Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
Perjalan Penyakit
Perjalanan penyakit spondilitis tuberkulosa terdiri
dari lima stadium yaitu:
posterior.
Insidensi
tuberkulosa
yang
melibatkan elemen posteriortidak diketahui
tetapi diperkirakan berkisar antara 2%-10%.
PATOFISIOLOGI
Kuman yg bangun kembali dari paru-paru akan
menyebar mengikuti aliran darah ke pembuluh
tulang belakang dekat dengan ginjal. Kuman
berkembang biak umumnya di tempat aliran darah
yg menyebabkan kuman berkumpul banyak (ujung
pembuluh). Terutama di tulang belakang, di sekitar
tulang thorakal (dada) dan lumbal (pinggang)
kuman bersarang. Kemudian kuman tersebut akan
menggerogoti badan tulang belakang, membentuk
kantung nanah (abses) yg bisa menyebar sepanjang
otot pinggang sampai bisa mencapai daerah lipat
paha.
Dapat pula memacu terjadinya deformitas. Gejala
awalnya adalah perkaratan umumnya disebut
pengapuran tulang belakang, sendi-sendi bahu,
lutut, panggul. Tulang rawan ini akan terkikis
menipis hingga tak lagi berfungsi. Persendian
terasa kaku dan nyeri, kerusakan pada tulang
rawan sendi, pelapis ujung tulang yg berfungsi
sebagai bantalan dan peredam kejut bila dua ruang
tulang berbenturan saat sendi digerakkan.
Terbentuknya abses dan badan tulang belakang yg
hancur, bisa menyebabkan tulang belakang jadi
kolaps dan miring kearah depan. Kedua hal ini bisa
menyebabkan penekanan syaraf-syarf sekitar tulang
belakang yg mengurus tungkai bawah, sehingga
gejalanya bisa kesemutan, baal-baal, bahkan bisa
sampai kelumpuhan.Badan tulang belakang yg
kolaps dan miring ke depan menyebabkan tulang
belakang dapat diraba dan menonjol dibelakang
dan nyeri bila tertekan, sering sebut sebagai gibbus
Bahaya yg terberat adalah kelumpuhan tungkai
bawah, karena penekanan batang syaraf di tulang
belakang yg dapat disertai lumpuhnya syaraf yg
mengurus organ yg lain, seperti saluran kencing
dan anus (saluran pembuangan).
Manifestasi Klinis
Secara klinik gejala tuberkulosis tulang belakang
hampir sama dengan gejala tuberkulosis pada
umumnya, yaitu: (Mansjoer, 2000)
1. Terdapat gejala klasik tuberkulosis berupa
penurunan berat badan, keringat malam, demam
subfebris, kakeksia. Gejala ini sering tidak
menonjol.
Penatalaksanaan
Pada
prinsipnya
pengobatan
spondilitis
tuberkulosis harus dilakukan sesegera mungkin
untuk menghentikan progresivitas penyakit serta
mencegah paraplegia. Pengobatan terdiri atas:
(Rasjad, 2007)
1. Terapi konservatif, berupa:
Tirah baring (bed rest)
Memperbaiki keadaan umum penderita
Pemasangan brace pada penderita, baik yang
dioperasi ataupun yang tidak dioperasi
Pemberian obat antituberkulosa
Obat-obatan yang diberikan terdiri atas:
Isonikotinik hidrasit (INH) dengan dosis
oral 5 mg/kg berat badan per hari dengan
dosis maksimal 300 mg. Dosis oral pada
anak-anak 10 mg/kg berat badan.
Asam para amino salisilat. Dosis oral 812 mg/kg berat badan
Etambutol. Dosis per oral 15-25 mg/kg
berat badan per hari
Rifampisin. Dosis oral 10 mg/kg berat
badan diberikan pada anak-anak. Pada
orang dewasa 300-400 mg per hari.
Streptomisin, pada saat ini tidak
digunakan lagi.
Kriteria penghentian pengobatan yaitu
apabila:
1.Keadaan umum penderita bertambah
baik
2.Laju endap darah menurun dan
menetap
3.Gejala-gejala klinis berupa nyeri dan
spasme berkurang
4. Gambaran radiologik ditemukan
adanya union pada vertebra
2. Terapi operatif
Indikasi operasi yaitu:
Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi
perbaikan paraplegia atau malah semakin
berat. Biasanya tiga minggu sebelum
tindakan
operasi
dilakukan,
setiap
spondilitis tuberkulosa diberikan obat
tuberkulostatik.
Adanya abses yang besar sehingga
diperlukan drainase abses secara terbuka
dan sekaligus debrideman serta bone graft.
Pada pemeriksaan radiologis baik dengan
foto polos, mielografi ataupun pemeriksaan
CT dan MRI ditemukan adanya penekanan
langsung pada medulla spinalis.
Penanganan yang dapat dilakukan pada
paraplegia, yaitu:
Pengobatan dengan kemoterapi semata-mata
Laminektomi
Kosto-transveresektomi
Operasi radikal
Osteotomi pada tulang baji secara tertutup
dari belakang
Operasi kifosis
Operasi kifosis dilakukan bila terjadi
deformitas yang hebat. Kifosis mempunyai
tendensi untuk bertambah berat terutama
pada anak-anak. Tindakan operatif dapat
berupa fusi posterior atau melalui operasi
radikal
Prognosis
Spondilitis tuberkulosa merupakan penyakit
menahun dan apabila dapat sembuh secara spontan
akan memberikan cacat pembengkokan pada tulang
punggung. Dengan jalan radikal operatif, penyakit
ini dapat sembuh dalam waktu singkat sekitar 6
bulan (Tachdjian, 2005). Prognosis dari spondilitis
tuberkulosa bergantung dari cepatnya dilakukan
terapi dan ada tidaknya komplikasi neurologis.
Diagnosis sedini mungkin dan pengobatan yang
tepat, prognosisnya baik walaupun tanpa operasi.
Penyakit dapat kambuh apabila pengobatan tidak
teratur atau tidak dilanjutkan setelah beberapa saat
karena terjadi resistensi terhadap pengobatan
(Lindsay, 2008).
Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh spondilitis
tuberkulosa yaitu:
Pott's paraplegia
Ruptur abses paravertebra
Cedera corda spinalis (spinal cord injury).
Dapat terjadi karena adanya tekanan ekstradural
sekunder karena pustuberkulosa, sekuestra
tulang, sekuester dari diskus intervertebralis
Perubahan bentuk tulang belakang (skoliosis,
kifosis, dll)