Sunteți pe pagina 1din 61

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Untuk mencapai pembangunan nasional diperlukan upaya penyelengaraan kesehatan
yang bermutu yang dilakukan individu, kelompok, masyarakat, lembaga pemerintah atau
swadaya masyarakat yang lebih mengutamakan promosi kesehatan serta pencagahan penyakit.
Upaya pemeliharaan yang mencangkup dua aspek kuratif dan rehabilitatif, sedangkan upaya
peningkatan kesehatan juga mencangkup dua aspek yaitu Prepentif dan promotif (Notoadmojo,
2003 : 02).
Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2002 Kesehatan yang baik atau
kesejahteraan adalah suatu kondisi dimana tidak hanya bebas dari penyakit, namun juga harus
sehat dan sejahtera antara mental dan sosial.
Empat faktor yang mempengaruhi kesehatan yakni keturunan, pelayanan kesehatan,
perilaku dan lingkungan. Faktor pelayanan kesehatan meliputi ketersediaan klinik kesehatan dan
fasilitas kesehatan lainya, faktor perilaku meliputi antara lain perilaku mencari pengobatan dan
perilaku hidup bersih dan sehat, sedangkan faktor lingkungan antara lain kondisi lingkungan
yang sehat dan memenuhi persyaratan (HL.Blum dalam Notoatmodjo, 2003 : 146).
Negara Indonesia sebagai Negara berkembang memiliki beragam permasalahan yang
kompleks dari segala unsur, perkembangan jaman memaksa seseorang untuk ikut berperan aktif
dalam perkembangannya. Sehingga untuk kelangsungan hidup seseorang harus bekerja keras
demi kelangsungan hidupnya hingga tak jarang seseorang yang terpaksa bekerja sebagai kuli
panggul, mengangkat beban berat hingga resiko mudah terkena penyakit yang bersifat progesif
termasuk salah satunya adalah hernia. Selain itu banyaknya kasus tentang penyakit yang
berkembang mengenai prevalensi penderita hernia baik anak-anak maupun dewasa
ini (Notoadmojo, 2003 : 02).
Hernia, atau yang lebih dikenal dengan turun berok, adalah penyakit akibat turunnya
usus atau colon seiring melemahnya lapisan otot dinding perut. Penderita hernia, memang
kebanyakan laki-laki, terutama anak-anak. Kebanyakan penderitanya akan merasakan nyeri, jika
terjadi infeksi di dalamnya, misalnya, jika anak-anak penderitanya terlalu aktif (http://askepkesehatan. Jurnal keperawatan indoesia.com/2009/01/Herrniascrotalis.html).
Hernia berasal dari bahasa Latin, herniae, yaitu menonjolnya isi suatu rongga
melalui jaringan ikat tipis yang lemah pada dinding rongga. Dinding rongga yang lemah itu
membentuk suatu kantong dengan pintu berupa cincin. Gangguan ini sering terjadi di daerah

perut dengan isi yang keluar berupa bagian dari usus (http://askep-kesehatan. Jurnal keperawatan
indoesia.com/2009/01/Herrniascrotalis.html).
Hernia yang terjadi pada anak-anak, lebih disebabkan karena kurang sempurnanya
procesus vaginalis untuk menutup seiring dengan turunnya testis atau buah zakar. Sementara
pada orang dewasa, karena adanya tekanan yang tinggi dalam rongga perut dan karena faktor
usia yang menyebabkan lemahnya otot dinding perut (http://askep-kesehatan. Jurnal keperawatan
indoesia.com/2009/01/Herrniascrotalis.html).
Penyakit hernia banyak diderita oleh orang yang tinggal didaerah perkotaan yang
notabene

yang

penuh

dengan aktivitas maupun

kesibukan

dimana

aktivitas

tersebut

membutuhkan stamina yang tinggi. Jika stamina kurang bagus dan terus dipaksakan maka,
penyakit hernia akan segera menghinggapinya (Sjamsuhidayat, 2004: 523 ).
Hernia adalah penonjolan isi perut dari rongga yang normal melalui suatu defek pada
fasia muskuloaponeurotik dinding perut, baik secara kongenital atau didapat, yang memberi jalan
keluar pada setiap alat tubuh selain yang biasa melalui dinding tersebut. Hernia merupakan
protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga
bersangkutan. Pada hernia abdomen, isi perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari
lapisan muskulo-aponeurotik dinding perut (Sjamsuhidayat, 2004: 523 ).
Sedangkan menurut Sue Hinclift, Hernia adalah protusio (penonjolan) abnormal suatu
organ atau bagian suatu organ melalui lubang (apertura) pada stuktur disekitarnya, umumnya
protusio organ abdominal melalui celah dari dinding abdomen (Sue Hinchliff, 2000 : 206).
Hernia adalah tonjolan keluarnya organ atau jaringan melalui dinding rongga dimana
organ tersebut seharusnya berada yang didalam keadaan normal tertutup (Suster nada, 21 juli
2007).
Menurut World Health Organization (WHO), penderita hernia tiap tahunnya
meningkat. Didapatkan data pada decade tahun 2005 sampai tahun 2010 penderita hernia segala
jenis mencapai 19.173.279 penderita (12.7%) dengan penyebaran yang paling banyak adalah
daerah Negara-negara berkembang seperti Negara-negara Afrika, Asia tenggara termasuk
Indonesia, selain itu Negara Uni emirat arab adalah Negara dengan jumlah penderita hernia
terbesar di dunia sekitar 3.950 penderita pada tahun 2011(http://askep-kesehatan.jurnal kesehatan
provinsi.com/2009/01/. Jambi independent.html).
Berdasarkan data dari Departermen Kesehatan Republik Indonesia di Indonesia
periode Januari 2010 sampai dengan Februari 2011 berjumlah 1.243 yang mengalami gangguan

hernia, termasuk berjumlah 230 orang (5,59%) terjadi pada anak-anak (http://askepkesehatan.jurnal kesehatan provinsi.com/2009/01/. Jambi independent.html).
Sedangkan di Rumah Sakit Raden Mataher Jambi sepanjang periode Januari 2010
sampai dengan Januari 2011 dari keseluruhan pasien rawat inap dengan penyakit bedah
didapatkan data 430 pasien adalah pasien dengan herniotomy (http://askep-kesehatan.jurnal
kesehatan provinsi.com/2009/01/. Jambi independent.html).
Berdasarkan data penyakit hernia dari medical record Rumah sakit umum Mayjen. H.
A. Thalib Kabupaten Kerinci didapatkan data pasien hernia pada tahun 2008 sebanyak 49
(55,22%), tahun 2009 sebanyak 17 (15%), sedangkan pada tahun 2010 jumlah pasien yang
mengalami hernia adalah sebanyak 56 (56,56%).
Sedangkan berdasarkan hasil observasi dan pengambilan data khususnya diruangan
bedah, hernia menduduki urutan keenam dari sepuluh penyakit terbesar diruangan bedah. Pada
bulan Januari sebanyak 6 orang (10,18%), pasien yang meenjalani operasi di bulan februari
sebanyak 7 orang (12,44%), Maret 13 orang (13,8%, April 7 orang (14%) dan pada bulan Mei
tercatat 6 (13,3%) orang menderita hernia.
Peran perawat pada kasus hernia meliputi sebagai pemberi asuhan keperawatan
langsung kepada klien yang mengalami hernia dan post operasi herniotomy, sebagai pendidik
memberikan pendidikan kesehatan untuk mencegah komplikasi adanya infeksi setelah operasi
dan kejadian berulang dan perawatan herniotomy, serta sebagai peneliti yaitu dimana perawat
berupaya meneliti asuhan keperawatan kepada klien herniotomy melalui metode ilmiah.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka penulis tertarik untuk mengetahui lebih lanjut
bagaimana penatalaksanaan, perawatan untuk mencegah komplikasi lebih lanjut dan bagaimana
asuhan keperawatan Pada Pasien Dengan Diagnosa Medis Hernia Scrotalis Post Operasi
Herniotomy.
1.2.Ruang Lingkup
Dalam penulisan ini, penulis membatasi bagaimana cara menerapkan asuhan
keperawatan pada pasien dengan hernia scrotalis pasca operasi di instalasi rawat inap ruang
bedah Rumah Sakit Umum Daerah May.H.A Thalib Kabupaten Kerinci.
1.3.Tujuan Penulisan
1.3.1.

Tujuan Umum

Untuk mendapatkan pengalaman yang nyata tentang asuhan ke-perawatan Pada Pasien
Dengan Diagnosa Medis Hernia Scrotalis Post Operasi Herniotomy Hari Ke II dan sebagai
pemahaman tentang penangan pasien Hernia Post Herniotomy serta mengetahui komplikasi yang
mungkin muncul pada pasien post herniotomy dan pencegahan terhadap komplikasi.
1.3.2.

Tujuan Khusus
Setelah melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien An. A Dengan Diagnosa
Medis Hernia Scrotalis Post Operasi Herniotomy Hari Ke II di Ruang Rawat Inap Bedah Rumah
Sakit Umum Daerah May. H.A. Thalib Sungai Penuh, Penulis mampu:

a.

Untuk mengetahui dan memahami tanda gejala dan penatalaksanaan pada pasien Hernia
Scrotalis dan pemulihan agar dapat beraktifitas sesuai fungsinya semula.

b.

Untuk memahami perawatan pasien post operasi herniotomy untuk mencegah terjadinya
komplikasi yang meliputi infeksi luka post operasi dan hernia berulang.

c.

Mengidentifikasi data yang menunjang masalah keperawatan pada pasien pasien An. A
Dengan Diagnosa Medis Hernia Scrotalis Post Operasi Herniotomy Hari Ke II di ruang rawat
inap bedah Rumah Sakit Umum Daerah Mayjen. H. A. Thalib Kabupaten Kerinci.

d.

Menentukan diagnosa keperawatan pada pasien pasien An. A Dengan Diagnosa Medis Hernia
Scrotalis Post Operasi Herniotomy Hari Ke II (dua) di ruang rawat inap bedah Rumah Sakit
Umum Daerah Mayjen. H. A. Thalib Kabupaten Kerinci.

e.

Menyusun rencana keperawatan pada pasien pasien An. A Dengan Diagnosa Medis Hernia
Scrotalis Post Operasi Herniotomy Hari Ke II (dua) di ruang rawat inap bedah Rumah Sakit
Umum Daerah Mayjen. H. A. Thalib Kabupaten Kerinci.

f.

Melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien pasien An. A Dengan Diagnosa Medis Hernia
Scrotalis Post Operasi Herniotomy Hari Ke II di ruang rawat inap bedah Rumah Sakit Umum
Daerah Mayjen. H. A. Thalib Kabupaten Kerinci.

g.

Melaksanakan evaluasi keperawatan pada pasien pasien An. A Dengan Diagnosa Medis Hernia
Scrotalis Post Operasi Herniotomy Hari Ke II di ruang rawat inap bedah Rumah Sakit Umum
Daerah Mayjen. H. A. Thalib Kabupaten Kerinci.

h.

Mengidentifikasi faktor pendukung dan faktor penghambat serta penyelesaian masalah (solusi)
dalam melaksanakan asuhan kepe-rawatan pada pasien pasien An. A Dengan Diagnosa Medis
Hernia Scrotalis Post Operasi Herniotomy Hari Ke II di ruang rawat inap bedah Rumah Sakit
Umum Daerah Mayjen. H. A. Thalib Kabupaten Kerinci.

1.4.Manfaat Penulisan

1.4.1. Bagi Perawat


Untuk

menambah

pengetahuan

dan

keterampilan

serta

meningkatkan

dalam

melaksanakan penerapan proses asuhan keperawatan mulai dari pengkajian, diagnosa, intervensi,
implementasi, dan evaluasi secara sistematis khususnya pada pasien dengan Hernia Scrotalis
Post Operasi.
1.4.2. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan masukan bagi institusi pendidikan agar penulisan ini dapat dilakukan
dengan melihat permasalahan lain yang berkaitan dengan kasus yang telah penulis selesaikan.
1.4.3. Bagi Rumah Sakit
Sebagai penambah wawasan dan pengetahuan bagi semua lapisan tim kesehatan atau
pelaksanaan asuhan keperawatan khususnya dibidang keperawatan maupun tim kesehatan lain
tentang asuhan keperawatan pada klien dengan Hernia Scrotalis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Dasar
2.1.1. Definisi
Hernia adalah penonjolan isi perut dari rongga yang normal melalui suatu defek pada
fasia muskuloaponeurotik dinding perut, baik secara kongenital atau didapat, yang memberi jalan
keluar pada setiap alat tubuh selain yang biasa melalui dinding tersebut (Mansjoer dkk,
2002:313).
Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian
lemah dari dinding rongga bersangkutan. Pada hernia abdomen, isi perut menonjol melalui defek
atau bagian lemah dari lapisan muskulo-aponeurotik dinding perut (Sjamsuhidayat, 2004: 523).
Sedangkan menurut Sue Hinclift (2000), Hernia adalah protusio (penonjolan)
abnormal suatu organ atau bagian suatu organ melalui lubang (apertura) pada stuktur

disekitarnya, umumnya protusio organ abdominal melalui celah dari dinding abdomen (Sue
Hinchliff, 2000:206).
Hernia adalah tonjolan keluarnya organ atau jaringan melalui dinding rongga dimana
organ tersebut seharusnya berada yang didalam keadaan normal tertutup (Suster nada, 21 juli
2007).
Sedangkan Hernia Scrotalis adalah penonjolan hernia yang terjadi pada kantong
scrotum sering terjadi pada anak-anak karena kelainan kongenital (bawaan). Operasi hernia
adalah tindakan pembedahan yang dilakukan untuk mengembalikan isi hernia pada posisi semula
dan menutup cincin hernia (Long, 1996 : 246).
Menurut Oswari (2000) mengungkapkan hernia Scrotalis adalah hernia isi perut yang
tampak/masuk di daerah kantung scrotum (region genitalis). Hernia Scrotalis merupakan
penonjolan yang keluar dari rongga peritoneum melalui anulus inguinalis internus yang terletak
lateral dari pembuluh epigastrika inferior, kemudian hernia masuk kedalam kanalis inguinalis
dan jika cukup panjang, menonjol keluar dari anulus inguinalis eksternus ( Sjamsuhidayat, 2004 :
527 )
Dari ketiga definisi diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan hhernia
menurut Sjamsuhidayat (2004), Hernia Scrotalis adalah hernia yang melalui atau menekan area
Scrotum yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior kemudian hernia masuk ke
dalam kanalis inguinalis dan jika cukup panjang, menonjol keluar dan menekan testis.
Sedangkan Herniotomi adalah pembedahan kantong hernia sampai ke lehernya,
kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan, kemudian direposisi kantong
hernia dijahit-ikat setinggi mungkin lalu dipotong. (Sjamsuhidayat, 2004:531 )
2.12. Anatomi Fisiologi
Saluran pencernaan makanan merupakan saluran yang menerima makanan dari luar
dan mempersiapkannya untuk diserap oleh tubuh dengan jalan proses pencernaan dengan enzim
dan zat cair yang terbentang mulai dari mulut sampai anus.

Gambar.1.1. Anatomi pencernaan.


Berikut ini adalah bagian-bagian dari anatomi struktur sistem pencernaan. Struktur
pencernaan adalah:
1. Mulut
Mulut merupakan permulaan saluran pencernaan, selaput lendir mulut ditutup epithelium yang
berlapis-lapis. Dibawahnya terletak kelenjar-kelenjar halus yang mengeluarkan lendir. Selaput ini
kaya akan pembuluh darah dan memuat ujung akhir saraf sensoris didalam rongga mulut.
2. Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dan kerongkongan (esofagus).
Didalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak
mengandung limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini terletak persimpangan
antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan hidung.
3. Esofagus/Kerongkongan
Esofagus merupakan saluran pencernaan yang menghubungkan tekak dengan lambung, 25cm,
mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak dibawah panjangnya lambung.
4. Gaster/Lambung
Lambung merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang paling banyak terutama di
daerah spingter. Lambung terdiri dari bagian atas fundus uteri berhubungan dengan osofagus
melalui orifisium pilorik, terletak dibawah diafragma didepan pankreas dan limpa, menempel di
sebelah kiri fundus uteri.

Gambar.1.2. Usus (colon)


5. Usus halus
Merupakan bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal dari pilorus dan berakhir
pada sekum, panjangnya 6 meter, merupakan saluran paling panjang tempat proses pencernaan
dan absorbsi hasil pencernaan. Usus halus dibagi tiga bagian, yaitu:
a) Duodenum/Usus 12 jari, panjang 25cm berbentuk seperti tapal kuda melengkung kekiri,
bagian kanan duodenum terdapat selaput lendir yang disebut papilla vateri, disini terdapat muara
saluran empedu dan saluran pankreas. Empedu dibuat dihati untuk dikeluarkan di duodenum
melalui duktus koleduktus yang fungsinya mengemulsikan lemak dengan bantuan lipase.
Pankreas menghasilkan amilase yang berfungsi mencerna hidrat arang menjadi disakarida dan
tripsin yang berfungsi mencerna protein menjadi asam amino atau albumin dan polipeptida.
b) Yeyunum/Jejunum, terletak di regio abdominalis media sebelah kiri dengan panjang 2-3
meter.
c) Ileum, terletak di regio abdominalis bawah dengan panjang 4-5 meter, lekukan yeyenum dan
ileum melekat pada dinding abdomen posterior dengan perantara lipatan peritonium yang
berbentuk kipas atau yang dikenal sebagai mesenterium.
6. Usus besar/Intestinum mayor
Usus besar/Intestinum mayor 1,5m, lebarnya 5-6cm. Bagian-bagian usus besar yaitu kolon
asenden panjangnya 13cm, apendik (usus buntu), kolon tranversum panjangnya 38cm, kolon
desenden panjangnya 25cm, kolon sigmoid, anus.
7. Peritonium (selaput perut)
Peritonium terdiri dari dua bagian yaitu: peritonium parietal yang melapisi dinding rongga
abdomen dan peritonium viseral yang melapisi semua organ yang berada dalam rongga
abdomen. Fungsi peritonium:
a)

Menutupi sebagian dari rongga abdomen dan pelvis.

b)

Membentuk pembatas yang halus sehingga organ yang ada dalam rongga peritonium tidak
saling bergesekan.

c)

Menjaga kedudukan dan mempertahankan hubungan organ terhadap dinding posterior


abdomen.

d)

Kelenjar limfe dan pembuluh darah yang membantu melindungi terhadap infeksi.
Bagian bagian hernia:

1)

Kantong hernia
Pada hernia abdominalis berupa peritoneum parietalis. Tidak semua hernia memiliki kantong,
misalnya hernia incisional, hernia adiposa, hernia intertitialis.

2)

Isi hernia
Berupa organ atau jaringan yang keluar melalui kantong hernia, misalnya usus, ovarium, dan
jaringan penyangga usus (omentum).

3)

Pintu hernia
Merupakan bagian locus minoris resistance yang dilalui kantong hernia.

4)

Leher hernia
Bagian tersempit kantong hernia yang sesuai dengan kantong hernia.
2.1.3. Etiologi
Hernia dapat terjadi karena lubang embrional yang tidak menutup atau melebar, atau
akibat tekanan rongga perut yang meninggi. Adapun beberapa faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya hernia antara lain sebagai berikut:

1.

Kongenital
Terjadi akibat prosesus vaginalis peritonium disertai dengan annulus inguinalis yang cukup lebar,
terutama ditemukan pada bayi. Lemahnya dinding rongga perut. Dapat ada sejak lahir atau
didapat kemudian dalam hidup. Adapun penyebab kongenital atau bawaan dapat dibagi menjadi
dua berdasarkan kelainannya:
a)

Hernia congenital sempurna. Bayi sudah menderita hernia kerena adanya defek pada tempat
tempat tertentu.

b)

Hernia congenital tidak sempurna. Bayi dilahirkan normal (kelainan belum tampak) tapi dia
mempunyai defek pada tempat-tempat tertentu (predisposisi) dan beberapa bulan (0 1 tahun)
setelah lahir akan terjadi hernia melalui defek tersebut karena dipengaruhi oleh kenaikan tekanan
intraabdominal (mengejan, batuk, menangis).

2.

Prosesus vaginalis yang terbuka, yang disebabkan oleh:

a)

Pekerjaan mengangkat barang-barang berat.


b)

Batuk kronik, bronchitis kronik, TBC.

c)

Hipertropi prostat dan konstipasi.

d)

Pekerja keras

3.

Kelemahan otot dinding perut, yang disebabkan oleh:

a)

Usia tua, sering melahirkan.


b)

4.

Perubahan defek setelah appendiktomy


Aquisial, aquisial adalah hernia yang terbuka disebabkan karena adanya defek bawaan tetapi
disebabkan oleh fakor lain yang dialami manusia selama hidupnya, antara lain :

a)

Tekanan intraabdominal yang tinggi. Banyak dialami oleh pasien yang sering mengejan yang
baik saat BAB maupun BAK.

b)

Konstitusi tubuh. Orang kurus cenderung terkena hernia jaringan ikatnya yang sedikit.
Sedangkan pada orang gemuk juga dapat terkena hernia karena banyaknya jaaringan lemak pada
tubuhnya yang menambah beban kerja jaringan ikat penyokong pada LMR.

c)

Banyaknya preperitoneal fat banyak terjadi pada orang gemuk.

d)

Distensi dinding abdomen karena peningkatan tekanan intraabdominal.


2.1. 4. Klasifikasi Hernia
Menurut Sjamsuhidayat, tahun2004 terdapat pembagian hernia atau klasifikasi hernia.
Berikut ini adalah pembagian atau klasifikasi dari hernia:

1.

Hernia Menurut Lokasinya.

a)

Hernia inguinalis adalah hernia yang terjadi dilipatan paha. Batang usus melewati cincin
abdomen dan mengikuti saluran sperma masuk ke dalam kanalis inguinalis. Jenis ini merupakan
yang tersering ditemukan atau terjadi pada pasien dan dikenal dengan istilah turun berok atau
burut.

Gambar 1.3. Hernia Inguinalis

b)

Hernia Scrotalis adalah hernia yang terjadi apabila usus masuk kedalam kantung scrotum ini
terjadi bila batang usus melewati cincin abdomen dan mengikuti saluran sperma masuk ke dalam
kanalis inguinalis kemudian masuk kedalam kantong scrotum dan menekan pada isi kantung
scrotum sehingga scrotum membesar.
Gambar1.4. Hernia Scrotalis

c)

Hernia umbilikus adalah hernia yang tejadi apabila usus masuk melalui prosecus discus pada
pusat atau sering disebut hernia di pusat, hernia jenis ini terjadi pada bayi yang baru lahir yang
disebabkan karena kelainaan kongenital.

d)

Hernia femoralis adalah hernia yang tejadi apabila usus masuk melalui prosecus discus di paha.

2.

Hernia Menurut Isinya

a)

Hernia usus halus adalah hernia yang terjadi bila yang melewati cincin abdomen adalah usus
halus.

b)

Henia Omentum
Hernia omentum adalah hernia yang terjadi bila yang melewati cincin abdomen adalah
penyangga usus. Omentum adalah berupa organ atau jaringan yang keluar melalui kantong
hernia, misalnya usus, ovarium, dan jaringan penyangga usus (omentum).

c)

Hernia Nukleus Pulposus

Adalah jenis hernia yang terjadi apabila, system syaraf pusat atau sumsum tulang belakang pada
vertebra terjepi pada discus vertebrae terjadi karena trauma yang melibatkan tulang belakang
misalmya jatuh dalam posisi terduduk.
3.

Hernia Menurut Sifatnya

a) Hernia Reponibel
Isi hernia dapat keluar masuk, usus keluar jika mengejan dan masuk jika berbaring atau didorong
masuk, tidak ada keluhan nyeri/gejala.
b) Hernia Ireponibel
Kantong hernia tidak dapat dikembalikan ke dalam rongga, ini disebabkan oleh perlengketan isi
kantong pada peritonial. Penatalaksanaan harus dengan operasi.
c) Hernia Inkaserata/Hernia Stragulata
Isi hernia terjepit oleh cincin hernia/terperangkap, tidak dapat kembali ke dalam rongga perut.
Bagian bagian hernia :
a) Kantong hernia
Pada hernia abdominalis berupa peritoneum parietalis. Tidak semua hernia memiliki kantong,
misalnya hernia incisional, hernia adiposa, hernia intertitialis.
b) Isi hernia
Berupa organ atau jaringan yang keluar melalui kantong hernia, misalnya usus, ovarium, dan
jaringan penyangga usus (omentum).
c) Pintu hernia
Merupakan bagian locus minoris resistance yang dilalui kantong hernia.
d) Leher hernia
Bagian tersempit kantong hernia yang sesuai dengan kantong hernia.
2.1.5. Patofisiologi
Pada hernia karena kelainan kongenital yang terjadi bawaan lahir, kanalis inguinalis
dalam kanal yang normal pada fetus. Pada bulan ke 8 dari kehamilan, terjadinya desensus
vestikulorum melalui kanal tersebut. Penurunan testis itu akan menarik peritoneum ke daerah
scrotum sehingga terjadi tonjolan peritoneum yang disebut dengan prosesus vaginalis peritonea.
Bila bayi lahir umumnya prosesus ini telah mengalami obliterasi, sehingga isi rongga perut tidak
dapat melalui kanalis tersebut. Tetapi dalam beberapa hal sering belum menutup, karena testis
yang kiri turun terlebih dahulu dari yang kanan, maka kanalis inguinalis yang kanan lebih sering

terbuka. Dalam keadaan normal, kanal yang terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan
(Soeparman, dkk. 2001).
Bila prosesus terbuka sebagian, maka akan timbul hidrokel. Bila kanal terbuka terus,
karena prosesus tidak berobliterasi maka akan timbul hernia inguinalis lateralis kongenital.
Biasanya hernia pada orang dewasa ini terjadi karena usia lanjut, karena pada umur tua otot
dinding rongga perut melemah. Sejalan dengan bertambahnya umur, organ dan jaringan tubuh
mengalami proses degenerasi. Pada orang tua kanalis tersebut telah menutup (Soeparman, dkk.
2001).
Namun karena daerah ini merupakan locus minoris resistance, maka pada keadaan yang
menyebabkan tekanan intraabdominal meningkat seperti batuk batuk kronik, bersin yang kuat
dan mengangkat barang barang berat, mengejan. Kanal yang sudah tertutup dapat terbuka
kembali dan timbul hernia inguinalis lateralis karena terdorongnya sesuatu jaringan tubuh dan
keluar melalui defek tersebut. Akhirnya menekan dinding rongga yang telah tertekan akibat
trauma, hipertropi prostat, asites, kehamilan, obesitas dan kelainan kongenital dan dapat terjadi
pada semua. Pria lebih banyak dari wanita, karena adanya perbedaan proses perkembangan alat
reproduksi pria dan wanita semasa janin.
Potensial komplikasi terjadi perlengketan antara isi hernia dengan dinding kantong
hernia sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan kembali. Terjadi penekanan terhadap cincin
hernia, akibat semakin banyaknya usus yang masuk, cincin hernia menjadi sempit dan
menimbulkan gangguan penyaluran isi usus. Timbulnya edema bila terjadi obtruksi usus yang
kemudian menekan pembuluh darah dan kemudian terjadi nekrosis. Bila terjadi penyumbatan
dan perdarahan akan timbul perut kembung, muntah, konstipasi. Bila inkarserata dibiarkan, maka
lama kelamaan akan timbul edema sehingga terjadi penekanan pembuluh darah dan terjadi
nekrosis. Juga dapat terjadi bukan karena terjepit melainkan ususnya terputar. Bila isi perut
terjepit dapat terjadi shock, demam, asidosis metabolik, abses (Soeparman, dkk. 2001).
Komplikasi hernia tergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia. Antara lain
obstruksi usus sederhana hingga perforasi (lubangnya) usus yang akhirnya dapat menimbulkan
abses

lokal,

fistel

atau

peritonitis.

Hernia eksternal merupakan protrusi abnormal organ intra-abdominal melewati defek faskia pada
dinding abdominal. Hernia yang sering terjadi adalah inguinal, femoral, umbilical, dan
paraumbilikal (Soeparman, dkk. 2001).
Hernia indirek bersifat congenital dan disebabkan oleh kegagalan penutupan prosesus
vaginalis (kantong hernia) sewaktu turun ke dalam skrotum. Kantong yang dihasilkan bisa

meluas sepanjang kanalis inguinalis; jika meluas kedalam skrotum maka disebut hernia lengkap.
Karena processus vaginalis terletak didalam funikulus spermatikus, maka prosessus ini
dikelilingi oleh muskulus kremater dan dibentuk oleh pleksus venosus pampiniformis, duktus
spermatikus dan arteria spermatika. Lubang interna ke dalam kavitas peritonealis selalu lateral
terhadap arteria epigastrica profunda dngan adanya hernia inguinalis indirek, sedangkan lubang
interna medial terhadap pembuluh darah ini bila hernianya direk (R. Sjamsuhidajat, 1997).
Hernia inguinalis dan scrotalis sering timbul pada pria dan lebih sering pada sisi kanan
dibandingkan sisi kiri. Peningkatan tekanan intra abdomen akibat berbagai sebab, yang
mencakup pengejanan yang mendadak, gerak badan yang terlalu aktif, obesitas, batuk menahun,
asites, mengejan pada waktu buang air besar, kehamilan dan adanya massa abdomen yang besar,
mempredisposisi pasien ke perkembangan hernia (R. Sjamsuhidajat, 1997).
Peningkatan tekanan intra abdomen ini akan mendorong bagian dari usus dan lambung
ke dalam kanalis ini, atau bahkan kedalam scrotum. Faktor yang dipandang berperan kausal
adalah adanya prosesus vaginalis yang terbuka, dan kelemahan otot dinding perut karena usia.
Proses turunnya testis mengikuti prosesus vaginalis. Pada neonatus kurang lebih 90% prosesus
vaginalis tetap terbuka sedangkan pada bayi umur satu tahun sekiar 30% prosesus vaginalis
belum tertutup. Tetapi kejadian hernia pada umur ini hanya beberapa persen. Tidak sampai 10%
anak dengan prosesus vaginalis paten menderita hernia. Pada anak dengan hernia unilateral dapat
dijumpai prosesus vaginalis paten kontralateral lebih dari separo, sedangkan insidens hernia tidak
melebihi 20%. Umumnya disimpulkan bahwa adanya prosesus vaginalis yang paten bukan
merupakan penyebab tunggal terjadinya hernia tetapi diperlukan faktor lain seperti anulus
ingunalis yang cukup besar.
Tekanan intraabdomen yang meninggi secara kronik seperti batuk kronik, hipertrofi
prostat,

konstipasi,

dan

asites

sering

disertai

hernia

ingunalis.

Insidens hernia meningkat dengan bertambahnya umur mungkin karena meningkatnya penyakit
yang meninggikan tekanan intraabdomen dan jaringan penunjang berkurang kekuatannya(Kozier
& Erb. 2004) .
Dalam keadaan relaksasi otot dinding perut, bagian yang membatasi anulus internus
turut kendur. Sebaliknya bila otot dinding perut berkontraksi, kanalis inguinalis berjalan lebih
transversal dan anulus inguinalis tertutup sehingga dapat mencegah masuknya usus kedalam
kanalis inguinalis. Kelemahan otot dinding perut antara lain terjadi akibat kerusakan
N.Ilioinguinalis dan N.Iliofemoralis setelah apendektomi (Kozier & Erb. 2004).

Jika kantong hernia inguinalis lateralis mencapai skrotum disebut hernia skrotalis.
Hernia ini disebut lateralis karena menonjol dari perut lateral pembuluh epigastrika inferior.
Disebut indirek karena keluar melalui dua pintu dan saluran yaitu anulus dan kanalis inguinalis;
berbeda dengan hernia medialis yang langsung menonjol melalui segitiga Hesselbach dan
disebut sebagai hernia direk.
Pada pemeriksaan hernia lateralis, akan tampak tonjolan berbentuk lonjong sedangkan
hernia medial berbentuk tonjolan bulat. Pada bayi dan anak, hernia lateralis disebabkan oleh
kelainan bawaan berupa tidak menutupnya prosesus vaginalis peritonium sebagai akibat proses
penurunan testis ke skrotum. Hernia geser dapat terjadi disebelah kanan atau kiri. Sebelah kanan
isi hernia biasanya terdiri dari sekum dan sebagian kolon asendens, sedangkan sebelah kirinya
terdiri dari sebagian kolon desendens. Pada umumnya keluhan pada orang dewasa berupa
benjolan di lipat paha yang timbul pada waktu mengedan, batuk, atau mengangkat beban berat,
dan menghilang waktu istirahat baring. Pada bayi dan anak-anak adanya benjolan yang hilang
timbul di lipat paha biasanya diketahui oleh orang tua. Jika hernia mengganggu dan anak atau
bayi sering gelisah, banyak menangis dan kadang-kadang perut kembung, harus dipikirkan
kemungkinan hernia strangulata (R. Sjamsuhidajat, 1997).
Defek pada dinding abdomen dapat kongenital (misalnya: hernia umbilikalis, kanalis
femoralis) atau didapat (misalnya akibat suatu insisi) dan dibatasi oleh peritoneum (kantung).
Peningkatan tekanan intraabdomen lebih lanjut membuat defek semakin lemah dan
menyebabkan beberapa isi intraabdomen (misalnya: omentum, lengkung usus halus), keluar
melalui celah tersebut. Isi usus yang terjebak di dalam kantung menyebabkan inkarserasi
(ketidakmampuan untuk mengurangi isi) dan kemungkinan strangulasi (terhambatnya aliran
darah ke daerah yang mengalami inkarserasi) (Kozier & Erb. 2004).
Pasien datang dengan benjolan di tempat lokasi hernia. Hernia femoralis berada di
bawah dan lateral dari tuberkulum pubikum. Biasanya hernia ini mendatarkan garis-garis kulit di
lipatan paha dan 10 kali lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria. 50% kasus
merupakan kasus kegawatdaruratan bedah akibat terobstruksinya isi hernia dan 50% dari kasus
ini membutuhkan reseksi usus halts. Hernia femoralis tidak dapat dikembalikan ke tempat
semula (irreducible). Hernia inguinalis dimulai pada bagian atas dan medial terhadap tuberkulum
pubikum namun dapat turun lebih luas jika membesar, biasanya mempertegas garis-garis lipatan
paha. Sebagian besar ringan dan jarang mengalami komplikasi (Kozier & Erb. 2004).
2.1.6. Manifestasi Klinis

Pada kebanyakan kasus hernia, tanda dan gejala yang sering muncul pada pasien yang
dapat ditemui antara lain:
1.

Berupa benjolan keluar masuk/keras

2.

Adanya rasa nyeri pada daerah benjolan

3.

Terdapat gejala mual dan muntah atau distensi bila telah ada komplikasi.

4.

Terdapat keluhan kencing berupa disuria pada hernia femoralis yang berisi kandung kencing.
Hernia yang tak memperlihatkan gejala-gejala diketemukan pada waktu pemeriksaan
rutin. Suatu penonjolan atau gumpalan pada skrotum, dan pada waktu batuk dan defekasi
penonjolan semakin menonjol. Juga pada waktu meningkat sesuatu atau kegiatan fisik lainnya.
Pada beberapa kasus tertentu massa menjulur sampai ke dalam skrotum, daerah pangkal paha
terasa tidak enak, terutama kalau hernia membesar

a) Suatu massa di daerah pangkal paha, reponibel atau inkarserata, kadang-kadang sampai ke
daerah skrotum. Pada bayi dan wanita adanya masa itu satu-satunya tanda yang ada. Hernia kecil
yang tak memperlihatkan gejala tak akan terlihat dari luar.
b) Pada anak laki yang lebih besar dan pria, maka harus dilakukan penanganan sebagai berikut.
Skrotum dimasuki jari telunjuk dan jari ditempatkan pada atau melalui annulus inguinalis
eksterna. Instrusikan pada pasien untuk menekan (mengedan) seakan-akan hendak buang air
besar. Ini akan meningkatkan tekanan intraabdominal. Kantung hernia merupakan suatu struktur
bagaikan balon yang menekan jari secara langsung atau dari sisi lateral. Annulus eksterna yang
membesar bukan hernia, meskipun kemungkinan hernia yang menyebabkan pembesaran itu dan
hernia harus dicari dengan cermat kalau annulus cukup besar sehingga jari telunjuk dapat masuk.
Hernia inguinalis paling mudah diperagakan kalau pasien berdiri tetapi periksalah pasien baik
dalam posisi berdiri maupun dalam posisi telentang.
c) Indirek versus direk. Hernia indirek merupakan suatu massa elips yang berjalan turun dan
miring ke dalam kanal inguinalis. Mungkin akan masuk ke dalam skrotum. Massa ini menekan
sisi lateral jari yang dipakai untuk memeriksa. Dengan menekan bagian atas annulus interna
dengan satu tangan maka dapat dicegah jangan sampai hernia masuk ke dalam kanalis inguinalis.
d) Hernia direk adalah suatu massa sferis, yang jarang turun sampai ke skrotum. Massa itu
menekan jari yang memeriksa langsung dari sebelah depan. Dengan menekan annulus interna
dengan tangan kita tak dapat mengurangi hernia tersebut (Soeparman, dkk.2001).
Sebagian besar hernia adalah asimtomatik, dan kebanyakan ditemukan pada
pemeriksaan fisik rutin dengan palpasi benjolan pada annulus inguinalis superfisialis atau suatu
kantong setinggi annulus inguinalis profundus. Yang terakhir dibuat terasa lebih menonjol bila

pasien batuk. Salah satu tanda pertama adalah adanya massa dalam daerah inguinalis manapun
atau bagian atas skrotum. Dengan berlalunya waktu, sejumlah hernia turun ke dalam skrotum
sehingga skrotum membesar. Pasien hernia sering mengeluh tidak nyaman dan pegal pada daerah
ini, yang dapat dihilangkan dengan reposisi manual hernia ke dalam kavitas peritonealis. Tetapi
dengan berdiri atau terutama dengan gerak badan, maka biasanya hernia muncul lagi (Price.
Silvya. A.2005).
Umumnya pasien pengatakan turun berok, burut atau kelingsir, mengatakan adanya
benjolan di selangkangan/kemaluan. Benjolan tersebut bisa mengecil atau menghilang pada
waktu tidur, dan bila menangis, mengejan, atau mengangkat benda berat atau bila posisi pasien
berdiri dapat timbul kembali. Bila telah terjadi komplikasi dapat ditemukan nyeri (Price. Silvya.
A.2005).
Keadaan umum pasien biasanya baik. Bila benjolan tidak nampak, pasien dapat disuruh
mengejan dengan menutup mulut dalam keadaan berdiri. Bila ada hernia maka akan tampak
benjolan. Bila memang sudah tampak benjolan, harus diperiksakan apakah benjolan tersebut
dapat dimasukkan kembali. Pasien diminta berbaring, bernapas dengan mulut untuk mengurangi
tekanan intraabdominal, lalu skrotum diangkat perlahan-lahan. Diagnosis pasti hernia pada
umumnya sudah dapat ditegakkan dengan pemeriksaan klinis yang teliti (Price. Silvya. A.2005).
Keadaan cincin hernia juga perlu diperiksa. Melalui skrotum jari telunjuk dimasukkan
ke atas lateral dari tuberkulum pubikum. Ikuti fasikulus spermatikus sampai ke annulus
inguinalis internus. Pada keadaan normal jari tangan tidak dapat masuk. Pasien diminta
mengejan dan merasakan apakah ada massa yang menyentuh jari tangan. Bila massa tersebut
menyentuh ujung jari maka itu adalah hernia inguinalis lateralis, sedangkan bila menyentuh sisi
jari maka diagnosisnya adalah hernia inguinalis medialis (Price. Silvya. A.2005).
Pada pasien terlihat adanya massa bundar pada annulus inguinalis eksterna yang mudah
mengecil bila pasien tidur. Karena besarnya defek pada dinding posterior maka hernia ini jarang
sekali menjadi irreponibilis. Hernia ini disebut direkta karena langsung menuju annulus
inguinalis eksterna sehingga meskipun annulus inguinalis interna ditekan bila pasien berdiri atau
mengejan, tetap akan timbul benjolan. Bila hernia ini sampai ke skrotum, maka hanya akan
sampai ke bagian atas skrotum, sedangkan testis dan funikulus spermatikus dapat dipisahkan dari
massa hernia.
Bila jari dimasukkan dalam annulus inguinalis eksterna, tidak akan ditemukan dinding
belakang. Bila pasien disuruh mengejan tidak akan terasa tekanan dan ujung jari dengan mudah
dapat meraba ligamentum Cowperi pada ramus superior tulang pubis. Pada pasien kadang-

kadang ditemukan gejala mudah kencing karena buli-buli ikut membentuk dinding medial
hernia.
Umumnya penderita hernia menyatakan adanya benjolan di kemaluan. Benjolan itu bisa
mengecil atau menghilang, dan bila menangis mengejan waktu defekasi/miksi, mengangkat
benda berat akan timbul kembali. Dapat pula ditemukan rasa nyeri pada benjolan atau gejala
muntah dan mual bila telah ada komplikasi (Smeltzer S. C. B. G. 2002).
Umumnya klien mengatakan adanya benjolan pada lipatan paha. Pada bayi dan anak
adanya benjolan yang hilang timbul dilipatan paha, dan hal ini biasanya diketahui oleh orang
tuanya. Pada inspeksi, diperhatikan pada keadaan osimetris pada kedua sisi, lipatan paha, posisi
berdiri dan berbaring. Pada saat batuk dan mengedan biasanya akan timbul benjolan. Pada
palpasi, teraba bising usus, suara omentum (seperti karet) (Smeltzer S. C. B. G. 2002).
2.1.7. Pemeriksaan Diagnostik
Meskipun hernia dapat didefinisikan sebagai setiap penonjolan viskus, atau sebagian
daripadanya, melalui lubang normal atau abnormal, 90% dari semua hernia ditemukan di daerah
inguinal. Biasanya impuls hernia lebih jelas dilihat daripada diraba.
Pasien disuruh memutar kepalanya ke samping dan batuk atau mengejan. Lakukan
inspeksi daerah inguinal dan femoral untuk melihat timbulnya benjolan mendadak selama batuk,
yang dapat menunjukkan hernia. Jika terlihat benjolan mendadak, mintalah pasien untuk batuk
lagi dan bandingkan impuls ini dengan impuls pada sisi lainnya. Jika pasien mengeluh nyeri
selama batuk, tentukanlah lokasi nyeri dan periksalah kembali daerah itu.
Palpasi hernia inguinal dilakukan dengan meletakan jari pemeriksa di dalam skrotum di
atas testis kiri dan menekan kulit skrotum ke dalam. Harus ada kulit skrotum yang cukup banyak
untuk mencapai cincin inguinal eksterna. Jari harus diletakkan dengan kuku menghadap ke luar
dan bantal jari ke dalam. Tangan kiri pemeriksa dapat diletakkan pada pinggul kanan pasien
untuk sokongan yang lebih baik. Telunjuk kanan pemeriksa harus mengikuti korda spermatika di
lateral masuk ke dalam kanalis inguinalis sejajar dengan ligamentum inguinalis dan digerakkan
ke atas ke arah cincin inguinal eksterna, yang terletak superior dan lateral dari tuberkulum
pubikum. Cincin eksterna dapat diperlebar dan dimasuki oleh jari tangan.
Dengan jari telunjuk ditempatkan pada cincin eksterna atau di dalam kanalis inguinalis,
mintalah pasien untuk memutar kepalanya ke samping dan batuk atau mengejan. Seandainya ada
hernia, akan terasa impuls tiba-tiba yang menyentuh ujung atau bantal jari penderita. Jika ada
hernia, suruh pasien berbaring terlentang dan perhatikanlah apakah hernia itu dapat direduksi

dengan tekanan yang lembut dan terus-menerus pada massa itu. Jika pemeriksaan hernia
dilakukan dengan perlahan-lahan, tindakan ini tidak akan menimbulkan nyeri.
Setelah memeriksa sisi kiri, prosedur ini diulangi dengan memakai jari telunjuk kanan
untuk memeriksa sisi kanan. Sebagian pemeriksa lebih suka memakai jari telunjuk kanan untuk
memeriksa sisi kanan pasien, dan jari telunjuk kiri untuk memeriksa sisi kiri pasien. Cobalah
kedua teknik ini dan lihatlah cara mana yang anda rasakan lebih nyaman.
Jika ada massa skrotum berukuran besar yang tidak tembus cahaya, suatu hernia
inguinal indirek mungkin ada di dalam skrotum. Auskultasi massa itu dapat dipakai untuk
menentukan apakah ada bunyi usus di dalam skrotum, suatu tanda yang berguna untuk
menegakkan diagnosis hernia inguinal indirek. Jika anda menemukan massa skrotum, lakukanlah
transluminasi. Di dalam suatu ruang yang gelap, sumber cahaya diletakkan pada sisi pembesaran
skrotum. Struktur vaskuler, tumor, darah, hernia dan testis normal tidak dapat ditembus sinar.
Transmisi cahaya sebagai bayangan merah menunjukkan rongga yang mengandung cairan
serosa, seperti hidrokel atau spermatokel. Dalam menegakkan diagnostik pada penderita hernia
dapat dilakukan:
1.

Pemeriksaan fisik, pasien diminta untuk mengejan dengan menutup mulut dalam keadaan
berdiri bila ada hernia maka akan tampak benjolan.

2.

Bila sudah ada benjolan dapat diperiksa dengan cara meminta pasien untuk berbaring bernafas
dengan mulut untuk mengurangi tekanan intra abdominan, lalu scrotum diangkat perlahan-lahan.

3.

Limfadenopati inguinal. Perhatikan apakah ada infeksi pada kaki sesisi.


Tindakan diagnostik yaitu :

a)Foto thoraks: Menunjukan adanya massa tanpa udara jika omentum yang masuk dan massa yang
berisi udara jika lambung adalah usus yang masuk.
b)

Laboratorium : Menunjukan adanya peningkatn pada hasil pemeriksaan SGOT.

c)EKG : Biasanya dilakukan untuk persiapan operasi.


2.1.8. Penatalaksanaan
Pada hernia inguinalis lateralis responbilitas maka dilakukan tindakan bedah efektif
karena ditakutkan terjadi komplikasi. Pada yang iresponbilitas, maka diusahakan agar isi hernia
dapat dimasukkan kembali. Pasien istirahat baring dan dipuasakan atau mendapat diit halus.
Dilakukan tekanan yang kontinyu pada benjolan misalnya dengan bantal pasir. Baik juga
dilakukan kompres es untuk mengurangi pembengkakan. Lakukan usaha ini berulang-ulang

sehingga isi hernia masuk untuk kemudian dilakukan bedah efektif di kemudian hari atau
menjadi inkarserasi.
Pada inkerserasi dan strangulasi maka perlu dilakukan bedah darurat. Tindakan bedah
pada hernia ini disebut herniotomi (memotong hernia dan herniorafi (menjahit kantong hernia).
Pada bedah efektif manalis dibuka, isi hernia dimasukkan kantong diikat dan dilakukan bassin
plasty untuk memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Pada bedah darurat, maka
prinsipnya seperti bedah efektif. Cincin hernia langsung dicari dan dipotong. Usus dilihat apakah
vital/tidak. Bila tidak dikembalikan ke rongga perut dan bila tidak dilakukan reseksi usus dan
anastomois end to end.
1.

Konservatif
Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan pemakaian penyangga
atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang telah direposisi.

2.

Operatif
Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia inguinalis yang rasional.
Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis ditegakkan. Prinsip dasar operasi hernia adalah
hernioraphy, yang terdiri dari herniotomi dan hernioplasti.

3.

Herniotomi
Pada herniotomi dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya. Kantong dibuka dan
isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan, kemudian direposisi, kantong hernia dijahit-ikat
setinggi mungkin lalu dipotong.

4.

Hernioplasti
Pada hernioplasti dilakukan tindakan memperkecil anulus inguinalis internus dan memperkuat
dinding belakang kanalis inguinalis. Hernioplasti lebih penting artinya dalam mencegah
terjadinya residif dibandingkan dengan herniotomi. Dikenal berbagai metode hernioplasti seperti
memperkecil anulus inguinalis internus dengan jahitan terputus, menutup dan memperkuat fasia
transversa, dan menjahitkan pertemuan muskulus tranversus internus abdominis dan muskulus
oblikus internus abdominis yang dikenal dengan nama conjoint tendon ke ligamentum inguinale
poupart menurut metode Bassini, atau menjahitkan fasia tranversa musculus transversus
abdominis, musculus oblikus internus abdominis ke ligamentum cooper pada metode Mac Vay.
Bila defek cukup besar atau terjadi residif berulang diperlukan pemakaian bahan sintesis seperti
mersilene, prolene mesh atau marleks untuk menutup defek.
Dalam melaksanakan tindakan penatalaksanaan pada pasien dengan hernia maka yang
hal-hal yang harus diperhatikan antara lain adalah prinsip pembedahan:

a)

Herniotomi: eksisi kantung hernianya saja untuk pasien anak.

b)

Herniorafi: memperbaiki defek, perbaikan dengan pemasangan jaring (mesh) yang biasa
dilakukan untuk hernia inguinalis, yang dimasukkan melalui bedah terbuka atau laparoskopik.
Setelah dilakukan tindakan pembedahan herniotomy yang harus diperhatikan adalah
perawatan untuk post operasi:

1)

Hindari penyakit yang mungkin terjadi yaitu: Perdarahan, Syok, Muntah, Distensi,
Kedinginan, Infeksi, Dekubitus, Sulit buang air kecil.

2)

Observasi keadaan klien.

3)

Cek Tanda-tanda vital pasien.

4)

Lakukan perawatan luka dan ganti balutan operasi sesuai dengan jadwal.

5)

Perhatikan drainase.

6)

Penuhi kebutuhan nutrisi klien.

7)

Mobilisasi diri secara dini terutama pada hari pertama dan hari kedua.

a)

Perawatan tidur dengan sikap Fowler (sudut 45o - 60o).

b)

Hari kedua boleh duduk (untuk herniotomi hari ke-5).

c)

Hari ketiga boleh jalan (untuk herniotomi hari ke-7).

8)

Diet dan pemenuhan kebutuhan nutrisi:

a)

Hari 0: Bila pengaruh obat anestesi hilang boleh diberi minum sedikit-sedikit

b)

Hari 1: Diet Vloiher atau bubur sumsum dan susu cair (herniotomi diet sama dengan post
laparatomi)

c)

Hari 2: Diet bubur saring

d)

Hari 3: Berturut-turut diet ditingkatkan


2.1.8. Komplikasi dan Dampak Pembedahan Herniotomy

1.

Hemtoma (luka atau pada skrotum).

2.

Retensi urin akut.

3.

Infeksi pada luka.

4.

Gangguan aktivitas

5.

Nyeri kronis.

6.

Nyeri dan pembengkakan testis yang menyebabkan atrofi testis

7.

Rekurensi hernia (sekitar 2%).


Dampak post herniotomi terhadap sistem tubuh dan system kelangsungan aktivitas
pasien setelah dilakukan post operasi herniotomy antara lain adalah sebagai berikut:

a)

Sistem Gastrointestinal
Pembedahan traktus gastrointestinal sering kali mengganggu proses fisiologi normal pencernaan
dan penyerapan. Mual, muntah dan nyeri dapat terjadi selama pembedahan ketika digunakan
anestesia spinal. Dan penurunan peristaltik usus ini mengakibatkan distensi abdomen dan gagal
untuk mengeluarkan feses dan flatus. motalitas gastrointestinal dapat mengakibatkan distensi
abdomen dan gagal untuk mengeluarkan feses dan flatus ( Brunner & Suddarth 2002 : 484 & 455
).

b)

Sistem Neurologi
Luka pembedahan mengakibatkan spasme otot dan pembuluh darah sehingga merangsang
pelepasan mediator kimia ( seratonin, bradikinin, histamin ). Proses ini merangsang reseptor
nyeri kemudian rangsangan ditransmisikan ke thalamus, kortek cerebri sehingga terasa nyeri.
Nyeri akan merangsang RAS ( Retikular Activating Sistem ) stimulus ini menyebabkan sikap
terjaga dan berkurangnya stimulus untuk mengantuk.

c)

Sistem Pernapasan
Peningkatan frekuensi nafas dapat terjadi akibat nyeri pada luka operasi, hal ini merangsang
sinyal dari sum-sum tulang belakang yang dihantarkan melalui dua jalur yaitu Spinal Thalamus
Traktus ( STT ) ke Spinal Respiratory Traktus ( SRT ). Dari spinal thalamus traktus akan
dihantarkan ke korteks cerebri sehingga nyeri dipersepsikan, sedangkan dari spinal respirator,
traktus akan dihantarkan ke medula oblongata sehingga mengakibatkan neural inspiratory yang
akan meningkatkan frekuensi pernapasan. Nyeri pada luka operasi dapat menekan
pengembanahan rongga dada dan pasien dapat memerlukan sangat banyak dorongan untuk
beergerak, ambulasi dan bernafas dalam (C.Long, Barbara, 1996 : 251).

d)

Sistem Kardiovaskuler
Pada klien post herniotomi biasanya dapat terjadi peningkatan denyut nadi, hal ini disebabkan
dari rasa nyeri akibat luka operasi sehingga mengakibatkan medula oblongata untuk
meningkatkan frekuensi pernapasan dan merangsang epineprin sehingga menstimulasi jantung
untuk memompa lebih cepat selain itu juga dapat terjadi akibat faktor metabolik, endokrin dan
keadaan yang menghasilkan adrenergik sehingga dimanifestasikan peningkatan denyut nadi.

e)

Sistem Integumen
Luka operasi akan mengakibatkan kerusakan kontinuitas jaringan dan keterbatasan gerak dapat
mengakibatkan kerusakan kulit pada daerah yang tertekan karena sirkulasi perifer terhambat.

Akibat dari keadaan post operatif seperti peradangan, edema dan perdarahan, sering terjadi
pembekakan skrotum setelah perbaikan hernia inguinal lateral ( C.Long, Barbara, 1996 : 247 ).
f)

Sistem Muskuloskeletal
Nyeri pada luka operasi timbul akibat terputusnya kontinuitas jaringan serta adanya spasme otot,
terjadi penekanan pada pembuluh darah yang mengakibatkan metabolisme anaerob sehingga
menghasilkan asam laktat, hal ini mengakibatkan terjadinya gangguan pergerakan ( otot
persendian ) sehingga aktivitas sehari-hari dapat terganggu. Selain itu nyeri akibat luka operasi
dapat mengakibatkan klien mengalami keterbatasan gerak.

g)

Sistem Perkemihan
Terjadinya retensi urine dapat terjadi setelah prosedur pembedahan. Retensi terjadi paling sering
setelah pembedahan pada rektum, anus dan vagina setelah pembedahan pada abdomen bagian
bawah, penyebabnya diduga adalah spasme spinkter kandung kemih (Brunner & Suddarth 2002 :
484).
2.2. Konsep Keperawatan Secara Teoritis
2.2.1. Pengkajian
Tahap ini merupakan tahap awal dalam proses keperawatan dan menentukan hasil dari
tahap berikutnya. Pengkajian dilakukan secara sistematis mulai dari pengumpulan data,
identifikasi dan evaulasi status kesehatan klien (Nursalam, 2001).
Pengkajian data fisik berdasarkan pada pengkajian abdomen dapat menunjukan
benjolan pada lipat paha atau area umbilikal. Keluhan tentang aktivitas yang mempengaruhi
ukuran benjolan. Benjolan mungkin ada secara spontan atau hanya tampak pada aktivitas yang
meningkatkan tekanan intra abdomen, seperti batuk, bersin, mengangkat berat atau defekasi.
Keluhan tentang ketidaknyamanan. Beberapa ketidaknyamanan dialami karena tegangan yang
meningkatkan tekanan intra abdomen, seperti batuk, bersin, mengangkat berat atau defekasi.
Keluhan tentang ketidaknyamanan. Beberapa ketidaknyamanan dialami karena
tegangan. Nyeri menandakan strangulasi dan kebutuhan terhadap pembedahan segera. Selain itu
manifestasi obstruksi usus dapat dideteksi (bising usus, nada tinggi sampai tidak ada
mual/muntah).Data yang diperoleh atau dikaji tergantung pada tempat terjadinya, beratnya,
apakah akut atau kronik apakah berpengaruh terhadap struktur disekelilingnya dan banyaknya
akar saraf yang terkompresi atau tertekan. Pengkajian secara teoritis menurut Doengoes (2000)
yang dapat muncul diantaranya:

a)

Aktivitas/Istirahat

Gejala : Riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat benda berat, duduk, mengemudi dalam waktu lama.
Membutuhkan matras/papan yanag keras saat tidur. Penurunan rentang gerak dari ekstremitas
pada salah satu bagian tubuh. Tidak mampu melakukan aktivitas yang biasa dilakukan.
Tanda : Atropi otot pada bagian yang terkena. Gangguan dalam berjalan.
b)

Eliminasi

Gejala : Konstipasi, mengalami kesulitan dalam defekasi, adanya inkontinensia atau retensi urine.
c)

Integritas Ego

Gejala : Ketakutan akan timbulnya paralisis, ansietas masalah pekerjaan, finansial keluarga.
Tanda : Tampak cemas, depresi menghindar dari keluarga atau orang terdekat.
d)

Neuro Sensori

Gejala : Kesemutan, kekauan, kelemahan dari tangan atau kaki.


Tanda : Penurunan refleks tendon dalam, kelemahan otot, hipotonia. Nyeri tekan atau spasme otot pada
vertebralis. Penurunan persepsi nyeri (sensorik).
e)

Nyeri/Kenyamanan

Gejala : Nyeri seperti tertusuk pisau yang akan semakin memburuk dengan adanya batuk, bersin,
membengkokan badan, mengangkat, defekasi, mengangkat kaki atau fleksi pada leher, nyeri
yang tiada hentinya atau adanya episode nyeri yanag lebih berat secara intermiten. Nyeri yang
menjalar pada kaki, bokong (lumbal) atau bahu/lengan, kaku pada leher atau servikal. Terdengar
adanya suara krek saat nyeri bahu timbul/saat trauma atau merasa punggung patah.
Keterbatasan untuk mobilisasi atau membungkuk kedepan.
Tanda : Sikap dengan cara bersandar dari bagian tubuh yang tekena. Perubahan cara berjalan, berjalan
dengan terpincang-pincang, pinggang terangkat pada bagian tubuh yang terkena. Nyeri pada
palpasi.

2.2.2. Diagnosa Keperawatan Post Operasi


Menurut Merelyn E, Doengoes (2000), diagnosa keperawatan yang dapat muncul
pada pasien dengan Hernia Scrotalis pasca operasi antara lain sebagai berikut:

1.

Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya konti-nuitas jaringan dan
proses inflamasi luka operasi

2.

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya keterbatasan rentang gerak dan ketakutan
bergerak akibat dari respon nyeri dan prosedur infasive.

3.

Konstipasi berhubungan dengan immobilisasi sekunder akibat post operasi dan efek anastesi

4.

Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan akibat prosedur invasive/ tindakan
operatif dan adanya proses inflamasi luka post operasi

5.

Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan dan nyeri akibat terputusnya
kontinuitas jaringan akibat prosedur invasive dan immobilisasi post operasi

6.

Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan efek tekanan akibat trauma dan bedah
perbaikan/insisi post operasi

7.

Resiko tinggi retensi urine yang berhubungan dengan nyeri, trauma dan penggunaan anestetik
selama pembedahan abdomen

8.

Kurang pengetahuan klien dan keluarga: potensial komplikasi Gastrointestinal yang berkenaan
dengan adanya hernia post operasi dan kurangnya informasi.
2.2.3. Intervensi Keperawatan
Dari beberapa diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan Hernia
pasca operasi, intervensi pada masing-masing diagnosa antara lain sebagai berikut ( Doengoes :
2000: 137) :

1)

Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya konti-nuitas jaringan, dan
proses inflamasi luka operasi
Tujuan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri dapat berkurang sampai hilang.
Kriteria hasil

1)

Ekspresi wajah pasien rileks dan tidak menahan nyeri

2)

Klien menyatakan nyeri berkurang sampai hilang, skala nyeri berkurang

3)

Tandatanda vital dalam batas normal


Intevensi

a)

Monitor tandatanda vital pasien sesuai kondisi pasien dan jadwal


Rasional: Tanda-tanda vital merupakan pedoman terhadap perubahan pada kondisi klien dan
abnormalitas pada kondisi klien

b)

Kaji nyeri meliputi lokasi, frekuensi, kwalitas dan skala nyeri pasien.
Rasional: Mengetahui status nyeri pada klien

c)

Posisikan yang nyaman dengan sokong/tinggikan dengan ganjal pada posisi anatomi
ekstremitas yang sakit dan kurangi pergerakan dini pada area luka operasi
Rasional: Latihan aktivitas bertahan mengurangi respon nyeri tapi tetap pertahan kenyamanan
klien dan mengurangi rasa nyeri klien

d)

Ajarkan tekhnik relaksasi dan dextrasi nafas dalam untuk mengurangi nyeri saat nyeri muncul
Rasional: Nafas dalam dan tekhnik relaksasi mengurangi nyeri secara bertahap dan dapat
dilakukan mandiri.

e)

Anjurkan pada keluarga untuk memberikan massase pada area abdomen yang nyeri tapi bukan
area luka operasi.
Rasional: Relaksasi dan pengalihan merupakan rasa mengalihkan rasa nyeri dan menciptakan
kenyamanan klien

f)

Kolaborasi

dengan

tim

medis

dalam

program therapy analgetik

Rasional: Program terapi sebagai system kolaboratif dalam menyelesaikan masalah nyeri.
2)

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya keterbatasan rentang gerak dan ketakutan
bergerak akibat dari respon nyeri dan prosedur infasive.
Tujuan

Intoleransi aktifitas dapat teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan


Kriteria hasil

1)

Klien tidak lemah

2)

Klien dapat melakukan aktifitas secara mandiri

3)

Klien tidak takut bergerak lagi dan mau beraktivitas mandiri.


Intervensi

a) Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktifitas.


Rasional: Mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan.
b) Awasi tekanan darah, nadi, pernapasan selama dan sesudah aktifitas.
Rasional: Manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah
oksigen adekuat ke jaringan
c) Bantu klien dalam memilih posisi yang nyaman untuk istirahat dan tidur.
Rasional: Membantu klien seperlunya dalam latihan beraktivitas
d) Dorong partisipasi klien dalam semua aktifitas sesuai kemampuan individual.
Rasional: Melatih klien untuk beraktivitas secara mandiri dan meningkatkan kemampuan klien.
e) Dorong dukungan dan bantuan keluarga/orang terdekat dalam latihan gerak.

Rasional: Melatih klien beraktivitas dan kemandirian klien dalam memenuhi kebutuhan seharihari
f)

Berikan lingkungan tenang dan mempertahankan tirah baring.


Rasional: Meningkatkan kenyaman dan kecemasan klien.

g) Bantu aktifitas atau ambulasi pasien sesuai dengan kebutuhan


Rasional: Meningkatkan kemandirian klien dalam beraktivitas
Memperbaiki kondisi klien
3)

Konstipasi berhubungan dengan immobilisasi sekunder akibat post operasi dan efek anastesi
Tujuan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat BAB secara rutin dan tidak
terjadi konstipasi
Kriteria hasil

1)

Pasien bisa BAB minimal 1x dalam sehari

2)

Konsistensi feses lunak

3)

Nyeri berkurang saat BAB.

4)

Tidak ada penumpukan masa feses pada abdomen

Intervensi
a)

Kaji dan observasi adanya kesulitan BAB dan masalah dalam BAB pasien
Rasional: Mengetahui masalah dan hambatan dalam pola eliminasi klien

b)

Anjurkan pasien untuk alih posisi tiap 2 jam sekali


Rasional: Meningkatkan peristaltik usus dan meningkatkan kemampuan BAB

c)

Anjurkan pada pasien untuk minum banyak 15003000cc tiap hari dan makanan yang
mengandung serat.
Rasional: Asupan cairan memungkinkan feses lunak dan klien dapat melakukan BAB

d)

Anjurkan pada pasien makan makanan yang lunak porsi sedikit-sedikit tapi sering
Rasional: Makanan yang lunak dan berserat sangat mudah dicerna sehingga system pencernaan
membaik dan klien mampu BAB

e)

Kaji peristaltik usus setiap pagi dan sesuai kondisi klien


Rasional: Peningkatan peristaltic usus mengidentifikasikan adanya kelancaran dalam
metabolisme pencernaan

f)

Anjurkan pasien menghindari mengejan saat BAB


Rasional: Mengejan saat BAB meningkatkan rasa nyeri pada klien.

4)

Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan akibat prosedur invasive/ tindakan
operatif dan adanya proses inflamasi luka post operasi
Tujuan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan infeksi tidak terjadi.


Kriteria hasil
1)

Tidak terdapat tanda-tanda infeksi seprti pada luka operasi terdapat pus dan kemerahan,
oedem.

2)

Tandatanda vital dalam batas normalLaboratorium leukosit, dan hemoglobin normal.

3)

Luka kering dan menunjukan penyembuhan


Intervensi

a)

Observasi tandatanda vital pasien sesuai kondisi pasien.


Rasional: Tanda-tanda vital merupakan pedoman terhadap perubahan pada kondisi klien dan
abnormalitas pada kondisi klien

b)

Kaji adanya tandatanda infeksi dan peradangan meliputi adanya kemerahan sekitar luka dan
pus pada luka operasi.
Rasional: Adanya kemerahan, oedem, pus, dan rasa panas pada luka merupakan adanya infeksi
pada luka operasi

c)

Lakukan medikasi luka steril/bersih tiap hari.


Rasional: Mensterilkan luka dan menjaga luka agar tetap steril/tidak infeksi dan cepat sembuh.

d)

Pertahankan tekhnik aseptic antiseptik/kesterilan dalam perawatan luka dan tindakan


keperawatan lainnya.
Rasional: Meningkatkan penyembuhan dan menghindari infeksi pada luka operasi.

e)

Jaga personal hygiene pasien.


Rasional: Meningkatkan sterilan pada luka dan personal hygiene klien

f)

Manajemen kebersihan lingkungan pasien.


Rasional: Agar ruangan tetap steril

g)

Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian therapy antibiotik


Rasional: Mempercepat penyembuhan luka agar tidak terjadi infeksi.

5)

Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan dan nyeri akibat terputusnya
kontinuitas jaringan akibat prosedur invasive dan immobilisasi post operasi (Doengoes, 2000).
Tujuan

Kerusakan mobilitas fisik dapat berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan.


Kriteria hasil

1)

Meningkatkan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin

2)

Mempertahankan posisi fungsional

3)

Meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit

4)

Menunjukkan tehnik mampu melakukan aktivitas


Intervensi

a)

Pertahankan tirah baring dalam posisi yang diprogramkan


Rasional: tirah baring mengistirahatkan muskuloskelektal sehingga aktivitas bertahap tidak
kelelahan

b)

Tinggikan ekstrimitas yang sakit


Rasional: sebagai relaksasi mmengurangi rasa nyeri dan kenyamanan mobilitas fisik

c)

Instruksi klien/bantu dalam latihan rentang gerak pada ekstremitas yang sakit dan tak sakit.
Rasional: latihan secara bertahap dapat meningkatkan kemandirian klien dalam beraktivitas.

d)

Jelaskan pandangan dan keterbatasan dalam aktivitas


Rasional : keterbatasan gerak dapat dimanfaatkan untuk istirahat dan kenyamanan klien dan
latihan bertahap dapat meningkatkan kemampuan klien dalam beraktivitas.

e)

Berikan dorongan pada pasien untuk melakukan aktifitas dalam lingkup keterbatasan dan beri
bantuan sesuai kebutuhan. Awasi tekanan darah, nadi dengan melakukan aktivitas
Rasional: untuk meningkatkan kemandirian klien dalam beraktivitas dan mobilisasi, latihan
secara bertahap menghindari kelelahan dan injury

f)

Ubah posisi secara periodic tiap 2 jam


Rasional: meningkatkan kenyamanan dan keamanan klien dan mencegah dekubitus.

6)

Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan efek tekanan akibat trauma dan bedah
perbaikan/insisi post operasi (Doengoes, 2000)
Tujuan

:
Kerusakan integritas jaringan dapat diatasi setelah tindakan perawatan.

Kriteria hasil

1)

Penyembuhan luka sesuai waktu

2)

Tidak ada laserasi, integritas kulit baik


Intervensi

a)

Kaji ulang integritas luka dan observasi terhadap tanda infeksi atau drainage.
Rasional: untuk mengetahui tingkat kerusakan integritas kulit dan derajat keparahan.

b)

Monitor tanda-tanda vital dan suhu tubuh pasien


Rasional: tanda-tanda vital untuk memonitor keadaan dan perubahan status kesehatan klien

c)

Lakukan perawatan pada luka operasi sesuai dengan jadwal


Rasional: mencegah keparahan dan memperbaiki jaringan kulit yang rusak

d)

Lakukan alih posisi dengan sering pertahankan kesejajaran tubuh


Rasional: menghindari dekubitus

e)

Pertahankan sprei tempat tidut tetap kering dan bebas kerutan


Rsional: menghindari adanya decubitus pada klien

f)

Gunakan tempat tidur busa atau kasut udara sesuai indikasi


Rsional: menghindari adanya decubitus pada klien

g)

Kolaborasi pemberian antibiotic


Rasional : mempercepat proses penyembuhan luka operasi dan decubitus.

7)

Resiko tinggi retensi urine yang berhubungan dengan nyeri, trauma dan penggunaan anestetik
selama pembedahan abdomen.
Tujuan

Tidak terjadi retensi urine dan klien mampu memenuhi keutuhan eliminasi urine dan tidak nyeri
saat BAK.
Kriteria hasil

1)

Dalam 8-10 jam pembedahan, pasien berkemih tanpa kesulitan.

2)

Haluaran urine 100 ml setiap berkemih dan adekuat (kira-kira 1000-1500 ml) selama periode
24 jam.
Intervensi

a)

Kaji dan catat distensi suprapubik atau keluhan pasien tidak dapat berkemih.
Rasional: untuk mengetahui masalah dan kelainan dalam pola eliminasi urine klien

b)

Pantau haluaran urine dan endapan darah pada urine


Rasional: mengetahui jumlah urine yang keluar mencegah adanya dehidrasi dan overhidrasi dan
masalah dalam pola eliminasi klien

c)

Anjurkan klien BAB agar tigak mengejan


Rasional: mengejan saat BAK akan meningkatkan rasa nyeri

d)

Lakukan bleder training


Rasional: untuk meningkatkan kemandirian dalam eliminasi urine

8) Kurang pengetahuan klien dan keluarga: potensial komplikasi Gastrointestinal yang berkenaan
dengan adanya hernia post operasi dan kurangnya informasi
Tujuan:

Keluarga mampu merawat mengenal masalah hernia dan pencegahan komplikasi dan perawatan
pasien post operasi.
Kriteria hasil:
1) Keluarga mampu menyebutkan mengenai masalah hernia.
2) Keluarga mampu menyebutkan perawatan hernia.
Intervensi:
a) Kaji pengetahuan keluarga tentang pengertian, tanda gejala, penyebab dan perawatan hernia.
Rasional: mengetahui tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakit yang diderita
klien
b) Diskusikan dengan keluarga tentang komplikasi hernia.
Rasional: agar keluarga memahami bagaimana pencegahan komplikasi dan perawatan setelah
operasi
c) Evaluasi semua hal yang telah dilakukan bersama keluarga.
Rasional: agar keluarga memahami bagaimana pencegahan komplikasi dan perawatan setelah
oparasi
d) Beri penyuluhan pada klien dan keluarga tentang penyakit hernia
BAB III
TINJAUAN KASUS
Dalam bab ini akan dibahas tentang asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien
dengan Diagnosa Medis Hernia Scrotalis post operasi Herniotomy hari ke II di ruang rawat inap
bedah Rumah Sakit Umum Daerah Mayjen H.A Thalib Sungai Penuh tahun 2011 yang meliputi
pokok bahasan: pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi dan
evaluasi.
3.1 Pengkajian
Pengkajian Asuhan Keperawatan pada An. A dengan Diagnosa Medis Hernia Scrotalis
Post Operasi Herniotomy Hari ke II di Ruang Rawat Inap Bedah Rumah Sakit Umum Daerah
Mayjen H.A Thalib Sungai Penuh, dilakukan pada tanggal 11 Juni 2011 jam 12.00 WIB di
ruang Bedah RSUDMayjen H. A Thalib Sungai Penuh dan data yang didapatkan adalah:
3.1.1

Biodata

Identitas Pasien
Nama

: An. A

Jenis Kelamin

: Laki-laki.

Umur

: 7 Tahun.

Pendidikan

: SD.

Alamat

: Pulau Sangkar.

Tanggal Masuk RS

: 11 Juni 2011.

Ruang/Kamar

: Bedah

Golongan Darah

: AB.

Tanggal Pengkajian

: 14 Juni 2011.

Diagnosa Medis

: Hernia Scrotalis Post Operasi Herniotomy

Penanggung Jawab
Nama

: Tn. H.

Hub dengan pasien

: Ayah.

Pekerjaan

: Swasta.

Alamat

: Pulau Sangkar.

3.1.2

Keluhan Utama
Klien mengatakan nyeri pada luka operasi, luka terasa panas dan menusuk selain itu juga

keluarga klien mengatakan klien mengeluhkan mual tapi tidak muntah dan tidak ada nafsu
makan dan nyeri diseluruh bagian perut dan sudah 6 hari klien mngeluhkan belum BAB.
3.1.3

Riwayat Kesehatan Sekarang


Keluarga klien mengatakan sejak 1 bulan yang lalu klien sering mengeluhkan nyeri

pada bagian perut dan sering mual muntah selain itu sering diare atau BAB mencret, dan
beberapa hari sebelum masuk rumah sakit klien mengeluhkan nyeri pada perut bagian bawah
kanan dan bagian kemaluan/scrotum klien membengkak dan terdapat tonjolan. Kemudian oleh
keluarga diperiksakan ke dokter dan oleh dokter dianjurkan untuk operasi, kemudian oleh
keluarga dibawa kerumah sakit Mayjen H.A. Thalib Kerinci pada tanggal 11 Juni
2011, kemudian klien menjalani operasi pada tanggal 12 Juni 2011. Dan pada saat melakukan
pengkajian pada klien post operasi pada hari ke 2 yaitu pada tanggal 14 Juni 2011, didapatkan
keluhan/data.
Paliatif : Keluarga klien mengatakan, klien mengeluhkan nyeri pada luka operasi yaitu pada perut bagian
bawah dibawah pusat (umbilicus), nyeri terasa menusuk, pedih dan panas luka terasa kaku dan
sakit bertambah saat bergerak, selain itu juga klien mengatakan mual tapi tidak muntah.

Quality : Klien mengatakan nyeri terasa menusuk, pedih dan panas, nyeri terasa semakin sakit saat klien
bergerak dan batuk terutama saat klien duduk selain itu klien mengatakan perut terasa penuh
seperti mau muntah tapi tidak bisa muntah.
Region

: Klien mnegeluhkan nyeri terasa di luka operasi yaitu di perut bagian bawah, dibawah pusat dan
nyeri menyebar keseluruh bagian perut hingga area kemaluan klien.

Severity

: Kelurga klien mengatakan saat ini tidak dapat beraktivitas karena nyeri terutama saat nyeri
kambuh klien tidak mampu untuk bergerak dan hanya menangis dan untuk memenuhi kebutuhan
aktivitas sehari-hari seperti makan, membersihkan diri klien dibantu oleh orang tuanya.

Time

: Klien mengatakan nyeri muncul setiap saat terutama saat klien bergerak dan batuk dan sering
muncul pada malam hari.

3.1.4

Riwayat Kesehatan Masa Lalu


Keluarga klien mengatakan klien sudah pernah dirawat di rumah sakit yang sama dengan

penyakit diare/mencret sekitar 1 tahun yang lalu dan sebelumnya klien sering mengalami
penyakit diare (Gastroenteritis) karena pola makan klien yang sering tidak teratur. Dan menurut
keluarga klien tidak ada anggota keluarga yang lain yang menderita penyakit yang sama dengan
yang diderita klien yaitu Hernia. Keluarga klien mengatakan, sebelumnya klien belum pernah
dioperasi dan menderita penyakit yang memerlukan proses operasi dan klien tidak memiliki
riwayat alergi baik terhadap obat maupun makanan apapun.
3.1.5
a.

Riwayat Penyakit Keluarga


Orang tua

Keluarga klien mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang mengalami riwayat penyakit yang
diderita klien saat ini yaitu Hernia dan keluarga klien juga tidak ada yang mengalami penyakit
menular seperti hepatitis dan alergi terhadap makanan apapun. Dan tidak ada juga yang
mempunyai penyakit keturunan seperti diabetes mellitus, stroke dan hipertensi.
b. Genogram :

Keterangan :

: Laki-laki

: Anak Kandung
: Perempuan
: Meninggal
: Menikah

: Klien
: Cerai
: Tinggal dalam 1

rumah
3.1.6

Riwayat/Keadaan Psikososial

ang Digunakan
Dalam kehidupan sehari-hari klien dan keluarga dalam berkomunikasi dan bergaul terbiasa
menggunakan bahasa daerah yaitu bahasa daerah kerinci.

Klien Tentang Penyakitnya

iri

Klien dan keluarga menganggap bahwa sakit yang diderita klien adalah cobaan dari Tuhan dan
berharap cepat sembuh. Keluarga klien mengatakan bahwa dilingkungan keluarga selalu menjaga
kesehatan anggota keluarga dengan baik dan bila ada anggota keluarga yang sakit selalu
memeriksakan kesehatannya ke dokter dan petugas kesehatan terdekat.

Pada konsep diri yang meliputi: body image atau gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran diri
dan identitas diri tidak dikaji karena klien anak berusia 7 tahun dan tidak memungkinkan untuk
dapat dikaji karena klien belum memahami konsep dirinya.
4. Keadaan Emosi
Status emosi klien kadang labil hal ini karena usia klien yang masih anak usia 7 tahun sehingga
klien sering merasa takut saat di ajak komunikasi oleh perawat, dan pada saat dilakukan
pengkajian yang lebih berperan dalam menjawab pertanyaan penulis adalah orang tua klien,
klein selalu mengungkapkan keluhannya pada orang tuanya.

Terhadap Orang Lain/Lawan Bicara


Klien terkadang hanya pasif saja ketika diajak komunikasi oleh perawat dan penulis dan klien
sering merasa gelisah dan takut ketika ditanyakan keluhannya dan ketika perawat akan
melakukan tindakan keperawatan pada klien, namun keluarga klien sangat kooperatif saat
dilakukan pengkajian.

n Dengan Keluarga
Keluarga klien mengatakan dalam keluarganya hubungan keluarga terjalin baik dan saling
memperhatikan satu sama lainnya termasuk apabila ada anggota keluarga yang sakit keluarga
yang lain ikut mendukung untuk mendapatkan kesembuhan dengan berobat.
3.1.7
1.

Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum

Keadaan umum klien lemah, tampak seperti menahan sakit pada luka operasi dan terkadang klien
menangis karena nyeri pada luka operasi, klien bedrest total.
2. Kesadaran
GCS 15 (Respon buka mata 4, Respon motorik 5 dan Respon verbal 6), Tingkat kesadaran
Compos mentis.
3. Tanda-tanda Vital:

4.

: 373 o C

TD

: 100/70 mmHg

: 92 x / menit

RR : 24 x/menit

Kepala dan rambut


Kepala bersih, rambut klien pendek, warna hitam, pertumbuhan merata, dikulit kepala tidak
terdapat luka dan lesi.

5.

Mata

Mata simetris kanan dan kiri, pupil isokor, konjungtiva ananemis dan sclera anikhterik fungsi
penglihatan baik dan tanpa menggunakan alat bantu penglihatan (kaca mata)
6.

Telinga
Letak simetris, tidak ada serumen, dapat berfungsi dengan baik dan tidak menggunakan alat
bantu pendengaran.

7.

Hidung
Simetris, tidak ada polip hidung, fungsi pernafasan baik, tidak terjadi sesak nafas, tidak tampak
tumpukan sekret dan tidak terdapat masalah dalam pola nafas, frekuensi pernafasan 24x/menit

8.

Mulut
Mukosa bibir kering, tidak ada stomatitis. Jumlah gigi lengkap 32 buah, warna agak kuning,
nafas agak bau, lidah agak kotor, warna merah muda.

9.

Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan tidak ada peningkatan Jugularis Vena Perifer dan
teraba nadi karotis 92 x/menit

10. Thorax
Bentuk simetris pergerakan dada kanan dan kiri simetris, tidak lesi pada kulit dan tidak ada
pembengkakan dada.
a) Paru-Paru/Pulmo
Pada inspeksi didapat kan hasil permukaan dada simetris, permukaan dada kiri/sinistra sama
dengan permukaan dada kanan/dextra, Pernafasan normal frekuensi 24x/menit. Pada palpasi
didapatkan hasil fokal fremitus kiri/sinistra sama dengan kanan/dextra, fokal resonan kiri/sinistra
sama dengan kanan/dextra. Sedangkan pada perkusi suara paru sonor dan auskultasi yaitu bunyi
nafas vesikuler dan tidak terdengar suara nafas tambahan seperti wheezing (suara abnormalitas
pada paru seperti adanya penumpukan udara), ronkhi (mengi), dan krekels (penumpukan cairan
pada pleura)
b) Jantung/Cardio
Pada inspeksi dada terlihat ictus cordis berdenyut halus di intercosta 6, pada palpasi didapatkan
data teraba ictus cordis di intercosta ke 4-5-6 sebelah kiri sedangkan pada perkusi jantung
didapatkan batas jantung jelas, kesan tidak ada pembesaran jantungdan pada auskultasi jantung
terdengar bunyi jantung suara 1 (lub) tunggal dan bunyi jantung suara 2 (dub) tunggal dan tidak
terdengan mur-mur pada semua lapang dada sebelah kiri.

11. Abdomen
Pada inspeksi didapatkan hasil permukaan abdomen simetris kanan dan kiri, tidak ada ascites dan
terdapat luka operasi pada kuadran abdomen bagian bawah tepatnya dibawah umbilicus atas
shimpisis pubis, panjang luka kurang lebih 7cm terdapat jahitan simpul sebanyak 10 simpul,
keadaan luka bersih tidak terdapat pus dan tidak terdapat tanda-tanda infeksi dan luka tertutup
kassa steril. Pada auskultasi didapatkan bising usus kurang lebih 8x / menit sedangkan pada
perkusi keempat kuadran abdomen didapatkan suara tympani dan pada palpasi terdapat nyeri
tekan pada semua lapang abdomen terutama sekitar luka operasi yaitu di kuadran abdomen
sebelah bawah, tidak teraba lien dan hepar.
12. Genetalia
Terpasang Cateter, urine keluar dengan warna kuning pekat volume 450cc, tidak terdapat
endapan maupun darah, posisi kateter benar/tanpa hambatan, kateter terpasang hari ke dua
dan area scrotum sebelah kanan memerah dan ada nyeri tekan pada area genetalia klien.
13. Ekstremitas.
a)

Ekstremitas atas
Fungsi ekstremitas atas normal dan dapat berfungsi dengan baik dan tidak menggunakan alat
bantu dan ekstremitas sebelah kanan terpasang Infus RL dengan infuset makro, 12 tetes/menit
keadaan infus baik tidak terdapat oedem pada area yang terpasang infus dan tidak ada nyeri pada
lengan, infus terpasang hari ke 3.

b)

Ekstremitas bawah
Ekstremitas bawah tidak terdapat kelainan dan dapat berfungsi dengan baik hanya saja klien
tidak mau banyak bergerak karena terasa nyeri pada luka operasi semakin meningkat ketika
bergerak.

c)

Skala kekuatan otot


Atas
Kana
Kiri
n
555 555
555 555
Bawah
Keterangan: Skala kekuatan otot pada kedua kaki dan kedua tangan nilai 5 yaitu dapat bergerak
dengan baik dan mampu menahan gravitasi.

3.1.8 Pola Kebiasaan Sehari Hari


Tabel. 3.1. Pola aktivitas/kebiasaan sehari-hari

No

Pola Kebiasaan

1
1

2
Pola
Nutrisi
Metabolik

Pola Eliminasi BAB

Pola Eliminasi BAK

Pola Istirahat dan Tidur

Sebelum Sakit

3
Dan Klien mengatakan dirumah
biasa makan 3x sehari porsi
1 piring kadang lebih,
dengan jenis menu nasi
putih, sayur-sayuran dan
laku. Klien mengatakan tidak
ada makanan yang di
hindarinya/tidak di sukainya,
dan tidak ada riwayat alergi
terhadap makanan

Selama Sakit
4
Kelurga klien mengatakan
selama di rumah sakit pola
makanya klien tidak bisa
makan banyak, hanya dapat
makan makanan lunak atau
bubur yang dianjurkan diet
rumah sakit dengan diet bubur
tinggi kalori tinggi protein,
klien mengatakan tidak nafsu
makan dan mual tapi tidak
muntah, makan siang ini klien
hanya
menghabiskan
seperempat porsi diet dari
rumah sakit, Sehari klien
minum susu yang diberikan
setiap 3 jam sebanyak
setengah gelas kurang lebih
100cc.

Klien mengatakan dirumah


BAB 1x sehari. Kadangkadang 2x dalam sehari.
Konsistensi lunak, warna
coklat, bau khas feaces dan
tidak ada masalah dalam
BAB
Klien mengatakan sebelum
dirawat dirumah sakit dalam
sehari kencing 3 4 X,
warna urin kuning jernih,
bau khas urin dan tidak
masalah dalam kebiasaan
eliminasi pasien

Orang tua klien selama 5 hari


ini klien belum BAB, klien
belum BAB karena efek dari
herniasi usus dan karena efek
operasi sehingga klien belum
BAB,

Klien mengatakan dirumah


dalam sehari tidur + 10 jam
siang + 2 jam dan tidur pada
malam hari sebanyak 9 jam,
klien lebih banyak tidur pada
malam hari. Dan tidak ada
masalah dalam pola tidur
klien dirumah.

Selama
sakit
klien
mengatakan kurang bisa tidur,
sering terbangun terutama
pada malam hari karena nyeri
sering terasa dan suasana
yang sepi.

Pola Aktivitas Sehari- Sebelum sakit klien biasa


hari Mobilisasi
beraktivitas
seperti
kebanyakan
anak-anak
seusianya, bersekolah dan

Keluarga klien mengatakan


klien tidak bisa beraktivitas
sendiri. Klien takut bergerak
dan
melakukan
aktivitas

Selama dirumah sakit klien


terpasang selang cateter,
dengan volume urine pada
urine
bag
cateter
saat
pengkajian volume 450cc,
warna kuning pekat, bau khas
urine tidak terdapat endapan
darah dan cateter pemasangan
hari ke 2.

3.1.9

Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 11 Juni 2011 didapatkan data sebagai berikut:
Tabel 3.2. Pemeriksaan penunjang laboratorium
No

Pemeriksaan

Hasil

Nilai Normal

Hemoglobin

10,8 gr/dl

12 14 gram/dl

Leukosit

10.200/ul

5.000 10.000/ul

Hemetokrit

39%

37 43 %

Laju endap darah

25 mm/jam

0 15 mm/jam

Blooding time (BT)

2 menit

1 3 menit

Clothing time (CT)

4 menit

2 6 menit

Golongan darah

AB

Trombosit

283.000/ul

15.000 50.000/ul

Eritrosit

4,3 106 /ul

4,0 5,0 106 /ul

10

Eosinofil

1%

1 3%

11

Basofil

0%

0 3%

12

Batang

1%

2 - 6%

13

Segment

80%

50 - 70%

14

Limfosit

14%

20 40%

15

Monosit

5%

2 - 8%

Pada tanggal pengkajian tanggal 11 Juni 2011, klien An. A mendapatkan terapi sebagai
berikut:
Tabel. 3.3. Program Terapi
No

Terapi

Dosisi

Rute/Cara

Efek

Cefotaxime Injeksi

300mg/8Jam

Intravena

Antibiotik

Cetrolac Injeksi

8mg/12Jam

Intravena

Analgetik

Paracetamol Syrup

3x 1Sendok takar

Oral

Antipiretik

Trijek Injeksi

1 ampul/8Jam

Intravena

Analgetik

Kompolac Syrup

2x 1 Sendok

Oral

Pencahar

3.1.10 . Analisa Data


Tabel. 3.4. Analisa data
No

Data Fokus

Etiologi

Problem

Herniasi usus
Data subyektif:
Gangguan Rasa
a) Klien mengatakan nyeri pada luka
Nyaman nyeri
operasi yaitu diperut bagian bawah,
dibawah pusat, nyeri terasa menusuk
pada scrotum
b) Klien mengatakan luka operasi
terasa pedih dan panas
c) Pada pengkajian nyeri, saat di
Proses
berikan pilihan rentang nyeri 110
pasien mengungkapkan nyerinya
pada angka 7.
Data obyektif:
pembedahan/
a) Ekspresi wajah klien tampak
mengembalikan herniasi
menahan nyeri.
keposisi semula
b) Skala nyeri 7 (sedang)
c) Pasien tampak memegangi bagian
perut dan tampak hatihati dalam
Terputusnya
melakukan pergerakan.
d) Pada abdomen klien terdapat luka
operasi pada kuadran abdomen
bagian bawah tepatnya dibawah
kontinuitas jaringan
umbilicus atas shimpisis pubis,
abdomen
panjang luka kurang lebih 7cm
terdapat jahitan simpul sebanyak 10
simpul, keadaan luka bersih tidak
Proses inflamasi
terdapat pus.
e) Tandatanda vital:
TD : 100/70 mmHg
N : 92 x / menit
RR : 24 x / menit
S
: 373 oC
Peningkatan

Nociceptor/ rangsang
nyeri

Data subyektif:
a) Klien mengatakan takut bergerak
dan beraktivitas karena luka akan
terasa nyeri saat beraktivitas
b) Keluarga klien mengatakan semua

Nyeri akut
Cidera jaringan/
prosedur Infasive

Intoleransi Aktivitas

aktivitas klien seperti makan, minum


dan kebersihan diri dibantu oleh
orang tua.
Data Obyektif:
a) Pasien tampak lemah.
b) Skala kekuatan otot pada semua
ekstremitas bawah 5, tetapi klien
tidak mau beraktivitas karena nyeri
pada luka operasi di abdomen.
c) Untuk memenuhi ADLnya pasien
dibantu oleh keluarga dan perawat.

Peningkatan
rangsang nociceptor
Nyeri

Ketakutan bergerak
Malaise

Keterbatasan
rentang gerak

Data subyektif:
Keluarga klien mengatakan selama
dirumah sakit belum BAB, karena
sebelum dan sesudah operasi pasien
puasa.
b) Pasien mengatakan perut terasa sakit
ingin BAB tapi tidak bisa BAB.
c) Keluarga klien mengatakan klien
makan dan minum sedikit karena
sesudah operasi dianjurkan puasa dan
makan sedikit-sedikit.
Data obyektif:
a) Kurang lebih 6 hari selama di rumah
sakit pasien belum bisa BAB
b) Pemeriksaan
palpasi
abdomen
teraba massa feses dikuadran perut
bagian kiri bawah.
c) Pasien bedrest di tempat tidur.

Intolerasi
Herniasi Usus

a)

Proses Operasi

Immobilisasi
sekunder akibat post
operasi dan efek
anastesi.
Perubahan pada system
pencernaan dan
metabolisme

Konstipasi

Penurunan
peristaltik usus
Penumpukan
Feses
Konstipasi
4

Data subyektif:
a) Klien mengatakan kurang bisa tidur
terutama pada malam hari
b) Keluarga klien mengatakan klien
sering terbangun pada malam hari
karena sering mengeluhkan nyeri
muncul pada area perut dan luka
operasi.
c) Klien mengatakan tidak bisa tidur
bila suasana ramai
Data Obyektif:
a)
Klien tampak pucat dan mata
merah.
b) Klien hanya tidur 6 jam pada malam
hari dan tampak memegangi area
abdomen yang terdapat luka operasi.
c) Suasana rumah sakit yang bising.

Peningkatan

Gangguan pola istirahat


tidur

rangsang nociceptor
Nyeri

Ketidak
nyamanan
Tidak mampu
memasuki fase NREM
Fase tidur tidak
bisa mancapai tahap
REM
Tidur tidak
lampias
Gangguan pola istirahat
tidur

Data subyektif:
Pasien mengatakan luka terasa panas

Trauma jaringan akibat


prosedur invasive/

Resiko Tinggi Infeksi

dan pedih.
Data obyektif:
a) Pada abdomen klien terdapat luka
operasi pada kuadran abdomen
bagian bawah tepatnya dibawah
umbilicus atas shimpisis pubis,
panjang luka kurang lebih 7cm
terdapat jahitan simpul sebanyak 10
simpul dan luka tertutup kassa steril.
b) Keadaan luka bersih tidak terdapat
pus dan tidak oedem, luka teraba
agak hangat dan luka agak
kemerahan.
c) Pemeriksaan leukosit: 10.200/ul.
d) Suhu
: 373 oC

tindakan operatif

Adanya proses

inflamasi luka post


operasi
Terpapar organisme luar

Rubor, dollor kalor dan


Pus pada luka

Resiko infeksi

3.2. Prioritas Masalah Keperawatan/ Diagnosa Keperawatan

Setelah melakukan pengkajian dan melakukan analisa data pada klien An. A dengan
diagnosa Hernia Scrotalis post operasihari ke II, kemudian penulis dapat menegakkan diagnosa
keperawatan sebagai berikut:
3.2.1.

Gangguan Rasa Nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan, dan
proses inflamasi luka operasi ditandai dengan nyeri pada luka operasi yaitu diperut skala nyeri 7,
ekspresi wajah klien tampak menahan nyeri, klien tampak memegangi bagian perut dan tampak
hatihati dalam melakukan pergerakan, terdapat luka operasi pada kuadran abdomen bagian
bawah, panjang 7cm jahitan 10 simpul, keadaan luka bersih tidak terdapat pus dan tandatanda
vital: Tekanan darah: 100/70 mmHg, Nadi: 92 x / menit, Respirasi: 24 x / menit, Suhu: 373 oC

3.2.2.

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya keterbatasan rentang gerak dan ketakutan
bergerak akibat dari respon nyeri dan prosedur infasive ditandai dengan klien mengatakan takut
bergerak karena nyeri meningkat saat bergerak, klien tampak lemah dan bedrest, dan semua
aktivitas klien dibantu oleh keluarga dan perawat.

3.2.3.

Konstipasi berhubungan dengan immobilisasi sekunder akibat post operasi dan efek anastesi
ditandai dengan klien sudah 6 hari belum BAB, klien ingin BAB tapi tidak bisa keluar dan
klien bedrest, klien makan sedikit dan pemasukan cairan lewat oral sedikit (kurang serat) dan
teraba massa feses pada pemeriksaan palpasi abdomen.

3.2.4.

Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan peningkatan respon rangsang nyeri
(nociceptor) akibat dari adanya prosedur infasive operasi ditandai dengan klien mengatakan
kurang bisa tidur terutama pada malam hari, sering terbangun pada malam hari karena sering
mengeluhkan nyeri muncul pada area perut dan luka operasi, klien tampak pucat dan mata
merah, klien hanya tidur 6 jam pada malam hari dan tampak memegangi area abdomen yang
terdapat luka operasi dan suasana rumah sakit yang bising.

3.2.5.

Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan akibat prosedur invasive/ tindakan
operatif dan adanya proses inflamasi luka post operasi ditandai dengan klien mengatakan luka
terasa panas dan pedih, pada abdomen klien terdapat luka operasi pada kuadran abdomen bagian
bawah tepatnya dibawah umbilicus atas shimpisis pubis, panjang 7cm terdapat jahitan 10 simpul
dan luka tertutup kassa steril, keadaan luka bersih tidak terdapat pus dan tidak oedem, luka
teraba agak hangat dan luka agak kemerahan dan pemeriksaan leukosit: 10.200/ul. Suhu: 373 oC

3.3.

Implementasi Keperawatan/ Catatan Keperawatan


Tabel. 3.6. Implementasi Keperawatan/Catatan Keperawatan
Nama

: An. A

Ruang

: Bedah

Umur

: 7 tahun

Diagnosa

: Hernia Scrotalis Post OP Hari ke 2

No
1
1

Hari
Tanggal/Jam
2
Selasa
14 Juni 2011
12.30wib

No
Implementasi
Hasil/Respon
Paraf
Dx
Evaluasi Sumatif
3
4
5
6
I a)
Mengukur tandatanda vital,a) Pasien mengatakan nyeri pada
mengkaji skala dan kwalitas luka operasi terasa seperti
nyeri.
ditusuk-tusuk dan ngilu.
b) Klien mengatakan lebih nyaman
berbaring.
b) Memberikan posisi yangc) Pada pengkajian nyeri ditanya
nyaman pada pasien.
tentang nyerinya klien menjawab
c)
Menganjurkan pasien untuk didapatkan data skala nyeri 7 dan
nafas dalan untuk mengurangi klien mengatakan mau melakukan
nyeri
nafas dalam berulang-ulang.
Hasil pemeriksaan tanda-tanda
vital: TD:100/70mmHg, Nadi
92x/menit, respirasi 24x/menit,
Suhu 373 oC.

Selasa
14 Juni 2011
13.30wib

I a)

Selasa
14 Juni 2011
15.00wib

Mengajarkan nafas dalama) Pasien


mengatakan
setelah
untuk mengurangi nyeri
melakukan nafas dalam berulangulang nyeri sedikit berkurang.
b) Pasien
mengatakan
setelah
b)
Kolaborasi
pemberian disuntik nyeri sedikit berkurang
therapy
injeksi
cetrolakc) Tampak pasien melakukan nafas
1ampul
dalam ekspresi wajah sedikit
c)
Menganjurkan
keluarga lebih rileks.
memberikan massage padad) Cetrolak injeksi 1 ampul masuk
area perut tetapi jauh dari luka per bolus infus.
operasi.

Selasa
14 Juni 2011
15.00wib

II a)

Kaji kemampuan klien dalam


a)
Klien
mengatakan
takut
melakukan aktivitas
bergerak karena nyeri pada luka
operasi
b)
Klien belum berani banyak
bergerak
dan
pemenuhan
kebutuhannya
dibantu
oleh
keluarga

Selasa
14 Juni 2011
15.00wib

II a)Membantu klien dalam memilih


a)
Klien
mengatakan
apabila
posisi yang nyaman untuk berbaring merasa nyaman dan
istirahat dan tidur.
berani bergerak sedikit-sedikit
b)

Selasa
14 Juni 2011
15.30wib

Menganjurkan
klien
b)
berpartisipasi dalam semua
aktifitas sesuai kemampuan
individual.
III a)
Mengkaji dan mengoba)
servasi kebiasaan BAB pasien
dan masalah dalam BAB

Selasa
14 Juni 2011
20.30wib

Pasien mengatakan sudah 3 hari


ini belum bisa BAB, perut pasien
terasa sakit ingin BAB tapi tidak
bisa BAB.

b)

Menganjurkan pasien minum


air banyak 1500 3000cc
b)
Palpasi abdomen teraba massa
perhari, dan makan makanan feses di kuadran perut kiri bawah.
yang lunak sedikitsedikit tapi
c)
Pasien makan bubur sumsum
sering,
diet post operasi.

IVa)

Mengkaji ulang pola tidur


a)
Keluarga klien mengatakan,
pasien
klien sering terbangun tidurnya
terutama malam hari karena nyeri
muncul dan sering menangis.

Selasa
14 Juni 2011
15.00wib

Klien mulai mau bergerak dan


belajar beraktivitas misalnya
minum sendiri.

b)
Tidur klien belum cukup dan
b)
Mengidentifikasi penyebab klien terlihat sering menangis
kesulitan tidur pasien dan malam karena nyari muncul
masalah dalah pola istirahat
tidur
7

Selasa
14 Juni 2011
18.00wib

V a)

Mengukur tandatanda vital


a)
pasien, dan mengkaji adanya
tandatanda
infeksi
dan
b)
peradangan pada luka operasi
b)
Melakukan medikasi luka
bersih/steril, dengan cairan

Klien mengatakan luka masih


terasa nyeri dan kaku
Hasil pemeriksaan tanda-tanda
vital:
TD: 100/70mmHg
Nadi 92x/menit

Rabu
15 Juni 2011
08.45wib
Rabu
15 Juni 2011
08.45wib

Rabu
15 Juni 2011
09.20wib

10

Rabu
15 Juni 2011
09.20wib

NaCl dan bethadine pada luka Respirasi 24x/menit


bersih
Suhu 373 oC.
c)
Luka tampak bersih dan tidak
terdapat pus
I a.
Mengkaji nyeri pada pasiena)
Klien mengatakan nyeri masih
b.
Mengajarkan
tekhnik terasa, tetapi dengan nafas dalam
relaksasi dan dextrasi nafas secara
perlahan-lahan
dan
dalam untuk mengurangi nyeri berulang kali nyeri berngsursaat nyeri muncul
angsur berkurang
b)
Klien mencoba malakukan
c.
Menganjurkan pada keluarga nafas dalam.
untuk memberikan massase
pada area abdomen yang nyeri
c)
Ekspresi wajah sedikit lebih
tapi bukan area luka operasi.
rileks.
Tampak
keluarga
mendampingi klien nafas dalah
dan melakukan masasse pada area
abdomen bagian atas.
II a.

Memberikan
lingkungan
a)
Keluarga klien mengatakan
tenang dan mempertahankan klien
mulai
mau
belajar
tirah baring.
beraktivitas
mandiri
seperti
makan dan minum sendiri dan
berani duduk sendiri.

b.Membantu
aktifitas
atau
ambulasi pasien sesuai dengan
b)
Klien mau beraktivitas secara
kebutuhan
bertahap.
Kecemasan klien mulai berkurang
dan tampak lebih rileks
11

Rabu
15 Juni 2011
09.20wib

Rabu
15 Juni 2011
09.30wib

12

Rabu

III a)

b)

Melakukan
peristaltik usus.

pemeriksaan
a)

Keluarga pasien mangatakan


hari ini makannya bubur sumsum
dan habis satu porsi dari rumah
sakit dan pasien banyak minum,
pasien hari ini bisa flatus 3x tapi
belum bisa BAB sedangkan
respon

Memberikan
pasien
b)
Dari pemeriksaan peristaltik
makanan diet bubur sumsum usus didapatkan data peristaltik
tinggi kelori tinggi protein usus 12x/menit dan teraba massa
pada klien.
feses dikuadran perut kiri bawah.
IVa)
menciptakan
lingkungan
a)
Klien
mengatakan
apabila

15 Juni 2011
19.30wib

13

Rabu
15 Juni 2011
19.30wib

14

Rabu
15 Juni 2011
10.00wib

15

yang nyaman dan tenang


dengan membatasi pengunjung
dan mengurangi kebisingan
b)
mengajarkan
tekhnik
relaksasi dengan nafas dalam
b)
sebelum tidur saat nyeri
muncul

Ibu klien mengatakan anaknya


masih sering terbangun malam
hari dan menangis tapi masih bisa
tidur dan klien mau berdoa
sebelum tidur.
c)
Menganjurkan pasien berdoa
c)
Klien masih terbangun malam
terlebih dahulu sebelum tidur
tapi nyeri mulai berkurang. Klien
tampak berdoa
III a.

Rabu
15 Juni 2011
10.00wib

b.

Rabu
15 Juni 2011
11.00wib

V a)

b)

16

Kamis
16 Juni 2011

suasana tidak bising bisa tidur


nyenyak

I a)

Mengkaji
ulang
dan
a)
Keluarga klien mengatakan hari
mengobservasi kebiasaan BAB ini klien sudah BAB tapi sedikit
pasien dan masalah dalam dan keras
BAB.
b)
Klien mengatakan sakit saat
BAB, dank lien makan makanan
yang lembek dan buah yang lunak
c)
Klien BAB sehari sekali, feses
Menganjurkan pasien minum agak keras, warna kehitaman
air banyak 1500 3000cc aroma khas feses
perhari, dan makan makanan Klien banyak minum susu cair
yang lunak sedikitsedikit tapi
sering
Menjaga prinsip steril dana) Klien mengatakan luka terasa
aseptik antiseptik dalam setiap kaku tapi tidak panas dan nyeri
melakukan
tindakan mulai sedikit berkurang
keperawatan dengan mencuci
tangan setiap sebelum dan
sesudah melakukan tindakan
keparawatan.
Mengukur tanda-tanda vital
dan melakukan medikasi lukab) Tanda-tanda vital: TD: 100/70
bersih/steril.
mmHg, nadi 88x/menit, respirasi:
20x/menit, dan Suhu tubuh klien:
37oC
Luka tampak bersih tidak terdapat
Pus, tidak tampak kemerahan dan
oedem jahitan luka rapi.
Mengkaji ulang status nyeria) Pasien mengatakan nyeri sudak
pasien dengan menanyakan berkurang, nyeri tidak menusuk-

08.30wib

kwalitas dan skala nyeri pasien

nusuk lagi, skala nyeri 1

b)

17

Kamis
16 Juni 2011
08.30wib

Mengakaji tanda-tanda vitalb) Pasien tampak rileks.


klien
Tanda-tanda
vital:
Tekanan
Darah:
100/70mmHg,
nadi:
84x/menit, respirasi: 20x/menit,
Suhu: 37oC
II a.
Menganjurkan klien dan
a)
Keluarga klien mengatakan
berpartisipasi bersama klien klien mulai mau berjalan dan
dalam semua aktifitas sesuai bangun sendiri dan kekamar
kemampuan individual.
mandi sendiri.

b.

18

Kamis
16 Juni 2011
20.30wib

Menganjurkan, memberikan
dukungan
dan
bantuan
b)
Klien mengatakan mulai tidak
seperlunya
keluarga/orang takut beraktivitas dan nyeri mulai
pada terdekat klien dalam beerkurang.
aktivitas klien
c)
Klien
mampu
beraktivitas
mandiri. Klien tidak cemas lagi

IVa)

Mengidentifikasi
ulang
a)
Keluarga klien mengatakan
penyebab
kesulitan
tidur klien seudah mulai tidur nyenyak
pasien dan masalah dalah pola dan tidak sering terbangun lagi
istirahat tidur
karena nyeri sudah berkurang.
Waktu tidur klien dimulai pada
jam 19.30wib dan terbangun pada
pukul 05.30wib
b)
Ibu klien mengatakan klien
b)
Ciptakan lingkungan yang mulai mampu beradaptasi dengan
nyaman dan tenang dengan lingkungan rumah sakit yang
membatasi pengunjung dan bising dan selalu memulai tidur
mengurangi kebisingan
dengan berdoa
c)
Klien mau melakukan nafas
c)
Ajarkan tekhnik relaksasi dalam saat nyeri muncul dan
dengan nafas dalam sebelum sebelum tidur. Klien tampak tidur
tidur saat nyeri muncul
nyenyak

19

Kamis
16 Juni 2011
11.30wib

V a)

Mengukur tandatanda vitala)


pasien, mengganti linen dan
membersihkan tempat tidur
pasien tiap pagi.

Klien mengatakan luka sudah


tidah begitu nyeri dan kaku.
Hasil pemeriksaan tanda-tanda
vital:
tekanan
darah:
100/80mmHg, Nadi: 86x/menit,

respirasi 20x/ menit, Suhu 367 oC

b)
20

3.4.

Kamis
16 Juni 2011
08.30wib

Melakukan medikasi lukab) Luka tampak bersih dan tidak


bersih/steril. Respon pasien, ada tanda-tanda infeksi seperti
sedangkan respon obyektif.
tidak terdapat oedem dan
kemerahan pada luka dan tidak
terdapat pus jahitan luka rapi dan
luka bersih tertutup kassa steril.

Evaluasi Keperawatan/Catatan Perkembangan


Tabel. 3.7. Evaluasi Keperawatan/Catatan Perkembangan
Nama
: An. A
Ruang
Umur
: 7 tahun
Diagnosa

No
1

Hari
Tanggal/Jam
Selasa
14 Juni 2011
17.30wib

: Bedah
: Hernia Scrotalis Post OP Hari ke 2

No
Evaluasi/Catatan Perkembangan
DX
I
Subyektif:
a) Klien mengatakan luka operasi terasa nyeri menusuk dan
kaku
b)
Klien mengatakan setelah melakukan nafas dalam
berulang kali nyeri sedikit berkurang
c) Keluarga klien mengatakan klien mau melakukan nafas
dalam dan mempraktekan berulang-ulang saat nyeri
muncul dan klien menangis saat nyeri muncul.
d) Saat dilakukan pengkajian nyeri diberi rentang 1-10 klien
menyebutkan nyeri nya berkurang dari 7 menjadi 6.
Obyektif:
a) Klien tampak melakukan nafas dalam
b)
Ekspresi wajah klien sedikit rileks saat nafas dalam
c) Terdapat luka operasi di abdomen bagian bawah
Analisa:
Masalah keperawatan gangguan rasa nyaman nyeri teratasi
sebagian.
Planning: Intervensi Dilanjutkan
a) Kaji tanda-tanda vital tiap 8jam atau sesuai kondisi klien
b)
Kaji nyeri meliputi lokasi, frekuensi, kwalitas dan skala
nyeri pasien.
c) Ajarkan tekhnik relaksasi dan dextrasi nafas dalam untuk
mengurangi nyeri saat nyeri muncul

Paraf

d)

Selasa
14 Juni 2011
17.30wib

Selasa
14 Juni 2011
17.30wib

II

Anjurkan pada keluarga untuk memberikan massase pada


area abdomen yang nyeri tapi bukan area luka operasi.

Subyektif:
a) Keluarga klien mengatakan klien masih takut beraktivitas
sendiri.
b)
Keluarga klien mengatakan untuk memenuhi semua
kebutuhan aktivitas sehari-hari klien seperti mandi, makan,
minum dan duduk dibantu oleh keluarga.
c) Klien mengatakan belum berani bergerak dan hanya
berbaring saja.
Obyektif:
a) Klien bedrest.
b)
Semua aktivitas sehari-hari (activity daily living)seperti
makan, duduk, alih baring dilakukan orang tua klien dan
dengan bantuan perawat.
Analisa:
Masalah keperawatan intoleransi aktivitas belum teratasi.
Planning: Lanjutkan Intervensi
a) Dorong partisipasi klien dalam semua aktifitas sesuai
kemampuan individual.
b)
Dorong dukungan dan bantuan keluarga/orang terdekat
dalam latihan gerak.
c) Berikan lingkungan tenang dan mempertahankan tirah
baring.
d) Bantu aktifitas atau ambulasi pasien sesuai dengan
kebutuhan
III Subyektif:
a) Klien mengatakan perutnya mulas ingin BAB tapi belum
bisa BAB.
b)
Keluarga klien mengatakan sudah beberapa hari ini klien
belum bisa BAB
c) Keluarga klien mengatakan klien makan makanan yang
lunak dan banyak makan buah yang lunak seperti pepaya
agar bisa BAB
Obyektif:
a) Klien belum BAB sejak 6 hari ini
b)
Klien Bedrest sehingga tidak banyak bergerak sehingga
memungkinkan feses tertekan.
c) Pada auskultasi abdomen didapatkan peristaltik usus
12x/menit.
Analisa:
Masalah keperawatan konstipasi belum teratasi

Planning: Intervensi dilanjutkan


Anjurkan pasien untuk alih posisi tiap 2 jam sekali
Anjurkan pada pasien untuk minum banyak 1500
3000cc tiap hari dan makanan yang mengandung serat.
c) Anjurkan pada pasien makan makanan yang lunak porsi
sedikit-sedikit tapi sering
d) Kaji peristaltik usus setiap pagi dan sesuai kondisi klien
a)
b)

Selasa
14 Juni 2011
20.30wib

IV Subyektif:
a) Keluarga klien mengatakan, klien sering terbangun
tidurnya terutama malam hari karena nyeri muncul dan
sering menangis.
b)
Klien mengatakan tidak bisa tidur karena nyari sering
muncul pada malam hari
Obyektif:
a) Tidur klien belum cukup dan klien terlihat sering
menangis malam karena nyeri muncul.
b)
Mata klien merah
Analisa:
Masalah keperawatan gangguan pola istirahat dan tidur
belum teratasi
Planning: Intervensi dilanjutkan
a) Identifikasi penyebab kesulitan tidur pasien dan masalah
dalah pola istirahat tidur
b)
Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang dengan
membatasi pengunjung dan mengurangi kebisingan
c) Ajarkan tekhnik relaksasi dengan nafas dalam sebelum
tidur saat nyeri muncul
d) Anjurkan pasien berdoa terlebih dahulu sebelum tidur

Selasa
14 Juni 2011
17.30wib

Subyektif:
Klien mengatakan luka terasa nyeri dan kaku dan terasa
panas pada luka.
Obyektif:
a) Terdapat luka post operasi pada hari ke 2, keadaan luka
bersih, tidak terdapat tanda-tanda infeksi seperti oedem dan
pus tapi luka agak memerah, panjang luka kurang lebih
7cm, jahitan sebanyak 10 simpul, jahitan rapi dan luka
tertutup kassa steril.
b)
Tanda-tanda vital:
TD
: 100/70mmHg
Nadi
: 92x/menit
Respirasi : 24x/menit

Suhu
: 373oC
Analisa/Assasment:
Masalah keperawatan resiko tinggi infeksi belum terjadi
Planning: Intervensi dilanjutkan
a) Kaji adanya tandatanda infeksi dan peradangan meliputi
adanya kemerahan sekitar luka dan pus pada luka operasi.
b)
Lakukan medikasi luka steril/bersih tiap hari.
c) Pertahankan tekhnik aseptik antiseptik/kesterilan dalam
perawatan luka dan tindakan keperawatan lainnya.
d) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian therapy
antibiotik
6

Rabu
15 Juni 2011
09.45wib

Subyektif:
a) Klien mengatakan luka operasi terasa nyeri sedikit
berkurang dan kaku
b)
Klien mengatakan setelah melakukan nafas dalam
berulang kali nyeri sedikit berkurang dan klien mau
melakukan nafas dalam berulang-ulang.
c) Keluarga klien mengatakan klien mau melakukan nafas
dalam dan mempraktekan berulang-ulang saat nyeri
muncul dan klien menangis saat nyeri muncul.
d) Saat dilakukan pengkajian nyeri diberi rentang 1-10 klien
menyebutkan nyeri nya berkurang dari 6 menjadi 4.
Obyektif:
a) Ekspresi wajah klien lebih rileks
b)
Klien mau melakukan nafas dalam berulang-ulang
c) Tanda-tanda vital:
TD
: 100/70mmHg
Nadi
: 92x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu
: 373oC
Analisa:
Masalah keperawatan gangguan rasa nyaman nyeri teratasi
sebagian.
Planning: Intervensi Dilanjutkan
a) Kaji tanda-tanda vital sesuai kondisi klien
b)
Kaji nyeri meliputi lokasi, frekuensi, kwalitas dan skala
nyeri pasien.
c) Anjurkan pada keluarga untuk memberikan massase pada
area abdomen yang nyeri tapi bukan area luka operasi.

Rabu
15 Juni 2011

II

Subyektif:
a) Keluarga klien mengatakan klien sudah mau bergerak

09.45wib
b)

sendiri secara perlahan-lahan.


Klien mengatakan mulai tidak tahu dan cemas lagi
melakukan pergerakan secara bertahap seperti duduk dan
minum sendiri tapi masih dibantu minimal oleh ibu klien
Obyektif:
Kecemasan klien untuk bergerak berkurang
Aktivitas klien seperti makan, duduk dan beralih posisi
masih dibantu oleh keluarga.
Klien mulai bisa duduk walaupun dibantu

Analisa:
Masalah keperawatan intoleransi aktivitas teratasi sebagian
Planning: Lanjutkan Intervensi
a) Berikan lingkungan tenang dan mempertahankan tirah
baring.
b)
Bantu aktifitas atau ambulasi pasien sesuai dengan
kebutuhan
8

Rabu
15 Juni 2011
09.45wib

III Subyektif:
a) Keluarga klien mengatakan hari ini klien sudah BAB tapi
sedikit dan keras
b)
Klien mengatakan sakit saat BAB, dan klien makan
makanan yang lembek dan buah yang lunak
Obyektif:
a) Klien sudah bisa BAB sehari sekali, feses agak keras,
warna kehitaman aroma khas feses
b)
Klien banyak minum susu cair
Analisa:
Masalah keperawatan konstipasi teratasi
Planning: intervensi dihentikan
Tingkatkan perawatan dengan menganjurkan klien banyak
makan makanan berserat dan minum air

Rabu
15 Juni 2011
20.45wib

IV Subyektif:
a) Klien mengatakan apabila suasana tidak bising bisa tidur
nyenyak
b)
Ibu klien mengatakan anaknya masih sering terbangun
malam hari dan menangis tapi masih bisa tidur dan klien
mau berdoa sebelum tidur.
Obyektif:
a) Klien masih terbangun malam tapi nyeri mulai
berkurang.
b)
Klien tampak berdoa

Analisa/Assasment:
Masalah keperawatan gangguan pola istirahat tidur teratasi
sebagian.
Planning: Intervensi dilanjutkan
a) Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang dengan
membatasi pengunjung dan mengurangi kebisingan
b)
Ajarkan tekhnik relaksasi dengan nafas dalam sebelum
tidur saat nyeri muncul
c) Anjurkan pasien berdoa terlebih dahulu sebelum tidur
10

Rabu
15 Juni 2011
09.45wib

Subyektif:
Klien mengatakan luka terasa kaku tapi tidak panas dan
nyeri mulai sedikit berkurang
Obyektif:
a) Tanda-tanda vital: TD: 100/70 mmHg, nadi 88x/menit,
respirasi: 20x/menit, dan Suhu tubuh klien: 37oC
b)
Luka tampak bersih tidak terdapat Pus, tidak tampak
kemerahan dan oedem jahitan luka rapi dan luka tertutup
kassa steril.
Analisa:
Masalah keperawatan resiko tinggi infeksi belum terjadi
Planning:
a) Kaji adanya tandatanda infeksi dan peradangan meliputi
adanya kemerahan sekitar luka dan pus pada luka operasi.
b)
Lakukan medikasi luka steril/bersih tiap hari dengan
menggunakan cairan NaCl dan Bethadine dengan
perawatan luka bersih.
c) Pertahankan tekhnik aseptik antiseptik/kesterilan dalam
perawatan luka dan tindakan keperawatan lainnya.

11

Kamis
16 Juni 2011
11.30wib

Subyektif:
Pasien mengatakan nyeri jauh lebih berkurang, nyeri
hanya terasa kadangkadang
Setelah nafas dalam nyeri tidak dirasakan lagi
Saat dilakukan pengkajian nyeri diberi rentang 1-10 klien
menyebutkan nyeri nya berkurang dari 4 menjadi 1.
Obyektif:
Klien tampak rileks dan ekspresi wajah klien tidak nyeri
lagi.
Luka operasi kering dan tidak bengkak.
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital: tekanan darah:
100/80mmHg, Nadi: 86x/menit, respirasi 20x/ menit, Suhu
367 oC

a)
b)
c)

a)
b)
c)

Analisa:
Masalah keperawatan gangguan rasa nayaman nyeri teratasi
Planning: intervensi dihentikan
12

Kamis
16 Juni 2011
11.30wib

II

Subyektif:
Keluarga klien mengatakan klien mulai mau berjalan dan
bangun sendiri dan kekamar mandi sendiri.
b)
Klien mengatakan mulai tidak takut beraktivitas dan
nyeri mulai beerkurang.
Obyektif:
a) Klien mampu beraktivitas mandiri
b)
Klien tidak cemas lagi
Analisa/Assasment:
Masalah keperawatan intoleransi aktivitas teratasi
Planning:
Intervensi dihentikan pasien pulang.

13

Kamis
16 Juni 2011
20.30wib

IV Subyektif:
a) Keluarga klien mengatakan klien seudah mulai tidur
nyenyak dan tidak sering terbangun lagi karena nyeri sudah
berkurang.
b)
Ibu klien mengatakan klien mulai mampu beradaptasi
dengan lingkungan rumah sakit yang bising dan selalu
memulai tidur dengan berdoa
Obyektif:
a) Klien tampak tidur nyenyak
b)
Waktu tidur klien dimulai pada jam 19.30wib dan
terbangun pada pukul 05.30wib
Analisa:
Masalah keperawatan gangguan pola istirahat tidur teratasi
Planning:
Intervensi dihentikan pasien pulang

14

Kamis
16 Juni 2011
11.30wib

a)

Subyektif:
a) Klien mengatakan luka sudah tidah begitu nyeri dan kaku
b)
Keluarga klien mengatakan setiap pagi dan sore tempat
tidur selalu dibersihakan dan pasien tiap pagi dan sore
selalu di lap dengan washlap air hangat
Obyektif:
a) Luka tampak bersih dan tidak ada tanda-tanda infeksi
seperti tidak terdapat oedem dan kemerahan pada luka dan
tidak terdapat pus jahitan luka rapi dan luka bersih tertutup
kassa steril.

b)

Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital: tekanan darah:


100/80mmHg, Nadi: 86x/menit, respirasi 20x/ menit, Suhu
367 oC
Analisa:
Masalah keperawatan resiko tinggi infeksi teratasi, infeksi
tidak terjadi
Planning:
Intervensi dihentikan pasien pulang

DAFTAR PUSTAKA
Anonim A. (2011) Asuhan kepeperawatan Hernia Scrotalis Pada Pasien Pasca Operasi. Dikutip
darihttp://askep-kesehatan. Jurnal keperawatan indoesia.com/2009/01/Herrniascrotalis.html.
Diakses tanggal 12 Juli 2011
Anonim B. (April 2011) Biologyc Safety Of Nursing intervension and Clinicalguide nursing Clasivication
Surgery. Avaibable from http://www.rch.org.au/clinicalguide/cpg.cfm?doc_id=5180. Di akses
tanggal 22 Juli 2011.
Anonim C. (2011) Pedoman Perawatan Pasien Post Operasi Laparotomy dan Hernia Scrotalis dan
perawatan Luka lanjutan. Available fromhttp://www.wounds1.com/care/procedure20.cfm/35. Di
akses tanggal 22 Juli 2011
Anonim D. (April 2011) Pain perception and Management. Fundamentals of nursing: Human health and
function
system
Gastrointestinal.
Availablefromhttp://www.burnsurgery.org/Betaweb/Modules/moisthealing/part_2bc.
.htm.Di
akses tanggal 22 Juli 2011.

Biggs

WS, Dery WH. (2008) Evaluation and Treatment of Constipation in Infants


Children.http://www.aafp.org/afp/20060201/469.html. Di akses tanggal 22 Juli 2011.

and

Carpenito L, Juall. (2001) Buku Saku Diagnosa keperawatan (terjemahan) EGC. Jakarta.
Doengoes, M. E. Moorhouse, Mf. Geissler. A. C. (2000) Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk
Perancanaan dan Pendokumentasian perawatan Pasien (terjemahan) Edisi 3, EGC. Jakarta.
Gaffar. L. Oj. (1999) Pengantar Keperawatan Profesional. EGC. Jakarta

Kozier & Erb. (2004) Hernia Scrotalis Post Surgery Management dan Wounds. Fundamentals of nursing:
Concepts, process, and practice (7th ed.). New Jersey: Pearson prentice hall. Available
from http://www.pewarta-kabarindonesia.blogspot.com/april 2009. Di akses tanggal 22 Juli
2011.
Oeswari E. (2000) Bedah dan Perawatannya. FKUI. Jakarta
Pearce. C. Evelyn. (1999), Anatomi dan Fisioloogi untuk Paramedis (terjemahan). Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Price. S. A.(2005) Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit. (terjemahan). Edisi 6. EGC. Jakarta.
Sjamsuhidajat, R. Jong. Wd. (2005) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 2 (terjemahan) EGC.
Jakarta.
Smeltzer S. C. B. G. (2002) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner and Suddarth(terjemahan) Vol
2. EGC. Jakarta.
Soeparman, dkk. (2001) Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI, Jakarta
Underwood, J. C. E. (2000) Patologi Umum dan Sistemik (terjemahan) vol 2. EGC. Jakarta.
Wilkinson, J.M. (2000) Nursing diagnosis handbook with NIC interventions and NOC outcomes (7th ed.).
Upper
Saddle
River,
NJ:
Prentice
Hall

Health.http://wps.prenhall.com/chet_kozier_fundamentals_7/0,7865,764086-,00.html. Di akses
tanggal 22 Juli 2011.

Diposkan oleh Lensa Keperawatan Ners Husaini Achmad SKep di 08.18

S-ar putea să vă placă și