kosong


Tidak ada kontak mata ketika diajak bicara
Suara pelan dan tidak jelas
2 Gangguan konsep diri : harga diri rendah Mengungkapkan ingin diakui jati dirinya
Mengungkapkan tidak ada lagi yang peduli
Mengungkapkan tidak bisa apa-apa
Mengungkapkan dirinya tidak berguna
Mengkritik diri sendiri
Merusak diri sendiri
Merusak orang lain
Menarik diri dari hubungan sosial
Tampak mudah tersinggung
Tidak mau makan dan tidak tidur
Perasaan malu
Tidak nyaman jika jadi pusat perhatian
3 Berduka disfungsional Mengungkapkan tidak berdaya dan tidak ingin hidup lagi
Mengungkapkan sedih karena tidak naik kelas
Klien malu bertemu dan berhadapan dengan orang lain karena diceraikan suaminya
Dan lain lain Ekspresi wajah sedih
Tidak ada kontak mata ketika diajak bicara
Suara pelan dan tidak jelas
Tampak menangis
IV. Diagnosa Keperawatan
1. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan berduka disfungsional.
V. Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa 1: Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
1. Tujuan umum :
Klien tidak terjadi gangguan konsep diri : harga diri rendah/klien akan meningkat harga dirinya.
2. Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan
lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan)
2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
3. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
4. Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang berharga dan bertanggung jawab serta
mampu menolong dirinya sendiri
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Tindakan :
1. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2. Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien, utamakan memberi pujian yang realistis
3. Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.
Tindakan :
1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah
4. Klien dapat menetapkan / merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
4.1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan
4.2. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien

4.3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
5.1. Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
5.2. Beri pujian atas keberhasilan klien
5.3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah

5. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada


Tindakan :
1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien.
2. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.
3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
4. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
Diagnosa 2: Gangguan konsep diri: harga diri rendah berhubungan dengan berduka disfungsional
DAFTAR PUSTAKA
1. Azis R, dkk. Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang : RSJD Dr. Amino Gondoutomo. 2003
2. Boyd MA, Hihart MA. Psychiatric nursing : contemporary practice. Philadelphia : Lipincott-Raven
Publisher. 1998
3. Keliat BA. Proses kesehatan jiwa. Edisi 1. Jakarta : EGC. 1999
4. Stuart GW, Sundeen SJ. Buku saku keperawatan jiwa. Edisi 3. Jakarta : EGC. 1998
5. Tim Direktorat Keswa. Standar asuhan keperawatan kesehatan jiwa. Edisi 1. Bandung : RSJP
Bandung. 2000
Diposting oleh Professional Ners Semarang di 06:54 0 komentar Link ke posting ini
Label: JIWA
askep menarik diri
LAPORAN PENDAHULUAN
I. Masalah Utama :

3. Menarik Diri.
II. Proses Terjadinya Masalah
1. Pengertian
Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari
hubungan dengan orang lain (Rawlins,1993). Terjadinya perilaku menarik diri dipengaruhi oleh faktor
predisposisi dan stressor presipitasi. Faktor perkembangan dan sosial budaya merupakan faktor
predispoisi terjadinya perilaku menarik diri. Kegagalan perkembangan dapat mengakibatkan individu
tidak percaya diri, tidak percaya orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap hubungan
dengan orang lain, menghindar dari orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan, dan merasa
tertekan. Keadaan menimbulkan perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain, menghindar dari
orang lain, lebih menyukai berdiam diri sendiri, kegiatan sehari-hari hampir terabaikan.
Gejala Klinis :
Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul
Menghindar dari orang lain (menyendiri)
Komunikasi kurang/tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain/perawat
Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk
Berdiam diri di kamar/klien kurang mobilitas
Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan atau pergi jika diajak bercakapcakap
Tidak melakukan kegiatan sehari-hari.

(Budi Anna Keliat, 1998)


2. Penyebab dari Menarik Diri
Salah satu penyebab dari menarik diri adalah harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu
tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana
gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang
kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.
Gejala Klinis
Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap penyakit (rambut botak
karena terapi)
Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri)
Gangguan hubungan sosial (menarik diri)
Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)
Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang suram, mungkin klien akan
mengakiri kehidupannya.
( Budi Anna Keliat, 1999)
3. Akibat dari Menarik Diri
Klien dengan perilaku menarik diri dapat berakita adanya terjadinya resiko perubahan sensori persepsi
(halusinasi). Halusinasi ini merupakan salah satu orientasi realitas yang maladaptive, dimana halusinasi
adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus yang nyata, artinya klien menginterprestasikan
sesuatu yang nyata tanpa stimulus/ rangsangan eksternal.
Gejala Klinis :
bicara, senyum dan tertawa sendiri
menarik diri dan menghindar dari orang lain
tidak dapat membedakan tidak nyata dan nyata
tidak dapat memusatkan perhatian
curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya), takut
ekspresi muka tegang, mudah tersinggung
(Budi Anna Keliat, 1999)
III. Pohon Masalah
Resiko Perubahan Sensori-persepsi :
Halusinasi ..

Isolasi sosial : menarik diri Core Problem

Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah


( Budi Anna Keliat, 1999)
IV. Masalah Keperawatan dan Data yang perlu dikaji
a. Masalah Keperawatan
1. Resiko perubahan persepsi - sensori : halusinasi
2. Isolasi Sosial : menarik diri
3. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
b. Data yang perlu dikaji
1. Resiko perubahan persepsi - sensori : halusinasi
1). Data Subjektif
1. Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata
2. Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata
3. Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus
4. Klien merasa makan sesuatu
5. Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
6. Klien takut pada suara/ bunyi/ gambar yang dilihat dan didengar

7. Klien ingin memukul/ melempar barang-barang


2). Data Objektif
1. Klien berbicara dan tertawa sendiri
2. Klien bersikap seperti mendengar/ melihat sesuatu
3. Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu
4. Disorientasi
2. Isolasi Sosial : menarik diri
1). Data Subyektif
Sukar didapat jika klien menolak komunikasi. Terkadang hanya berupa jawaban singkat ya atau tidak.
2). Data Obyektif
Klien terlihat apatis, ekspresi sedih, afek tumpul, menyendiri, berdiam diri di kamar dan banyak diam.
3. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
1). Data subyektif:
Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri,
mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
2). Data obyektif:
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri/
ingin mengakhiri hidup.
V. Diagnosis Keperawatan
1). Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi . berhubungan dengan menarik diri.
2). Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
VI. Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa 1 : Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi . berhubungan dengan menarik diri.
Tujuan Umum :
Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi halusinasi
Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Rasional : Hubungan saling percaya merupakan landasan utama untuk hubungan selanjutnya
Tindakan:
1.1 Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik dengan cara :
1. sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
2. perkenalkan diri dengan sopan
3. tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
4. jelaskan tujuan pertemuan
5. jujur dan menepati janji
6. tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7. berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien
2. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Rasional : Memberi kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya dapat membantu mengurangi stres
dan penyebab perasaaan menarik diri
Tindakan
2.1 Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya
2.1. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab menarik diri atau mau
bergaul
2.1. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta penyebab yang muncul
2.1. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya
3. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain.
Rasional :
Untuk mengetahui keuntungan dari bergaul dengan orang lain.
Untuk mengetahui akibat yang dirasakan setelah menarik diri.
Tindakan :
1. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan orang lain
1. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan

dengan prang lain


2. Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain
3. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang keuntungan
berhubungan dengan orang lain
2. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain
1. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan dengan orang lain
2. Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
3. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain
4. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial
Rasional :
Mengeksplorasi perasaan klien terhadap perilaku menarik diri yang biasa dilakukan.
Untuk mengetahui perilaku menarik diria dilakukan dan dengan bantuan perawat bisa membedakan
perilaku konstruktif dan destruktif.
Tindakan
1. Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
2. Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain melalui tahap :
KP
K P P lain
K P P lain K lain
K Kel/ Klp/ Masy
1. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai
2. Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
3. Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu
4. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
5. Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan
4. Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain
Rasional : Dapat membantu klien dalam menemukan cara yang dapat menyelesaikan masalah
Tindakan
1. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan orang lain
2. Diskusikan dengan klien tentang perasaan manfaat berhubungan dengan orang lain
3. Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan manfaat berhubungan
dengan oranglain
6. Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga
Rasional : memberikan penanganan bantuan terapi melalui pengumpulan data yang lengkap dan akurat
kondisi fisik dan non fisik pasien serta keadaan perilaku dan sikap keluarganya
Tindakan
1. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :
salam, perkenalan diri
jelaskan tujuan
buat kontrak
eksplorasi perasaan klien
1. Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :
perilaku menarik diri
penyebab perilaku menarik diri
akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi
cara keluarga menghadapi klien menarik diri
3. Dorong anggota keluarga untukmemberikan dukungan kepada klien untuk berkomunikasi dengan
orang lain
4. Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk klien minimal satu kali seminggu
5. Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah dicapai oleh keluarga
Diagnosa 2 : Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
Tujuan umum :
Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya

Rasional : Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran hubungan interaksi selanjutnya
Tindakan :
1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapetutik
1. sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
2. Perkenalkan diri dengan sopan
3. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
4. Jelaskan tujuan pertemuan
5. Jujur dan menepati janji
6. Tunjukan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7. Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien.
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Rasional :
Diskusikan tingkat kemampuan klien seperti menilai realitas, kontrol diri atau integritas ego diperlakukan
sebagai dasar asuhan keperawatannya.
Reinforcement positif akan meningkatkan harga diri klien
Pujian yang realistik tidak menyebabkan klien melakukan kegiatan hanya karena ingin mendapatkan
pujian
Tindakan:
2.1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien
2.1. Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negatif
2.1. Utamakan memberikan pujian yang realistik
3. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan
Rasional :
Keterbukaan dan pengertian tentang kemampuan yang dimiliki adalah prasyarat untuk berubah.
Pengertian tentang kemampuan yang dimiliki diri memotivasi untuk tetap mempertahankan
penggunaannya
Tindakan:
1. Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit
2. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.
4. Klien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
Rasional :
Membentuk individu yang bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri
Klien perlu bertindak secara realistis dalam kehidupannya.
Contoh peran yang dilihat klien akan memotivasi klien untuk melaksanakan kegiatan
Tindakan:
1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan
Kegiatan mandiri
Kegiatan dengan bantuan sebagian
Kegiatan yang membutuhkan bantuan total
1. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
2. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya
Rasional :
Memberikan kesempatan kepada klien mandiri dapat meningkatkan motivasi dan harga diri klien
Reinforcement positif dapat meningkatkan harga diri klien
Memberikan kesempatan kepada klien ntk tetap melakukan kegiatan yang bisa dilakukan
Tindakan:
1. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan
5.2. Beri pujian atas keberhasilan klien
5.3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
4. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Rasional:
Mendorong keluarga untuk mampu merawat klien mandiri di rumah
Support sistem keluarga akan sangat berpengaruh dalam mempercepat proses penyembuhan klien.
Meningkatkan peran serta keluarga dalam merawat klien di rumah.
Tindakan:

1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah
2. Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat
3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di ruma
DAFTAR PUSTAKA
1. Azis R, dkk. Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang : RSJD Dr. Amino Gondoutomo. 2003
2. Boyd MA, Hihart MA. Psychiatric nursing : contemporary practice. Philadelphia : Lipincott-Raven
Publisher. 1998
3. Budi Anna Keliat. Asuhan Klien Gangguan Hubungan Sosial: Menarik Diri. Jakarta : FIK UI. 1999
4. Keliat BA. Proses kesehatan jiwa. Edisi 1. Jakarta : EGC. 1999
5. Stuart GW, Sundeen SJ. Buku saku keperawatan jiwa. Edisi 3. Jakarta : EGC. 1998
6. Tim Direktorat Keswa. Standar asuhan keperawatan kesehatan jiwa. Edisi 1. Bandung : RSJP
Bandung. 2000
Diposting oleh Professional Ners Semarang di 06:53 0 komentar Link ke posting ini
Label: JIWA
askep perilaku kekerasan
LAPORAN PENDAHULUAN
1. Masalah Utama:
Perilaku kekerasan/ amuk.
2. Proses Terjadinya Masalah
1. Pengertian perilaku kekerasan
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut
dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif. (Stuart dan Sundeen,
1995).
Tanda dan Gejala :
Muka merah
Pandangan tajam
Otot tegang
Nada suara tinggi
Berdebat dan sering pula tampak klien memaksakan kehendak
Memukul jika tidak senang
2. Penyebab perilaku kekerasan
Perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan harga diri: harga diri rendah. Harga diri adalah
penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan
ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri,
hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.

Tanda dan gejala :


Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap penyakit (rambut botak
karena terapi)
Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri)
Gangguan hubungan sosial (menarik diri)
Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)
Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang suram, mungkin klien akan
mengakiri kehidupannya.
(Budiana Keliat, 1999)
3. Akibat dari Perilaku kekerasan
Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan
lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/
membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
Tanda dan Gejala :
Memperlihatkan permusuhan

Mendekati orang lain dengan ancaman


Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan
Mempunyai rencana untuk melukai
C. Pohon Masalah
Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

4. Perilaku Kekerasan/amuk
Core Problem
Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah
(Budiana Keliat, 1999)
D. Masalah keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji
1. Masalah keperawatan:
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
2. Perilaku kekerasan / amuk
3. Gangguan harga diri : harga diri rendah
1. Data yang perlu dikaji:
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
1. Data subjektif
Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin membunuh, ingin membakar atau
mengacak-acak lingkungannya.
2. Data objektif
Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang, melakukan tindakan kekerasan pada orangorang disekitarnya.
2. Perilaku kekerasan / amuk
1. Data Subjektif :
Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal atau marah.
Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
2. Data Objektif
Mata merah, wajah agak merah.
Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
Merusak dan melempar barang barang.
3. Gangguan harga diri : harga diri rendah
1. Data subyektif:
Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri,
mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
2. Data objektif:
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri /
ingin mengakhiri hidup.
5. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan/ amuk.
2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan gangguan harga diri: harga diri rendah.
5. Rencana Tindakan
Diagnosa 1: Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan/
amuk
1. Tujuan Umum: Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya
2. Tujuan Khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:

1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat dan jelaskan tujuan
interaksi.
2. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
3. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
4. Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat.
5. Beri rasa aman dan sikap empati.
6. Lakukan kontak singkat tapi sering.
2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Tindakan:
1. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
2. Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
3. Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan sikap tenang.
2. Klien dapat mengidentifikasi tanda tanda perilaku kekerasan.
Tindakan :
1. Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat jengkel/kesal.
2. Observasi tanda perilaku kekerasan.
3. Simpulkan bersama klien tanda tanda jengkel / kesal yang dialami klien.
2. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Tindakan:
1. Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
2. Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
3. Tanyakan "apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai ?"
5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Tindakan:
1. Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
2. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
3. Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.
5. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap kemarahan.
Tindakan :
1. Tanyakan kepada klien apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat
2. Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
3. Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat.
Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal, berolah raga, memukul bantal / kasur atau pekerjaan
yang memerlukan tenaga.
Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal/ tersinggung.
Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara cara marah yang sehat, latihan asertif, latihan
manajemen perilaku kekerasan.
Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk diberi kesabaran.

7. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.


Tindakan:
1. Bantu memilih cara yang paling tepat.
2. Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
3. Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
4. Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam simulasi.
5. Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel / marah.
7. Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan
Tindakan :

1. Identifikasi kemampuan keluarga merawat klien dari sikap apa yang telah dilakukan keluarga selama
ini.
2. Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien.
3. Jelaskan cara cara merawat klien :
Cara mengontrol perilaku marah secara konstruktif.
Sikap tenang, bicara tenang dan jelas.
Membantu klien mengenal penyebab ia marah.
8.4.Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien.
8.5.Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan demonstrasi
9. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).
Tindakan:
1. Jelaskan jenis jenis obat yang diminum klien pada klien dan keluarga.
2. Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat tanpa seizin dokter.
3. Jelaskan prinsip 5 benar minum obat (nama klien, obat, dosis, cara dan waktu).
4. Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.
5. Anjurkan klien melaporkan pada perawat / dokter jika merasakan efek yang tidak menyenangkan.
6. Beri pujian jika klien minum obat dengan benar.
Diagnosa 2: Perilaku kekerasan berhubungan dengan gangguan konsep diri : harga diri rendah
1. Tujuan Umum :
Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal
1. Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Tindakan :
1. Bina hubungan saling percaya
Salam terapeutik
Perkenalan diri
- Tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai.
Jelaskan tujuan pertemuan
Ciptakan lingkungan yang tenang
Buat kontrak yang jelas ( waktu, tempat dan topik pembicaraan ).
2. Beri kesempatan pada klien mengungkapkan perasaannya.
3. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien.
4. Katakan kepada klien bahwa ia adalah seseorang yang berharga dan bertanggung jawab serta mampu
menolong dirinya sendiri.
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
Tindakan :
1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
2. Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negatif
3. Utamakan memberi pujian yang realistis.
2. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.
Tindakan :
1. Diskusikan bersama klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit
2. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah.
4. Klien dapat menetapkan/ merencanakan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki.
Tindakan :
1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan ( mandiri,
bantuan sebagian, bantuan total ).
2. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan.
4. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuannya
Tindakan :

1. Beri kesempatan klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.


2. Beri pujian atas keberhasilan klien.
3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah.
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
Tindakan :
1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah.
2. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.
3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
4. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
DAFTAR PUSTAKA
1. Stuart GW, Sundeen, Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th ed.). St.Louis Mosby Year
Book, 1995
2. Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
3. Keliat Budi Ana, Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
4. Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino Gonohutomo, 2003
5. Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP Bandung, 2000

Diposting oleh Professional Ners Semarang di 06:51 0 komentar Link ke posting ini
Label: JIWA
askep dengan halusinasi
KEPERAWATAN JIWA
LAPORAN PENDAHULUAN
I. Kasus (Masalah Utama)

5. Perubahan Sensori Perseptual : HALUSINASI.


II. Proses Terjadinya Masalah
1. Pengertian Halusinasi
Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar
yang dapat meliputi semua sistem penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh /
baik (Stuart & Sundenn, 1998).
Halusinasi adalah persepsi tanpa adanya rangsangan apapun pada panca indera seorang pasien yang
terjadi dalam keadaan sadar/terbangun. (Maramis, hal 119)
Halusinasi yaitu gangguan persepsi (proses penyerapan) pada panca indera tanpa adanya rangsangan
dari luar pada pasien dalam keadaan sadar.
Tanda dan gejala :
Bicara, senyum dan tertawa sendiri
Menarik diri dan menghindar dari orang lain
Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan tidak nyata
Tidak dapat memusatkan perhatian
Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya), takut
Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung
(Budi Anna Keliat, 1999)
2. Penyebab dari Halusinasi
Salah satu penyebab dari Perubahan sensori perseptual : halusinasi yaitu isolasi social : menarik diri.
Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari
hubungan dengan orang lain (Rawlins,1993).
Tanda dan Gejala :
Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul
Menghindar dari orang lain (menyendiri)
Komunikasi kurang/ tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain/ perawat
Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk
Berdiam diri di kamar/ klien kurang mobilitas

Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan atau pergi jika diajak bercakapcakap
Tidak/ jarang melakukan kegiatan sehari-hari.
(Budi Anna Keliat, 1998)
3. Akibat dari Halusinasi
Pasien yang mengalami perubahan persepsi sensori: halusinasi dapat beresiko mencederai diri sendiri,
orang lain dan lingkungannya. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat
melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
Tanda dan Gejala :
Memperlihatkan permusuhan
Mendekati orang lain dengan ancaman
Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan
Mempunyai rencana untuk melukai

III. Pohon Masalah


Risiko mencederai diri , orang lain dan lingkungan
Perubahan sensori perseptual: halusinasi

Isolasi sosial : menarik diri


IV. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji
1. Masalah keperawatan
1. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
2. Perubahan sensori perseptual : halusinasi
3. Isolasi sosial : menarik diri
2. Data yang perlu dikaji
1. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
1. Data subjektif
Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin membunuh, ingin membakar atau
mengacak-acak lingkungannya.
2. Data objektif
Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang, melakukan tindakan kekerasan pada orangorang disekitarnya.
1. Perubahan sensori perseptual : halusinasi
1. Data Subjektif
Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata.
Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata.
Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus.
Klien merasa makan sesuatu.
Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya.
Klien takut pada suara/ bunyi/ gambar yang dilihat dan didengar.
Klien ingin memukul/ melempar barang-barang.
2. Data Objektif
Klien berbicar dan tertawa sendiri.
Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu.
Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu.
Disorientasi.
1. Isolasi sosial : menarik diri
1. Data Subjektif

Klien mengungkapkan tidak berdaya dan tidak ingin hidup lagi


Klien mengungkapkan enggan berbicara dengan orang lain
Klien malu bertemu dan berhadapan dengan orang lain.
1. Data Objektif
Klien terlihat lebih suka sendiri
Bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan
Ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup
V. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perubahan sensori perseptual
: halusinasi.
2. Perubahan sensori perseptual : halusinasi berhubungan dengan menarik diri.
VI. Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa 1: Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perubahan sensori
perseptual : halusinasi.
1. Tujuan umum : klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
2. Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan :
1. Salam terapeutik perkenalan diri jelaskan tujuan ciptakan lingkungan yang tenang buat kontrak
yang jelas (waktu, tempat, topik).
2. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
3. Empati.
4. Ajak membicarakan hal-hal yang ada di lingkungan.
2. Klien dapat mengenal halusinasinya.
Tindakan :
1. Kontak sering dan singkat.
2. Observasi tingkah laku yang terkait dengan halusinasi (verbal dan non verbal).
3. Bantu mengenal halusinasinya dengan menanyakan apakah ada suara yang didengar dan apa yang
dikatakan oleh suara itu. Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu, tetapi perawat
tidak. Katakan perawat akan membantu.
4. Diskusi tentang situasi yang menimbulkan halusinasi, waktu, frekuensi terjadinya halusinasi serta apa
yang dirasakan saat terjadi halusinasi.
5. Dorong untuk mengungkapkan perasaan saat terjadi halusinasi.
2. Klien dapat mengontrol halusinasinya.
Tindakan :
1. Identifikasi bersama tentang cara tindakan jika terjadi halusinasi.
2. Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien dan cara baru untuk mengontrol halusinasinya.
3. Bantu memilih dan melatih cara memutus halusinasi : bicara dengan orang lain bila muncul halusinasi,
melakukan kegiatan, mengatakan pada suara tersebut saya tidak mau dengar.
4. Tanyakan hasil upaya yang telah dipilih/dilakukan.
5. Beri kesempatan melakukan cara yang telah dipilih dan beri pujian jika berhasil.
6. Libatkan klien dalam TAK : stimulasi persepsi.
2. Klien dapat dukungan dari keluarga.
Tindakan :
1. Beri pendidikan kesehatan pada pertemuan keluarga tentang gejala, cara, memutus halusinasi, cara
merawat, informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat bantuan.
2. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
2. Klien dapat menggunakan obat dengan benar.
Tindakan :
1. Diskusikan tentang dosis, nama, frekuensi, efek dan efek samping minum obat.
2. Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama pasien, obat, dosis, cara, waktu).
3. Anjurkan membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.
4. Beri reinforcement positif klien minum obat yang benar.

Diagnosa 2: Perubahan sensori perseptual : halusinasi berhubungan dengan menarik diri.


1. Tujuan Umum: Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal
2. Tujuan Khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Rasional : Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran hubungan interaksi selanjutnya
Tindakan :
1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapetutik
1. sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
2. Perkenalkan diri dengan sopan
3. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
4. Jelaskan tujuan pertemuan
5. Jujur dan menepati janji
6. Tunjukan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7. Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien.
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Rasional :
Diskusikan tingkat kemampuan klien seperti menilai realitas, kontrol diri atau integritas ego diperlakukan
sebagai dasar asuhan keperawatannya.
Reinforcement positif akan meningkatkan harga diri klien
Pujian yang realistik tidak menyebabkan klien melakukan kegiatan hanya karena ingin mendapatkan
pujian
Tindakan:
2.1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien
2.1. Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negatif
2.1. Utamakan memberikan pujian yang realistik

3. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan


Rasional :
Keterbukaan dan pengertian tentang kemampuan yang dimiliki adalah prasyarat untuk berubah.
Pengertian tentang kemampuan yang dimiliki diri memotivasi untuk tetap mempertahankan
penggunaannya
Tindakan:
1. Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit
2. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.
4. Klien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
Rasional :
Membentuk individu yang bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri
Klien perlu bertindak secara realistis dalam kehidupannya.
Contoh peran yang dilihat klien akan memotivasi klien untuk melaksanakan kegiatan
Tindakan:
1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan
Kegiatan mandiri
Kegiatan dengan bantuan sebagian
Kegiatan yang membutuhkan bantuan total
1. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
2. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya
Rasional :
Memberikan kesempatan kepada klien mandiri dapat meningkatkan motivasi dan harga diri klien
Reinforcement positif dapat meningkatkan harga diri klien
Memberikan kesempatan kepada klien ntk tetap melakukan kegiatan yang bisa dilakukan
Tindakan:
1. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan

5.2. Beri pujian atas keberhasilan klien


5.3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
4. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Rasional:
Mendorong keluarga untuk mampu merawat klien mandiri di rumah
Support sistem keluarga akan sangat berpengaruh dalam mempercepat proses penyembuhan klien.
Meningkatkan peran serta keluarga dalam merawat klien di rumah.
Tindakan:
6.1 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah
2. Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat
3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah

DAFTAR PUSTAKA
1. Stuart GW, Sundeen, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC, 1995
2. Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
3. Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino Gonohutomo, 2003
4. Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP Bandung, 2000

ASKEP HALUSINASI DAN WAHAM


BAB I
TINJAUAN TEORITIS
GANGGUAN PERSEPSI SENSORI
HALUSINASI PENDENGARAN

I. DEFENISI HALUSINASI
Halusinasi adalah satu persepsi yang salah oleh panca indera tanpa adanya rangsang (stimulus)
eksternal (Cook & Fontain, Essentials of Mental Health Nursing, 1987).
II. KLASIFIKASI HALUSINASI
Pada klien dengan gangguan jiwa ada beberapa jenis halusinasi dengan karakteristik tertentu,
diantaranya :
a. Halusinasi pendengaran :
karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara suara orang, biasanya klien
mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan
untuk melakukan sesuatu.
b. Halusinasi penglihatan :
karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambaran geometrik,
gambar kartun dan / atau panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau
menakutkan.
c. Halusinasi penghidu :
karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang menjijikkan seperti : darah, urine
atau feses. Kadang kadang terhidu bau harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang
dan dementia.
d. Halusinasi peraba :
karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat. Contoh :
merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
e. Halusinasi pengecap :
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan.
f. Halusinasi sinestetik :
karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui vena atau arteri,
makanan dicerna atau pembentukan urine.
III. PROSES TERJADINYA HALUSINASI

Halusinasi pendengaran merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi pada klien
dengan gangguan jiwa (schizoprenia). Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara suara bising atau
mendengung. Tetapi paling sering berupa kata kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang
mempengaruhi tingkah laku klien, sehingga klien menghasilkan respons tertentu seperti : bicara sendiri,
bertengkar atau respons lain yang membahayakan. Bisa juga klien bersikap mendengarkan suara
halusinasi tersebut dengan mendengarkan penuh perhatian pada orang lain yang tidak bicara atau pada
benda mati.
Halusinasi pendengaran merupakan suatu tanda mayor dari gangguan schizoprenia dan satu syarat
diagnostik minor untuk metankolia involusi, psikosa mania depresif dan syndroma otak organik.
IV. FAKTOR FAKTOR PENYEBAB HALUSINASI
1. Faktor predisposisi.
Adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu
untuk mengatasi stress. Diperoleh baik dari klien maupun keluarganya, mengenai faktor perkembangan
sosial kultural, biokimia, psikologis dan genetik yaitu faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah
sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress.

Faktor Perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan interpersonal terganggu maka individu
akan mengalami stress dan kecemasan
Faktor Sosiokultural
Berbagai faktor dimasyarakat dapat menyebabkan seorang merasa disingkirkan oleh kesepian terhadap
lingkungan tempat klien di besarkan.
Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Dengan adanya stress yang berlebihan dialami
seseorang maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia
seperti Buffofenon dan Dimetytranferase (DMP)
Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda yang bertentangan dan sering
diterima oleh anak akan mengakibatkan stress dan kecemasan yang tinggi dan berakhir dengan
gangguan orientasi realitas.
Faktor genetik
Gen apa yang berpengaruh dalam skizoprenia belum diketahui, tetapi hasil studi menunjukkan bahwa
faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
2. Faktor Presipitasi
Yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan, ancaman/tuntutan yang memerlukan
energi ekstra untuk koping. Adanya rangsang lingkungan yang sering yaitu seperti partisipasi klien dalam
kelompok, terlalu lama diajak komunikasi, objek yang ada dilingkungan juga suasana sepi/isolasi adalah
sering sebagai pencetus terjadinya halusinasi karena hal tersebut dapat meningkatkan stress dan
kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik.
3. Prilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan tidak aman, gelisah dan
bingung, prilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat
membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlins dan Heacock, 1993 mencoba
memecahkan masalah halusinasi berlandaskan atas hakekat keberadaan seorang individu sebagai
mahkluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat
dari lima dimensi yaitu :
1) Dimensi Fisik
Manusia dibangun oleh sistem indera untuk menanggapi rangsang eksternal yang diberikan oleh
lingkungannya. Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar
biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur
dalam waktu yang lama.
2) Dimensi Emosional

Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab
halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak
sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu
terhadap ketakutan tersebut.
3) Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan halusinasi akan memperlihatkan
adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk
melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang
dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua prilaku klien.
4) Dimensi Sosial
Dimensi sosial pada individu dengan halusinasi menunjukkan adanya kecenderungan untuk menyendiri.
Individu asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan
interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi
dijadikan sistem kontrol oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya
atau orang lain individu cenderung untuk itu. Oleh karena itu, aspek penting dalam melaksanakan
intervensi keperawatan klien dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan
pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta mengusakan klien tidak menyendiri sehingga klien
selalu berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung.
5) Dimensi Spiritual
Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk sosial, sehingga interaksi dengan manusia lainnya
merupakan kebutuhan yang mendasar. Pada individu tersebut cenderung menyendiri hingga proses
diatas tidak terjadi, individu tidak sadar dengan keberadaannya dan halusinasi menjadi sistem kontrol
dalam individu tersebut. Saat halusinasi menguasai dirinya individu kehilangan kontrol kehidupan dirinya.
4. Sumber Koping
Suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang. Individu dapat mengatasi stress dan
anxietas dengan menggunakan sumber koping dilingkungan. Sumber koping tersebut sebagai modal
untuk menyelesaikan masalah, dukungan sosial dan keyakinan budaya, dapat membantu seseorang
mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping yang berhasil.
5. Mekanisme Koping
Tiap upaya yang diarahkan pada pelaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung
dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri

V. 4 ( empat) tahapan halusinasi, karakteristik dan perilaku yang ditampilkan


TAHAP KARAKTERISTIK PERILAKU KLIEN
Tahap I
Memberi rasa nyaman tingkat ansietas sedang secara umum, halusinasi merupakan suatu
kesenangan.
Mengalami ansietas, kesepian, rasa bersalah dan ketakutan.
Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan ansietas
Fikiran dan pengalaman sensori masih ada dalam kontol kesadaran, nonpsikotik.
Tersenyum, tertawa sendiri
Menggerakkan bibir tanpa suara
Pergerakkan mata yang cepat
Respon verbal yang lambat
Diam dan berkonsentrasi
Tahap II
Menyalahkan
Tingkat kecemasan berat secara umum halusinasi menyebabkan perasaan antipati

Pengalaman sensori menakutkan


Merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut
Mulai merasa kehilangan kontrol
Menarik diri dari orang lain non psikotik
Terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah
Perhatian dengan lingkungan berkurang
Konsentrasi terhadap pengalaman sensori kerja
Kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dengan realitas

Tahap III
Mengontrol
Tingkat kecemasan berat
Pengalaman halusinasi tidak dapat ditolak lagi
Klien menyerah dan menerima pengalaman sensori (halusinasi)
Isi halusinasi menjadi atraktif
Kesepian bila pengalaman sensori berakhir psikotik
Perintah halusinasi ditaati
Sulit berhubungan dengan orang lain
Perhatian terhadap lingkungan berkurang hanya beberapa detik
Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat, tremor dan berkeringat
Tahap IV
Klien sudah dikuasai oleh halusinasi
Klien panik
Pengalaman sensori mungkin menakutkan jika individu tidak mengikuti perintah halusinasi, bisa
berlangsung dalam beberapa jam atau hari apabila tidak ada intervensi terapeutik.
Perilaku panik
Resiko tinggi mencederai
Agitasi atau kataton
Tidak mampu berespon terhadap lingkungan

VI. HUBUNGAN SKHIZOPRENIA DENGAN HALUSINASI


Gangguan persepsi yang utama pada skizoprenia adalah halusinasi, sehingga halusinasi menjadi bagian
hidup klien. Biasanya dirangsang oleh kecemasan, halusinasi menghasilkan tingkah laku yang tertentu,
gangguan harga diri, kritis diri, atau mengingkari rangsangan terhadap kenyataan.
Halusinasi pendengaran adalah paling utama pada skizoprenia, suara suara biasanya berasal dari
Tuhan, setan, tiruan atau relatif. Halusinasi ini menghasilkan tindakan/perilaku pada klien seperti yang
telah diuraikan tersebut di atas (tingkat halusinasi, karakteristik dan perilaku yang dapat diamati).
VII. PENATALAKSANAAN MEDIS PADA HALUSINASI PENDENGARAN
Penatalaksanaan klien skizoprenia adalah dengan pemberian obat obatan dan tindakan lain, yaitu :
1. Psikofarmakologis
Obat obatan yang lazim digunakan pada gejala halusinasi pendengaran yang merupakan gejala
psikosis pada klien skizoprenia adalah obat obatan anti psikosis. Adapun kelompok yang umum
digunakan adalah :

KELAS KIMIA NAMA GENERIK (DAGANG) DOSIS HARIAN


Fenotiazin Asetofenazin (Tindal)
Klorpromazin (Thorazine)
Flufenazine (Prolixine, Permitil)
Mesoridazin (Serentil)
Perfenazin (Trilafon)
Proklorperazin (Compazine)
Promazin (Sparine)
Tioridazin (Mellaril)
Trifluoperazin (Stelazine)
Trifluopromazin (Vesprin) 60-120 mg
30-800 mg
1-40 mg
30-400 mg
12-64 mg
15-150 mg
40-1200 mg
150-800mg
2-40 mg
60-150 mg
Tioksanten Klorprotiksen (Taractan)
Tiotiksen (Navane) 75-600 mg
8-30 mg
Butirofenon Haloperidol (Haldol) 1-100 mg
Dibenzodiazepin Klozapin (Clorazil) 300-900 mg
Dibenzokasazepin Loksapin (Loxitane) 20-150 mg
Dihidroindolon Molindone (Moban) 15-225 mg
2. Terapi kejang listrik/Electro Compulsive Therapy (ECT)
3. Terapi aktivitas kelompok (TAK)
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN HALUSINASI
I. PENGKAJIAN
1. FAKTOR PREDISPOSISI
a. Faktor perkembangan terlambat
Usia bayi, tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan rasa aman.
Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi
Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan
b. Faktor komunikasi dalam keluarga
Komunikasi peran ganda
Tidak ada komunikasi
Tidak ada kehangatan
Komunikasi dengan emosi berlebihan
Komunikasi tertutup
Orang tua yang membandingkan anak anaknya, orang tua yang otoritas dan komplik orang tua
c. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan yang terlalu tinggi.
d. Faktor psikologis
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal diri tinggi, harga diri rendah,
identitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri negatif dan koping destruktif.
e. Faktor biologis

Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak, pembesaran vertikel, perubahan besar dan bentuk
sel korteks dan limbic.

f. Faktor genetik
Adanya pengaruh herediter (keturunan) berupa anggota keluarga terdahulu yang mengalami
schizoprenia dan kembar monozigot.
2. PERILAKU
Bibir komat kamit, tertawa sendiri, bicara sendiri, kepala mengangguk angguk, seperti mendengar
sesuatu, tiba tiba menutup telinga, gelisah, bergerak seperti mengambil atau membuang sesuatu, tiba
tiba marah dan menyerang, duduk terpaku, memandang satu arah, menarik diri.
3. FISIK
a. ADL
Nutrisi tidak adekuat bila halusinasi memerintahkan untuk tidak makan, tidur terganggu karena ketakutan,
kurang kebersihan diri atau tidak mandi, tidak mampu berpartisipasi dalam kegiatan aktivitas fisik yang
berlebihan, agitasi gerakan atau kegiatan ganjil.
b. Kebiasaan
Berhenti dari minuman keras, penggunaan obat obatan dan zat halusinogen dan tingkah laku merusak
diri.
c. Riwayat kesehatan
Schizofrenia, delirium berhubungan dengan riwayat demam dan penyalahgunaan obat.
d. Riwayat schizofrenia dalam keluarga
e. Fungsi sistim tubuh
Perubahan berat badan, hipertermia (demam)
Neurologikal perubahan mood, disorientasi
Ketidak efektifan endokrin oleh peningkatan temperatur
4. STATUS EMOSI
Afek tidak sesuai, perasaan bersalah atau malu, sikap negatif dan bermusuhan, kecemasan berat atau
panik, suka berkelahi.
5. STATUS INTELEKTUAL
Gangguan persepsi, penglihatan, pendengaran, penciuman dan kecap, isi pikir tidak realistis, tidak logis
dan sukar diikuti atau kaku, kurang motivasi, koping regresi dan denial serta sedikit bicara.
6. STATUS SOSIAL
Putus asa, menurunnya kualitas kehidupan, ketidakmampuan mengatasi stress dan kecemasan.
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi perilaku kekerasan berhubungan dengan halusinasi pendengaran.
2. Gangguan persepsi sensori : halusinasi berhubungan dengan isolasi social : menarik diri.
3. Kerusakan interaksi social : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
4. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan proses fikir.
5. Perubahan proses fikir berhubungan dengan harga diri rendah.
6. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kurangnya minat.
III. RENCANA INTERVENSI PERAWATAN
Diagnosa Keperawatan I :
Resiko tinggi perilaku kekerasan berhubungan dengan halusinasi pendengaran
Tujuan umum :
Klien dapat mengendalikan halusinasinya.

TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat


Intervensi
1. Bina hubungan saling percaya
Salam terapeutik
Perkenalkan diri
Jelaskan tujuan interaksi
Buat kontrak yang jelas
Menerima klien apa adanya
Kontak mata positif
Ciptakan lingkungan yang terapeutik
2. Dorong klien dan beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya
3. Dengarkan ungkapan klien dengan rasa empati.
Rasional
1. Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi yang terapeutik antara perawat dan klien
2. Ungkapan perasaan oleh klien sebagai bukti bahwa klien mempercayai perawat
3. Empati perawat akan meningkatkan hubungan terapeutik perawat-klien
Evaluasi
Klien dapat mengungkapkan perasaannya dan kondisinya secara verbal
TUK 2 : Klien dapat mengenali halusinasinya
Intervensi :
1. Adakan kontak secara sering dan singkat
2. Observasi tingkah laku verbal dan non verbal klien yang terkait dengan halusinasi (sikap seperti
mendengarkan sesuatu, bicara atau tertawa sendiri, terdiam di tengah tengah pembicaraan).
3. Terima halusinasi sebagai hal yang nyata bagi klien dan tidak nyata bagi perawat.
4. Identifikasi bersama klien tentang waktu munculnya halusinasi, isi halusinasi dan frekuensi timbulnya
halusinasi.
5. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya ketika halusinasi muncul.
6. Diskusikan dengan klien mengenai perasaannya saat terjadi halusinasi.
Rasional :
1. Mengurangi waktu kosong bagi klien untuk menyendiri.
2. Mengumpulkan data intervensi terkait dengan halusinasi.
3. Memperkenalkan hal yang merupakan realita pada klien.
4. Melibatkan klien dalam memperkenalkan halusinasinya.
5. Mengetahui koping klien sebagai data intervensi keperawatan selanjutnya.
6. Membantu klien mengenali tingkah lakunya saat halusinasi.
Evaluasi :
1. Klien dapat membedakan hal yang nyata dan yang tidak setelah 3-4 kali pertemuan dengan
menceritakan hal hal yang nyata.
2. Klien dapat menyebutkan situasi, isi dan waktu timbulnya halusinasi setelah 3 kali pertemuan.
3. Klien dapat mengungkapkan respon perilakunya saat halusinasi terjadi setelah 2 kali pertemuan.
TUK 3 : Klien dapat mengendalikan halusinasinya
Intervensi :
1. Identifikasi tindakan klien yang positif.
2. Beri pujian atas tindakan klien yang positif.
3. Bersama klien rencanakan kegiatan untuk mencegah terjadinya halusinasi.
4. Diskusikan ajarkan cara mengatasi halusinasi.
5. Dorong klien untuk memilih cara yang disukai untuk mengontrol halusinasi.
6. Beri pujian atas pilihan klien yang tepat.
7. Dorong klien untuk melakukan tindakan yang telah dipilih.
8. Diskusikan dengan klien hasil atau upaya yang telah dilakukan.
9. Beri penguatan atas upaya yang telah berhasil dilakukan dan beri solusi jika ada keluhan klien tentang
cara yang dipilih.

Rasional :
1. Mengetahui cara cara klien mengatasi halusinasi baik yang positif maupun yang negatif.
2. Menghargai respon atau upaya klien.
3. Melibatkan klien dalam menentukan rencana intervensi.
4. Memberikan informasi dan alternatif cara mengatasi halusinasi pada klien.
5. Memberi kesempatan pada klien untuk memilihkan cara sesuai kehendak dan kemampuannya.
6. Meningkatkan rasa percaya diri klien.
7. Motivasi respon klien atas upaya yang telah dilakukan.
8. Melibatkan klien dalam menghadapi masalah halusinasi lanjutan
Evaluasi :
1. Klien dapat menyebutkan tindakan yang dapat dilakukan dan saat halusinasi terjadi setelah dua kali
pertemuan.
2. Klien dapat menyebutkan 2 dari 3 cara mengatasi halusinasi.
TUK 4 : Klien dapat menggunakan obat untuk mengontrol halusinasinya.
Intervensi :
1. Diskusikan dengan klien tentang obat untuk mengontrol halusinasinya.
2. Bantu klien untuk memutuskan bahwa klien minum obat sesuai program dokter.
3. Observasi tanda dan gejala terkait efek dan efek samping.
4. Diskusikan dengan dokter tentang efek dan efek samping obat
Rasional :
1. Memberikan informasi dan meningkatkan pengetahuan klien tentang efek obat terhadap halusinasinya.
2. Memastikan klien meminum obat secara teratur.
3. Mengobservasi efektivitas program pengobatan.
4. Memastikan efek obat obatan yang tidak diharapkan terhadap klien.
Evaluasi :
Klien meminum obat secara teratur sesuai instruksi dokter.
TUK 5 : Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengendalikan halusinasi.
Intervensi :
1. Bina hubungan saling percaya dengan klien.
2. Kaji pengetahuan keluarga tentang halusinasi dan tindakan yang dilakukan keluarga dalam merawat
klien.
3. Beri penguatan positif atas upaya yang baik dalam merawat klien.
4. Diskusikan dan ajarkan dengan keluarga tentang : halusinasi, tanda tanda dan cara merawat
halusinasi.
5. Beri pujian atas upaya keluarga yang positif.
Rasional :
1. Sebagai upaya membina hubungan terapeutik dengan keluarga.
2. Mencari data awal untuk menentukan intervensi selanjutnya.
3. Penguatan untuk menghargai upaya keluarga.
4. Memberikan informasi dan mengajarkan keluarga tentang halusinasi dan cara merawat klien.
5. Pujian untuk menghargai keluarga.
Evaluasi :
Keluarga dapat menyebutkan cara cara merawat klien halusinasi.
Diagnosa Keperawatan 2 :
Perubahan sensori persepsi halusinasi pendengaran berhubungan dengan isolasi social : menarik diri.
Tujuan umum :
Klien dapat berhubungan dengan orang lain dan lingkungan sehingga halusinasi dapat dicegah.
TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
Intervensi :
Bina hubungan saling percaya

Menyapa klien dengan ramah


Mengingatkan kontrak
Terima klien apa adanya
Jelaskan tujuan pertemuan
Sikap terbuka dan empati
Rasional :
Kejujuran, kesediaan dan penerimaan meningkatkan kepercayaan hubungan antara klien dengan
perawat.
Evaluasi :
Setelah 2 kali pertemuan klien dapat menerima kehadiran perawat.
TUK 2 : Klien dapat mengenal perasaan yang menyebabkan perilaku menarik diri.
Intervensi :
1. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri.
2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab menarik diri.
3. Diskusikan bersama klien tentang menarik dirinya.
4. Beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya.
Rasional :
1. Mengetahui sejauh mana pengetahuan klien tentang menarik diri sehingga perawat dapat
merencanakan tindakan yang selanjutnya.
2. Untuk mengetahui alasan klien menarik diri.
3. Meningkatkan harga diri klien sehingga berani bergaul dengan lingkungan sosialnya.
Evaluasi :
Setelah 1 kali pertemuan klien dapat menyebutkan penyebab atau alasan menarik diri.
TUK 3 : Klien dapat mengetahui keuntungan berhubungan dengan orang lain.
Intervensi :
1. Diskusikan tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.
2. Dorong klien untuk menyebutkan kembali manfaat berhubungan dengan orang lain.
3. Beri pujian terhadap kemampuan klien dalam menyebutkan manfaat berhubungan dengan orang lain.
Rasional :
1. Meningkatkan pengetahuan klien tentang perlunya berhubungan dengan orang lain.
2. Untuk mengetahui tingkat pemahaman klien terhadap informasi yang telah diberikan.
3. Reinforcement positif dapat meningkatkan harga diri klien.
Evaluasi :
Klien dapat menyebutkan 2 dari 3 manfaat berhubungan dengan orang lain
Mendapat teman
Dapat mengungkapkan perasaan
Membantu memecahkan masalah
TUK 4 : Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara bertahap.
Intervensi :
1. Dorong klien untuk menyebutkan cara berhubungan dengan orang lain.
2. Dorong dan bantu klien berhubungan dengan orang lain secara bertahap antara lain :
Klien-perawat
Klien-perawat-perawat lain
Klien-perawat-perawat lain-klien lain
Klien-kelompok kecil (TAK)
Klien-keluarga
3. Libatkan klien dalam kegiatan TAK dan ADL ruangan
4. Reinforcement positif atas keberhasilan yang telah dicapai klien.
Rasional :
1. Untuk mengetahui pemahaman klien terhadap informasi yang telah diberikan.
2. Klien mungkin mengalami perasaan tidak nyaman, malu dalam berhubungan sehingga perlu dilatih
secara bertahap dalam berhubungan dengan orang lain.

3. Membantu klien dalam mempertahankan hubungan inter personal.


4. Reinforcement positif dapat meningkatkan harga diri klien.
Evaluasi :
Klien dapat menyebutkan cara berhubungan dengan orang lain, misalnya :
Membalas sapaan perawat
Kontak mata positif
Mau berinteraksi
TUK 5 : Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam berhubungan dengan orang lain.
Intervensi :
1. Diskusikan tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.
2. Dorong klien untuk mengemukakan perasaan keluarga
3. Dorong klien untuk mengikuti kegiatan bersama keluarga seperti : makan, ibadah dan rekreasi.
4. Jelaskan kepada keluarga tentang kebutuhan klien.
5. Bantu keluarga untuk tetap mempertahankan hubungan dengan klien yaitu memperlihatkan perhatian
dengan kunjungan rumah sakit.
6. Beri klien penguatan misalnya : membawa makanan kesukaan klien.
Rasional :
1. Mengidentifikasi hambatan yang dirasakan klien.
2. Untuk mengetahui sejauh mana hubungan klien dengan keluarga.
3. Membantu klien dalam meningkatkan hubungan interpersonal dengan keluarga.
4. Klien menarik diri membutuhkan perhatian yang khusus.
5. Keterlibatan keluarga sangat membantu dalam mengembangkan interaksi dengan lingkungannya.
6. Meningkatkan rasa percaya diri klien kepada keluarga dan merasa diperhatikan.
Evaluasi :
1. Setelah 2 kali pertemuan klien dapat membina hubungan dengan keluarga.
2. Keluarga mengunjungi klien ke rumah sakit setiap minggu secara bergantian.
Diagnosa keperawatan 3
Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan gangguan konsep diri : harga diri rendah.
Tujuan umum :
Klien mampu berhubungan dengan orang lain tanpa merasa rendah diri.
TUK 1 : Klien dapat memperluas kesadaran diri.
Intervensi :
1. Diskusikan dengan klien kelebihan yang dimilikinya.
2. Diskusikan kelemahan yang dimiliki klien.
3. Beritahu klien bahwa manusia tidak ada yang sempurna, semua memiliki kelebihan dan kekurangan.
4. Beritahu klien bahwa kekurangan bisa ditutupi dengan kelebihan yang dimiliki klien.
5. Anjurkan klien untuk lebih meningkatkan kelebihan yang dimiliki klien.
6. Beritahukan bahwa ada hikmah di balik kekurangan yang dimiliki.
Rasional :
1. Mengidentifikasikan hal hal positif yang masih dimiliki klien.
2. Mengingatkan klien bahwa ia manusia biasa yang mempunyai kekurangan.
3. Menghadirkan realita pada klien.
4. Memberikan harapan pada klien.
5. Memberikan kesempatan berhasil lebih tinggi.
6. Agar klien tidak merasa putus asa.
Evaluasi :
1. Klien dapat menyebutkan kemampuan yang ada pada dirinya setelah 1 kali pertemuan.
2. Klien dapat menyebutkan kelemahan yang dimiliki dan tidak menjadi halangan untuk mencapai
keberhasilan.
TUK 2 : Klien dapat menyelidiki dirinya.
Intervensi :

1. Diskusikan dengan klien ideal dirinya, apa harapan selama di RS, rencana klien setelah pulang dan
apa cita cita yang ingin dicapai.
2. Bantu klien mengembangkan antara keinginan dan kemampuan yang dimilikinya.
3. Beri kesempatan klien untuk berhasil.
4. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai.
Rasional :
1. Untuk mengetahui sampai dimana realistis dari harapan klien.
2. Membantu klien membentuk harapan yang realistis.
3. Meningkatkan percaya diri klien.
4. Meningkatkan penghargaan terhadap perilaku yang positif.
Evaluasi :
Klien dapat menyebutkan cita-cita dan harapan yang sesuai dengan kemampuannya setelah 1 kali
pertemuan.
TUK 3 : Klien dapat mengevaluasi dirinya.
Intervensi :
1. Bantu klien mengidentifikasi kegiatan atau yang berhasil dicapainya.
2. Kaji bagaimana perasaan klien dengan keberhasilan tersebut.
3. Bicarakan kegagalan yang pernah dialami klien dan sebab sebab kegagalan.
4. Kaji bagaimana respon klien terhadap kegagalan tersebut dan cara mengatasinya.
5. Jelaskan pada klien bahwa kegagalan yang dialami dapat menjadi pelajaran untuk mengatasi kesulitan
yang mungkin terjadi di masa yang akan datang.
Rasional :
1. Mengingatkan klien bahwa ia tidak selalu gagal.
2. Memberi kesempatan klien untuk menilai dirinya sendiri.
3. Mengetahui apakah kegagalan tersebut mempengaruhi klien.
4. Mengetahui koping yang selama ini digunakan oleh klien.
5. Memberikan kekuatan pada klien bahwa kegagalan itu bukan merupakan akhir dari suatu usaha.
Evaluasi :
1. Klien dapat menyebutkan keberhasilan yang pernah dialami setelah 1 kali pertemuan.
2. Klien dapat menyebutkan kegagalan yang pernah dialami setelah 4 kali pertemuan.
TUK 4 : Klien dapat membuat rencana yang realistis.
Intervensi :
1. Bantu klien merumuskan tujuan yang ingin dicapainya.
2. Diskusikan dengan klien tujuan yang ingin dicapai dengan kemampuan klien.
3. Bantu klien memilih priotitas tujuan yang mungkin dapat dicapainya.
4. Beri kesempatan klien untuk melakukan kegiatan yang telah dipilih.
5. Tunjukkan keterampilan dan keberhasilan yang telah dicapai klien.
6. Ikut sertakan klien dalam kegiatan aktivitas kelompok.
7. Beri reinforcement positif bila klien mau mengikuti kegiatan kelompok.
Rasional :
1. Agar klien tetap realistis dengan kemampuan yang dimiliki.
2. Mempertahankan klien untuk tetap realistis.
3. Agar prioritas yang dipilih sesuai dengan kemampuan.
4. Menghargai keputusan yang telah dipilih klien.
5. Memberikan penghargaan atas keberhasilan yang telah dicapai.
6. Memberikan kesempatan klien di dalam kelompok mengembangkan kemampuannya.
7. Meningkatkan harga diri klien.
Evaluasi :
1. Klien dapat menyebutkan tujuan yang ingin dicapai setelah 1 kali pertemuan.
2. Klien dapat membuat keputusan dan mencapai tujuan setelah 1 kali pertemuan.
TUK 5 : Klien dapat dukungan keluarga yang meningkatkan harga dirinya.
Intervensi :
1. Diskusikan dengan keluarga tanda tanda harga diri rendah.

2. Anjurkan setiap anggota keluarga untuk mengenal dan menghargai klien tidak mengejek, tidak
menjauhi.
3. Anjurkan pada keluarga untuk memberikan kesempatan berhasil pada klien.
4. Anjurkan pada keluarga untuk menerima klien apa adanya.
5. Anjurkan keluarga untuk melibatkan klien dalam setiap pertemuan keluarga.
Rasional :
1. Mengantisipasi masalah yang timbul.
2. Menyiapkan support sistem yang akurat.
3. Memberikan kesempatan pada klien untuk sukses.
4. Membantu meningkatkan harga diri klien.
5. Meningkatkan interaksi klien dengan anggota keluarga.
Evaluasi :
1. Keluarga dapat menyebutkan tanda tanda harga diri rendah.
Mengatakan diri tidak berharga
Tidak berguna dan tidak mampu
Pesimis dan menarik diri dari realita
2. Keluarga dapat berespon dan memperlakukan klien secara tepat setelah 2 kali pertemuan.
Diagnosa Keperawatan 4 :
Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan proses pikir.
Tujuan umum :
Klien dapat mengontrol halusinasinya.
TUK 1 : Klien dapat mengenal akan wahamnya.
Intervensi :
1. Adakan kontrak sering dan singkat.
Gunakan teknik komunikasi terapeutik.
Pertahankan konsistensi perawat yang bertugas.
2. Jangan membantah atau menyangkal keyakinan pasien.
Rasional :
Hal ini mendorong untuk menyampaikan rasa empati, mengembangkan rasa percaya dan akhirnya
mendorong klien untuk mendiskusikannya. Untuk memudahkan rasa percaya dan kemampuan untuk
mengerti akan tindakan dan komunikasi pasien membantah atau menyangkal tidak akan bermanfaat apa
apa.
Evaluasi :
Klien dapat mengenal akan wahamnya setelah mendapat penjelasan dari perawat dalam 4 x
pertemuan.
TUK 2 : Klien dapat mengendalikan wahamnya.
Intervensi :
1. Bantu klien untuk mengungkapkan anansietas, takut atau tidak aman.
2. Focus dan kuatkan pada orang orang yang nyata, ingatan tentang pikiran irasional. Bicarakan
kejadian kejadian dan orang orang yang nyata.
3. Diskusikan cara untuk mencegah waham, contoh percaya pada orang lain, belajar akan kenyataan,
bicara dengan orang lain, yakin akan dirinya bahwa tidak ada yang akan mengerti perasaannya bila tidak
cerita dengan orang lain.
Rasional :
1. Ungkapkan perasaan secara verbal dalam lingkungan yang tidak terancam akan mendorong klien
untuk mengungkapkan perasaannya yang mungkin sudah terpendam.
2. Diskusikan yang berfokus pada ide ide yang salah tidak akan mencapai tujuan dan mungkin buat
psikosisnya lebih buruk jika pasien dapat belajar untuk menghentikan ansietas yang meningkat, pikiran
waham dapat dicegah.
Evaluasi :
Klien dapat mengendalikan wahamnya dengan bantuan perawat dengan menggunakan cara yang efektif
dalam 4 x pertemuan.

TUK 3 : Klien dapat mengevaluasi dirinya.


Intervensi :
1. Bantu klien mengidentifikasi kegiatan atau keinginan yang berhasil dicapainya.
2. Kaji bagaimana perasaan klien dengan keberhasilan.
3. Bicarakan kegagalan yang pernah dialami klien dan sebab sebab kegagalan
4. Kaji bagaimana respon klien terhadap kegagalan tersebut dan cara mengatasi
5. Jelaskan pada klien bahwa kegagalan yang dialami dapat menjadi pelajaran untuk mengatasi kesulitan
yang mungkin terjadi di masa yang akan datang.
Rasional :
1. Mengingatkan klien bahwa ia tidak selalu gagal.
2. Memberi kesempatan klien untuk menilai dirinya sendiri
3. Mengetahui koping yang selama ini digunakan oleh klien
4. Memberikan kekuatan pada klien bahwa kegagalan itu bukan merupakan akhir dari suatu usaha.
Evaluasi :
1. Klien dapat menyebutkan keberhasilan yang pernah dialami setelah 1 x pertemuan.
2. Klien dapat menyebutkan kegagalan yang pernah dialami setelah 4 x pertemuan.
TUK 4 : Klien dapat membuat rencana yang realistis.
Intervensi :
1. Bantu klien memuaskan tujuan yang ingin dicapainya.
2. Diskusikan dengan klien tujuan yang ingin dicapai dengan kemampuan klien.
3. Bantu klien untuk memilih prioritas tujuan yang mungkin dapat dicapainya.
4. Beri kesempatan klien untuk melakukan kegiatan yang telah dipilih.
5. Tunjukkan keterampilan yang telah dicapai klien.
6. Ikutsertakan klien dalam kegiatan aktivitas kelompok.
Rasional :
1. Agar klien dapat tetap realistis dengan kemampuan yang dimiliki.
2. Mempertahankan klien agar tetap realistis.
3. Agar prioritas yang dipilih sesuai dengan kemampuan.
4. Menghargai keputusan yang telah dipilih klien.
5. Memberi penghargaan atas keberhasilan yang telah dicapai.
6. Memberikan kesempatan klien di dalam kelompok mengembangkan kemampuannya.
Diagnosa Keperawatan 5 :
Perubahan proses pikir berhubungan dengan harga diri rendah kronis.

Tujuan umum :
Klien mampu berhubungan dengan orang lain tanpa merasa rendah diri.
TUK 1 : Klien dapat memperluas kesadaran diri
Intervensi :
1. Diskusikan dengan klien kelebihan yang dimilikinya
2. Diskusikan kelemahan yang dimiliki klien
3. Beritahu klien bahwa manusia tidak ada yang sempurna, semua memiliki kelebihan dan kekurangan.
4. Beritahu klien bahwa kekurangan bisa ditutup dengan kelebihan yang dimiliki.
5. Beritahukan klien bahwa ada hikmah di balik kekurangan yang dimiliki
Rasional :
1. Mengidentifikasi hal hal positif yang masih dimiliki klien
2. Mengingatkan klien bahwa klien manusia biasa yang mempunyai kekurangan
3. Menghadirkan harapan pada klien
4. Agar klien tidak merasa putus asa
Evaluasi :
1. Klien dapat menyebutkan kemampuan yang ada pada dirinya setelah 1 x pertemuan

2. Klien dapat menyebutkan kelemahan yang dimiliki dan tidak menjadi halangan untuk mencapai
keberhasilan
TUK 2 : Klien dapat menyelidiki dirinya
Intervensi :
1. Diskusikan dengan klien ideal dirinya, apa rencana selama di RS, rencana klien setelah pulang dan
apa cita cita yang ingin dicapai
2. Bantu klien mengembangkan antara keinginan dan kemampuan yang dimilikinya
3. Beri kesempatan pada klien untuk berhasil
4. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai
Rasional :
1. Untuk mengetahui sampai dimana realistis dan harapan pasien.
2. Membantu klien untuk membentuk harapan yang realistis
3. Meningkatkan rasa percaya diri klien
4. Memberi penghargaan terhadap perilaku yang positif
Evaluasi :
Klien dapat menyebutkan cita cita dan harapan yang sesuai dengan kemampuannya setelah 1 x
pertemuan.
Diagnosa Keperawatan 6 :
Defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas.
Tujuan umum :
Klien dapat melakukan perawatan diri
TUK 1 : Klien mengetahui keuntungan melakukan perawatan diri
Intervensi :
1. Diskusikan tentang keuntungan melakukan perawatan diri
2. Dorong klien untuk menyebutkan kembali keuntungan dalam melakukan perawatan diri
3. Beri pujian terhadap kemampuan klien dalam menyebutkan keuntungan melakukan perawatan diri
Rasional :
1. Untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang perlunya perawatan diri
2. Untuk mengetahui tingkat pemahaman klien tentang informasi yang telah diberikan
3. Reinforcement posisitf dapat menyenangkan hati pasien

Evaluasi :
Klien dapat menyebutkan keuntungan dari melakukan perawatan diri seperti memelihara kesehatan
dan memberi rasa nyaman dan segar.
TUK 2 : Klien mengetahui kerugian jika tidak melakukan perawatan diri
Intervensi :
1. Diskusikan tentang kerugian tidak melakukan perawatan diri
2. Beri pujian terhadap kemampuan klien dalam menyebutkan kerugian tidak melakukan perawatan diri.
Rasional :
1. Untuk meningkatkan kemampuan pengetahuan klien tentang perlunya perawatan diri.
2. Reinforcement positif untuk menyenangkan hati klien.
Evaluasi :
Klien dapat menyebutkan kerugian dari tidak melakukan perawatan diri seperti terkena penyakit, sulit
mendapat teman.
TUK 3 : Klien berminat melakukan perawatan diri
Intervensi :
1. Dorong dan bantu klien dalam melakukan perawatan diri
2. Beri pujian atas keberhasilan klien melakukan perawatan diri
Rasional :

1. Untuk meningkatkan minat klien dalam melakukan perawatan diri


2. Reinforcement positif dapat menyenangkan hati klien dan meningkatkan minat klien untuk melakukan
perawatan diri.
Evaluasi :
Klien melakukan perawatan diri seperti : mandi memakai sabun 2 x sehari, menggosok gigi dan mencuci
rambut, memotong kuku.

BAB III
TINJAUAN KASUS
HALUSINASI PENDENGARAN

Jenis : Perawatan Komunitas


Tgl Pengkajian : 16 Januari 2008 19 Januari 2008
I. Identitas Klien
Nama : Tn. T
Umur : 28 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Gadut Kec. Tilatang Kamang Kab. Agam
Suku : Minang
Status : Belum Kawin
Pendidikan : Eks. SMP
Informan : Klien dan Keluarga Klien
Tgl. Pengkajian : 16 Januari 2008 19 Januari 2008
Penanggung Jawab : Tn. P
Hubungan : Ayah Kandung
Pekerjaan : Swasta
II. Faktor Predisposisi
Berdasarkan pengkajian yang dilakukan tanggal 16 Januari 2008, didapat bahwa:
1. Orang tua klien mengatakan bahwa klien pernah berobat dan sempat dirawat di RSJ Puti Bungsu pada
tahun 2003
2. Pengobatan klien sebelumnya tidak berhasil karena klien putus obat.
MK = Regiment Therapeutik tidak efektif.
3. Klien mengatakan tidak pernah mengalami trauma.
4. Klien mengatakan anggota keluarganya tidak ada yang menderita penyakit yang sama dengan klien.
5. Klien mengatakan pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan yaitu ketika klien kelas 2 SMA,
orang tua klien bercerai dan klien tidak menerima.
MK = Berduka disfungsional
III. Pemeriksaan Fisik
TD : 120/90
Nadi : 84x/i
Suhu : 36,2oC
BB : 65 Kg
TB : 170 cm
Pernafasan : 22x/i
Keluhan Fisik : Setelah dilakukan observasi pada klien, didapat bahwa tidak terdapat keluhan fisik.
IV. Psikososial
1. Genogram

Ket:
: Klien
: Laki-laki
: Perempuan
: Suami istri
: Cerai
: Tinggal serumah
Klien merupakan anak pertama dari 3 bersaudara. Klien tinggal bersama ayah dan kedua saudaranya
sejak kelas 2 SMA karena ayah dan ibu klien bercerai. Klien paling dekat dengan ayah klien dan yang
membuat keputusan di rumah adalah ayah klien.
2. Konsep diri
a. Citra tubuh
Klien mengatakan tubuhnya biasa-biasa saja dan klien menyukai semua bagian tubuhnya.
b. Peran
Di rumah klien berperan sebagai anak.
c. Ideal diri
Klien ingin ingin punya pacar.
d. Harga diri
Klien mengatakan kalau pacarnya selalu menghinanya jelek dan bau dan klien merasa terhina karena
pacar klien meninggalkannya. Karena alasan klien jelek dan buruk.
MK = Gangguan harga diri rendah/
3. Hubungan sosial
a. Orang yang berarti bagi klien adalah pacar klien
b. Klien mengatakan tidak mau bergaul dengan orang lain dan tidak pernah mengikuti kegiatan
masyarakat.
c. Hambatan dalam berhubungan orang lain klien tidak suka berbicara dengan orang lain
MK : Kerusakan integrisa sosial : menarik diri
4. Spritual
Klien adalah penganut agama Islam dan mengakui bahwa Tuhan Maha Esa itu ada.
V. Status Mental
1. Penampilan
Penampilan klien kurang rapi tetapi pemilihan pakaian klien sesuai.
2. Pembicaraan
Awal pengkajian klien bisa menjawab pertanyaan dengan baik tetapi lebih dari 5 menit jawaban klien
mulai inkoheren yaitu jawaban tidak sesuai dengan pertanyaan.
MK = Kerusakan komunikasi verbal
3. Aktifitas motorik
Klien dapat melakukan aktivitas seperti makan, mandi, membersihkan ruangan dan pada saat
berinteraksi dengan perawat, klien tampak tenang.
4. Alam perasaan
Klien tampak gembira berlebihan dan klien merasa ada suara yang mengajaknya bercanda yang
membuatnya tertawa sendiri.
MK = Gangguan isi fikir
5. Afek
Klien tampak senang jika membicarakan pacar-pacarnya tapi klien tampak marah mengingat ayah dan
ibunya yang bercerai.

6. Interaksi selama wawancara


Interaksi klien selama wawancara tidak kooperatir jika sudah lebih dari 3 menit, kontak mata terlihat
bahagia berlebihan tanpa sebab.
7. Persepsi
Klien mengatakan bahwa ia sering mendengar suara-suara wanita yang mengejeknya bau dan jelek.
Suara itu muncul ketika klien sedang sendiri dan bermenung, kadang dalam sehari suara-suara itu
datang 2 kali yang membuat klien bicara-bicara sendiri melawan suara itu dan membuat klien menarik diri
karena klien merasa malu karena ejekan suara itu. Dan dilain kesempatan muncul juga suara-suara
wanita yang merayu dan memuji-muji klien. Suara ini lebih sering datang dari suara yang mengejek klien
dan jika klien mendengar suara ini klien tertawa-tertawa sendiri.
8. Isi fikir
Klien mengangu ia adalah artis terkenal yang selalu di kelilingi wanita-wanita cantik yang memujanya.
Setiap bertemu dengan perawat klien mengatakan kalau dia artis internasional yang dikatakan berulangulang walaupun sudah diberi bantahan.
9. Tingkat kesadaran
Klien tampak bingung dan sering lupa terhadap waktu, tempat, orang,
10. Memori
Klien susah untuk mengingat memori jangka panjang.
11. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Klien dapat berhitung tapi agak susah untuk berkonsentrasi karena ada suara wanita yang
mengganggunya.
12. Kemampuan penilaian
Klien tidak bisa mengambil kemampuan sederhana tanpa bantuan dan instruksi dari orang lain.
13. Daya titik diri
Klien mengikari penyakit yang dideritanya.
VI. Mekanisme Koping
Klien mengatakan kalau ada masalah klien tidak mau mengatakan kepada orang lain. Klien lebih memilih
diam.
MK = Koping individu tidak efektif.
VII. Masalah Psikososial
Klien mengatakan di rumah tidak suka berinteraksi dengan keluarga karena merasa kecewa sejak orang
tua bercerai.
VIII. Pengetahuan
Klien menyatakan ia tidak tahu tentang penyakitnya, faktor prisipitasi, predisposisi, pengobatan serta cara
mengatasinya.
MK = Kurang pengetahuan
IX. Aspek Medik
Klien dapat therapy
- Haloperidol 3 x 1.5 mg
- Chiorpromazine 1 x 100 mg
- KBZ 3 x 100 mg
X. Analisa Data
No Analisa Data Masalah Keperawatan
DS:
- Keluarga mengatakan sebelum masuk RS klien gelisah, marah-marah, mengamuk, melempar kaca
rumah.
DO :
- Di rumah klien suka mengamuk dan marah-marah
DS:
- Klien mengatakan sudah 2 kali masuk RSJ.

DO :
- Dari data klien dirawat untuk kedua kalinya
DS:
- Klien mengatakan kalau klien kecewa sekali waktu orang tuanya bercerai
DO :
- Klien tampak sedih jika dibahas tentang ayah dan ibunya
DS:
- Klien mengatakan kalau ada suara-suara mengejeknya bau.
DO :
- Kadang tampak klien menyendiri putus asa
DS:
- Klien mengatakan tidak mau bergaul dengan orang lain dan tidak suka berbicara dengan orang lain
DO :
- Klien tampak sering sendiri dan kurang mau bicara dengan temannya
DS:
- Klien sering mendengar suara wanita yang mengejeknya bau dan kadang-kadang suara bidadari yang
memanggil dan merayunya.
DO :
- Klien sering tampak tertawa sendiri.
DS:
- Klien mengatakan waktu ada masalah tidak mau bilang ke orang lain
DO :
- Klien suka diam
DS:
- Klien mengatakan sering terbangun malam karena suara-suara yang memanggilnya
DO :
- Klien tampak mengantuk pada pagi hari

DS:
- Klien mengatakan ingin jadi artis terkenal dan selalu dikelilingi wanita cantik
DO :
- Klien sering mengakukalau dia artis luar negeri
Resiko mencederai orang lain, diri sendiri dan lingkunga
Regimen terapeutik tidak efektif.
Berduka disfungsional
Gangguan konsep diri =
Harga diri rendah
Kerusakan interaksi sosial dan menarik diri
Gangguan sensoris persepsi = Halusinasi pendengaran
Koping individu in efektif
Gangguan pola tidur
Waham kebesaran

XI. Daftar Masalah Keperawatan


1. Resiko mencedarai orang lain, diri sendiri dan lingkungan
2. Regimen therapeutik in efektif
3. Berduka disfungsional
4. Gangguan konsep diri = HDR
5. Kerusakan interaksi sosial = menarik diri
6. Perubahan sensori persepsi = halusinasi pandangan

7. Koping individu in efektif


8. Gangguan pola tidur
XII. Pohon Masalah
XIII. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan b/d perubahan sensori persepsi : halusinasi
pendengaran.
2. Perubahan sensori persepsi : halusinasi pendengaran b/d kerusakan
Interaksi sosial : menarik diri
3. Gangguan pola tidur b/d halusinasi pendengaran
4. Perubahan sensori persepsi : halusinasi pendengaran b/d regiment therapeutik in efektif.
5. Gangguan interaksi sosial : menarik diri b/d HDR
6. Gangguan konsep diri HDR b/d berduka disfungsional
7. Gangguan konsep diri HDR b/d koping individu in efektif
8. Waham kebesaran b/d gangguan konsep diri: HDR
ASUHAN KEPERAWATAN
No Hari/Tgl Dx Kep. Tujuan dan KH Intervensi Rasional
1
21/1-2008 Resiko mencederai diri sendiri dan orang lain b/d halusinasi pendengaran.
Tujuan umum:
Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
TUK :
1. Klien dapat mengadakan hubungan saling percaya dengan perawat.
KH :
Klien dapat mengungkap kan perasaanya dan keadaannya sekarang secara verbal.
2. Klien dapat mengontrol halusinasinya
KH :
Klien dapat menyebutkan tentan g persepsi, penyebab akibat dari halusinasi dan situasi halusinai, waktu
frekuensi, perasaan jika muncul halusinasi dan mengatasinya.
3. Klien dapat mengontrol halusinasinya
KH :
Klien dapat menyebabkan cara mengontrol halusinasi dan tindakan yang digunakan bila sedang datang
halusinasi
4. Diharapkan keluarga dapat mengontrol halusinasi klien, dapat merawat klien di rumah
5. Klien mampu menyebutkan tentang jenis obat, manfaat, efek samping, dan cara menggunakan obat
untuk mengendalikan halusinasinya.
1. Bina hubungan saling percaya
2. Ciptakanlah lingkungan yang hangat dan bersahabat
3. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkap kan perasaannya
4. Beri pujian atas keberhasilan klien membina hubungan saling percaya
1. Lakukan kontak sesering mungkin.
2. Observasi perilaku verbal dan non verbal yang b/d halusinasi
3. Identitas bersama klien tentang waktu munculnya halusinasi
4. Dorongan klien untuk mengungkapkan perasannya ketika halusinasi muncul.
5. Diskusikan dengan klien hal-hal apa yang bisa untuk mengatasi halusinasi
6. Evaluasi kemampuan klien untuk mengenal halusinasinya.
7. Evaluasi pujian atas tindakan klien dengan positif.
1. Identifikasi bersama klien tindakan yang dilakukan jika halusinasi datang.
2. Beri pujian terhadap tindakan yang positif
3. Diskusikan dengan klien cara mengontrol halusinasi

4. Bersama klien rencanakan kegiatan mencegah terjadinya halusinasi


5. Dorongan klien untuk melakukan hal-hal untuk mencegah timbulnya halusinasi
1. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga
2. Kaji perubahan keluarga tentang halusinasi dan tindakan yang dilakukan dalam merawat klien
3. Diskusikan bersama klien saat berkunjung ke rumah sakit tentang halusinasi dan merawat klien di
rumah
4. Berikan pujian kepada klien terhadap tindakan yang tepat
1. Diskusikan dengan klien tentang jenis obat, manfaat, efek samping, cara menggunakan obat untuk
mengendalikan halusinasi.
2. Bantu klien untuk memastikan bahwa obat sudah diminum sesuai program
3. Observasi tanda dan gejala yang b/d efek samping anak
4. Berikan pujian atas tindakan yang (+) yang dilakukan klien b/d obat.
1. Hubungan saling percaya dan prinsip therapeutik antara perawat dan klien
2. Klien merasa dihargai dan timbul keyakinan untuk berkomunikasi
3. Ungkapan yang diterima sebagai bukti bahwa klien mulai percaya kepada perawat
4. Dengan memberi pujian membuat klien merasa dihargai

1. Untuk mengurangi kontak klien dengan halusinasinya.


2. Dapat merencanakan tindakan yang efektif untuk mencegah halusinasinya
3. Dapat diketahui bahwa halusinasi dapat mempengaruhi perasaan klien untuk melakukan tindakan mal
adaptif
4. Dapat mengetahui suasana perasaan klien saat halusinasi datang
5. Klien dapat mengenal halusinasi pada dirinya
6. Mengetahui pemahaman klien terhadap halusinasinya
7. Meningkatkan harga diri klien.

1. Untuk mengatasi halusinasi


2. Untuk meningkatkan harga diri klien
3. Memudahkan klien untuk memilih cara mengontrol halusinasi
4. Membantu mengurangi halusinasi yang dialami klien
5. Merupakan cara untuk mengendalikan halusinasi
1. Hubungan saling percaya antara perawat dan keluarga sebagai dasar interaksi therapeutik
2. Mengetahui sejauh mana pengetahuan klien terhadap halusinasi
3. Dengan informasi yang diberikan diharapkan klien mampu melakukan perawatan klien halusinasi di
rumah
4. Pujian yang diberikan dapat meningkatkan semangat keluarga untuk melakukan hal-hal yang (+)
1. Klien mengetahui obat yang digunakan untuk mengendalikan halusinasi
2. Obat yang digunakan sesuai dengan program yang dianjurkan dapat memberikan efek yang lebih
sempurna.
3. Setiap anak mempunyai efek samping mengendalikan pola yang berbeda.
4. Menguatkan harga diri klien.

DAFTAR PUSTAKA
Budiana keliat (1999). Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta, EGC
Cook & Fountaine (1987). Essentials mental health nursing. Addison-wesley publishing Company.
Rasmun (2001). Keperawatan kesehatan mental psikiatri terintegrasi dengan keluarga. Jakarta : Fajar
Interpratama
Stuart & Sudden (1988). Buku saku keperawatan jiwa
Towsend, Mary C (1998). Diagnosa keperawatan pada keperawatan psikiatri
Kaplan & Sadock (1998). Ilmu kedokteran jiwa darurat. Jakarta : Widya Medika
Diposkan oleh bells di 06:14
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook

S-ar putea să vă placă și

  • UU RI No.23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan
    UU RI No.23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan
    Document23 pagini
    UU RI No.23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan
    Library
    Încă nu există evaluări
  • LP Keluarga Dengan DM
    LP Keluarga Dengan DM
    Document26 pagini
    LP Keluarga Dengan DM
    Muhamad Miftahudin
    Încă nu există evaluări
  • Tema Lansia
    Tema Lansia
    Document3 pagini
    Tema Lansia
    Muhamad Miftahudin
    Încă nu există evaluări
  • Rencana Kerja
    Rencana Kerja
    Document2 pagini
    Rencana Kerja
    Muhamad Miftahudin
    Încă nu există evaluări
  • Konsep Belajar
    Konsep Belajar
    Document10 pagini
    Konsep Belajar
    Muhamad Miftahudin
    Încă nu există evaluări
  • Bahan Ajar Asuhan Kebidanan I
    Bahan Ajar Asuhan Kebidanan I
    Document19 pagini
    Bahan Ajar Asuhan Kebidanan I
    Muhamad Miftahudin
    Încă nu există evaluări
  • Askep KLG Vidya
    Askep KLG Vidya
    Document14 pagini
    Askep KLG Vidya
    Muhamad Miftahudin
    Încă nu există evaluări
  • Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan
    Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan
    Document64 pagini
    Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan
    yoeyoe
    89% (9)
  • OBESITAS, Faktor Penyebab Dan Bentuk-Bentuk Terapinya
    OBESITAS, Faktor Penyebab Dan Bentuk-Bentuk Terapinya
    Document13 pagini
    OBESITAS, Faktor Penyebab Dan Bentuk-Bentuk Terapinya
    Bit Komunitas
    Încă nu există evaluări
  • Peran Remaja Dalam Permasalahan Hiv Dan Napza
    Peran Remaja Dalam Permasalahan Hiv Dan Napza
    Document1 pagină
    Peran Remaja Dalam Permasalahan Hiv Dan Napza
    Muhamad Miftahudin
    Încă nu există evaluări
  • Bab 2
    Bab 2
    Document35 pagini
    Bab 2
    Muhamad Miftahudin
    Încă nu există evaluări
  • Astiti
    Astiti
    Document3 pagini
    Astiti
    Muhamad Miftahudin
    Încă nu există evaluări
  • Bab 1
    Bab 1
    Document2 pagini
    Bab 1
    Muhamad Miftahudin
    Încă nu există evaluări
  • Konsep Keluarga
    Konsep Keluarga
    Document4 pagini
    Konsep Keluarga
    Muhamad Miftahudin
    Încă nu există evaluări
  • Andri
    Andri
    Document8 pagini
    Andri
    Muhamad Miftahudin
    Încă nu există evaluări
  • Bab 1
    Bab 1
    Document6 pagini
    Bab 1
    Muhamad Miftahudin
    Încă nu există evaluări
  • Materi Penyuluhan
    Materi Penyuluhan
    Document4 pagini
    Materi Penyuluhan
    Muhamad Miftahudin
    Încă nu există evaluări
  • Lusa Tali Pusat
    Lusa Tali Pusat
    Document2 pagini
    Lusa Tali Pusat
    Muhamad Miftahudin
    Încă nu există evaluări
  • Nakita
    Nakita
    Document2 pagini
    Nakita
    Muhamad Miftahudin
    Încă nu există evaluări
  • Tali Pusat 2
    Tali Pusat 2
    Document2 pagini
    Tali Pusat 2
    Muhamad Miftahudin
    Încă nu există evaluări
  • Askeb 1
    Askeb 1
    Document7 pagini
    Askeb 1
    Nanang Hidayatulloh
    Încă nu există evaluări
  • Ghita
    Ghita
    Document2 pagini
    Ghita
    Muhamad Miftahudin
    Încă nu există evaluări
  • Belinda Infeksi
    Belinda Infeksi
    Document9 pagini
    Belinda Infeksi
    Muhamad Miftahudin
    Încă nu există evaluări
  • Aisyah 2
    Aisyah 2
    Document16 pagini
    Aisyah 2
    Muhamad Miftahudin
    Încă nu există evaluări
  • Fungsi Tali Pusat (Bobak + Sodikin)
    Fungsi Tali Pusat (Bobak + Sodikin)
    Document3 pagini
    Fungsi Tali Pusat (Bobak + Sodikin)
    Muhamad Miftahudin
    Încă nu există evaluări
  • Umi Latifahbuka Pas
    Umi Latifahbuka Pas
    Document28 pagini
    Umi Latifahbuka Pas
    Muhamad Miftahudin
    Încă nu există evaluări
  • Jurnal
    Jurnal
    Document7 pagini
    Jurnal
    Muhamad Miftahudin
    Încă nu există evaluări
  • Sesar
    Sesar
    Document1 pagină
    Sesar
    Muhamad Miftahudin
    Încă nu există evaluări
  • 39 159 1 PB
    39 159 1 PB
    Document5 pagini
    39 159 1 PB
    Santhi Octaviani
    Încă nu există evaluări
  • Jenis Jenis Operasi Sectio Caesarea
    Jenis Jenis Operasi Sectio Caesarea
    Document2 pagini
    Jenis Jenis Operasi Sectio Caesarea
    Muhamad Miftahudin
    Încă nu există evaluări
  • De la Everand
    Încă nu există evaluări
  • De la Everand
    Încă nu există evaluări