Sunteți pe pagina 1din 49

BAB I

PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial
yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan
ekonomis. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar
terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi tingginya.
Kegiatan untuk meningkatkan kesehatan (promotif), mencegah penyakit
(preventif), terapi (kuratif) maupun pemulihan kesehatan (rehabilitatif)
adalah upaya kesehatan masyarakat.(1)
Kulit adalah organ tubuh penting terletak paling luar, yang
membatasi lingkungan dalam dan luar tubuh manusia. Kulit merupakan
lapisan utama untuk melindungi tubuh dari penyakit. Salah satu fungsi
kulit adalah melindungi jaringan dari kerusakan fisik, pengatur panas, alat
indera peraba, dan membantu kerja ginjal melalui mekanisme pengeluaran
keringat. Penyakit kulit dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti jamur,
virus, kuman, parasit hewani dll. Penyakit kulit yang disebabkan oleh
parasit hewani, yaitu pedikulosis, skabies dan creeping disease.(1,2,3)
Skabies adalah penyakit zoonosis yang menyerang kulit, mudah
menular dari manusia ke manusia, dari hewan ke manusia atau
sebaliknya, dapat mengenai semua ras dan golongan di seluruh dunia

yang disebabkan oleh tungau (kutu atau mite) Sarcoptes scabiei. Faktor
yang berperan dalam penularan penyakit ini adalah sosial ekonomi yang
rendah, higien perorangan yang jelek, lingkungan yang tidak saniter,
perilaku yang tidak mendukung kesehatan, serta kepadatan penduduk.
Faktor yang paling dominan adalah kemiskinan dan higiene perorangan
yang jelek di negara berkembang merupakan kelompok masyarakat yang
paling banyak menderita penyakit skabies ini. Prevalensi penyakit Skabies
di Indonesia adalah sekitar 6-27% dari populasi umum dan cenderung
lebih tinggi pada anak dan remaja.(4)
Skabies tidak membahayakan manusia namun adanya rasa gatal
pada malam hari merupakan gejala utama yang mengganggu aktivitas dan
produktivitas. Penyakit skabies banyak berjangkit terutama di : (1)
lingkungan yang padat penduduknya, (2) lingkungan dengan tingkat
kebersihan kurang, (3) lingkungan sosial ekonomi rendah, dan (4)
lingkungan pergaulan yang akrab.(4,5)
Di beberapa negara berkembang, penyakit ini dapat menjadi endemik
secara kronik pada beberapa kelompok. Sebagai contoh, survey di sepanjang
sungai Ucayali, Peru tahun 1983 menemukan bahwa di beberapa desa semua
anak penduduk asli telah mengidap skabies. Penelitian lain di India tahun 1985
menemukan bahwa prevalensi skabies pada anak-anak di banyak desa
sebesar 100%. Hasil survey di Kuna tahun 1986 menemukan 61% dari 756
penderita skabies berusia 1-10 tahun dan 84% pada bayi kurang 1 tahun. Di

daerah Malawi, suatu penelitian memperlihatkan bahwa insidens tertinggi


terdapat pada usia 0-9 tahun.(6)
Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang, dimana
pelayanan kesehatan masyarakat belum memadai sehubungan dengan
adanya krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997.
Permasalahan utama yang dihadapi masih didominasi oleh penyakit
infeksi yang sebagian besarnya adalah penyakit menular yang berbasis
lingkungan. Menurut Departemen Kesehatan RI prevalensi skabies di
puskesmas seluauh Indonesia pada tahun 1986 adalah 4,6 % - 12,95 %
dan skabies menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering. Di
bagian Kulit dan Kelamin FKUI/RSCM pada tahun 1988, dijumpai 704
kasus skabies yang merupakan 5,77 % dari seluruh kasus baru. Pada
tahun 1989 dan 1990 prevalensi skabies adalah 6 % dan 3,9 %. Pada tahun
1996 adalah 4,6 % - 12,95 % dan skabies menduduki urutan ketiga dari 12
penyakit kulit. Pada tahun 2009 sekitar 6.915.135 (2,9%) dari jumlah
penduduk 238.452.952 jiwa.(1,7,8)
Skabies identik dengan penyakit anak pondok. Penyebabnya adalah
kondisi kebersihan yang kurang terjaga, sanitasi yang buruk, kurang gizi,
dan kondisi ruangan terlalu lembab dan kurang mendapat sinar matahari
secara langsung. Penyakit kulit Skabies menular dengan cepat pada suatu
komunitas yang tinggal bersama sehingga dalam pengobatannya harus di
lakukan secara serentak dan menyeluruh pada semua orang dan

lingkungan pada komunitas yang terserang skabies, karena apabila


dilakukan pengobatan secara individual maka akan mudah tertular
kembali

penyakit

skabies.

Kurangnya

informasi

dan

pemahaman

mengenai penyakit skabies oleh santri menjadi kendala bagi pencegahan


penyakit skabies. Dari banyaknya kejadian penyakit kulit di atas akibat
dari perilaku yang tidak sehat. Dipengaruhi juga oleh pengetahuan yang
kurang. Untuk meningkatkan derajat kesehatan santri perlu adanya upaya
untuk

meningkatkan pengetahuan santri tentang kesehatan secara

umum, khususnya tentang penyakit menular sehingga di harapkan ada


perubahan sikap serta di ikuti dengan perubahan perilaku kebersihan
perorangan dengan hasil akhir menurunnya angka kesakitan penyakit
menular. Perilaku kesehatan yang berkaitan dengan upaya kebersihan diri
dalam kaitannya dengan upaya pencegahan penyakit dilakukan dengan
berbagai cara contohnya seperti kebiasaan mandi, mencuci tangan dan
kaki, dan kebersihan pakaian..(2,7)
Atas dasar permasalahan tersebut di atas maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul Hubungan upaya pencegahan dengan
prevalensi penyakit skabies di Pondok Pesantren Al Mawaddah Warrahmah
Kolaka.

I.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang pemikiran di atas, adapun rumusan masalah
yang ingin diangkat oleh penulis antara lain sebagai berikut :
Hubungan upaya pencegahan dengan prevalensi penyakit skabies di Pondok
Pesantren Al Mawaddah Warrahmah Kolaka
I.3 Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui adanya hubungan upaya pencegahan dengan
prevalensi penyakit skabies di Pondok Pesantren Al Mawaddah
Warrahmah Kolaka.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui perilaku siswa siswi pondok pesantren Al
Mawaddah Warrahmah Kolaka terhadap upaya pencegahan
penyakit skabies menurut sanitasi lingkungan
b. Untuk mengetahui perilaku siswa siswi pondok pesantren Al
Mawaddah Warrahmah Kolaka terhadap upaya pencegahan
penyakit skabies menurut higien perorangan
c. Untuk mengetahui prevalensi penyakit skabies di pondok
pesantren Al Mawaddah Warrahmah Kolaka.

d. Untuk

mengetahui

hubungan

pencegahan

menurut

higien

perorangan dengan prevalensi penyakit skabies pada siswa


Pondok Pesantren Al Mawaddah Warrahmah Kolaka.
e. Untuk mengetahui hubungan pencegahan menurut sanitasi
lingkungan dengan prevalensi penyakit skabies pada siswa
Pondok Pesantren Al Mawaddah Warrahmah Kolaka.
I.5 Manfaaat Penelitian
o Bagi pondok pesantren
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu masukan bagi
pondok pesantren Al Mawaddah Warahmah Kolaka itu sendiri agar tetap
memelihara budaya hidup bersih dan menjadi pengetahuan bagi anak
anak Pondok Pesantren dalam upaya pencegahan penyakit skabies dan
tentang penyakit skabies itu sendiri.
o Bagi dinas kesehatan
Menjadi bahan evaluasi dari program program kesehatan yang ada
pada dinas kesehatan dalam upaya mencerdaskan dan menuju
masyarakat sehat.
o Bagi puskesmas
menjadi bahan evaluasi dari program program puskesmas yang
dilaksanakan dalam upaya menuju masyarakat sehat, terutama dalam
pencegahan penyakit skabies.
o Bagi peneliti sendiri
Dapat memberikan pengalaman

langsung

bagi

penulis

dalam

melaksanakan penelitian serta menambah wawasan dan pengetahuan


khususnnya dalam bidang penyakkit kulit khususnya skabies.
o Bagi peneliti selanjutnya

Menjadi bahan bacaan dan diharapkan bermanfaat bagi peneliti


selanjutnya

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan
sensitasi tungau Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya pada tubuh.
Penyakit ini dijumpai di seluruh dunia dan menyerang semua ras tanpa

membedakan kelompok umur, yang ditularkan melalui kontak kulit yang dekat
dan lama, serta melalui hubungan seksual. (3,9,10)
Nama Sarcoptes scabiei diambil dari bahasa Yunani sarx yang artinya
daging dan koptein yang artinya memotong, serta bahasa latin scabere yang
artinya menggaruk. Penyakit ini juga disebut the itch, pruritic eruption, gudik,
gudukan, gatal agogo.(11)
B. EPIDEMIOLOGI
Skabies telah ada sejak 2500 tahun yang lalu (Alexander 1984) dan
menjadi penyakit endemis di beberapa Negara. Skabies merupakan masalah
yang sering muncul di banyak Negara, yang menyerang semua ras tanpa
membedakan kelompok umur. Sekitar 300 juta kasus skabies dilaporkan setiap
tahunnya di seluruh dunia. Faktor lingkungan mempengaruhi munculnya dan
penyebaran penyakit ini, seperti kepadatan penduduk, buruknya higien, dan
buruknya pengobatan pada lesi primer. Hal ini biasa dihubungkan dengan
bencana

alam, perang, krisis ekonomi, dan

masalah

sosial lainnya.

Prevalensinya di Negara berkembang antara 4-100%, dan meningkat pada


anak-anak dan masyarakat dengan aktivitas seksual yang tinggi. (9,10,12)
Kejadian wabah disebabkan oleh buruknya sanitasi lingkungan karena
peperangan, pengungsian dan krisis ekonomi. Penyebaran skabies di Amerika
Serikat dan Eropa yang terjadi ternyata terjadi pada situasi normal yaitu tanpa
peperangan, tanpa krisis, menyerang masyarakat di semua tingkat sosial tanpa

melihat usia, jenis kelamin, ras atau status kesehatan seseorang. Skabies
endemis di sebagian besar negara berkembang. (13)
Cara penularan penyakit ini melalui kontak langsung (kulit dengan kulit)
misalnya tidur bersama, hubungan seksual, dan kontak tidak langsung (melalui
benda), misalnya pemakaian handuk bersama, melalui pakaian, sprei, dan
bantal.(3,9,10)
Menurut Departemen Kesehatan RI prevalensi skabies di puskesmas
seluauh Indonesia pada tahun 1986 adalah 4,6 % - 12,95 % dan skabies
menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering. Di bagian Kulit dan
Kelamin FKUI/RSCM pada tahun 1988, dijumpai 704 kasus skabies yang
merupakan 5,77 % dari seluruh kasus baru. Pada tahun 1989 dan 1990
prevalensi skabies adalah 6 % dan 3,9 %. Pada tahun 1996 adalah 4,6 % 12,95 % dan skabies menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit. Pada
tahun 2009 sekitar 6.915.135 (2,9%) dari jumlah penduduk 238.452.952 jiwa.
(1,7,8)

C. ETIOLOGI
Skabies disebabkan oleh Sarcoptes scabiei varian hominis. Tungau
ini termasuk dalam kelas Arachnida, subkelas Acari, ordo Astigmata, dan
family Sarcoptes. Variasi fisiologik lain spesies ini menyebabkan kudis
pada mamalia lain seperti anjing, kucing, domba, kelinci, babi, dan kuda.
Gigitan satu spesies ini tidak menyebabkan infestasi pada hewan hewan

tersebut. Manusia bisa saja kontak dengan yang menderita skabies tetapi
infestasinya ringan dan tungaunya dapat mati secara spontan.(3)
o Morfologi Sarcoptes scabiei
Ukurannya, yang betina berkisar antara 330-450 mikron x 250-350
mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200-240 mikron x 150200 mikron. Tungau ini translusen, berwarna putih kotor, dan tidak
bermata. bentuknya oval, bagian permukaan ventral rata dan dorsal
konveks. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di
depan sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina
berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki
ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat.
(6,14,15)

Tungau tidak dapat terbang atau melompat tetapi merayap dengan


kecepatan 2,5 cm permenit pada kulit yang hangat. Tungau dapat
bertahan selama 24 sampai 36 jm pada suhu kamar dan kelembaban
normal, serta dalam jangka waktu tersebut dapat melakukan infestasi dan
membuat kanakuli epiderma.(14,15)
o Siklus hidup Sarcoptes scabiei
Siklus hidup tungau skabies dimulai setelah kopulasi (perkawinan)
yang terjadi di atas kulit, tungau jantan akan mati, kadang kadang masih
dapat hidup beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh tungau
betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam
stratum korneum dengan kecepatan 2-3 mm sehari. Sambil menggali
terowongan, tungau betina melekatkan telur dan fesesnya (skibala). (14)
D. PATOGENESIS

10

Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies tetapi
juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh
sensitisasi terhadap sekreta dan ekskreta tungau yang memerlukan waktu kirakira sebulan setelah investasi. Pada saat itu kelinan kulit menyerupai dermatitis
dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika, dan lain-lain. Dengan garukan
dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta, dan infeksi sekunder.(3,11)
Masa inkubasi skabies bervariasi, ada yang beberapa minggu bahkan
berbulan-bulan tanpa menunjukkan gejala erutama pada orang yang bersih.
Mellanby menunjukkan sensitasi dimulai 2-4 minggu setelah penyakit dimulai.
Selama kurun waktu itu kutu berada di atas kulit atau sedang menggali
terowongan tanpa menimbulkan gatal, gejala gatal muncul setelah penderita
tersensitasi oleh ekskreta kutu, yang merupakan keluhan subjektif yang
menonjol dan sangat mengganggu.

(11)

Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan
mati, kadang kadang masih dapat hidup beberapa hari dalam terowongan
yang digali oleh yang betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali
terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari
dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah
40 atau 50. Bentuk betina yang dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telur
akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan menjadi larva yang
mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi
dapat juga keluar. Untuk membuat terowongan di kulit manusia, tungau betina

11

menggunakan enzim proteolitik sebagai penghancur atau pelarut straum


korneum epidermis. Sensitivitas alergi terhadap tungau dan produknya
berperan penting teerhadap perkembangan lesi dan gejala pruritus. Setelah 2-4
hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina,
dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk
dewasa memerlukan waktu antara 8-12 hari. Pada suhu kamar (21 oC dengan
kelembaban relatif 40-80%) tungau masih dapat hidup di luar pejamu selama
24-36 jam. (6,14,15)
Secara umum, cara penularan skabies dibagi menjadi 2 yang
didalamnya dapat dibagi bagi lagi, yaitu:
a. Penularan kontak langsung yaitu: penularan yang terjadi akibat kontak
langsung antara penderita skabies dengan orang sehat seperti melalui:
hubungan seksual antara penderita dengan orang sehat, kontak
dengan hewan pembawa tungau seperti anjing, babi, kambing, dan biribiri, dan faktor fasilitas umum yang dipakai secara bersama-sama
dengan lingkungan padat penduduk, tidur bersama, dan berjabat
tangan.
b. Penularan tanpa kontak langsung yaitu: penularan yang terjadi melalui
kontak tidak langsung antara penderita dengan orang sehat seperti:
penggunaan handuk secara bergantian, penggunaan pakaian dan
tempat tidur, sprei, dan bantal secara bersamaan.(3,13)

12

Gambar 1. Siklus hidup sarcoptes scabiei(16)

Gambaran klinis biasanya sangat bervariasi sehingga kadang menjadi


sulit dalam membuat diagnosis, sehingga perlu diketahui teknik diagnostik yang
benar.(11)
E. GAMBARAN KLINIS
Penyakit ini mulainya tiba tiba, gejalanya minor pada permulaan dan
dirasakan seperti gigitan serangga atau kulit kering. Dengan menggaruk
menyebabkan burrow rusak dan pindahnya tungau, yang mana membuat gejala
berkurang. Pruritus nocturnal adalah karakteristik skabies. Lesi primer
merupakan manivestasi pertama dari investasi dan memiliki gambaran yang
khas antara lain berupa burrows, papul eritem ukuran 1-3 mm dan vesikel.
Burrows adalah suatu tanda patognomonik dan menggambarkan terowongan
intra epidermal yang diakibatkan oleh tungau betina. Lesi sekunder merupakan
hasil dari garukan, infeksi sekunder atau dari respon imun host terhadap
sensititasi tungau dan produknya. Karakteristik yang dapat ditemukan meliputi
ekskoriasi, eczema yang tersebar luas, krusta berwarna kuning muda,
hiperpigmentasi post inflamasi, nodul prurigo, dan pioderma. (14,15,17)

13

Penyakit ini mempunyai gejala gatal hebat di malam hari, disertai adanya
terowongan yang di dalamnya berisikan tungau Sarcoptes scabiei. Lesi primer
berupa, papul

eritem, dan vesikel. Sedangkan lesi sekunder yaitu akibat

respon imun atau garukan, yang mempunyai karakteristik ekskoriasi,, eczema,


krusta berwarna kuning muda, dan nodul di daerah yang tertutup seperti ketiak
dan skrotum. Penyakit sering mirip dengan dermatitis atopic, pioderma, gigitan
serangga, dan dermatitis herpetitormis.(3,9,10,11)
Distribusi penyakit ini adalah pada (1) interdigital space

pada jari,

telapak tangan, dan permukaan ekstensor penrgelangan tangan, (2) siku,


biasanya pada bagian posterior dan sisi dalam, (3) lipatan ketiak dan daerah
ikatan sabuk, (4) bagian bawah bokong, (5) area putting susu dan (6) daerah
genitalia eksterna pada laki laki. Pada wanita dewasa tidak selalu didapatkan
distribusi yang sesuai dengan distribusi skabies pada umumnya, 85% terdapat
pada tangan dan pergelangan tangan. Pada bayi ditemukan di telapak tangan,
telapak kaki, dan kulit kepala.(12,14)

14

Gambar 2. Predileksi skabies (10)

Gambar 3. Skabies pada sela tangan dan skabies dengan infeksi sekunder pada bokong dan
sela gluteal.(18)

Berdasarkan gambaran klinis pada penyakit skabies maka dapat


diketahui dua jenis bentuk klinis skabies, antara lain :
o Skabies bentuk klasik
Dikenal ada empat tanda utama (cardinal sign) pada investasi skabies
yaitu :
1. Pruritus Nocturnal
Pruritus nocturnal berarti gatal pada malam hari yang disebabkan
karena aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih
lembab dan panas. Biasanya berlangsung 3-4 minggu setelah
terjadi infeksi, dan disertai dengan erupsi yang meluas dari papul.
Sensitasi gatal yang hebat seringkali mengganggu tidur dan
penderita menjadi gelisah.(6,11)
2. Menyerang manusia secara kelompok
Misalnya dalam sebuah keluarga biasanya seluruh anggota
keluarga

terkena

infeksi.

Begitu

pula

dalam

sebuah

15

perkampungan

yang

padat

penduduknya,

sebagian

besar

tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut.


Perlu diperhatikan di dalam kelompok mungkin ditemukan individu
yang hiposensitasi, yang seluruh anggota keluarganya terkena.
Walaupun mengalami investasi tungau tetapi tidak memberikan
gejala. Penderita ini bersifat sebagai pembawa (carter). (3,11)
3. Adanya terowongan (kunikulus/kanalikuli)
Ditemukan pada tempat tempat predileksi yang berwarna putih
atau keabu abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata
rata panjang 1 cm, tampak kotor, dan pada ujung terowongan itu
ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam
kulitnya menjadi polimorfik (pustule, ekskoriasi dan lain lain).(3,11)
4. Menemukan tungau Sarcoptes scabei
Merupakan hal yang paling diagnostik. Bila dapat menemukan
kunikulus atau terowongan yang masih utuh kemungkinan besar
kita dapat menemukan tungau dewasa, larva, nimfa, maupun
skibala yang tampak seperti bintik hitam di ujung kanalikuli.
Namun, criteria ini agak sulit ditemukan karena sebagian besar
penderita umumya datang dengan lesi yang bervariasi dan tidak
spesifik. Meski demikian, tidak ditemukannya tungau tidak dapat
menyingkirkan skabies sebagai diagnosis. Diagnosis dapat dibuat
dengan menemukan dua dari empat tanda cardinal tersebut.(3,11,14)
o Skabies bentuk khusus
Selain bentuk skabies yang klasik terdapat pula bentuk bentuk khusus,
meskipun jarang ditemukan. Kelainan ini dapat menimbulkan kesalahan

16

diagnostik yang berakibat gagalnya pengobatan, sedangkan penderita


adalah penular potensial. Bentuk bentuk skabies tersebut yaitu :
a. Skabies pada orang bersih
Klinis ditandai dengan papula dan kanalikuli dengan jumlah yang
sangat sedikit, tungau biasanya hilang akibat mandi secara teratur.
Penyakit ini sering mengalami kesalahan diagnosis, karena lesinya
yang sedikit dan kanalikuli yang sulit ditemukan.(11)
b. Skabies incognito
Pemberian kortikosteroid (topical atau sistemik) dapat menyamarkan
gejala dan tanda skabies, meskipun investasi tungau tetap ada.
Keadaan ini sering memperlihatkan gambaran klinis yang tidak biasa,
tetapi keluhan gatal tidak hilang sama sekali. Dalam waktu singkat,
kelainan ini dapat kambuh kembali, bahkan lebih buruk. Hal ini
mungkin doisebabkan oleh penurunan respon imun seluler. Sebagai
contoh, distribusi yang atipikal dan luas, pada beberapa kasus hampir
menyerupai kondisi penyakit lain.(11)
c. Skabies nodular
Lesi berupa nodus kecoklatan yang gatal, terjadi akibat reaksi
hipersensitivitas terhadap sarcoptes scabei. Umumnya terdapat pada
daerah tertutup, terutama pada genitalia pria, inguinal, dan aksila. (11,12)
d. Skabies pada bayi dan anak anak
Lesi skabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk
seluruh kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki. Sedangkan pada
bayi, umumnya terdapat di wajah. Lesi yang sering terjadi berupa
papul-papul, vesikopustul, dan nodul nodul, tetapi penyebarannya
mungkin tidak umum. Sering terjadi infeksi sekunder berupa impetigo,

17

ektima sehingga terowongan jarang ditemukan. Eksematisasi yang


meluas sering tampak dan dapat berupa nodul krusta multiple di
badan dan ekstremitas. Pruritus yang hebat dapat menyebabkan bayi
menjadi cengeng dan malas makan.(8,11,13,15)
e. Skabies pada orang tua
Pada kelompok usia ini, diagnosis skabies dapat terlewatkan karena
perubahan kutaneus yang minimal atau atipik. Rasa gatal yang hebat
mungkin dikarakteristikkan sebagai prurtus senile, kulit kering, atau
kausa obat obatan atau psikogenik. Pasien yang usianya lebih tua
dan menghabiskan banyak waktu di tempat tidur atau kursi mungkin
lesinya mengenai daerah punggung. Epidemic skabies sering
dilaporkan oleh fasilitas perawatan umum, dimana pasien skabies
berkrusta menjadi sumber utama infeksi pada pasien lainnya, juga
pada petugas kesehatan dan keluarga pasien itu sendiri. (14)
f. Skabies Norwegian (skabies berkrusta)
Merupakan skabies berat dengan tanda utama berupa krusta dan
hyperkeratosis generalisata yang mudah terkelupas, bersisik, tebal
dan saling berhubungan. Distribusi lesi ini sering meluas, termasuk
leher, batas kulit kepala berambut dengan wajah (scalp), wajah,
telinga, badan dan anggota gerak (termasuk telapak tangan dan
kaki), khususnya lutut dan siku. Dapat pula disertai kuku yang
distrofik.(3,11)
g. Skabies yang ditularkan oleh hewan
Sarcoptes scabei varian chants dapat menyerang manusia, baik
melalui kontak langsung dan tidak langsung, yang pekerjaanya

18

berhubungan erat dengan hewan tersebut, misalnya anjing dan


kucing.(11)
F. DIAGNOSIS
Diagnosis skabies ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala dan
pemeriksaan fisik (adanya terowongan tungau). Diagnosis skabies dapat
ditegakkan melalui : (8,13)
a) Ditemukannya 2 dari 4 tanda cardinal
b) Terdapat terowongan yang sedikit meninggi, berbentuk garis lurus atau
berkelok-kelok, panjangnya beberapa millimeter sampai 1 cm, dan pada
ujungnya terdapat vesikula, papula atau pustule.
c) Tempat predileksi yang khas adalah sela-sela jari, pergelangan tangan
bagian volar, siku, lipat ketiak bagian depan, areola mammae, sekitar
umbilicus, perut bagian bawah, dan genitalia eksterna pria. Pada orang
dewasa jarang terdapat di bagian muka dan kepala, kecuali pada
penderita imunosupresif, sedangkan pada bayi lesi dapat terjadi di
seluruh permukaan kulit
d) Penyembuhan terjadi dengan cepat setelah pemberian obat anti skabies
topical yang efektif
e) Adanya gatal hebat pada malam hari. Bila lebih dari 1 anggota keluarga
menderita gatal, perlu diwaspadai terjadinya skabies. Gatal meningkat
pada malam hari disebabkan karena temperatur badan yang meningkat
sehingga aktivitas kutu atau tungau juga meningkat.
f) Menemukan tungau
Bila gejala klinis spesifik, diagnosis skabies mudah ditegakkan, tetapi
sering penderita datang dengan lesi bervariasi sehingga sulit menegakkan
diagnosis pasti. Pada umumnya diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan
ditemukan dari dua empat cardinal sign. Diagnosis pasti ditegakkan bila

19

ditemukan tungau dan produknya pada lesi. Karena sulitnya menemukan


tungau pada diagnosis skabies, harus dipertimbangkan pada setiap penderita
yang datang dengan keluhan gatal menetap. (11,14)
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Beberapa cara dapat digunakan untuk menemukan tungau dan
produknya, yaitu :
1. Kerokan kulit
Minyak mineral diteteskan di atas papul atau terowongan baru yang
masih utuh, kemudian dikerok dengan menggunakan scalpel steril untuk
mengangkat atap papul atau terowongan, lalu diletakkan di atas gelas
objek, di tutup dengan gelas penutup, dan diperiksa di bawah mikroskop.
Hasil positif apabila tampak tungau, telur, larva, nimfa, atau skibala.
Pemeriksaan harus dilakukan dengan hati-hati pada bayi dan anak-anak
atau pasien yang tidak kooperatif.(6)
2. Mengambil tungau dengan jarum
Mula-mula mencari terowongan kemudian jarum ditusukkan ke dalam
terowongan dengan menggerakkan jarum secara tangensial ke ujung
lainnya kemudian mengelurkannya. Akan dapat terlihat tungau berada
pada ujung jarum berupa parasit yang sangat kecil dan transparan. (3,11)
3. Membuat biopsy irisan (epidermal shave biopsy)
Lesi dijepit dengan ibu jari dan telunjuk kemudian dibuat irisan tipis yang
sangat superficial dengan pisau, kemudian diletakkan pada gelas objek,
ditetesi dengan minyak mineral dan diperiksa di bawah mikroskop. (3,6,11)
4. Tes tinta pada terowongan (Burrow ink test)
Papul skabies dilapisi dengan tinta Cina, dibiarkan selama 20-30 menit
kemudian dihapus dengan alcohol. Karena adanya tinta yang masuk
jejak terowongan akan tampak sebagai garis yang karakteristik berbelok-

20

belok, gambaran kanalikuli yang khas menyerupai huruf S maka tes


dinyatakan positif. Tes ini mudah sehingga dapat dikerjakan pada
bayi/anak dan pasien nonkooperatif. (6,11)
5. Uji tetrasiklin
Pada lesi dioleskan salep tetrasiklin, apabila tetrasiklin telah masuk ke
dalam kanalikuli kemudian dibersihkan dengan sinar ultraviolet dari
lampu Wood, tetrasiklin tersebut akan memberikan fluoresensi kuning
keemasan pad kanalikuli.(11)
Dari berbagai macam pemeriksaan diatas, pemeriksaan kerokan kulit
merupakan cara yang paling mudah dengan hasil yang cukup memuaskan,
agar pemeriksaan berhasil baik, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan : (11)
1) Kerokan harus dilakukan pada lesi yang utuh (papula, kanalikuli) jangan
dilakukan pada tempat dengan lesi yang tidak spesifik.
2) Sebaiknya olesi lebih dahulu dengan minyak mineral lesi yang akan
dikerok, penggunaan minyak mineral sangat menguntungkan, oleh
karena tungau dan produknya tidak larut, sehingga dapat ditemukan
tungau dalam keadaan hidup dan utuh.
3) Dilakukan kerokan pada beberapa lesi dengan lebih mengutamakan
pada tempat predileksi
4) Oleh karena tungau berada di dtratum korneum maka kerkan harus
superficial tanpa perdarahan.
Karena sulitnya menemukan tungau maka diagnosis skabies harus
dipertimbangkan pada setiap penderita yang datang dengan keluhan gatal yang
menetap.(11)
H. DIAGNOSIS BANDING

21

Ada pendapat yang mengatakan penyakit skabies ini merupakan the


great imilator karena dapat menyerupai banyak penyakit kulit dengan keluhan
gatal.(3) diagnosis banding ialah :
1. Prurigo
Lesi pada prurigo biasanya berupa papul-papul yang gatal, predileksi
pada bagian ekstensor ekstremitas. Sering terdapat pada usia
pertengahan.(3,9)
2. Gigitan serangga
Lesi biasanya jelas timbul sesudah gigitan, efloresensinya urtikaria
popular.(10)
3. Pedikulosis korporis
Biasanya menyerang orang dewasa dengan higien yang buruk. Lesi
berupa bekas-bekas garukan, ditemukan kutu dan telur pada serat
kapas pakaian.(3)
4. Dermatitis atopic
Merupakan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal yang dapat
hilang timbul ekskoriasi, eksudasi, dan krusta (polimorfi). Pada
anamnesis, terdapat riwayat atopi pada penderita atau keluarga. (3)
I. PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaan secara umum
Penderita dianjurkan untuk menjaga kebersihan dengan mandi secara
teratur, seluruh pakaian, sprei, dan handuk yang digunakan harus dicuci
secara teratur bila perlu direndam dengan air panas. Begitu pula dengan
anggota

keluarga

yang

beresikotinggi

untuk

tertular

agar

ikut

menjagakebersihan dan untuk sementara menghindari kontak langsung.


(11,14,15,18)

b. Penatalaksanaan secara khusus


Pembinaan pengobatan harus berdasar efikasi, potensi toksisitas dan
cara pengunaan obat yang tepat. Seluruh anggota keluarga yang

22

berhubungan kontak langsung harus memperoleh pengobatan topical.


(3,18)

Terdapat beberapa macam pengobatan skabies, yaitu :


1. Permetrin
Kadar 5% dalam krim (elimite, actitin) merupakan sintetik dari
pyrethroid yang memiliki sifat toksisitas yang rendah, diabsorbsi
sedikit dan dimetabolisma dengan cepat dalam tubuh. Obat ini
merupakan pilihan utama dalam pengobatan skabies karena efek
toksisitasnya sangat rendah dan kecenderungan keracunan akibat
salah dalam penggunaan sangat kecil. Diberikan sebagai dosis
tunggal, penggunaan selama 8-12 jam lalu dicuci bersih. Apabila
belum sembuh, dilanjutkan pemberian kedua setelah 1 minggu.
Permetrin tidak diberikan pada bayi kurang dari 2 bulan, wanita hamil
dan menyusui. Efek samping jarang ditemukan.(15,19,20)
2. Gamma benzene heksaklorida (lindane)
Kadar 1% dalam krim losio, merupakan obat pilihan karena efektif
pada semua stadium, mudah digunakan dan jarang menimbulkan
iritasi. Sama halnya dengan permetrin, lindane biasanya digunakan
selama satu minggu. obat ini tidak dianjurkan pada ibu hamil,
menyusui, bayi dan seorang yang menderita penyakit berat atau
neurologic. Tersedia dalam bentuk krim, lotion, gel tidak berbau, tidak
berwarna. Obat ini bersifat skabisid. Cara pemakaian yaitu dengan
mengoleskan ke seluruh tubuh dari leher ke bawah selama 12-24
jam. Dalam bentuk 1% krim atau lotion. Setelah pemakaian,
selanjutnya dicuci bersih. Pemberian selanjutnya setelah 1 minggu,

23

pengobatan dapat diberikan maksimal 2 kali dengan interval 1


minggu. (15,19,20)
3. Sulfur
Kadar 3-6% dalam bentuk lotion. Kadar 5%, 10% dalam bentuk
petrolatum (parafin lunak padat berwarna). Bila kontak dengan
jaringan hidup preparat ini akan membentuk hydrogen sulfide dan
petathionic acid yang bersifat germisid dan fungisid. Digunakan
setiap malam selama 3 malam, lalu dicuci bersih setelah 24 jam
biasa diulangi setelah 1 minggu kemudian. Sulfur aman digunakan
pada bayi, anak-anak, wanita hamil dan menyusui. Kerugian
pemakaian obat ini adalah bau tidak enak, mewarnai pakaian dan
kadang menimbulkan iritasi. (15,19,20)
4. Krotamiton krim (eurax)
Kadar 10% dalam bentuk krim. Penggunaannya pada malam hari
pada hari I, II, dan VIII. Obat ini kurang efektif untuk pengobatan
skabies, namun sering digunakan pada skabies nodular pada anakanak. (15,19,20)
5. Benzyl benzoate
Kadar 10% atau 25% dalam benntuk krim atau lotion, digunakan
pada kulit selama 24 jam, diberikan setiap hari selama 2 sampai 3
hari berturut-turut dengan interval 1 minggu. preparat ini efektif dan
secara kosmetik bisa diterima walaupun dapat menimbulkan gatal
dan iritasi. (15,19,20)
6. Ivermectin
Merupakan obat anti parasit paling efektif pada pengobatan
ektoparasit. Ini mengikat secara selektif reseptor neurotransmitter

24

yang berfungsi sebagai sinaps motorik perifer pada intervertebra.


Dosis yang diberikan yaitu dosis tunggal 200-250 mg/kgBB. Sediaan
invermectin dalam bentuk tablet 3 mg dan 6 mg. (15,19,20)
7. Pengobatan simptomatis
Obat antipruritus seperti anti histamine mungkin menguragi rasa
gatal yang secara karakteristik menetap selama beberapa minggu
setelah terapi dengan anti skabies yang adekuat. Pada bayi, aplikasi
hidrokortison 1% pada lesi kulit yang sangat aktif dan emolion pada
lesi yang kurang aktif mungkin sangat membantu. Pada orang
dewasa dapat digunakan triamsinolon 0,1% untuk mengurangi
keluhan. (15,19,20)
Adapun syarat-syarat untuk obat ideal, ialah : (3)
1) Harus efektif terhadap semua stadium tungau
2) Harus tidak menimbulkan iritasi dan tidak toksik
3) Tidak berbau atau kotor serta tidak merusak atau mewarnai
pakaian
4) Mudah diperoleh dan harganya murah
Cara pengobatannya ialah seluruh anggota keluarga diobati (termasuk
penderita yang hiposensitasi).(3)
J. KOMPLIKASI
Inflamasi eksematous dan pioderma
Pengobatan pasien dengan tanda-tanda infeksi harus diawali dengan
antibiotic sistemik yang poten terhadap staphylococcus aureus dan
streptococcus pyogenes. Steroid topical grup V dapat digunakan 3 kali
sehari pada seluruh lesi yang merah selama 1-2 hari sebelum pemberian

lindane. (12,14)
Pruritus pasca-skabies
Pruritus dapat menetap selama beberapa minggu setelah pengobatan
dan dapat dianggap sebagai suatu reaksi hipersensitivitas terhadap

25

tungau yang mati dan produk-produk tungau. Untuk mengatasi pruritus


pasca-skabies dapat diberikan anti histamine, dan jika masih terdapat

inflamasi dapat diberikan kortikosteroid topical.(14)


Skabies nodular
Lesi nodular yang menetap (biasanya pada scrotum) dan dapat diobati

dengan pemberian steroid intralesi. (14)


Dermatitis Iritan
Dapat timbul akibat penggunaan berlebihan sediaan skabisidal, baik
sejak pengobatan inisial maupun replikasi yang terlalu sering. Benzyl
benzoate dapat menyebabkan iritasi primer jika digunakan 2 kali sehari
dalam beberapa hari, terutama sekitar genitalia laki-laki. Gama benzene
heksaklorida juga dikenal dapat menyebabkan dermatitis iritan karena

penggunaan yang berlebihan.(14)


K. PENCEGAHAN
Penyakit ini sangat erat kaitanya dengan kebersihan dan lingkungan
yang kurang baik oleh sebab itu untuk mencegah penyebaran penyakit ini dapat
dilakukan dengan cara : (6)
a. Mandi secara teratur dengan menggunakan sabun
b. Mencuci pakaian, sprei, sarung bantal, selimut dan lainnya secara
teratur minimal 2 kali dalam seminggu
c. Menjemur kasur dan bantal minimal 2 kali seminggu
d. Tidak saling bertukar pakaian dan handuk dengan orang lain
e. Hindari kontak dengan orang orang atau kain serta pakaian yang
dicurigai terinfeksi tungau skabies
f. Menjaga kebersihan rumah dan berventilasi cukup
Menjaga kebersihan tubuh sangat penting untuk menjaga infestasi
parasit. Sebaiknya mandi dua kali sehari, serta menghindari kontak langsung
dengan penderita, mengingat parasit mudah menular pada kulit. Walaupun

26

penyakit ini hanya merupakan penyakit kulit biasa, dan tidak membahayakan
jiwa, namun penyakit ini sangat mengganggu kehidupan sehari hari. (6)
Bila pengobatan sudah dilakukan secara tuntas, tidak
menjamin
terbebas dari infeksi ulang. Adapun langkah yang dapat diambil adalah sebagai
berikut : (6)
1. Suci hamakan sisir, sikat rambut dan perhiasan rambut dengan cara

merendam dicairan antiseptik


2. Cuci semua handuk, pakaian, sprei dalam ari sabun hangat dan
Sanitasi lingkungan yang buruk : kondisi ruangan yang terlalu lembab dan kurang mendapat si

ang buruk : menggunakan sabun, pakaian, handuk secara bersama-sama.

gunakan seterika panas untuk membunuh semua telurnya, atau

dicuci kering
3. Keringkan topi yang bersih, kerudung dan jaket
4. Hindari pemakaian bersama sisir, mukena atau jilbab.
Disinfeksi serentak yaitu pakaian dalam dan sprei yang digunakan

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitasi tungau Sarcoptes sca

penderita dalam 48 jam SKABIES


pertama sebelum pengobatan dicuci dengan

menggunakan sistem pemanasan pada proses pencucian ddan pengeringan,

hal ini membunuh kutu dan telur. (6)


s, kontak dengan hewan
pembawa tungau, tidur bersama, berjabat tangan
L. PROGNOSIS
naan handuk secara bergantian,
tempat tidur,
sprei, bantal
secara bersama-sama
Denganpakaian,
memperhatikan
pemilihan
dandigunakan
cara pemakaian
obat, serta

Mandi secara teratur, tidak menggunakan pakaian, sabun, sprei, handuk secara b
sinar matahari
cukup dalam
ruangan
syarat pengobatanMendapatkan
dan menghilangkan
factoryang
predisposisi
antara
lain higien,
Memberikan pengetahuan yang cukup mengenai penyakit menular

maka penyakit ini dapat diberantas dan memberi prognosis yang baik. (3,10)

Pencegahan

M. KERANGKA TEORI

ara teratur, seluruh pakaian, sprei, dan handuk yang digunakan harus dicuci
, Gamma benzene heksaklorida (lindane), Sulfur, Krotamiton krim (eurax), Benzyl benzoate, Ivermectin.
seperti anti histamine mungkin menguragi rasa gatal

PROGNOSIS :
BAIK

27

BAB III
KERANGKA KONSEP
3.1 Dasar Pemikiran Variabel Yang Diteliti

28

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan


sensitasi tungau Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya pada tubuh.
Penyakit ini dijumpai di seluruh dunia dan menyerang semua ras tanpa
membedakan kelompok umur, yang ditularkan melalui kontak kulit yang dekat
dan lama, serta melalui hubungan seksual. Berdasarkan tinjauan pustaka
skabies dapat dipengaruhi oleh beberapa factor, seperti sanitasi lingkungan dan
higien perorangan.
Faktor yang berperan dalam penularan penyakit ini adalah sosial
ekonomi yang rendah, higien perorangan yang jelek, lingkungan yang tidak
saniter, perilaku yang tidak mendukung kesehatan, serta kepadatan penduduk.
Faktor yang paling dominan adalah kemiskinan dan higiene perorangan yang
jelek di negara berkembang merupakan kelompok masyarakat yang paling
banyak menderita penyakit Skabies ini.(4)

3.2 kerangka konsep

Higien
perorangan

Prevalensi
penyakit
skabies 29

Pencegahan
Skabies
Sanitasi
lingkungan

Keterangan :
: variabel dependen
: variabel independen
: variabel yang diteliti

Hipotesis
1. Hipotesis Null (Ho)
Tidak ada hubungan antara prevalensi penyakit skabies dengan upaya
pencegahan

penyakit

skabies

(higien

perorangan

dan

sanitasi

lingkungan)
2. Hipotesis Alternatif (Ha)

30

Ada hubungan antara prevalensi penyakit skabies dengan upaya


pencegahan

penyakit

skabies

(higien

perorangan

dan

sanitasi

lingkungan)
3.3 Definisi Operasional dan Kriteria objektif
1. Pencegahan Penyakit Skabies
Pencegahan penyakit skabies merupakan suatu tindakan yang dilakukan
untuk mengurangi resiko infeksi atau penularan penyakit skabies.
Pencegahan dapat meliputi higien perorangan dan sanitasi lingkungan.
Higiene perorangan
Yang dimaksud higiene perorangan pada penelitian ini adalah bagaimana
para siswa menjaga kebersihan dirinya masing-masing. Seperti frekuensi
mandi, memakai sabun, pakaian, handuk secara bergantian.
a. Alat ukur : kuisioner
b. Cara ukur : menilai jawaban dari 10 pertanyaan untuk responden
tentang higiene perorangan

c. Kriteria Objektif :
Baik :
apabila responden menjawab 5 pertanyaan
dengan baik
Kurang: apabila responden menjawab < 5 pertanyaan
dengan baik
Sanitasi lingkungan
Yang dimaksud sanitasi lingkungan pada penelitian ini adalah bagaimana
kebersihan lngkungan di sekitar pondok pesantren, seperti cahaya matahari
yang masuk menerangi seluruh ruangan tanpa menyilaukan mata, tidak

31

lembab, luas kamar tidur minimal 8 m 2 tidak lebih dari 2 orang, tersedianya
air bersih.
a. Alat ukur : kuisioner
b. Cara ukur : menilai jawaban dari 10 pertanyaan untuk responden
tentang sanitasi lingkungan
c. Kriteria Objektif :
d. Baik :
apabila responden menjawab 5 pertanyaan
e. Kurang:

dengan baik
apabila responden menjawab < 5 pertanyaan
dengan baik\

2. Prevalensi
Prevalensi adalah jumlah kasus penyakit, orang yang terinfeksi, atau
kondisi, yang ada pada satu waktu tertentu, dihubungkan dengan besar
populasi dimana kasus itu berasal.
3. Penyakit Skabies
Skabies didefinisikan sebagai penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi
dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya.
Dengan gejala klinik dapat berupa : pruritus nokturna (gatal pada malam
hari), menyerang manusia dengan cara berkelompok, adanya terowongan
(kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau keabuabuan, berbentuk garis lurus atau berkelok dengan rata-rata panjang 1 cm,
pada ujung terowongan ini ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi
sekunder ruam kulitnya menjadi polimarf (pustule, ekskoriasi dan lain
lain), dan dengan menemukan tungau.
a. Kriteria Objektif :

32

Ya

: menderita Skabies (anamnesis (+))


(Pemeriksaan fisik (+))
Tidak : tidak menderita Skabies

BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah observasi analitik dengan desain
studi cross sectional untuk melihat hubungan antar variabel yang diamati, yaitu
hubungan upaya pencegahan dengan prevalensi penyakit skabies.
4.2 Populasi dan Sampel
4.2.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa yang tercatat di
Pondok Pesantren Al Mawaddah Warrahmah Kolaka yaitu sebanyak 228 orang.
4.2.2 Sampel
Sampel dalam penelitian adalah siswa yang menderita penyakit skabies
maupun yang tidak menderita penyakit skabies di Pondok Pesantren Al
Mawaddah Warrahmah Kolaka. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini
adalah dengan menggunakan simple random sampling (cara pengambilan

33

sampel yang memberikan kesempatan yang sama untuk diambil kepada setiap
elemen populasi).
Besar sampel yang digunakan dalam penelitan ini adalah :
n=

1+ Ne2

Keterangan :
n = ukuran sampel
N =ukuran populasi
e = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan
sampel yang masih

dapat ditolerir atau diinginkan (10%=0,1)

berdasarkan perhitungan rumus di atas maka besar sampel yang diambil


dalam penelitian ini dapat dihitung sebagai berikut :
n=

228
1+ 228 (0,1)2

= 70
Jadi besar sampel dalam penelitian ini adalah 70 orang
4.3 Tempat dan Waktu Penelitian
4.3.1 Tempat
Lokasi penelitian bertempat di Pondok Pesantren Al Mawaddah
Warrahmah Kolaka
4.3.2 Waktu

34

Penelitian ini dilakukan pada masa kepaniteraan klinik di bagian ilmu


kesehatan masyarakat dan ilmu kedokteran komunitas tahun 2014.
4.4 Metode pengumpulan data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan pengumpulan
data primer yang diperoleh dari kuisioner. Pada kuisioner, responden mengisi
daftar pertanyaan yang telah disiapkan.
4.5 Pengolahan, Analisis, penyajian Data
Data diolah secara elektronik dengan menggunakan computer dengan
program SPSS 17,0 dan hasilnya akan disajikan dalam bentuk table dan narasi.
Analisis yang digunakan adalah :
a. Analisis univariat yang dilakukan terhadap tiap variable dari hasil penelitian
dengan menggunakan table distribusi frekuensi sehingga menghasilkan
distribusi dan persentase setiap variable penelitian.
b. Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan variable dependen
dan

independen

dalam

bentuk

tabulasi

silang

(crosstab)

dengan

menggunakan system komputerisasi program SPSS (Statistical Package


for Social Sciences). Untuk melihat hubungan antar variable independen
dan dependen denggan kemaknaan 0,05 jika n > 40 maka uji statistic yang
digunakan adalah uji Chi Square test untuk table 2x2 dengan rumus
sebagai berikut :
Uji Chi Square
X2 = n ( | ad-bc | - n/2 )2
(a+b)(c+d)(a+c)(b+d)
Dimana : X2 = nilai Chi Square
n = besar sampel
interpretasi : dinyatakan ada hubungan yang bermakna atau Ho
ditolak apabila p value < 0,05.
BAB V

35

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN


5.1 Gambaran Umum Pondok Pesantren Al Mawaddah Warrahmah Kolaka.

Pondok Pesantren Al Mawaddah Warrahmah Pusat Kolaka beralamat di


Jalan Pondok Pesantren No. 10 Kelurahan Lamokato Kesacamatan Kolaka
Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara. Sekolah Tinggi Agama Islam (PONDOK
PESANTREN) Al Mawaddah Warrahmah Pusat Kolaka merupakan Lembaga
Pendidikan setingkat Perguruan tinggi yang berada tepat dipusat ibukota
kabupaten Kolaka dengan secara geografis merupakan berada di jazirah
tenggara pulau Sulawesi dan kolaka terletak pada bagian Barat Provinsi
Sulawesi Tenggara memanjang dari utara keselatan berada diantara 2 000 5000 lintang Selatan dan membentang dari Barat ke TImur diantara 120 045 124006 Bujur Timur

36

Pendirian Yayasan Pondok pesantren Al Mawaddah Warrahmah Pusat


Kolaka pada tanggal 1 Juli 2002 diprakarsai oleh Al Mukarram Drs. KH.M.
Zakariah, MA, dengan inisiatif dan renungan spiritual yang dalam serta
kegelisahan akan fenomena dehumanusasi generasi muda masyarakat kolaka
serta tradisi buruk yang terjadi dilingungan masyarakat Serta didukung oleh
Pemerintah, Dermawan Islam serta Pribadi pribadi yang peduli akan
pengembangan dan Dakwah dikabupaten Kolaka diantaranya dibantu dan
difasilitasi oleh dermawan-dermawan para Funding Father (Para Bapak Pendiri)
adalah di antaranya H. Umar Tebu, S. Sos., H.M. Nasir Malik, H. Made Ali, H.
Muhammad Yunus Ngetta, H.M. Nur Wahid, H.M. Satar Arfah, H.M. Ramli
Badawi, H. Pamma dan H. Syahrir Hasan.
Pada masa awal berdirinya Pondok Pesantren Al Mawaddah Warrahmah
Pusat Kolaka memutuskan untuk membuka program pendidikan /lembaga
formal pendidikan setingkat Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah
(MTs) serta Madrasah Aliyah (MA). Sehingga pada tahun 2005 Yayasan Pondok
Pesantren Al Mawaddah Warrahmah Kolaka membentuk Tim Penyusun
Pendirian Perguruan Tinggi dengan nama Sekolah Tinggi Tarbiyah (STIT) dan
kemudian pada tahun 2007 mendapat izin penyelenggaraan pendidikan dengan
program studi Pendidikan Agama Islam.
Visi Pondok Pesantren Al Mawaddah Warrahmah Kolaka adalah
Membentuk Karakter / Pribadi santri yang unggul dalam Ibadah dan berkualitas

37

hafalan Al Quran, Menguasai Bahasa Sehat, Berpengetahuan Luas

dan

Berfikir Bebas
Sedangkan Misi Pondok Pesantren Al Mawaddah Warrahmah Kolaka
adalah :
1. Pondok Pesantren adalah tempat Ibadah, Thalabul ilmu untuk Mencapai
ridha Allah SWT
2. Pondok Pesantren adalah menjadi wadah Ilmu Pengetahuan Agama, Al
Quran, Bahasa Arab dan Inggris Ilmu Pengetahuan Dan tetap berjiwa
Pondok Pesantren
3. Bekhidmat kepada Masyarakat, Bangsa dan Negara lebih khusus
Agama
4. Mempersiapkan warga Negara yang berpribadian Indonesia yang
bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa.

BAB VI
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
6.1. Hasil Penelitian

38

6.1.1. Karakteristik Responden


Dalam penelitian ini responden yang terpilih sebanyak 70 orang, seluruh
responden adalah siswa Pondok Pesantren Al Mawaddah Warrahmah Kolaka
yang terdiri dari siswa Madrasah Tsanawiyah sampai Madrasah Aliyah.
Dari seluruh responden, gambaran karakteristik responden yang diamati
meliputi : Umur, Jenis Kelamin dan Kelas. Data lengkap bila ditinjau dari segi
Umur dapat dilihat pada tabel 6.1.
Tabel 6.1. Karakteristik umur responden
Umur (Tahun)
11
12
13
14
15
16
17
18
Total

Frekuensi
1
9
14
17
9
11
8
1
70

Presentase(%)
1.4
12.9
20.0
24.3
12.9
15.7
11.4
1.4
100.0

Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 6.1. dapat dilihat bahwa presentase responden


dengan umur 11 tahun merupakan jumlahyang paling seidikit yaitu sebanyak
1,4%, sedangkan yang terbanyak pada umur 14 tahun yaitu sebesar 24,3%.
Selanjutnya, data langkap bila ditinjau dari segi jenis kelamin dapat
dilihat pada tabel 6.2.
Tabel 6.2. karakteristik jenis kelamin responden
Jenis Kelamin
Putra
Putri
Total

Frekuensi
43
27
70

Presentase(%)
61.4
38.6
100.0

Sumber : Data Primer


Berdasarkan tabel 6.2. dapat dilihat bahwa presentase responden dengan jenis
kelamin putra sebanyak 61,4% dan putri sebanyak 38,6%.

39

Data distribusi kelas responden pada karakteristik sesuai tabel 6.5.


Tabel 6.3. Karakteristik kelas responden
Kelas
VII
VIII
IX
X
XI
XII
Total

Frekuensi
18
8
14
4
17
9
70

Presentase(%)
25.7
11.4
20.0
5.7
24.3
12.9
100.0

Sumber : Data Primer


Berdasarkan tabel 6.3. dapat dilihat bahwa presentase responden paling
sedikit pada tingkatan kelas X yaitu sebanyak 5,7%, sedangkan tingkatan kelas yang
terbanyak yaitu tingkatan kelas VII sebesar 25,7.

6.1.2. Hasil Univariat


Data kategori tindakan higien perorangan pada responden dapat dilihat pada
tabel 6.4.
Tabel 6.4. Distribusi hasil penilaian higien perorangan
Higien Perorangan
Baik
Kurang
Total

Frekuensi
57
13
70

Presentase(%)
81.4
18.6
100.0

Sumber : Data Primer

Dari data diatas dapat dilihat bahwa tindakan higien perorangan dengan
kategori Baik memiliki presentase sebesar 81.4%. Sedangkan presentase
higien perorangan yang dikategorikan kurang sebesar 62,9%.
Data distribusi sanitasi lingkungan dikategorikan sesuai tabel 6.5.

40

Tabel 6.5. Distribusi hasil penilaian sanitasi lingkungan


Sanitasi Lingkungan
Baik
Kurang
Total

Frekuensi
64
6
70

Presentase(%)
91.4
8.6
100.0

Sumber : Data Primer

Dari data tabel 6.5 dapat dilihat tindakan yang dikategorikan baik yaitu
sebesar 91,4%, sedangkan presentase kategori kurang sebesar 8,6%.
Data distribusi prevalensi penyakit skabies berdasarkan pernah atau
tidak pernah menderita penyakit skaies dapat dilihat pada tabel 6.6.

Tabel 6.6. Distribusi prevalensi penyakit skabies


Pernah Menderita Skabies
Ya
Tidak
Total

Frekuensi
56
14
70

Presentase(%)
80.0
20.0
100.0

Sumber : Data Primer

Data tabel 6.6. didapatkan hasil bahwa yang pernah menderita skabies
selama di Pesantren sebanyak 80,0%, sedangkan yang tidak pernah terkena
skabies di pondok pesantren adalah sebanyak 20,0%.
6.1.3. Hasil Bivariat
1. Untuk memudahkan apakah ada hubungan pencegahan penyakit skabies
menurut higien perorangan dengan prevalensi penyakit skabies maka dapat
dilihat pada tabel 6.7.
Tabel 6.7. Hubungan upaya pencegahan dengan prevalensi penyakit
skabies menurut higien perorangan
Menderita Skabies

Nilai p

41

Baik

Higien
Perorangan

Kurang

Total

F
%
F
%
F
%

Ya
43
75.4
14
24.6
57
100

Tidak
13
100.0
0
0.0
13
100

Total
56
80.0
14
20.0
70
100%

0,04

Keterangan : p < 0,05

Pada tabel 6.7, presentasi kategori higien perorangan baik yang pernah
menderita penyakit skabies yaitu sebesar 75,4%. Sedangkan presentase
kategori higien perorangan kurang yang pernah menderita skabies sebanyak
24,6%.
Nilai p sebesar 0,04 (Nilai P kurang dari 0,05) maka ini menyatakan ada
hubungan antara pencegahan penyakit skabies menurut higien perorangan
dengan prevalensi penyakit skabies di Pondok Pesantren Al Mawaddah
Warrahmah Kolaka.
2. Data mengenai hubungan pencegahan penyakit skabies menurut sanitasi
lingkungan dengan prevalensi penyakit skabies dapat dilihat pada tabel 6.8.
Tabel 6.8. Hubungan upaya pencegahan dengan prevalensi penyakit
skabies menurut sanitasi lingkungan

Baik

Sanitasi
Lingkungan

Kurang

Total

F
%
F
%
F
%

Menderita Skabies
Ya
Tidak
Total
50
14
64
89.3
100.0
91.4
6
0
6
10.7
0.0
8.6
56
14
70
100.0
100.0
100.0

Nilai p

0,20

Keterangan : p < 0,05

42

Pada tabel 6.8., dapat dilihat presentasi kategori sanitasi lingkungan baik
yang pernah menderita skabies adalah sebesar 89,3%. Sedangkan presentasi
sanitasi lingkungan kurang yang pernah menderita skabies adalah sebesar
10,7%.
Nilai p sebesar 0,20 (nilai p lebih dari 0,05) menunjukkan tidak ada
hubungan antara pencegahan penyakit skabies menurut sanitasi lingkungan
dengan prevalensi penyakit skabies di Pondok Pesantren Al Mawaddah
Warrahmah Kolaka.
6.2. Pembahasan
Pada hasil penilaian higien perorangan dapat dilihat bahwa higien
perorangan dengan kategori Baik sebesar 57 orang (81,4% dari responden).
Sedang higien perorangan yang dikategorikan kurang sebesar 13 orang (18,6%
dari responden).
Pada hasil penilaian sanitasi lingkungan dapat dilihat tindakan sanitasi
lingkungan yang dikategorikan baik yaitu sebanyak 64 orang (91,4% dari
responden), sedangkan kategori tindakan sanitasi lingkungan kurang sebanyak
6 orang (8,6% dari responden).
Higien perorangan yang buruk dapat disebakan oleh beberapa faktor
seperti body image, praktik sosial, status sosial ekonomi, pengetahuan, udaya,
kebiasaan seseorang, kondisi fisik atau psikis. 21 Faktor umur merupakan hal

43

yang penting yang dapat mempengaruhi body image, kebiasaan seseorang dan
tingkat pengetahuan sehingga pada masa rentan usia 11 tahun sampai 18
tahun pada responden memperlihatkan higien perorangan dan sanitasi
lingkungan di Pondok Pesantren Al Mawaddah Baik.
Data mengenai prevalensi penyakit skabies memperlihatkan bahwa
yang pernah menderita skabies selama di Pondok Pesantren Al Mawaddah
Warrahmah Kolaka sebanyak 80,0%, sedangkan yang tidak pernah terkena
skabies di pondok pesantren Al Mawaddah Warrahmah Kolaka adalah
sebanyak 20,0%. Hal ini tidak sejalan dengan kategori tingkat higien
perorangan dan sanitasi lingkungan yang memiliki pesentase terbesar yaitu
tingkat higien pribadi sedang dan sanitasi lingkungan sedang, meskipun pada
ada 9 orang (12,9 dari populasi) termasuk kategori higien perorangan buruk.
Penyakit skabies banyak berjangkit terutama di lingkungan yang padat
penduduknya, lingkungan dengan tingkat kebersihan kurang, lingkungan sosial
ekonomi rendah, dan lingkungan pergaulan yang akrab.4,5 Beberapa hal
tersebut merupakan fenomena yang terjadi di Pondok Pesantren seperti
lingkungan yang padat dan kontak erat yang dapat menyebabkan cukup
tingginya insidensi penyakit skabies di Pondok Pesantren Al Mawaddah
Warrahmah Kolaka.
Penyakit kulit Skabies menular dengan cepat pada suatu komunitas
yang tinggal bersama sehingga dalam pengobatannya harus di lakukan secara
serentak dan menyeluruh pada semua orang dan lingkungan pada komunitas
yang terserang skabies, karena apabila dilakukan pengobatan secara individual

44

maka akan mudah tertular kembali penyakit skabies.2,7 Namun disamping


terbatasnya sarana pengobatan penyakit skabies dalam hal ini ketersediaan
obat belum ada, pengobatan skabies juga tidak dilakukan secara serentak
sehingga penyakit skabies ini cenderung berulang. Kurangnya pengetahuan
siswa

tentang

penyakit

skabies serta

pengobatan

yang

tidak efektif

menyebabkan penyakit skabies ini dapat menjadi kronik dan menular.


Pada hasil pengolahan data secara bivariat mengenai hubungan prilaku
pencegahan dengan kejadian penyakit skabies menurut higien perorangan
dapat dilihat bahwa kategori higien perorangan baik yang menderita penyakit
skabies yaitu sebesar 43 orang (75,4% dari responden yang menderita
skabies). Sedangkan kategori higien perorangan kurang yang menderita
skabies adalah sebanyak 14 orang (24,6% dari responden yang menderita
skaibes). Nilai p sebesar 0,04 (Nilai P kurang dari 0,05) maka ini menyatakan
ada hubungan antara pencegahan penyakit skabies menurut higien perorangan
dengan prevalensi penyakit skabies di Pondok Pesantren Al Mawaddah
Warrahmah Kolaka.
Hasil penelitian sesuai dengan yang didapatkan oleh Btari Sekar
Saraswati Ardana Putri yang secara statistik menyatakan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara higien perorangan dengan kejadian penyakit
skabies di Sekolah Dasar Negeri 3 Ngablak Magelang. Penelitian tersebut juga
sesuai dengan penelitian tahun 2004 di Puskesmas Gemuh I Kecamatan
Gemuh, Kabupaten Kendal yang menyatakan bahwa terdapat hubungan

45

bermakna antara kebersihan pribadi dengan kejadian skabies. 2 Namun hasil


penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Yudha Prawira
Mandala Wijaya yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna
antara higien perorangan dengan kejadian skabies di Pondok Pesantren AlMakmur Tungkar Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2011. 1
Sedangkan pada hasil pengolahan data secara bivariat mengenai
hubungan prilaku pencegahan dengan kejadian penyakit skabies menurut
sanitasi lingkungan dapat dilihat bahwa kategori sanitasi lingkungan baik yang
menderita penyakit skabies yaitu sebesar 50 orang (89,3% dari responden yang
menderita skabies). Sedangkan kategori sanitasi lingkungan kurang yang
menderita skabies sebanyak 6 orang (10,7% dari responden yang menderita
skabies). Nilai p sebesar 0,20 (nilai p lebih dari 0,05) menunjukkan tidak ada
hubungan antara pencegahan penyakit skabies menurut sanitasi lingkungan
dengan prevalensi penyakit skabies di Pondok Pesantren Al Mawaddah
Warrahmah Kolaka.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang didapatkan oleh Btari Sekar
Saraswati Ardana Putri yang secara statistik menyatakan bahwa tidak ada
hubungan antara sanitasi lingkungan dengan kejadian penyakit skabies di
Sekolah Dasar Negeri 3 Ngablak Magelang. Namun hal ini tidak susuai dengan
penelitian tahun 2004 di pondok pesantren Assalam dan Darulfatah Kabupaten
Temanggung yang menyebutkan bahwa kondisi sanitasi fisik seperti air dapat
menimbulkan penyakit skabies. 2

46

6.3 Keterbatasan Penelitian


Peneliti

menyadari

bahwa

pelaksanaan

penelitian

ini

masih

banyak

kekurangan, hal ini disebabkan karena :


1. Peneliti hanya mengambil murid pesantren yang mondok yaitu pada
tingkat

Madrasah

sedangkan

masih

Tsanawiyah
terdapat

dan

murid

Madrasah
pesantren

Aliyah

sederajat,

ditingkat

madrasah

ibtidaiyah namun tidak mondok membuat ruang lingkup penelitian


berkesan mengeneralisasi.
2. Lokasi penelitian yang bertempat di luar kota studi penulis menyebabkan
terbatasnya data awal maupun data lanjutan yang ingin didapatkan
dalam melakukan perbaikan terhadap berbagai koreksi koreksi oleh
pembimbing peneliti.
3. Salah satu variabel yang diambil peneliti yaitu mengenai sanitasi
lingkungan yang tidak tepat dinilai secara individual membuat hasil
penelitian bersifat ambigu.
4. Kurang mendalamnya pembahasan pada alat ukur atau quesioner yang
membahas tentang upaya pencegahan penyakit skabies menjadikan
hasil penelitian yang paradoks

BAB VII

47

KESIMPULAN DAN SARAN


7.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Prilaku upaya pencegahan siswa siswi Pondok Pesantren Al Mawaddah
Warrahmah Kolaka menurut higien perorangan dengan kategori baik
merupakan kategori yang paling besar jumlahnya
2. Prilaku upaya pencegahan siswa siswi Pondok Pesantren Al Mawaddah
Warrahmah Kolaka menurut sanitasi lingkungan dengan kategori baik
adalah yang paling besar jumlahnya
3. Prevalensi penyakit skabies di Pondok Pesantren Al Mawaddah Warrahmah
Kolaka Cukup tinggi.
4. Ada hubungan antara upaya pencegahan menurut higien perorangan
dengan prevalensi penyakit skabies di Pondok Pesantren Al Mawaddah
Warrahmah Kolaka.
5. Tidak ada hubungan antara upaya pencegahan menurut sanitasi lingkungan
dengan prevalensi penyakit skabies di Pondok Pesantren Al Mawaddah
Warrahmah Kolaka.

7.2 Saran
Adapun saran pada penelitian ini adalah :

48

1. Bagi

pihak

pesantren

agar

dapat

lebih

lagi

dalam

menjalankan

kedisiplinannya utamanya dalam hal higien perorangan siswa dan


kebersihan lingkungan pesantren agar lebih lagi menjaga kedisiplinan
kebersihan yang selama ini sudah dijaga. Serta sarana dan prasarana
pengobatan skabies agar supaya dilengkapi.
2. Bagi pihak petugas kesehatan pesantren agar dapat melakukan screening
rutin setiap bulan untuk mendeteksi penyakit skabies dan segera dilakukan
penatalaksanaan.
3. Diharapkan agar ketika terdapat siswa dengan penyakit skabies agar
supaya segera diobati dan tidak dipulangkan ke rumahnya karena dapat
menular dilingkungan keluarganya.
4. Untuk peneliti selanjutnya diharapkan agar dapat meneliti variabel variabel

lainnya lebih lanjut.

49

S-ar putea să vă placă și

  • Status Parkinson
    Status Parkinson
    Document24 pagini
    Status Parkinson
    Apriyanti' SelamaxGamal
    Încă nu există evaluări
  • Kista Dermoid
    Kista Dermoid
    Document7 pagini
    Kista Dermoid
    ds_ked
    100% (1)
  • SKA EKSTR
    SKA EKSTR
    Document16 pagini
    SKA EKSTR
    Marina Asmala Dewi
    Încă nu există evaluări
  • Laporan Kasus Obgyn
    Laporan Kasus Obgyn
    Document3 pagini
    Laporan Kasus Obgyn
    Apriyanti' SelamaxGamal
    Încă nu există evaluări
  • Cedera Akibat Trauma Listrik
    Cedera Akibat Trauma Listrik
    Document6 pagini
    Cedera Akibat Trauma Listrik
    tommy
    Încă nu există evaluări
  • Infeksi Neonatorum Pkmrs Iis
    Infeksi Neonatorum Pkmrs Iis
    Document11 pagini
    Infeksi Neonatorum Pkmrs Iis
    Apriyanti' SelamaxGamal
    Încă nu există evaluări
  • Baca Kardio
    Baca Kardio
    Document84 pagini
    Baca Kardio
    Apriyanti' SelamaxGamal
    Încă nu există evaluări
  • Cardio
    Cardio
    Document1 pagină
    Cardio
    Apriyanti' SelamaxGamal
    Încă nu există evaluări
  • Slide Presbikusis
    Slide Presbikusis
    Document17 pagini
    Slide Presbikusis
    Apriyanti' SelamaxGamal
    Încă nu există evaluări
  • Paraparese Inferior Akibat Spondilitis Tuberkulosis
    Paraparese Inferior Akibat Spondilitis Tuberkulosis
    Document6 pagini
    Paraparese Inferior Akibat Spondilitis Tuberkulosis
    Apriyanti' SelamaxGamal
    Încă nu există evaluări
  • ERITRASMA
    ERITRASMA
    Document7 pagini
    ERITRASMA
    Luna White
    100% (1)
  • Ileus Usus
    Ileus Usus
    Document20 pagini
    Ileus Usus
    Decau Raffa
    50% (4)
  • Case Presentation Carcinoma Penis
    Case Presentation Carcinoma Penis
    Document18 pagini
    Case Presentation Carcinoma Penis
    Apriyanti' SelamaxGamal
    Încă nu există evaluări
  • Mumps
    Mumps
    Document15 pagini
    Mumps
    mumutdws
    Încă nu există evaluări
  • Creeping Eruption-Referat Kecil
    Creeping Eruption-Referat Kecil
    Document10 pagini
    Creeping Eruption-Referat Kecil
    Justin Blanchard
    Încă nu există evaluări
  • FURUNKEL
    FURUNKEL
    Document6 pagini
    FURUNKEL
    fateee
    Încă nu există evaluări
  • Refrat Parkinson
    Refrat Parkinson
    Document5 pagini
    Refrat Parkinson
    Apriyanti' SelamaxGamal
    Încă nu există evaluări
  • ILEUS DIAGNOSIS
    ILEUS DIAGNOSIS
    Document16 pagini
    ILEUS DIAGNOSIS
    Nolly Rantung
    100% (1)
  • FURUNKEL
    FURUNKEL
    Document6 pagini
    FURUNKEL
    fateee
    Încă nu există evaluări
  • Autoanamnesis Skizo Janna
    Autoanamnesis Skizo Janna
    Document2 pagini
    Autoanamnesis Skizo Janna
    Apriyanti' SelamaxGamal
    Încă nu există evaluări
  • Referat AFE
    Referat AFE
    Document15 pagini
    Referat AFE
    Apriyanti' SelamaxGamal
    Încă nu există evaluări
  • Dermatitis Seboroik
    Dermatitis Seboroik
    Document6 pagini
    Dermatitis Seboroik
    Nurhalimah Bachri
    Încă nu există evaluări
  • Mumps
    Mumps
    Document15 pagini
    Mumps
    mumutdws
    Încă nu există evaluări
  • Isi - Katatonia
    Isi - Katatonia
    Document14 pagini
    Isi - Katatonia
    Apriyanti' SelamaxGamal
    Încă nu există evaluări
  • Referat Ileus Obstruktif
    Referat Ileus Obstruktif
    Document27 pagini
    Referat Ileus Obstruktif
    Rainy Rai
    Încă nu există evaluări
  • Baca Mumps
    Baca Mumps
    Document9 pagini
    Baca Mumps
    Ina Tahir
    Încă nu există evaluări
  • PRESBIAKUSIS
    PRESBIAKUSIS
    Document21 pagini
    PRESBIAKUSIS
    Apriyanti' SelamaxGamal
    Încă nu există evaluări
  • Depresi Remaja
    Depresi Remaja
    Document7 pagini
    Depresi Remaja
    Apriyanti' SelamaxGamal
    Încă nu există evaluări