Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
1.
DEFINISI
2.
ETIOLOGI
Penyakit ini disebabkan oleh karena bakteri berbentuk basil (basilus). Bakteri
Mycobacterium
yang
lainpun
dapat
juga
bertanggung
jawab
sebagai
dan
tidak
dapat
diwarnai
dengan
baik
melalui
cara
yang
3.
KLASIFIKASI
iii.
melakukan pekerjaannya.
Derajat III
Kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi gerak atau aktivitas
iv.
4. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis spondilitis tuberkulosa yaitu:
a. Badan lemah, lesu, nafsu makan berkurang, dan berat badan menurun.
b. Suhu subfebril terutama pada malam hari dan sakit (kaku) pada punggung. Pada
anak-anak sering disertai dengan menangis pada malam hari.
c. Pada awal dijumpai nyeri interkostal, nyeri yang menjalar dari tulang belakang ke
garis tengah atas dada melalui ruang interkostal. Hal ini disebabkan oleh
d.
e.
f.
g.
5. PATOFISIOLOGI
Infeksi berawal dari bagian sentral, bagian depan, atau daerah epifisial korpus
vertebra. Kemudian, terjadi hyperemia dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis
dan pelunakan korpus. Selanjutnya, terjadi kerusakan pada korteks epifisis, diskus
invertebra, dan vertebra sekitarnya. Kerusakan pada bagian depan akan menyebabkan
terjadinya kifosis.
Kemudian, eksudat
(yang
terdiri
atas
serum, leukosit, tulang
yang
fibrosis,
dan
basil
tuberkulosa)
menyebar
kedepan,
dibawah
ligament
longitudinal anterior.
Eksudat
ini
dapat
menembus ligament
dan berekspansi ke
berbagai
arah
sepanjang
garis
ligament yang lemah.
Abses
pada
vertebra
torakalis
biasanya tetap ada di
daerah
toraks
setempat, menempati
daerah paravertebral,
berebentuk massa yang menonjol dan fusiform. Pada kondisi lanjut, kerusakan kolumna
vertebra menjadi lebih jelas dengan destruksi yang massif, kolaps vertebra, dan
berbentuk sekuetrum dan kerusakan diskus inverteba.
6. PEMERIKSAAN FISIK
Anamnesa dan inspeksi :
malam hari serta cachexia. Pada pasien anak-anak, dapat juga terlihat
berkurangnya keinginan bermain di luar rumah. Sering tidak tampak jelas
pada pasien yang cukup gizi sementara pada pasien dengan kondisi kurang
gizi, maka demam (terkadang demam tinggi), hilangnya berat badan dan
berkurangnya nafsu makan akan terlihat dengan jelas.
2. Adanya riwayat batuk lama (lebih dari 3 minggu) berdahak atau berdarah
disertai nyeri dada. Pada beberapa kasus di Afrika terjadi pembesaran dari
nodus limfatikus, tuberkel di subkutan, dan pembesaran hati dan limpa.
3. Nyeri terlokalisir pada satu regio tulang belakang atau berupa nyeri yang
menjalar. Infeksi yang mengenai tulang servikal akan tampak sebagai nyeri
di daerah telingan atau nyeri yang menjalar ke tangan. Lesi di torakal atas
akan menampakkan nyeri yang terasa di dada dan intercostal. Pada lesi di
bagiatorakal n bawah maka nyeri dapat berupa nyeri menjalar ke bagian
perut.
Rasa
nyeri
ini
hanya
menghilang
dengan
beristirahat.
Untuk
Rigiditas
pada
leher
dapat
bersifat
asimetris
sehingga
akan
mendorong
trakhea
ke
sternal
notch
sehingga
akan
medulla
tetraparesis
(Hsu
spinalis
dan
pada
Leong
orang
1984).
dewasa
Dislokasi
akan
menyebabkan
atlantoaksial
karena
terdapat abses, maka abses dapat berjalan di bagian kiri atau kanan
mengelilingi rongga dada dan tampak sebagai pembengkakan lunak dinding
dada. Jika menekan abses ini berjalan ke bagian belakang maka dapat
menekan korda spinalis dan menyebabkan paralisis.
7. Di regio lumbar : abses akan tampak sebagai suatu pembengkakan lunak
yang terjadi di atas atau di bawah lipat paha. Jarang sekali pus dapat keluar
melalui fistel dalam pelvis dan mencapai permukaan di belakang sendi
panggul. Pasien tampak berjalan dengan lutut dan hip dalam posisi fleksi dan
menyokong tulang belakangnya dengan meletakkan tangannya diatas paha.
Adanya kontraktur otot psoas akan menimbulkan deformitas fleksi sendi
panggul.
8. Tampak adanya deformitas, dapat berupa : kifosis (gibbus/angulasi tulang
belakang), skoliosis, bayonet deformity, subluksasi, spondilolistesis, dan
dislokasi.
9. Adanya gejala dan tanda dari kompresi medula spinalis (defisit neurologis).
Terjadi pada kurang lebih 10-47% kasus. Insidensi paraplegia pada spondilitis
lebih banyak di temukan pada infeksi di area torakal dan servikal. Jika timbul
paraplegia akan tampak spastisitas dari alat gerak bawah dengan refleks
tendon dalam yang hiperaktif, pola jalan yang spastik dengan kelemahan
motorik yang bervariasi. Dapat pula terjadi gangguan fungsi kandung kemih
dan anorektal.
10.
nyeri akut seperti pada infeksi septik. Onset yang lambat dari pembengkakan
tulang ataupun sendi mendukung bahwa hal tersebut disebabkan karena
tuberkulosa
Palpasi :
1. Bila terdapat abses maka akan teraba massa yang berfluktuasi dan kulit diatasnya
terasa sedikit hangat (disebut cold abcess, yang membedakan dengan abses
piogenik yang teraba panas). Dapat dipalpasi di daerah lipat paha, fossa iliaka,
retropharynx,
atau
di
sisi
leher
(di
belakang
otot
sternokleidomastoideus),
tergantung dari level lesi. Dapat juga teraba di sekitar dinding dada. Perlu diingat
bahwa tidak ada hubungan antara ukuran lesi destruktif dan kuantitas pus dalam
cold abscess.
2. Spasme otot protektif disertai keterbatasan pergerakan di segmen yang terkena.
Perkusi :
Pada perkusi secara halus atau pemberian tekanan diatas prosesus spinosus vertebrae
yang terkena, sering tampak tenderness
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. LABORATORIUM
1.1
Laju endap darah meningkat (tidak spesifik), dari 20 sampai lebih dari
1.2
100mm/jam.
Tuberculin skin test / Mantoux test / Tuberculine Purified Protein Derivative
(PPD) positif. Hasil yang positif dapat timbul pada kondisi pemaparan dahulu
maupun yang baru terjadi oleh mycobacterium. Tuberculin skin test ini
dikatakan positif jika tampak area berindurasi, kemerahan dengan diameter
10mm di sekitar tempat suntikan 48-72 jam setelah suntikan. Hasil yang
negatif tampak pada 20% kasus (Tandon and Pathak 1973; Kocen 1977)
dengan tuberkulosis berat (tuberkulosis milier) dan pada pasien yang
immunitas selulernya tertekan (seperti baru saja terinfeksi, malnutrisi atau
1.3
1.4
dan bilas lambung (hasil positif bila terdapat keterlibatan paruparu yang aktif)
Apus darah tepi menunjukkan leukositosis dengan limfositosis yang bersifat
1.5
relatif.
Tes darah untuk titer anti-staphylococcal dan anti-streptolysin haemolysins,
typhoid, paratyphoid dan brucellosis (pada kasus-kasus yang sulit dan pada
pusat kesehatan dengan peralatan yang cukup canggih) untuk menyingkirkan
1.6
diagnosa banding.
Cairan serebrospinal
tuberkulosa).
dapat
Normalnya
abnormal
cairan
(pada
kasus
serebrospinal
dengan
tidak
meningitis
mengeksklusikan
Kultur
cairan
serebrospinal.
Adanya
basil
tuberkel
merupakan
tes
yang
berbentuk
scalloping
karena
penyebaran
infeksi
dari
area
subligamentous.
5. Infeksi tuberkulosa jarang melibatkan pedikel, lamina, prosesus transversus atau
prosesus spinosus.
6. Keterlibatan bagian
lateral
corpus
vertebra
akan
menyebabkan
timbulnya
(evaluasi)
adanya
abses
epidural
sangatlah
penting,
oleh
karena
Mempunyai
manfaat
besar
untuk
membedakan
komplikasi
yang
bersifat
kompresif dengan yang bersifat non kompresif pada tuberkulosa tulang belakang.
Bermanfaat untuk :
8. PENATALAKSANAAN UMUM
Pada prinsipnya pengobatan spondilitis tuberkulosa harus dilakukan segera untuk
menghentikan progresivitas penyakit dan mencegah atau mengkoreksi paraplegia atau
defisit neurologis. Prinsip pengobatan Pottds paraplegia yaitu:
1. Pemberian obat antituberkulosis.
2. Dekompresi medula spinalis.
3. Menghilangkan atau menyingkirkan produk infeksi.
4. Stabilisasi vertebra dengan graft tulang (bone graft) (Graham, 2007).
pengobatan
kemoterapi
merupakan
pengobatan
utama
bagi
dijumpai nyeri radikuler yang mengelilingi dada atau perut. Nyeri dirasakan
meningkat pada malam hari dan bertambah berat terutama pada saat pergerakan
tulang belakang. Selain adanya keluhan utama tersebut klien bisa mengeluh, nafsu
makan menurun, badan terasa lemah, sumer-sumer (Jawa) , keringat dingin dan
penurunan berat badan.
3) Riwayat penyakit dahulu
Tentang terjadinya penyakit Spondilitis tuberkulosa biasany pada klien di dahului
dengan adanya riwayat pernah menderita penyakit tuberkulosis paru.
4) Riwayat kesehatan keluarga.
Pada klien dengan penyakit Spondilitis tuberkulosa salah satu penyebab timbulnya
adalah klien pernah atau masih kontak dengan penderita lain yang menderita
penyakit tuberkulosis atau pada lingkungan keluarga ada yang menderita penyakit
menular tersebut.
5) Riwayat psikososial
Klien akan merasa cemas terhadap penyakit yang di derita, sehingga kan kelihatan
sedih,
dengan
kurangnya
pengetahuan
tentang
penyakit,
pengobatan
dan
perawatan terhadapnya maka penderita akan merasa takut dan bertambah cemas
sehingga emosinya akan tidak stabil dan mempengaruhi sosialisai penderita.
6) Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat.
Adanya tindakan medis serta perawatan di rumah sakit akan mempengaruhi
persepsi klien tentang kebiasaan merawat diri , yang dikarenakan tidak semua
klien mengerti benar perjalanan penyakitnya. Sehingga menimbulkan salah
persepsi dalam pemeliharaan kesehatan. Dan juga kemungkinan terdapatnya
riwayat tentang keadaan perumahan, gizi dan tingkat ekonomi klien yang
mempengaruhi keadaan kesehatan klien.
b. Pola nutrisi dan metabolisme.
Akibat dari proses penyakitnya klien merasakan tubuhnya menjadi lemah dan
amnesia.
Sedangkan
kebutuhan
metabolisme
tubuh
semakin
meningkat,
dan istirahat.
Pola hubungan dan peran.
Sejak sakit dan masuk rumah sakit klien mengalami perubahan peran atau tidak
mampu menjalani peran sebagai mana mestinya, baik itu peran dalam keluarga
ataupun
masyarakat.
Hal
tersebut
berdampak
terganggunya
hubungan
interpersonal.
g. Pola persepsi dan konsep diri.
Klien dengan Spondilitis tuberkulosa seringkali merasa malu terhadap bentuk
tubuhnya dan kadang - kadang mengisolasi diri.
h. Pola sensori dan kognitif.
Fungsi panca indera klien tidak mengalami gangguan terkecuali bila terjadi
i.
komplikasi paraplegi.
Pola reproduksi seksual.
Kebutuhan seksual klien dalam hal melakukan hubungan badan akan terganggu
untuk sementara waktu, karena di rumah sakit. Tetapi dalam hal curahan kasih
sayang dan perhatian dari pasangan hidupnya melalui cara merawat sehari-hari
j.
stres, klien akan bertanya - tanya tentang penyakitnya untuk mengurangi stres.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan.
Pada klien yang dalam kehidupan sehari-hari selalu taat menjalankan ibadah,
maka semasa dia sakit ia akan menjalankan ibadah pula sesuai dengan
kemampuannya. Dalam hal ini ibadah bagi mereka di jalankan pula sebagai
penaggulangan stres dengan percaya pada tuhannya.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskuler
b. Nyeri b.d proses peradangan
c. Resiko kerusakan integritas kulit b/d imobilisasi fisik
C. INTERVENSI
Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskuler
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria
Hasil
Intervensi
NOC :
Joint Movement :
Active
Mobility Level
Self care : ADLs
Transfer performance
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama.gangguan
mobilitas fisik teratasi
dengan kriteria hasil:
Klien meningkat
dalam aktivitas fisik
Mengerti tujuan dari
peningkatan
mobilitas
Memverbalisasikan
perasaan dalam
meningkatkan
kekuatan dan
kemampuan
berpindah
Memperagakan
penggunaan alat
Bantu untuk
mobilisasi (walker)
NIC :
Exercise therapy : ambulation
Monitoring
vital
sign
sebelm/sesudah latihan dan lihat
respon pasien saat latihan
Konsultasikan dengan terapi fisik
tentang rencana ambulasi sesuai
dengan kebutuhan
Bantu klien untuk menggunakan
tongkat saat berjalan dan cegah
terhadap cedera
Ajarkan
pasien
atau
tenaga
kesehatan lain tentang teknik
ambulasi
Kaji kemampuan pasien dalam
mobilisasi
Latih pasien dalam pemenuhan
kebutuhan ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
Dampingi dan Bantu pasien saat
mobilisasi
dan
bantu
penuhi
kebutuhan ADLs ps.
Berikan alat Bantu jika klien
memerlukan.
Ajarkan
pasien
bagaimana
merubah
posisi
dan
berikan
bantuan jika diperlukan
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria
Hasil
DS:
- Laporan secara verbal
DO:
- Posisi untuk menahan
nyeri
- Tingkah laku berhati-hati
- Gangguan tidur (mata
sayu, tampak capek,
sulit atau gerakan kacau,
menyeringai)
- Terfokus pada diri sendiri
- Fokus menyempit
(penurunan persepsi
waktu, kerusakan proses
berpikir, penurunan
interaksi dengan orang
dan lingkungan)
NOC :
Pain Level,
pain control,
comfort level
Setelah
dilakukan
tinfakan
keperawatan
selama . Pasien tidak
mengalami
nyeri,
dengan kriteria hasil:
Mampu
mengontrol
nyeri (tahu penyebab
nyeri,
mampu
menggunakan
tehnik
nonfarmakologi untuk
mengurangi
nyeri,
mencari bantuan)
Melaporkan
bahwa
nyeri
berkurang
dengan menggunakan
manajemen nyeri
Mampu
mengenali
nyeri (skala, intensitas,
frekuensi dan tanda
nyeri)
Menyatakan
rasa
Intervensi
NIC :
Lakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif
termasuk
lokasi,
karakteristik,
durasi,
frekuensi,
kualitas dan faktor presipitasi
Observasi
reaksi
nonverbal
dari
ketidaknyamanan
Bantu pasien dan keluarga untuk
mencari dan menemukan dukungan
Kontrol
lingkungan
yang
dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
Kurangi faktor presipitasi nyeri
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
Ajarkan
tentang
teknik
non
farmakologi: napas dala, relaksasi,
distraksi, kompres hangat/ dingin
Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri: ...
Tingkatkan istirahat
Berikan informasi tentang nyeri seperti
penyebab nyeri, berapa lama nyeri
akan
berkurang
dan
antisipasi
ketidaknyamanan dari prosedur
Monitor vital sign sebelum dan
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria
Hasil
Nyeri Kronis
berhubungan dengan
ketidakmampuan fisikpsikososial kronis
(metastase kanker, injuri
neurologis, artritis)
DS:
- Kelelahan
- Takut untuk injuri ulang
DO:
- Atropi otot
- Gangguan aktifitas
- Anoreksia
- Perubahan pola tidur
- Respon simpatis (suhu
dingin, perubahan posisi
tubuh , hipersensitif,
perubahan berat badan)
Intervensi
NIC :
NOC:
Comfort level
Pain control
Pain level
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama . nyeri kronis
pasien berkurang
dengan kriteria hasil:
Tidak ada gangguan
tidur
Tidak ada gangguan
konsentrasi
Tidak ada gangguan
hubungan
interpersonal
Tidak ada ekspresi
menahan nyeri dan
ungkapan secara
verbal
Tidak ada tegangan
otot
Pain Manajemen
- Monitor kepuasan pasien terhadap
manajemen nyeri
- Tingkatkan istirahat dan tidur yang
adekuat
- Kelola anti analgetik ...........
- Jelaskan pada pasien penyebab
nyeri
- Lakukan tehnik nonfarmakologis
(relaksasi, masase punggung)
Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi
Risiko gangguan
integritas kulit
Faktor-faktor risiko:
Eksternal :
- Hipertermia atau
hipotermia
- Substansi kimia
- Kelembaban udara
- Faktor mekanik
(misalnya : alat yang
dapat menimbulkan
luka, tekanan,
restraint)
- Immobilitas fisik
- Radiasi
- Usia yang ekstrim
- Kelembaban kulit
- Obat-obatan
- Ekskresi dan sekresi
Internal :
- Perubahan status
metabolik
- Tulang menonjol
- Defisit imunologi
- Berhubungan dengan
dengan perkembangan
- Perubahan sensasi
- Perubahan status
nutrisi (obesitas,
kekurusan)
- Perubahan pigmentasi
- Perubahan sirkulasi
- Perubahan turgor
(elastisitas kulit)
- Psikogenik
Intervensi
NOC :
- Tissue Integrity : Skin
and
Mucous
Membranes
- Status Nutrisi
- Tissue Perfusion:perifer
- Dialiysis
Access
Integrity
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama.
Gangguan
integritas
kulit
tidak
terjadi dengan kriteria
hasil:
Integritas kulit yang
baik
bisa
dipertahankan
Melaporkan
adanya
gangguan
sensasi
atau
nyeri
pada
daerah kulit yang
mengalami gangguan
Menunjukkan
pemahaman
dalam
proses perbaikan kulit
dan
mencegah
terjadinya
sedera
berulang
Mampu
melindungi
kulit
dan
mempertahankan
kelembaban kulit dan
perawatan alami
Status nutrisi adekuat
Sensasi dan warna
kulit normal
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo
Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa, EGC, Jakarta.
Johnson & Mass. 2008. Nursing Outcomes Classifications. 2nd edition. New York: MosbyYear Book inc
McCloskey & Bulechek. 2008. Nursing Interventions Classifications. 4th edition. New York:
Mosby-Year Book inc
NANDA. 2009-2011. Nursing Diagnosis: Definitions and classification. Philadelphia, USA