Sunteți pe pagina 1din 27

BAB I

PENDAHULUAN
Penyakit kardiovaskular adalah penyebab utama kematian di negara maju
dan negara yang sedang berkembang. Jumlah penderita penyakit jantung adalah
29% dari seluruh jumlah populasi dan mencapai 56 juta kematian setiap tahunnya
di seluruh dunia. 12% dari jumlah kematian ini disebabkan oleh penyakit jantung
arteri koroner atau penyakit jantung iskemik. Angina adalah kondisi klinis
episodik yang ditandai dengan gejala tertekan hebat atau tekanan berat pada dada
dan nyeri menjalar ke rahang, bahu, punggung atau lengan. Stable angina
merupakan nyeri dada atau rasa tidak nyaman pada dada yang mempunyai pola
konsisten dan tidak mengalami perubahan dalam keparahan penyakit, durasi dan
waktu munculnya penyakit. Angina jenis ini biasanya berlangsung selama satu
hingga lima menit dan dapat dipengaruhi stres emosional. Angina jenis ini dapat
berkurang melalui istirahat dan episode terjadinya angina dapat diprediksikan.1
Kuantitas nyeri yang pertama sekali timbul biasanya nyata, dari beberapa
menit sampai kurang dari 20 menit. Bila lebih dari 20 menit dan berat maka harus
dipertimbangkan sebagai angina tak stabil (Unstable Angina Pektoris = UAP)
sehingga dimasukkan ke dalam sindrom koroner akut/acute coronary syndrome
(ACS) yang memerlukan perawatan khusus. Jumlah penderita UAP adalah lebih
dari 1 juta rawatan di RS dan 6-8% pasien dengan kondisi ini mengalami infark
miokardial non fatal atau kematian dalam 1 tahun setelah diagnosis ditegakkan.
Beragamnya defenisi unstable angina telah banyak dibuat tetapi pada tahun 1989,
Braunwald

membuat

sistem

klasifikasi

untuk

mengukur

keseragaman

kategorisasi yang sama dengan diagnostik dan prognostik informasi penyakit ini.
2,3

Sistem klasifikasi ini digunakan untuk mengklasifikasikan angina


berdasarkan keparahan manifestasi klinis yang mendefenisikan bahwa angina
akut yang terjadi pada saat istirahat (dalam 48 jam sebelum presentasi), subacute
angina dan akselerasi baru onset angina (secara progresif atau yang lebih berat);
tanda klinis dalam unstable angina berkembang dan didefenisikan sebagai
adanya angina tanpa disertai kondisi lainnya (seperti anemia, demam, hipoksia,

takikardia, atau tirotoksikosis) atau angina dalam 2 minggu setelah infark


miokard akut; dan apakah ada atau tidak adanya abnormalitas elektrokardiografi
yang muncul. Heterogenitas manifestasi klinis unstable angina menyebabkan
prognosis UAP juga bervariasi.3
Gradasi beratnya nyeri dada telah dibuat oleh Canadian Cardiovaskuler
Society sebagai berikut: (1) Kelas I adalah Aktifitas sehari-hari tak menimbulkan
nyeri dada, angina hanya terjadi jika melakukan aktivitas berat (2) Kelas II adalah
Aktifitas sehari-hari agak terbatas, (3) Kelas III adalah aktifitas sehari-hari nyata
terbatas (4) Kelas IV adalah angina pektoris bisa timbul waktu istirahat. UAP juga
menderita angina sedikitnya kelas III dan frekuensi keparahannya angina ini
meningkat pada saat istirahat. Unstable angina adalah sindrom koroner akut
harus diobati sebagai kasus emergensi. Pasien dengan angina yang baru dan
tambah memburuk atau nyeri dada persisten harus diawasi secara hati-hati.
Pasien ini dapat mengalami peningkatan resiko infark mikard akut (serangan
jantung) dan aritmia kardiak berat. Hal ini dapat menyebabkan kematian tibatiba.4
Penyakit arteri koroner adalah prevalensi yang paling banyak ditemukan
dan berhubungan dengan tingginya mortalitas dan morbiditas. Presentasi klinis
Penyakit arteri koroner meliputi silent ischaemia, stable angina pektoris,
unstable angina, infark mikard (MI), gagal jantung dan kematian mendadak. 5
Mengingat pentingnya pengetahuan mengenai angina pektoris, perlu dilakukan
pembahasan mendalam mengenai penyakit ini.

BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Anatomi dan Fisiologi Kardiovaskular
Struktur dasar jantung dan fungsi jantung manusia berfungsi untuk
memompa darah ke paru dan sirkulasi sistemik. Jantung terdiri dari dua atrium
yang menerima darah balik dan dua ventrikel yang memompa darah dan katub
yang berfungsi untuk mencegah aliran darah balik dan sistem konduksi yang
menyalurkan impuls listrik yang menjalankan kerja jantung. Impuls listrik ini
disebarkan dan dirubah menjadi aktivitas mekanis melalui interaksi biokimia
yang mencakup beberapa ion seperti Na+, Ca++ dan K-.9

Gambar 2.1 Anatomi Jantung 7

Elektrofisiologi
Ritme jantung dan kontraksi yang teratur diatur oleh impuls elektrik.

Setiap potensial aksi ini dimulai dari nodus SA yang merupakan kumpulan sel
miokard yang ada atrium kanan. Sel sel tersebut secara aktif memberikan

impuls listrik (depolarisasi). Impuls tersebut kemudian disebarkan ke seluruh


atrium melalui sel ke sel sampai depolarisasi mencapai nodus AV yang berada di
atrium kanan. Karena atrium dan ventrikel terpisah oleh jaringan fibrosa pada
katub trikuspid dan katub mitral maka impuls hanya disalurkan melalui nodus AV
dan dilanjutkan oleh bundel HIS dan serabut Purkinje pada ventrikel.8,9

Potensial Aksi dan Istirahat


Pada saat istirahat sel miosit jantung mempunyai tekanan listrik yang

negative dibanding dengan extraseluler. Hal ini dihasilkan oleh aktivitas saluran
ion dan transportasi melalui membran sel dan kemampuan dari miosit untuk
menyalurkan impuls listrik. 8,9

Otonomik Jantung
Otonomik jantung adalah kemampuan intrinsik kardiomiosit untuk

berdepolarisasi secara spontan dan menghantarkan potensial aksi yang meliputi


pacemaker, nodus SA dan nodus AV. Sel HIS dan serabut Purkinje serata
ventrikular myocard juga secara spontan berdepolarisasi. Jika terdapat gangguan
fungsi jantung maka sistem otonomik tersebut dapat mengalami penurunan
konduksi yang menghasilkan keterlambatan konduksi dan depolarisasi 8,9
2.2 Fungsi Jantung
Fungsi dari sistem kardiovaskular adalah untuk memberikan oksigen dan
substansi metabolik untuk memenuhi kebutuhan jaringan. Fungsi kardiovaskular
dapat dinilai seperti fungsi kontraktilitas, fungsi pompa jantung, dan
penghantaran oksigen. Penilaian fungsi jantung mungkin dapat tanpa disertai
informasi yang memadai tentang penyakit yang dihadapi. Sebagai contoh
pengukuran cardiac output biasanya tanpa disertai dengan informasi mengenai
kontraktilitas jantung. Pasien dengan cardiomiopati yang berat mempunyai
cardiac output yang terbatas tanpa gejala-gejala syok cardiogenik seperti asidosis
atau oligouria namun mempunyai gangguan kontraktilitas dan fungsi pompa
jantung yang berat, sedangkan pasien dengan syok septik dapat mengalami
peningkatan cardiac output namun output yang dihasilkan masih belum cukup

untuk memenuhi kebutuhan metabolisme yang menunjukkan adanya fungsi


cardiovaskular yang kurang adekuat.2,9
Cardiac output merupakan interaksi antara ventrikel kiri dan kanan serta
sirkulasi arteri dan vena. Pasien dewasa biasanya mempunyai disfungsi ventrikel
kiri yang disebabkan karena iskemik sedangkan anak anak biasanya mengalami
disfungsi ventrikel kanan yang disebabkan oleh hipertensi pulmoner atau
penyakit jantung bawaan. 2,9
2.3 Hal Hal yang Mempengaruhi Fungsi Jantung

Jantung
Fungsi pompa jantung ditentukan oleh banyak faktor seperti preload,

afterload, kontraktilitas, pengisian diastolik dan denyut jantung. Cardiac output


merupakan produk dari stroke volume dan heart rate. Meskipun fungsi pompa
jantung sangat menentukan cardiac ouput namun interaksi dari sistem syaraf juga
sangat menentukan.9,10

Preload
Preload merupakan keadaan awal dari otot sebelum kontraksi dimulai.

Preload lebih akurat dalam menggambarkan hubungan antara tekanan dengan


perubahan volume pada jantung. Hukum Frank Starling menegaskan bahwa
preload meningkat maka stroke volume dan kapabilitas tekanan juga meningkat.
Preload menggambarkan status intravaskular pasien, dimana status volume
secara klinis dilakukan dengan mengukur Central Venous Pressure (CVP) dimana
hasilnya ekuivalen dengan tekanan end diastolik ventrikel kanan. Dengan
menganggap ventrikel compliance normal (hubungan tekanan-volume) dan tidak
terdapatnya stenosis trikuspid (mitral) maka CVP dapat digunakan untuk
mengukur preload. Namun pada keadaan tertentu CVP tidak dapat digunakan
untuk menggambarkan preload, seperti pada keadaan dimana compliance
ventrikel buruk akibat disfungsi diastolik atau perikarditis konstriktif maka CVP
kemungkinan didapatkan hasil CVP yang rendah. 9,10

Afterload
Afterload menggambarkan tekanan dinding ventrikel selama kontraksi.

Secara klinis afterload dianggap sebagai Sistemic Vaskular Resistance (SVR)


yang ditentukan oleh resistensi arteriolar. Sesuai dengan hukum La Place,
tekanan dinding berhubungan dengan tekanan ventrikel dan diameter ventrikel.
Pada otot lurik, afterload adalah beban yang masih dapat ditahan setelah adanya
stimulasi. Sebuah otot lurik yang terstimulasi akan berkontraksi secara isometrik
sama berkembang kekuatan untuk mengatasi pemendekan massa. Jika sebuah
otot siap siap berkontraksi, tekanan yang berkembang sebelum pemendekan
merupakan afterload. Jika preload dipertahankan konstan, maka peningkatan
afterload akan mengurangi heart rate dan memperbanyak pemendekan otot. 9,10
Kontraktilitas
Kontraktilitas merupakan kemampuan intrinsik dari otot jantung untuk
menghasilkan tenaga dimana kontraktilitas ini bersifat independent terhadap
preload dan afterload. Kontraktilitas jantung berdasar pada panjang serat otot dan
kemampuan serat otot untuk berkontraksi. Kontraktilitas seperti afterload
merupakan salah satu faktor yang penting dalam menentukan konsumsi oksigen
jantung. Faktor yang mepengaruhi kontraktilitas adalah latihan, stimulasi
adrenergik, agen agen vasoaktif (katekolamin, inhibitor phosphodiesterase) dan
dapat menurun pada kondisi yang mendepresi inotropik seperti disfungsi sistolik.
Pada cardiac output yang rendah (cardiomyopati) dapat diberikan obat obatan
untuk memperbaiki keadaan jantung seperti dobutamin, epinefrin dosis rendah,
milrinon atau digoksin untuk mengurangi kontraktilitas. 9,10
2.4 Defenisi Angina Pektoris
Angina pektoris adalah nyeri dada sementara/suatu perasaan tertekan,
yang terjadi jika otot jantung mengalami kekurangan oksigen. Angina pektoris
merupakan suatu sindroma yang ditandai dengan episode paroksismal nyeri atau
perasaan tertekan didada depan (sternum), menjalar ke bahu kiri/lengan kiri,
punggung, tenggorokan, rahang & gigi. Nyeri ini disebabkan akibat kekurangan
aliran darah koroner, sehingga suplai oksigen ke jantung tidak adekuat (akibat
aterosklerosis), stenosis aorta, regurgitasi katup, spasme arterial.2,3
6

2.4.1 Faktor risiko Angina Pektoris


Faktor faktor yang dapat menimbulkan angina pektoris antara lain:
latihan fisik, alergi terhadap dingin, makan makanan terlalu berat, stress,
anxietas. 2
2.4.2 Patofisiologi Angina Pektoris
Angina pektoris merupakan sindrom klinis yang disebabkan oleh aliran
darah ke arteri miokard berkurang sehingga ketidakseimbangan terjadi antara
suplay O2 ke miokardium yang dapat menimbulkan iskemia, yang dapat
menimbulkan nyeri yang kemungkinan akibat dari perubahan metabolisme
aerobik menjadi anaerob yang menghasilkan asam laktat yang merangsang
timbulnya nyeri.3
Gejala angina pektoris pada dasarnya timbul karena iskemik akut yang
tidak menetap akibat ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai O

miokard. Beberapa keadaan yang dapat merupakan penyebab baik tersendiri


ataupun bersama-sama yaitu : 2,3,6
1. Faktor di luar jantung
Pada penderita stenosis arteri koroner berat dengan cadangan aliran
koroner yang terbatas maka hipertensi sistemik, takiaritmia, tirotoksikosis
dan pemakaian obat-obatan simpatomimetik dapat meningkatkan
kebutuhan O

miokard sehingga mengganggu keseimbangan antara

kebutuhan dan suplai O . Penyakit paru menahun dan penyakit sistemik


2
seperti anemia dapat menyebabkan takikardi dan menurunnya suplai O

ke miokard.
2. Sklerotik arteri koroner
Sebagian besar penderita UAP mempunyai gangguan cadangan aliran
koroner yang menetap yang disebabkan oleh plak sklerotik yang lama
dengan atau tanpa disertai trombosis baru yang dapat memperberat
penyempitan pembuluh darah koroner. Sedangkan sebagian lagi disertai
dengan gangguan cadangan aliran darah koroner ringan atau normal yang

disebabkan oleh gangguan aliran koroner sementara akibat sumbatan


maupun spasme pembuluh darah. Agregasi trombosit stenosis arteri
koroner akan menimbulkan turbulensi dan stasis aliran darah sehingga
menyebabkan peningkatan agregasi trombosit yang akhirnya membentuk
trombus dan keadaan ini akan mempermudah terjadinya vasokonstriksi
pembuluh darah.
3. Trombosis arteri koroner
Trombus akan mudah terbentuk pada pembuluh darah yang sklerotik
sehingga penyempitan bertambah dan kadang-kadang terlepas menjadi
mikroemboli dan menyumbat pembuluh darah bagian distal.
4. Pendarahan plak ateroma
Robeknya plak ateroma ke dalam lumen pembuluh darah menyebabkan
terbentuknya trombus yang menyebabkan penyempitan arteri koroner.
5. Spasme arteri koroner
Peningkatan kebutuhan O

miokard dan berkurangnya aliran koroner

karena spasme pembuluh darah disebutkan sebagai penyebab penyakit


jantung koroner. Spame dapat terjadi pada arteri koroner normal atupun
pada stenosis pembuluh darah koroner. Spasme yang berulang dapat
menyebabkan kerusakan, pendarahan plak ateroma, agregasi trombosit
dan trombus pembuluh darah.
Beberapa

faktor

risiko

yang

ada

hubungannya

dengan

aterosklerosis antara lain adalah : 17


1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah :
Umur, jenis kelamin dan riwayat penyakit dalam keluarga.
2. Faktor risiko yang dapat diubah :
Merokok, hiperlipidemi, hipertensi, obesitas dan DM.

proses

Gambar 2.2 Patofisiologi yang berperan dalam gejala klinis unstable angina
Beberapa pencetus fisiologi yang menginisiasi ruptur plak yang rentan. Ruptur
menyebabkan aktivasi, adhesi, dan aggregasi trombosit dan aktivasi kaskade
pembekuan (clotting), menghasilkan pembentukan oklusi thrombus. Jika proses
ini menyebabkan oklusi total pada arteri, akan terjadi infark miokard akut dengan
elevasi segmen ST. Selain itu, proses yang menyebabkan stenosis berat dapat
terjadi unstable angina.3

2.4.3 Jenis jenis Angina Pektoris


Ada 3 jenis angina pektoris antara lain: stable angina, variant angina &
unstable angina. 2
1. Stable angina merupakan nyeri dada atau rasa tidak nyaman pada dada
yang mempunyai pola konsisten dan tidak mengalami perubahan dalam
keparahan penyakit, durasi, waktu munculnya penyakit. Angina jenis ini
biasanya berlangsung selama satu hingga lima menit dan dapat
dipengaruhi stress emosional. Angina jenis ini dapat berkurang melalui
istirahat dan episode terjadinya angina dapat diprediksikan
2. Variant angina (angina Prinzmetal)
Bentuk ini jarang terjadi dan biasanya timbul pada saat istirahat, akibat
penurunan suplai O

darah ke miokard secara tiba-tiba. Penelitian

menunjukkan terjadinya obsruksi yang dinamis akibat spasme koroner


baik pada arteri yang sakit maupun yang normal. Peningkatan obstruksi
koroner yang tidak menetap ini selama terjadinya angina waktu istirahat
jelas disertai penurunan aliran darah arteri koroner.
3. Unstable angina (angina tak stabil / ATS)
Istilah lain yang sering digunakan adalah Angina preinfark, Angina
dekubitus, Angina kresendo, Insufisiensi koroner akut atau Sindroma
koroner. Bentuk ini merupakan suatu keadaan yang dapat berubah seperti
keluhan yang bertambah progresif, sebelumnya dapat dimulai dengan
angina stabil atau angina yang terjadi pada pertama kali. Angina dapat
terjadi pada saat istirahat maupun bekerja. Pada patologi biasanya
ditemukan daerah iskemik miokard yang mempunyai ciri tersendiri. Pada
unstatble angina pektoris terjadi erosi atau fisur pada plak aterosklerosis
dan menimbulkan oklusi thrombus yang transien. Trombus biasanya labil
dan menyebabkan oklusi sementara yang berlangsung antara 10-20
menit.2.6

10

Kriteria yang dimaksud angina tak stabil/unstable angina yaitu: 2,6


1. Pasien dengan angina yang masih baru dalam 2 bulan, dimana angina
cukup berat dan frekuensi cukup sering, lebih dari 3 kali perhari.
2. Pasien angina yang makin bertambah berat, sebelumnya angina stabil, lalu
serangan angina. Pasien angina yang makin bertambah berat, sebelumnya
angina stabil, lalu serangan angina timbul lebih sering, dan lebih berat
sakit dadanya, sedangkan faktor presipitasi makin ringan.
3. Pasien dengan serangan angina pada waktu istirahat.
Beratnya Angina: 2,6

Kelas I

: Angina yang berat untuk pertama kali, atau makin

bertambah beratnya nyeri dada.

Kelas II

Angina pada waktu istirahat dan terjadinya subakut

dalam 1 bulan, tapi tak ada serangan angina dalam waktu 48 jam terakhir.

Kelas III

: Adanya serangan angina waktu isturahat dan terjadi

secara akut satu kali atau lebih dalam 48 terakhir


Unstable angina pektoris/Non ST elevasi infark miokard (NSTEMI)
dibagi dalam kriteria sebagai berikut:
1. Angina pertama kali
Angina timbul pada saat aktifitas fisik. Baru pertama kali dialami oleh
penderita dalam priode 1 bulan terakhir
2. Angina progresif
Angina timbul saat aktifitas fisik yang berubah polanya dalam 1 bulan
terakhir, yaitu menjadi lebih sering, lebih berat, lebih lama, timbul dengan
pencetus yang lebih ringan dari biasanya dan tidak hilang dengan cara
yang biasa dilakukan. Penderita sebelumnya menderita angina pektoris
stabil.
3. Angina waktu istirahat
Angina timbul tanpa didahului aktifitas fisik ataupun hal-hal yang dapat
menimbulkan peningkatan kebutuhan O
sedikitnya 15 menit.

11

miokard. Lama angina

4. Angina sesudah IMA


Angina yang timbul dalam periode dini (1 bulan) setelah IMA.
Kriteria penampilan klinis tersebut dapat terjadi sendiri-sendiri atau
bersama-bersama tanpa adanya gejala infark miokard akut. Nekrosis miokard
yang terjadi pada infark miokard akut harus disingkirkan misalnya dengan
pemeriksaan enzim serial dan pencatatan EKG.

2.4.4 Diagnosis Angina Pektoris

1. Anamesis
Anamnesis singkat penting pada saat pemeriksaan untuk mengetahui
apakah pasien memiliki riwayat penyakit jantung sebelumnya atau tidak. Nyeri
dada atau rasa tidak nyaman di dada merupakan keluhan dari sebagian besar
pasien dengan sindrom koroner akut. Seorang dokter harus mampu mengenal
nyeri dada angina dan mampu membedakan dengan nyeri dada lainnya karena
gejala ini merupakan petanda awal dalam pengelolaan pasien Sindrom Koroner
Akut.2,6
Sifat nyeri dada yang spesifik angina sebagai berikut : 2,6
a) Lokasi : substermal, retrostermal, dan prekordial
b) Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat,
seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.
c) Penjalaran ke : leher, lengan kiri, mandibula, gigi, punggung/interskapula,
dan dapat juga ke lengan kanan.
d) Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat
e) Faktor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah
makan
f) Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin, dan
lemas. Berat ringannya nyeri bervariasi.
Didapatkan rasa tidak enak di dada yang tidak selalu sebagai rasa sakit,
tetapi dapat pula sebagai rasa penuh di dada, tertekan, nyeri, tercekik atau rasa
terbakar. Rasa tersebut dapat terjadi pada leher, tenggorokan, daerah antara tulang
skapula, daerah rahang ataupun lengan. Sewaktu angina terjadi, penderita dapat

12

sesak napas atau rasa lemah yang menghilang setelah angina hilang. Dapat pula
terjadi palpitasi, berkeringat dingin, pusing ataupun hampir pingsan. 2
2. Pemeriksaan fisik
Tanda-tanda gagal jantung atau instabilitas hemodinamik harus dipahami
dengan baik oleh dokter agar dapat memberikan pengobatan yang tepat. Tujuan
pemeriksaan fisik adalah untuk mengeklusikan nyeri dada non kardiak dan
gangguan kardiak non iskemik (seperti emboli pulmonal, diseksi aorta,
perikarditis, penyakit jantung valvular) atau yang berpotensial menyebabkan
masalah ekstrakardiak seperti penyakit pulmonal (contohnya pneumothoraks,
pneumonia, atau efusi pleura). Dalam kasus seperti ini perlu dilakukan
pemeriksaan tekanan darah antara ekstremitas atas dan ekstremitas bawah karena
denyut yang tidak teratur, murmur jantung, gesekan pleura, nyeri dan palpitasi
serta massa abdomen merupakan tanda fisik yang penting yang dapat
mengungkapkan diagnosis lainnya selain unstable angina pektoris Sindrom
koroner Akut. Temuan lainnya seperti pucat, meningkatnya keringat atau tremor
merupakan faktor presipitasi seperti anemia dan tirotoksikosis. 5
3. EKG
EKG memberi bantuan untuk diagnosis dan prognosis. Rekaman yang
dilakukan saat sedang nyeri dada sangat bermanfaat. Gambaran diagnosis dari
EKG adalah : 2
1. Depresi segmen ST > 0,05 mV
2. Inversi gelombang T, ditandai dengan > 0,2 mV inversi gelombang T
yang simetris di sandapan prekordial. Perubahan EKG lainnya termasuk
bundle branch block (BBB) dan aritmia jantung, terutama Sustained VT.
Serial EKG harus dibuat jika ditemukan adanya perubahan segmen ST.
Namun EKG yang normal pun tidak menyingkirkan diagnosis NSTEMI

13

Pemeriksaaan EKG 12 sadapan pada pasien Sindrom koroner akut


dapat mengambarkan kelainan yang terjadi dan ini dilakukan secara serial
untuk evaluasi lebih lanjut, dengan berbagai ciri dan katagori: 2
1. Angina pektoris tidak stabil: depresi segmen ST dengan atau tanpa
inversi gelombang T, kadang-kadang elevasi segmen ST sewaktu
nyeri, tidak dijumpai gelombang Q.
2. Infark miokard non-Q: depresi segmen ST, inversi gelombang T
dalam
EKG perlu dilakukan pada waktu serangan angina, bila EKG
istirahat normal, stress test harus dilakukan dengan treadmill ataupun
sepeda ergometer. Pemeriksaan EKG lead 12 merupakan lini pertama
dalam mencurigai pasien angina pektoris unstable dan dicurigai sindrom
koroner akut. Pemeriksaan EKG ini harus diperoleh dalam waktu 10
menit setelah kontak pengobatan pertama (termasuk juga pasien pasien di
ruang emergensi atau saat kontak pertama dengan ruang emergensi
sebelum masuk RS). Adanya EKG abnormal seperti depresi segmen ST
atau elevasi transient dan/atau gelombang T. Temuan EKG ST elevasi
yang berlangsung dan bertahan > 20 menit. Adanya ST elevasi
mengungkapkan adanya STEMI yang harus segera diberikan pengobatan
khusus. Jika EKG awal adalah normal, diperlukan pemeriksaan tambahan
perkembangan gejala pasien dan dikumpulkan antara rekam medik dan
dalam keadaaan asimptomatik. Perbandingan EKG jika tersedia dilakukan
pada pasien dengan riwayat gangguan jantung sebelumnya seperti
hipertrofi ventrikel kiri atau riwayat infark miokard sebelumnya dan harus
diulangi EKG nya sedikitnya 6-9 jam dan 24 jam setelah presentasi
pertama dan secara cepat pada kasus nyeri berulang atau gejala berulang.
Jika keadaan pasien membaik, EKG sebelum pulang harus dilakukan.

Gambaran EKG penderita UAP dapat berupa depresi segmen ST,


depresi segmen ST disertai inversi gelombang T, elevasi segmen ST,
hambatan cabang ikatan His dan tanpa perubahan segmen ST dan
gelombang T. Perubahan EKG pada UAP bersifat sementara dan masing-

14

masing dapat terjadi sendiri-sendiri ataupun sersamaan. Perubahan


tersebut timbul di saat serangan angina dan kembali ke gambaran normal
atau awal setelah keluhan angina hilang dalam waktu 24 jam. Bila
perubahan tersebut menetap setelah 24 jam atau terjadi evolusi gelombang
Q, maka disebut sebagai IMA.
4. Enzim Troponin dan CK-MB
Petanda biokimia seperti troponin I (TnI) dan troponin T (TnT)
mempunyai nilai prognostik yang lebih baik dari pada CKMB. Troponin C,
TnI dan TnT berkaitan dengan konstraksi dari sel miokrad. Susunan asam
amino dari Troponin C sama dengan sel otot jantung dan rangka, sedangkan
pada TnI dan TnT berbeda. Nilai prognostik dari TnI atau TnT untuk
memprediksi risiko kematian, infark miokard dan kebutuhan revaskularisasi
dalam 30 hari, adalah sama. Kemampuan dan nilai dari masing-masing
petanda jantung dapat dilihat pada Tabel 2.1. Kadar serum creatinine kinase
(CK) dan fraksi Myocardial bind (MB) merupakan indikator penting dari
nekrosis miokard. Keterbatasan utama dari kedua petanda tersebut adalah
rendahnya spesifikasi dan sensitivitas saat awal (<6 jam) setelah onset
serangan. Risiko yang lebih buruk pada pasien tanpa elevasi segmen ST lebih
besar pada pasien dengan peningkatan nilai CKMB. 16
Tabel 2.1 Petanda Biokimia Jantung Untuk Evaluasi dan Tatalaksana SKA
tanpa Elevasi Segmen ST 11
Petanda
Troponin
Jantung

Keunggulan

Modalitas
yang
kuat
untuk
stratifikasi risiko
Sensitivitas
dan
spesitifitas
yang
lebih baik dari
CKMB
Deteksi serangan
infark
miokard
sampai dengan 2

Kekurangan
Kurang sensitive
pada
awal
terjadinya
serangan (onset
<6 jam) dan
membutuhkan
penilaian ulang
pada 6-12 jam,
jika hasil negatif.
Kemampuan

15

Rekomendasi
Klinik
Tes
yang
bermanfaat untuk
mendiagnosis
kerusakan
miokard, dimana
klinisi
harus
membiasakan diri
dengan
keterbatasan
penggunaan pada

minggu
setelah
terjadi
Bermanfaat untuk
seleksi pengobatan
Deteksi reperfusi
Cepat,
efisiensi
biaya dan tepat
Dapat mendeteksi
awal infark

yang
terbatas
laboratorium RS
untuk
nya
masingmendeteksi
masing
infark ulangan
yang terlambat
CK-MB
Kehilangan
Standar
yang
spesifitas pada
berlaku
dan
penyakit
otot
masih
dapat
jantung
dan
diterima sebagai
kerusakan otot
tes
diagnostik
miokard akibat
pada sebagaian
bedah
besar kondisi
Kehilangan
sensitifitas saat
awal
infark
miokard
akut
(onset < 6 jam)
atau sesudahnya
setelah
onset
(36 jam) dan
untuk kerusakan
otot
jantung
minor
(terdeteksi
dengan
troponin)
Mioglobin Sensitifitas
tinggi Spesifitas yang Tidak digunakan
Bermanfaat untuk
rendah
dalam
sebagai
deteksi awal infark
menilai
satusatunya
miokard
kerusakan
dan
petanda
Deteksi reperfusi
penyakit
otot
diagnostik
Sangat
bermanfaat
rangka
karena
dalam
menilai Penurunan yang
kelemahan pada
infark miokard
cepat ke nilai
spesifitas jantung
normal, sensitive
untuk kejadian
yang terlambat
(normal kembali
dalam 6 jam)

16

Tabel 2.2 Spektrum Klinis Sindrom Koroner 11


Jenis
Unstable
Angina
Pektoris
(UAP)

NSTEMI

STEMI

Nyeri Dada
Angina pada waktu
istirahat/aktivitas
ringan (CCS
III-IV).
Cresendo
angina. Hilang dengan
nitrat
Lebih berat dan lama
(> 30
menit). Tidak hilang
dengan
nitrat, perlu opium.
Lebih berat dan lama
(> 30
menit) tidak hilang
dengan
nitrat, perlu opium

EKG
Depresi segmen T
Inversi gelombang T
Tidak ada gelombang Q

Enzim Jantung
Tidak meningkat

Depresi segmen ST
Inversi gelombang T

Meningkat minimal
2 kali nilai batas
atas normal

Hiperakut T
Elevasi segmen T
Gelombang Q
Inversi gelombang T

Meningkat minimal
2 kali nilai batas
atas normal

Gambar 2.3 EKG dari pasien SKA (NSTEMI) 11

2.4.5 Unstable angina (angina tak stabil/ATS) dan Sindrom Koroner Akut
17

Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah suatu istilah atau terminologi yang
digunakan untuk menggambarkan spektrum keadaan atau kumpulan proses
penyakit yang meliputi angina pektoris tidak stabil/APTS (unstable angina/UA),
infark miokard gelombang non-Q atau infark miokard tanpa elevasi segmen ST
(Non-ST elevation myocardial infarction/NSTEMI), dan infark miokard
gelombang Q atau infark miokard dengan elevasi segmen ST (ST elevation
myocardial infarction/STEMI) (Gambar 2.3). Angina Pektoris Tidak Stabil
(APTS) dan NSTEMI mempunyai patogenesis dan presentasi klinik yang sama,
hanya berbeda dalam derajatnya. Bila ditemui petanda biokimia nekrosis miokard
(peningkatan troponin I, troponin T, atau CK-MB) maka diagnosis adalah
NSTEMI; sedangkan bila petanda biokimia ini tidak meninggi, maka diagnosis
adalah APTS.13,15

Gambar 2.4 Pendekatan Diagnosis Pasien dengan Acute Coronary Sindrome


(ACS) 13

18

Gambar 2.5 Algoritme Untuk Triase dan Tata Laksana Sindrom Koroner
Akut (SKA) 11

19

Gambar 2.6 Alur Rekomendasi Kelas I dan Kelas IIa dalam Penanganan
Awal Unstable Angina Pektroris/NSTEMI 12
Rekomendasi
Kelas I

Manfaat >>> resiko (penanganan harus segera dilakukan)

Kelas IIa

Manfaat .>> resiko (penanganan harus dilakukan/reasonable)

Kelas IIb

Manfaat resiko (penanganan dipertimbangkan untuk


dilakukan)

Kelas III

Tidak ada manfaat (penanganan membahayakan kesehatan


pasien)

20

2.2.6 Penatalaksanaan Angina Pektoris

Pada dasarnya bertujuan untuk memperpanjang hidup dan memperbaiki


kualitas hidup dengan mencegah serangan angina. Secara umum penatalaksanaan
angina pektoris meliputi: mencegah penyakit arteri koroner, memperlambat
progresivitas faktor resiko. Pengobatan angina antara lain; oksigen, akses intra
vena, monitor tanda vital, EKG, trombolitik, rontgen thorak dan pemeriksaan
enzim kardiak serta elektrolit.
A. Pengobatan
Bertujuan untuk mencegah dan menghilangkan serangan angina. Ada tiga
jenis obat yaitu : 6
1. Golongan nitrat
Nitrogliserin merupakan obat pilihan utama pada serangan angina akut.
Mekanisme kerjanya sebagai dilatasi vena perifer dan pembuluh darah koroner.
Efeknya langsung terhadap relaksasi otot polos vaskuler. Nitrogliserin juga dapat
meningkatkan toleransi latihan pada penderita angina sebelum terjadi hipoksia
miokard.
2. Ca- Antagonis
Dipakai pada pengobatan jangka panjang untuk mengurangi frekwensi
serangan pada beberapa bentuk angina.
Cara kerjanya :

Memperbaiki spasme koroner dengan menghambat tonus vasometer

pembuluh darah arteri koroner (terutama pada angina Prinzmetal).


Dilatasi arteri koroner sehingga meningkatkan suplai darah ke miokard
Dilatasi arteri perifer sehingga mengurangi resistensi perifer dan

menurunkan afterload.
Efek langsung terhadap jantung yaitu dengan mengurangi denyut, jantung
dan kontraktilitis sehingga mengurangi kebutuhan O .
2

21

3. Beta Bloker
Cara kerjanya menghambat sistem adrenergenik terhadap miokard yang
menyebabkan kronotropik dan inotropik positif, sehingga denyut jantung dan
curah jantung dikurangi. Karena efeknya yang kadioprotektif, obat ini sering
digunakan sebagai pilihan pertama untuk mencegah serangan angina pektoris
pada sebagian besar penderita.

B. Penatalaksanaan Unstable angina (angina tak stabil/ATS) pada sindrom


koroner akut

Antiplatelet Therapy
Aspirin
Aspirin memblok sikooksigenase trombosit melalui asetilasi irreversibel

yang mencegah pembentukan thromboksan A. The Veterans Administration


Cooperative Study, The Canadian Multicenter Trial, dan the Montreal Heart
Institute Study menyatakan bahwa aspirin mengurangi kematian karena penyakit
jantung yang dapat menyebabkan infark miokard fatal dan nonfatal sebanyak 51
hingga 72 persen pada pasien dengan unstable angina. Pemberian aspirin dapat
menghambat aggregasi trombosit melalui rentang dosis tertentu, dengan dosis
awal minimal 160 mg per hari, diikuti dengan dosis 80 hingga 325 mg per day
dan direkomendasikan pada pasien dengan pemahaman bahwa dosis aspirin yang
lebh tinggi berhubungan dengan efek gastrointestinal yang lebih sering. Aspirin
dapat mengurangi trombosit dan aktivasi trombosit yang dapat menginduksi
adenosine diphosphate (ADP), kolagen, dan konsentrasi rendah thrombin dan
mencegah adhesi trombosit.3
Ticlopidine
Ticlopidine adalah derivat thienopyridine derivative yang merupakan lini
kedua yang efektif selain aspirin dalam pengobatan unstable angina dan juga
mempunyai peranan sebagai terapi tambahan aspirin dalam mencegah trombosis
setelah pemasangan intracoronary stents. Melalui mekanisme berbeda dari
aspirin, ticlopidine memblok aggregasi trombosit mediasi ADP dan transformasi

22

reseptor fibrinogen trombosit menjadi bentuk afinitas yang lebih tinggi.


Ticlopidine dapat digunakan untuk menggantikan aspirin pada pasien yang
hipersensitivitas terhadap aspirin atau intoleransi gastrointestinal.3
Clopidogrel
Clopidogrel adalah derivatif thienopyridine yang berhubungan dengan
ticlopidine. Ini mempengaruhi ADP-dependent activation glycoprotein IIb/IIIa
complex dan secara efektif menghambat aggregasi trombosit. Clopidogrel
mempunyai efek samping yang lebih sedikit dibandingkan ticlopidine dan tidak
pernah dilaporkan menyebabkan neutropenia. Pada percobaan tahun 1996,
sebanyak 19.185 pasien dengan penyakit aterosklerosis vaskular, yang
bermanifestasi sebagai stroke iskemik, infark miokard, atau penyakit vaskular
perifer simptomatik, yang secara acak diberikan clopidogrel atau aspirin. Setelah
follow-up rata-rata periode 1,9 tahun, clopidogrel terbukti lebih efektif
dibandingkan aspirin dalam mengurangi resiko stroke iskemik, infark miokard,
atau kematian karena penyakit vaskular. Selain itu, kombinasi clopidogrel dan
aspirin merupakan kombinasi yang aman dan menjanjikan sebagai alternatif
dibandingkan kombinasi ticlopidine dan aspirin dalam mencegah coronary-stent
thrombosis. 3
Platelet Glycoprotein IIb/IIIa Receptor Antagonists
Tidak seperti agen pengobatan lain yang targetnya hanya satu jalur yang
terlibat dalam aggregasi trombosit, antagonists of glycoprotein IIb/IIIa adalah
reseptor pada trombosit dalam adhesive proteins seperti fibrogen dan von
Willebrand factor. Agen ini menghambat jalur umum yang terlibat dalam adhesi
trombosit, aktivasi dan aggregasi trombosit. Ketiga kelas glycoprotein IIb/IIIa
inhibitors telah dikembangkan yaitu: murinehuman chimeric antibodies (seperti:
abciximab), bentuk peptide sintetik (seperti: eptifibatide), dan bentuk non peptide
sintetik (seperti tirofiban dan lamifiban).3

23

Ruptur plak aterosklerosis disertai aktivasi platelet lanjut, deposisi fibrin


dan akhirnya pembentukan thrombus merupakan dasar patofisiologis terjadinya
ACS. Aspirin dan unfractionated heparin (UFH) adalah komponen integral
dalam penatalaksanaan AMI dan angina tidak stabil untuk mengurangi insidensi
kematian dan re-infark jantung. Keterbatasan UFH memicu penelitian lebih lanjut
untuk mengetahui terapi kombinasi anti platelet yang lebih aman dan efektif.
Baru-baru ini dikenalkannya low-molecular weight heparin (LMWH) menjadikan
suatu rekomendasi yang dapat dijadikan suatu alternatif yang baik dalam
penatalaksanaan akut pasien non-ST elevation myocard infarction (NSTEMI).14
Rekomendasi of American College of Cardiology/ American Heart
Association (ACC/AHA) 2002 mengenai panduan terkini penatalaksanaan pasien
angina tidak stabil dan NSTEMI ialah: 14
1. Antikoagulasi dengan LMWH subkutan atau UFH intravena sebaiknya
ditambahkan ke dalam terapi anti platelet dengan aspirin (ASA) dan/atau
Clopidogrel
2. LMWH lebih disukai dibanding UFH sebagai anti koagulan pada pasien
angina tidak stabil dan NSTEMI, kecuali direncanakan suatu coronary
artery bypass graft (CABG) dalam waktu 24 jam
Farmakologi Heparin
UFH ialah suatu campuran heterogen rantai polisakarida sulfat yang
panjangnya bervariasi dengan berat molekul sekitar 5 000 sampai 30 000 Da.4
Efek antikoagulan UFH.14,17
Evidence-Based Medicine dalam penatalaksanaan Unstable Angina
tergantung pada sekuens pentasakarida spesifik yang berikatan dengan
antitrombin III (AT-III). Ikatan ini menginduksi perubahan antitromboksan III
(ATIII) meningkatkan kemampuannya untuk menghambat thrombin (faktor IIa)
dan faktor Xa, sehingga aktivasi koagulasi menurun. Molekul heparin dengan
panjang 18 unit sakarida dan berat molekul 6000 Da dapat mengikat trombin
(faktor IIa) secara simultan, membentuk suatu kompleks tersier yang secara
efektif menghambat aktivitas faktor IIa. Molecular weight heparin (MWH) ialah
campuran fragmen heparin babi yang tidak terfraksinasi yang dipecah secara

24

kimiawi dengan berat molekul sekitar 4000-6000 Da. Proses ini menghasilkan
rantai yang lebih pendek, mempengaruhi afinitas masing-masing LMWH untuk
mengikat faktor IIa. Dibandingkan UFH yang memiliki rasio anti-faktor Xa: antifaktor IIa sama dengan 1:1, LMWH memiliki rasio 4,1:1 sampai 2,1:1. Karena
dampak faktor Xa pada pembentukan trombin lebih besar, maka penghambatan
aktivitas pada tingkat ini tampaknya lebih efisien dalam mencegah pembentukan
trombin.14,17
Berat molekul yang lebih kecil dan peningkatan aktivitas hampir seluruh
produk LMWH anti-Xa berhubungan dengan waktu paruh yang lebih lama,
sehingga dapat diberikan dalam interval dosis 12 jam. Walau tiap LMWH
didapatkan dari sumber yang sama, produk ini tidak dapat ditukar karena
perbedaan aktivitas antara faktor-faktor koagulasi. 14,17
Keuntungan LMWH
LMWH menghasilkan respons terapi yang lebih mudah diprediksi
sehingga menjadi alternatif yang lebih disukai dan UFH. Hal ini berkaitan dengan
bioavailabilitas yang lebih baik dan eliminasi rute ginjal yang berfungsi secara
independen terhadap dosis yang diberikan. Bioavailabilitas pemberian LMWH
subkutan melebihi 90%, dibandingkan dengan 40% pada UFH, dan mungkin
berkaitan dengan efek anti koagulan. Protrombin Time (PT), dengan hasil
international normalized ratio (INR), merupakan tes standar laboratorium yang
digunakan untuk memantau terapi antikoagulan oral, tetapi activated partial
thromboplastin time (aPTT) yang digunakan untuk memantau anti koagulasi
heparin dalam pemantauan aPTT atau INR tidak dibutuhkan pada penderita yang
mendapatkan LMWH. 14,17
Respons antikoagulan mengurangi kebutuhan pemantauan aPTT intensif
dan penyesuaian dosis. Selain itu, pemberian secara subkutan dapat dilakukan
pada pasien rawat jalan sesuai kebutuhan. Pemberian UFH juga berhubungan
dengan komplikasi serius misalnya perdarahan mayor, trombositopenia dan
rebound hypercoagulable state setelah penghentian pada uji klinis yang
mengevaluasi LMWH pada ACS telah menunjukan bahwa frekuensi kejadian
yang merugikan tersebut tidak melebihi UFH. 14,17

25

Gambar 2.7 Strategi Pengobatan pasien dengan unstable angina 3

26

BAB III
KESIMPULAN
Angina pektoris (AP) adalah rasa nyeri yang timbul karena iskemia
miokardium biasanya mempunyai karakteristik tertentu. Lokasinya biasanya
didada, substernal atau sedikit dikirinya, dengan penjalaran keleher, rahang, bahu
kiri sampai lengan dan jari-jari bagian ulnar, punggung atau pundak kiri. Kualitas
nyeri biasanya merupakan nyeri yang timbul seperti rasa tertindih atau berat
didada, rasa desakan yang kuat dari dalam atau dari bawah diafragma, seperti
diremas-remas atau dada mau pecah dan biasanya pada keadaan yang berat
disertai keringat dingin dan sesak nafas.2
Ada 3 jenis angina pektoris antara lain: stable angina, variant angina &
unstable angina. 2
1. Stable angina merupakan nyeri dada atau rasa tidak nyaman pada dada
yang mempunyai pola konsisten dan tidak mengalami perubahan dalam
keparahan penyakit, durasi, waktu munculnya penyakit.
2. Variant angina (angina Prinzmetal)
Bentuk ini jarang terjadi dan biasanya timbul pada saat istirahat, akibat
penurunan suplai O darah ke miokard secara tiba-tiba.
2
3. Unstable angina (angina tak stabil / ATS)
Bentuk ini merupakan suatu keadaan yang dapat berubah seperti keluhan
yang bertambah progresif, sebelumnya dapat dimulai dengan angina stabil
atau angina yang terjadi pada pertama kali. Angina dapat terjadi pada saat
istirahat maupun bekerja. Trombus biasanya labil dan menyebabkan
oklusi sementara yang berlangsung antara 10-20 menit.2.6

27

S-ar putea să vă placă și