Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial
yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan
ekonomis. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar
terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi tingginya.
Kegiatan untuk meningkatkan kesehatan (promotif), mencegah penyakit
(preventif), terapi (kuratif) maupun pemulihan kesehatan (rehabilitatif)
adalah upaya kesehatan masyarakat.(1)
Kulit adalah organ tubuh penting terletak paling luar, yang
membatasi lingkungan dalam dan luar tubuh manusia. Kulit merupakan
lapisan utama untuk melindungi tubuh dari penyakit. Salah satu fungsi
kulit adalah melindungi jaringan dari kerusakan fisik, pengatur panas, alat
indera peraba, dan membantu kerja ginjal melalui mekanisme pengeluaran
keringat. Penyakit kulit dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti jamur,
virus, kuman, parasit hewani dll. Penyakit kulit yang disebabkan oleh
parasit hewani, yaitu pedikulosis, skabies dan creeping disease.(1,2,3)
Skabies adalah penyakit zoonosis yang menyerang kulit, mudah
menular dari manusia ke manusia, dari hewan ke manusia atau
sebaliknya, dapat mengenai semua ras dan golongan di seluruh dunia
yang disebabkan oleh tungau (kutu atau mite) Sarcoptes scabiei. Faktor
yang berperan dalam penularan penyakit ini adalah sosial ekonomi yang
rendah, higien perorangan yang jelek, lingkungan yang tidak saniter,
perilaku yang tidak mendukung kesehatan, serta kepadatan penduduk.
Faktor yang paling dominan adalah kemiskinan dan higiene perorangan
yang jelek di negara berkembang merupakan kelompok masyarakat yang
paling banyak menderita penyakit skabies ini. Prevalensi penyakit Skabies
di Indonesia adalah sekitar 6-27% dari populasi umum dan cenderung
lebih tinggi pada anak dan remaja.(4)
Skabies tidak membahayakan manusia namun adanya rasa gatal
pada malam hari merupakan gejala utama yang mengganggu aktivitas dan
produktivitas. Penyakit skabies banyak berjangkit terutama di : (1)
lingkungan yang padat penduduknya, (2) lingkungan dengan tingkat
kebersihan kurang, (3) lingkungan sosial ekonomi rendah, dan (4)
lingkungan pergaulan yang akrab.(4,5)
Di beberapa negara berkembang, penyakit ini dapat menjadi endemik
secara kronik pada beberapa kelompok. Sebagai contoh, survey di sepanjang
sungai Ucayali, Peru tahun 1983 menemukan bahwa di beberapa desa semua
anak penduduk asli telah mengidap skabies. Penelitian lain di India tahun 1985
menemukan bahwa prevalensi skabies pada anak-anak di banyak desa
sebesar 100%. Hasil survey di Kuna tahun 1986 menemukan 61% dari 756
penderita skabies berusia 1-10 tahun dan 84% pada bayi kurang 1 tahun. Di
penyakit
skabies.
Kurangnya
informasi
dan
pemahaman
d. Untuk
mengetahui
hubungan
pencegahan
menurut
higien
langsung
bagi
penulis
dalam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan
sensitasi tungau Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya pada tubuh.
Penyakit ini dijumpai di seluruh dunia dan menyerang semua ras tanpa
membedakan kelompok umur, yang ditularkan melalui kontak kulit yang dekat
dan lama, serta melalui hubungan seksual. (3,9,10)
Nama Sarcoptes scabiei diambil dari bahasa Yunani sarx yang artinya
daging dan koptein yang artinya memotong, serta bahasa latin scabere yang
artinya menggaruk. Penyakit ini juga disebut the itch, pruritic eruption, gudik,
gudukan, gatal agogo.(11)
B. EPIDEMIOLOGI
Skabies telah ada sejak 2500 tahun yang lalu (Alexander 1984) dan
menjadi penyakit endemis di beberapa Negara. Skabies merupakan masalah
yang sering muncul di banyak Negara, yang menyerang semua ras tanpa
membedakan kelompok umur. Sekitar 300 juta kasus skabies dilaporkan setiap
tahunnya di seluruh dunia. Faktor lingkungan mempengaruhi munculnya dan
penyebaran penyakit ini, seperti kepadatan penduduk, buruknya higien, dan
buruknya pengobatan pada lesi primer. Hal ini biasa dihubungkan dengan
bencana
masalah
sosial lainnya.
melihat usia, jenis kelamin, ras atau status kesehatan seseorang. Skabies
endemis di sebagian besar negara berkembang. (13)
Cara penularan penyakit ini melalui kontak langsung (kulit dengan kulit)
misalnya tidur bersama, hubungan seksual, dan kontak tidak langsung (melalui
benda), misalnya pemakaian handuk bersama, melalui pakaian, sprei, dan
bantal.(3,9,10)
Menurut Departemen Kesehatan RI prevalensi skabies di puskesmas
seluauh Indonesia pada tahun 1986 adalah 4,6 % - 12,95 % dan skabies
menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering. Di bagian Kulit dan
Kelamin FKUI/RSCM pada tahun 1988, dijumpai 704 kasus skabies yang
merupakan 5,77 % dari seluruh kasus baru. Pada tahun 1989 dan 1990
prevalensi skabies adalah 6 % dan 3,9 %. Pada tahun 1996 adalah 4,6 % 12,95 % dan skabies menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit. Pada
tahun 2009 sekitar 6.915.135 (2,9%) dari jumlah penduduk 238.452.952 jiwa.
(1,7,8)
C. ETIOLOGI
Skabies disebabkan oleh Sarcoptes scabiei varian hominis. Tungau
ini termasuk dalam kelas Arachnida, subkelas Acari, ordo Astigmata, dan
family Sarcoptes. Variasi fisiologik lain spesies ini menyebabkan kudis
pada mamalia lain seperti anjing, kucing, domba, kelinci, babi, dan kuda.
Gigitan satu spesies ini tidak menyebabkan infestasi pada hewan hewan
tersebut. Manusia bisa saja kontak dengan yang menderita skabies tetapi
infestasinya ringan dan tungaunya dapat mati secara spontan.(3)
o Morfologi Sarcoptes scabiei
Ukurannya, yang betina berkisar antara 330-450 mikron x 250-350
mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200-240 mikron x 150200 mikron. Tungau ini translusen, berwarna putih kotor, dan tidak
bermata. bentuknya oval, bagian permukaan ventral rata dan dorsal
konveks. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di
depan sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina
berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki
ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat.
(6,14,15)
10
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies tetapi
juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh
sensitisasi terhadap sekreta dan ekskreta tungau yang memerlukan waktu kirakira sebulan setelah investasi. Pada saat itu kelinan kulit menyerupai dermatitis
dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika, dan lain-lain. Dengan garukan
dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta, dan infeksi sekunder.(3,11)
Masa inkubasi skabies bervariasi, ada yang beberapa minggu bahkan
berbulan-bulan tanpa menunjukkan gejala erutama pada orang yang bersih.
Mellanby menunjukkan sensitasi dimulai 2-4 minggu setelah penyakit dimulai.
Selama kurun waktu itu kutu berada di atas kulit atau sedang menggali
terowongan tanpa menimbulkan gatal, gejala gatal muncul setelah penderita
tersensitasi oleh ekskreta kutu, yang merupakan keluhan subjektif yang
menonjol dan sangat mengganggu.
(11)
Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan
mati, kadang kadang masih dapat hidup beberapa hari dalam terowongan
yang digali oleh yang betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali
terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari
dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah
40 atau 50. Bentuk betina yang dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telur
akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan menjadi larva yang
mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi
dapat juga keluar. Untuk membuat terowongan di kulit manusia, tungau betina
11
12
13
Penyakit ini mempunyai gejala gatal hebat di malam hari, disertai adanya
terowongan yang di dalamnya berisikan tungau Sarcoptes scabiei. Lesi primer
berupa, papul
pada jari,
14
Gambar 3. Skabies pada sela tangan dan skabies dengan infeksi sekunder pada bokong dan
sela gluteal.(18)
terkena
infeksi.
Begitu
pula
dalam
sebuah
15
perkampungan
yang
padat
penduduknya,
sebagian
besar
16
17
18
19
20
21
keluarga
yang
beresikotinggi
untuk
tertular
agar
ikut
22
23
24
lindane. (12,14)
Pruritus pasca-skabies
Pruritus dapat menetap selama beberapa minggu setelah pengobatan
dan dapat dianggap sebagai suatu reaksi hipersensitivitas terhadap
25
26
penyakit ini hanya merupakan penyakit kulit biasa, dan tidak membahayakan
jiwa, namun penyakit ini sangat mengganggu kehidupan sehari hari. (6)
Bila pengobatan sudah dilakukan secara tuntas, tidak
menjamin
terbebas dari infeksi ulang. Adapun langkah yang dapat diambil adalah sebagai
berikut : (6)
1. Suci hamakan sisir, sikat rambut dan perhiasan rambut dengan cara
dicuci kering
3. Keringkan topi yang bersih, kerudung dan jaket
4. Hindari pemakaian bersama sisir, mukena atau jilbab.
Disinfeksi serentak yaitu pakaian dalam dan sprei yang digunakan
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitasi tungau Sarcoptes sca
Mandi secara teratur, tidak menggunakan pakaian, sabun, sprei, handuk secara b
sinar matahari
cukup dalam
ruangan
syarat pengobatanMendapatkan
dan menghilangkan
factoryang
predisposisi
antara
lain higien,
Memberikan pengetahuan yang cukup mengenai penyakit menular
maka penyakit ini dapat diberantas dan memberi prognosis yang baik. (3,10)
Pencegahan
M. KERANGKA TEORI
ara teratur, seluruh pakaian, sprei, dan handuk yang digunakan harus dicuci
, Gamma benzene heksaklorida (lindane), Sulfur, Krotamiton krim (eurax), Benzyl benzoate, Ivermectin.
seperti anti histamine mungkin menguragi rasa gatal
PROGNOSIS :
BAIK
27
BAB III
KERANGKA KONSEP
3.1 Dasar Pemikiran Variabel Yang Diteliti
28
Higien
perorangan
Prevalensi
penyakit
skabies 29
Pencegahan
Skabies
Sanitasi
lingkungan
Keterangan :
: variabel dependen
: variabel independen
: variabel yang diteliti
Hipotesis
1. Hipotesis Null (Ho)
Tidak ada hubungan antara prevalensi penyakit skabies dengan upaya
pencegahan
penyakit
skabies
(higien
perorangan
dan
sanitasi
lingkungan)
2. Hipotesis Alternatif (Ha)
30
penyakit
skabies
(higien
perorangan
dan
sanitasi
lingkungan)
3.3 Definisi Operasional dan Kriteria objektif
1. Pencegahan Penyakit Skabies
Pencegahan penyakit skabies merupakan suatu tindakan yang dilakukan
untuk mengurangi resiko infeksi atau penularan penyakit skabies.
Pencegahan dapat meliputi higien perorangan dan sanitasi lingkungan.
Higiene perorangan
Yang dimaksud higiene perorangan pada penelitian ini adalah bagaimana
para siswa menjaga kebersihan dirinya masing-masing. Seperti frekuensi
mandi, memakai sabun, pakaian, handuk secara bergantian.
a. Alat ukur : kuisioner
b. Cara ukur : menilai jawaban dari 10 pertanyaan untuk responden
tentang higiene perorangan
c. Kriteria Objektif :
Baik :
apabila responden menjawab 5 pertanyaan
dengan baik
Kurang: apabila responden menjawab < 5 pertanyaan
dengan baik
Sanitasi lingkungan
Yang dimaksud sanitasi lingkungan pada penelitian ini adalah bagaimana
kebersihan lngkungan di sekitar pondok pesantren, seperti cahaya matahari
yang masuk menerangi seluruh ruangan tanpa menyilaukan mata, tidak
31
lembab, luas kamar tidur minimal 8 m 2 tidak lebih dari 2 orang, tersedianya
air bersih.
a. Alat ukur : kuisioner
b. Cara ukur : menilai jawaban dari 10 pertanyaan untuk responden
tentang sanitasi lingkungan
c. Kriteria Objektif :
d. Baik :
apabila responden menjawab 5 pertanyaan
e. Kurang:
dengan baik
apabila responden menjawab < 5 pertanyaan
dengan baik\
2. Prevalensi
Prevalensi adalah jumlah kasus penyakit, orang yang terinfeksi, atau
kondisi, yang ada pada satu waktu tertentu, dihubungkan dengan besar
populasi dimana kasus itu berasal.
3. Penyakit Skabies
Skabies didefinisikan sebagai penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi
dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya.
Dengan gejala klinik dapat berupa : pruritus nokturna (gatal pada malam
hari), menyerang manusia dengan cara berkelompok, adanya terowongan
(kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau keabuabuan, berbentuk garis lurus atau berkelok dengan rata-rata panjang 1 cm,
pada ujung terowongan ini ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi
sekunder ruam kulitnya menjadi polimarf (pustule, ekskoriasi dan lain
lain), dan dengan menemukan tungau.
a. Kriteria Objektif :
32
Ya
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah observasi analitik dengan desain
studi cross sectional untuk melihat hubungan antar variabel yang diamati, yaitu
hubungan upaya pencegahan dengan prevalensi penyakit skabies.
4.2 Populasi dan Sampel
4.2.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa yang tercatat di
Pondok Pesantren Al Mawaddah Warrahmah Kolaka yaitu sebanyak 228 orang.
4.2.2 Sampel
Sampel dalam penelitian adalah siswa yang menderita penyakit skabies
maupun yang tidak menderita penyakit skabies di Pondok Pesantren Al
Mawaddah Warrahmah Kolaka. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini
adalah dengan menggunakan simple random sampling (cara pengambilan
33
sampel yang memberikan kesempatan yang sama untuk diambil kepada setiap
elemen populasi).
Besar sampel yang digunakan dalam penelitan ini adalah :
n=
1+ Ne2
Keterangan :
n = ukuran sampel
N =ukuran populasi
e = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan
sampel yang masih
228
1+ 228 (0,1)2
= 70
Jadi besar sampel dalam penelitian ini adalah 70 orang
4.3 Tempat dan Waktu Penelitian
4.3.1 Tempat
Lokasi penelitian bertempat di Pondok Pesantren Al Mawaddah
Warrahmah Kolaka
4.3.2 Waktu
34
independen
dalam
bentuk
tabulasi
silang
(crosstab)
dengan
35
36
37
dan
Berfikir Bebas
Sedangkan Misi Pondok Pesantren Al Mawaddah Warrahmah Kolaka
adalah :
1. Pondok Pesantren adalah tempat Ibadah, Thalabul ilmu untuk Mencapai
ridha Allah SWT
2. Pondok Pesantren adalah menjadi wadah Ilmu Pengetahuan Agama, Al
Quran, Bahasa Arab dan Inggris Ilmu Pengetahuan Dan tetap berjiwa
Pondok Pesantren
3. Bekhidmat kepada Masyarakat, Bangsa dan Negara lebih khusus
Agama
4. Mempersiapkan warga Negara yang berpribadian Indonesia yang
bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa.
BAB VI
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
6.1. Hasil Penelitian
38
Frekuensi
1
9
14
17
9
11
8
1
70
Presentase(%)
1.4
12.9
20.0
24.3
12.9
15.7
11.4
1.4
100.0
Frekuensi
43
27
70
Presentase(%)
61.4
38.6
100.0
39
Frekuensi
18
8
14
4
17
9
70
Presentase(%)
25.7
11.4
20.0
5.7
24.3
12.9
100.0
Frekuensi
57
13
70
Presentase(%)
81.4
18.6
100.0
Dari data diatas dapat dilihat bahwa tindakan higien perorangan dengan
kategori Baik memiliki presentase sebesar 81.4%. Sedangkan presentase
higien perorangan yang dikategorikan kurang sebesar 62,9%.
Data distribusi sanitasi lingkungan dikategorikan sesuai tabel 6.5.
40
Frekuensi
64
6
70
Presentase(%)
91.4
8.6
100.0
Dari data tabel 6.5 dapat dilihat tindakan yang dikategorikan baik yaitu
sebesar 91,4%, sedangkan presentase kategori kurang sebesar 8,6%.
Data distribusi prevalensi penyakit skabies berdasarkan pernah atau
tidak pernah menderita penyakit skaies dapat dilihat pada tabel 6.6.
Frekuensi
56
14
70
Presentase(%)
80.0
20.0
100.0
Data tabel 6.6. didapatkan hasil bahwa yang pernah menderita skabies
selama di Pesantren sebanyak 80,0%, sedangkan yang tidak pernah terkena
skabies di pondok pesantren adalah sebanyak 20,0%.
6.1.3. Hasil Bivariat
1. Untuk memudahkan apakah ada hubungan pencegahan penyakit skabies
menurut higien perorangan dengan prevalensi penyakit skabies maka dapat
dilihat pada tabel 6.7.
Tabel 6.7. Hubungan upaya pencegahan dengan prevalensi penyakit
skabies menurut higien perorangan
Menderita Skabies
Nilai p
41
Baik
Higien
Perorangan
Kurang
Total
F
%
F
%
F
%
Ya
43
75.4
14
24.6
57
100
Tidak
13
100.0
0
0.0
13
100
Total
56
80.0
14
20.0
70
100%
0,04
Pada tabel 6.7, presentasi kategori higien perorangan baik yang pernah
menderita penyakit skabies yaitu sebesar 75,4%. Sedangkan presentase
kategori higien perorangan kurang yang pernah menderita skabies sebanyak
24,6%.
Nilai p sebesar 0,04 (Nilai P kurang dari 0,05) maka ini menyatakan ada
hubungan antara pencegahan penyakit skabies menurut higien perorangan
dengan prevalensi penyakit skabies di Pondok Pesantren Al Mawaddah
Warrahmah Kolaka.
2. Data mengenai hubungan pencegahan penyakit skabies menurut sanitasi
lingkungan dengan prevalensi penyakit skabies dapat dilihat pada tabel 6.8.
Tabel 6.8. Hubungan upaya pencegahan dengan prevalensi penyakit
skabies menurut sanitasi lingkungan
Baik
Sanitasi
Lingkungan
Kurang
Total
F
%
F
%
F
%
Menderita Skabies
Ya
Tidak
Total
50
14
64
89.3
100.0
91.4
6
0
6
10.7
0.0
8.6
56
14
70
100.0
100.0
100.0
Nilai p
0,20
42
Pada tabel 6.8., dapat dilihat presentasi kategori sanitasi lingkungan baik
yang pernah menderita skabies adalah sebesar 89,3%. Sedangkan presentasi
sanitasi lingkungan kurang yang pernah menderita skabies adalah sebesar
10,7%.
Nilai p sebesar 0,20 (nilai p lebih dari 0,05) menunjukkan tidak ada
hubungan antara pencegahan penyakit skabies menurut sanitasi lingkungan
dengan prevalensi penyakit skabies di Pondok Pesantren Al Mawaddah
Warrahmah Kolaka.
6.2. Pembahasan
Pada hasil penilaian higien perorangan dapat dilihat bahwa higien
perorangan dengan kategori Baik sebesar 57 orang (81,4% dari responden).
Sedang higien perorangan yang dikategorikan kurang sebesar 13 orang (18,6%
dari responden).
Pada hasil penilaian sanitasi lingkungan dapat dilihat tindakan sanitasi
lingkungan yang dikategorikan baik yaitu sebanyak 64 orang (91,4% dari
responden), sedangkan kategori tindakan sanitasi lingkungan kurang sebanyak
6 orang (8,6% dari responden).
Higien perorangan yang buruk dapat disebakan oleh beberapa faktor
seperti body image, praktik sosial, status sosial ekonomi, pengetahuan, udaya,
kebiasaan seseorang, kondisi fisik atau psikis. 21 Faktor umur merupakan hal
43
yang penting yang dapat mempengaruhi body image, kebiasaan seseorang dan
tingkat pengetahuan sehingga pada masa rentan usia 11 tahun sampai 18
tahun pada responden memperlihatkan higien perorangan dan sanitasi
lingkungan di Pondok Pesantren Al Mawaddah Baik.
Data mengenai prevalensi penyakit skabies memperlihatkan bahwa
yang pernah menderita skabies selama di Pondok Pesantren Al Mawaddah
Warrahmah Kolaka sebanyak 80,0%, sedangkan yang tidak pernah terkena
skabies di pondok pesantren Al Mawaddah Warrahmah Kolaka adalah
sebanyak 20,0%. Hal ini tidak sejalan dengan kategori tingkat higien
perorangan dan sanitasi lingkungan yang memiliki pesentase terbesar yaitu
tingkat higien pribadi sedang dan sanitasi lingkungan sedang, meskipun pada
ada 9 orang (12,9 dari populasi) termasuk kategori higien perorangan buruk.
Penyakit skabies banyak berjangkit terutama di lingkungan yang padat
penduduknya, lingkungan dengan tingkat kebersihan kurang, lingkungan sosial
ekonomi rendah, dan lingkungan pergaulan yang akrab.4,5 Beberapa hal
tersebut merupakan fenomena yang terjadi di Pondok Pesantren seperti
lingkungan yang padat dan kontak erat yang dapat menyebabkan cukup
tingginya insidensi penyakit skabies di Pondok Pesantren Al Mawaddah
Warrahmah Kolaka.
Penyakit kulit Skabies menular dengan cepat pada suatu komunitas
yang tinggal bersama sehingga dalam pengobatannya harus di lakukan secara
serentak dan menyeluruh pada semua orang dan lingkungan pada komunitas
yang terserang skabies, karena apabila dilakukan pengobatan secara individual
44
tentang
penyakit
skabies serta
pengobatan
yang
tidak efektif
45
46
menyadari
bahwa
pelaksanaan
penelitian
ini
masih
banyak
Madrasah
sedangkan
masih
Tsanawiyah
terdapat
dan
murid
Madrasah
pesantren
Aliyah
sederajat,
ditingkat
madrasah
BAB VII
47
7.2 Saran
Adapun saran pada penelitian ini adalah :
48
1. Bagi
pihak
pesantren
agar
dapat
lebih
lagi
dalam
menjalankan
49