Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
TINJAUAN PUSTAKA
Fraktur
Fraktur adalah gangguan kontinuitas tulang dengan atau tanpa perubahan
letak fragmen tulang yang mengakibatkan tulang yang menderita tersebut
kehilangan kontinuitasnya atau keseimbangannya (Kumar, 1997). Penyebab
fraktur bisa karena sebab intrinsik dan sebab ekstrinsik (Kumar, 1997). Sedangkan
menurut Mayer et al., (1959) penyebab fraktur bisa disebabkan karena oleh
trauma atau rudapaksa yang berasal dari luar tubuh ataupun oleh penyakit.
Menurut Boden (2005), fraktur karena penyakit dapat disebabkan oleh
osteomalacia, dimana terjadi reduksi densitas tulang dan kekuatannya.
Pada banyak kasus, kejadian fraktur akan tampak jelas gejala klinisnya.
Secara sepintas akan tampak bagian yang menunjukkan kebengkakan, kelainan
bentuk, perubahan yang kaku, krepitasi dan rasa sakit. Menurut Archibald (1965),
gejala klinis yang terjadi pada fraktur adalah kebengkakan, deformitas, kekakuan
gerak yang abnormal, krepitasi, kehilangan fungsi dan rasa sakit.
Berdasarkan ada tidaknya hubungan dengan udara luar, fraktur dibedakan
menjadi fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur tertutup, apabila ujung tulang
yang patah masih tertutup oleh otot dan kulit, tidak ada hubungan dengan udara
luar. Fraktur terbuka yaitu apabila ujung tulang yang patah berhubungan dengan
udara luar, di sini kulit terbuka sehingga ujung tulang yang patah tampak dari luar
(Kumar, 1997).
trauma
bedah,
mengupayakan
dengan
sungguh-sungguh
pembedahan yang aseptis dan menyatukan kembali jaringan yang terpisah dengan
hati-hati (Mayer et al.,1959). Kesembuhan sekunder adalah kesembuhan yang
terjadi pada luka operasi setelah mengalami infeksi yang mengakibatkan
kesembuhan primer tidak terjadi. Kesembuhan sekunder dengan adanya granulasi
membutuhkan waktu 4 minggu untuk kesembuhan dan meninggalkan jejak parut
(Robbins, 1984). Pada proses pembedahan yang baik, setelah dilakukan
penutupan luka dengan benar maka ruang kecil diantara jahitan dua jaringan yang
disatukan akan terisi cairan serous. Pada beberapa hari pertama, aktivitas
kesembuhan sedikit-demi sedikit mulai tampak dan penyatuan kembali jaringan
tergantung pada kekuatan jahitan yang dibuat dalam waktu sekitar empat hari,
fibroblast mulai mulai proliferasi dengan cepat dan membantu dalam menyatukan
luka operasi. Dalam tahap ini ujung-ujung pembuluh darah yang terluka mulai
berproliferasi dan membentuk jaringan kapiler yang baru. Penyatuan jaringan
akan sempurna setelah 12-14 hari setelah pembedahan (Mayer et al.,1959).
Fase kesembuhan tulang menurut Frandson (1992) secara rinci dapat
dibagi dalam beberapa tahap sebagai berikut:
1. Phase hematoma.
Pada mulanya terjadi hematoma dan disertai pembengkakan jaringan
lunak, kemudian terjadi proliferasi jaringan penyambung muda ke dalam
daerah radang dan hematoma akan mengempis. Tiap fraktur biasanya
disertai putusnya pembuluh darah sehingga terdapat penimbunan darah
disekitar fraktur. Pada ujung tulang yang patah terjadi ischemia sampai
beberapa milimeter dari garis patahan yang mengakibatkan matinya
osteosit pada daerah fraktur tersebut.
2. Phase proliferatif.
Proliferasi sel-sel periosteal dan endosteal, yang menonjol adalah
prolifersi sel-sel lapisan dalam dari periosteal dekat daerah fraktur.
Hematoma terdesak oleh proliferasi ini dan diabsorbsi oleh tubuh.
3. Phase pembentukan kallus.
Pada tahap ini terbentuk fibrous kallus dan di sini tulang menjadi
osteoporotik akibat resorbsi kalsium untuk penyembuhan. Sel-sel
osteoblas mengeluarkan matrik interseluler yang terdiri dari kolagen dan
polisakarida, yang segera bersatu dengan garam-garam kalsium,
membentuk tulang immature atau young kallus (woven bone).
4. Phase konsolidasi.
Pada phase ini kallus yang terbentuk mengalami maturasi lebih lanjut oleh
aktivitas osteoblas. Kallus menjadi tulang yang lebih dewasa dengan
pembentukan lamella. Pada stadium ini sebenarnya proses penyembuhan
sudah lengkap. Pada phase ini terjadi pergantian fibrous callus menjadi
primary callus. Phase ini terjadi sesudah empat minggu namun pada umurumur muda lebih cepat.
5. Phase remodelling.
Pada phase ini secondary bone callus sudah ditimbuni dengan kalsium
yang banyak dan tulang sudah terbentuk dengan baik, serta terjadi
pembentukan medulla kembali.
Obat dan Anastetika
thorako-abdominal.
Frekuensi pulsus
dan nafas
meningkat, dilatasi pupil, hewan sering urinasi dan defekasi. (2) Stadium II
merupakan stadium eksitasi tak bebas atau delirium. Memasuki stadium ini hewan
hilang kesadarannya, nafas tidak teratur, reflek pedal sangat kuat reflek menelan,
muntah dan batuk mash ada. Stadium I dan II dapt dilewati dengan cara
pemberian separuh dosis anastetika secara cepat kemudian sisanya diteruskan
secara perlahan-lahan dengan terus memonitor denyut jantung serta frekuensi
pernafasannya sampai tercapai keadaan anestesi yanf diinginkan. (3) Stadium III,
merupakan stadium yang tepat untuk dilakukan operasi. Stadium ini dibagi
menjadi tiga tingkatan atau plane, yaitu plane dangkal, sedang dan dalam. Pada
plane dangkal ditandai oleh pernafasan yang teratur dengan tipe thorakoabdominal, otot anggota gerak relaksasi, reflek pedal, palpebrae, batuk masih ada,
bola mata bergerak dari lateral ke medial, sedangkan reflek kornea dan
konjunctiva terdepres. Anestesi pada tahap ini dapat dilaksanakan operasi yang
bersifat ringan dan untuk keperluan diagnostik. Plane sedang ditandai dengan
pernafasan thorako-abdominal, reflek batuk dan menelan masih ada, reflek pedal
melemah, bola mata bergerak ke ventromedial, otot relaksasi kecuali otot
abdominal. Anestesi pada tahap ini dapat digunakan untuk semua operasi, kecuali
operasi di daerah perut. Pada plane dalam, pernafasan abdominal semua reflek
batuk, menelan, pedal dan palpebrae hilang, otot seluruh tubuh relaksasi, bola
mata ditengah, serta tekanan rahang hilang. (4) Stadium IV adalah stadium
overdosis atau stadium paralisis. Pada tahap ini diaphragma masih aktif tetapi otot
dada mengalami paralisis sempurna, pulsus cepat tapi lemah, pupil melebar,
sekresi lakrimalis terhenti, nafas tersengal-sengal, pernafasan melemah dan
berhenti.
Untuk mempersiapkan hewan sebelum pemberian obat anastetik maka
perlu diberikan obat-obat preanastetik atau biasa disebut premedikasi.
Premedikasi diberikan dengan tujuan membuat hewan lebih tenang dan terkendali,
mengurangi dosis anatesi, mengurangi efek-efek otonomik yang tidak diinginkan,
mengurangi nyeri preoperasi (Sardjana, 2004). Menurut Kumar (1997),
premedikasi adalah suatu substansi yang terdiri dari sedativa atau transquilizer
sebagai penenang dan substansi antikolinergik. premedikasi digolongkan dalam 5
bagian yaitu: analgesik narkotik, sedativa barbiturat dan non-barbiturat,
antikolinergik dan penenang. Obat ini sebaiknya diberikan secara oral sebelum
anestesi, kecuali pada keadaan gawat (Hall dkk, 1983).
Atropin Sulfat
Atropin merupakan alkaloid yang penting dari tanaman Atropa belladona
dan digunakan dalam anestesi sebagai sulfat yang larut air (Brander et al.,1991).
Atropin sulfat merupakan anticholinergik yang paling sering digunakan sebagai
premedikasi. Dosis untuk premedikasi pada anjing dan kucing yaitu 0.022 - 0.044
mg/kg IM or SQ (Muir, 1987). Atropin, seperti agen antimuskarinik lainnya,
secara kompetitif menghambat asetilkolin atau stimulan kolinergik lain pada
neuroefektor parasimpatik postganglionik. Dosis tinggi akan menurunkan
motilitas traktus gastrointestinal dan urinarius. Pada dosis yang sangat tinggi akan
menghambat sekresi gastrium (Plumb, 1999). Atropine sulfate diabsorbsi dengan
baik setelah pemberian oral, injeksi IM, inhalasi, atau administrasi endotracheal.
Atropine dimetabolisme di hati dan diekskresikan lewat urin. Sekitar 30-50% dari
dosis diekskresikan tanpa mengalami perubahan lewat urin (Plumb, 1999).
Ketamin HCl
Ketamin HCl merupakan derivat sikloheksason yang menimbulkan
keadaan yang disebut anestesi disosiatif. (Brander, et al., 1991). Ketamin adalah
larutan yang tidak berwarna, stabil pada suhu kamar dan relatif aman (batas
keamanan lebar). Ketamin mempunyai sifat analgesik, anastetik dan kataleptik
10
dengan kerja singkat. Sifat analgesiknya sangat kuat untuk sistem somatik, tetapi
lemah untuk sistem visceral. Tidak menyebabkan relaksasi otot lurik, bahkan
kadang-kadang tonusnya sedikit meninggi (Kumar, 1997). Ketamin merupakan
anestetik umum yang bekerja cepat yang juga mempunyai aktivitas analgesik dan
efek depresan kardiopulmonary yang kurang. Ketamin menghambat GABA, dan
juga mungkin memblok serotonin, norepinefrin, dan dopamin di CNS. Ketamin
menginduksi stadium anestesi I dan II, tapi tidak stadium III. Efek pada tonus otot
bervariasi, tapi biasanya ketamin menyebabkan tidak ada perubahan tonus otot
atau dapat meningkatkan tonus otot. Efek ketamin pada sistem kardiovaskuler
termasuk peningkatan cardiac output, denyut jantung, tekanan aortik, tekanan
arteri pulmonari, dan central venous pressure. Ketamin tidak menyebabkan
depresi respirasi secara sinifikan pada dosis biasa, tapi pada dosis yang lebih
tinggi dapat menyebabkan respiratory rate menurun (Plumb, 1999).
Dosis yang digunakan pada anjing adalah 10-20 mg/kg berat badan secara
intra muscular akan memberikan pengaruh anestesi selama 20-60 menit (Kumar,
1997). Ketika digunakan sebagai obat tunggal, ketamin tidak menghasilkan
relaksasi muskulus skeletal yang baik, dan dapat mencapai recovery dengan
segera dan biasanya dapat menyebabkan konvulsi pada anjing dan terkadang
kucing. Untuk catatan dalam pemberian ketamin-xylazine pada anjing, bahwa
obat ini dapat menyebabkan kardiak aritmia, edema pulmoner, dan depresi
respirasi. Sehingga sebelum diberikan, perlu diberikan premedikasi misalnya
atropine sulfat 0.044 mg/kg IM, 15 menit kemudian diberi xylazine (1.1 mg/kg)
IM, 5 menit kemudian diberikan ketamine (22 mg/kg) IM (Plumb, 1999). Obat ini
11
seharusnya tidak diberikan pada kucing dengan kelainan jantung dan beberapa
penyakit lainnya seperti takhikardia, penyakit ginjal atau obstruksi urinari kronis
(Donalds, C.S., 1982).
Xylazine HCl
Xylazine merupakan sedativa yang efektif untuk ruminansia dan kuda,
sedangkan pada anjing dan kucing dengan pemberian 1-3 mg/kg berat badan dapat
menyebabkan vomitus dan defekasi (Brander et al.,1991). Merupakan sedativa
non narkotik yang poten dan analgesik dan merupakan relaksan muskulus yang
baik. Efek sedativa dan analgesia bekerja mendepres sistem syaraf pusat, relaksasi
muskulus karena terhambatnya tranmisi intraneural dari impuls pada syaraf pusat
(Lumb and Jones, 1984). Menurut Kumar (1997), xylazine merupakan obat yang
berfungsi sebagai muskulorelaxan. Hal ini akan menyebabkan tekanan pada
vasomotor dan pusat pernafasan. Pada pemberian lokal anastetika yang
disuntikkan pada otot atau sekitar nervus akan menghasilkan muskulorelaxan pada
tepi.
Pengaruh
pemberian
akan
tampak
setelah
10-15
menit
secara
intramuskuler ditandai dengan respirasi dan denyut jantung akan menurun dan
terjadi perubahan sementara pada konduktivitas jantung. Dosis yang digunakan
untuk anjing adalah 1-2 mg/kg berat badan (Brander et al, 1991).
Efek xylazine pada anjing dan kucing adalah terjadinya muntah, pada
pemberian secara intravena atau intramuskuler sering terjadi distensi abdomen
akut (Brander et al, 1991). Kontra indikasi dari xylazine sebagai sedativa adalah
menginduksi bradikardia pada level 2 memblok arteri. Jika anjing agresif maka
12
Alkohol 70 %
Alkohol merupakan antiseptik umum, pelarut yang baik dan desinfektan.
Jika diaplikasikan secara lokal pada jaringan, alkohol mempunyai efek antibakteri
dan germicid yang kuat. Alkohol banyak dipakai dalam persiapan operasi,
persiapan penyuntikan dan pencucian alat-alat kedokteran. Untuk meningkatkan
13
daya bunuh kuman alkohol sering dikombinasikan dengan antiseptik lain karena
sifatnya sinergik (Brander et al.,1991).
Iodine
Iodine merupakan elemen non metalik yang terdapat alami pada rumput
laut, air asin, dan lain-lain. Preparatnya merupakan serbuk berwarna ungu-coklat
gelap, yang dapat larut dalam alkohol dan ether. Dalam preparat ini, iodine tidak
pernah digunakan. Iodine dalam larutan alkohol atau disebut iodine tincture lebih
penetratif dan iritatif pada kulit, terutama pada kulit sensitif. (Boden, 2005).
Iodine selain untuk untuk desinfeksi dapat juga dipakai untuk mengobati
luka seta melawan infeksi jamur dan parasit. Kemampuan iodine dalam
menembus dinding sel sangat tinggi, dan karena adanya gangguan metabolisme
pada protoplasma, kuman akan mati. Larutan tersebut apabila mengenai luka akan
menyebabkan rasa perih dan meninggalkan warna jaringan (Brander et al., 1991).
Bioplacenton
Bioplacenton jelly merupakan obat luar dengan kandungan ekstrak
plasenta 10%, neomycin sulfat 0,5%, dan jelly sampai 100%. Bioplacenton adalah
ekstrak
plasenta
yang
mengandung
biogenik
stimulator, yang
mampu
14
dioleskan merata pada kulit yang terbakar, ulcer kronis dengan kesembuhan
lambat, jaringan granulasi, ulcer dekubitus, eksim pyoderma, impetigo, dan
furunkulosis (Brander et al., 1991).
Antibiotik
Ampicillin
Ampicilin merupakan salah satu semisintesis penicillin yang paling
penting. Mempunyai aktivitas bakterisid dan merupakan antibiotika spektrum luas
serta aktif melawan sejumlah mikroorganisme gram positif dan negatif. Aktivitas
terhadap bakteri meliputi Streptococcus, Staphylococcus, Corynebacterium,
Clostridium, Fusiformis, E. Coli, Klebsiella, Shigella, Proteus, Brucella dan
Pasteurella. Ampicillin diabsorpsi dengan baik pada saluran gastrointestinal.
Pemberian peroral mencapai puncak konsentrasi dalam jangka waktu 2 jam.
Didistribusikan ke seluruh tubuh meskipun hanya sebagian kecil yang masuk ke
cairan cerebrospinal dan dalam konsentrasi tinggi terdapat dalam hati dan ginjal
(Brander et,al., 1991). Dosis pemberian peroral ampicillin pada anjing adalah 1020 mg/kg berat badan, secara parenteral diberikan 5 10 mg/kg berat badan (Kirk
dan Bistner, 1985).
Analgesik
Meloxicam
Merupakan obat anti radang non steroid (NSAID) yang berasal dari
golongan oxicam. Meloxicam diberikan kepada anjing atau kucing dengan
15
indikasi mengontrol rasa sakit dan keradangan pada kasus gangguan tulang dan
persendian. Meloxicam lebih baik diberikan secara injeksi sub-cutan atau intravena pada anjing, dengan dosis 0,2 mg/kg BB konsentrasi 0,5% dengan rentang
waktu pemberian 24 jam selama 3 hari (Plumb, 1999).
MATERI DAN METODE
Materi
Alat
Untuk memenuhi operasi yang aseptis dan legeartis, alat-alat yang
digunakan harus dicuci dengan air sabun dibilas air bersih kemudian
disucihamakan dengan autoclave. Meja operasi disterilkan dengan cara
disemprot menggunakan alkohol 70%. Alat-alat yang dipakai dalam
operasi ini adalah 1 buah scalpel dan pisaunya, 2 buah gunting lurus dan
bengkok, 1 buah pinset chirurgis dan anatomis, 1 buah needle holder, 6
buah allis forcep, 6 buah duk klem, 4 buah arteri klem (mosquito/kelly
forcep), 4 buah calmalt forcep, 1 buah duk operasi, tampon, kapas steril, 4
buah tali restrain dan spuit disposibel ukuran 3 cc 3 buah dan 5 cc 1 buah.
Jarum yang digunakan adalah jarum berujung segitiga dan bulat. Benang
yang digunakan antara lain benang katun untuk melakukan ligasi dan
untuk menjahit lapisan kulit, cat gut chromic untuk menjahit muskulus,
dan cat gut plain untuk menjahit lapisan subcutan.
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan antara lain sebagai premedikasi digunakan
atropin sulfat 0,025% dosis 0,04 mg/kg BB, xylazine 2% dosis 2 mg/kg BB, dan
ketamin HCL 10% dosis 15 mg/kg BB. Obat-obatan lain yang digunakan antara
16
17
Metode
Persiapan hewan
Sebelum operasi dilakukan, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan
kondisi tubuh hewan secara umum meliputi frekuensi pulsus, frekuensi
nafas, suhu tubuh, keadaan umum dari anjing tersebut. Hal ini dilakukan
untuk mengetahui apakah anjing memenuhi syarat operasi atau tidak. Bila
anjing dinyatakan memenuhi syarat dan dinyatakan sehat, maka operasi
dapat dilaksanakan. Anjing harus dipuasakan makan selama 12 jam dan
puasa minum selama 2 jam sebelum operasi dilakukan, dengan tujuan agar
kondisi usus dalam keadaan kosong sehingga anjing tidak muntah dalam
kondisi teranestesi.
Bagian tubuh yang akan diincisi yaitu daerah craniolateral dari
femur dexter dibasahi dengan air sabun untuk memudahkan pencukuran.
Rambut anjing tersebut dicukur dengan menggunakan silet yang tajam,
dibersihkan dengan air, kemudian diolesi dengan yodium tincture. Setelah
itu, lakukan penimbangan berat badan anjing untuk menentukan semua
volume obat yang akan digunakan.
Persiapan operator dan pembantu operator
Operator dan pembantu operator sebelum dan selama pelaksanaan
operasi harus selalu dalam kondisi steril. Operator dan pembantu operator
mempersiapkan diri dengan mencuci tangan dari ujung tangan sampai
batas siku sebelum operasi, menggunakan air sabun di bawah air bersih
yang mengalir, kemudian didesinfektan dengan menggunakan larutan PK
4%. Selama operasi, operator dan pembantu operator harus menggunakan
masker, sarung tangan steril, dan pakaian khusus untuk operasi untuk
mengurangi kontaminasi.
18
Persiapan obat-obatan
Premedikasi yang digunakan yaitu Atropin sulfat 0,025% dengan
dosis 0,04 mg/kg BB secara subcutan. Untuk anestesi digunakan campuran
Xylazine 2% dosis 2 mg/kg BB dengan Ketamin HCL 10% dosis 20
mg/kg BB yang diberikan secara intramuskuler. Ampicillin 10% dengan
dosis 10 mg/kg BB juga perlu dipersiapkan.
Persiapan alat
Meja operasi harus dibersihkan dan disterilkan. Alat-alat operasi
dipersiapkan dalam keadaan steril dan diletakkan secara urut dan rapi pada
meja yang berdekatan dengan meja operasi.
Pelaksanaan operasi
Setelah hewan diberi anestesi dan hewan telah teranestesi maka
diletakkan dalam posisi rebah lateral dexter dengan keempat kaki dikatkan
pada meja operasi dengan tali untuk mempertahankan posisi. Daerah
craniolateral femur dexter diolesi iodium tincture secara sirkuler dari
sentral ke perifer. Duk dipasang pada bagian tubuh dengan menempatkan
lubang duk tepat didaerah yang akan diincisi (bagian tubuh yang lain
tertutup duk), keempat sudut difiksasi dengan duk klem. Hewan dipantau
frekuensi nafas, suhu dan pulsusnya setiap 10 menit mulai teranestesi
sampai hewan kembali sadar.
Irisan kulit dilakukan pada sepanjang craniolateral tulang yang
segaris dari trochanter mayor ke patella. Demikian pula jaringan
subkutannya. Kulit dan jaringan subkutan diretraksikan, fascia lata diiris
pada sepanjang tepi cranial muskulus biceps femoris. Setelah fascia diiris
tampak septum muskulus. M. biceps femoris dirarik ke kaudal dan m.
vastus lateralis ditarik ke depan sehingga tampak bagian permukaan tulang
19
20
Anamnesa: Anjing tersebut dibeli di Godean, nafsu makan dan minum normal,
tidak diare, tidak muntah, pakan yang diberikan adalah nasi dicampur hati atau
cacahan tulang ayam, anjing tersebut belum pernah divaksin, belum pernah diberi
obat cacing, anjing tersebut sudah dipuasakan sehari sebelumnya, dan minta
dioperasi fraktur femur.
Berat Badan
3,8 kg
Signalemen
Anjing Lokal//7 bulan/coklat muda kuping dan moncong hitam
Keadaan Umum
Ekspresi wajah menunjukkan rasa takut, badan kurus dan kecil
Frek. Nafas
30 kali /menit
Frek. Pulsus
84 kali /menit
Temperatur
38,6 oC
Kulit dan Rambut Rambut kasar, kusam, di kulit terdapat banyak ektoparasit, turgor
Selaput Lendir
Kelenjar Limfe
Pernafasan
detik
Tidak ada pembengkakan limfoglandula
Cuping hidung lembab, tidak ada leleran yang keluar dari
hidung, tipe pernafasan thoracoabdominal, suara pernafasan
Peredaran Darah
Pencernaan
Kelamin
vesikuler
Suara sistole dan diastole dapat dibedakan, detak ritmis
Palpasi esofagus tidak menimbulkan respon tersedak, anus
Perkencingan
Saraf
Anggota Gerak
dengan baik
Anjing berjalan normal dengan keempat kakinya, menapak
Tata Laksana
Pemberian Anastesi
Premedikasi : Atropin sulfat secara subcutan jam 12.43 WIB
- Konsentrasi 0,025%, dosis 0,04 mg/kg BB
- BB anjing : 3,8 kg
- Volume dosis : 0,6 ml
Anestesi : Ketamin HCl Xylazine secara intramuskuler (15 menit pasca
pemberian atropin sulfat)
- Ketamin HCl : Konsentrasi 10%, dosis 15 mg/kg BB (BB: 3,8 kg)
21
Rencana pengobatan
ke
1
1. Ampicilin 0,38 mL -
Frek. Nafas
P
S
S
Frek. Pulsus
P
S
S
Temperatur
P
S
S
45
60
40
80
82
80
40
50
56
55
71
82
46
64
50
78
86
100
76
80
96
84
82
120
38
38,6 38,5
39
39
39
38,7
38,9
50
44
40
-
64
48
38
36
52
40
42
33
-
84
80
86
100
-
82
116
76
92
82
122
-
37,6
39
38,6
38,2
38,8
2
3
4
1,3,4
1,3,4
1,3,4
1,3,4
3,4
3,4
37,9
39,1
38,8
38,4
38,8
Perkembangan Hewan
Hari ke
1.
Perkembangan Hewan
Anjing mulai berusaha berdiri dengan keempat kakinya, makan minum dengan
3.
4.
22
7.
Keluar cairan kuning kemerahan dari sela kulit yang telah dijahit, anjing sudah
8.
10.
23
kondisi tubuhnya kecil dan kurus. Rambut kasar dan kusam, di kulitnya
terdapat ektoparasit dan turgor kulit normal (<2). Konjungtiva dan
ginggiva tampak pink kemerahan, dengan Capillary Refill Time yang
normal yaitu kurang dari 2 detik. Limfoglandula superficial juga tidak
mengalami perubahan atau tidak menunjukkan gejala sakit saat dipalpasi
dan tidak mengalami pembengkakan maupun atropi.
Pemeriksaan suhu tubuh dilakukan dengan cara memasukkan
termometer ke dalam rektum dan hasilnya yaitu 38,6C. Hal ini tergolong
normal karena suhu tubuh anjing normalnya adalah 37,6-39,5C (Surono
dkk, 2005). Pemeriksaan dilanjutkan pada alat pernafasan. Cuping hidung
tampak lembab dan tidak ada leleran yang keluar dari hidung. Palpasi
dilakukan pada daerah fascialis, pharynx, larynx, dan trachea. Hasil
palpasi menunjukkan bahwa tidak ada rasa sakit pada organ yang
dipalpasi. Saat auskultasi diperoleh hasil bahwa tipe pernafasan anjing
tersebut torako abdominal dengan suara vesikuler yang dominan.
Pemeriksaan frekuensi nafas dilakukan dengan cara melihat kembang
kempisnya daerah torako abdominal atau bisa juga dengan menempelkan
telapak tangan di daerah cuping hidung. Menurut hasil pemeriksaan,
frekuensi nafas anjing tersebut adalah 30 kali per menit. Hal ini tergolong
normal karena frekuensi nafas normal anjing adalah 24 42 kali per menit
(Surono dkk, 2005). Pemeriksaan pulsus pada anjing dilakukan dengan
meraba arteri femoralis yang terdapat pada sebelah medial femur. Hasil
pemeriksaan menunjukkan bahwa frekuensi pulsus anjing tersebut adalah
84 kali per menit. Frekuensi pulsus ini tergolong normal karena frekuensi
24
pulsus anjing normalnya adalah 76-148 kali per menit (Surono dkk, 2005).
Setelah itu, dilanjutkan dengan pemeriksaan terhadap sistem sirkulasinya.
Hasil pemeriksaan yang diperoleh adalah peredaran darah anjing tersebut
tergolong normal yaitu saat diauskultasi, suara sistole dan diastole dapat
dibedakan dengan jelas dan normal (ritmis). Pemeriksaan dilanjutkan
dengan sistem pencernaan. Mulut anjing dibuka dengan cara menekan
bibir anjing ke bawah gigi (ke dalam mulut). Hal ini bertujuan untuk
melihat kondisi di dalam mulut. Kondisi mulut anjing tersebut normal
(bersih, tidak ada lesi-lesi, dan tidak ada kerusakan pada gigi). Palpasi
dilakukan pada daerah esofagus dan hasilnya adalah normal dengan reflek
menelan yang masih baik. Palpasi pada daerah abdomen tidak
menunjukkan adanya rasa sakit, dan anus tampak bersih. Pemeriksaan
dilanjutkan dengan pemeriksaan sistem urogenital, dan hasilnya adalah
normal atau tidak mengalami perubahan. Hal ini ditunjukkan dengan tidak
adanya rasa sakit saat palpasi ginjal maupun saluran urin yang lain. Hasil
pemeriksaan pada sistem syaraf adalah normal (reflek palpebrae, reflek
pupil, dan reflek pedal masih berfungsi dengan baik), dan hasil
pemeriksaan alat gerak juga normal (anjing dapat berdiri dan berjalan
dengan 4 kaki secara normal).
Premedikasi dan Anestesi
Berdasar pertimbangan anamnesa dan pemerikaan fisik, maka
anjing Lucky dinyatakan dapat dioperasi fraktur femur. Anjing harus
dipuasakan makan 12 jam dan puasa minum selama 2 jam sebelum
dilakukan operasi, dengan tujuan agar kondisi usus dalam keadaan kosong
25
26
berperan sebagai kataleptika. Reflek mulut dan menelan tetap ada, serta
mata masih terbuka pasca pemberian ketamin HCl (Kumar, 1997; Jones
and Lumb, 1984). Xylazine merupakan sedativa non-narkotik dan
analgetika yang paling baik, serta baik untuk relaksasi muskulus. Efek
terjadinya relaksasi muskulus disebabkan adanya hambatan pada transmisi
intraneural dari impuls pada sistem syaraf pusat (Jones and Lumb, 1984).
Anestesi dengan ketamin-xylazine memiliki efek lebih pendek jika
dibandingkan dengan pemberian ketamin saja, tetapi kombinasi ini
menghasilkan relaksasi muskulus yang baik tanpa konvulsi (Jones and
Lumb, 1984). Efek sedasi xylazin akan muncul maksimal 20 menit setelah
pemberian secara intra muskular dan akan berakhir setelah 1 jam,
sedangkan efek anestesi ketamin HCl akan berlangsung selama 30-40
menit dan untuk recovery dibutuhkan waktu 5-8 jam (Sardjana dan
Kusumawati, 2004). Efek anestesi kombinasi ketamin HCl dengan xylazin
pada operasi ini berlangsung selama 45 menit.
Persiapan alat-alat operasi
Peralatan operasi disiapkan sedemikian rupa dalam keadaan steril,
pengaturan tata letak dilakukan sedemikian rupa untuk memudahkan
kelancaran jalannya operasi. Yang perlu diperhatikan adalah pin intra
medullar yang akan digunakan harus dalam kondisi benar-benar steril.
Kondisi ini dapat dilakukan dengan merendam pin dengan alkohol 70%.
Pada pelaksanaan operasi ini, pin intramedullar yang disiapkan
menggunakan jeruji roda sepeda yang telah dimodifikasi sedemikian rupa
dengan kedua ujung dibuat lancip untuk memudahkan pemasangan.
Persiapan operator dan ko-operator.
27
28
29
meliputi
Streptococcus,
Staphylococcus,
Corynebacterium,
30
Perawatan
terhadap
luka
jahitan
dengan
menggunakan
31
32
33
DAFTAR PUSTAKA
Archibald, J. 1974. Canine Surgery 2nd Edition. America Veterinary Publication.
Amerika.
Bistner, S.l and Kirk, R.W. 1985. Hand Book of Veterinary Procedures and
Emergency Treatment 4th. W.B. Saunders Company, Philadelpia.
Boden, Edward. 2005. Black Veterinary Dictionary 21st Edition. Soho Square,
London.
Brander, G.C., Pugh, D.M., Bywater, R.J., and Jenkins, W.L. 1991. Veterinary
Applied Pharmacology and Therapeutic 5th. Baillere Tindal. ELBS.
Inggris.
Donald, C.S., 1982, The Practice of Small Animal Anasthesia. WB Saunders
Company, Philadelphia.
Donald L.P, D.V.M., Ph.D., 1993. An Atlas of Surgical Approaches to the Bones
and Joints of the Dog and Cat, Third edition. W.B Saunders Company.
Philadelphia, Pennsylvania.
Frandson, 1986, Anatomy and Physiology Farm Animal, 4th Ed., LEA and
Febiger, Philadelphia.
Hall, L.W., dan Charke, K.W., 1978, Veterinary Anasthesia, 8th ed., English
Language Book Society and Bailehere Tindall, London.
Kirk, R. W. And Bistner, S. J. 1985. Handbook of Veterinary Procedures and
Emergency Treatment. 3th edition. Philadelphia: W. B. Sounders Co.
Kumar, A. 1997.Veterinary Surgical Technique 1st. Vikas Publishing, New Delhi.
Lumb, W.V., dan Jones, E.W., 1984, Veterinary Anasthesia, 2nd ed., Lea and
Febriger, Philadelphia.
34
Gambar 1. Premedikasi
35
36
37
OLEH :
NAMA : Anabella Purnama Firdausyia, S.K.H.
NIM : 14/374255/KH/8281
Dosen Pembimbing :
Dr.drh. Dhirgo Adjie, M.P.
BAGIAN BEDAH DAN RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2014