Sunteți pe pagina 1din 37

BAB 1

PENDAHULUAN

Congestive heart failure (CHF) atau gagal jantung kongestif


merupakan suatu sindroma klinis yang dapat terjadi akibat gangguan
fungsional atau struktural jantung sehingga kemampuan ventrikel untuk
terisi atau memompa darah terganggu.1
Diperkirakan bahwa 5,3 juta warga Amerika saat ini memiliki
gagal jantung kronik dan setidaknya ada 550.000 kasus gagal jantung baru
didiagnosis setiap tahunnya. Berdasarkan data dari WHO (2012), dari
sekitar 56 juta orang yang meninggal di tahun 2012, ada sebanyak 17,5
juta orang yang meninggal karena gangguan kardiovaskuler. 2
Di Indonesia belum ada data epidemiologi untuk gagal jantung,
namun pada Survei Kesehatan Nasional 2003 dikatakan bahwa penyakit
sistem sirkulasi merupakan penyebab kematian utama di Indonesia
(26,4%) dan pada Profil kesehatan Indonesia 2003 disebutkan bahwa
penyakit jantung berada di urutan ke-delapan (2,8%) pada 10 penyakit
penyebab kematian terbanyak di rumah sakit di Indonesia. 2
Penyakit gagal jantung itu sendiri bisa disebabkan oleh banyak
hal, diantaranya penyakit jantung koroner, diabetes mellitus, hipertensi,
penyakit jantung kongenital, penyakit pulmonal kronis dan beberapa
gangguan valvuler.2 Penyebab gagal jantung kongestif di negara-negara
industrial adalah kardiomiopati iskemik manakala di negara-negara
berkembang, penyebab utama gagal jantung kongestif adalah kardiomipati
valvular.1

BAB 2
1

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Gagal Jantung
2.1.1. Definisi
Gagal jantung merupakan kelainan dari struktur jantung atau fungsi
jantung yang mengakibatkan gagalnya jantung untuk memompa darah ke
jaringan untuk memenuhi kebutuhan oksigen atau jantung hanya dapat
memopa darah ke jaringan jika tekanan pengisian jantung meningkat
diatas normal.3Gagal jantung biasanya disertai dengan simptom sesak
napas dan

mudah lelah serta adanya edema dan ronki basah. Gagal

jantung dapat dihasilkan dari berbagai kondisi jantung dengan adanya


penurunan kemampuan pompa jantung.4
2.1.2. Epidemiologi
Diperkirakan pada tahun 1983 kejadian Congestive Heart Failure
(CHF) di Amerika sekitar 214.000 pada laki-laki dan 184.000 pada wanita.
Perhitungan prevalensi sekitar 2,3 juta orang dengan adanya peningkatan
yang nyata pada penambahan usia dan laki-laki lebih banyak terkena
dibanding wanita. 90% pasien CHF memiliki hipertensi sistemik atau
penyakit arteri koroner, atau keduanya. Adanya diabetes mellitus
meningkatkan resiko CHF disetiap usia.3
Diperkirakan terdapat sekitar 2,3 juta orang mengidap gagal
jantung di seluruh dunia. American Heart Association memperkirakan
terdapat sekitar 4,7 juta orang menderita gagal jantung di Amerika sekitar
pada tahun 2000 dan dilaporkan terdapat 550.000 kasus baru setiap tahun.
Prevalensi gagal jantung di Eropa dan Amerika sekitar kira-kira 1-2%.
Insidensi dan prevalensi gagal jantung meningkat secara dramatis sesuai
dengan peningkatan umur. Studi Framingham menunjukkan peningkatan
prevalensi gagal jantung, mulai 0,8% untuk orang berusia 50-59 hingga
2,3% untuk orang dengan usia 60-69 tahun. Gagal jantung merupakan
2

diagnosa utama pada pasien dirumah sakit dengan untuk usia lebih dari 65
tahun pada tahun 1993.3

2.1.3. Etiologi
Tabel 2.1. Penyebab Gagal Jantung Kiri
Gangguan Kontraktilitas
Infark Myocardium
Transient Myocardial Ischemia
Beban volume : regurgitasi katup (mitral atau aorta)
Kardiomiopati dilatasi
Peningkatan afterload (beban tekanan)
Hipertensi sistemik
Obstruksi aliran : stenosis aorta
Obstruksi pengisian ventrikel kiri
Stenosis mitral
Konstriksi pericardial atau tamponade
Gangguan relaksasi ventrikel
Hipertrofi ventrikel kiri
Kardiomiopati hipertrofi
Kardiomiopati restriktif

Sumber : Sah, R.V., Fifer, M.A., 2011. Heart Failure. In : Lilly, L.S., ed.
Pathophysiology of Heart Disease. 5th ed. Philadelphia : Lippincott
William & Wilkins.3

Tabel 2.2. Penyebab Gagal Jantung Kanan


Penyebab jantung
Gagal jantung kiri
Stenosis katup pulmonal
Infark ventrikel kanan
Penyakit parenkim paru
Penyakit paru obstruksi kronis
Penyakit paru interstisial
Adult respiratory distress syndrome
Infeksi paru kronis atau bronkiektasis
Penyakit vascular paru
Emboli paru
Hipertensi pulmonal primer

Sumber : Sah, R.V., Fifer, M.A., 2011. Heart Failure. In : Lilly, L.S., ed.
Pathophysiology of Heart Disease. 5th ed. Philadelphia : Lippincott
William & Wilkins.
2.1.4. Patofisiologi
Gagal jantung kronis merupakan hasil dari variasi yang luas dari
gangguan-gangguan kardio vaskular. Etiologinya dapat dibagi kedalam grup (1)
gangguan kontraktilitas ventrikel, (2) afterload yang meningkat, (3) gangguan
relaksasi ventrikel dan pengisian ventrikel. Gagal jantung yang diakibatkan oleh
gangguan dari pengosongan ventrikel (dikarenakan gangguan kontraktilitas atau
tingginya afterload) disebut kegagalan sistolik dan gagal jantung yang
diakibatkan oleh gangguan relaksasi ventrikel atau pengisian ventrikel disebut
kegagalan diastolik.3
Impaired Contractility

Afterload
(Chronic Pressure

Coronary artery disease


Myocardial Infarction
Transient myocardial
ischemia

Overload)
Advanced aortic stenosis

Chronic volume overload


MR
AR

Uncontrolled severe

Dilated Cardiomyopathies

hypertension

Reduced Ejection Fraction


(Systolic Dysfunction)

Heart Failure

Preserved ejection fraction


(Diastolic Dysfunction)

Impaired Diastolic filling


Left Ventricular Hypertrophy
Restrictive Cardiomyopathy
Myocardial fibrosis
Transient Myocardial Ischemia

Gagal jantung merupakan manifestasi akhir dari kebanyakan


Pericardial contriction or

penyakit jantung. Pada gangguan fungsitamponade


sistolik, kapasitas ventrikel untuk
memompa darah terganggu karena gangguan kontraktilitas otot jantung
yang dapat disebabkan oleh rusaknya miosit, abnormalitas fungsi miosit
Sumber : Sah, R.V., Fifer, M.A., 2011. Heart Failure. In : Lilly, L.S., ed. Pathophysiology of
atau fibrosis, serta akibat pressure overload yang menyebabkan resistensi
Heart Disease. 5th ed. Philadelphia : Lippincott William & Wilkins.
atau tahanan alian sehingga stroke volume menjadi berkurang. Sementara
itu, gangguan fungsi diastolik terjadi akibat gangguan relaksasi miokard,
dengan kekakuan dinding ventrikel dan berkurangnya compliance
5

ventrikel kiri menyebabkan gangguan pada pengisian ventrikel saat


diastolik.5
Penyebab tersering disfungsi diastolik adalah penyakit jantung koroner,
hipertensi dengan hipertropi ventrikel kiri dan kardiomiopati hipertropi.
Beberapa mekanisme kompensasi alami akan terjadi pada pasien gagal
jantung sebagai respon terhadap menurunnya curah jantung serta untuk
membantu mempertahankan tekanan darah yang cukup untuk memastikan
perfusi organ yang cukup.5

Mekanisme Frank-Starling dan Hipertrofi ventrikel


Frank starling

>>
Ventrikuler

Stroke

end-diastolic

volume<

>> Atrial
Pressure

<
Hypertrophy

>>
ventrikuler
mass

Sumber : Sah, R.V., Fifer, M.A., 2011. Heart Failure. In : Lilly, L.S., ed.
Pathophysiology of Heart Disease. 5th ed. Philadelphia : Lippincott
William & Wilkins.
Penurunan stroke volume mengakibatkan pengosongan ruang yang tidak
sempurna sewaktu jantung berkontraksi, sehingga volume darah yang
menumpuk dalam ventrikel semasa diastol lebih tinggi dibantingkan
normal. Hal ini bekerja sebagai mekanisme kompensasi karena kenaikan
beban awal (volume akhir diastolik) merangsang stroke volume yang lebih
besar dari pada kontraksi berikutnya yang membantu mengosongkan
ventrikel kiri yang membesar.3,5
Pada gagal jantung, stress pada dinding ventrikel bisa meningkat, baik
akibat dilatasi atau beban akhir yang tinggi. Peninggian stress terhadap
dinding ventrikel yang terus menerus merangsang pertumbuhan hipertropi
ventrikel dan kenaikan masa ventrikel. Peningkatan ketebalan dinding
6

ventrikel adalah suatu mekanisme kompensasi yang berfungsi untuk


mengurangi

stress dinding, dan peningkatan

masa

serabut otot

membantumemelihara kekuatan kontraksi ventrikel.4,5

Perubahan Neurohumoral
Perubahan neurohumoral pada awal gagal jantung merupakan
respon

yang

menguntungkan,

namun

selanjutnya

menyebabkan

perburukan pada gagal jantung. Respon ini menghasilkan beberapa


perubahan hemodinamik, seperti vasokrontriksi dan retensi volume air.
Selain itu, respon ini juga menyebabkan reaksi inflamasi dan berpengaruh
pada perkembangan waktu menurut kompensasinya. Aktivasi reaksi
neurohumoral di mulai dari aktivitas sistem saraf simpatis.3,5,6

Sistem saraf simpatis


Meningkatnya pengeluaran katekolamin oleh adrenergic cardiac
nerve dan medulla adrenalin memperkuat kontraktilitas miokard, bersama
aktivitas

RAAS

dan

sistem

neurohumoral

lain

dimaksudkan

mempertahankan tekanan arteri dan perfusi terhadap organ vital. Sistem


saraf otonom sangat penting dalam pengaturan denyut jantung, kontraksi
miokard, capitance dan resistence mengontrol cardiac output, distribusi
aliran darah dan tekanan arterial.4,5,6
Pada permulaan gagal jantung (ringan) aktivitas sistem adrenergik
dapat mempertahankan cardiac output dengan cara meningkatkan
kontraktilitas dan kenaikan denyut jantung, dengan gagal jantung lebih
berat terjadi vasokontriksi akibat sistem simpatis dan pengaruh angiotensin
II untuk mempertahankan tekanan dan redistribusi cardiac output, pada
gagal jantung yang makin berat (NYHA kelas IV) terjadi peningkatan
afterload yang berlebihan akibat vasokontriksi akibatnya penurunan stroke
volume dan cardiac output.3,5,6

Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron (RAAS)


7

Akibat cardiac output menurun pada gagal jantung terjadi


peningkatan sekresi renin merangsang terbentuknya angiotensin II.
Aktivasi

sistem

Renin-Angiotensin-Aldosteron

dimaksudkan

mempertahankan cairan, keseimbangan elektrolit, tekanan darah yang


cukup.
2.1.5. Klasifikasi
Gagal jantung di klasifikasikan berdasarkan jenis dan tingkat
kelainan untuk mencapai terapi. Pengklasifikasian juga diperlukan untuk
membantu memantau respon pengobatan. Berbagai klasifikasi gagal
jantung ditentukan berdasarkan patofisiologi, gejala dan

kapasitas

aktifitas. Berikut klasifikasi gagal jantung :


Tabel 2.3. Klasifikasi gagal jantung menurut New York Heart Association8
NYHA Class I

Tidak
aktifitas

ada
fisik

menimbulkan
NYHA Class II

keterbatasan
biasa
lelah,

tidak
jantung

berdebar-debar ataupun sesak


nafas.
Sedikit

keterbatasan

aktifitas

fisik : merasa nyaman ketika


istirahat tetapi aktivitas fisik
biasa sudah menimbulkan lelah,
jantung

berdebar-debar

dan

sesak nafas.
NYHA Class III

Keterbatasan yang nyata pada


aktifitas fisik : merasa nyaman
ketika istirahat tetapi simptom
akan muncul begitu ada aktifitas
fisik yang lebih ringan dari
biasa.

NYHA Class IV

Rasa tidak nyaman setiap kali


8

melakukan aktifitas fisik apapun


: gejala HF sudah tampak ketika
istirahat
nyaman

dan

semakin

ketika

tidak

melakukan

aktifitas listrik.

Tabel 2.4. Klasifikasi gagal jantung menurut kelainan struktural jantung


Stadium A

Memiliki risiko tinggi untuk berkembang menjadi gagal


jantung. Tidak terdapat gangguan struktural ataupun
fugsional jantung, tidak terdapat tanda atau gejala

Stadium B

Telah terbentuk penyakit struktur jantung yang


berhubungan dengan perkembangan gagal jantung, tidak
terdapat tanda atau gejala

Stadium C

Gagal jantung yang simptomatik berhubungan dengan


penyakit struktural jantung yang mendasari

Stadium D

Penyakit jantung struktural lanjut serta gejala gagal


jantung yang sangat bermakna saat istirahat walaupun
sudah mendapat terapi medis maksimal (refrakter)

2.1.6. Manifestasi Klinis


Gejala utama yang sering dijumpai pada gagal jantung adalah cepat
lelah dan sesak napas. Pada permulaan gagal jantung, sesak dijumpai pada
saat beraktivitas, tetapi seiring perjalanan penyakit, sesak muncul saat
aktivitas ringan dan bahkan saat aktivitas.6
Tabel 2.4. Gejala klinis gagal jantung
Gejala
Tipikal
Sesak nafas
Ortopneu
Paroxysmal nocturnal dyspnoe
Toleransi aktifitas yang berkurang
Cepat lelah
Bengkak di pergelangan kaki
Kurang tipikal
Batuk dimalam atau dini hari
mengi
Berat badan bertambah

Tanda
Spesifik
Peningkatan TVJ
Refluks hepatojugular
Suara jantung S3
Apex jantung bergeser ke lateral
Bising jantung
Kurang spesifik
Edema perifer
Krepitasi pulmonal
Suara pekak dibasal paru pada
10

>2kg/minggu
Berat badan turun (gagal jantung

perkusi
Takikardia

stadium lanjut)
Perasaan kembung atau begah
Nafsu makan menurun
Perasaan bingung( terutama pasien

Nadi irreguler
Nafas cepat
Hepatomegali

usia lanjut)
Depresi
Jantung berdebar debar
pingsan

Ascites
Kaheksia

Sesak pada gagal jantung memiliki banyak faktor, tetapi yang paling
penting adalah kongesti pulmonal dan akumulasi cairan di interstisial atau
intraalveolar. Faktor lain yang menyebabkan sesak saat aktivitas adalah
adanya penurunan pengembangan paru, meningkatnya resistensi saluran
napas, kelelahan otot pernapasan, dan anemia. Gejala lain yang sering
terjadi pada gagal jantung adalah :
a. Orthopnea
Orthopnea merupakan sesak saat terjadi perubahan posisi. Ini disebabkan
karena redistribusi cairan dari sirkulasi splanknik dan ektremitas bawah ke
sirkulsi sentral saat perubahan posisi, dengan terjadi peningkatan tekanan
kapiler pulmonal. Batuk saat malam sering dijumpai. Orthopnea biasanya
mereda jika duduk dengan tegak atau penambahan bantal.6
b. Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND)
Ini merupakan episode akut dari sesak dan batuk yang muncul saat malam
hari sehingga pasien terbangun dari tidur. PND bisa bermanifestasi sebagai
batuk atau mengi, ini karena terjadi peningkatan tekanan di arteri
bronkialis karena kompresi saluran napas serta terjadi edema yang
menyebabkan resistensi saluran napas meningkat.6
c. Respirasi Cheyne-Stokes
Berkaitan dengan penurunan curah jantung. Disebabkan karena penurunan
sensitivitas dari pusat respirasi terhadap PCO2. Terdapat fase apneu saat
PO2 menurun dan PCO2 meningkat. Perubahan ini menyebabkan depresi
pusat respirasi menyebabkan hipervetilasi dan hipokapnia, diikuti periode
apnea rekuren.6
11

d. Gejala lain
Dapat berupa gejala saluran pencernaan berupa anoreksia, mual, dan cepat
kenyang yang disebabkan karena kongesti hati.6

Untuk penegakan diagnosis gagal jantung, dikenal adanya kriteria


Framingham yang terdiri atas kriteria mayor dan minor yaitu :
Tabel 2.5 Kriteria Framingham dalam menegakkan gagal jantung yaitu
berupa criteria mayor dan minor

Kriteria Mayor
Paroxymal Nocturnal
Dyspnea
Distensi Vena Leher
Ronki
Kardiomegali
Edema paru akut
S3 Gallop
Peningkatan TVJ
Refluks hepatojugular

Kriteria Minor
Edema Ekstremitas
Batuk malam hari
Sesak saat beraktivitas
Hepatomegali
Efusi pleura
Penurunan kapasitas vital 1/3
dari normal
Takikardi > 120 x/i

12

Kriteria ini ditegakkan jika ada 2 gejala mayor atau 1 gejala


mayor dan 2 gejala minor yang harus ada pada saat yang bersamaan.6

2.1.7. Pemeriksaan Fisik


a. Penampilan umum dan vital signs
Pada gagal jantung yang ringan atau moderat, pasien tidak terlihat sesak
saatistirahat, tetapi merasa tidak nyaman jika dalam posisi berbaring, dan
sesak. Tekanan darah sistole dapat tinggi atau normal pada awalnya.
Vasokonstriksi perifer menyebabkan ektremitas bawah dingin dan
sianosis bibir serta kuku yang disebabkan aktvitas adrenergik yang
berlebihan.5
b. Vena jugularis
Terjadi peningkatan Tekanan Vena Jugularis.5
c. Pemeriksaan fisik paru
Dijumpai ronki basah karena transudasi cairan dari intravaskular ke
alveoli. Dapat juga dijumpai pada kedua lapangan paru dan disertai
dengan mengi saat ekspirasi (asma kardiak). Efusi pleura juga dapat
terjadi karena peningkatan tekanan kapiler pulmonal dan transudasi
cairan ke pleura.5
d. Pemeriksaan jantung
Terjadi kardiomegali, terdengarnya suara S3 dan dapat diraba pada apeks.5
e. Abdomen dan ekstremitas
Terjadi hepatomegali, asites, terkadang dapat dijumpai jaundice karena
gangguan fungsi hati akibat kongesti dan hipoksia hepatoselular. Edema
perifer yang biasanya simetris.5

2.1.8. Diagnosis
a. Laboratorium rutin

13

Darah rutin, elektrolit, blood urea nitrogen, kreatinin serum, enzim hati,
dan urinalisis.5
b. Elektrokardiogram
Melihat bagaimana ritmenya, apakah ada pembesaran atau hipertorfi
ventirikel kiri.5
c. Foto toraks
Pada pemeriksaan foto toraks dapat ditemukan adanya pembesaran siluet
jantung

(cardio thoraxic ratio> 50%), gambaran kongesti vena

pulmonalis terutama di zona atas pada tahap awal, bila tekanan vena
pulmonal lebih dari 20 mmHg dapat timbul gambaran cairan pada fisura
horizontal dan garis Kerley B pada sudut kostofrenikus. Bila tekanan
lebih dari 25 mmHg didapatkan gambaran batwing pada lapangan paru
yang menunjukkan adanya edema paru bermakna.Dapat pula tampak
gambaan efusi pleura bilateral, tetapi bila unilateral, yang lebih banyak
terkena adalah bagian kanan.5
d. Biomarker

e. Echocardiography
Ekokardiografi merupakan pemeriksaan non-invasif yang sangat berguna
pada gagal jantung. Ekokardiografi dapat menunjukkan gambaran
obyektif mengenai struktur dan fungsi jantung. Penderita yang perlu
dilakukan ekokardiografi adalah semua pasien dengan tanda gagal
jantung, susah bernafas yang berhubungan dengan murmur, sesak yang
berhubungan dengan fibrilasi atrium, serta penderita dengan risiko
disfungsi ventrikel kiri (infark miokard anterior, hipertensi tidak
terkontrol, atau aritmia). Ekokardiografi dapat mengindentifikasi
gangguan fungsi sistolik, fungsi diastolik, mengetahui adanya gangguan
katup, serta mengetahui risiko emboli.5
14

Kriteria mayor atau minor dengan diikuti adanya penurunan berat badan
4,5 kg dalam 5 hari pengobatan.Berdasarkan gejala dan penemuan klinis,
diagnosis gagal jantung dapat ditegakkan bila pada pasien didapatkan
paling sedikit 1 kriteria mayor + 2 kriteria minor dari kriteria
Framingham.

2.1.9. Penatalaksanaan

Terapi Farmakologi

1. Terapi Diuretik
Diberikan untuk memacu eksresi natrium dan air melalui ginjal.
Penggunaan harus hati hati karena efek samping hiponatremia dan
hipokalemia. Pemberian diuretik seperti furosemide (40- 80 mg) secara IV.
6

2. Penghambat ACE
Penghambat ACE bermanfaat untuk menekan aktivasi neurohormonal, dan
pada gagal jantung yang disebabkan disfungsi sistolik ventrikel kiri. 6
3. Penyekat Reseptor Beta
Penyekat reseptor beta bermanfaat sama seperti penghambat ACE.
Penyekat reseptor beta yang digunakan biasanya adalah carvedilol,
bisoprolol atau metoprolol dan digunakan bersama penghambat ACE dan
diuretik. 6
4. Mineralocorticoid Receptor Antagonist
Mineralocorticoid Receptor Antagonist bermanfaat untuk menghambat
aldosteron pada tingkat reseptor. Mineralocorticoid yang biasa digunakan
adalah Spironolactone, Eplerenone

15

5. Glikosida Jantung
Digitalis,

meningkatkan

memperlambat

frekuensi

kekuatan
jantung.

kontraksi
Efek

yang

otot

jantung

dihasilkan

dan
adalah

peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena dan volume darah,


serta peningkatan diuresis dan mengurangi edema. Preparat digitalis
seperti digoxin 0,5 mg secara IV atau IM terutama bila sudah ada
takikardia supraventrikular.6
6. Antikoagulan dan Antiplatelet.
Aspirin diindikasikan untuk pencegahan emboli serebral pada penderita
dengan fibrilasi atrial dengan fungsi ventrikel yang buruk. Antikoagulan
perlu diberikan pada fibrilasi atrial kronis maupun dengan riwayat emboli,
trombosis dan transient ischemic attacks, trombus intrakardiak dan
aneurisma ventrikel. 6

Terapi Non Farmakologi


Anjuran umum6:

1. Edukasi: terangkan hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan.


2. Aktivitas sosial dan pekerjaan diusahakan dapat dilakukan seperti biasa.
3. Sesuaikan kemampuan fisik dengan profesi yang masih bisa dilakukan
4. Gagal jantung berat harus menghindari penerbangan panjang.
Tindakan umum6:
1. Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 gram pada gagal jantung ringan
dan 1 gram pada gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter pada gagal
jantung berat dan 1,5 liter pada gagal jantung ringan.
2. Hentikan rokok.
3. Aktivitas fisik (latihan jasmani: jalan 3-5 kali/minggu selama 20-30menit
atau sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit dengan beban 70-80%
4.

denyut jantung maksimal pada gagal jantung ringan dan sedang).


Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan eksaserbasi akut.

16

17

2.2 Penyakit Jantung Koroner


2.2.1. Definisi
Coronary Artery Disease (CAD) atau dikenal juga dengan Coronary
Heart Disease (CHD)/Penyakit Jantung Koroner (PJK) didefinisikan
sebagai penyakit jantung dan pembuluh darah yang disebabkan karena
penyempitan arteri koroner. Penyempitan tersebut dapat disebabkan antara
lain aterosklerosis, berbagai jenis arteritis, emboli koronaria, dan spasme.
Oleh karena aterosklerosis merupakan penyebab terbanyak (99%), maka
pembahasan tentang PJK pada umumnya terbatas pada penyebab
tersebut(8,9,11,17,18).
Arterosklerosis pada dasarnya merupakan suatu kelainan yang terdiri atas
pembentukan fibrolipid dalam bentuk plak-plak yang menonjol atau
penebalan yang disebut ateroma yang terdapat di dalam tunika intima dan
pada bagian dalam tunika media. Proses ini dapat terjadi pada seluruh
arteri, tetapi yang paling sering adalah pada left anterior descendent arteri
coronaria, proximal arteri renalis dan bifurcatio carotis(18).
2.2.2. Epidemiologi
Saat ini penyakit jantung merupakan penyebab kematian nomor satu
di dunia. Pada tahun 1999 sedikitnya 55,9 juta atau setara dengan 30,3%
kematian di seluruh dunia disebabkan oleh penyakit jantung. Menurut
Badan Kesehatan Dunia (WHO), 60% dari seluruh penyebab kematian
penyakit jantung adalah penyakit jantung koroner (PJK)(11). Di Amerika
Serikat diperkirakan 13,7 juta penduduk mengalami PJK, termasuk di
18

dalamnya 7,2 juta penduduk mengalami infark miokard. Pada kelompok


usia lebih dari 30 tahun, 213 dari 100.000 individu mengalami PJK. The
Centers of Disease Control and Prevention memperkirakan harapan hidup
orang Amerika akan meningkat 7 tahun jika PJK dan komplikasinya
dieradikasi(19).
Di Indonesia, penyakit jantung juga cenderung meningkat sebagai
penyebab kematian. Data survei kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun
1996 menunjukkan bahwa proporsi penyakit ini meningkat dari tahun ke
tahun sebagai penyebab kematian yaitu urutan ke-11 (1972), menjadi
urutan ke-3 (1986) dan menjadi penyebab kematian utama pada tahun
1992, 1995 dan 2001. Tahun 1975 kematian akibat penyakit jantung hanya
5,9%, tahun 1981 meningkat sampai dengan 9,1%, tahun 1986 melonjak
menjadi 16% dan tahun 1995 meningkat menjadi 19%. Sensus nasional
tahun 2001 menunjukkan bahwa kematian karena penyakit kardiovaskuler
termasuk

penyakit

jantung

koroner

adalah

sebesar

26,4%(11,20).

Literatur lain menyebutkan, juga berdasarkan survei kesehatan rumah


tangga, angka kematian karena penyakit kardiovaskular semakin
meningkat di Indonesia. Pada tahun 1980 menduduki urutan ketiga (9,9%),
tahun 1986 urutan kedua (9,7%) dan tahun 1992 telah menduduki urutan
pertama sebagai penyebab kematian bagi penduduk usia lebih dari 45
tahun yaitu sebanyak 16,4%. Pada SKRT tahun 1995, proporsi penyakit
sistem sirkulasi ini meningkat cukup pesat dan pada tahun 2009 akan tetap
menduduki urutan pertama sebagai sebab kematian di Indonesia(12).
2.2.3. Faktor Resiko
Faktor risiko untuk penyakit jantung koroner tidak dipublikasikan
secara formal sampai dilakukannya penelitian pendahuluan
oleh Framingham Heart Study di awal tahun 1960(21). Framingham Heart
Study berpendapat bahwa PJK bukanlah penyakit manusia lanjut usia
19

(manula) atau nasib buruk yang tidak dapat dihindari. Dalam hubungan ini
dikenal adanya Faktor Risiko PJK, yaitu kondisi yang berkaitan dengan
meningkatnya risiko timbulnya PJK. Faktor risiko tersebut diantaranya
adalah tekanan darah, merokok, lipid, diabetes mellitus, obesitas, dan
riwayat keluarga dengan penyakit jantung(11).

Referensi lain meyebutkan bahwa faktor risiko terjadinya PJK dibagi


menjadi faktor risiko konvensional, faktor risiko yang dapat dimodifikasi
dan faktor risiko non-tradisional.

A. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi:


a. Usia >45 tahun pada laki-laki dan usia >55 tahun pada wanita
b. Suku bangsa
c. Riwayat penyakit jantung keluarga
B. Faktor yang dapat dimodifikasi:
a. Merokok
b. Hiperkolesterolemia
c. Obesitas
d. Hipertensi
e. Diabetes Mellitus
f. Inaktivitas fisik
g. Gangguan stress mental dan depresi
h. Sindroma metabolik
C. Faktor resiko novel atau non-tradisional:

20

Peningkatan faktor yang berikut dikatakan merupakan faktor resiko


CAD:
a. C-reactive protein
b. Lipoprotein(a)
c. Homocysteine
d. Partikel LDL-C yang berukuran kecil dan padat
e. Fibrinogen
D. Berbagai kondisi medis yang berkontribusi kepada insidensi CAD :
a. End stage renal disease (ESRD)
b. Penyakit inflamatori kronis yang mempengaruhi jaringan ikat (eg,
lupus, rheumatoid artritis)
c. infeksi

human immunodeficiency virus (HIV) (acquired

immunodeficiency syndrome [AIDS] dan highly active antiretroviral


therapy [HAART]
d. Xanthelasmata
E. Yang berikut juga dianggap sebagai faktor resiko CAD:
a. Tissue plasminogen activator (tPA)
b. Kadar testosterone serum yang rendah
c. Histerektomi
d. Kekurangan tidur
Gambar berikut merupakan perbandingan biomarker faktor risiko
tradisional dan non-tradisional untuk PJK. Pada gambar tampak daftar
biomarker nontradisional berkembang lebih banyak daripada faktor risiko
tradisional (standar) untuk memprediksi kejadian kardiovaskular di masa
depan, namun tidak lebih berat jika dibandingkan faktor risiko tradisional
21

dan hanya ditambahkan pada pasien dengan faktor risiko moderat sampai
standar(21).

Gambar 4 Perbandingan antara faktor resiko tradisional dan nontradisional untuk PJK21

22

2.2.4 Patogenesis
1. Patogenesis plak aterosklerosis
Struktur arteri koroner jantung yang sehat terdiri atas 3 lapisan, yaitu
intima, media dan adventitia. Intima merupakan lapisan monolayer sel-sel
endotel yang menyelimuti lumen arteri bagian dalam. Sel-sel endotel
menutupi seluruh bagian dalam sistem vaskular hampir seluas 700 m 2 dan
dengan berat 1,5 kg. Sel endotel memiliki berbagai fungsi, diantaranya
menyediakan lapisan nontrombogenik dengan menutupi permukaannya
dengan sulfat heparan dan melalui produksi derivat prostaglandin seperti
prostasiklin yang merupakan suatu vasodilator poten dan penghambat
agregasi platelet(22). Rusaknya lapisan endotel akan memicu terjadinya
aterosklerosis

sebagaimana

yang

akan

dijelaskan

kemudian.

Gambar 5 Struktur normal arteri23

Ada beberapa hipotesis yang menerangkan tentang proses terbentuknya


aterosklerosis, seperti monoclonal hypothesis, lipogenic hypothesis, dan
response to injury hypothesis. Namun yang banyak diperbincangkan
23

adalah

response

to

injury

hypothesis

sebagai

berikut(18,24):

a. Stage A: Endothelial injure


Endotelial yang intak dan licin berfungsi sebagai barrier yang menjamin
aliran darah koroner lancar. Faktor risiko yang dimiliki pasien akan
memudahkan masuknya lipoprotein densitas rendah yang teroksidasi
maupun makrofag ke dalam dinding arteri. Interaksi antara endotelial
injure dengan platelet, monosit dan jaringan ikat (collagen), menyebabkan
terjadinya penempelan platelet (platelet adherence) dan agregasi trombosit
(trombosit agregation).
b. Stage B: Fatty Streak Formation.
Pembentukan fatty streak merupakan pengendapan kolesterol-kolesterol
yang telah dioksidasi dan makrofag di bawah endothelium arteri. Low
Density Lipoprotein (LDL) dalam darah akan menyerang endotel dan
dioksidasi oleh radikal-radikal bebas pada permukaan endotel. Lesi ini
mulai tumbuh pada masa kanak-kanak, makroskopik berbentuk bercak
berwarna kekuningan, yang terdiri dari sel-sel yang disebut foam cells.
Sel-sel ini ialah sel-sel otot polos dan makrofag yang mengandung lipid,
terutama dalam bentuk ester cholesterol.
c. Stage C: Fibrosis Plaque Formation
Formasi plak fibrosis terdiri atas inti atau central cholesterol dan tutup
jaringan ikat (cap fibrous). Formasi ini memberikan dua gambaran tipe
yaitu Stable fibrous plaque dan Unstable fibrous plaque.

24

Gambar 6: Patogenesis Aterosklerosis23


2.2.5. Klasifikasi CAD
Pada patogenesis aterosklerosis telah dijelaskan bahwa di akhir
pembentukannya dalam lumen arteri, dapat bersifat sebagai plak yang
stabil
atau plak vulnerable (tak stabil). Oleh karena itu penyakit jantung koroner
memberikan dua manifestasi klinis penting yaitu Angina Pektoris Stabil
dan Sindrom Koroner Akut(18).
1. Angina Pektoris Stabil
Angina Pektoris adalah rasa nyeri yang timbul karena iskemia
miokardium(25).

Iskemia

miokardium

merupakan

hasil

dari

ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan oksigen


25

miokard(25). Iskemia miokard dapat disebabkan oleh stenosis arteri koroner,


spasme arteri koroner dan berkurangnya kapasitas oksigen di darah(27).
2. Sindroma Koroner Akut
Sindroma Koroner Akut merupakan sekumpulan gejala klinis umum
sebagai hasil akhir dari iskemia miokardial akut. Iskemia akut biasanya
disebabkan oleh rupturnya plak aterosklerosis atau ditambah dengan
trombosis intrakoroner. Sindroma koroner akut meliputi Infark Miokard
(disertai ST elevasi atau Non-ST elevasi) dan Angina Pektoris Tak
Stabil(19).
a. Angina Pektoris Tak Stabil
Istilah angina tidak stabil pertama kali digunakan 3 dekade yang lalu
dan dimaksudkan untuk menandakan keadaan antara infark miokard
dan kondisi lebih kronis angina stabil. Angina tidak stabil merupakan
bagian dari sindrom koroner akut dimana tidak ada pelepasan enzim
dan biomarker nekrosis miokard(28). Angina dari sindrom koroner akut
cenderung merasa lebih parah dari angina stabil, dan biasanya tidak
berkurang dengan istirahat beberapa menit atau bahkan dengan tablet
nitrogliserin sublingual. SKA menyebabkan iskemia yang mengancam
kelangsungan hidup dari otot jantung. Kadang-kadang, obstruksi
menyebabkan SKA hanya berlangsung selama waktu yang singkat dan
tidak ada nekrosis jantung yang terjadi(8).
b. Non STEMI
Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen ST
yang disebabkan oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak.
Erosi dan ruptur plak ateroma menimbulkan ketidakseimbangan suplai
dan kebutuhan oksigen. Pada Non STEMI, trombus yang terbentuk
biasanya tidak menyebabkan oklusi menyeluruh lumen arteri koroner.
Non STEMI memiliki gambaran klinis dan patofisiologi yang mirip
dengan Angina Tidak Stabil, sehingga penatalaksanaan keduanya tidak
26

berbeda.

Diagnosis

NSTEMI

ditegakkan

jika

pasien

dengan

manifestasi klinis Angina Tidak Stabil menunjukkan bukti adanya


nekrosis miokard berupa peningkatan biomarker jantung(29).
c. STEMI
Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika
aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus
pada plak aterosklerosis yang sudah ada sebelumnya. STEMI terjadi
jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injury
vaskular.

27

2.2.6. Diagnosa(18,30)
Berikut ini merupakan pendekatan diagnostik CAD yang penulis sajikan dalam bentuk tabel yang bersumber dari beberapa
literatur dengan harapan bisa mempermudah penulis dan pembaca membandingkan klasifikasi dari CAD baik ditinjau dari segi
anamnesa, pemeriksaan fisik sampai pada pemeriksaan penunjang.
Kriteria

Angina Pektoris Stabil

Diagnostik
Anamnesis

Sindrom Koroner Akut


ANGINA TIDAK STABIL

NSTEMI

STEMI

Nyeri dada iskemik, identifikasi faktor pencetus dan atau faktor resiko. Sifat nyeri dada yang spesifik angina
sebagai berikut:
1. Lokasi: substernal, retrosternal dan prekordial.
2. Sifat nyeri: rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dan
dipelintir.
3. Penjalaran ke: leher, lengan kiri, mandibula, gigi, punggung/interskapula, dan dapat juga ke lengan kanan.
4. Faktor pencetus: latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan
5. Hati-hati pada pasien diabetes mellitus, kerap pasien tidak mengeluh nyeri dada akibat neuropati diabetik.

28

Berikut perbedaan nyeri dada jantung dan non-jantung

29

Anamnesis
Khusus

1. Nyeri dada berlangsung

1. Angina Istirahat: Angina

Gambaran

klinis 1. Nyeri dada >20 menit

selama sekitar 1-3 menit,

timbul saat istirahat, >20

mirip Angina Tidak

dan dapat >10

menit

Stabil

2. Gejala sistemik (-) seperti 2. Angina Onset baru: baru


mual, muntah, keringat

timbul dalam 2 bulan,

dingin.

aktivitas sehari-hari
nyata terbatas seperti

2. Tidak hilang dengan


istirahat maupun nitrat
3. Tidak selalu dicetuskan
oleh aktivitas.
4. Disertai gejala sistemik:

nyeri muncul saat naik

mual, muntah, lemah,

tangga 1 lantai dengan

keringat dingin.

kecepatan biasa (CCS


III)
3. Angina Progresif: dalam
2 bulan bertambah
sering, lama dan CCS
naik minimal menjadi
CCS III

30

Kriteria Diagnostik

Angina Pektoris Stabil

Sindrom Koroner Akut


ANGINA TIDAK

NSTEMI

STEMI

STABIL
Pemeriksaan Fisik

1. Bervariasi dan tidak spesifik


2. Angina: tidak tampak sakit berat
3. Infark: tampak sakit berat dan gelisah
4. TD naik/turun/normal
5. HR naik/turun/normal
6. Tanpa komplikasi tidak ditemukan kelainan
7. Komplikasi gagal jantung: tanda-tanda gagal jantung

31

Pemeriksaan
Penunjang
EKG

ST depresi

ST depresi

T inverted simetris

T inverted

Gambaran kembali normal saat


serangan reda.

simetris
Normal atau
transient

Normal, ST

ST elevasi > 2 mm minimal pada 2

depresi

sandapan prekordial yang

>0,05mV, T

berdampingan atau > 1mm pada 2

inverted simetris sandapan ekstremitas, LBBB baru


Ada evolusi

atau diduga baru; ada evolusi EKG.

EKG

1. Fase hiperakut (dalam waktu


menit sampai <2 jam)
2. Fase akut dini (0-12 jam):
Elevasi segmen ST: cedera
miokardium, bersifat reversibel.
Dapat kembali ke garis dasar
dalam beberapa jam. Jika
persistenaneurisma ventrikular.
3. Fase akut lanjutan: Gel. T

32

Pemeriksaan

Normal

Normal

Meningkat

Meningkat

Penunjang
Laboratorium
Enzim jantung
(CK-MB, troponin
T, I, LDH, SGOT)

33

2.2.7. Penatalaksanaan18
1. Angina Pektoris Stabil (Kronis Koroner Sindrom)

Tujuan utama pengobatan adalah mencegah kematian dan terjadinya serangan


jantung (infark). Sedangkan yang lainnya adalah mengontrol serangan angina
sehingga memperbaiki kualitas hidup. Pengobatan terdiri dari farmakologis dan
non-farmakologis untuk mengontrol angina dan memperbaiki kualitas hidup.
Tindakan lain adalah terapi reperfusi miokardium dengan cara intervensi koroner
dengan balon dan pemakaian stent sampai operasi CABG (bypass).
Berikut 10 elemen penting untuk penatalaksanaan angina stabil:
A Aspirin dan anti angina
B Beta bloker dan pengontrol tekanan darah
C Cholesterol kontrol dan berhenti merokok
D Diet dan atasi diabetes
E Edukasi dan olah raga

2. Sindrom Koroner Akut


Diagnosis; 2 dari 3 dibawah ini
a. Angina (Sensitifitas 70%, Spesifitas 20%)
b. Perubahan EKG (Sensitifitas 50%, Spesifitas 100%)
c. Peningkatan Enzim Jantung (Sensitifitas dan Spesifitas mendekati 100%)

34

Berdasarkan triase dari pasien dengan kemungkinan SKA, langkah yang diambil
pada prinsipnya sebagai berikut :
a.

Jika riwayat dan anamnesa curiga adanya SKA


1) Berikan asetil salisilat (ASA) 300 mg dikunyah, berikan nitrat
sublingual
2) Rekam EKG 12 sadapan atau kirim ke fasilitas yang memungkinkan
3) Jika mungkin periksa petanda biokimia

b.

Jika EKG dan petanda biokimia curiga adanya SKA: Kirim pasien ke

fasilitas kesehatan terdekat dimana terapi definitif dapat diberikan


c.

Jika EKG dan petanda biokimia tidak pasti akan SKA


1) Pasien risiko rendah ; dapat dirujuk ke fasilitas rawat jalan
2) Pasien risiko tinggi : pasien harus dirawat

Penanganan di Instalasi Gawat Darurat


Pasien-pasien yang tiba di UGD, harus segera dievaluasi karena kita berpacu
dengan waktu dan bila makin cepat tindakan reperfusi dilakukan hasilnya akan
lebih baik. Tujuannya adalah mencegah terjadinya infark miokard ataupun
membatasi luasnya infark dan mempertahankan fungsi jantung.
Manajemen yang dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Dalam 10 menit pertama harus selesai dilaksanakan adalah:
1) Pemeriksaan klinis dan penilaian rekaman EKG 12 sadapan,
2) Periksa enzim jantung CK/CKMB atau CKMB/cTnT,
3) Berikan segera: O2, infus NaCl 0,9% atau dekstrosa 5%,
4) Pasang monitoring EKG secara kontiniu,

35

5) Pemberian obat:

Nitrat sublingual/transdermal/nitrogliserin intravena titrasi (kontraindikasi


bila TD sistolik < 90 mmHg, bradikardia (< 50 kpm)

Aspirin 160-325 mg: bila alergi/tidak responsif diganti dengan


dipiridamol, tiklopidin atau klopidogrel, dan

Mengatasi nyeri: morfin 2,5 mg (2-4 mg) intravena, dapat diulang tiap 5
menit sampai dosis total 20 mg atau petidin 25-50 mg intravena atau
tramadol 25-50 mg intravena.

b. Hasil penilaian EKG, bila:


1)

Elevasi segmen ST > 0,1 mV pada 2 atau lebih sadapan ekstremitas

berdampingan atau > 0,2 mV pada dua atau lebih sadapan prekordial
berdampingan atau blok berkas (BBB) dan anamnesis dicurigai adanya IMA maka
sikap yang diambil adalah dilakukan reperfusi dengan :

Terapi trombolitik bila waktu mulai nyeri dada sampai terapi < 12 jam,
usia < 75 tahun dan tidak ada kontraindikasi.

Streptokinase: BP > 90 mmHg

tPA: BP < 70mmHg

Kontraindikasi: Riwayat stroke hemoragik, active internal bleeding,


diseksi aorta.

Jika bukan kandidate reperfusi maka perlakukan sama dengan


NSTEMI/UAP.

Angioplasti koroner (PTCA) primer bila fasilitas alat dan tenaga


memungkinkan. PTCA primer sebagai terapi alternatif trombolitik atau
bila syok kardiogenik atau bila ada kontraindikasi terapi trombolitik

36

2)

Bila sangat mencurigai ada iskemia (depresi segmen ST, inversi T), diberi

terapi anti-iskemia, maka segera dirawat di ICCU; dan


3)

EKG normal atau nondiagnostik, maka pemantauan dilanjutkan di UGD.

Perhatikan monitoring EKG dan ulang secara serial dalam pemantauan 12 jam
pemeriksaan enzim jantung dari mulai nyeri dada dan bila pada evaluasi selama
12 jam, bila:

EKG normal dan enzim jantung normal, pasien berobat jalan untuk
evaluasi stress test atau rawat inap di ruangan (bukan di ICCU), dan

EKG ada perubahan bermakna atau enzim jantung meningkat, pasien di


rawat di ICCU.

37

S-ar putea să vă placă și