Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Beberapa tahun belakangan ini, penyakit muskuloskeletal telah menjadi
masalah yang banyak dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh
dunia. Bahkan, WHO telah menetapkan dekade 2000-2010 menjadi Dekade
Tulang dan Persendian. Dengan makin pesatnya kemajuan lalu lintas, baik dari
segi jumlah pemakai jalan, jumlah kendaraan, jumlah pemakai jasa angkutan dan
bertambahnya jaringan jalan dan kecepatan kendaraan maka mayoritas
kemungkinan terjadinya fraktur adalah akibat kecelakaan lalu lintas. Sementara
itu, traumatrauma lain yang dapat mengakibatkan fraktur adalah jatuh dari
ketinggian, kecelakaan kerja, dan cedera olahraga. Hal inilah yang menjadi
penyebab terjadinya fraktur pada masyarakat.
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tibatiba dan
berlebihan, yang dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran, penekukan
atau terjatuh dengan posisi miring, pemuntiran, atau penarikan. Dampak trauma
pada tulang sendiri bergantung pada jenis trauma, kekuatan, dan arahnya. Sebagai
petugas kesehatan, kita harus dapat membayangkan rekonstruksi terjadinya
kecelakaan agar dapat menduga fraktur yang dapat terjadi.
Fraktur bukan hanya persoalan terputusnya kontinuitas tulang dan
bagaimana mengatasinya, akan tetapi harus ditinjau secara keseluruhan dan harus
diatasi secara simultan. Setiap trauma yang dapat mengakibatkan fraktur juga
dapat sekaligus merusak jaringan lunak di sekitar fraktur mulai dari otot, fascia,
kulit, tulang, sampai struktur neurovaskuler atau organorgan penting lainnya.
Selain itu, juga harus dilihat apa yang terjadi secara menyeluruh, bagaimana, jenis
penyebabnya, apakah ada kerusakan kulit, pembuluh darah, syaraf, dan harus
diperhatikan lokasi kejadian, serta waktu terjadinya agar dalam mengambil
tindakan dapat dihasilkan sesuatu yang optimal.
Salah satu dari kejadian fraktur yang ada di masyarakat adalah fraktur
femur. Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas femur yang bisa terjadi
1
akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas dan jatuh dari ketinggian), dan
biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Fraktur femur sendiri akan
lebih banyak mengeluarkan perdarahan dariapada fraktur di bagian tubuh lainnya.
Pasien dengan fraktur femur akan lebih beresiko jatuh dalam kondisi syok.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis menyusun makalah ini. Sebagai
petugas kesehatan, hendaknya kita mengetahui tentang bagaimana penanganan
yang tepat bagi pasien dengan fraktur femur, sehingga diharapkan dapat
memberikan tingkat kesembuhan yang optimal bagi pasien tersebut.
1.2 Tujuan
Berdasarkan uraian diatas, maka tujuan dari penulisan makalah ini,
yaitu antara lain:
1. untuk mengetahui pengertian dari fraktur femur;
2. untuk mengetahui etiologi dari fraktur femur;
3. untuk mengetahui klasifikasi dari fraktur femur;
4. untuk mengetahui tanda dan gejala dari fraktur femur;
5. untuk mengetahui patofisiologi dari fraktur femur;
6. untuk mengetahui penatalaksanaan dari fraktur femur;
7. untuk mengetahui komplikasi dari fraktur femur;
8. untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur femur;
dan
9. untuk mengetahui asuhan keperawatan dari fraktur femur.
BAB II
KONSEP TEORI
2.1 Pengertian
Fraktur adalah putusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan
yang disebabkan oleh kekerasan (E. Oerswari, 1989:144). Fraktur atau patah
tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Fraktur tertutup adalah suatu fraktur
dimana tidak ada hubungan antara patah tulang dengan dunia luar. Fraktur terbuka
adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana potensial untuk
terjadi infeksi (Sjamsuhidajat, 1999:1138).
Fraktur femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang
dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu
seperti degenerasi tulang/osteoporosis (Long, 1985). Fraktur femur adalah
terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat trauma langsung
(kecelakaan lalu lintas dan jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih banyak
dialami oleh laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini dapat menimbulkan
perdarahan yang cukup banyak dan dapat mengakibatkan pendertia jatuh dalam
kondisi atau keadaan syok (FKUI, 1995:543).
2.2 Etiologi
Penyebab fraktur secara umum dapat dibagi menjadi tiga yaitu:
a. Cedera traumatik
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba tiba dan
berlebihan, yang dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran,
penekukan atau terjatuh dengan posisi miring, pemuntiran, atau penarikan.
Cedera traumatik pada tulang dapat dibedakan dalam hal berikut, yakni:
1) Cedera langsung, berarti pukulan langsung terhadap tulang
sehingga tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya
menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit
diatasnya.
2) Cedera tidak langsung, berarti pukulan langsung berada jauh dari
lokasi benturan.
b. Fraktur Patologik
Dalam hal ini, kerusakan tulang terjadi akibat proses penyakit akibat
berbagai keadaan berikut, yakni:
1) Tumor tulang (jinak atau ganas), dimana berupa pertumbuhan
jaringan baru yang tidak terkendali dan progresif.
2) Infeksi, misalnya osteomielitis, yang dapat terjadi sebagai akibat
infeksi akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang
progresif,
3) Rakhitis, merupakan suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh
defisiensi vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet,
biasanya disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang
dapat disebabkan kegagalan absorbsi vitamin D atau oleh karena
asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
c. Secara spontan, dimana disebabkan oleh stress atau tegangan atau tekanan
pada tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio dan orang
yang bertugas di bidang kemiliteran.
2.3 Klasifikasi
Secara umum, fraktur dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian,
yakni:
1) Berdasarkan keutuhan kulit
a. Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar.
b. Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar. Fraktur terbuka sendiri dibagi menjadi tiga
derajat, yaitu:
1) Derajat I
a. luka kurang dari 1 cm;
b. kerusakan jaringan lunak dan sedikit/tidak ada tanda luka remuk;
c. fraktur sederhana, tranversal, obliq atau kumulatif ringan; dan
d. kontaminasi ringan.
2) Derajat II
a. laserasi 1-10 cm;
b. kerusakan jaringan lunak, tidak luas, avulse; dan
c. fraktur komuniti sedang.
3) Derajat III
Pada derajat ini, luka lebih dari 10 cm dan terjadi kerusakan jaringan
lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot dan neurovaskuler serta
kontaminasi derajat tinggi.
4
2.
3.
4.
Ekstrakapsuler
2. tipe 2 :
3. tipe 3 :
Fibroblast dan osteoblast (berkembang dari osteosit, sel endostel, dan sel
periosteum) akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks
kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrus dan tulang
rawan (osteoid). Dari periosteum, akan tampak pertumbuhan melingkar.
Kalus tulang rawan tersebut dirangsang oleh gerakan makro minimal pada
tempat patah tulang. Tetapi, gerakan yang berlebihan akan merusak
struktur kalus.
3. Fase Pembentukan Kalus
Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh
mencapai sisi lain sampai celah sudah terhubung satu sama lain. Fragmen
patahan tulang digabungkan dengan jaringan fibrus, tulang rawan, dan
tulang serat imatur. Bentuk kalus dan volume yang dibutuhkan untuk
menghubungkan defek secara langsung berhubungan dengan jumlah
kerusakan dan pergeseran tulang. Diperlukan waktu 3 sampai 4 minggu
agar fragmen tulang bergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrus.
Secara klinis, fragmen tulang tak bisa lagi digerakkan.
4. Fase Osifikasi
Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam 2 sampai 3
minggu patah tulang melalui proses penulangan endokondral. Mineral
terus menerus ditimbun sampai tulang benar-benar telah bersatu dengan
keras. Pada fraktur tulang panjang orang dewasa normal, penulangan
memerlukan waktu 3 sampai 4 bulan.
5. Fase Remodeling
Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan mati
dan reorganisasi tulang baru ke susunan struktur sebelumnya. Remodelling
memerlukan waktu berbulan-bulan hingga bertahun-tahun tergantung
beratnya modifikasi tulang yang dibutuhkan, fungsi tulang, dan stress
fungsional pada tulang (Brunner dan Suddarth, 2008:2268).
2.6 Penatalaksanaan
2.6.1 Pertolongan Pertama / Penatalaksanaan Kedaruratan
Perdarahan dari fraktur femur, terbuka atau tertutup, adalah
antara 2 sampai 4 unit (1-2 liter). Jalur intravena perlu dipasang dari
10
tidak
sesuai
minggu
yang
pertama
dan
setiap
minggu
hampir
selalu
menyebabkan
non-union. Keuntungan
dan membuat
anestesi,
trauma
bedah
tambahan
dan
baik dirawat
dengan
locking
nail
yang
dapat
pada
pemeriksaan
radiologis,
yang
biasanya
12
13
14
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dari tahapan proses keperawatan.
Dalam melakukan pengkajian, harus memperhatikan data dasar pasien.
Keberhasilan proses keperawatan sangat tergantung pada kecermatan dan
ketelitian dalam tahap pengkajian. Pengkajian yang perlu dilakukan pada klien
dengan fraktur femur diantaranya adalah:
1.
Identitas pasien
Identitas ini meliputi nama, usia, TTL, jenis kelamin, alamat, pekerjaan,
suku bangsa, dan pendidikan.
2.
Keluhan utama
3.
4.
5.
Pemeriksaan fisik
a. Pola aktivitas/istirahat
Aktifitas klien terganggu akibat keterbatasan/kehilangan fungsi dari
femur klien
b. Pola Sirkulasi
Pasien dengan fraktur femur dapat terjadi hipertensi (sebagai respon
nyeri ataupun ansietas) ataupun hipotensi (akibat kehilangan darah).
Selain itu, akan terjadi takikardi sebagai respon stress dan
hipovolemia, pembengkakan jaringan atau massa hematom pada sisi
cedera, dan penurunan nadi pada bagian distal yang cedera.
15
c. Neurosensori
Tanda dan gejala yang muncul yakni hilangnya gerakan/sensasi,
spasme otot, kesemutan, deformitas lokal, pemendekan, rotasi,
krepitasi dan agitasi.
d. Nyeri/kenyamanan
Gejala yang dirasakan klien yakni nyeri berat tiba-tiba pada saat
cedera dan spasme otot setelah imobilisasi.
6.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan dengan sinar X harus dilakukan dengan dua proyeksi yaitu
anterior posterior dan lateral. Kekuatan yang hebat sering menyebabkan
cedera pada lebih dari satu tingkat karena itu bila ada fraktur pada femur
perlu juga diambil foto sinar X pada pelvis dan tulang belakang. Apabila
dicurigai terdapat kerusakan vaskuler, maka perlu dilakukan arteriogram.
Rasional
1.
menghilangkan nyeri dan
mencegah kesalahan posisi tulang atau
tegangan jaringan yang cedera;
2.
meningkatkan aliran balik
vena, menurunkan edema dan nyeri;
2.
tinggikan
dan
dukung 3.
dapat
meningkatkan
ekstremitas yang terkena;
ketidaknyamanan karena peningkatan
produksi panas dari gips;
3.
hindari penggunaan sprei atau 4.
mempengaruhi pilihan atau
bantal dibawah ekstremitas dengan pengawasan keefektifan intervensi;
gips;
4.
pantau atau evaluasi keluhan
nyeri atau ketidaknyamanan klien,
perhatikan
karakteristik,
lokasi,
intensitas nyeri (skala 0-10);
5.
dorong
pasien
untuk
mendiskusikan
masalah
yang
berhubungan dengan fraktur yang
dialami;
6.
berikan alternatif tindakan
kenyamanan, misal perubahan posisi;
5.
membantu
ansietas klien;
menghilangkan
6.
meningkatkan sirkulasi umum,
menurunkan area tekanan lokal dan
kelelahan otot;
7.
meningkatkan
kemampuan
koping manajemen nyeri;
8.
mencegah
kebosanan,
menurunkan tegangan, meningkatkan
7.
dorong
klien
untuk kekuatan otot, meningkatkan harga
menggunakan teknik manajemen diri dan koping klien;
nyeri, seperti relaksasi progresif, 9.
menurunkan nyeri dan spasme
latihan napas dalam;
otot.
17
8.
identifikasi aktifitas terapeutik
yang tepat untuk usia pasien dan
kemampuan fisik;
9. kolaborasi dengan dokter terkait
dengan tindakan pengobatan
2. Hambatan mobilitas fisik berh ubungan dengan adanya gangguan neuro
muscular.
Tujuan : klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan
kemampuannya
Kriteria hasil : klien dapat ikut serta dalam program latihan, tidak mengalami
kontraktur sendi, kekuatan otot bertambah, dank lien menunjukan tindakan
untuk meningkatkan mobilitas
Intervensi
Rasional
1.
Kaji derajat imobilitas yang 1.
pasien mungkin dibatasi oleh
dihasilkan
oleh
cedera
atau pandangan diri tentang keterbatasan
pengobatan;
fisik
aktual,
memerlukan
informasi/intervensi
untuk
meningkatkan kemajuan kesehatan;
2.Atur posisi imobilisasi pada paha
2.
Imobilisasi yang adekuat dapat
mengurangi
pergerakan
fragmen
tulang yang menjadi unsur utama
penyebab nyeri paha
3.
dorong penggunaan latihan 3.
kontraksi
otot
isometric
isometric mulai dengan tungkai yang membantu mempertahankan kekuatan
tidak sakit;
dan massa otot;
4. gerakan aktif memberikan masa,
tonus , dan kekuatan otot, serta
4. ajarkan klien melakukan latihan memperbaiki fungsi jantung dan
gerak aktif pada ekstermitas yang pernapasan
tidak sakit
5.
untuk
mempetahankan
fleksibilitas sendi sesuai kemampuan
5.
bantu klien melakukan latihan 6.
kemampuan
mobilisasi
ROM dan perawatan diri sesuai ekstermitas dapat ditingkatkan dengan
toleransi
latihan fisik dari tim fisioterapi
18
6.
kolaborasi
dengan
ahli
fisioterapi nuntuk latihan fisik klien
3. Risiko trauma tambahan berhubun gan dengan kehilangan integritas tulang
dan pemasangan traksi
Tujuan
KH
efektif dilaksanakan
Intervensi
1. pertahankan tirah baring sesuai
indikasi;
Rasional
1.
meningkatkan
stabilitas,
menurunkan kemungkinan gangguan
posisi;
2. tempatkan pasien pada tempat
2.
tempat tidur yang lembut dan
tidur ortopedik;
lentur dapat membuat deformasi gips
yang masih basah, mematahkan gips
3. pertahankan posisi netral pada
yang
sudah
kering
ataupun
bagian yang sakit (pada pasien
mempengaruhi penarikan traksi;
dengan gips);
3.
mencegah gerakan yang tidak
perlu dan perubahan posisi;
4.
Traksi Hoffman memberikan
stabilisasi dan sokongan kaku untuk
4. kaji integritas alat fiksasi eksternal tulang fraktur tanpa menggunakan
(pada pasien dengan traksi);
katrol, tali atau beban, memungkinkan
mobilitas/kenyamanan pasien lebih
besar. Kurang atau berlebihannya
keketatan
klem/ikatan
dapat
mengubah tekanan kerangka dan
menyebabkan kesalahan posisi;
5. pertahankan posisi/integritas
5.
traksi memungkinkan tarikan
traksi;
pada aksis panjang fraktur tulang dan
mengatasi tegangan otot/pemendekan
untuk memudahkan posisi/penyatuan.
6. kaji ulang tahanan yang mungkin
6.
mempertahankan
integritas
timbul karena terapi (pada pasien
tarikan traksi;
dengan traksi);
7. evaluasi foto rontgen pasien.
7.
memberikan
bukti
visual
mulainya pembentukan kalus/proses
penyembuhan untuk menentukan
19
Rasional
1.
suhu, nadi, dan respirasi akan
meningkat sebagai respon terhadap
infeksi;
2. kaji kulit untuk luka terbuka,
2.
memberikan informasi tentang
benda
asing,
kemerahan,
sirkulasi kulit dan masalah yang
perdarahan, perubahan warna;
mungkin disebabkan oleh alat dan/atau
pemasangan gips/bebat atau traksi;
3. ubah posisi klien secara rutin;
3.
mengurangi tekanan konstan
pada
area
yang
sama
dan
meminimalkan resiko kerusakan kulit;
pencegahan/mengurangi
factor
menunjukan/mendemonstrasikan
risiko
teknik-teknik
mengenal
tindakan
infeksi,
dan
untuk
meningkatkan
Rasional
20
1.
inspeksi kulit untuk adanya
iritasi atau robekan kontinuitas;
factor
yang
memenggaruhinya,
dan
menyatakan
ansietas
berkurang/hilang
Intervensi :
1. kaji rasa takut pada pasien dan orang terdekat pasien.
2. Dorong dan berikan kesempatan pada pasien / orang terdekat
untuk mengajukan pertanyaan.
3. Dorong orang terdekat berpartisipasi dalam asuhan sesuai
indikasi.
4. Anjurkan pasien untuk mengutarakan perasaannya
21
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Fraktur adalah putusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang
rawan yang disebabkan oleh kekerasan (E. Oerswari, 1989:144).
femur
Fraktur
dengan optimal;
Sebagai mahasiswa kesehatan lainnya, hendaknya dapat selalu
bekerja
sama
serta
berkolaborasi
dalam
hal
peningkatan
23
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. 2008. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8.
Jakarta: EGC.
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3.
Jakarta: EGC.
Doenges, Marilyn E, dkk. 2010. Nursing Care Plans: Guidelines for
Individualizing Client Care Across the Life Span. Philadelphia:
http://www.scribd.com/doc/59449675/askep-Fraktur-femur-AmRiE#
24