Sunteți pe pagina 1din 8

Acute Respiratory Distress Syndrome

Oscar Wiradi Putera


102011404 / A6
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731
puteraoscar@yahoo.co.id

Pendahuluan
Sejak perang dunia I, banyak pasien tanpa kelainan pada paru, sepsis dan kondisi
lainnya menyebabkan terjadinya gagal nafas, infiltrate yang difus pada rontgen paru dan
kegagalan pernafasan (terkadang setelah selang waktu beberapa jam ataupun hari) yang
ditemukan.
Pada tahun 1967 Ashbaugh dan kawan-kawannya mempublikasikan artikel yang
menggambarkan karekteristik klinis 12 pasien yang mengalami gagal nafas akut. Tidak
satupun dari pasien tersebut yang menderita penyakit saluran nafas sebelumnya. Gagal nafas
pada pasien-pasien tersebut ternyata terjadi akibat adanya penyakit serius lainnya, misalnya
trauma yang berat, pankreatitis, dan penyalahgunaan obat. Gejala Klinis dan perubahan
fisiologis yang terjadi ternyata menyerupai perubahan-perubahan yang terjadi pada neonatus
yang mengalami gagal nafas akibat Infant Respiratory Distress Syndrome. Berdasarkan hal
itu pada pasien-pasien tersebut diberikan istilah Respiratory Distress Syndrome pada orang
dewasa. Sejak saat itu terminology tersebut dijadikan terminology yang baku dan disebut
sebagai adult respiratory distress syndrome (ARDS)/syndrome gagal nafas pada orang
dewasa. Dalam klinik istilah ARDS digunakan untuk pasien-pasien yang mengalami edema
paru akut yang tidak disebabkan oleh kelainan jantung.Sindrom distress respirasi dewasa
(ARDS) adalah bentuk khusus kegagalan pernafasan yang ditandai dengan hipoksemia yang
jelas dan tidak dapat diatasi dengan penangganan konvensional. Sindrom ini dikenal dengan
banyak nama lainnya (shock lung, wet lung, adult hyaline membrane disease, stiff lung
syndrome). Diperkirakan ada 150.000 orang yang menderita ARDS tiap tahunnya, dan
tingkat mortalitasnya 50 %.

Pembahasan
Skenario
Seorang laki-laki berusia 30 tahun dibawa oleh keluarganya ke RS UKRIDA karena sesak
nafas.Dia baru saja dievakuasi dari lokasi kebakaran
Anamnesis
Yang

perlu

ditanyakan

pada

keluarga

pasien

adalah

identitas

pasien

(nama,usia,pekerjaan,alamat),riwayat penyakit sekarang,riwayat penyakit dahulu dan riwayat


penyakit keluarga
Pemeriksaan Fisik
Dari hasil pemeriksaan fisik pasien didapatkan tekanan darah 120/80 mmHg,pernafasan
32x/menit,suhu tubuh 38,3oC,nadi 80x/menit dan didapatkan ronki basah halus pada seluruh
lapang paru
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada Acute Respiratory Distress Syndrome
antara lain complete blood count,rontgen thorax,analisa gas darah dan tekanan O2 dan CO2
paru untuk mengetahui apakah ada septik,asidosis,gambaran foto thorax dan hypoxia1

Gambaran Rontgen Paru pada ARDS

Epidemiologi
Institusi kesehatan nasional memperkirakan pada tahun 1942 terdapat 150 ribu kasus baru
dari ARDS pertahunnya di Amerika Serikat, dengan insiden sebesar 75 kasus per
100.000/tahun. Insiden ARDS sangat sulit untuk ditentukan keakuratannya karena perubahan
dari definisi, kegagalan untuk mendapatkan data yang komplit dan keragu-raguan tentang
populasi yang benar. Dari beberapa kemungkinan studi Kohort yang baru-baru ini ditemukan
lebih banyak peningkatan kecepatan tingkat insidensi, yaitu berubah dari 1,53,5
kasus/100.000/tahun di Pulau Kanari menjadi 4,88,3 kasus/100.000/tahun di Negara Utah.
Studi lain menemukan insiden 4,5 dan 3,0 per 100.000/tahun di U. Kingdom dan di Berlin.
Insiden ARDS ini berubah-ubah tergantung dari kriteria diagnosis yang digunakan
untuk definisi yang diberikan, sebagai penyakit yang mendasari menjadi suatu faktor resiko.
Perkiraan insiden ARDS di Amerika Serikat setiap tahunnya setelah dijumlahkan mendekati
150 ribu kasus baru pertahunnya. Dalam penelitian oleh Fowler dkk insiden ini bervariasi
dari 2% (yaitu pada pasien post coronary arteri baypass atau pasien terbakar) menjadi 36%
(yaitu pada Gastric broncho aspirasi). Dalam penelitian Kohort yang serupa, Pepe dkk
menemukan bahwa insiden ARDS berkisar dari 8% (pada pasien dengan multipel fraktur)
menjadi 38% (pada pasien dengan sepsis)2
Etiologi
ARDS terjadi jika paru-paru terkena cedera baik secara langsung maupun tidak
langsung. Berdasarkan mekanisme patogenesisnya maka penyakit dasar yang menyebabkan
sindrom ini dapat dibagi menjadi 2 kelompok :
1. Penyakit yang langsung mengenai paru-paru
Aspirasi asam lambung
Tenggelam
Kontusio paru
Infeksi paru yang difus
Inhalasi gas toksik
Keracunan oksigen
2. Penyakit yang tidak langsung mengenai paru-paru
Sepsis
3

Pankreatitis akut
Trauma multipel
Penyalahgunaan obat
Renjatan hipovolemik
Transfusi berlebihan
Pasca transplantasi paru
Pasca operasi pintas jantung-paru.
Patogenesis
Masih belum jelas diketahui mengapa ARDS yang mempunyai sebab bermacam-macam dapat
menjadi sindrom klinis dan patofisiologi yang sama. (4) Sindrom gagal nafas pada orang dewasa
selalu berhubungan dengan dengan penambahan cairan dalam paru dan merupakan suatu edema
paru yang berbeda dengan edema paru akibat kelainan jantung oleh karena tidak adanya
peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru. Mula-mula terjadi kerusakan membran kapiler
alveoli, kemudian terjadi peningkatan permeabilitas endotel kapiler paru dan epitel alveoli yang
menyebabkan edema alveoli dan interstitial.
Penyelidikan dengan mikroskop elektron menunjukkan pembatas udara-darah terdiri dari
pneumosit tipe I (sel-sel penyokong) dan pneumosti tipe II (sumber surfaktan) bersama-sama
dengan membran basalis dari sisi alveolar; pembatas tersebut bersinggungan dengan membran
basalis kapiler dan sel-sel endotel. Selain itu alveolus juga memiliki sel-sel jaringan pengikat
yang bekerja sebagai pembantu dan pengatur volume. Membran kapiler alveolar dalam keadaan
normal tidak mudah ditembus partikel-partikel. Tetapi dengan adanya cedera, maka terjadi
perubahan pada permeabilitasnya, sehingga dapat dilalui cairan, sel darah merah dan protein
darah. Mula-mula cairan akan berkumpul pada interstitium dan jika melebihi kapasitas
interstitium, cairan akan berkumpul di rongga alveoli , sehingga mengakibatkan ateletaksis
kongestif.
Mekanisme yang pasti kerusakan endotel pada sindrome gagal nafas pada orang dewasa
belum diketahui, walaupun telah dibuktikan adanya peran beberapa sitokin. Adanya faktor
pencetus misalnya toksin kuman akan merangsang neutrofil dan makrofag untuk memproduksi
TNF dan IL-1. Sitokin ini selanjutnya akan menyebabkan adhesi neutrofil dan merangsang
makrofag untuk kembali memproduksi TNF dan IL-1 serta mediator toksik lainnya oksigen
radikal bebas, protease, metabolit arakidonat, dan platelet activating factor. Adhesi granulosit
4

neutrofil selanjutnya akan merusak sel endotel dengan cara melepaskan protease sehingga dapat
menghancurkan struktur protein seperti kolagen, elastin, fibronektin, serta menyebabkan
proteolisis plasma dalam sirkulasi. Beberapa hal yang menyokong peran granulosit dalam proses
timbulnya sindrom gagal nafas adalah adanya granulositopenia yang berat pada binatang
percobaan yang disebabkan berkumpulnya granulosit dalam paru-paru.
Pada keadaan normal, paru mempunyai mekanisme proteksi untuk melindungi sel-sel
parenkim paru karena adanya antiprotease dan antioksidan dalam bentuk glutation. Pada sindrom
gagal nafas ini didapatkan adanya defisiensi glugation serta hambatan aktivitas antiprotease.
Biopsi paru pasien sindrom gagal nafas pada orang dewasa menunjukkan adanya pengumpulan
granulosit secara tidak normal teraktivasi tersebut akan melepaskan enzim proteolitik seperti
elastase, kolagenase dan juga oksigen radikal yang dapat menghambat aktivitas antiprotease
paru.3
Manefestasi Klinik
Manifestasi klinis sindrom gagal nafas akut bervariasi tergantung dari penyebab.
Penyebab yang paling penting adalah sepsis oleh kuman gram negatif, trauma berat, operasi besar,
trauma kardiovaskuler, pneumonia karena virus influenza dan kelebihan dosis narkotik. Yang khas
adalah adanya masa laten antara timbulnya faktor predisposisi dengan timbulnya gejala klinis
sindrom gagal nafas selama sekitar 18-24 jam. Gejala klinis yang paling menonjol adalah sesak
napas,napas cepat, batuk kering, ketidaknyamanan retrosternal dan gelisah. Pasien yang memiliki
keadaan yang lebih berat dari gagal nafas bisa terjadi sianosis.
Pada saluran nafas orang dewasa didapatkan trias gejala yang penting yaitu hipoksia,
hipotensi dan hiperventilasi. Pada tahap berikutnya sesak nafas bertambah, sianosis menjadi lebih
berat dan mudah tersinggung.4
Penatalaksanaan
Mortalitas sindrom gagal napas pada orang dewasa tinggi yaitu mencapai 50% dan tidak
tergantung pada pengobatan yang diberikan. Karena itu pencegahan terhadap timbulnya ARDS
sangat penting dan faktor-faktor predisposisi seperti sepsis, peneumoni aspirasi dan pengenalan
diri terhadap ARDS perlu diperhatikan dengan baik. Pengobatan dalam masa laten lebih mungkin
berhasil daripada sudah timbul gejala sindrom gagal nafas.
Tujuan pengobatan adalah sama walaupun etiologinya berbeda yaitu mengembangkan
alveoli secara optimal untuk mempertahankan gas darah arteri untuk oksigenasi jaringan yang
adekuat, keseimbangan asam basa dan sirkulasi dari tingkat yang dapat ditoleransi sampai
5

membran alveoli utuh kembali. Pemberian cairan harus hati-hati, terutama kalau sindroma gagal
nafas disertai kelainan fungsi ginjal dan sirkulasi, sebab dengan adanya kenaikan permeabilitas
kapiler paru, cairan dari sirkulasi merembes ke jaringan interstitial dan memperberat edema paru.
Cairan diberikan cukup untuk mempertahankan sirkulasi yang adekuat (denyut jantung yang tidak
cepat, ekstremitas hangat dan diuresis yang baik) tanpa menimbulkan edema atau memperberat
edema paru.
Pemberian albumin tidak terbukti efektif pada ARDS, sebab pada kelainan permeabilitas
yang luas albumin akan ikut masuk ke ruang ekstravaskular.5
Secara umum obat-obat yang diberikan dapat dibagi menjadi 2 kategori yaitu :
1. Obat untuk menekan proses inflamasi
Kortikosteroid
Saat ini efek steroid masih dalam penelitian dan penggunaan secara rutin tidak dianjurkan
kecuali bila ada indikasi yang spesifik yang berkaitan dengan penyakit dasarnya. Steroid dapat
mengurangi pembentukan kolagen dan meningkatkan penghancuran kolagen sehingga
penggunaannya mungkin bermanfaat untuk mencegah fibrosis paru pada pasien yang bertahan
hidup. Kortikosteroid biasanya diberikan dalam dosis besar, lebih disukai metilprednisolon 30
mg/kg berat badan secara intravena setiap 6 jam.
Protaglandin E1
Obat ini mempunyai efek vasodilator dan antiinflamasi serta antiagregasi trombosit. Sebanyak
95% PGE1 akan dimetabolisme di paru sehingga bersifat selektif terhadap pembuluh darah paru
dengan efek sistemik yang minimal. Pemberian secara aerosol dilaporkan dapat memperbaiki
proses ventilasi perfusi karena menyebabkan dilatasi pembuluh darah pada daerah paru yang
ventilasinya masih baik. Walaupun demikian penggunaan PGE1 dalam klinis masih memerlukan
penelitian lebih lanjut.
Kotekonazol
Dapat menghambat sintesis tromboksan dan leukotrien dan pada sejumlah kecil kasus dapat
bermanfaat untuk pencegahan pada pasien yang mengalami sepsis akibat trauma multipel.
Anti endotoksin dan antisitokinin
Antibodi terhadap endotoksin dan sitokin akhir-akhir ini sedang diteliti. Sejauh ini
penggunaan secara rutin obat-obat ini masih belum dianjurkan.
6

2. Obat untuk memperbaiki kelainan faal paru :


Amil nitrit
Dapat diberikan intravena untuk memperbaiki proses ventilasi perfusi dengan cara
meningkatkan refleks pembuluh darah paru akibat hipoksia. Perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut untuk mengetahui efek tersebut.
Oksida nitrit
Pemberian secara inhalasi dalam dosis rendah akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah
paru secara selektif khususnya pada daerah paru dengan ventilasi yang masih baik. efek oksida
nitrit ini diharapkan dapat mengurangi pirau intrapulmonal, memperbaiki proses ventilasi-perfusi
sehingga akan meningkatkan oksigen arteri pulmonalis. Sayangnya hingga saat ini belum ada data
yang menunjukkan prognosis pada pasien yang mendapatkan oksida nitrit
Antibiotik
Karena angka kejadian sepsis tinggi pada pasien yang mengalami ARDS maka dianjurkan
untuk diberikan sejak awal antibiotik yang berspektrum luas, hingga didapatkan adanya sumber
infeksi yang jelas serta adanya hasil kultur.
Ventilasi mekanis dilakukan kalau timbul hiperkapnia, kalau pasien lelah dan tidak dapat
lagi mengatasi beban kerja nafas atau timbulnya renjatan. Tujuan ventilasi mekanis adalah
mengurangi kerja nafas, memperbaiki oksigenasi arterial, dengan pemakaian O2 yang non toksik.
Pemberian tekanan positif akhir ekspirasi (PEEP) dengan respirator volume merupakan
langkah besar dalam penanganan ARDS. PEEP membantu memperbaiki sindrom distress
pernafasan dengan mengembangkan daerah yang sebelumnya mengalami ateletaksis dari kapiler.
Keuntungan lain dari PEEP adalah alat ini memungkinkan pasien untuk mendapatkan FiO 2 dalam
konsentrasi yang lebih rendah. Hal ini penting karena pada satu segi FiO 2 yang tinggi umumnya
diperlukan untuk mencapai PaO2 dalam kadar minimal, dan pada segi lain oksigen konsentrasi
tinggi bersifat toksik terhadap paru-paru dan menyebabkan ARDS. Efek dari PEEP adalah
memperbaiki tekanan oksigen arterial dan memungkinkan penurunan FiO2. Bahaya yang mungkin
terjadi dalam penggunaan PEEP adalah pneumothoraks dan terganggunya curah jantung karena
tekanan yang tinggi. Perhatian dan pemantauan yang ketat ditujukan untuk mencapai PEEP
terbaik yaitu ventilasi pada tekanan akhir ekspirasi yang menghasilkan daya kembang paru
terbaik dan penurunan PaO2 dan curah jantung yang minimal.

Karena penimbunan cairan pada paru-paru merupakan masalah, maka pembatasan cairan
dan terapi diuretik merupakan tindakan lain yang penting dalam penanganan ARDS. Antibiotik
yang tepat diberikan untuk mengatasi infeksi. Meskipun penggunaan kortikosteroid masih
kontroversial, tetapi banyak pusat kesehatan menggunakan kortikosteroid dalam penanganan
ARDS walaupun manfaatnya masih belum jelas diketahui.
Komplikasi
Infeksi paru dan abdomen merupakan komplikasi yang sering dijumpai. Adanya edema paru,
hipoksia alveoli, penurunan surfaktan akan menurunkan daya tahan paru terhadap infeksi.
Prognosis
Mortalitas rata-rata sekitar 50-60%. Mortalitas sekitar 40% didapatkan pada pasien dengan gagal
nafas saja, sedangkan pada pasien dengan sepsis atau adanya kegagalan organ utama didapatkan
mortalitas sekitar 70-80% dan bahkan bisa sampai 90% kalau sindrom gagal nafas amat berat.
Pada pasien yang bertahan hidup, umumnya fungsi paru akan kembali setelah berbulan-bulan,
namun harapan tersebut sangat kecil karena pasien yang menderita ARDS akan mengalami
kerusakan paru yang permanen dengan infeksi dan fibrosis.
Daftar Pustaka
1.Russel J.Acute Respiratory Distress Syndrome.Jakarta:ECG;2010
2.Matalon S.Acute Respiratory Medical Indication.Jakarta:EGC;2008
3.Lena M.Severe Acute Respiratory Distress Syndrome.Jakarta:EGC;2011
4.Gullo A.Perioperative and Critical Care Medicine.Jakarta:EGC;2005
5.Andrew M.Thurlbecks Pathology of The Lung.Jakarta:EGC;2006

S-ar putea să vă placă și