Sunteți pe pagina 1din 48

BAGIAN RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

LAPORAN KASUS
DESEMBER 2014

FRAKTUR CRURIS

1.
2.
3.
4.
5.

OLEH:
Jonathan Ham
(C11111328)
Gerald Josep E.T.
(C11111324)
Syaza Naqibah
(C11111876)
Wahyu Ramadhan
(C11111890)
Timothy Y. Sangian
PEMBIMBING RESIDEN:
dr. Mira Maya Kumala
DOSEN PEMBIMBING:
dr. Sri Asriyani, Sp. Rad

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014

LEMBAR PENGESAHAN

Dengan ini menyatakan bahwa:


1.
2.
3.
4.
5.

Jonathan Ham
Gerald Josep E.T.
Syaza Naqibah
Wahyu Ramadhan
Timothy Y. Sangian

(C11111328)
(C11111324)
(C11111876)
(C11111890)

Judul Laporan Kasus : FRAKTUR CRURIS


Telah menyelesaikan tugas laporan kasus dalam rangka Kepaniteraan Klinik pada
Bagian Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Makassar,

Desember 2014

Mengetahui,

Dosen Pembimbing

dr. Sri Asriyani, Sp.Rad

Pembimbing

dr. Mira Maya Kumala

DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN...........................................................................

LEMBAR PENGESAHAN..................................................................

DAFTAR ISI........................................................................................

BAB I. STATUS PASIEN...................................................................

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.........................................................

BAB III. DISKUSI STATUS...............................................................

42

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................

47

BAB I
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama pasien

: Sdr. AR

Tanggal lahir/umur

: 30-4-2007 / 7 tahun, 7 bulan, 1 hari

Jenis kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Alamat/ Tlp./HP

: Urung Sipatuo Patampanua Pinrang / 082919522020

Tanggal masuk/jam

: 29-11-2014 / 21:34

Diagnose masuk

: Multiple trauma

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama

: Luka pada kaki kiri

Dialami sejak 8 jam yang lalu sebelum masuk rumah sakit setelah mengalami kecelakaan.
Mekanisme injury : pasien sedang bermain di pinggir jalan, tiba-tiba disambar motor dari
arah samping, kaki kiri terlindas ban motor dan kepala terbentur aspal. Riwayat pingsan
ada. Riwayat mual muntah tidak ada.
C. PEMERIKSAAN FISIS
Primary Survey
Airway

:clear

Breathing : 20 kali/menit
Circulation : Tensi : 100/60 mmHg
Nadi : 98 kali/menit
Disability : GCS 15 (E4M6V5)
Pupil isokor diameter 2.5 mm/2.5mm
Exposure : 36,8 0C suhu axilla

Secondary survey
Regio orbita sinistra :
Inspeksi : tampak hematom, udem . tidak ada active bleeding.
Regio cruris sinistra :
Inspeksi : terpasang fiksasi, tampak luka robek yang sudah dijahit, tidak ada
active bleeding.
Palpasi : ada nyeri tekan

D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Jenis Pemerikaan

Hasil

Nilai Rujukan
3

WBC

14.6 x10 /Ul

4 - 10 x 103/Ul

DARAH

RBC

3.86x106/Ul

4.506.50 x 106/u L

RUTIN

HGB

10.4 g/dL

14 - 18 g/dL

HCT
PLT

30.3 %
335x 103/Ul

40 54%
129x 103/uL

SGOT

39 U/L

<38U/L

SGPT

13 U/L

<41U/L

Ureum

24 mg/dl

10-50mg/dl

Kreatinin

0.50 mg/dl

1,3mg/dl

Waktu bekuan

700

4-10

Waktu pendarahan

300

1-7

Waktu prothrombine (PT)

12.1 kontrol 10.7

10-14

APTT

25.3 kontrol 27.4

22.0-30.0

Kesan : Leukositosis, anemia

E. PEMERIKSAAN RADIOLOGI

Foto Thorax AP (tgl 29 Desember 2014) :

Posisi relatif simetris, kondisi film cukup, inspirasi cukup


Corakan bronchovascular dalam batas normal
Tidak tanpak pemedatan pada kedua hilus
Cor dalam batas normal
Kedua sinus dan diafragma baik
Tulang-tulang intak
Kesan : Tidak tampak kelainan radiologik pada foto thorax ini

Foto Cruris Sinistra AP/Lateral (tgl 29 Desember 2014) :

Tampak fraktur transversal pada 1/3 tengah os tibia et fibula sinistra dengan
displaced segmen distal ke cranioposterolateral, shortening sekitar 1 cm disertai
soft tissue swelling sekitarnya
Mineralisasi tulang baik
Celah sendi yang tervisualisasi baik
Kesan : fraktur transversal 1/3 tengah os tibia et fibula sinistra

F. DIAGNOSIS

Fracture 1/3 middle left tibia


Fracture 1/3 middle left fibula

G. TERAPI
7

Ringer lactate 14 tetes per menit intavena


Antibiotik: Ceftriaxon 500mg per 12 jam intravena
Analgetik : Ketorolac 15mg per 8 jam intravena
Rencana ORIF cruris sinistra keluarga menolak pasien pulang paksa

BAB II
8

TINJAUAN PUSTAKA
PENDAHULUAN
Ada beberapa pengertian fraktur menurut para ahli adalah
1. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik
(Price dan Wilson, 2006).
2. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan di tentukan sesuai jenis dan
luasnya, fraktur terjadi jika tulang di kenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorbsinya (Smeltzer dan Bare, 2002).
3. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur akibat dari
trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit seperti osteoporosis,
yang menyebabkan fraktur yang patologis (Mansjoer, 2002).
4. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang di tandai oleh rasa nyeri,
pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, pemendekan , dan krepitasi
(Doenges, 2002).
5. Fraktur cruris merupakan suatu istilah untuk patah tulang tibia dan fibulayang
biasanya terjadi pada bagian proksimal (kondilus), diafisis, atau persendian
pergelangan kaki ( Muttaqin, 2008)
Berdasarkan pengertian para ahli dapat disimpulkan bahwa fraktur
cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan di tentukan sesuai jenis dan
luasnya, yang di sebabkan karena trauma atau tenaga fisik yang terjadi pada
tulang tibia dan fibula.
Secara umum, penyebab fraktur utama adalah trauma. Trauma merupakan
masalah kesehatan utama seiring dengan peningkatan aktivitas dan transportasi
masyarakat di era modern ini. Berdasarkan data World Health Organization
(WHO), kecelakaan lalu lintas ternyata membunuh empat kali lipat lebih tinggi
dibandingkan nyawa-nyawa yang terbunuh dalam perang. Trauma/ kecelakaan
9

merupakan penyebab kematian ketiga terbanyak di Amerika Serikat, dan pada usia
1 hingga 44 tahun adalah usia dengan tingkat kematian terbanyak akibat trauma.
Di Amerika Serikat, 28,6 juta mengalami trauma muskuloskeletal setiap tahunnya.
Hampir sebagian dari trauma tersebut berakhir pada keterbatasan fisik
(disabilitas), dan total kerugian yang ditanggungg selama pengobatan dan harihari yang dihabiskan tanpa bekerja diperkirakan mencapai 41 miliar dollar.3Selain
itu, sebagian dari seluruh wanita dan 8 dari seluruh pria di atas 50 tahun akan
mengalami sedikitnya sebuah fraktur osteoporosis selama hidupnya. Di Amerika
Serikat sekarang ini, 250.000 hingga 300.000 fraktur tulang panggul dilaporkan
terjadi pada mereka yang berusia lanjut. Seperempat dari pasien ini tidak
pernahkembali ke tingkat prefracture ambulasi mereka. Karena jumlah yang
diharapkan meningkat dua kali lipat pada tahun 2025, situasi ini merupakan
masalah kesehatan masyarakat proporsi epidemi.
Menurut data Riset Kesehatan Dasar 2013, Prevalensi cedera secara
nasional adalah 8,2 persen, prevalensi tertinggi ditemukan di Sulawesi Selatan
(12,8%) dan terendah di Jambi (4,5%). Provinsi yang mempunyai prevalensi
cedera lebih tinggi dari angka nasional sebanyak 15 provinsi. Penyebab cedera
terbanyak yaitu jatuh (40,9%) dan kecelakaan sepeda motor (40,6%), selanjutnya
penyebab cedera karena terkena benda tajam/tumpul (7,3%), transportasi darat
lain (7,1%) dan kejatuhan (2,5%). Sedangkan untuk penyebab yang belum
disebutkan proporsinya sangat kecil.Jenis cedera patah tulang yang dikaitkan
dengan usia menurut kepustakaan RISKESDA 2013 mempunyai persentasi
tertinggi pada kelompok usia di atas 75 tahun (10%). 15
Prevalensi cedera tertinggi berdasarkan karakteristik responden yaitu pada
kelompok umur 15-24tahun (11,7%), laki-laki (10,1%), pendidikan tamat
SMP/MTS (9,1%), yang tidak bekerja atau bekerja sebagai pegawai (8,4%
persen), bertempat tinggal di perkotaan (8,7%) pada kuintil Indeks kepemilikan
menengah atas (8,7%).15

10

Pencegahan cedera diupayakan melalui beberapa metode dan kebijakan.


Modifikasi kendaraan seperti airbag, sabuk pengaman, dan crumplezona
memperlambat perlambatan penghuni dan dengan demikian mengurangi transfer
energi kinetik, membuat lebih banyakkecelakaan yang lebih bisa diselamatkan.
Perubahan jalan seperti perbaikan permukaan, visibilitas, dan kontrol lalu lintas
mengurangiterjadinya kecelakaan. Cedera akibat olahraga dikurangi dengan
modifikasi aturan dan meningkatkan perlindungan diri dengan pelindung.
Modifikasi lingkungan, seperti meningkatkan keamanan mekanisme pada
mesinatau meningkatkan pencahayaan di tempat kerja. Kesemuanya itu dapat
mencegah cedera.3
ETIOPATOGENESIS6

Forced skeletal trauma.


Trauma ekternal yang kuat dapat langsung merusak diskontinuitas tulang

dengan mineralisasi yang baik sekalipun. Fraktur dapat berupa fraktur terbuka
atau fraktur tertutup tergantung dari berat-ringan paparan trauma/ cedera.

Stress (fatigue) fractures.


Paparan yang kronik repetitif terhadap suatu tahanan dapat memicu
timbulnya fraktur stress. Paparan berupa trauma- trauma minor yang tidak dapat
menyebabkan terjadinya fraktur bila terjadi secara persatuan kejadian atau proses
penyembuhan

tulang

terjadi

sebelum

munculnya

trauma-trauma

minor

berikutnyaKemunculan fraktur- fraktur tersebut terjadi di lokasi yang khas


tergantung dari paparan berulang tersebut. Biasanya disebabkan oleh aktivitas
atletik, misalnya march fracture, yaitu fraktur kaput metatarsal 2 dan 3.
Fraktur medial dan distal tibia dan fibula pada pelari jarak jauh dan para penari
balet.
Diagnosis dini dari kelainan ini dapat dideteksi melalui MRI atau
kedokteran nuklir. Radiografi nuklir dapat menunjukkan adanya suatu
peningkatan aktivitas terhadap tulang-tulang sebelum tanda-tanda fraktur pada
pemeriksaan radiologi konvensional muncul. MRI juga bermanfaat dalam
menetapkan diagnosis sebelum berbagai perubahan radiografik tampak jelas.
Gambaran radiologis ketika tanda-tanda fraktur sudah tampak pada foto polos

11

berupa periosteal sklerotik, garis fraktur lusen persisten, dikelilingi sklerosis di


sekitarnya.

Avulsion fractures.

Gambar 1.
Stress fracture.
I.
Area dengan penigkatan
skerosis dengan beberapa
densitas periosteal pada
medial os tibia
II.
MRI sangat berguna sebagai
penegak diagnosis dini
sebelum tanda-tanda pada
foto polos muncul

Avulsi fragmen fragmen tulang pada area perlekatan tulang dengan


ligamen dan tendon. Jenis fraktur yang tergolong fraktur avulsi, yaitu fraktur
pada osgood-schlatter disease dan sindig-larsen disease. osgood-schlatter
disease berpredileksi pada tuberkel tibia. Diagnosis osgood-schlatter disease
umumnya dibuat secara klinis, di mana pada pemeriksaan radiologi dapat
dijumpai elevasi dari fragmen tuberkel tibia yang terpisah dari os tibia itu sendiri.
Sindig-Larsen disease terjadi pada inferior patella. Gambaran radiologisnya
masing-masing dapat dilihat di bawah ini.

12

Gambar 2. Osgood-Schlatter disease

Pathological fractures.
Fraktur patologi muncul akibat adanya kelemahan tulang atau

mineralisasi yang buruk. Tulang dapat fraktur walau dengan trauma ringan.
Biasanya didasari oleh suatu penyakit tulang, misalnya osteoporosis senilis pada
lansia atau osteomalasia. Pada pasien-pasien lansia bila tulang yang terkena
bukan pada area-area osteoporosis, seperti neck of femur, dapat dicurigai sebagai
sebuah keganasan.

Gambar 3. Fraktur patologik.


Tampak massa kista tulang
pada humerus proksimal.

Post-traumatic avascular necrosis


. Fraktur ini disebabkan oleh pemutusan traumatik pada aliran darah
tulang. Misalnya fraktur collum femoris dapat terjadi akibat interupsi dari
vascular kaput femoral akibat dislokasi femur posterior
13

Gambar 4. Kienbock's disease,


suatu bentuk nekrosis avaskular
traumatik pada lunatum

ANATOMI3
Tulang adalah jaringan yang kuat dan tangguh yang memberi bentuk pada
tubuh. Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan
melindungi organ lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul. Tulang
membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk
melekatnya otot-otot yang menggerakan kerangka tubuh. Tulang juga merupakan
tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsiumdan fosfat (Price dan
Wilson, 2006).
Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan
tempat untuk melekatnya otot- otot yang menggerakan kerangka tubuh.Tulang
juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan
fhosfat.Tulang rangka orang dewasa terdiri atas 206 tulang. Tulang adalah
jaringan hidup yang akan suplai syaraf dan darah. Tulang banyak mengandung
bahan kristalin anorganik (terutama garam- garam kalsium ) yang membuat tulang
keras dan kaku., tetapi sepertiga dari bahan tersebut adalah fibrosa yang
membuatnya kuat dan elastis (Price dan Wilson, 2006). Tulang ekstrimitas bawah
atau anggota gerak bawah dikaitkan pada batang tubuh dengan perantara gelang
panggul terdiri dari 31 pasang antra lain: tulang koksa, tulang femur, tibia, fibula,
patella, tarsalia, meta tarsalia, dan falang (Price dan Wilson, 2006).
14

Secara khusus pada pembahasan kali ini lebih ditekankan pada Os Tibia
dan Fibula sesuai dengan kaitannya dengan kasus.Tibia adalah tulang medial
besar tungkai bawah. Tibia berartikulasi dengan condylus femoris dan caput fibula
di atas, dan dengan talus dan ujung distal fibula di bawah. Ia memiliki ujung atas
yang melebar, dan ujung bawah lebih sempit. Pada ujung atasnya terdapat
condylus medialis dan lateralis (kadang-kadang disebut plateau tibialis medialis
dan lateralis), yang berartikulasi dengan condylus medialis dan lateralis femur,
dipisahkan oleh cartilago semilunaris medialis dan lateralis (meniscus medialis
dan lateralis). Yang memisahkan permukaan atas sendi condylus tibialis adalah
area intercondylaris anterior dan posterior; diantara kedua area ini terdapat
eminentia intercondylaris. Condylus lateralis memiliki facies artikularis circularis
untuk caput fibulae pada aspek lateralnya. Condylus medialis mempunyai sebuah
alur pada aspek posteriornya untuk insersio m. Semimembranosus.
Corpus tibia berbentuk segitiga pada potongan melintang, dengan tiga
batas (margo) dan tiga permukaan (facies). Yakni, facies lateralis, facies medialis
dan facies posterior. serta tiga buah tepi yaitu margo anterior , margo medialis,
margo interosseus. Pada pertemuan margo anterior dengan ujung atas tibia
terdapat tuberositas, yang menjadi tempat melekat lig. Pattelae. Margo anterior
membulat dibagian bawah, tempat ia menyatu dengan malleolus medialis. Margo
lateral atau interossea menjadi tempat perlekatan membrana interossea. Ujung
bawah tibia sedikit melebar dan pada aspek inferiornya tampak sebuah permukaan
sendi berbentuk pelana untuk talus. Ujung bawahnya memanjang ke bawah
membentuk malleolus medialis. Facies lateralis malleolus medialis berartikulasi
dengan talus. Ujung bawah tibia memiliki lekukan lebar dan kasar pada
permukaan lateralnya untuk berartikulasi dengan fibula.

15

Gambar 5. Anatomi Tibia-Fibula

Gambar 5. Anatomi Os Tiibia et Fibula

Gambar 6. Potongan Transversa tulang panjang


16

Pertumbuhan Tulang1
Perkembangan tulang pada embrio terjadi melalui dua cara, yaitu
osteogenesis desmalis dan osteogenesis enchondralis. Keduanya menyebabkan
jaringan pendukung kolagen primitive diganti oleh tulang, atau jaringan kartilago
yang selanjutnya akan diganti pula menjadi jaringan tulang. Hasil kedua proses
osteogenesis tersebut adalah anyaman tulang yang selanjutnya akan mengalami
remodeling oleh proses resorpsi dan aposisi untuk membentuk tulang dewasa
yang tersusun dari lamella tulang. Kemudian, resorpsi dan deposisi tulang terjadi
pada rasio yang jauh lebih kecil untuk mengakomodasi perubahan yang terjadi
karena fungsi dan untuk mempengaruhi homeostasis kalsium.Perkembangan
tulang ini diatur oleh hormone pertumbuhan, hormone tyroid, dan hormone sex.
Osteogenesis Desmalis
Nama lain dari penulangan ini yaitu Osteogenesis intramembranosa,
karena terjadinya dalam membrane jaringan. Tulang yang terbentuk selanjutnya
dinamakan tulang desmal.Yang mengalami penulangan desmal ini yaitu tulang
atap tengkorak.Mula-mula jaringan mesenkhim mengalami kondensasi menjadi
lembaran jaringan pengikat yang banyak mengandung pembuluh darah.Sel-sel
mesenkhimal saling berhubungan melalui tonjolan-tonjolannya.Dalam substansi
interselulernya terbentuk serabut-serabut kolagen halus yang terpendam dalam
substansi dasar yang sangat padat.Tanda-tanda pertama yang dapat dilihat adanya
pembentukan tulang yaitu matriks yang terwarna eosinofil di antara 2 pembuluh
darah yang berdekatan.
Oleh karena di daerah yang akan menjadi atap tengkorak tersebut terdapat
anyaman pembuluh darah, maka matriks yang terbentuk pun akan berupa
anyaman. Tempat perubahan awal tersebut dinamakan Pusat penulangan primer.
Pada proses awal ini, sel-sel mesenkhim berdiferensiasi menjadi osteoblas yang
memulai sintesis dan sekresi osteoid. Osteoid kemudian bertambah sehingga
berbentuk lempeng-lempeng atau trabekulae yang tebal. Sementara itu
17

berlangsung pula sekresi molekul-molekul tropokolagen yang akan membentuk


kolagen dan sekresi glikoprotein.Sesudah berlangsungnya sekresi oleh osteoblas
tersebut disusul oleh proses pengendapan garam kalsium fosfat pada sebagian dari
matriksnya sehingga bersisa sebagai selapis tipis matriks osteoid sekeliling
osteoblas. Dengan menebalnya trabekula, beberapa osteoblas akan terbenam
dalam matriks yang mengapur sehingga sel tersebut dinamakan osteosit. Antara
sel-sel tersebut masih terdapat hubungan melalui tonjolannya yang sekarang
terperangkap dalam kanalikuli. Osteoblas yang telah berubah menjadi osteosit
akan diganti kedudukannya oleh sel-sel jaringan pengikat di sekitarnya.
Dengan berlanjutnya perubahan osteoblas menjadi osteosit maka
trabekulae makin menebal, sehingga jaringan pengikat yang memisahkan makin
menipis. Pada bagian yang nantinya akan menjadi tulang padat, rongga yang
memisahkan trabekulae sangat sempit, sebaliknya pada bagian yang nantinya akan
menjadi tulang berongga, jaingan pengikat yang masih ada akan berubah menjadi
sumsum tulang yang akan menghasilkan sel-sel darah. Sementara itu, sel-sel
osteoprogenitor pada permukaan Pusat penulangan mengalami mitosis untuk
memproduksi osteoblas lebih lanjut
Osteogenesis Enchondralis
Awal dari penulangan enkhondralis ditandai oleh pembesaran khondrosit
di tengah-tengah diaphysis yang dinamakan sebagai pusat penulangan primer. Sel
sel khondrosit di daerah pusat penulangan primer mengalami hypertrophy,
sehingga matriks kartilago akan terdesak mejadi sekat sekat tipis.
Dalam sitoplasma khondrosit terdapat penimbunan glikogen. Pada saat ini
matriks kartilago siap menerima pengendapan garam garam kalsium yang pada
gilirannya akan membawa kemunduran sel sel kartilago yang terperangkap
karena terganggu nutrisinya. Kemunduran sel sel tersebut akan berakhir dengan
kematian., sehingga rongga rongga yang saling berhubungan sebagai sisa sisa
lacuna. Proses kerusakan ini akan mengurangi kekuatan kerangka kalau tidak
18

diperkuat oleh pembentukan tulang disekelilingnya. Pada saat yang bersamaan,


perikhondrium di sekeliling pusat penulangan memiliki potensi osteogenik
sehingga di bawahnya terbentuk tulang.Pada hakekatnya pembentukan tulang ini
melalui penulangan desmal karena jaringan pengikat berubah menjadi
tulang.Tulang yang terbentuk merupakan pipa yang mengelilingi pusat
penulangan yang masih berongga rongga sehingga bertindeak sebagai penopang
agar model bentuk kerangka tidak terganggu.Lapisan tipis tulang tersebut
dinamakan pipa periosteal. Setelah terbentuknya pipa periosteal, masuklah
pembuluh pembuluh darah dari perikhondrium,yang sekarang dapat dinamakan
periosteum, yang selanjutnya menembus masuk kedalam pusat penulangan primer
yang tinggal matriks kartilago yang mengalami klasifikasi.
Darah membawa sel sel yang diletakan pada dinding matriks.Sel sel
tersebut memiliki potensi hemopoetik dan osteogenik. Sel sel yang diletakan
pada matriks kartilago akan bertindak sebagai osteoblast. Osteoblas ini akan
mensekresikan matriks osteoid dan melapiskan pada matriks kartilago yang
mengapur. Selanjutnya trabekula yang terbentuk oleh matriks kartilago yang
mengapur dan dilapisi matriks osteoid akan mengalami pengapuran pula sehingga
akhirnya jaringan osteoid berubah menjadi jaringan tulang yang masih
mengandung matriks kartilago yang mengapur di bagian tengahnya. Pusat
penulangan primer yang terjadi dalam diaphysis akan disusun oleh pusat
penulangan sekunder yang berlangsung di ujung ujung model kerangka
kartilago.
Pertumbuhan Memanjang Tulang Pipa1
Setelah berlangsung penulangan pada pusat penulangan sekunder di
daerah epiphysis, maka teradapatlah sisa sisa sel khondrosit diantara epiphysis
dan diaphysis. Sel sel tersebut tersusun bederet deret memanjang sejajar sumbu
panjang tulang. Masing masing deretan sel kartilago dipisahkan oleh matriks
tebal kartilago, sedangkan sel sel kartilago dalam masing masing deretan
dipisahkan oleh matriks tipis.Jaringan kartilago yang memisahkan epiphysis dan
19

diaphysis berbentuk lempeng atau cakram sehingga dinamakan Discus


epiphysealis.
Sel sel dalam masing masing deretan tidak sama penampilannya. Hal
ini disebabkan karena ke arah diaphysis sel sel kartilago berkembang yang
sesuai dengan perubahan perubahan yang terjadi pada pusat penulangan. Karena
perubahan sel sel dalam setiap deret seirama, maka discus tersebut menunjukan
gambaran yang dibedakan dalam daerah daerah perkembangan.
Daerah daerah perkembangan :
1.Zona Proliferasi : sel kartilago membelah diri menjadi deretan sel sel
gepeng.
2.Zona Maturasi : sel kartilago tidak lagi membelah diri,tapi bertambah
besar.
3.Zona hypertrophy : sel sel membesar dan bervakuola.
4.Zona kalsifikasi : matriks cartlago mengalami kalsifikasi.
5. Zona degenerasi : sel sel cartlago berdegenerasi diikuti oleh
terbukanya lacuna sehingga terbentuk trabekula.
Karena masuknya pembuluh darah, maka pada permukaan trabekula di
daerah ke arah diaphysis diletakan sel sel yang akan berubah menjadi osteoblas
yang selanjutnya akan melanjutkan penulangan.Dalam proses pertumbuhan discus
epiphysealis akan semakin menipis, sehingga akhirnya pada orang yang telah
berhenti pertumbuhan memanjangnya sudah tidak deketemukan lagi.

KLASIFIKASI FRAKTUR
Fraktur dapat dibedakan berdasarkan ada tidaknya hubungan dengan dunia luar
menjadi fraktur terbuka (Open/simple fracture) dan fraktur tertutup ( closed/ compound
fracture). Penilaian ini kiranya cukup ditegakkan secara klinis dengan melihat ada
tidaknya jaringan tulang yang patah dan menembus ke permukaan kulit hingga terlihat
oleh mata. 5,6,8

Gustillo membagi derajat fraktur terbuka menjadi:


20

1. Derajat I : luka kecil kurang dari 1 cm, bersih, terdapat sedikit kerusakan jaringan,
tidak terdapat tanda-tanda trauma yang hebat pada jaringam lunak. Fraktur yang terjadi
biasanya bersifat simpel, transversa, oblik pendek atau kominutif.
2. Derajat II: laserasi kulit melebihi 1 cm, tetapi tidak terdapat kerusakan jaringan yang
hebat atau avulsi kulit.fraktur yang terjadi biasanya fraktur sederhana/ simpel.
3. Derajat III: trauma tumpul yang hebat, fraktur hebat disertai kerusakan jaringan yang
luas disertai gangguan neurovaskular. Dibagi dalam 3 subtipe:

tipe IIIA : jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah,


tipe IIIB : disertai kerusakan dan kehilangan janingan lunak, tulang tidak dapat di
tutup jaringan lunak ,
tipe IIIC : disertai cedera arteri yang memerlukan repair segera. 5
Fraktur dapat dibagi pula menjadi fraktur lengkap (complete fracture) dan fraktur

tidak lengkap (incomplete fracture). Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan
tulang itu sendiri, dan jaringan lunak di sekitarnya akan menentukan apakah fraktur yang
terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang
patah, sedangkan pada fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang.
Pada foto radiologi fraktur lengkap hanya tampak garis fraktur linier yang radiolusen
dengan allignment tulang baik.5,8
Berdasarkan lokasinya, fraktur dapat mengenai bagian proksimal (plateau),
diaphyseal (shaft), maupun distal. Fraktur pada diafisis tulang panjang seperti femur,
humerus, dan lain-lain, biasa dibagi lagi menjadi fraktur 1/3 proksimal, 1/3 medius, dan
1/3 distal.8 Berdasarkan ada tidaknya perubahan posisi, dikenal fraktur dengan perubahan
posisi, yaitu ujung tulang yang patah berjauhan dari tempat yang patah, fraktur tanpa
perubahan posisi, yaitu tulang patah, posisi pada tempatnya yang normal. 5

21

Gambar 7. Berturut-turut: fraktur transversal, fraktur oblik, fraktur spiral, fraktur segmental,
fraktur kompresi, fraktur patologis

Berdasarkan sudut fraktur atau garis patahnya, fraktur lengkap (complete


fracture) dapat diklasifikasi menjadi fraktur transversal, fraktur oblik/ diagonal,
dan fraktur spiral. Fraktur transversal adalah fraktur yang garis patahnya tegak
lurus terhadap sumbu panjang tulang. Fraktur semacam ini umumnya stabil ketika
segmen-segmen tulang yang patah direposisi atau direduksi kembali ke tempatnya
semula. Biasanya mudah dikontrol dengan bidai gips sebagai fiksator.8
Fraktur oblik/ diagonal adalah fraktur yang garis patahnya membentuk
sudut terhdapa sumbu memanjang tulang. Akibat kemiringannya, fraktur ini tidak
stabil dan sullit diperbaiki hanya dengan tindakan pembidaian. Fraktur spiral
timbul akibat torsi/ perputaran pada ekstremitas. Fraktur-fraktur ini khas pada
cedera main ski, dimana ujung ski terbenam pada tumpukan salju dan ski terputar
sampai tulang patah. Yang menarik adalah bahwa jenis fraktur rendah energi ini
hanya menimbulkan sedikit kerusakan jaringan lunak, dan fraktur semacam ini
cenderung cepat sembuh dengan imobilisasi luar.8
Berdasarkan jumlah fragmen fraktur, dibedakan menjadi fraktur simpel
dan fraktur segmental. Fraktur segmental adalah dua fraktur berdekatan pada satu
22

tulang yang menyebabkan terpatahnya segmen sentral dari suplai darahnya.


Fraktur semacam ini sulit ditangani. Biasanya satu ujung yang tidak memiliki
pembuluh darah menjadi sulit untuk menyembuh, dan dalam keadaan ini mungkin
memerlukan pengobatan secara bedah. Comminutes fracture adalah serpihanserpihan atau terputusnya keutuhan jaringan di mana terdapat lebih dari dua
fragmen tulang.8
Fraktur impaksi adalah fraktur di mana fragmen-fragmen saling tertekan
satu-sama lain, tanpa adanya garis fraktur yang jelas.6fraktur impaksi dibagi
menjadi fraktur kompresi dan depresi. Fraktur kompresi terjadi ketika dua tulang
menumbuk tulang ketiga yang berada diantaranya, seperti satu vertebra dengan
dua vertebra lainnya. Fraktur pada korpus vertebra ini dapat didiagnosa dengan
radiogram. Pandangan lateral dari tulang punggung akan menunjukkan
pengurangan tinggi vertikal dan atau sedikit membentuk sudut pada satu atau
beberapa vertebra.pada orang muda fraktur kompresi vertebra dapat disertai
dengan perdarahan retroperitoneal yang cukup berat. Sedangkan dikatakan fraktur
depresi bila fraktur tulang menimpa jaringan lunak di bawahnya. Fraktur
semacam ini mengenai pada tulang-tulang pipih akibat trauma tumpul, seperti
pada tulang tengkorank (calvaria).8
Fraktur berdasarkan kelainan yang mendasarinya dibedakan menjadi
fraktur fisiologis dan fraktur patologis. Fraktur fisiologis terjadi pada tulang
akibat hantaman dari suatu trauma yang kuat sehingga tulang akhirnya fraktur
walaupun mineralisasi yang baik dan tanpa kelainan atau penyakit tulang.
Sedangkan, fraktur patologis terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi
lemah oleh karena suatu kelainan, seperti tumor atau proses patologik lainnya.
Tulang seringkali menunjukkan penurunan densitas. Penyebab yang paling sering
dari fraktur-fraktur semacam ini adalah tumor baik primer ataupun metastasis. 8

23

Fraktur greenstick adalah fraktur tidak sempurna dan sering terjadi pada
anak-anak. Tulang anak bersifat fleksibel, sehingga fraktur dapat berupa
bengkokan tulang di satu sisi dan patahan korteks di sisi lainnya. Korteks tulang
yang pada sisi tulang yang bengkok masih utuh, demikian juga periosteumnya.
Fraktur-fraktur ini akan sembuh segera dan segera mengalami remodelling ke
bentuk dan fungsi normal.8,10

Gambar 8. A) fraktur beban/ stress fracture,


B)fraktur greenstick,
C)fraktur avulsi

Salter-Harris classification.
Klasifikasi Salter Harris merupakan klasifikasi fraktur yang melibatkan
epifisis tulang panjang. Jenis fraktur ini terjadi pada anak-anak, dimana lempeng
epifisis masih aktif berdiferensiasi. Kalsifikasi ini dibedakan menjadi lima tipe
berdasarkan tingkat keparahannya:
I

Injury through the epiphyseal plateonly.

II

Fracture through the epiphyseal plate and metaphysis.

III

Fracturethrough the epiphyseal plate and epiphysis.

IV

Fracture through the epiphyseal plate, metaphysis and epiphysis.

Crush fracture of the epiphyseal plate.

24

Gambar 9. Klasifikasi Salter-Harris


(dikutip dari: http://ukemigquickhit.com/2012/10/01/salter-harrisfractures/

25

PENEGAKAN_DIAGNOSIS
G

Gejala klasik fraktur adalah adanya riwayat trauma, rasa nyeri, dan bengkak di

bagian tulang yang patah, deformitas ( angulasi, rotasi, diskrepansi), gangguan fungsi
muskuloskeletal akibat rasa nyeri, putusnya kontinuitas tulang, dan gangguan
neurovaskular. Apabila gejala klasik tersebut ada, secara klinis diagnosis fraktur dapat
ditegakkan walaupun jenis konfigurasinya belum dapat ditentukan. Anamnesis dilakukan
untuk menggali riwayat mekanisme cedera (posisi kejadian) dan kejadian-kejadian yang
berhubungan dengan cedera tersebut. Riwayat cedera atau fraktur sebelumnya, riwayat
sosial ekonomi, pekerjaan, obat-obatan yang dia konsumsi, merokok, riwayat alergi dan
riwayat osteoporosis serta penyakit lain. Pada pemeriksaan fisik dilakukan tiga hal
penting, yakni inspeksi / look: deformitas (angulasi, rotasi, pemendekan, pemanjangan),
bengkak. Palpasi / feel (nyeri tekan, krepitasi). Status neurologis dan vaskuler di bagian
distalnya perlu diperiksa. Lakukan palpasi pada daerah ekstremitas tempat fraktur
tersebut, meliputi persendian diatas dan dibawah cedera, daerah yang mengalami nyeri,
efusi, dan krepitasi Neurovaskularisasi bagian distal fraktur meliputi : pulsasi aretri,
warna kulit, pengembalian cairan kapler, sensasi. Pemeriksaan gerakan / moving dinilai
apakah adanya keterbatasan pada pergerakan sendi yang berdekatan dengan lokasi
fraktur. Pemeriksaan trauma di tempat lain meliputi kepala, toraks, abdomen, pelvis.
Sedangkan pada pasien dengan politrauma, pemeriksaan awal dilakukan menurut
protokol ATLS. Langkah pertama adalah menilai airway, breathing, dan circulation.
Perlindungan pada vertebra dilakukan sampai cedera vertebra dapat disingkirkan dengan
pemeriksaan klinis dan radiologis.5
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan antara lain laboratorium meliputi darah
rutin, faktor pembekuan darah, golongan darah, cross-test, dan urinalisa. Pemeriksaan
radiologis untuk lokasi fraktur harus menurut rule of two: dua gambaran, anteroposterior
(AP) dan lateral, memuat dua sendi di proksimal dan distal fraktur, memuat gambaran
foto dua ekstremitas, yaitu ekstremitas yang cedera dan yang tidak terkena cedera (pada
anak) dan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan. 5

26

PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Walaupun penampakan dan tingkat keparahan fraktur dapat terlihat melalui
gejala-gejala klinisnya yang tampak, pemeriksaan radiologi masih tetap dibutuhkan
mendokumentasi lokasi dan luas fraktur serta mengidentifikasi kemungkinan cedera
tulang lainnya. Evaluasi pada kasus pasien dengan cedera akut umumnya cukup
memanfaatkan radiografi konvensional. Namun akhir-akhir ini, teknik imaging lainnya
yang setingkat lebih di atas dari konvensional dikatakan memiliki peranan yang penting
pula.
Radiography (X-rays) adalah modalitas imaging trauma yang utama pada lesi
traumatik

yang

melibatkan

tulang.

Sebagian

besar

lesi-lesi

tulang

dapat

terdokumentasikan cukup dengan radiofrafi standar ini. Lokasi dan asal dari fraktur
biasanya sudah dapat didemonstrasikan pada foto polos. Walaupun demikian, perbatasan
jaringan-jaringan lunak sulit dinilai. Posisi yang sering digunakan yaitu posisi
anteroposterior (AP) dan posisi lateral. 7
Secara radiologis konvensional, karakteristik tulang dapat dinilai berdasarkan
klasifikasi dibawah ini:

Arah garis fraktur : fraktur transversal, oblik, dan spiral

Hubungan antar fragment fraktur:

displacement,

angulasi,

shortening,

rotasi,

avulsi/ amputasi.

Jumlah fragment fraktur:

fraktur sederhana dan

fraktur kominutif/ segmental


27

Adanya hubungan dengan udara bebas:

fraktur terbuka dan

fraktur tertutup

A. ARAH GARIS FRAKTUR


B. HUBUNGAN ANTAR FRAGMEN FRAKTUR

Gambar 10. fraktur transversal dengan


pola fraktur Galeazzi, dimana fraktur
distal ulna dengan dislokasi radius.
(dikutip dari: A-Z of Emergency
Radiology. www.cambridge.org )

Gambar 11 . fraktur spiral 1/3 distal


os tibia sinistra disertai fraktur
leher fibula pada penampakan foto
AP (kiri) dan foto lateral (kanan).
(dikutip dari: A-Z of
Emergency Radiology.
www.cambridge.org )

Gambar12 . fraktur oblik/diagonal pada os


metacarpal II, III, dan IV(dikutip dari
kepustakaan no. 6)

28

Displacement adalah besarnya atau beratnya pergeseran segemen distal

tulang yang fraktur terhadap segmen proksimalnya.


Angulasi adalah besarnya sudut yang dibentuk oleh fragment fraktur distal

terhadap fragmen proksimal.


Shortening adalah tumpang tindih ujung fragmnet fraktur (menjadi lebih

pendek) dinyatakan dalam sentimeter.


Rotasi adalah perputaran secara transversal dari tulang panjang dengan atau

tanpa disertai dislokasi sendi.


Avulsi adalah kelainan bila fragmen tulang terlepas dari tulang induknya
(utamanya) karena tarikan otot, ligamen atau tendon.

Gambar
13.. dislokasi
fraktur midklavikula
dengan
Gambar14
posterior disertai
displacement
segmen
lateralhumerus
ke arah distal
internal
rotation
dari caput
(dikutip darigambaran
kepustakaan
no.bulb
9) (dikutip
membentuk
light
dari kepustakaan no. 6)

29

Gambar 15. Avulsi pada krista iliaka


anterior inferior (dikutip dari kepustakaan
no. 6)

Gambar 16 . multiple stress fracture


dengan angulasi lateral (dikutip dari
kepustakaan no. 6)

C. JUMLAH FRAGMEN FRAKTUR

(a)
(b)
(c)
Gambar 17 . (a) fraktur kominutif pada os tibia dengan dengan pola
triangular/ butterfly fragment, (b) fraktur segmental pada os femur, (c)
simple fracture pada os radius dan os ulna dengan arah garis fraktur
transversal (dikutip dari kepustakaan no. 6)

30

Computed tomography (CT) juga merupakan perangkat yang lebih sensitif dan
spesifik dibanding radiografi konvensional dalam mendeteksi dan memvisualisasikan
pola fraktur pada regio-regio dengan anatomi kompleks seperti pada wajah, spina
vertebra dan pelvis. Perekonstruksian CT-scan posisi sagital dan coronal dinilai sangat
bermanfaat. Kekurangan dari pencitraan CT-scan ini, gambaran fraktur sering luput.
Sehingga radiograf atau persiapan pencitraan digital harus selalu dipantau saat
menginterpretasikan trauma skeletal untuk menghidari fraktur yang luput pada potongan
aksial. 7

Gambar 18 . CT-scan potongan aksial.


Tampak fraktur kominutif os calcaneus
dextra

Skeletal scintigraphy (radionuclide radiology) merupakan metode yang sangat


sensitif untuk mendeteksi fraktur beban atau fraktur panggul non-displaced yang
seringkali tidak nampak pada foto polos konvensional. Gambaran radiopharmaceutical
(analog fosfat) yang muncul berkaitan dengan aktivitas osteoblastik, sisa radioaktif,
adanya perlekatan dengan campuran fosfat, dan pada pembentukan tulang baru. Jadi,
fraktur-fraktur dengan turnover tulang yang tinggi menampakkan radioaktivitas yang
tinggi pula. 7

31

Magnetic resonance imaging (MRI) adalah modalitas yang unik karena


kemampuannya mendemonstrasikan karakteristik dan tingkat dari suatu cedera yang
melibatkan jaringan lunak: ligamen, tendon, kartilago, dan otot. MRI juga dengan sangat
bagus mendemostrasikan perubahan pada sumsum tulang. Pencitraan ini bisa mengambil
gambar dari berbagai sudut tanpa menggerakkan pasien, serta dapat menghasilkan suatu
rangkaian yang teratur yang berguna menilai jaringan dengan detai yang amat baik.
Secara umum, jaringan lemak akan tampak sebagai hign signal (warna terang). Densitas
air, misalnya edema, akan bersinyal rendah (warna gelap). Supresi lemak, yang
didapatkan dari berbagai metode, dapat membuat abnormalitas intramedular dalam tulang
dan jaringan lunak memiliki warna yang lebih mencolok. 7
Ultrasound (US) . penggunanaan ultrasound dalam evaluasi suatu cedera
muskuloskeletal umumnya bermanfaat untuk mendeteksi cedera jaringan lunaknya.
Resolusi yang tinggi, near-field, transduser elektronik linear-array memberikan citra
yang baik terhadap struktur superfisial. Cederea tendon adalah yang paling sering
dievaluasi, walaupun cedera otot dan ligamen dan beberapa fraktur juga nampak. Tendon
biasanya digambarkan seperti kapak transversa dan longitudinal, dimana transduser
paralel atau perpendikuler ke tendon.7

PENYEMBUHAN FRAKTUR
Jika satu tulang sudah patah, jaringan lunak sekitarnya juga rusak,
periosteum terpisah dari tulang, dan terjadi perdarahan yang cukup berat
membentuk hematoma. Bekuan darah terbentuk pada daerah tersebut. Bekuan
akan membentuk jaringan granulasi di dalamnya dengan sel-sel pembentuk tulang
primitif (osteogenik) berdiferensiasi membentuk kondroblas dan osteoblas.
Kondroblas akan mensekresi fosfat, yang merangsang deposisi kalsium. Terbentuk
lapisan tebal yang disebut kallus disekitar lokasi fraktur. Lapisan ini terus menebal
dan meluas, bertemu dengan lapisan kalus dari fragmen satunya, dan menyatu.
Penyatuan dari kedua fragmen (penyembuhan fraktur) terus berlanjut
dengan terbentuknya trabekula oleh osteoblas, yang melekat pada tulang dan
meluas menyeberangi lokasi fraktur. Penyatuan provisional ini akan menjalani
32

transformasi metaplastik untuk menjadi lebih kuat dan lebih terorganisasi. Kalus
tulang akan mengalami remodelling untuk mengambil bentuk tulang yang utuh
seperti bentuk osteoblas tulang baru dan osteoklas akan menyingkirkanbagian
yang rusak dan tulang sementara.
Secara detail fase-fase penyembuhan fraktur akan diuraikan sebagai
berikut:
1. Fase inflamasi
a. Hematoma adalah area fraktur terisi darah dari pembuluh darah
periosteum

dan

endosteum

membentuk

hematoma

dengan

perlangsungan 1-2 hari.


b. Pembentukan

jaringan

granulasi.

Terjadi

proses

inflamasi

(vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit) sel-sel fibroblas,


kondroblas dan osteoblas dengan perlangsungan selama 2 minggu.
2. Fase reparasi (Callus forming)
a. Jaringan

granulasi

yang

terbentuk

akan

membentuk

massa

fibrocartilaginous yang bertujuan untuk mempertahankan posisi


fragmen tulang.
b. Anchoring callus form. Bentukan ini terbentuk agak jauh dari titik
fraktur untuk stabilitas fraktur dan menghubungkan antar fragmen
fraktur.
c. Medullary callus forms.
d. The fibrocartilaginous mass membentuk spongy immature bone yang
akan menjadi cikal bakal terbentuknya tulang lamelar bone.
Perlangsungan kesemua proses reparasi selama sekitar 8-12 minggu
3. Fase remodelling

33

a. Terbentuknya

callus

sempurna (mature

lamelar bone) yang

selanjutnya akan mengalami remodelling dan adaptasi fungsi oleh


otot dan pengaruh weight bearing stress.

Waktu yang diperlukan untuk penyembuhan fraktur tulang sangat


bergantung pada lokasi fraktur juga umur pasien. Fraktur pada anak anak
biasanya sembuh secara cepat dan baik. Pelindung periosteal aktif disekitar
tubulus tulang pada anak-anak masih kuat. Karena di daerah ini jarang terjadi
fraktur secara lengkap, maka fragmen fraktur cenderung dipertahankan dalam
posisi yang dapat diterima setelah fraktur. tulang anak-anak memiliki potensial
yang besar untuk koreksi remodelling sehingga deformitas angular pasca-reduksi
dapat diterima dengan keyakinan bahwa tulang yang matur akan tetap lurus tanpa
bekas cedera. Selain itu, ekstremitas yang pernah cedera cenderung tumbuh lebih
cepat daripada yang normal. 8

PRINSIP PENANGANAN FRAKTUR11,12


Prinsip-prinsip tindakan/penanganan fraktur meliputi reduksi,
imobilisasi, dan pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan
rehabilitasi :
a. Reduksi,
- Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan fragmen
tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis
- Sasarannya adalah untuk memperbaiki fragmen-fragmen fraktur pada
posisi anatomik normalnya.
- Metode untuk reduksi adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan
reduksi terbuka. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat
fraktur, namun prinsip yang mendasarinya tetap sama. Biasanya
34

dokter melakukan reduksi fraktur sesegera mungkin untuk


mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi
karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi
fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mengalami
penyembuhan.
Reduksi

tertutup, pada kebanyakan kasus reduksi tertutup


dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke
posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan
Manipulasi dan Traksi manual. Sebelum reduksi dan
imobilisasi, pasien harus dimintakan persetujuan tindakan,
analgetik sesuai ketentuan dan bila diperlukan diberi
anestesia.Ektremitas dipertahankan dalam posisi yang
diinginkan sementara gips, bidai atau alat lain dipasang
oleh dokter. Alat imobilisasi akan menjaga reduksi dan
menstabilkan ektremitas untuk penyembuhan tulang. Sinarx harus dilakukan untuk mengetahui apakah fragmen tulang
telah dalam kesejajaran yang benar.
Traksi,

dapat digumnakan untuk mendapatkan efek reduksi


dan imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme
otot yang terjadi.
Reduksi

terbuka, pada fraktur tertentu memerlukan reduksi


terbuka. Dengan pendekatan bedah, fragmen tulang
direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat,
sekrup, palt, paku atau batangan logam dapat digunakan
untuk mempertahan kan fragmen tulang dalam posisinya
sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.

35

b. Imobilisasi,
- Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai
terjadi penyatuan.
- Sasarannya adalah mempertahankan reduksi di tempatnya sampai
terjadi penyembuhan
- Metode untuk mempertahankan imobilisasi adalah dengan alat-alat
eksternal bebat, brace, case, pen dalam plester, fiksator eksterna,
traksi, balutan) dan alat-alat internal (nail, lempeng, sekrup,
kawat, batang, dll)
c. Rehabilitasi,
- Sasarannya meningkatkan kembali fungsi dan kekuatan normal pada
bagian yang sakit
-

Untuk

mempertahankan

dan

memperbaiki

fungsi

dengan

mempertahankan reduksi dan imobilisasi adalah peninggian untuk


meminimalkan bengkak, memantau status neurovaskuler (misalnya;
pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan), mengontrol
ansietas dan nyeri (mis; meyakinkan, perubahan posisi, strategi
peredaran nyeri, termasuk analgetika), latihan isometrik dan
pengaturan otot, partisipasi dalam aktifitas hidup sehari-hari, dan
melakukan aktifitas kembali secara bertahap dapat memperbaiki
kemandirian fungsi dan harga diri. Pengembalian bertahap pada
aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutik.

36

Tabel.2. Ringkasan tindakan terhadap fraktur


Sasaran Tindakan terhadap fraktur
M
engembalikan fragmen tulang ke posisi anatomis normal (reduksi)
M
empertahankan reduksi sampai terjadi penyembuhan (imobilisasi)
M
empercepat pengembalian fungsi dan kekuatan normal bagian yang
terkena (rehabilitasi)
Metode untuk mencapai reduksi fraktur
Reduksi tertutup
Traksi
Reduksi terbuka
Metode mempertahankan imobilisasi
A
lat eksterna
A
lat interna
Mempertahankan dan mengembalikan fungsi
M
empertahankan reduksi dan imobilisasi
M
eninggikan untuk meminimalkan pembengkakan
M
emantau status neuruvaskuler
M
engontrol kecemasan dan nyeri
37

Latihan isometric dan setting otot


Berpartisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari
K
embali aktivitas secara bertahap

KOMPLIKASI 10
1. Komplikasi segera

Lokal :
- kulit : abrasi, laserasi, penetrasi
- pembuluh darah : robek
- sistem syaraf : sumsum tulang belakang, saraf tepi motorik dan sensorik
- otot
- organ dalam : jantung, paru, hepar, limpa, kandung kemih

Umum :
- ruda paksa multipel
- syok : hemoragik, neurogenik

2. Komplikasi intermediet (muncul pada saat terapi)

Lokal :
- Sindrom kompartmen, nekrosis kulit, gangren, osteomyelitis, dll

Umum :
- ARDS, emboli paru, tetanus (infeksi).

3. Komplikasi lama

Lokal :
- sendi : ankilosis fibrosa, dll
- tulang gagal taut/taut lama/salah taut
- patah tulang ulang
- osteomyelitis, dll
38

- otot/tendo: ruptur tendo, dll


- syaraf ; kelumpuhan saraf lambat

Umum :
- batu ginjal (akibat imobilisasi lama ditempat tidur)

4. Komplikasi penyembuhan fraktur11-15

Delayed union
Delayed union artinya penyatuan yang tertunda, yaitu patah tulang yang
tidak menyatu dalam waktu 3-6 bulan, tidak terlihat ada pertumbuhan
tulang yang baru, kalaupun ada sangat sedikit, kalus (tulang muda) di
sekitar daerah patahan pun sangat kurang.
Ciri-ciri yang terlihat pada kasus delayed union yaitu :
o nyeri pada saat berjalan
o terdapat pembengkakan
o nyeri pada saat ditekan di daerah patahan
o tulang bertambah bengkok ( bisa bengkok, bisa tidak)
o terdapat gerakan yang abnormal pada daerah patahan

Non union artinya tidak menyatu atau tidak ada penyatuan, non union
merupakan kasus lanjutan dari delayed union. Jadi, bila patah tulang tidak
menyatu dalam waktu 6-8 bulan dinamakan non union.
Penyebab delayed union dan non union :
o terlalu banyak bergerak
o kurangnya asupan nutrisi untuk tulang (protein, kalsium, magnesium
dan zat mineral lainnya)
o terlalu stres
o jarang berjemur
o pernah jatuh atau terpeleset

39

Gambar 19. komplikasi fraktur: nonunion


(dikutip dari:
http//www.learningradiology.comarchives2007
COW%20278-Non union
%20Tibianonunioncorrect.html)

Malunion
Mal union adalah dimana tulang yang patah menyatu dalam waktu yang
tepat (3-6 bulan) tetapi tulangnya menjadi bengkok. Penyebabnya bisa
karena terlalu banyak bergerak, pernah terpeleset sehingga fragmen
tulangnya bergeser, sering duduk atau tidur dengan posisi yang tidak tepat,
pengobatan dengan dipijit (karena tidak dilihat langsung, posisinya kurang
pas).

Gambar 20 . komplikasi fraktur: malunion


(dikutip
dari:http//ortho.com.sgmaintreatment-offracture-malunion)
Osteomielitis16-17
40

Osteomielitis adalah proses inflamasi yang terjadi pada tulang baik itu pada
sumsung tulang, kortex, periosteum atau jaringan lunak sekitarnya yang
meupakan manifestasi oleh infeksi mikroorganisme.
Berdasarkan durasi, osteomielitis terbagi menjadi osteomielitis akut dan
osteomielitis kronik. Berikut perbedaan antara osteomieltis akut dan osteomielitis
kronik.
Durasi
Gambaran radiologi
(foto polos)

Osteomielitis akut
< 2 minggu
Periosteal reaction
Osteolitik > sklerotik
Swelling (+)

Osteomielitis Akut

Osteomielitis Kronik

Osteomielitis kronik
> 2 minggu
Korteks menebal dan
irreguler
Osteolitik < sklerotik
Swelling (-)

41

PROGNOSIS

42

Rata-rata masa penyembuhan fraktur:10


Lokasi Fraktur

Masa PenyembuhanLokasi Fraktur

1. Pergelangan

3-4 minggu

7. Kaki

tangan
2. Fibula
3. Tibia
4. Pergelangan kaki
5. Tulang rusuk
6. Jones fracture

4-6 minggu
4-6 minggu
5-8 minggu
4-5 minggu
3-5 minggu

8. Metatarsal
9. Metakarpal
10. Hairline
11. Jari tangan
12. Jari kaki

Masa
Penyembuhan
3-4 minggu
5-6 minggu
3-4 minggu
2-4 minggu
2-3 minggu
2-4 minggu

Rata-rata masa penyembuhan: Anak-anak (3-4 minggu), dewasa (4-6 minggu),


lansia (> 8 minggu).

BAB III
DISKUSI KASUS

43

A. RESUME KLINIS
Pasien An.AR masuk ke rumah sakit pada tanggal 29 Desember 2014
dengan keluhan luka pada kaki kiri. Keluhan pasien dialami sejak 8 jam yang
lalu sebelum masuk rumah sakit. Sebelumnya pasien mengalami kecelakaan
lalu lintas. Pasien ketika itu sedang bermain-main di pinggir jalan. Kemudian
tiba-tiba disambar oleh sepeda motor dari arah samping. Akibatnya kaki kiri
pasien terlindas ban motor dan kepala pasien terbentur aspal.

Dari hasil

anamnesis secara alloanamnesis dan autoanamnesis tersebut ditemukan salah


satu etiologi dari fraktur batang tibia dan fibula yaitu adanya High Energy
Trauma yang merupakan faktor penyebab tersering dari fraktur ini.
Dari hasil pemeriksaan fisis pada inspeksi regio cruris sinistra
ditemukan terpasang fiksasi dengan adanya luka robek yang sudah dihecting.
Pada palpasi ditemukan nyeri tekan setempat pada regio cruris sinistra.
Berdasarkan referensi yang ada, pada pemeriksaan fisik untuk pasien-pasien
dengan fraktur batang tibia-fibula (fraktur cruris) biasanya pada inspeksi
tampak deformitas bervariasi bergantung pada tingkat fraktur dalam kaitannya
dengan perlekatan otot dan aksinya. Pada palpasi ditemukan adanya nyeri
tekan pada area yang mengalami kerusakan.6,7
Pemeriksaan radiologi berupa foto cruris sinistras AP/ Lateral
membrikan hasil Fraktur transversal 1/3 medial os tibia et fibula sinistra
dengan displaced segmen distal ke cranioposterolateral, shortening 2 cm
disertai soft tissue swelling sekitarnya. Hal ini memastikan diagnosis fraktur
pada pasien ini.

B. DISKUSI ANALISIS KASUS

44

Berdasarkan teori klasifikasi fraktur tibia-fibula menurut garis


frakturnya, patah tulang dibagi menjadi fraktur komplit atau inkomplit
(termasuk fisura dan greenstick fracture), tranversa, oblik, spiral, kompresi,
simpel, kominutif, segmental, kupu-kupu dan impaksi (termasuk impresi dan
inklavasi. Untuk kasus ini fraktur tibia-fibula yang didapatkan adalah fraktur
sederhana/ simple fracture dengan arah garis fraktur transversal. Menurut
lokasi patahan ditulang, fraktur dibagi menjadi fraktur epifisis, metafisis, dan
diafisis. Fraktur lempeng epifisis memiliki klasifikasi khusus menurut SalterHarris, namun tidak digunakan pada kasus ini oleh karena menurut lokasinya,
fraktur ini termasuk fraktur diafisis.

Pada hasil radiologi, ditemukan ada fraktur tibia et fibula pada pasien
ini, kemudian dilakukan tindakan sebagai tatalaksana untuk fraktur cruris.
Secara teori tatalaksana fraktur cruris adalah operasi. Ada beberapa teknik
operasi untuk kasus-kasus musculoskeletal, tetapi umumnya teknik yang
digunakan adalah Open Reduction Internal Fixation (ORIF). Pada kasus ini
berdasarkan kesepakatan dengan keluarga pasien, pilihan tindakan yang
45

diambil berupa tindakan konservatif dengan pemasangan gips sirkuler yang


bertujuan untuk imobilisasi. Pemasangan gips dikenakan hingga di atas lutut.
Terdapat syarat-syarat yang harus diketahui pada seseorang yang mengalami
fraktur cruris agar dapat hanya diterapi konservatif, yakni jenis fraktur hanya
fraktur tertutup dan tidak adanya angulasi dan rotasi dari fragmen distal
fraktur, jikalau ada itupun hanya sedikit.

46

DAFTAR PUSTAKA
1. PRICE, A.S., WILSON M.L., 2006. Patofisiologi Konsep Klinis prosesproses penyakit. Alih Bahasa: dr. Brahm U. Penerbit. Jakarta ECG.
2. JANQUIERA, LUIZ CARLOS., CARNEIRO, JOSE., 2006. Basic
Histology. Alih Bahasa: dr. Jan Tambayong. Penerbit. Jakarta ECG.
3. NETTER, FRANK H. 2008. Atlas of Human Anatomy 5th edition.
Saunders.
4. Gerard J Tortora BD. Principles of Anatomy & Physiology. 13 ed2012.
5. Mahartha, Gde Restu Adi; Maliawan, Sri; Kawiyana, Ketut Siki.
Manajemen Fraktur pada Trauma Muskuloskeletal. Bali: Fakultas
kedokteran Universitas Udayana. 2013. P1-13.
6. Young, Jeremy W. R. Skeletal Trauma: General Consideration. In Sutton,
David, seventh eds. Textbook Of Radiology And Imaging. London:
Elsevier Science Ltd. 2003. P 1371-87.
7. Rogers, Lee F.; Taljanovic, Mihra S.; Boles, Carol A. Skeletal Trauma. In
Grainger & Allison's Diagnostic Radiology, 5th ed. London: Churchill
Livingstone. 2008.
8. Price, Sylvia A.; Wilson, Lorraine M. Pathophysiology:Clinical Concepts
of Disease Processes 6th edition. Vol.2. Alih Bahasa: dr. Brahm U. Pendit.
Jakarta: ECG. 2013. P 1365-72.
9. Mettler, Fred A. Essential Radiology Second Edition. Philadelphia: Elsevier
Saunders. 2005.
10. Patel, Pradip R. Lecture Notes: Radiologi Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit
Erlangga. 2007. P 221-3.
11. Broughton NS. A Textbook of Pediatric Orthopaedic: Global Help; 1997.
12. Wanke P. Mercer's Textbook of Orthopaedics and Trauma: Edward Arnold
Ltd; 2012.
13. Ducworth T BCM. Lecture notes Orthopaedic and fracture 2010.
14. Greene W. Netter's Orthopaedics: Elsevier; 2006.
15. Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar
2013. Kemenkes RI.2013.
16. Daniel P Lew FAW. Osteomyelitis: Elsevier Science Ltd; 2004.

47

17. Carlos Pineda RE. Radiographic Imaging in Osteomyelitis: The Role of


Plain Radiography, Computed Tomography, Ultrasonography, Magnetic
Resonance Imaging, and Scintigraphy. Seminar in Plastic Surgery.
2009;23th.

48

S-ar putea să vă placă și