Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Atresia yang diartikan tidak mempunyai lubang dapat terjadi
pada seluruh saluran tubuh mislanya atresia ani, atresia hymenalis,
atresia saluran empedu dan atresia esophagus. Atresia ani dalam
istilah
kerdokteran
juga
disebut
sebagai
imperforata
anus,
kelainan
congenital
yang
terjadi
karena
gangguan
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi dan fisiologi atresia ani?
2. Bagaimana epidemoligi atresia ani?
3. Apa definisi atresia ani?
4. Bagaimana etiologi atresia ani?
1
BAB 2
TINJAUAN TEORI
A. Anatomi Dan Fisiologi
1. Usus halus
Usus halus atau intestinum minor adalah bagian dari sistem pencernaan makanan
yang berpangkal pada pylorus dan berakhir pada sekum panjangnya 6 m,
merupakan saluran paling panjang tempat proses pencernaan dan absorpsi hasil
pencernaan yang terdiri dari lapisan usus halus (lapisan mukosa (sebelah di
dalam), lapisan otot melingkar (M.sirkuler), lapisan otot memanjang (M.
longitudinal), dan lapisan serosa (sebelah luar)).Absorpsi makanan yang sudah
dicerna seluruhnya berlangsung di dalam usus halus melalui 2 saluran yaitu
pembuluh kapiler dalam darah dan seluruh limfe di sebelah dalam permukaan vili
usus. Sebuah vilus berisi lakteal, pembuluh darah epitelium dan jaringan otot
yang diikat bersama oleh jaringan limfoid seluruhnya diliputi membran dasar dan
ditutupi oleh epitelium. Karena vili keluar dari dinding usus maka bersentuhan
dengan makanan cair dan lemak yang diabsorpsi ke dalam lakteal kemudian
berjalan melalui pembuluh limfe masuk ke dalam pembuluh kapiler darah di vili
dan oleh vena porta dibawa ke hati untuk mengalami beberapa perubahan.
Fungsi usus halus :
a. Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui kapilerkapiler darah dan saluran-saluran limfe.
b. Menyerap protein dalam bentuk asam amino.
c. Karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida.
2. Duodenum
Duodenum disebut juga usus 12 jari, panjangnya 25 cm, berbentuk sepatu kuda
melengkung ke kiri, pada lengkungan ini terdapat pankreas. Pada bagian kanan
duodenum ini terdapat selaput lendir, yang membukit disebut papilla vateri. Pada
papilla vateri ini bermuara saluran empedu (duktus koledokus) dan saluran
pankreas (duktus pankreatikus).
Empedu dibuat di hati untuk dikeluarkan ke duodenum melalui duktus koledokus
yang fungsinya mengemulsikan lemak, dengan bantuan lipase. Pankreas juga
menghasilkan amilase yang berfungsi mencerna hidrat arang menjadi disakarida,
dan tripsin yang berfungsi mencerna protein menjadi asam amino atau albumin
dan polipeptida.
Dinding duodenum mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung
kelenjar, kelenjar ini disebut kelenjar-kelenjar Brunner, berfungsi untuk
memproduksi getah intestinum.
3. Jejunum dan ileum
Jejunum dan ileum mempunyai panjang sekitar 6 m. Dua perlima bagian atas
adalah jejunum dengan panjang 23 m, dan ileum dengan panjang 4-5 m.
Lekukan jejunum dan ileum melekat pada dinding abdomen posterior dengan
perantaraan
lipatan
peritoneum
yang
berbentuk
kipas
dikenal
sebagai
mesenterium.
Sambungan antara jejunum dan ileum tidak mempunyai batas yang tegas. Ujung
bawah ileum berhubungan dengan sekum dengan perantaraan lubang yang
bernama orifisium ileosekalis. Orifisium ini diperkuat oleh sfingter ileosekalis
dan pada bagian ini terdapat katup valvula sekalis valvula baukhini yang
berfungsi untuk mencegah cairan dalam kolon asenden tidak masuk kembali ke
ileum.
4. Usus besar
Usus besar atau intestinum mayor panjangnya 1 m, lebarnya 5-6 cm.
Lapisan-lapisan usus besar dari dalam keluar : selaput lendir, lapisan otot
melingkar, lapisan otot memanjang, jaringan ikat. Fungsi usus besar adalah
menyerap air dari makanan, tempat tinggal bakteri.
5. Sekum
Dibawah sekum terdapat apendiks vermiformis yang berbentuk seperti cacing
sehingga disebut juga umbai cacing, panjangnya 6 cm. Seluruhnya ditutupi oleh
peritoneum mudah bergerak walaupun tidak mempunyai mesenterium dan dapat
diraba melalui dinding abdomen pada orang yang masih hidup.
6. Kolon asendens
Panjangnya 13 cm, terletak dibawah abdomen sebelah kanan, membujur ke atas
dari ileum ke bawah hati. Di bawah hati melengkung ke kiri, lengkungan ini
disebut fleksura hepatika, dilanjutkan sebagai kolon transversum.
7. Apendiks (usus buntu)
Bagian dari usus besar yang muncul seperti corong dari ujung sekum, mempunyai
pintu keluar yang sempit tetapi masih memungkinkan dapat dilewati oleh
beberapa isi usus. Apendiks tergantung menyilang pada linea terminalis masuk ke
dalam rongga pelvis minor, terletak horizontal dibelakang sekum. Sebagai suatu
organ pertahanan terhadap infeksi kadang apendiks bereaksi secara hebat dan
hiperaktif yang bisa menimbulkan perforasi dindingnya ke dalam rongga
abdomen.
8. Kolon transversum
Panjangnya 38 cm, membujur dari kolon desenden, berada dibawah abdomen,
sebelah kanan terdapat fleksura hepatika dan sebelah kiri terdapat fleksura
lienalis.
9. Kolon desendens
Panjangnya 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri membujur dari atas
ke bawah dan fleksura lienalis sampai ke depan ileum kiri, bersambung dengan
kolon sigmoid.
10. Kolon sigmoid
Kolon sigmoid merupakan lanjutan dari kolon desendens, terletak miring dalam
rongga pelvis sebelah kiri, bentuknya menyerupai huruf S, ujung bawahnya
berhubungan dengan rektum.
11. Rektum
Rektum berawal kira-kira setinggi vertebra sakrum 3, mengikuti lengkungan
sacrococcygeus dengan menembus diafragma pelvis menjadi kanalis analis
(saluran anus). Ke arah proksimal rektum bersinambung dengan kolon sigmoid.
Rektum berbentuk seperti huruf S dan memiliki tiga lengkungan yang tajam
sewaktu mengikuti lengkungan sacrococcygeus. Bagian rektum yang diatas
diafragma pelvis melebar, disebut ampulla recti yang berperan menopang dan
menyimpan massa tinja. Bagian akhir rektum membelok tajam ke dorsal
(lengkung anorektal) untuk beralih menjadi kanalis analis. Sebagian muskulus
levator ani / muskulus puborektalis membentuk jerat pada batas rektum-anus dan
menarik bagian ini ventral sehingga terjadi sudut anorektal (angulus anorektalis).
urinaria,
pada
tempat
itu
peritoneum
membentuk
lantai
kantung
b. Vaskularisasi rektum
Percabangan arteri iliaca comunis membentuk arteri iliaka interna dan arteri
iliaka eksterna. Cabang arteri iliaka interna menyuplai darah kehampir seluruh
struktur pelvis. Arteri rektalis superior yang merupakan kelanjutan dari arteri
mesenterika inferior memasok darah ke rektum bagian tengah dan rektum
distal, dan arteri rektalis inferior mengatur perdarahan bagian distal rektum.
Darah dari rektum disalurkan kembali melalui vena rektalis superior, vena
rektalis media, vena rektalis inferior. Kira-kira setinggi vertebra S-3, a.rektalis
superior membagi diri dalam dua cabang yang menuruni tiap sisi rektum. Dua
a.rektalis media merupakan cabang-cabang aa. iliaka interna yang memasok
rektum pars media dan inferior. Dua aa. Rektalis inferior, cabang-cabang aa.
Pudendi interna yang memasok pars inferior rekti dan kanalis analis. Aliran
vena rektum dialirkan melalui vv. Rektalis superior, media dan inferior.
12.
Anus
Hasil penelitian
membran
yang
memisahkan
bagian
entoderm
imperforata.
Jika
atresia
terjadi
maka
hampir
selalu
D. Etiologi
Penyebab sebenarnya dari atresia ani ini belum di ketahui pasti,
namun ada sumber yang mengatakan bahwa kelainan bawaan anus
di sebabkan oleh :
E. Patofisiologi
Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum
urorektal secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau
pembentukan anus dari tonjolan embrionik, sehingga anus dan
rektum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor
dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan
bakal genitourinari dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal
10
dikeluarkan
sehingga
intestinal
mengalami
obstruksi.
F. Klasifikasi
Pria
Wanita
11
Fistula perineum
Fistula perineum
Fistula rektouretra
Fistula vestibular
Bulbar
Kloaka persisten
Prostatik
3 cm saluran umum
Atresia rektum
Atresia rektum
Defek kompleks
Defek kompleks
12
Bucket handle : atau disebut gagang ember yaitu daerah lokasi anus normal
tertutup kulit yang berbentuk gagang ember. Evakuasi feses tidak ada.
2. Rectourethral fistula
a. Bulbar
b. Prostatic
3. Blad
derneck
fistula
13
14
3.
a. Low
b. high
5. Rectal atresia : kelainan dimana anus tampak normal, tetapi pada pemeriksaan
colok dubur jari tidak dapat masuk lebih dari 1 -2 cm.
15
6.
Hidrocolpos
Hidrocolpos
adalah
distensi
vagina
yang
disebabkan
16
H. Penatalaksanaan Medis
a. Pembedahan
Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai
dengan keparahan kelainan. Semakin tinggi gangguan,
semakin rumit prosedur pengobatannya. Untuk kelainan
dilakukan kolostomi beberapa lahir, kemudian anoplasti
perineal yaitu dibuat anus permanen (prosedur penarikan
perineum abnormal) dilakukan pada bayi berusia 12 bulan.
Pembedahan ini dilakukan pada usia 12 bulan dimaksudkan
untuk memberi waktu pada pelvis untuk membesar dan
pada
otot-otot
untuk
berkembang.
Tindakan
ini
juga
17
minimal
membran
tersebut
dilubangi
degan
hemostratau skapel
Anestesi Pada Anak Dengan Malformasi Anorektal
Anestesi pada bayi dan anak berbeda dengan anestesi pada orang dewasa.
Permasalahan yang perlu diperhatikan pada anestesi pediatrik antara lain.
a. Teknik Anestesi
Dilakukan anestesi umum dengan pipa endotrakea, dengan gas hangat.
Kamar operasi dengan suhu 20-25C. Hangat pada meja operasi.
b. Induksi
Pasang jalur IV sebelum induksi. Jika ada sindroma vena kava superior,
penting jika akses intravena pada ekstremitas bawah. Atropin (0,02 mg/kg
IV) diberikan untuk mengurangi sekresi kelenjar dan mencegah
bradikardi dari efek induksi halotan yang dalam dari laringoskopi.
Intubasi bangun pada posisi duduk mungkin perlu. Suatu induksi
memakai sungkup dengan halotan/ O2 pada posisi semifowler mungkin
tepat. Intubasi seharusnya dilakukan dengan ventilasi spontan. Gunakan
pipa endotrakeal dan evaluasi dari trakea/bronkus. Hindari penggunaan
pelemas otot sampai pipa endotrakeal terpasang. Dokter bedah segera
hadir dengan persiapan bronkoskopi yang rigid saat dilakukan induksi
yang berakibat obstruksi jalan nafas akut. Perubahan posisi sederhana
(misalnya: dari posisi supine ke lateral atau duduk) mungkin
mengakibatkan kolaps kardiorespirasi.
c. Induksi anestesi parenteral
a. Intramuskuler
Metode ini dipilih jika ada kesulitan mencari pembuluh darah vena atau
cara induksi lain tidak memungkinkan. Sebenarnya induksi anestesi cara
ini lebih pasti dan praktis dibanding cara induksi per rektal, dan dapat
dilakukan pada saat bayi/anak sudah ada di meja operasi. Kerugian
metode ini adalah suntikan, yg sangat ditakuti bayi/anak dan volume yg
diberikan cukup banyak. Obat yg digunakan biasanya ketamin dosis 6-10
mg/kgBB. Biasanya anak/bayi akan tidur setelah 3-5 menit.
18
b. Intravena
Keuntungan cara ini adalah selain cepat, juga menyenangkan karena
dapat berjalan mulus dan cepat, terutama apabila telah terpasang infus.
Kerugiannya biasanya sangat sukar memasang infus, anak/bayi sering
berontak, dan kesukaran mencari pembuluh vena.
d. Induksi anestesi inhalasi
Dari penelitian didapatkan bahwa penangkapan (uptake) gas anestesi pada
paru anak/bayi lebih cepat dibanding orang dewasa, karena proporsi
jaringan pembuluh darahnya lebih banyak. Karena itu, induksi inhalasi
pada anak/bayi lebih cepat dibanding orang dewasa, dan ekskresinya pun
lebih cepat.
Oleh sebab itu, banyak ahli anestesi sering memakai teknik ini, tapi
kerugian teknik ini adalah dapat menimbulkan trauma psikis dan
pengalaman yang buruk.
Untuk mengatasi kendala tersebut, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan:
a. Persiapan pre operatif harus lebih baik.
b. Masker diberi rasa dan warna yg menarik.
c. Pemasangan masker jangan langsung menutupi muka.
d. Bisa memakai teknik single breath.
e. Induksi anestesi per nasal
Merupakan cara induksi anestesi yg paling baru. Dikenal dengan istilah
pra induksi karena perubahan kesadaran yg timbul berbeda dengan akibat
pemberian premedikasi secara oral atau intramuskuler. Pemberian
sufentanil lewat nasal dengan dosis 1,5-3 U gr/kgBB ternyata cukup
efektif sebagai pra induksi pada anak yg lebih besar. Cara ini tidak begitu
menimbulkan efek yg traumatis.
b. Penatalaksanaan Post-operatif
Perawatan Pasca Operasi PSARP
a. Antibiotik intra vena diberikan selama 3 hari ,salep antibiotik diberikan selama
8- 10 hari.
b. 2 minggu pasca operasi dilakukan anal dilatasi dengan heger dilatation, 2 kali
sehari dan tiap minggu dilakukan anal dilatasi dengan anal dilator yang dinaikan
19
sampai mencapai ukuran yang sesuai dengan umurnya. Businasi dihentikan bila
busi nomor 13-14 mudah masuk.
Kalibrasi anus tercapai dan orang tua mengatakan mudah mengejakan serta
tidak ada rasa nyeri bila dilakukan 2 kali sehari selama 3-4 minggu merupakan
indikasi tutup kolostomi, secara bertahap frekuensi diturunkan.
Pada kasus fistula rektouretral, kateter foley dipasang hingga 5-7 hari.
Sedangkan pada kasus kloaka persisten, kateter foley dipasang hingga 10-14 hari.
Drainase suprapubik diindikasikan pada pasien persisten kloaka dengan saluran
lebih dari 3 cm. Antibiotik intravena diberikan selama 2-3 hari, dan antibiotik
topikal berupa salep dapat digunakan pada luka.
Dilatasi anus dimulai 2 minggu setelah operasi. Untuk pertama kali dilakukan
oleh ahli bedah, kemudian dilatasi dua kali sehari dilakukan oleh petugas
kesehatan ataupun keluarga. Setiap minggu lebar dilator ditambah 1 mm tercapai
ukuran yang diinginkan. Dilatasi harus dilanjutkan dua kali sehari sampai dilator
dapat lewat dengan mudah. Kemudian dilatasi dilakukan sekali sehari selama
sebulan diikuti dengan dua kali seminggu pada bulan berikutnya, sekali
seminggu dalam 1 bulan kemudian dan terakhir sekali sebulan selama tiga bulan.
Setelah ukuran yang diinginkan tercapai, dilakukan penutupan kolostomi.
Setelah dilakukan penutupan kolostomi, eritema popok sering terjadi karena
kulit perineum bayi tidak pernah kontak dengan feses sebelumnya. Salep tipikal
yang mengandung vitamin A, D, aloe, neomycin dan desitin dapat digunakan
untuk mengobati eritema popok ini.
c. Pengobatan
1. Aksisi membran anal (membuat anus buatan)
2. Fiktusi yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan
setelah 3 bulan dilakukan korksi sekaligus (pembuat anus
permanen)(Staf Pengajar FKUI. 205)
I. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan
diagnostik yang umum dilakukan pada gangguan ini.
20
J. Asuhan keperawatan
Pengkajian
1. Pengkajian
21
22
2. Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani
biasanya anus tampak merah, usus melebar, termometer yang
dimasukkan melalui anus tertahan oleh jaringan, pada auskultasi
terdengar hiperperistaltik, tanpa mekonium dalam waktu 24 jam
setelah bayi lahir, tinja dalam urine dan vagina.
BAB 3
APLIKASI TEORI
Contoh Kasus
Bayi An. Usia 3 hari, BB 2450 gr dan TB 42 cm. Dibawa ke rumah
sakit dengan keluhan belum BAB, muntah, dan perut kembung. Ibu
Arini mengatakan, bayinya selalu memuntahkan kembali susu
formula yang diberikan, bayi selalu rewel. Frekuensi muntah 4 6
x/hari, warna kehijauan
Hasil pemeriksaan fisik
-
Suhu : 37 C
RR : 46 x/mnt
Abdomen membuncit
I.
DATA UMUM
Nama
: An. An
23
Ruang
: Seruni 3
No. Registrasi
:4
Umur
: 3 hari
Jenis kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Suku bangsa
: Jawa
Bahasa
: Indonesia
Alamat
:-
Penanggung jawab
: Tn. Dimas
Pendidikan terakhir
: Sma
Pekerjaan
: Swasta
Golongan darah
:B
Tanggal MRS
: 21 Februari 2013
Tanggal pengkajian
: 21 Februari 2013
Diagnosa medis
II.
: Atresia Ani
DATA DASAR
1. Keluhan Utama :
Anak belum BAB, muntah dan perut kembung.
2. Alasan masuk rumah sakit:
Sejak lahir (18 Februari 2013) By. An belum BAB, perut bayi
kembung. Sebelum
24
berat
badan
selama
hamil
mengalami
penurunan
2. Obat-obatan yang digunakan
Keluarga pasien mengatakan tidak ada obat yang
dikonsumsi pasien dan ibu pasien hanya diberi obat
vitamin untuk meningkatkan berat badan.
3. Kecelakan (jatuh)/tindakan yang pernah dilakukan
Keluarga pasien mengatakan tidak pernah mengalami
kecelakaan.
4. Tindakan operasi
Keluarga pasien mengatakan anaknya belum pernah
melakukan tindakan operasi
5. Riwayat alergi
Pasien mengatakan tidak mempunyai riwayat alergi.
6. Imunisasi
Keluarga
pasien
mengatakan
anaknya
belum
pasien
perkembangan
dan
mengatakan
sudah
pertumbuhannya
membaik
masih
belum
25
V.
RIWAYAT SOSIAL
1. Pengasuh
Diasuh ibunya dan diasuh ibu mertuanya
2. Hubungan dengan anggota keluarga juga saudara
Pasien seorang pekerja swasta dan loyal terhadap
semua orang.
3. Pembawaan secara umum
Anaknya sering rewel
4. Lingkungan rumah
Ibu
pasien
mengatakan
rumahnya
dilingkungan
Aktifitas
Mandi
Berpakaian
Eleminasi
Mobilisasi
di
tempat tidur
Pindah
Ambulasi
Naik tangga
26
Gosok gigi
Sebelum sakit
Saat sakit
2 jam
2 jam
9 jam
8 jam
Pengantar tidur
Total tidur
11 jam
9 jam
Gangguan tidur
BB
pemeriksaan
sakit
21-02-2013
2450 gr
2250 gr
Sebelum sakit
Frekuensi
1-2 porsi
Saat sakit
1x/hari
Jenis
Nasi,lauk,sayur
Porsi
1 porsi
porsi
Total konsumsi
2 porsi
1 porsi
Keluhan
TAA
Mual, nafsu m
menuerun
4. Diit khusus
Tidak ada
27
Intake
output
Tanda-tanda
dehidrasi
Cairan
100 ml
60 ml
Total produksi
urin
5.pola eliminasi
Eliminasi urin
Keterangan
Sebelum sakit
Frekuensi
4 x / hari
Pancaran
normal
Saat sakit
3x/ hari
normal
Jumlah
648
648
Bau
khas
khas
kuning
Kuning
648 cc
648 cc
Warna
Perasaan
setelah BAK
Total
produksi
urin
Eliminasi Alvi
Keterangan
Sebelum sakit
Saat sakit
Frekuensi
1x/ hari
Konsistensi
normal
khas
kuning
Bau
Warna
28
Menjelaskan
tentang
fungsi
penglihatan,
Pola hubungan-peran
agama
konsekuensinya
dalam
yang
dipeluk
keseharian.
dan
Dengan
ini
terhadap
klien
dalam
upaya
Keterangan
Sebelum sakit
Saat sakit
Nilai khusus
Praktik ibadah
Pengetahuan
tentang
praktik
ibadah
selama
sakit
29
12.
VII.
distensi
dan
anak
30
selalu
Terapi
1. Oral
2. Parentera
3. Lain-lain
Analisa Data
N
DATA
ETIOLOGI
O
1.
MASALAH
KEPERAWATAN
DS :
Gangguan
Ibu
klien
mengataka
n
bayi
belum BAB
pertumbuhan, fusi,
pembentukan anus
dari tonjolan
embriogenik
sejak lahir ,
muntah,
dan
perut
Atresia ani
kembung.
Ibu
klien
mengataka
n muntahan
berwarna
Feses menumpuk
hijau,,
muntah
sekitar
4-6
x/hari.
tekanan
DO :
Bayi
intraabdominal
rewel
dan tampak
kembung.
BB
Mukosa
bibir kering
Mual, muntah
2450
gram
Peningkatan
Kekurangan volume
cairan
Tampak
bekas
31
Kekurangan volume
cairan
muntahan
berwarna
2.
hijau
DS :
Ibu
klien
mengataka
n
bayi
belum BAB
Gangguan
Ketidakseimbangan
pertumbuhan, fusi,
pembentukan anus
kebutuhan tubuh
dari tonjolan
embriogenik
sejak lahir,
muntah,
dan
perut
Atresia ani
kembung.
Ibu
klien
mengataka
n muntahan
bayi
Feses menumpuk
berwarna
hijau,
muntah
sekitar
Peningkatan
4-6
x/hari..
tekanan
intraabdominal
DO :
Bayi
rewel
dan tampak
Mual, muntah
kembung.
BB
2450
gram
Mukosa
bibir kering
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Tampak
bekas
muntahan
berwarna
hijau
Hasil
32
pemeriksaa
n
abdomen :
I : cembung
3.
DS :
Gangguan
Ibu klien
mengata
pertumbuhan, fusi,
Kurang
pengetahuan
pembentukan anus
dari tonjolan
kan
embriogenik
tidak
ada
anggota
Atresia ani
keluarga
yang
pernah
menderit
a
penyakit
ini pada
masa
kecilnya.
DO :
kurang informasi
kurang
pengetahuan
Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
cairan aktif
2. Ketidakseimbangan
nutrisikurang
dari
kebutuhan
tubuh
pengetahuan
tentang
proses
penyakit
33
dan
INTERVENSI KEPERAWATAN
D
HASIL
1.
Tujuan:
INTERVENSI
1. Menilai
setelah
dilakukan
RASIONAL
1.Menyediakan
terjadinya mual
informasi tentang
asuhan keperawatan
dan muntah,
emesis dan
kualitas,
karakteristik
akan
kuantitas dan
mendefinisikan
mengalami
volume
cairan
memadai.
adanya darah,
empedu,
makanan bau
Kriteria Hasil:
2. Kaji adanya
Tidak
terjadi
mual
dan
gejala terkait:
diare, demam,
muntah.
sakit telinga,
Mukosa lembab
gejala Ugi,
TTV normal:
perubahan
- RR :
penglihatan,
Bayi
baru
sakit kepala,
lahir
35
kejang,
tangisan
40 x/mnt
Bayi
bernada tinggi,
bulan 30
polidipsia,
50 x/mnt
poliuria,
Toddler
polifagia,
anoreksia, dan
tahun 25
2.Menyediakan
informasi untuk
mengidentifikasi
kondisi medis
yang
terkait;
menunjukkan
status cairan;
peningkatan
output
dan penurunan
asupan
menunjukkan
defisit
cairan dan
kebutuhan
penggantian
34
32 x/mnt
sebagainya;
Anak
asupan catatan
anak 20
dan output,
30 x/mnt
termasuk
semua kerugian
Remaja 16
cairan tubuh ,
19 x /mnt
Dewasa 12
oral
20 x/mnt
(menentukan
- Nadi
frekuensi).
Bayi 120
160 x/mnt
Toddler
3.Memberikan
3. Menilai turgor
tahun 90
kulit, membran
140 x/mnt
mukosa, berat,
Prasekolah
80
status hidrasi,
termasuk
Fontanelles dari
110
bayi,
x/mnt
kekosongan
Usia
terakhir, dan
sekolah 75
perubahan
perilaku.
100
x/mnt
kehilangan cairan
ekstraselular,
tingkat aktivitas
menurun,
malaise,
penurunan berat
badan, turgor kulit
Remaja 60
buruk, urin
90 x /mnt
terkonsentrasi
Dewasa 60
informasi tentang
100
x/mnt
- Suhu :
37,5
36,5derajat
celcius
2.
Tujuan:
waktu
satus
jam
nutrisi
1. 1.Menyediakan
asupan
informasi
makanan (24-
dibutuhkan untuk
35
yang
mengalami
ingat,
perbaikan.
pengaruh
makanan
Kriteria hasil:
keuangan dan
susu
budaya; vitamin
mengevaluasi
mengalami
/ suplemen
pola
gizi,
peningkatan
mineral; alergi
kebiasaan
dan
Klien
makanan.
kecukupan
BB
anak
dapat
minum
2. Menilai
dianjurkan
perubahan
Menunjukkan
nafsu makan
berat
(kurang atau
badan
2. 2.
berlebihan),
dan
adanya penyakit
mempertahan
dan diagnosis,
kan
berat
efek nutrisi
badan
yang
pada kulit,
tepat dengan
rambut, mata,
nilai
mulut, kepala,
laboratorium
otot, perilaku.
Menunjukkan
status kesehatan
meningkat
membutuhkan
peningkatan
kebutuhan nutrisi
dan nafsu makan
yang dipengaruhi
oleh penyakit dan
dapat
normal
menyebabkan
Normalnya
kekurangan gizi
3. Menilai panjang
terjadi
3. 3.Menyediakan
penambahan
dan berat
berat
badan, lingkar
informasi
kepala,
antropometrik
ketebalan
tentang
setiap
lipatan kulit
minggunya.
yang lingkar
protein
lengan
badan
sekitar
200
formula
kelebihan).
formulayang
dan
(kekurangan atau
ASI
atau
jumlah
140gram
Intake
nutrisi
cukup
(bayi:
110
120
kalori/kgBB/ha
ri)
36
lemak
dan
Tujuan
Setelah 1. Berikan
dilakukan
1. Informasi
asuhan
informasi
berharga
pada
mengenai
pengetahuan
keluarga
klien
kondisi klien
tentang
apa
tentang
keluarga
penyakitnya
Secara
akan
terjadi
keluarga
klien
mengerti
tentang
jelas
akan
memberikan
pemahaman
pada
verbal
keluarga
tentang
kondisi klien.
segala
Mengidentifikasi
kemungkina
hubungan
n yang akan
antara
proses
dengan
faktor
penyebabnya.
yang
yang
Memulai
perubahan
hidup
pola
2. Bantu
keluarga
untukmengenali
dialami oleh
anaknya.
atau
menginterpretas
ikan
perilaku
bayi
serta
responnya
2. Perilaku
bayi
cenderung
berubah
yang
saat
dia
berpartisipasi
sakit
atau
dalam pengobatan
mengalami
penting
klien
dan
3. Ulangi informasi
ketakutan.
sesering
Misalnya
mungkin
menolak
untuk
makan,
menangis
terus
dan
tidak
mau
tidur.
3. Meningkatk
an
pemahaman
37
orang
tua
mengenai
kondisi
klien.
Post Operasi
1.
Kerusakan integritas
kulit berhubungan dengan terdapatnya stoma sekunder dari
kolostomi
Rencana Keperawatan
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terdapatnya
stoma sekunder dari kolostomi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24
jam, diharapkan tidak terjadi kerusakan integritas kulit
Kriteria hasil :
-
Menunjukkan
perilaku
untuk
meningkatkan
penyembuhan luka
Tindakan
Intervensi
Rasional
dengan
Catat
air
kebersihan
kerusakan
kulit.
flora
memberikan
waktu
normal
intervensi
untuk
usus)
tepat
mencegah
dan
lembab.
Area
kantung
yang
terlalu
sempit
atau
lempengan
yang
iritasi
pasien
pada
kulit.
dengan
Pada
kolostomi
stoma
secara
periodic, Sesuai
dengan
penyembuhan
minggu
dipakai
harus
tepat
Yakinkan
bagian
bahwa
lubang
belakang
kantung stoma
dan
melindungi
kulit
penting
untuk
Catatan
perekatan
terlalu
pelindung
efektif,
misalnya
stomahesive,
reliaseal
kulit
(davol)
karaya
atau
yang Melindungi
kulit
dari
perekat
dan
memudahkan
semacamnya.
menggunakan
pelindung
ostomi
dengan
rutin, mengiritasi
dihindari.
39
kulit
dan
Pengosongan
harus
dan
tepat
dapat
menghilangkan bakteri.
Sokong
kulit
mengangkat
sekitar
kantong
bila Mencegah
iritasi
dengan kerusakan
jaringan
sehubungan
dengan
iritasi
periostomal,
kemungkinan
infeksi
atau
kandida
produk
perekat
dan Memberikan
kesempatan
untuk
Kolaborasi
Konsul
dengan
ahli
terapi
enterostomal
tepat
untuk
kebutuhan
penyembuhan
bila
Catatan
produk
ini
dan
harus
digunakan
40
BAB 4
PEMBAHASAN
Diagnosis atresia ani ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisikdan pemeriksaan penunjang. Atresia ani atau anus
impeforata disebut sebagaimalformasi anorectal atau anomaly
anorectal, merupakan kelainan bawaan(kongenital) yang ditandai
dengan tidak terdapatnya lubang anus atau kuranglengkapnya
pembukaan anus, baik lokasi maupun ukuran yang normal. Atresia
berasal dari bahas a yunani, a artinya tidak ada, trepis artinya
nutrisi atau makanan. Dalam istilah kedokteran atresia adalah
keadaan tidak adanya atautertutupnya lubang badan normal atau
organ tubular secara kongenital.
Bayi An. pada kasus diatas di diagnosa menderita penyakit
Atresia Ani dimana penyakit ini merupakan penyakit kongenital atau
penyakit bawaan, anus tidak memiliki lubang atau saluran anus.
Kelompok kami mengambil beberapa diagnosa keperawatan yaitu
yang pertama kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan cairan aktif, kedua ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis (mual
muntah), ketiga kurang pengetahuan tentang proses penyakit dan
pengobatanya berhubungan dengan keterbatasan kognitif. Kami
mengambil
diagnosa
tersebut
setelah
melakukan
anamnesa,
41
merupakan
salah
satu
anomali bawaan yang paling umum terjadi pada bayi baru lahir. Seb
elumnya penderita tidak memiliki riwayat keluar mekonium dari
saluran
kencing
dan
perut
kembung pada hari setelah lahir. Anamnesis ini penting untuk mend
iagnosis suatumalformasi anorektal.
Pemeriksaan
fisik
juga
mendukung
untuk
menegakkan
diagnosis.
Pertama pemeriksa harus melakukan inspeksi menyeluruh terhadap
perineum, dimana biasanya
ditemukan
petunjuk
yang
paling
penting tentang jenis malformasi pada pasien. Hal ini penting untuk
tidak langsung membuat keputusan untuk tindakan.
BAB 5
PENUTUP
A. Kesimpulan
Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai
anus imperforate meliputi anus, rectum atau keduanya (Betz. Ed 3
tahun 2002).
Atresia ini atau anus imperforate adalah tidak terjadinya
perforasi
membran
yang
memisahkan
bagian
entoderm
42
Pada
berharap
semoga
makalah
ini
dapat
memberikan
43
DAFTAR PUSTAKA
Levitt MA, Pena A. Anorectal malformations. Orphanet Journal of Rare Diseases.
2007; p.2:33.
Arnold G.coran. N, Scott adzick. Thomas M,krummel. Jean Martin L. Anthony
Caldamone, Robert Shamberger. Pediatric Surgery seventh edition. Vol 1; 2012.
Department of Pediatrics Surgery. United States of America.
Raffensperger J. Anorectal Anomalies. In : Swensons pediatric Surgery. Ed 5th 1990.
Norwalk, Connecticut : Appleton & Lange. 587-623.
Sjamsuhidayat R, Jong W. Usus Halus, Appendik, Kolon dan Anorektum. Dalam
Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 2th. Jakarta : EGC. 667-70
44