Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Sel darah merah terdiri dari sebagian besar sel-sel darah dalam sirkulasi, dan salah satu
fungsi utama mereka adalah untuk membawa oksigen dari paru ke semua sel, jaringan, dan
organ dalam tubuh. Oksigen dilakukan di dalam sel darah merah dikombinasikan ke besi
yang mengandung protein yang disebut hemoglobin. sel darah merah tidak memiliki inti dan
berbentuk seperti cakram cekung ganda atau donat berbentuk, dan mampu meringkuk dan
pemerasan melalui pembuluh darah terkecil.
Jumlah sel darah merah normal dalam darah bervariasi, dan lebih tinggi pada laki-laki
daripada perempuan. bayi baru lahir memiliki jumlah sel merah yang lebih tinggi daripada
orang dewasa. Jika ada jumlah yang lebih tinggi dari sel darah merah dalam sirkulasi dari
biasanya maka seseorang dikatakan telah erythrocytosis atau polisitemia. Situasi sebaliknya
dapat terjadi, dimana ada tingkat yang lebih rendah dari sel darah merah daripada biasanya,
dan kondisi ini disebut sebagai "anemia". jumlah sel darah merah Dibesarkan dapat
ditemukan kebetulan pada orang tanpa gejala, pada tahap awal polisitemia.
Pada polisitemia, mungkin menjadi 8 - 9 juta jiwa dan kadang-kadang 11 juta eritrosit
milimeter kubik darah (kisaran normal untuk orang dewasa adalah 4-6), dan hematokrit
mungkin setinggi 70 hingga 80%. Selain itu, volume total darah kadang-kadang meningkat
menjadi sebanyak dua kali normal. Sistem vaskular keseluruhan dapat menjadi nyata
membesar dengan darah, dan sirkulasi kali untuk darah ke seluruh tubuh dapat meningkat
hingga dua kali dari nilai normal. Peningkatan jumlah eritrosit dapat menyebabkan viskositas
darah untuk meningkatkan sebanyak lima kali normal. Kapiler dapat menjadi terpasang oleh
darah yang sangat kental, dan aliran darah melalui pembuluh cenderung sangat lamban.
Baru-baru ini, pada tahun 2005, mutasi pada kinase JAK2 (V617F) telah ditemukan
oleh beberapa kelompok peneliti akan sangat terkait dengan polisitemia vera. JAK2 adalah
anggota dari keluarga Janus kinase dan membuat prekursor erythroid peka terhadap
eritropoietin (EPO). mutasi ini mungkin dapat membantu dalam membuat diagnosis atau
sebagai target untuk terapi masa depan.
Sebagai konsekuensi dari di atas, orang dengan polisitemia vera tidak diobati berada
pada risiko berbagai peristiwa trombotik (trombosis vena dalam, embolisme paru), serangan
jantung dan stroke, dan memiliki risiko yang besar sindrom Budd-Chiari (trombosis vena
hati), atau Myelofibrosis. Kondisi ini dianggap kronis, ada pengobatan simtomatik yang dapat
menormalkan jumlah darah dan kebanyakan pasien dapat hidup normal selama bertahuntahun.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dari polisitemia?
2. Bagaimana gejala polisitemia?
3. Apa penyebab polisitemia?
4. Apa komplikasi polisitemia?
5. Bagaimana pemeriksaan polisitemia?
6. Bagaimana penatalaksanaan polisitemia?
7. Bagaimana asuhan keperawatan polisitemia?
1.3 TUJUAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui tentang penyakit yang berkaitan dengan sistem Imunologi yaitu
Polisitemia
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui konsep teoritis penyakit polisitemia.
b. Untuk mendapat informasi tentang pengertian, klasifikasi, etiologi, gejala klinis,
c.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN POLISITEMIA
Polisitemia berasal dari bahasa Yunani: poly (banyak), cyt (sel), dan hemia (darah). Jadi,
polisitemia berarti peningkatan jumlah sel darah (eritrosit, leukosit, trombosit) di dalam
darah.
Polisitemia adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan jumlah sel darah merah
akibat pembentukan sel darah merah yang berlebihan oleh sumsum tulang.
Polisitemia adalah suatu kondisi yang jarang terjadi di mana tubuh terlalu banyak
memproduksi sel darah merah. Orang dengan polisitemia memiliki peningkatan hematokrit,
hemoglobin, atau jumlah sel darah merah di atas batas normal melebihi 6 juta/ mm atau
hemoglobinnya melebihi 18 g/dl.
Ada dua jenis utama polisitemia: polisitemia vera( primer) dan polisitemia sekunder.
Polisitemia vera (yang secara harfiah diterjemahkan sebagai "polisitemia benar") juga
dikenal sebagai suatu jenis polisitemia primer. Primer berarti bahwa polisitemia tidak
disebabkan oleh gangguan lain. Polisitemia Primer: Dalam polisitemia primer peningkatan
sel darah merah adalah karena masalah yang melekat. Polisitemia primer dikarenakan sel
benih hematopoietik mengalami proliferasi berlebihan tanpa perlu rangsangan dari
eritropoietin atau hanya dengan kadar eritropoietin rendah. Dalam keadaan normal, proses
proliferasi terjadi karena rangsangan eritropoietin yang adekuat. Polisitemia vera adalah
contoh polisitemia primer. Jumlah sel darah merah atau eritrosit manusia umumnya berkisar
antara 4 hingga 6 juta per mikroliter darah. Jumlah ini yang terbanyak dibandingkan dengan
sel darah lainnya. Namun, jumlah sel darah merah bisa melebihi batas normal. Kondisi ini
dikenal dengan sebutan polisitemia vera.
Polisitemia sekunder: Jenis ini, proliferasi eritrosit disertai peningkatan kadar eritropoietin.
Jadi, berbanding terbalik dengan polisitemia primer. Peningkatan massa sel darah merah lama
kelamaan akan mencapai keadaan hemostasis dan kadar eritropoietin kembali ke batas
normal. Contoh polisitemia sekunder fisiologis adalah hipoksia. Polisitemia sekunder
umumnya terjadi sebagai respon terhadap faktor-faktor lain atau kondisi yang mendasarinya
atau gangguan, seperti tumor hati, tumor ginjal atau sindroma Cushing.
Penyebab, gejala, dan perawatan dari dua kondisi yang berbeda-beda. Polisitemia
Vera lebih serius dan dapat mengakibatkan komplikasi kritis lebih dari polisitemia sekunder.
Sel darah tubuh diproduksi di sumsum tulang ditemukan di beberapa tulang,seperti tulang
paha. Biasanya produksi sel darah diatur oleh tubuh sehingga jumlah sel darah baru dibuat
untuk menggantikan sel-sel darah yang lama karena mereka mati. Dalam polisitemia, proses
ini tidak normal karena berbagai penyebab dan menghasilkan terlalu banyak sel darah merah
dan kadang-kadang sel-sel darah lainnya. Hal ini menyebabkan penebalan darah.
2.2 ETIOLOGI
1. Polisitemia primer
Polisitemia Primer terjadi di sekitar 2 pada setiap 100.000 orang. Penyebabnya tidak
diketahui. Namun, polisitemia ini hadir saat lahir, biasanya disebabkan oleh kelainan genetik
warisan yang abnormal menyebabkan tingkat tinggi prekursor sel darah merah.
2. Polisitemia sekunder
polisitemia sekunder umumnya terjadi sebagai respon terhadap faktor-faktor lain atau kondisi
yang mendasarinya atau gangguan, seperti:
a. tumor hati,
b. tumor ginjal atau sindroma Cushing
c. peningkatan eritropoietin (EPO) produksi, baik dalam respon terhadap hipoksia kronis (kadar
oksigen rendah) atau dari tumor mensekresi eritropoietin
d.
perilaku, gaya hidup, seperti merokok, tinggal di tempat yang tinggi, penyakit paru-paru
parah, dan penyakit jantung.
Bila ada kekurangan oksigen, tubuh merespon dengan memproduksi lebih banyak sel darah
merah yang membawa oksigen ke sel-sel tubuh.
6. Hepatomegali
Hepatomegali dijumpai pada kira-kira 40% polisitemia vera. Sebagaimana halnya
splenomegali, hepatomegali juga merupakan akibat sekunder hiperaktivitas hemopoesis
ekstramedular.
7. Laju siklus sel yang tinggi
Sebagai konsekuensi logis hiperaktivitas hemopoesis dan splenomegali adalah sekuestasi
sel darah makin cepat dan banyak dengan demikian produksi asam urat darah akan
meningkat. Di sisi lain laju filtrasi gromerular menurun karena penurunan shear rate. Artritis
Gout dijumpai pada 5-10% kasus polisitemia vera.
8. Difisiensi vitamin B12 dan asam folat.
Laju silkus sel darah yang tinggi dapat mengakibatkan defisinesi asam folat dan vitamin
B12. Hal ini dijumpai pada + 30% kasus PV karena penggunaan/ metabolisme untuk
pembuatan sel darah, sedangkan kapasitas protein tidak tersaturasi pengikat vitamin B12
(UB12 protein binding capacity) dijumpai meningkat pada lebih dari 75% kasus. Seperti
diketahui defisiensi kedua vitamin ini memegang peranan dalam timbulnya kelainan kulit dan
mukosa, neuropati, atrofi N.optikus, serta psikosis.
9. Muka kemerah-merahan (Plethora )
Gambaran pembuluh darah dikulit atau diselaput lendir, konjungtiva, hiperemis sebagai
akibat peningkatan massa eritrosit.
10. Keluhan lain yang tidak khas seperti : cepat lelah, sakit kepala, cepat lupa, vertigo, tinitus,
perasaan panas.
11. Manifestasi perdarahan (10-20 %), dapat berupa epistaksis, ekimosis, perdarahan
gastrointestinal menyerupai ulkus peptikum. Perdarahan terjadi karena peningkatan viskositas
darah akan menyebabkan ruptur spontan pembuluh darah arteri. Pasien Polisitemia Vera yang
tidak diterapi beresiko terjadinya perdarahanwaktu operasi atau trauma.
2.4 PATOFISIOLOGI
Terdapat 3 jenis polisitemia yaitu relatif (apparent), primer, dan sekunder.
1. Polisitemia relatif berhubungan dengan dehidrasi. Dikatakan relatif karena terjadi penurunan
2.
volume plasma namun massa sel darah merah tidak mengalami perubahan.
Polisitemia primer disebabkan oleh proliferasi berlebihan pada sel benih hematopoietik tanpa
perlu rangsangan dari eritropoietin atau hanya dengan kadar eritropoietin rendah. Dalam
keadaan normal, proses proliferasi terjadi karena rangsangan eritropoietin yang kuat.
3.
Fase brun out (terbakar habis) atau spent out (terpakai habis ).
Dalam fase ini kebutuhan flebotomi menurun sangat jauh atau
pasien memasuki priode panjang yang tampaknya seperti remisi, kadangkadang timbul anemia tetapi trombositosis dan leokositosis biasanya
menetap.
Fase mielofibrotik
Jika terjadi sitopenia dan splenomegali progresif, manifestasi klinis
dan perjalanan klinis menjadi serupa dengan mielofibrosis dan metaplasia
mieliod. Kadang- kadang terjadi metaplasia mieloid pada limpa, hati,
kelenjar getah bening dan ginjal.
Fase terminal
Pada kenyataannya kematian pasien dengan polisitemia vera
diakibatkan oleh komplikasi trombosis atau perdarahan. Kematian karena
mielofibrosis terjadi pada kurang dari 15%. Kelangsungan hidup rerata
(median survival) pasien yang diobati berkisar anatara 8 dan 15 tahun,
sedangkan pada pasien yang tidak mendapatkan pengobatan hanya 18
bulan. Dibandingkan dengan pengobatan flibotomi saja, resiko terjadinya
leukemia akut meningkat 5 kali jika pasien diberi pengobatan fosfor P32
dan 13 kali jika pasien mendapatkan obat sitostatik seperti klorambusil.
Pathway
klik disini
2.5 KOMPLIKASI
Kelebihan sel darah merah dapat dikaitkan dengan komplikasi lain, termasuk
Kemungkinan Komplikasi
a. Perdarahan dari lambung atau bagian lain pada saluran pencernaan.
b. Batu Ginjal Asam urat
c. Gagal jantung
d. Leukemia / leukositosis
e. Myelofibrosis
f. Penyakit ulkus peptikum
g. Trombosis (pembekuan darah, yang dapat menyebabkan stroke atau serangan jantung)
2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Fisik, yaitu ada tidaknya pembesaran limpa dan penampilan kulit (eritema).
2.
Pemeriksaan Darah
Jumlah sel darah ditentukan oleh complete blood cell count (CBC), sebuah tes standar
untuk mengukur konsentrasi eritrosit, leukosit dan trombosit dalam darah. PV ditandai
dengan adanya peningkatan hematokrit, jumlah sel darah putih (terutama neutrofil), dan
jumlah platelet.
Pemeriksaan darah lainnya, yaitu adanya peningkatan kadar serum B12, peningkatan
kadar asam urat dalam serum, saturasi oksigen pada arteri, dan pengukuran kadar
eritropoietin (EPO) dalam darah.
3.
mengetahui kelainan sifat sel tunas (stem cells) pada sumsum tulang akibat mutasi dari gen
Janus kinase-2/JAK2).
2.7 PENATALAKSANAAN
Terapi-terapi yang sudah ada saat ini belum dapat menyembuhkan pasien. Yang dapat
dilakukan hanya mengurangi gejala dan memperpanjang harapan hidup pasien.
Tujuan terapi yaitu:
Kebanyakan klinisi menghentikan pemberian obat jika hematokrit: pada pria < 45% dan
memberikannya lagi jika > 52%, pada wanita < 42% dan memberikannya lagi jika > 49%.
c. Fosfor Radiokatif (P32)
Isotop radioaktif (terutama fosfor 32) digunakan sebagai salah satu cara untuk menekan
sumsum tulang. P32 pertama kali diberikan dengan dosis sekitar 2-3mCi/m2 secar intravena,
apabila diberikan per oral maka dosis dinaikkan 25%. Selanjutnya jika setelah 3-4 minggu
pemberian pertama P32 Mendapatkan hasil, reevaluasi setelah 10-12 minggu.
Jika diperlukan dapat diulang akan tetapi hal ini jarang dibutuhkan.Tidak mendapatkan hasil,
selanjutnya dosis kedua dinaikkan 25% dari dosis pertama, dan diberikan sekitar 10-12
d.
dikendalikan.
Kebanyakan
klinisi
mengkombinasikannya
dengan
sitostatik
Siklofosfamid (Cytoxan).
2. Pengobatan pendukung
1. Hiperurisemia diobati dengan allopurinol 100-600 mg/hari oral pada pasien dengan penyakit
yang aktif dengan memperhatikan fungsi ginjal.
2. Pruritus dan urtikaria dapat diberikan anti histamin, jika diperlukan dapat diberikan Psoralen
dengan penyinaran Ultraviolet range A (PUVA).
3. Gastritis/ulkus peptikum dapat diberikan penghambat reseptor H2.
4. Antiagregasi trombosit Analgrelide turunan dari Quinazolin.
5. Anagrelid digunakan sebagai substitusi atau tambahan ketika hidroksiurea tidak memberikan
toleransi yang baik atau dalam kasus trombositosis sekunder (jumlah platelet tinggi).
Anagrelid mengurangi tingkat pembentukan trombosit di sumsum. Pasien yang lebih tua dan
pasien dengan penyakit jantung umumnya tidak diobati dengan anagrelid.
BAB III
3.1
1. Identitas klien
meliputi :nama,umur,alamat,nomorregister,pekerjaan,pendidikan,agama
2. Keadaan dan keluhan utama
Apa yang menjadi keluhan utama yang dirasakan klien saat kita lakukan
yaitu pucat,cepat lelah,takikardi,palpitasi,dan takipnoe
3. Riwayat penyakit dahulu
-adanya penyakit kronis seperti penyakit hati,ginjal
-adanya perdarahan kronis/adanya episode berulangnya perdarahan
kronis
-adanya riwayat penyakit hematology,penyakit malabsorbsi.
4. Riwayat penyakit keluarga
-Adanya riwayat penyakit kronis dalam keluarga yang berhubungan
dengan status penyakit yang diderita klien saat ini
-adanya anggota keluarga yang menderita sama dengan klien
-adanya kecendrungan keluarga untuk terjadi anemia
5. Riwayat penyakit sekarang
-apa yang dirasakan klien saat ini yang berhubungan dengan status
penyakit yang dideritanya(anemia)
6. Data sosial,psikologis dan agama
-Keyakinan klien terhadap budaya dan agama yang mempengaruhi
kebiasaan klien dan pilihan pengobatan misal penolakan transfusi darah
-adanya depresi
7. Data kebiasaan sehari-hari
a. Nutrisi
-
b. Aktivitas istirahat
-frekuensi dan kualitas pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur
c.
1. PENGKAJIAN
a. Sistim Sirkulasi
Gejala :
-
palpitasi
Tanda:
-
b. Sistim Neurosensori
Gejala:
-
sakit kepala,berdenyut,pusing,vertigo,tinnitus,ketidakmampuan
berkosentrasi
Gangguan koordinasi.
c.
Sistim Pernafasan
Gejala:
-napas pendek pada istirahat dan meningkat pada aktivitas
Tanda :
-Takipnea,ortopnea, dan dispnea
d. Sistim Nutrisi
Gejala:
-penurunana masukan diet,masukan protein hewani rendah
-nyeri pada mulut atau lidah,kesulitan menelan(ulkus pada faring)
-mual muntah,dyspepsia,anoreksia
-adanya penurunan berat badan
Tanda:
-Lidah tampak merah daging
-Membran mukosa kering dan pucat.
-Turgor kulit : buruk, kering, hilang elastisitas.
-Stomatitis dan glositis.
-Bibir : Selitis(inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah)
e. Sistim Aktivitas/ Istirahat
Gejala:
-
Keletihan,kelemahan,malaise umum
Letargi, menarik diri, apatis, lesu dan kurang tertarik pada sekitarnya.
f.
Sistim Seksualitas
Gejala:
-hilang libido(pria dan wanita)
-impoten
Tanda:
-Serviks dan dinding vagina pucat.
g. Sistim Keamanan dan Nyeri
Gejala:
-riwayat pekarjaan yang terpapar terhadap bahan kimia
-riwayat kanker
-tidak toleran terhadap panas dan dingin
-transfusi darah sebelumnya
-gangguan penglihatan
-penyembuhan luka buruk
-sakit kepala dan nyeri abdomen samar
Tanda:
-Demam rendah, menggigil, dan berkeringat malam.
-Limfadenopati umum
-Petekie dan ekimosis.
-Nyeri abdomen samar dan sakit kepala.
3.2
1.
DIAGNOSA
INTERVENSI
NO.DX TUJUAN/KRITERIA INTERVENSI
RASIONAL
O
1
HASIL
Setelah
dilakukan
Mandiri
1. Awasi tanda vital, 1. Memberikan
tindakan
kaji pengisian
informasi tentang
keperawatan
derajat/
1x24 jam Px
kulit atau
keadikuatan perfusi
menunjukkan
membrane mukosa.
jaringan dan
membantu
menentukan
membrane
kebutuhan
merah muda,
2. Tinggikan kepala
interfensi
pengisian kapiler
baik
toleransi
3. Kaji pernafasan,
auskultasi bunyi
3. Dispnea, gemericik
napas
menunjukkan
adanya
peningkatan
kompensasi jantung
untuk pengisian
4. Vasokonstriksi ke
organ vital
sesuai indikasi
menurunkan
Kolaborasi
5. Awasi pemeriksaan
Laboratorium :
Hb,Ht, Jumlah SDM,
sirkulasi perifer.
GDA
5. Kenyamanan
pasien akan
kebutuhan rasa
hangat harus
seimbang untuk
mengindari panas
berlebihan
6. Berikan transfusi
pencetus
vasodilatasi
lengkap/ packed,
(penurunan perfusi
produk darah
organ)
sesuai dengan
indikasi).
6. Mengidentifikasi
defisiensi dan
komplikasi tranfusi
kebutuhan
pengobatan
ataupun respon
terhadap terapi.
Meningkatkan
jumlah sel
pembawa oksigen,
memperbaiki
defisiensi untuk
menurunkan resiko
perdarahan
Setelah
dilakukan
Mandiri :
1. Kaji riwayat nutrisi1. Mengidentifikasi
defisiensi, menduga
tindakan
keperawatan
2. Observasi intake
kemungkinan
nutrisi pasien,
interfensi
maka akan
timbang berat
2. Mengawasi
menunjukkan:
peningkatan
masukan kalori
atau kualitas
3.
kekurangan nutrisi,
Berikan intake
mengawasi
stabil dengan
penurunan BB atau
efektivitas
normal, tidak
intervensi nutrisi.
mengalami tanda
malnutrisi,
tapi sering
menunjukkan
menurunkan
perilaku atau
4. Observasi adanya
kelemahan dan
perubahan pola
meningkatkan
hidup untuk
pemasukan serta
menigkatkan
berhubungan
mencegah distensi
atau
gaster.
yang
gastrointestinal
yang sesuai.
dapat menunjukkan
efek hipoksia pada
organ.
6. Berikan diet halus,
rendah serat,
5. Meningkatkan
menghindari
makanan panas,
intake oral,
menurunkan
pertumbuhan
bakteri,
suplemen nutrisi
meminimalkan
Kolaborasi
infeksi
nyeri dapat
membatasi intake
makanan yang
8. Pantau
pemeriksaan Lab :
dapat ditoleransi
pasien,
meningkatkan
Albumin, Protein,
masukan protein
Transferin,
dan kalori.
Besiserum, B12,
Asam folat.
9. Berikan
pengobatan sesuai 7. Membantu dalam
dengan indikasi
membuat rencana
misalnya :
diet untuk
- Vitamin dan
memenuhi
suplemen mineral :
kebutuhan
individual.
8. Meningkatkan
askorbat (vitamin
efektivitas program
C)
pengobatan
termasuk sumber
diet nutrisi yang
diperlukan.
9. Kebutuhan
penggantian
tergantung tipe
pada masukan oral
yang buruk dan
difesiensi yang
diidentifikasi
Setelah
dilakukan
Mandiri :
1. Kaji kemampuan 1. Mempengaruhi
tindakan
klien untuk
pilihan intervensi
keperawatan
aktivitas, catat
atau bantuan
adanya kelemahan
peningkatan
selama dan
toleransi
sesudah aktivitas,
kardiopolmunal dari
aktivitas,
catat respon
menujukkan
terhapad tingkat
paru untuk
penurunan tanda
aktivitas seperti
membawa jumlah
fisiologis
denyut jantung,
intoleransi
pusing, dispnea,
jaringan.
misalnya: nadi,
takipnea.
darah dalam
libatkan keluarga
4. Meningkatkan
tingkatkan aktivitas
secara bertahap
sesuai toleransi
tingkat aktivitas
dengan tehnik
penghematan
memperbaiki tonus
energi serta
otot, dengan
menghentikan
membatasi adanya
aktivitas jika
kelemahan, serta
palpitasi, nyeri
menghindari
dada, napas
terjadinya
kardiopolmonal
yang dapat
menimbulkan
dekompensasi/
kegagalan.
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Polisitemia adalah suatu keadaan yang menghasilkan tingkat peningkatan sirkulasi sel
darah merah dalam aliran darah. Orang dengan polisitemia memiliki peningkatan hematokrit,
hemoglobin, atau jumlah sel darah merah di atas batas normal melebihi 6 juta/ mm atau
hemoglobinnya melebihi 18 g/dl.
Ada dua jenis utama polisitemia: polisitemia vera( primer) dan polisitemia sekunder.
Polisitemia vera (yang secara harfiah diterjemahkan sebagai "polisitemia benar") juga dikenal
sebagai suatu jenis polisitemia primer. Primer berarti bahwa polisitemia tidak disebabkan
oleh gangguan lain. Polisitemia Primer: Dalam polisitemia primer peningkatan sel darah
merah adalah karena masalah yang melekat dalam proses produksi sel darah merah.
Polisitemia sekunder: polisitemia sekunder umumnya terjadi sebagai respon terhadap
faktor-faktor lain atau kondisi yang mendasarinya atau gangguan, seperti tumor hati, tumor
ginjal atau sindroma Cushing.
Terapi yang dilakukan tergantung dari penyebab dasar dari polisitemia tersebut.
Polisitemia sendiri diterapi dengan cara mengurangi atau mengeluarkan darah dari dalam
tubuh sampai dengan jumlah hematokrit berada di dalam batas normal. Apabila penyebab
polisitemia tidak diketahui, maka yang diperlukan adalah monitor teratur.
4.2 SARAN
Guna sempurnanya makalah kami ini,kami sangat mengaharapkan kritik dan saran dari
Rekan-rekan kelompok lain serta dari Dosen Pembimbing.
DAFTAR PUSTAKA
1. Doenges Marilynn E, dkk. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi II. Jakarta Buku Kedokteran.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
EGD.
Soeparman, Sarwono waspadil.(1996). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta Gaya Baru.
Brunner and Suddarth. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol 3. Jakarta: EGC. 2002
Http:// www.medicastore.com/ penyakit/ 314/polisitemia_vera.html.
Http://www. Buku ajar asuhan keperawatan/polisitemia/.com
http://kupukupudanpelangi.blogspot.com/2009/06/herpes-dan-jus-pel
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/10_PenilaianHasilPemeriksaan.pdf/10_PenilaianHasil
Pemeriksaan.html