Sunteți pe pagina 1din 44

BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Atresia yang diartikan tidak mempunyai lubang dapat terjadi
pada seluruh saluran tubuh mislanya atresia ani, atresia hymenalis,
atresia saluran empedu dan atresia esophagus. Atresia ani dalam
istilah

kerdokteran

juga

disebut

sebagai

imperforata

anus,

malformasi anorektal, atau kelainan ekltopik anal. Atresia ani


termasuk

kelainan

congenital

yang

terjadi

karena

gangguan

pemisahan kloaka menjadi rectum dan sinus urogenital. Pada


kelainan bawaan anius ini umunya tidak ada kelainan rectum,
sfingter dan otot dasar panggul (Sjamsuhidajat, 1996).
Sebagaian besar prognosis dari atresia ani biasanya baik bila
didukung perawatan yang tepat dan juga tergantung kelainanan
letak anatomin saat lahir. Bila atresia ani tidak segera ditangani
maka dapat terjadi komplikasi seperti obstruksi intestinal, konstipasi
dan inkontinutinensia feses.
Atresia ani merupakan kelainan congetinal yang tergolong
rendah angka kejadiannya dibandingkan penyakit lain dalam
saluran pencernaan. Kejadian di Amerika Serikat 600 anak lahir
dengan atresia ani. Data yang di dapatkan kejadian atresia ani
timbul perbandingan 1 dari 5000 kelahiran (Walker, 1996).
Angka kejadian kasus di indonesia sekitar 90 %. Berdasarkan
pengamatan yang dilakukan penulis, didapatkan data kasus atresia
ani di jawa tengah, khususnya di Semarang yaitu sekitar 50 %
dalam kurun waktu tahun 2007-2009, di RS Dr. Kariadi Semarang
terdapat 20 % pasien dengan kasus atresia ani, khusunya yang
dirawat di ruang bedah A2 (bedah wanita dan anak).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi dan fisiologi atresia ani?
2. Bagaimana epidemoligi atresia ani?
3. Apa definisi atresia ani?
4. Bagaimana etiologi atresia ani?
1

5. Bagaimana patofisiologi atresia ani?


6. Bagaimana klasifikasi atresia ani?
7. Bagaimana manifestasi klinis?
8. Bagaimana penatalaksanaan atresia ani?
9. Apa saja pemeriksaan penunjang atresia ani?
10.
Bagaimana asuhan keperawatan atresia ani?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi atresia ani.
2. Untuk mengetahui epidemiologi atresia ani.
3. Untuk mengetahui definisi atresia ani.
4. Untuk mengetahui etiologi atresia ani.
5. Untuk mengetahui patofisiologi atresia ani.
6. Untuk mengetahui klasifikasi atresi ani.
7. Untuk mengetahui manifestasi atresia ani.
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan atresia ani.
9. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang atresi ani.
10.
Untuk mengetahui asuhan keperawatan atresia ani.

BAB 2
TINJAUAN TEORI
A. Anatomi Dan Fisiologi

Gambar : Susunan Saluran Pencernaan (Syaifuddin, 2006).


Susunan saluran pencernaan :

1. Usus halus
Usus halus atau intestinum minor adalah bagian dari sistem pencernaan makanan
yang berpangkal pada pylorus dan berakhir pada sekum panjangnya 6 m,
merupakan saluran paling panjang tempat proses pencernaan dan absorpsi hasil
pencernaan yang terdiri dari lapisan usus halus (lapisan mukosa (sebelah di
dalam), lapisan otot melingkar (M.sirkuler), lapisan otot memanjang (M.
longitudinal), dan lapisan serosa (sebelah luar)).Absorpsi makanan yang sudah
dicerna seluruhnya berlangsung di dalam usus halus melalui 2 saluran yaitu
pembuluh kapiler dalam darah dan seluruh limfe di sebelah dalam permukaan vili
usus. Sebuah vilus berisi lakteal, pembuluh darah epitelium dan jaringan otot
yang diikat bersama oleh jaringan limfoid seluruhnya diliputi membran dasar dan
ditutupi oleh epitelium. Karena vili keluar dari dinding usus maka bersentuhan
dengan makanan cair dan lemak yang diabsorpsi ke dalam lakteal kemudian

berjalan melalui pembuluh limfe masuk ke dalam pembuluh kapiler darah di vili
dan oleh vena porta dibawa ke hati untuk mengalami beberapa perubahan.
Fungsi usus halus :
a. Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui kapilerkapiler darah dan saluran-saluran limfe.
b. Menyerap protein dalam bentuk asam amino.
c. Karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida.
2. Duodenum
Duodenum disebut juga usus 12 jari, panjangnya 25 cm, berbentuk sepatu kuda
melengkung ke kiri, pada lengkungan ini terdapat pankreas. Pada bagian kanan
duodenum ini terdapat selaput lendir, yang membukit disebut papilla vateri. Pada
papilla vateri ini bermuara saluran empedu (duktus koledokus) dan saluran
pankreas (duktus pankreatikus).
Empedu dibuat di hati untuk dikeluarkan ke duodenum melalui duktus koledokus
yang fungsinya mengemulsikan lemak, dengan bantuan lipase. Pankreas juga
menghasilkan amilase yang berfungsi mencerna hidrat arang menjadi disakarida,
dan tripsin yang berfungsi mencerna protein menjadi asam amino atau albumin
dan polipeptida.
Dinding duodenum mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung
kelenjar, kelenjar ini disebut kelenjar-kelenjar Brunner, berfungsi untuk
memproduksi getah intestinum.
3. Jejunum dan ileum
Jejunum dan ileum mempunyai panjang sekitar 6 m. Dua perlima bagian atas
adalah jejunum dengan panjang 23 m, dan ileum dengan panjang 4-5 m.
Lekukan jejunum dan ileum melekat pada dinding abdomen posterior dengan
perantaraan

lipatan

peritoneum

yang

berbentuk

kipas

dikenal

sebagai

mesenterium.
Sambungan antara jejunum dan ileum tidak mempunyai batas yang tegas. Ujung
bawah ileum berhubungan dengan sekum dengan perantaraan lubang yang
bernama orifisium ileosekalis. Orifisium ini diperkuat oleh sfingter ileosekalis
dan pada bagian ini terdapat katup valvula sekalis valvula baukhini yang
berfungsi untuk mencegah cairan dalam kolon asenden tidak masuk kembali ke
ileum.

4. Usus besar
Usus besar atau intestinum mayor panjangnya 1 m, lebarnya 5-6 cm.
Lapisan-lapisan usus besar dari dalam keluar : selaput lendir, lapisan otot
melingkar, lapisan otot memanjang, jaringan ikat. Fungsi usus besar adalah
menyerap air dari makanan, tempat tinggal bakteri.
5. Sekum
Dibawah sekum terdapat apendiks vermiformis yang berbentuk seperti cacing
sehingga disebut juga umbai cacing, panjangnya 6 cm. Seluruhnya ditutupi oleh
peritoneum mudah bergerak walaupun tidak mempunyai mesenterium dan dapat
diraba melalui dinding abdomen pada orang yang masih hidup.
6. Kolon asendens
Panjangnya 13 cm, terletak dibawah abdomen sebelah kanan, membujur ke atas
dari ileum ke bawah hati. Di bawah hati melengkung ke kiri, lengkungan ini
disebut fleksura hepatika, dilanjutkan sebagai kolon transversum.
7. Apendiks (usus buntu)
Bagian dari usus besar yang muncul seperti corong dari ujung sekum, mempunyai
pintu keluar yang sempit tetapi masih memungkinkan dapat dilewati oleh
beberapa isi usus. Apendiks tergantung menyilang pada linea terminalis masuk ke
dalam rongga pelvis minor, terletak horizontal dibelakang sekum. Sebagai suatu
organ pertahanan terhadap infeksi kadang apendiks bereaksi secara hebat dan
hiperaktif yang bisa menimbulkan perforasi dindingnya ke dalam rongga
abdomen.
8. Kolon transversum
Panjangnya 38 cm, membujur dari kolon desenden, berada dibawah abdomen,
sebelah kanan terdapat fleksura hepatika dan sebelah kiri terdapat fleksura
lienalis.
9. Kolon desendens
Panjangnya 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri membujur dari atas
ke bawah dan fleksura lienalis sampai ke depan ileum kiri, bersambung dengan
kolon sigmoid.
10. Kolon sigmoid

Kolon sigmoid merupakan lanjutan dari kolon desendens, terletak miring dalam
rongga pelvis sebelah kiri, bentuknya menyerupai huruf S, ujung bawahnya
berhubungan dengan rektum.
11. Rektum
Rektum berawal kira-kira setinggi vertebra sakrum 3, mengikuti lengkungan
sacrococcygeus dengan menembus diafragma pelvis menjadi kanalis analis
(saluran anus). Ke arah proksimal rektum bersinambung dengan kolon sigmoid.
Rektum berbentuk seperti huruf S dan memiliki tiga lengkungan yang tajam
sewaktu mengikuti lengkungan sacrococcygeus. Bagian rektum yang diatas
diafragma pelvis melebar, disebut ampulla recti yang berperan menopang dan
menyimpan massa tinja. Bagian akhir rektum membelok tajam ke dorsal
(lengkung anorektal) untuk beralih menjadi kanalis analis. Sebagian muskulus
levator ani / muskulus puborektalis membentuk jerat pada batas rektum-anus dan
menarik bagian ini ventral sehingga terjadi sudut anorektal (angulus anorektalis).

a. Peritoneum pembungkus rektum


Peritoneum membungkus 1/3 bagian superior pada facies anterior dan
lateralis, 1/3 bagian media mempunyai peritoneum hanya pada facies
anteriornya, 1/3 bagian rektum inferior tidak dibungkus peritoneum. Pada pria
peritoneum melipat dari facies anterior rektum ke dinding posterior vesika

urinaria,

pada

tempat

itu

peritoneum

membentuk

lantai

kantung

rektovesikalis. Pada anak laki-laki peritoneum membentang ke inferior hingga


dasar prostat. Pada wanita, peritoneum melipat ke rektum menuju ke fornix
posterior vagina dan pada tempat tersebut peritoneum membentuk lantai
kantung rektouterina (kavitas Douglasi). Pada pria dan wanita, peritoneum
melipat ke lateralis dari rektum membentuk fossa pararektalis pada tiap sisi
rektum dibagian 1/3 superiornya. Fossa pararektalis memungkinkan rektum
untuk menggelembung.

b. Vaskularisasi rektum
Percabangan arteri iliaca comunis membentuk arteri iliaka interna dan arteri
iliaka eksterna. Cabang arteri iliaka interna menyuplai darah kehampir seluruh
struktur pelvis. Arteri rektalis superior yang merupakan kelanjutan dari arteri
mesenterika inferior memasok darah ke rektum bagian tengah dan rektum
distal, dan arteri rektalis inferior mengatur perdarahan bagian distal rektum.
Darah dari rektum disalurkan kembali melalui vena rektalis superior, vena
rektalis media, vena rektalis inferior. Kira-kira setinggi vertebra S-3, a.rektalis
superior membagi diri dalam dua cabang yang menuruni tiap sisi rektum. Dua
a.rektalis media merupakan cabang-cabang aa. iliaka interna yang memasok
rektum pars media dan inferior. Dua aa. Rektalis inferior, cabang-cabang aa.
Pudendi interna yang memasok pars inferior rekti dan kanalis analis. Aliran
vena rektum dialirkan melalui vv. Rektalis superior, media dan inferior.

12.

Anus

Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang


menghubungkan rektum dengan dunia luar (udara luar). Terletak
didasar pelvis, dindingnya diperkuat oleh sfingter :
a. Sfingter ani interus (sebelah atas), bekerja tidak menurut
kehendak.
b. Sfingter levator ani, bekerja juga tidak menurut kehendak.
c. Sfingter ani eksternus (sebelah bawah), bekerja menurut
kehendak.
Defekasi (buang air besar) didahului oleh transport. Feses ke
dalam rektum yang mengakibatkan ketegangan dinding
rektum mengakibatkan rangsangan untuk reflex defekasi
sedangkan otot usus lainnya berkontraksi. M. Levator ani
relaksasi secara volunter dan tekanan ditimbulkan oleh otototot abdomen.
B. Epidemiologi
Angka kejadian rata-rata malformasi anorektal di seluruh dunia adalah 1 dalam
5000 kelahiran. Secara umum, malformasi anorektal lebih banyak ditemukan pada
laki-laki dari pada perempuan. Fistula rektouretra merupakan kelainan yang paling
banyak ditemui pada bayi lakilaki, diikuti oleh fistula perineal. Sedangkan pada bayi
perempuan, jenis malformasi anorektal yang paling banyak ditemui adalah anus
imperforata diikuti fistula rektovestibular dan fistula perineal.

Hasil penelitian

Boocock dan Donna di Manchester menunjukkan bahwa malformasi norektal letak


rendah lebih banyak ditemukan dibandingkan malformasi anorektal letak tinggi.
C. Definisi Atresia Ani
Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai
anus imperforate meliputi anus, rectum atau keduanya (Betz. Ed 3
tahun 2002).
Atresia ini atau anus imperforate adalah tidak terjadinya
perforasi

membran

yang

memisahkan

bagian

entoderm

mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak sempurna.


Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang

berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan


rectum. (sumber Purwanto. 2001 RSCM).
Atresia Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak
adanya lubang atau saluran anus (Donna L. Wong, 520 : 2003).
Atresia berasal dari bahasa Yunani,

artinya tidak ada, trepis

artinya nutrisi atau makanan. Dalam istilah kedokteran atresia itu


sendiri adalah keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang
badan normal atau organ tubular secara kongenital disebut juga
clausura. Dengan kata lain tidak adanya lubang di tempat yang
seharusnya berlubang atau buntunya saluran atau rongga tubuh,
hal ini bisa terjadi karena bawaan sejak lahir atau terjadi kemudian
karena proses penyakit yang mengenai saluran itu. Atresia dapat
terjadi pada seluruh saluran tubuh, misalnya atresia ani. Atresia ani
yaitu tidak berlubangnya dubur. Atresia ani memiliki nama lain yaitu
anus

imperforata.

Jika

atresia

terjadi

maka

hampir

selalu

memerlukan tindakan operasi untuk membuat saluran seperti


keadaan normalnya.
Menurut Ladd dan Gross (1966) anus imperforata dalam 4
golongan, yaitu:
a. Stenosis rektum yang lebih rendah atau pada anus
b. Membran anus yang menetap
c. Anus imperforata dan ujung rektum yang buntu terletak pada
bermacam-macam jarak dari paritoneum
d. Lubang anus yang terpisah dengan ujung

D. Etiologi
Penyebab sebenarnya dari atresia ani ini belum di ketahui pasti,
namun ada sumber yang mengatakan bahwa kelainan bawaan anus
di sebabkan oleh :

1. Karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit


karena gangguan pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus
dari tonjolan embrionik.
2. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga
bayi lahir tanpa lubang anus.
3. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia
ani, karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam
kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan.
4. Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rektum,
sfingter, dan otot dasar panggul. Namum demikian pada agenesis
anus, sfingter internal mungkin tidak memadai. Menurut
penelitian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen
autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani. Orang tua
tidak diketahui apakah mempunyai gen carier penyakit ini. Janin
yang diturunkan dari kedua orang tua yang menjadi carier saat
kehamilan mempunyai peluang sekitar 25 % - 30 % dari bayi
yang mempunyaisindrom genetik, abnormalitas kromosom, atau
kelainan kongenital lain juga beresiko untuk menderita atresia ani
(Purwanto, 2001).
Faktor Predisposisi
Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan
kongenital saat lahir, seperti :
1. Kelainan sistem pencernaan terjadi kegagalan perkembangan
anomali pada gastrointestinal.
2. Kelainan sistem perkemihan terjadi kegagalan pada genitourinari.

E. Patofisiologi
Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum
urorektal secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau
pembentukan anus dari tonjolan embrionik, sehingga anus dan
rektum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor
dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan
bakal genitourinari dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal

10

karena adanya penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi atresia


anal karena tidak ada kelengkapan dan perkembangan struktur
kolon antara 7-10 minggu dalam perkembangan fetal. Kegagalan
migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sakral dan
abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan usus
besar yang keluar melalui anus sehingga menyebabkan fekal tidak
dapat

dikeluarkan

sehingga

intestinal

mengalami

obstruksi.

Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur,


sehingga bayi baru lahir
tanpa lubang anus. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan,
terdapat tiga letak:
1. Tinggi (supralevator) : rektum berakhir di atas M. levator ani
(M. puborektalis) dengan jarak antara ujung buntu rektum
dengan kulit perineum lebih dari 1 cm. Letak upralevator
biasanya disertai dengan fistel ke saluran kencing atau
saluran genital.
2. Intermediate : rektum terletak pada M. levator ani tetapi tidak
menembusnya.
3. Rendah : rektum berakhir di bawah M. levator ani sehingga
jarak antara kulit dan ujung rektum paling jauh 1 cm.

F. Klasifikasi

Klasifikasi Malformasi Anorektal menurut Levit dan Pena

Pria

Wanita

11

Fistula perineum

Fistula perineum

Fistula rektouretra

Fistula vestibular

Bulbar

Kloaka persisten

Prostatik

3 cm saluran umum

Fistula leher rektobladder

>3cm saluran umum

Anus imperforata tanpa fistula

Anus imperforata tanpa fistula

Atresia rektum

Atresia rektum

Defek kompleks

Defek kompleks

A. Malformasi Anorektal pada laki-laki


1. Perineal Fistula, Adanya fistula pada perineum.

12

Bucket handle : atau disebut gagang ember yaitu daerah lokasi anus normal
tertutup kulit yang berbentuk gagang ember. Evakuasi feses tidak ada.

2. Rectourethral fistula
a. Bulbar

b. Prostatic

3. Blad
derneck

fistula

13

4. No fistula : rektum buntu. Tidak ada evakuasi feses.

B. Malformasi Anorektal pada perempuan


1. Perineal fistula : terdapat lubang antara vulva dan tempat dimana lokasi anus
normal.

2. Rectovestibuler fistula : muara fistel di vulva dibawah vagina. Umumnya


evakuasi feses lancar selama penderita hanya minum susu. Evakuasi mulai
terhambat saat penderita mulai makan makanan padat

14

3.

Vagina fistula : mekonium tampak keluar


dari vagina. Evakuasi feses bisa tidak lancar.

a. Low

b. high

4. Kloaka : pemisahan antara traktus urinarius, traktus genitalia dan traktus


digestivus tidak terjadi. Evakuasi feses umumnya tidak sempurna sehingga
perlu cepat dilakukan kolostomi.

5. Rectal atresia : kelainan dimana anus tampak normal, tetapi pada pemeriksaan
colok dubur jari tidak dapat masuk lebih dari 1 -2 cm.

15

6.

Hidrocolpos

Hidrocolpos

adalah

distensi

vagina

yang

disebabkan

oleh akumulasi cairan akibat

obstruksi vagina bawaan

Beberapa jenis kelainan yang sering ditemukan bersamaan dengan malformasi


anorektal adalah:
1. Kelainan kardiovaskuler
Ditemukan pada sepertiga pasien dengan anus imperforata. Jenis kelainan yang
paling banyak ditemui adalah atrial septal defect dan paten ductus arteriosus,
diikuti oleh tetralogi of fallot dan vebtrikular septal defect.
2. Kelainan gastrointestinal
Kelainan yang ditemui berupa kelainan trakeoesofageal (10%), obstruksi
duodenum (1%-2%)
3. Kelainan tulang belakang dan medulla spinalis
Kelainan tulang belakang yang sering ditemukan adalah kelainan lumbosakral
seperti hemivertebrae, skoliosis, butterfly vertebrae, dan hemisacrum. Sedangkan
kelainan spinal yang sering ditemukan adalah myelomeningocele, meningocele,
dan teratoma intraspinal.
4. Kelainan traktus genitourinarius
Kelainan traktus urogenital kongenital paling banyak ditemukan pada malformasi
anorektal. Beberapa penelitian menunjukkan insiden kelainan urogeital dengan

16

malformasi anorektal letak tinggi antara 50 % sampai 60%, dengan malformasi


anorektal letak rendah 15% sampai 20%.
G. Manifestasi Klinis
1. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah
kelahiran.
2. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.
3. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah
letaknya.
4. Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus
(bila tidak ada fistula).
5. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
6. Pada pemeriksaan rectal touch terdapat adanya membran
anal.Perut kembung.
(Betz. Ed 7. 2002)

H. Penatalaksanaan Medis
a. Pembedahan
Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai
dengan keparahan kelainan. Semakin tinggi gangguan,
semakin rumit prosedur pengobatannya. Untuk kelainan
dilakukan kolostomi beberapa lahir, kemudian anoplasti
perineal yaitu dibuat anus permanen (prosedur penarikan
perineum abnormal) dilakukan pada bayi berusia 12 bulan.
Pembedahan ini dilakukan pada usia 12 bulan dimaksudkan
untuk memberi waktu pada pelvis untuk membesar dan
pada

otot-otot

untuk

berkembang.

Tindakan

ini

juga

memungkinkan bayi untuk menambah berat badan dan


bertambah baik status nutrisnya. Gangguan ringan diatas

17

dengan menarik kantong rectal melalui afingter sampai


lubang pada kulit anal fistula, bila ada harus tutup kelainan
membranosa hanya memerlukan tindakan pembedahan
yang

minimal

membran

tersebut

dilubangi

degan

hemostratau skapel
Anestesi Pada Anak Dengan Malformasi Anorektal
Anestesi pada bayi dan anak berbeda dengan anestesi pada orang dewasa.
Permasalahan yang perlu diperhatikan pada anestesi pediatrik antara lain.
a. Teknik Anestesi
Dilakukan anestesi umum dengan pipa endotrakea, dengan gas hangat.
Kamar operasi dengan suhu 20-25C. Hangat pada meja operasi.
b. Induksi
Pasang jalur IV sebelum induksi. Jika ada sindroma vena kava superior,
penting jika akses intravena pada ekstremitas bawah. Atropin (0,02 mg/kg
IV) diberikan untuk mengurangi sekresi kelenjar dan mencegah
bradikardi dari efek induksi halotan yang dalam dari laringoskopi.
Intubasi bangun pada posisi duduk mungkin perlu. Suatu induksi
memakai sungkup dengan halotan/ O2 pada posisi semifowler mungkin
tepat. Intubasi seharusnya dilakukan dengan ventilasi spontan. Gunakan
pipa endotrakeal dan evaluasi dari trakea/bronkus. Hindari penggunaan
pelemas otot sampai pipa endotrakeal terpasang. Dokter bedah segera
hadir dengan persiapan bronkoskopi yang rigid saat dilakukan induksi
yang berakibat obstruksi jalan nafas akut. Perubahan posisi sederhana
(misalnya: dari posisi supine ke lateral atau duduk) mungkin
mengakibatkan kolaps kardiorespirasi.
c. Induksi anestesi parenteral
a. Intramuskuler
Metode ini dipilih jika ada kesulitan mencari pembuluh darah vena atau
cara induksi lain tidak memungkinkan. Sebenarnya induksi anestesi cara
ini lebih pasti dan praktis dibanding cara induksi per rektal, dan dapat
dilakukan pada saat bayi/anak sudah ada di meja operasi. Kerugian
metode ini adalah suntikan, yg sangat ditakuti bayi/anak dan volume yg
diberikan cukup banyak. Obat yg digunakan biasanya ketamin dosis 6-10
mg/kgBB. Biasanya anak/bayi akan tidur setelah 3-5 menit.

18

b. Intravena
Keuntungan cara ini adalah selain cepat, juga menyenangkan karena
dapat berjalan mulus dan cepat, terutama apabila telah terpasang infus.
Kerugiannya biasanya sangat sukar memasang infus, anak/bayi sering
berontak, dan kesukaran mencari pembuluh vena.
d. Induksi anestesi inhalasi
Dari penelitian didapatkan bahwa penangkapan (uptake) gas anestesi pada
paru anak/bayi lebih cepat dibanding orang dewasa, karena proporsi
jaringan pembuluh darahnya lebih banyak. Karena itu, induksi inhalasi
pada anak/bayi lebih cepat dibanding orang dewasa, dan ekskresinya pun
lebih cepat.
Oleh sebab itu, banyak ahli anestesi sering memakai teknik ini, tapi
kerugian teknik ini adalah dapat menimbulkan trauma psikis dan
pengalaman yang buruk.
Untuk mengatasi kendala tersebut, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan:
a. Persiapan pre operatif harus lebih baik.
b. Masker diberi rasa dan warna yg menarik.
c. Pemasangan masker jangan langsung menutupi muka.
d. Bisa memakai teknik single breath.
e. Induksi anestesi per nasal
Merupakan cara induksi anestesi yg paling baru. Dikenal dengan istilah
pra induksi karena perubahan kesadaran yg timbul berbeda dengan akibat
pemberian premedikasi secara oral atau intramuskuler. Pemberian
sufentanil lewat nasal dengan dosis 1,5-3 U gr/kgBB ternyata cukup
efektif sebagai pra induksi pada anak yg lebih besar. Cara ini tidak begitu
menimbulkan efek yg traumatis.
b. Penatalaksanaan Post-operatif
Perawatan Pasca Operasi PSARP
a. Antibiotik intra vena diberikan selama 3 hari ,salep antibiotik diberikan selama
8- 10 hari.
b. 2 minggu pasca operasi dilakukan anal dilatasi dengan heger dilatation, 2 kali
sehari dan tiap minggu dilakukan anal dilatasi dengan anal dilator yang dinaikan

19

sampai mencapai ukuran yang sesuai dengan umurnya. Businasi dihentikan bila
busi nomor 13-14 mudah masuk.
Kalibrasi anus tercapai dan orang tua mengatakan mudah mengejakan serta
tidak ada rasa nyeri bila dilakukan 2 kali sehari selama 3-4 minggu merupakan
indikasi tutup kolostomi, secara bertahap frekuensi diturunkan.
Pada kasus fistula rektouretral, kateter foley dipasang hingga 5-7 hari.
Sedangkan pada kasus kloaka persisten, kateter foley dipasang hingga 10-14 hari.
Drainase suprapubik diindikasikan pada pasien persisten kloaka dengan saluran
lebih dari 3 cm. Antibiotik intravena diberikan selama 2-3 hari, dan antibiotik
topikal berupa salep dapat digunakan pada luka.
Dilatasi anus dimulai 2 minggu setelah operasi. Untuk pertama kali dilakukan
oleh ahli bedah, kemudian dilatasi dua kali sehari dilakukan oleh petugas
kesehatan ataupun keluarga. Setiap minggu lebar dilator ditambah 1 mm tercapai
ukuran yang diinginkan. Dilatasi harus dilanjutkan dua kali sehari sampai dilator
dapat lewat dengan mudah. Kemudian dilatasi dilakukan sekali sehari selama
sebulan diikuti dengan dua kali seminggu pada bulan berikutnya, sekali
seminggu dalam 1 bulan kemudian dan terakhir sekali sebulan selama tiga bulan.
Setelah ukuran yang diinginkan tercapai, dilakukan penutupan kolostomi.
Setelah dilakukan penutupan kolostomi, eritema popok sering terjadi karena
kulit perineum bayi tidak pernah kontak dengan feses sebelumnya. Salep tipikal
yang mengandung vitamin A, D, aloe, neomycin dan desitin dapat digunakan
untuk mengobati eritema popok ini.
c. Pengobatan
1. Aksisi membran anal (membuat anus buatan)
2. Fiktusi yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan
setelah 3 bulan dilakukan korksi sekaligus (pembuat anus
permanen)(Staf Pengajar FKUI. 205)

I. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan
diagnostik yang umum dilakukan pada gangguan ini.
20

b. Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa


adanya sel-sel epitel mekonium.
c. Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteenrice) dapat menunjukkan adanya kumpulan udara dalam
ujung rectum yang buntu pada mekonium yang mencegah
udara sampai keujung kantong rectal
d. Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak rectal
kantong.
e. Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan
menusukan jarum tersebut sampai melakukan aspirasi, jika
mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm
Derek tersebut dianggap defek tingkat tinggi.
f. Pemeriksaan radiologis dapat ditemukan
1. Udara dalam usus berhenti tiba-tiba yang menandakan
obstruksi di daerah tersebut.
2. Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada
bagian baru lahir dan gambaran ini harus dipikirkan
kemungkinan atresia reftil/anus impoefartus, pada bayi
dengan anus impoefartus. Udara berhenti tiba-tiba di
daerah sigmoid, kolon/rectum.
3. Dibuat foto anterpisterior (AP) dan lateral. Bayi diangkat
dengan kepala dibawah dan kaki diatas pada anus benda
bang radio-opak, sehingga pada foto daerah antara
benda radio-opak dengan dengan bayangan udara
tertinggi dapat diukur.

J. Asuhan keperawatan
Pengkajian
1. Pengkajian

21

Konsep teori yang digunakan penulis adalah model konseptual


keperawatan dari Gordon. Menurut Gordon data dapat
dikelompokkan menjadi 11 konsep yang meliputi :
a. Pola Persepsi Kesehatan
kemampuan pasien dan keluarga melanjutkan perawatan di
rumah.
b. Pola Nutrisi dan Metabolik
Anoreksia, penurunan BB dan malnutrisi umumnya terjadi pada
pasien dengan atresia ani post tutup kolostomi. Keinginan
pasien untuk makan mungkin terganggu oleh mual dan muntah
dampak dari anastesi.
c. Pola Eliminasi
Dengan pengeluaran melalui saluran kencing, usus, kulit dan
paru maka tubuh dibersihkan dari bahan-bahan yang melebihi
kebutuhan dan dari produk buangan. Oleh karena itu pada
pasien atresia ani tidak terdapatnya lubang pada anus, sehingga
pasien akan mengalami kesulitan dalam defekasi.
d. Pola Aktivitas dan Latihan
Pola latihan dan aktivitas dipertahankan untuk menghindari
kelemahan otot.
e. Pola Persepsi Kognitif
Menjelaskan tentang fungsi penglihatan, pendengaran,
penciuman dan daya ingatan masa lalu dan ketanggapan dalam
menjawab pertanyaan.
f. Pola Tidur dan Istirahat
Pada pasien mungkin pola istirahat dan tidur terganggu karena
nyeri pada luka insisi.
g. Pola Konsep Diri dan Persepsi Diri
Menjelaskan konsep diri dan persepsi diri misalnya body image,
body comfort. Tidak terjadi perilaku distraksi, gelisah, penolakan
karena dampak luka jahitan operasi.
h. Pola Peran dan Pola Hubungan
Bertujuan untuk mengetahui peran dan hubungan sebelum dan
sesudah sakit. Perubahan pola biasa dalam tanggung jawab
atau perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran.
i. Pola Reproduksi dan Seksual

22

Pola ini bertujuan untuk menjelaskan fungsi sosial sebagai alat


reproduksi.
j. Pola Pertahanan Diri, Stress dan Toleransi
Adanya faktor stress lama, efek hospitalisasi, masalah
keuangan, dan rumah.
k. Pola Keyakinan
Untuk menerapkan sikap, keyakinan klien dalam melaksanakan
agama yang dipeluk dan konsekuensinya dalam keseharian.
Dengan ini diharapkan perawat memberikan motivasi dan
pendekatan terhadap klien dalam upaya pelaksanaan ibadah.

2. Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani
biasanya anus tampak merah, usus melebar, termometer yang
dimasukkan melalui anus tertahan oleh jaringan, pada auskultasi
terdengar hiperperistaltik, tanpa mekonium dalam waktu 24 jam
setelah bayi lahir, tinja dalam urine dan vagina.
BAB 3
APLIKASI TEORI
Contoh Kasus
Bayi An. Usia 3 hari, BB 2450 gr dan TB 42 cm. Dibawa ke rumah
sakit dengan keluhan belum BAB, muntah, dan perut kembung. Ibu
Arini mengatakan, bayinya selalu memuntahkan kembali susu
formula yang diberikan, bayi selalu rewel. Frekuensi muntah 4 6
x/hari, warna kehijauan
Hasil pemeriksaan fisik
-

Nadi : 145 x/mnt

Suhu : 37 C

RR : 46 x/mnt

Bibir tampak kering

Abdomen membuncit

I.

DATA UMUM
Nama

: An. An

23

Ruang

: Seruni 3

No. Registrasi

:4

Umur

: 3 hari

Jenis kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Suku bangsa

: Jawa

Bahasa

: Indonesia

Alamat

:-

Penanggung jawab

: Tn. Dimas

Pendidikan terakhir

: Sma

Pekerjaan

: Swasta

Golongan darah

:B

Tanggal MRS

: 21 Februari 2013

Tanggal pengkajian

: 21 Februari 2013

Diagnosa medis

II.

: Atresia Ani

DATA DASAR
1. Keluhan Utama :
Anak belum BAB, muntah dan perut kembung.
2. Alasan masuk rumah sakit:
Sejak lahir (18 Februari 2013) By. An belum BAB, perut bayi
kembung. Sebelum

masuk RS bayi mengalami muntah-

muntah, muntah sekitar 4-6x/hari warna kehijauan.


3. Riwayat penyakit sekarang:
Keluarga pasien mengatakan anaknya belum BAB, muntah
dan perut kembung.
4. Riwayat kesehatan dahulu:
Keluarga pasien mengatakan anaknya didalam kandungan
5. Riwayat kesehatan keluarga:
Tidak ada anggota keluarga yang pernah menderita
penyakit ini pada masa kecilnya.
III.

RIWAYAT ANTENATAL & POST NATAL

24

1. Riwayat selama kehamilan


Ibu memeriksakan kehamilannya setiap minggu di
puskesmas di dekat rumahnya.
Riwayat

berat

badan

selama

hamil

mengalami

penurunan
2. Obat-obatan yang digunakan
Keluarga pasien mengatakan tidak ada obat yang
dikonsumsi pasien dan ibu pasien hanya diberi obat
vitamin untuk meningkatkan berat badan.
3. Kecelakan (jatuh)/tindakan yang pernah dilakukan
Keluarga pasien mengatakan tidak pernah mengalami
kecelakaan.
4. Tindakan operasi
Keluarga pasien mengatakan anaknya belum pernah
melakukan tindakan operasi
5. Riwayat alergi
Pasien mengatakan tidak mempunyai riwayat alergi.
6. Imunisasi
Keluarga

pasien

mengatakan

anaknya

belum

mendapatkan imunisasi yang lengkap.


IV.

PENGKAJIAN PERKEMBANGAN (DDST ATAU KKA/ KARTU


KEMBANG ANAK)
1. Motorik kasar
Keluarga pasien mengatakan usia pertumbuhan dan
perkembangannya belum mencapai normal
2. Motorik halus
Keluarga

pasien

perkembangan

dan

mengatakan

sudah

pertumbuhannya

membaik

masih

belum

berkembang dengan optimal


3. Personal sosial
Keluarga pasien mengatakan anaknya rewel, sering
menangis
4. Bahasa
Masih belum bisa berbicara dengan lancar dan dengan
jelas

25

V.

RIWAYAT SOSIAL
1. Pengasuh
Diasuh ibunya dan diasuh ibu mertuanya
2. Hubungan dengan anggota keluarga juga saudara
Pasien seorang pekerja swasta dan loyal terhadap
semua orang.
3. Pembawaan secara umum
Anaknya sering rewel
4. Lingkungan rumah
Ibu

pasien

mengatakan

rumahnya

dilingkungan

kampung dan kurang menjaga kebersihan lingkungan.


VI.

POLA FUNGSI KESEHATAN


1. Persepsi keluarga terhadap kesehatan manegemen
kesehatan
Mengkaji kemampuan pasien dan keluarga melanjutkan
perawatan di rumah
2. Pola aktifitas dan latihan
Kemampuan perawatan diri
Skor 0: mandiri, 1: dibantu sebagian, 2:perlu bantuan
orang lain 3: perlu bantuan orang laindan alat, 4:
tergantung pada orang lain/ ketidak mampu

Aktifitas

Mandi

Berpakaian

Eleminasi

Mobilisasi

di

tempat tidur
Pindah

Ambulasi

Naik tangga

26

Makan dan minum

Gosok gigi

Keterangan : Anak belum bisa melakukan aktivitas secara


mandiri karena usia pasien yang masih 3 hari.
3. Pola istirahat dan tidur
Pada pasien mungkin pola istirahat dan tidur terganggu
karena nyeri pada luka inisisi
Keterangan

Sebelum sakit

Saat sakit

Jumlah jam tidur siang

2 jam

2 jam

Jumlah jam tidur malam

9 jam

8 jam

Pengantar tidur

Total tidur

11 jam

9 jam

Gangguan tidur

4. Pola nutrisi- metabolik


1. Berat badan sebelum sakit dan saat sakit
Tanggal

BB

sebelum BB saat sakit

pemeriksaan

sakit

21-02-2013

2450 gr

2250 gr

2. Tinggi badan atau panjang badan


42 cm
3. Kebiasaan pemberian makanan
Keterangan

Sebelum sakit

Frekuensi

1-2 porsi

Saat sakit
1x/hari

Jenis

Nasi,lauk,sayur

Porsi

1 porsi

porsi

Total konsumsi

2 porsi

1 porsi

Keluhan

TAA

Nasi lauk air p

Mual, nafsu m

menuerun
4. Diit khusus
Tidak ada

27

5. Tanda kecukupan nutrisi (NCHS atau menyesuaikan


RS setempat)
Hidrasi
BB/usia : kurus
Keterangan

Intake

output

Tanda-tanda
dehidrasi

Cairan

100 ml

60 ml

Total produksi
urin

5.pola eliminasi
Eliminasi urin
Keterangan

Sebelum sakit

Frekuensi

4 x / hari

Pancaran

normal

Saat sakit
3x/ hari
normal

Jumlah

648

648

Bau

khas

khas

kuning

Kuning

648 cc

648 cc

Warna
Perasaan
setelah BAK
Total

produksi

urin

Eliminasi Alvi
Keterangan

Sebelum sakit

Saat sakit

Frekuensi

1x/ hari

Konsistensi

normal

khas

kuning

Bau
Warna

6. Pola kognitif dan persepsi sensori

28

Menjelaskan

tentang

fungsi

penglihatan,

pendengaran, penciuman, daya ingatan masa lalu


dan ketanggapan dalam menjawab pertanyaan.
7. Pola konsep diri
Menjelaskan konsep diri dan persepsi diri misalnya
body image, body comfort. Terjadi perilaku distraksi,
gelisah, penolakan karena dampak luka jahitan
operasi (Doenges,1993)
8. Pola mekanisme koping
9. Pola fungsi seksual-reproduksi
Pola ini bertujuan menjelaskan fungsi sosial sebagi
alat reproduksi (Doenges,1993).
10.

Pola hubungan-peran

Bertujuan untuk mengetahui peran dan hubungan


sebelum dan sesudah sakit. Perubahan pola biasa
dalam tanggungjawab atau perubahan kapasitas fisik
untuk melaksanakan peran (Doenges,1993)
11.

Pola nilai dan kepercayaan

Untuk menerangkan sikap, keyakinan klien dalam


melaksanakan

agama

konsekuensinya

dalam

yang

dipeluk

keseharian.

dan

Dengan

ini

diharapkan perawat dalam memberikan motivasi dan


pendekatan

terhadap

klien

dalam

upaya

pelaksanaan ibadah (Mediana,1998)

Keterangan

Sebelum sakit

Saat sakit

Nilai khusus

Praktik ibadah

Pengetahuan

tentang

praktik

ibadah

selama

sakit

29

12.

Pola aktifitas bermain

VII.

PEMERIKSAAN FISIK (DATA OBYEKTIF)


1. Status kesehatan umum
Keadaan/ penampilan umum: paien lemas
Kesadaran: composmentis
BB sebelum sakit: 2450 gr
BB saat ini: 2250 gr
BB ideal: 2,5 3 kg
Perkembangan BB: menurun
Status gizi: memburuk
Tanda-tanda vital:
TD: - mmHg
N: 145x/menit
SUHU: 37o C
RR: 46 x/ menit
2. Pemeriksaan fisik (B1-B6)
1. B1 (breathing)
Bentuk dada normal, tidak ditemukan bunyi nafas
tambahan RR; 46 x/ menit.
2. B2 (Bleeding)
145x/menit
3. B3(Brain)
Composmentis
4. B4 (Bladder)
648 cc (urine)
5. B5 (Bowel)
Kembung, Abdomen

distensi

dan

anak

memuntahkan ASI dan formula yang diberikan.


6. B6 (Bone)
Normal
3. Pemeriksaan diagnostik
1. Laboratorium
2. Radiologi

30

selalu

Terapi

1. Oral
2. Parentera
3. Lain-lain
Analisa Data
N

DATA

ETIOLOGI

O
1.

MASALAH
KEPERAWATAN

DS :

Gangguan

Ibu

klien

mengataka
n

bayi

belum BAB

pertumbuhan, fusi,
pembentukan anus
dari tonjolan
embriogenik

sejak lahir ,
muntah,
dan

perut

Atresia ani

kembung.

Ibu

klien

Feses tidak keluar

mengataka
n muntahan
berwarna

Feses menumpuk

hijau,,
muntah
sekitar

4-6

x/hari.

tekanan

DO :

Bayi

intraabdominal
rewel

dan tampak
kembung.

BB

Mukosa
bibir kering

Mual, muntah

2450

gram

Peningkatan

Kekurangan volume
cairan

Tampak
bekas
31

Kekurangan volume
cairan

muntahan
berwarna
2.

hijau
DS :

Ibu

klien

mengataka
n

bayi

belum BAB

Gangguan

Ketidakseimbangan

pertumbuhan, fusi,

nutrisi kurang dari

pembentukan anus

kebutuhan tubuh

dari tonjolan
embriogenik

sejak lahir,
muntah,
dan

perut

Atresia ani

kembung.

Ibu

klien

Feses tidak keluar

mengataka
n muntahan
bayi

Feses menumpuk

berwarna
hijau,
muntah
sekitar

Peningkatan
4-6

x/hari..

tekanan
intraabdominal

DO :

Bayi

rewel

dan tampak

Mual, muntah

kembung.

BB

2450

gram

Mukosa
bibir kering

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

Tampak
bekas
muntahan
berwarna
hijau

Hasil

32

pemeriksaa
n
abdomen :
I : cembung
3.

DS :

Gangguan
Ibu klien
mengata

pertumbuhan, fusi,

Kurang
pengetahuan

pembentukan anus
dari tonjolan

kan

embriogenik

tidak
ada
anggota

Atresia ani

keluarga
yang
pernah
menderit
a
penyakit
ini pada

tidak ada anggota


keluarga yang
pernah menderita
penyakit ini pada
masa kecilnya

masa
kecilnya.
DO :

kurang informasi

kurang
pengetahuan

Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
cairan aktif
2. Ketidakseimbangan

nutrisikurang

dari

kebutuhan

tubuh

berhubungan dengan faktor biologis (mual muntah)


3. Kurang

pengetahuan

tentang

proses

penyakit

pengobatanya berhubungan dengan keterbatasan kognitif.

33

dan

INTERVENSI KEPERAWATAN
D

TUJUAN DAN KRITERIA

HASIL

1.

Tujuan:

INTERVENSI

1. Menilai

setelah

dilakukan

RASIONAL

1.Menyediakan

terjadinya mual

informasi tentang

asuhan keperawatan

dan muntah,

emesis dan

selama x24 jam klien

kualitas,

karakteristik

akan

kuantitas dan

mendefinisikan

mengalami

volume

cairan

memadai.

adanya darah,
empedu,
makanan bau

Kriteria Hasil:

2. Kaji adanya

Tidak

terjadi

mual

dan

gejala terkait:
diare, demam,

muntah.

sakit telinga,

Mukosa lembab

gejala Ugi,

TTV normal:

perubahan

- RR :

penglihatan,

Bayi

baru

sakit kepala,

lahir

35

kejang,
tangisan

40 x/mnt
Bayi

bernada tinggi,

bulan 30

polidipsia,

50 x/mnt

poliuria,

Toddler

polifagia,

anoreksia, dan

tahun 25

2.Menyediakan
informasi untuk
mengidentifikasi
kondisi medis
yang
terkait;
menunjukkan
status cairan;
peningkatan
output
dan penurunan
asupan
menunjukkan
defisit
cairan dan
kebutuhan
penggantian

34

32 x/mnt

sebagainya;

Anak

asupan catatan

anak 20

dan output,

30 x/mnt

termasuk
semua kerugian

Remaja 16

cairan tubuh ,

19 x /mnt

infus dan cairan

Dewasa 12

oral

20 x/mnt

(menentukan

- Nadi

frekuensi).

Bayi 120
160 x/mnt
Toddler

3.Memberikan
3. Menilai turgor

tahun 90

kulit, membran

140 x/mnt

mukosa, berat,

Prasekolah
80

status hidrasi,
termasuk

Fontanelles dari

110

bayi,

x/mnt

kekosongan

Usia

terakhir, dan

sekolah 75

perubahan

perilaku.

100

x/mnt

kehilangan cairan
ekstraselular,
tingkat aktivitas
menurun,
malaise,
penurunan berat
badan, turgor kulit

Remaja 60

buruk, urin

90 x /mnt

terkonsentrasi

Dewasa 60

informasi tentang

100

x/mnt
- Suhu :
37,5

36,5derajat

celcius

tidak ada tandatanda dehidrasi

2.

Tujuan:
waktu
satus

Dalam 1. Kaji riwayat


7x24

jam
nutrisi

1. 1.Menyediakan

asupan

informasi

makanan (24-

dibutuhkan untuk

35

yang

mengalami

jam atau ASI;

ingat,

perbaikan.

pengaruh

makanan

Kriteria hasil:

keuangan dan

susu

budaya; vitamin

mengevaluasi

mengalami

/ suplemen

pola

gizi,

peningkatan

mineral; alergi

kebiasaan

dan

Klien

makanan.

kecukupan

BB

anak

dapat

minum

2. Menilai

dianjurkan

perubahan

Menunjukkan

nafsu makan

berat

(kurang atau

badan

2. 2.

dan efek penyakit


yang

berlebihan),

dan

adanya penyakit

mempertahan

dan diagnosis,

kan

berat

efek nutrisi

badan

yang

pada kulit,

tepat dengan

rambut, mata,

nilai

mulut, kepala,

laboratorium

otot, perilaku.

Menunjukkan

status kesehatan

meningkat

membutuhkan
peningkatan
kebutuhan nutrisi
dan nafsu makan
yang dipengaruhi
oleh penyakit dan
dapat

normal

menyebabkan

Normalnya

kekurangan gizi
3. Menilai panjang

terjadi

3. 3.Menyediakan

penambahan

dan berat

berat

badan, lingkar

informasi

kepala,

antropometrik

ketebalan

tentang

setiap

lipatan kulit

tubuh dan kadar

minggunya.

yang lingkar

protein

lengan

status gizi umum.

badan

sekitar
200

formula

kelebihan).

formulayang

dan

(kekurangan atau

ASI

atau

jumlah

140gram

Intake

nutrisi

cukup

(bayi:

110

120

kalori/kgBB/ha
ri)

36

lemak
dan

Tujuan

Setelah 1. Berikan

dilakukan

1. Informasi

asuhan

informasi

keperawatan 1x24 jam

berharga

pada

mengenai

pengetahuan

keluarga

klien

kondisi klien

tentang

apa

tentang

keluarga

penyakitnya

menjadi lebih adekuat


Kriteria hasil :

Secara

akan

terjadi

keluarga

klien

mengerti

tentang

jelas

akan
memberikan
pemahaman
pada

verbal

keluarga
tentang

kondisi klien.

segala

Mengidentifikasi

kemungkina

hubungan

n yang akan

antara

tanda dan gejala


pada
penyakit

proses
dengan

faktor
penyebabnya.

yang

yang

Memulai
perubahan
hidup

pola

2. Bantu

keluarga

untukmengenali

dialami oleh
anaknya.

atau
menginterpretas
ikan

perilaku

bayi

serta

responnya

2. Perilaku
bayi
cenderung
berubah

yang

saat

dia

berpartisipasi

sakit

atau

dalam pengobatan

mengalami

penting

klien

dan

3. Ulangi informasi

ketakutan.

sesering

Misalnya

mungkin

menolak
untuk
makan,
menangis
terus

dan

tidak

mau

tidur.
3. Meningkatk
an
pemahaman
37

orang

tua

mengenai
kondisi
klien.

Post Operasi
1.

Kerusakan integritas
kulit berhubungan dengan terdapatnya stoma sekunder dari
kolostomi

Rencana Keperawatan
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terdapatnya
stoma sekunder dari kolostomi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24
jam, diharapkan tidak terjadi kerusakan integritas kulit
Kriteria hasil :
-

Integritas kulit dipertahankan

Menunjukkan

perilaku

untuk

meningkatkan

penyembuhan luka
Tindakan
Intervensi

Rasional

Lihat stoma / area kulit peristomal Memantau proses penyembuhan /


pada tiap penggantian kantong. keefektifan alat dan mengindikasi
Bersihkan
keringkan.

dengan
Catat

air

dan masalah pada area, kebutuhan


irigasi, untuk evaluasi / intervensi lanjut.

kemerahan (warna gelap, kebiru- Mempertahankan


biruan)

kebersihan

kekeringan area untuk membantu


pencegahan

kerusakan

kulit.

Identifikasi dini nekrosis stoma /


iskemia atau infeksi jamur (dari
perubahan

flora

memberikan
waktu

normal

intervensi

untuk

usus)
tepat

mencegah

komplikasi serius. Stoma harus


kemerahan

dan

lembab.

Area

ulkus pada stoma mungkin dari


lubang
38

kantung

yang

terlalu

sempit

atau

lempengan

yang

menekan kedalam stoma. Pada


pasien dengan ileostomi, feses
kaya akan enzim, meningkatkan
bahan

iritasi

pasien

pada

kulit.

dengan

Pada

kolostomi

perawatan kulit bukan masalah


besar, karena enzim tak ada lagi
pada feses.
Ukur

stoma

secara

periodic, Sesuai

dengan

penyembuhan

missal tiap perubahan kantong edema pascaoperasi (selama 6


selama

minggu

pertama, minggu pertama) ukuran kantong

kemudian sekali sebulan selama 6 yang


bulan.

dipakai

harus

tepat

sehingga feses terkumpul sesuai


alilran dari ostomi dan kontak
dengan kulit dicegah.

Yakinkan
bagian

bahwa

lubang

belakang

pada Mencegah trauma pada jaringan

kantung stoma

dan

melindungi

kulit

berperekat sedikitnya lebih besar peristomal. Perekatan area yang


1/8 kali ukuran stoma dengan adekuat

penting

untuk

perekat adekuat menempel pada mempertahankan cincin kantong.


kantong.

Catatan

perekatan

terlalu

kencang menyebabkan iritasi kulit


pada pengangkatan kantung.
Berikan

pelindung

efektif,

misalnya

stomahesive,
reliaseal

kulit

(davol)

karaya
atau

yang Melindungi

kulit

dari

perekat

water kantung, meningkatkan perekatan


gum, kantong,

dan

memudahkan

produk pengangkatan kantong bila perlu.

semacamnya.

Catatan : kolostomi sigmoid tak


perlu

menggunakan

pelindung

kulit karena feses terbentuk dan


eliminasi terjadi teratur melalui
irigasi.
Kosongkan irigasi, dan bersihkan Penggantian kantung yang sering
kantung

ostomi

dengan

rutin, mengiritasi

gunakan alat yang tepat.

dihindari.
39

kulit

dan

Pengosongan

harus
dan

pencucian kantung dengan cairan


yang

tepat

dapat

menghilangkan bakteri.
Sokong

kulit

mengangkat

sekitar
kantong

bila Mencegah

iritasi

dengan kerusakan

jaringan

sehubungan

dengan

perlahan. Lakukan pengangkatan penarikan kantung.


kantong sesuai indikasi, kemudian
cuci dengan baik.
Selidiki keluhan rasa terbakar / Indikasi kebocoran feses dengan
gatal / melepuh disekitar stoma.

iritasi

periostomal,

kemungkinan

infeksi

atau
kandida

yang perlu intervensi.


Evaluasi

produk

perekat

dan Memberikan

kesempatan

untuk

kecocokan kantung secara terus - pemecahan masalah. Menentukan


menerus

kebutuhan intervensi lebih lanjut.

Kolaborasi
Konsul

dengan

ahli

terapi

/ Membantu pemilihan produk yang

enterostomal

tepat

untuk

kebutuhan

penyembuhan pasien, termasuk


tipe ostomi, status fisik / mental,
dan sumber financial.
Berikan sprei aerosol dan bedak Membantu
nistatin sesuai indikasi

penyembuhan

bila

terjadi iritasi periostomal / infeksi


jamur.

Catatan

produk

ini

mempunyai efek samping yang


besar

dan

harus

digunakan

dengan jumlah sedikit saja.

40

BAB 4
PEMBAHASAN
Diagnosis atresia ani ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisikdan pemeriksaan penunjang. Atresia ani atau anus
impeforata disebut sebagaimalformasi anorectal atau anomaly
anorectal, merupakan kelainan bawaan(kongenital) yang ditandai
dengan tidak terdapatnya lubang anus atau kuranglengkapnya
pembukaan anus, baik lokasi maupun ukuran yang normal. Atresia
berasal dari bahas a yunani, a artinya tidak ada, trepis artinya
nutrisi atau makanan. Dalam istilah kedokteran atresia adalah
keadaan tidak adanya atautertutupnya lubang badan normal atau
organ tubular secara kongenital.
Bayi An. pada kasus diatas di diagnosa menderita penyakit
Atresia Ani dimana penyakit ini merupakan penyakit kongenital atau
penyakit bawaan, anus tidak memiliki lubang atau saluran anus.
Kelompok kami mengambil beberapa diagnosa keperawatan yaitu
yang pertama kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan cairan aktif, kedua ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis (mual
muntah), ketiga kurang pengetahuan tentang proses penyakit dan
pengobatanya berhubungan dengan keterbatasan kognitif. Kami
mengambil

diagnosa

tersebut

setelah

melakukan

anamnesa,

pemeriksaan fisik, laboratorium serta pemeriksaan penunjang


lainnya. Adanya diagnossa keperawatan ini merupakan salah satu
faktor pendukung dari diagnosa medis Atresia Ani.

41

Pada anamnesis didapatkan penderita Tidak memiliki lubang


anus yangdialami penderita sejak lahir pada 12 Oktober 2013.
Sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa Malformasi
anorektal

merupakan

salah

satu

anomali bawaan yang paling umum terjadi pada bayi baru lahir. Seb
elumnya penderita tidak memiliki riwayat keluar mekonium dari
saluran

kencing

dan

perut

kembung pada hari setelah lahir. Anamnesis ini penting untuk mend
iagnosis suatumalformasi anorektal.
Pemeriksaan

fisik

juga

mendukung

untuk

menegakkan

diagnosis.
Pertama pemeriksa harus melakukan inspeksi menyeluruh terhadap
perineum, dimana biasanya

ditemukan

petunjuk

yang

paling

penting tentang jenis malformasi pada pasien. Hal ini penting untuk
tidak langsung membuat keputusan untuk tindakan.
BAB 5
PENUTUP
A. Kesimpulan
Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai
anus imperforate meliputi anus, rectum atau keduanya (Betz. Ed 3
tahun 2002).
Atresia ini atau anus imperforate adalah tidak terjadinya
perforasi

membran

yang

memisahkan

bagian

entoderm

mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak sempurna.


Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang
berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan
rectum. (sumber Purwanto. 2001 RSCM)
Klasifikasi Atresia ani pada pria meliputi: fistula perineum, fistula
rektoureta, bulbar, prostatik, fistula leher rektobladder, anus
imperforata tanpa fistula, atresia rektum, defek kompleks.

42

Pada

wanita meliputi: Fistula perineum, Fistula vestibular, Kloaka persisten, Anus


imperforata tanpa fistula, Atresia rektum, Defek kompleks.
B. Saran
Kami

berharap

semoga

makalah

ini

dapat

memberikan

pengetahuan lebih luas lagi mengenai penyakit dalam sistem


pencernaan.

43

DAFTAR PUSTAKA
Levitt MA, Pena A. Anorectal malformations. Orphanet Journal of Rare Diseases.
2007; p.2:33.
Arnold G.coran. N, Scott adzick. Thomas M,krummel. Jean Martin L. Anthony
Caldamone, Robert Shamberger. Pediatric Surgery seventh edition. Vol 1; 2012.
Department of Pediatrics Surgery. United States of America.
Raffensperger J. Anorectal Anomalies. In : Swensons pediatric Surgery. Ed 5th 1990.
Norwalk, Connecticut : Appleton & Lange. 587-623.
Sjamsuhidayat R, Jong W. Usus Halus, Appendik, Kolon dan Anorektum. Dalam
Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 2th. Jakarta : EGC. 667-70

44

S-ar putea să vă placă și