Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
Disusun oleh:
Efrilica Fitri
30901401967
LAPORAN PENDAHULUAN
A. PENGERTIAN
Asfiksia Neonatorum adalah suatu keadaan dimanan kegagalan nafas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir. Perubahan - perubahan yang terjadi pasa asfiksia
antara lain hipoksia, hipervapma, dan asidosis metabolik (Muslihatun, 2011).
Asfiksia berarti hipoksia yang progesif, penimbunan dan asidosis bila proses ini
berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia
juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya (Prawirohardjo, 2010).
Jadi, asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat
bernafas secara spontan dengan ditandai adanya dipoksia (penurunnan PaO),
hiperkarbia (peningkatan PaO), asidosis (penurunan PH).
B. KLASIFIKASI
Untuk menentukan derajat asfiksia, digunakan skor APGAR
Tanda
Frekuensi Jantung
Usaha bernafas
Tonus otot
0
Tidak ada
Tidak ada
Lumpuh
Refleks
Warna
Tidak ada
Biru/pucat
a.
b.
c.
d.
1
<100x/menit
Lambat, tidak teratur
Ektremitas fleksi
sedikit
Gerakan sedikit
Tubuh kemerahan,
ektermitas biru
2
>100x/menit
Menangis kuat
Gerakan aktif
Menangis
Tubuh dan ektremitas
kemerahan
C. ETIOLOGI
Hipoksia janin yang menyebabkan asfiksia neonatorum terjadi karena gangguan
pertukaran gas trsnsport O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam
persediaan O2 dan dalam menghilangkan C02. Gangguan ini dapat berlangsung secara
menahun akibat kondisi atau kelainan pada ibu selama kehamilan, atau secara mendadak
karena hal hal yang diderita ibu dalam persalinan.
Gangguan menahun dalam kehamilan dapat berupa gizi ibu yang buruk, penyakit
menahun seperti anemia hipertensi, jantung dan lain-lain. Faktor faktor yang timbul
dalam persalinan yang bersifat mendadak yaitu faktor janin berupa gangguan darah
dalam tali pusat karena tekanan tali pusat, depresi pernafasan karena obat obatan
anestesia/ analfetika yang diberikan ke ibu, perdarahan intrakranial, kelainan bawaan
seperti hernia diafiagmatika, atresia saluran pernafasan hipoplasia paru dll. Sedangkan
faktor dari ibu adalah gangguan his missalnya hipertonia dau tetani, hipotensi mendadak
pada ibu karena perdarahan, hipertensi pada eklamsia- gangguan mendadak pada
plasenta seperti solusio plasenta.
Tawel (1996) mengajukan penggolongan penyebab kegagalan pernafasan pada
bayi terdiri dari :
1. Faktor Ibu
a. Hipoksia Ibu
Dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik atau antensi
dalam, dan kondisi ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya.
b. Gangguan aliran darah uterus
Berkurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya
aliran oksigen ke plasenta dan juga ke janin, kondisi ini saling diternukan pada
gangguan kontraksi uterus, hipotensi rnendadak pada ibu karena pendarahan,
hipertensi pada penyakit eklemsi, dsb.
2. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengeruhi oleh luas dan kondisi plasenta,
asfiksia janin dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta misalnya
perdarahan plasenta, solusio plasenta, dsb.
3. Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam
pembuluh darah umbilftus dan rnengharnbatperrukaran gas antara ibu dart janin.
Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan dalarn keadaan tali pusat membumbung
melilit leher, kompresi tali pusat antara jalan lahir dan janin. dll
4. Faktor neonatns
Depresi pusat pernafasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa hal
yaitu pemakaian obat anestesi yang berlebihan pada ibu, traurna yang terjadi pada
persalinan misalnya perdarahan intrakranial, kelainan kongenitol pada bayi misalnya
hernia diafragmatika, atresia atau stenrosis saluran pernafasan, hipoplasia pam, dsb.
D. PATOFISIOLOGI
Bila janin kekurangan O dan kadar CO bertambah, timbulah rangsangan
terhadap nervus vagus sehingga DJJ ( Denyut Jantung Janin ) menjadi lambat jika
kekurangan O terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi.
Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DDJ menjadi lebih cepat
akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan itrauterin dan bila
kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus
tersumbat dan terjadi atelaktasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai
menurun. Sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi
memasuki periode apneu primer. Apabila bayi dapat bernafas kembali secara teratur bayi
mengalami afiksia ringan.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung
terus menerus disebabkan karena terjadi metabolisme anaerob yaitu glikolisis glikogen
tubuh yang sebelumnya diawali dengan asidosis respiratorik karena gangguan
metabolisme asam basa, biasanya gejala ini terjadi pada asfiksia sedang berat, tekanan
darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terlihat lemas (flascid). Pernafasan makin
lama makin lemah sampai bayi memasukki periode apneu sekunder. Selama apneu
sekunder, denyut jantung, tekan darah dan kadar O dalam darah (PaO) terus menurun.
Pada paru terjadi pengisian udara alveoli yang tidak adekuat sehingga menyebabkan
resistensi pembuluh darah paru. Sedangkan diotak terjadi kerusakan sel otak yang dapat
menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya. Bayi sekarang
tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukan upaya pernafasan secara
spontan.
Gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O selama kandungan/persalinan ini
akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan mengakibatkan
kematian jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian O tidak dimulai
segera. Kerusakan dan gangguan ini dapat reversible atau tidak tergantung dari berat
badan dan lamanya asfiksia.
E. PATHWAY
ASFIKSIA
Janin kekurangan O2
Dan kadar CO2 meningkat
Nafas cepat
Pola Nafas
Tidak Efektif
Paru-paru terisi
cairan
Suplai O2
dalam darah
menurun
Bersihan
Jalan Nafas
Tidak Efektif
Apneu
Kerusakan otak
Risiko
Ketidakseimbanga
n suhu Tubuh
Kematian bayi
Janin tidak bereaksi
terhadap rangsangan
Risiko
Gangguan
metabolisme
dan asam basa
Asidosis
respiratorik
Gangguan perfusi
ventilasi
Kerusakan
Pertukaran Gas
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Analisa Gas darah
2. Elektrolit darah
3. Gula darah
4. Foto torax (RO dada}
5. USG, CT Scan
G. PENATALAKSANAAN
a. Terapi Suportif
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru lahir
yang bertujuan untuk rnempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi
gejala sisa yang mungkin muncul. Tindakan resusiksi bayi baru tahir mengikuti tahap
tahapan-tahapan yang dikenal dengan ABC resusitasi :
1. Memastikan saluran nafas terbuka
Meletakkan bayi pada posisi yang benar.
Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trakea
bayi
harus
dinilai
kembali,
mungkin
hal
ini
disebabkan
oleh
ketidakseimbangan asam dan basa yang belum dikorekrsi atau gangguan organik
seperti hernia diaftagmatika atau stenosis jalan nafas.
2) Asfiksia sedang
Stimulasi agar timbul reflek pernafasan dapat dicoba bila dalam waktu 30-60
detik tidak timbul pernapaan spontary ventilasi aktif harus segera dilakukan. Ventilasi
sederhana dengan kateter 02 intranasal dengan filtrat 1-2 x/mnt, bayi diletakkan dalam
posisi dorsofleksi kepala. Kemudian dilakukan gerakan membuka dan menutup nares
dan mulut disertai gerakan dagu keatas dan kebawah dengan frekuensi 20 kali/menit,
sambil diperhatikan gerakan dinding torak dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan
c. Terapi Medikamentosa
1. Epinefrin
Indikasi:
Denyut jantung bayi < 60x/menit setelah paling tidak 30 detik dilakukan
ventilasi adekuat dan kompresi dada belun ada respon.
Sistotik
Dosis : 0,1-0,3 ml / kgBB dalam lanrtan I : 10.000 (0,1 mg 0,03 mg / kgBB).
Cara : i.v atau endotakheal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu
2. Volume Ekspander
Indikasi:
Bayi baru lahir yang dilahirkan resusitasi rnengalami hipovolernia dan tidak
ada respon dengan resueitasi.
Hipovolemi kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis
,diitandai dangan adanya pucat perfusi buruk, nadi kecil / lemah dan pada
resusitasi tidak memberikan respons yang adekuat.
Jenis Cairan :
Larutan laistaloid isotonis (NaCL 0,9, Ringer Laktat). Dosis : dosis awal 10
ml / kgBB i.v pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan
respon klinis.
Transfursi darah gol O negatif jika diduga kehilangn darah banyak.
3. Bikarbonat
Indikasi:
Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahiryang mendapatkan resusitasi.
Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik.
Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt. Tekanan darah 60
Suhu rentang dari 36,5 C sampai 37,5 C. Ada verniks (jumlah dan distribusi
tergantung pada usia gestasi).
g.
Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat terlihat, warna merah
muda atau kemerahan, mungkin belang-belang menunjukkan memar minor (misal :
kelahiran dengan forseps), atau perubahan warna herlequin, petekie pada kepala/
wajah (dapat menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran atau
tanda nukhal), bercak portwine, nevi telengiektasis (kelopak mata, antara alis mata,
atau pada nukhal) atau bercak mongolia (terutama punggung bawah dan bokong)
dapat terlihat. Abrasi kulit kepala mungkin ada (penempatan elektroda internal).
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak
2. Pola nafas tidak efektif b.d dipoventilasi/hiperventilasi
sesudah suction
2. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/hiperventilasi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan
diharapkan pola nafas menjadi efektif.
Dengan kriteria hasil:
a. Pasien menunjukan pola nafas yang efektif
b. Ekspansi dada simetris
c. Tidak ada bunyi nafas tambahan
d. Kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal
Intervensi:
- Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan melakukan pengisapan lendir
R : untuk menghilangkan mukus yang terakumulasi dari nasofaring, tracea
- Auskultasi jalan nafas untukmengetahui adanya penurunan ventilasi
R : bunyi nafas menurun/tak ada bila jalan nafas obstruksi sekunder. Ronki dan
mengi menyertai obstruksi jalan nafas/kegagalan pernafasan
- Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan
R : memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas
3. Kerusakkan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi
Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalamman nafas, dan produksi sputum
R : penurunna bunyi nafas dapat menunjukkan atelektasis. Ronki, mengi
menunjukkan akumulasi secret//ketidakmampuan untuk membersihkan jalan nafas