Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
ektopik
merupakan
kehamilan
yang
berbahaya
karena
tempat
EPIDEMIOLOGI
Frekuensi kehamilan ektopik yang sebenarnya sukar ditemukan. Gejala kehamilan
ektopik terganggu yang dini tidak selalu jelas, sehinggatidak dibuat diagnosisnya. Tidak
semua kehamilan ektopik berakhir dengan abortus dalam tuba atau rupture tuba. Sebagian
hasil konsepsi mati dan pada umur muda kemudian diresorbsi. Pada hal yang terakhir ini
penderita hanya mengeluh haidnya terlambat untuk beberapa hari.
Di rumah sakit Dr. Cipto Mangunkusumo pada tahun 1987 terdapat 153 kehamilan
ektopik diantara 4.007 persalinan atau 1 diantara 26 persalinan. Dalam kepustakaan frekuensi
kehamilan ektopik antara 1:28 samapi 1:329 tiap kehamilan.
Pemakaian antibiotic dapat meningkatkan frekuensi kehamilan ektopik. Antibiotika
dapat mempertahankan terbukanya tuba yang mengalami infeksi, tetapi perlengketan
menyebabkan pergerakan silia dan peristaltic tuba terganggu dan menghambat perjalanan
ovum yang dibuahi dari ampulla ke rahim sehingga implantasi terjadi pada tuba.
Kontrasepsi juga dapat mempengaruhi frekuensi kehamilan ektopik terhadap jumlah
kelahiran di rumah sakit atau masyarakat. Banyak wanita dalam masa reproduksi tanpa factor
predisposisi untuk kehamilan ektopik membatasi kelahiran dengan kontrasepsi, sehingga
jumlah kelahiranturun dan frekuensi kehamilan ektopik terhadap kelahiran secara relative
meningkat. Selain IUD dapat mencegah secara efektif kehamilan intrauterine, tetapi tidak
mempengaruhi kejadian kehamilan ektopik.
Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur 20-40 tahun
dengan umur rata-rata 30 tahun. Frekuensi kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan
berkisar antara 0%-14,6%.
ETIOLOGI
Sebagian besar kehamilan ektopik terjadi pada tuba sehingga setiap gangguan pada
tuba yang disebabkan infeksi akan menimbulkan gangguan dalam perjalanan hasil konsepsi
menuju rahim. Sebagai gambaran penyebab kehamilan ektopik dapt dijabarkan sebagi berikut
:
a.
Operasi plastik pada tuba (rekontruksi) atau melepaskan perlengketan dan tetap
menyempitkan tuba
Kemungkinan migrasi eksternal, sehingga hasil konsepsi mencapai tuba dalam keadaan
blastula
Dengan terjadinya implantasi di dalam lumen tuba dapat terjadi beberapa kemungkinan :
Tempatnya tidak mungkin memberikan kesempatan tumbuh kembang hasil konsepsi mati
secara dini
2. Terjadi abortus
Kesempatan berkembang yang sangat kecil menyebabkan hasil konsepsi mati dan lepas
dalam lumen
Lepasnya hasil konsepsi menimbulkan perdarahn dalam lumen tuba atau keluar lumen serta
membentuk timbunan darah
3. Tuba fallopii
Karena tidak dapat berkembang dengan baik maka tuba dapat pecah
Jonjot villi menembus tuba, sehingga terjadi rupture yang menimbulkan timbunan darah ke
dalam ruangan abdomen.
Rupture tuba menyebabkan hasil konsepsi terlempar keluar dan kemungkinan untuk
melakukan implantasi menjadi kehamilan abdominal sekunder
FAKTOR PREDISPOSISI
1. ART (assisted reproductive technologies)
2. In viltro fertilization
3. Riwayat merokok
4. Kerusakan tuba karena kehamilan
5. Pertambahan usia ibu
6. Riwayat salpingitis
7. Perlekatan lumen
8. Kelainan anatomi tuba ekspose diethylstilbesterol-DES intrauteri
9. Riwayat operasi pada tuba fallopii
10. Tuba pasca terapi konservatif pada kehamilan ektopik
11. Migrasi eksternal hormone eksogen
12. Kehamilan yang terjadi pada pasien dengan kontrasepsi oral yang hanya mengandung
progestin ( progestin-only pill) disebabkan oleh efek relaksasi otot polos progesterone
13. Riwayat abortus
PATOFISIOLOGI
Proses implantasi ovum yang dibuahi, yang terjadi di tuba pada dasarnya sama
dengan halnya di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau interkolumner.
Pada yang pertama telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping.
Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati
secara dini dan kemudian diresorbsi. Pada nidasi secara interkolumner telur bernidasi antara 2
jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba
oleh lapisan jaringan yang menyerupai dsidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena
pembentukan desidua di tuba tidak sempurna malahan kadang-kadang tidak tampak, dengan
mudah villi korialis menembus endosalping dan masuk ke dalam lapisan otot-otot tuba
dengan merusak jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya bergantung
pada beberapa factor, seperti tempat implantasi, tebalnya dinding tuba, dan banyaknya
perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas.
Di bawah pengaruh hormone estrogen dan progesterone dari korpus luteum
graviditatis dan trofoblas, uterus menjadi besar dan lembek; endometrium dapat berubah pula
intinya
hipertrofik,
hiperkromatik, lobuler, dan berbentuk tak teratur. Sitoplasma sel dapat berlubang-lubang atau
berbusa dan kadang-kadang ditemukan mitosis. Perubahan tersebut hanya ditemukan pada
sebagian kehamilan ektopik.
Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi dan kemudian
dikeluarkan berkeping-keping, tetapi kadang-kadang dilepaskan secara utuh, perdarahan yang
dijumpai pada kehamilan ektopik terganggu berasal dari uterus dan disebabkan oleh
pelepasan desidua yang degeneratif.
Mengenai nasib kehamilan dalam tuba terdapat beberapa kemungkinan. Karena tuba
bukan tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin bertumbuh secara utuh
seperti dalam uterus. Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6
sampai 10 minggu.
1. Hasil konsepsi mati dini atau diresorbsi
Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena vaskularisasi kurang,
dan dengan muah terjadi resorbsi total. Dalam keadaan ini penderita tidak mengeluh apa-apa,
hanya haidnya terlambat untuk beberapa hari.
2. Abortus ke dalam lumen tuba
Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah oleh villi koriales
pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan midigah dari dinding tersebut
bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis. Pelepasan ini dapat terjadi sebagian atau
seluruhnya, tergantung pada derajat perdarahan yang timbul. Bila pelepasan menyeluruh,
mudigah dengan selaputnya dikeluarkan dalam lumen tuba dan kemudian didorong oleh
darah kea rah ostium tuba abdominal. Frekuensi abortus dalam tuba tergantung pada
implantasi telur yang dibuahi. Abortus ke lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan pars
ampullaris, sedangkan penebusan dinding tuba oleh villi korialis ke arah peritoneum biasanya
terjadi pada kehamilan pars ismika. Perbedaan ini disebabkan karena lumen pars ampullaris
lebih luas, sehingga dapat mengikuti lebih mudah pertumbuhan hasil konsepsi dibandingkan
dengan bagian ismus dengan ,lumen sempit.
Pada pelepasan hasil konsepsi yang tak sempurna pada abortus, perdarahan akan terus
berlangsung dari sedikit-sedikit oleh darah, sehingga berubah menjadi mola kruenta.
Perdarahan yang berlangsung terus menyebabkan tuba membesar dan kebiru-biruan
(hematosalping), selanjutnya darah mengalir ke rongga perut melalui ostium tuba. Darah ini
akan berkumpul di kavum Douglas dan akan membentuk hematokel retrouterina.
3. Ruptur dinding tuba
Rupture tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya pada kehamilan
muda. Sebaliknya rupture pada pars interstisial terjadi pada kehamilan yang lebih lanjut.
Factor utama yang menyebabkan rupture ialah penembusan villi koriales ke dalam lapisan
muskularis tuba terus ke peritoneum. Rupture dapat terjadi secara spontan atau karena trauma
ringan seperti koitus dan pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini akan terjadi perdarahan dalam
rongga perut, kadang-kadang sedikit, kadang-kadang banyak, sampai menimbulkan syok dan
kematian. Bila pseudokapsularis ikut pecah, maka terjadi pula perdarahan dalam lumen tuba.
Darah dapat mengalir ke dalam rongga perut melalui ostium tuba abdominal.
Bila pada abortus dalam tuba ostium tuba terseumbat, rupture sekunder dapat terjadi. Dalam
hal ini dinding tuba, yang telah dilapisi oleh invasi trofoblas, pecah karena tekanan darah
dalam tuba. Kadang-kadang rupture terjadi di arah ligamentum latum dan terbentuk
hematoma intraligamenter antara 2 lapisan ligamentum itu. Jika janin hidup terus, terdapat
kehamilan intraligamenter.
Pada rupture ke rongga perut seluruh janin dapat keluar dari tuba, tetapi bila robekan tuba
kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi dikeluarkan dari tuba. Bila penderita tidak
dioperasi dan tidak meninggal karena perdarahan, nasib janin bergantung pada kerusakan
yang diderita dan tuanya kehamilan. Bila janin mati dan masih kecil dapat diresorbsi
seluruhnya, bila besar, kelak dapat diubah menjadi litopedion.
Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi oleh kantong amnion dan dengan
plasenta masih utuh,kemungkinan tumbuh terus dalam ongga perut, sehingga akan terjadi
kehamilan abdominal sekunder. Untuk mencakupi kebutuhan makanan janin, plasenta dari
tuba akan meluas implantasinya ke jaringan sekitarnya, misalnya ke sebagian uterus,
ligamentum latum, dasar panggul dan usus.
PATHWAY: terlampir
KLASIFIKASI
Menurut Taber (1994), macam-macam kehamilan ektopik berdasarkan tempat implantasinya
antara lain:
1. Kehamilan Abdominal
Kehamilan atau gestasi yang terjadi dalam kavum peritonium. (sinonim: kehamilan
intraperitonial)
2. Kehamilan Ampula
Kehamilan ektopik pada pars ampularistuba falopii. Umumnya berakhir sebagai abortus tuba
3. Kehamilan Servikal
Gestasi yang berkembang bila ovum yang telah dibuahi berimplantasi dalam kanalis
servikalis uteri
4. Kehamilan Heterotopik kombinasi
Kehamilan bersamaan intauterin dan ekstrauterin
5. Kehamilan Kornu
Gestasi yang berrkembang dalam kornu uteri
6. Kehamilan Interstisial
Kehamilan pada pars interstisial tuba falopii
7. Kehamilan Intraligamenter
Kertumbuhan janin dan plasenta diantara lipatan ligamentum, estela rupturnya kehamilantuba
melaluidasar dari tuba falopii
8. Kehamilan Ismik
Gestasi pada pars ismikus tuba falopii
9. Kehamilan Ovarial
Bentuk yang jarang dari kehamilan ektopik dimana blastolisis berimplantasi pada permukaan
ovarium
10. Kehamilan tuba
kehamilan ektopik pada setiap bagian dari tuba falopii
GEJALA KLINIS
Gambaran klinik kehamilan ektopik bervariasi dari bentuk abortus tuba atau terjadi
rupture tuba. Mungkin dijumpai rasa nyeri dan gejala hamil muda. Pada pemeriksaan dalam
terdapat pembesaran uterus yang tidak sesuai dengan tua kehamilan dan belum dapat diraba
kehamilan pada tuba, karena tuba dalam keadaan lembek. Bila terjadi gangguan kehamilan
tuba, gejalanya tergantung pada tua kehamilan tuba, lamanya ke dalam rongga abdomen,
jumlah darah yang terdapat dalam rongga abdomen, dan keadaan umum ibu sebelum
kehamilan terjadi. Dengan demikian trias gejala klinik hamil ektopik terganggu sebagai
berikut :
1. Amenorea
Dengan amenorea dapat dijumpai tanda-tanda kehamilan muda, yaitu morning sickness,
mual-mual, terjadi perasaan ngidam.
Rasa nyeri dapat menjalar ke seluruh abdomen tergantung dari perdarah di dalamnya
Bila rangsangan darah dalam abdomen mencapai diafragma, dapat terjadi nyeri di daerah
bahu
Bila darahnya membentuk hematokel yaitu timbunan di daerah kavum Douglas akan terjadi
rasa nyeri di bagian bawah dan saat buang air besar
3. Perdarahan
Terjadinya abortus atau rupture kehamilan tuba terdapat perdarahan ke dalam kavum
abdomen dalam jumlah yang bervariasi
Darah yang tertimbun dalam kavum abdomen tidak berfungsi sehingga terjadi gangguan
dalam sirkulasi umum yang menyebabkan nadi meningkat, tekanan darah menurun sampai
jatuh dalam keadaan syok
Hilangnya darah dari peredaran darah umum yang mengakibatkan penderita tampak anemis,
daerah ujung ekstremitas dingin, berkeringat dingin, kesadaran menurun, dan pada abdomen
terdapat timbunan darah
Setelah kehamilannya mati, desidua dalam kavum uteri dikeluarkan dalam bentuk desidua
spuria, seluruhnya dikeluarkan bersama dan dalam bentuk perdarahan hitam seperti
menstruasi.
Selain gejala klinis diatas, terdapat tanda-tanda untuk mengetahui kehamilan ektopik
yaitu :
Massa adneksa. Masa unilateral pada adneksa dapat diraba pada sampai setengah kasus
kehamilan ektopik
Manifestasi klinik pada klien dengan kehamilan ektopik aalah sebagai berikut :
1.
Gambaran klinis kehamilan tuba belum terganggu tidak khas. Pada umumnya ibu
menunjukkan gejala-gejala kehamilan muda dan mungkin merasa nyeri sedikit di perut
bagian bawah yang tidak seberapa dihiraukan. Pada pemeriksaan vaginal, uterus membesar
dan lembek, walaupun mungkin besarnya tidak sesuai dengan kehamilan. Tuba yang
mengandung hasil konsepsi karena lembeknya sukar diraba pada pemeriksaan bimanual.
2. Gejala kehamilan tuba terganggu sangat berbeda-beda dari perdarahan banyak yang tiba-tiba
dalam rongga perut sampai terdapat gejala yang tidak jelas sehingga sukar membuat
diagnosisnya
3. Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu. pada rupture tuba nyeri
perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan intensitas yang kuat disertai dengan
perdarahan yang menyebabkan ibu pingsan dan masuk ke dalam syok.
4.
Perdarahan pervaginam merupakan salah satu tanda penting yang kedua pada kehamilan
ektopik terganggu (KET). Hal ini menunjukkan kematian janin.
5.
Amenore juga merupakan tanda yang penting pada kehamilan ektopik. Lamanya amenore
bergantung pada kehidupan janin, sehingga dapat bervariasi.
PEMERIKSAAN FISIK
umumnya dengan anamnesis yang teliti dan pemeriksaan yang cermat diagnosis dapat
ditegakkan, walaupun biasanya alat bantu diagnostic seperti kuldosentesis, ultrasonografi dan
laparoskopi masih diperlukan anamnesis. Haid biasanya terlambat untuk beberapa waktu dan
kadang-kadang terdapat gejala subyektif kehamilan muda. Nyeri perut bagian bawah, nyeri
bahu, tenesmus, dapat dinyatakan. Perdarahan per vaginam terjadi setelah nyeri perut bagian
bawah.
Pemeriksaan umun : penderita tampak kesakitan dan pucat, pada perdarahan dalam
rongga perut tanda-tanda syok dapat ditemukan. Pada jenis tidak mendadak perut
bagian bawah hanya sedikit mengembung dan nyeri tekan.
5.
Bila pada penghisapan ditemukan darah, maka isinya disemprotkan pada kain kasa dan
perhatikan apakah darah yang dikeluarkan merupakan :
6. Darah segar berwarna merah yang dalam beberapa menit akan membeku; darah ini berasal
dari arteri atau vena yang tertususk
7.
Darah tua berwarna coklat sampai hitam yang tidak membeku, atau yang berupa bekuan
kecil-kecil; darah ini menunjukkan adanya hematokel retrouterina.
1. Infeksi pelviks
2. Kista folikel
3. Abortus biasa
4. Radang panggul
5. Torsi kista ovarium
6. Endometriosis
PROGNOSIS
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan diagnosis dini
dan persediaan darah yang cukup. Helaman dkk., (1971) melaporkan 1 kematian di antara
826 kasus, dan Wilison dkk (1971) 1 antara 591. Tetapi bila pertolongan terlambat, angka
kematian dapat tinggi. Sjahid dan Martohoesodo (1970) mendapatkan angka kematian 2 dari
120 kasus, sedangkan Tarjamin dkk 91973) 4 dari 138 kehamilan ektopik.
Pada tahun 2009, 60% pasien pasca kehamilan ektopik akan mengalami kehamilan
berikutnya dengan risiko berulangnya kejadian sebesar 10%. (pada wanita normal 1 %). Pada
mereka yang menjadi hamil lakukan pengamatan teliti dan konfirmasi kehamilan intrauterine
dengan TVS pada minggu ke 6 sampai ke 8.
Pada umumnya kelainan yang menyebabkan kehamilan ektopik bersifat bilateral.
Sebagian wanita menjadi steril, setelah mengalami kehamilan ektopik atau dapat mengalami
kehamilan ektopik lagi pada tuba yang lain. Angka kehamilan ektopik yang berulang
dilaporkan antara 0 % sampai 14 %. Untuk wanita dengan anak yang sudah cukup, sebaiknya
pada operasi dilakukan salpingektomia bilateralis. Dengan sendirinya hal ini perlu disetujui
oleh suami istri sebelumnya.
PENATALAKSANAAN
Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparatomi. Dalam tindakan
demikian, beberapa hal yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan, yaitu sebagai berikut :
1. Kondisi ibu pada saat itu
2. Keinginan ibu untuk mempertahankan fungsi reproduksinya
3. Lokasi kehamilan ektopik
4. Kondisi anatomis organ pelvis
5. Kemampuan teknik bedak mikro dokter
6. Kemampuan teknologi fertilitasi in vitro setempat
Hasil pertimbangan ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi pada
kehamilan tuba atau dapat dilakukan pembedahan konservatif. Apabila kondisi ibu
memburuk, misalnya dalam keadaan syok, lebih baik dilakukan salpingektomi . pada kasus
kehamilan ektopik di pars sampularis tuba yang belum pecah biasanya ditangani dengan
menggunakan kemoterapi untuk menghindari tindakan pembedahan.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a) Sirkulasi: penurunan perfusi ke jaringan
b) Cairan: perdarahan
c) Nyeri: nyeri pada panggul dan perut
d) Genetalia: nyeri pada servik
e)
2. DIAGNOSA
Kemungkinan diagnosis keperawatan yang muncul adalah sebagai berikut :
a.
Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan yang lebih banyak pada uterus
b. Defisit volume cairan yang berhubungan dengan rupture pada lokasi implantasi , perdarahan
c.
f.
g. Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan kurang pemahaman atau tidak mengenal
sumber-sumber informasi.
Post op
h. Nyeri akut berhubungan dengan diskontinuitasjaringan kulit sekunder akibat laparotomi
i.
Risiko infeksi berhubungan dengan luka operasi dan pemasangan alat-alat perawatan
3. INTERVENSI
No
1
Diagnosa
Perubahan
perfusi
keperawatan
jaringan
jam
berhubungan
mampu mendemonstrasikan -
dengan
perdarahan
bingung
yang
lebih
selama..x
diharapkan
pasien
perfusi
jaringan
dasar kuku
kebutuhan intervensi
dan
membantu
menentukan
banyak pada
uterus
indikasi
normal
Kolaborasi :
- Pasien sadar/berorientasi
perdarahan.
Keseimbangan
pemasukan/pengeluaran
2
Defisit
volume
cairan
yang
berhubungan
pasien
menunjukkan
dengan
terhadap
rupture pada
lokasi
- Nadi teraba
implantasi
peningkatan suhu.
sebagai efek
dari tindakan
normal
perdarahan
misalnya
pembedahan
Kolaborasi :
Nyeri
yang Setelah
dibserika
berguna
untuk
mencegah/
mengobati
perdarahan
askep - Tentukan sifat, lokasi, dan dirasi nyeri. Kaji - Membantu dalam mendiagnosis dan menentukan
berhubungan
dengan
mendemonstrasikan
tekan abdomen
dihubungkan
teknik
dengan
aborsi
spontan
dan
rupture tuba relaksasi, tanda-tanda vital - Kaji stress psikologi ibu atau pasangan dan
fallopii,
perdarahan
meringis
intraperitonia
abdomen.
metode relaksasi misalnya nafas dalam, - Ansietas sebagai respon terhadap situasi darurat dapat
visualisasi distraksi dan jelaskan prosedur.
memperberat
ketidaknyamanan
karena
sindrom
Kolaborasi :
- Berikan narkotik atau sedative berikut obat- - Dapat membantu dalam menurunkan tigkat nyeri dan
obat praoperatif bila prosedur pembedahan
diindikasikan
askep
kenyamanan,
menurunkan
risiko
komplikasi pembedahan.
-
Tindakan
terhadap
penyimpangan
dasar
akan
menghilangkan nyeri
- Kaji kemampuan pasien untuk melakukan - Mempengaruhi pemilihan intervensi/ bantuan
Intoleransi
Setelah
aktivitas
tugas, catat laporan kelelahan, keletihan, - Manifestasi kardio pulmonal dari upaya jantung dan
berhubungan
dengan
peningkatan
kelemahan
selama dan sesudah aktivitas. Catat respon - Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan
dan
terhadap
banyaknya
denyut
darah
yang
keluar
saat
rentang normal
sebagainya)
perdarahan
diberikan
Meningkatkan
toleransi
(misal
atau
peningkatan
tekanan
darah,
risiko cedera
tirah baring bila diindikasikan. Pantau dan - Meningkatkan secara bertahap tingkat aktivitas sampai
batasi pengunjung, telepon, dan gangguan
kelemahan
- Ubah posisi pasien dengan perlahan dan - Mendorong pasien untuk melakukan banyak dengan
pantau terhadap pusing
kelemahan
perlu.
Tingkatkan
tingkat
diberikan
dengan
Seteleh
berhubungan
pasien
dengan
pasien
rasa
mendiskusikan
kematian
secara realistis
janin
duduk
untuk
melakukan tugas-tugas.
askep - Berikan lingkungan yang terbuka dimana -
Berduka
menunjukkan
duduk,
merasa
bebas
perasaan
Identifikasi
untuk
dan
dapat
masalah
rasa
duka
(seperti
kerugian actual
penyangkalan, marah, tawar menawar, - Kecermatan akan memberikan pilihan intervensi yang
depresi, dan penerimaan)
keberadaan
respon-respon
fisik -
Mungkin
dibutuhkan
tambahan
bantuan
untuk
diperlukan
Kolaborasi :
Rujuk
pada
sumber-sember
lainnya
yang
lebih
agresif
diberikan
dibutuhkan
untuk
tambahan
untuk
mepermudah proses
-
Mungkin
dibutuhkan
mengatasi
6
mungkin
rasa
duka
bantuan
membuat
rencana
dan
Ansietas
Seteleh
berhubungan
dengan
cemas
pasien
proses
pasien
berkurang
rasa percaya.
dilakukannya
pembedahan
Menunjukkan
tersebut
kemampuan
Wapada
terhadap
tanda-tanda
diri,
alternatif
penolakan/depresi,mis:menarik
- Berikan lingkungan terbuka dimana pasien - Membantu pasien untuk merasa diterima pada kondisi
akan merasa aman untuk mendiskusikan
perasaan
atau
menahan
diri
untuk
berbicara
- Izinkan pasien untuk merefleksikan rasa - Penerimaan perasaan akan membuat pasien dapat
menerima situasi
Kurangnya
Seteleh
pengetahuan
selama
yang
berhubungan
belajar,
dengan
dalam
kurang
pemahaman
implikasi klinis.
atau
diberikan
..x
jam
pasien
mengungkapkan
istilah
tidak
mengenal
sederhana
pertanyaan
dan
kemungkinan
komplikasi
perdarahan
atau koping
Memberikan
informasi
tentang
kemungkinan
sumber-
sumber
informasi.
Nyeri
akut Setelah
dibserika
berhubungan
dengan
mendemonstrasikan
diskontinuita
sjaringan
dalam batas normal, tidak - Kaji stres psikologis ibu dan respon
teknik
ketidaknyamanan
karena
sindrom
kulit
meringis
sekunder
akibat
laparotomi
nyaman
Kolaborasi:
9
dibserikan
- pemberian analgetik
askep - Kaji adanya tanda-tanda infeksi
dan KH:
-Lakukan
perawatan
luka
pemasangan
Dolor (-)
alat-alat
Rubor (-)
perawatan
Tumor (-)
Kolaborasi:
Kalor (-)
infeksi
dengan -
Fungsiolaesa (-)
4. EVALUASI
Dx 1 : Kulit hangat dan kering
- Ada nadi perifer / kuat
- Tanda vital dalam batas normal (nadi : 60-100x/mnt, suhu : 36-37 0 C, TD: 110-130/ 70-90 mmHg)
- Pasien sadar/berorientasi
- Keseimbangan pemasukan/pengeluaran
- Tak ada edema
Dx 2 : Tanda vital stabil ( nadi : 60-100x/mnt, suhu : 36-37 0 C, TD: 110-130/ 70-90 mmHg)
- Nadi teraba
- Haluaran urine, berat jenis dan pH dalam batas normal
Dx 3 : Dapat mendemonstrasikan teknik relaksasi, tanda-tanda vital dalam batas normal, tidak meringis
Dx 4 : Tanda vital masih dalam rentang normal (nadi : 60-100x/mnt, suhu : 36-37 0 C, TD: 110-130/ 70-90 mmHg)
Dx 5 : Menunjukkan rasa pergerakan kea rah resolusi dari rasa duka dan harapan untuk masa depan
Dx 6 : Cemas pasien berkurang dengan tanda:
Pasien tampak tenang
Pasien tidak gelisah
Menunjukkan kemampuan untuk menghadapi masalah
Dx 7: Pasien berpartisipasi dalam proses belajar, mengungkapkan dalam istilah sederhana mengenai patofisiologi dan implikasi klinis
Dx 8: Dapat mendemonstrasikan teknik relaksasi, tanda-tanda vital dalam batas normal, tidak meringis
Dx 9: infeksi tidak terjadi dengan :
Dolor (-)
Rubor (-)
Tumor (-)
Kalor (-)
Fungsiolaesa (-)
Daftar Pustaka
Manuaba, Ida Bgus Gde.1998.Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan Keluarga
BerencanaUntuk Pendidikan Bidan.Jakarta: EGC
Prawirohardjo, Sarwono. 2006. Ilmu Kebidanan.Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Doengoes, Marilynn E. 1999.Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta:EGC