Sunteți pe pagina 1din 2

Accurate nutritional assessment is becoming an integral part of the clinical evaluation of

hospitalized patients. Calculations of biochemical and anthropometric indexes,


immunological tests, as well as subjective assessments based on clinical examination, are
now being used to determine patients nutritional status ( 1-4). Applicability of these potential
metabolic markers for nutritional assessment in intensive care units (ICU) remains unclear
(5). The use ofconventional anthropometric indexes are questionable because of limitations
inherent to the technique and its application in critically ill patients. Poor inter- and
intraexaminer reproducibility, variability in calibration of skinfold calipers, inconsistency in
identification ofthe measurement site, and possible presence ofgeneralized edema limit the
performance of accurate anthropometry (6, 7).
Penilaian gizi akurat menjadi bagian integral dari evaluasi klinis pasien rawat inap.
Perhitungan indeks biokimia dan antropometri, tes imunologi, serta penilaian subyektif
berdasarkan pemeriksaan klinis, sekarang digunakan untuk menentukan status gizi px.
Penerapan tanda tersebut metabolik potensial untuk penilaian gizi di ICU masih belum jelas.
Penggunaan indeks antropometrik konvensional dipertanyakan karena keterbatasan yang
melekat pada teknik dan penerapannya pada pasien kritis. Pemeriksaan inter dan intra yang
jelek, variabilitas kalibrasi pada kaliper skinfold, ketidakkonsistensian dalam identifikasi
lokasi pengukuran, dan kemungkinan adanya edema umum membatasi kinerka antropometri
yang akurat
No single biochemical marker has been proven superior to another; nevertheless, albumin
remains the most frequently used marker. Several drawbacks associated with its use must
however be considered. Multiple nonnutritional factors produce hypoalbuminemia in
critically ill patients, namely, extravascular extravasation and altered kinetics due to net loss,
decreased synthesis, increased catabolic rate, or exogenous administration. Furthermore,
albumins long half-life impairs its use as a responsive marker of nutritional rehabilitation (4,
8-12).
Tidak ada penanda biokimia tunggal telah terbukti unggul dari pada yang lain,
bagaimanapun, albumin tetap penanda yang paling sering digunakan. Beberapa kelemahan
terkait dengan penggunaannya namun harus dipertimbangkan faktor nonnutrisi. Beberapa
menghasilkan hipoalbuminemia pada pasien sakit kritis, yaitu ekstravasasi ekstravaskuler dan
kinetika diubah karena rugi bersih, penurunan sintesis, meningkatkan tingkat katabolik, atau
administrasi eksogen. Selain itu, albumin panjang paruh merusak penggunaanya sebagai
penanda responsif rehabilitasi gizi.
The identification of markers more appropriate for field use in a critical-care setting would
therefore contribute valuably
Identifikasi penanda yang lebih tepat untuk penggunaan lapangan dalam pengaturan kritis
perawatan karena akan memberi masukan
Thus there is renewed interest in hioelectrical impedance analysis (BIA) for determination
ofbody composition. BIA has been shown to be a safe. noninvasive, rapid, and reproducible
method to estimate fat-free mass (FFM) in healthy volunteers ( 1 3-1 8). Recent evidence

shows that BIA is an adequate tool for clinical evaluation of general surgical patients
nutritional status ( 19). Although no study has yet evaluated the role of BIA as a monitoring
tool ofnutritional status in ICU patients, it was shown that a significant correlation exists
between body cell mass (BCM) changes and total daily energy intake (20).
Dengan demikian, ada minat baru dalam analisis impedansi hioelectrical u/ penentuan
komposisi tubuh. BIA telah terbukti menjadi aman, noninvasif, cepat, dan mtode yang
direproduksi untuk memperkirakan massa lemak bebas (FFM) pada sukarelawan yang sehat.
Bukti terbaru menunjukkan bahwa BIA adalah alat yang menandai untuk evaluasi klinis
status gizi pasien bedah umum. Meskipun tidak ada penelitian yang belim dievaluasi peran
BIA sebagai alat pemantauan status gizi pada px ICU, hal ini menunjukkan bahwa korelasi
yang signifikan antara massa sel tubuh (BCM) perbuhan dan asupan energi total harian
This study was therefore undertaken to validate the relationship between BCM changes and
daily energy intake through serial BIA measurements and to determine the usefulness of BIA
as a tool for nutritional assessment in ICU patients receiving nutritional support.
Penelitian dilakukan karena untuk memvalidasi hubungan anatara BCM dan asupan energi
harian melalui pengukuran BIA serial dan untuk menentukan kegunaan BIA sebagai alat
untuk penilaian gizi pd px ICU yg menerima dukungan nutrisi

S-ar putea să vă placă și