Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Proses menua (aging) merupakan suatu perubahan progresif pada organisme yang telah
mencapai kematangan intrinsik dan bersifat irreversibel serta menunjukkan adanya kemunduran
sejalan dengan waktu. Proses alami yang disertai dengan adanya penurunan kondisi fisik,
psikologis maupun sosial akan saling berinteraksi satu sama lain. Proses menua yang terjadi pada
lansia secara linier dapat digambarkan melalui tiga tahap yaitu, kelemahan (impairment),
keterbatasan fungsional (functional limitations), ketidakmampuan (disability), dan
keterhambatan (handicap) yang akan dialami bersamaan dengan proses kemunduran (Bondan,
2009).
Keperawatan gerontik berkisar pada pengajian kesehatan dan status fungsional lansia,
diagnose, perencanaan dan implementasi perawatan dan pelayanan kesehatan untuk memenuhi
kebutuhan yang teridentifikasi dan mengevaluasi keefektifan perawatan tersebut (Potter & Perry,
2005).
Keperawatan gerontik secara holistik menggabungkan aspek pengetahuan dan
keterampilan dari berbagai macam displin ilmu dalam mempertahankan kondisi kesehatan fisik,
mental, sosial, dan spiritual lansia. Hal ini diupayakan untuk memfasilitasi lansia kearah
perkembangan kesehatan yang lebih optimum, dengan pendekatan pada pemulihan kesehatan,
memaksimalkan kualitas hidup lansia baik dalam kondisi sehat, sakit maupun kelemahan serta
memberikan rasa aman, nyaman, terutama dalam menghadapi kematian (Bondan, 2009).
Hal yang pertama perawat lakukan dalam memberikan asuhan keperawatan pada lansia
adalah pengkajian. Menurut Potter & Perry, (2005), pengkajian keperawatan adalah proses
sistematis dari pengumpulan, verifikasi dan komunikasi data tentang klien. Proses keperawatan
ini mencakup dua langkah yaitu pengumpulan data dari sumber primer (klien) dan sumber
sekunder (keluarga, tenaga kesehatan), dan analisis data sebagai dasar untuk diagnose
keperawatan.
Secara umum , sakit dipandang sebagai suatui kondisi yang dialami individu yang gagal
mencapai kesehatan optimum. Sakit akut adalah satu kondisi sakit pada individu yang berhasil
ditangani oleh intervensi atau membaik seiring dengan waktu. Sakit kronis adalah satu kondisi
tidak adanya resolusi proses penyakit. Implikasinya adalah individu akan menderita sakit ini
sampai ia meninggal; tidak ada pengobatan. Karena individu seringkali dapat hidup panjang dan
produktif dengan penyakit kronisnya, haruskah mereka disebut sakit? mungkin sebutan yang
paling tepat adalah kondisi kesehatan kronis. Banyak individu diberbagai komunitas hidup
dengan kondisi kesehatan kronis.
Jika dilihat sekilas, mengidentifikasi individu dengan kondisi kesehatan kronis adalah hal
yang mudah. Namun, sebenarnya ini adalah tugas yang berat. Bagaimanakah seharusnya.
kondisi kesehatan kronis didefinisikan? Elemen apa yang harus ada untuk membedakan antara
kondisi kesehatan akut dan kondisi kesehatan kronis? Dapatkah kondisi kesehatan terdiri atas
kondisi akut dan kronis? Dalam kondisi seperti apa?.
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Menua
1.
2.
3.
4.
Batasan Lansia
Menurut oraganisasi kesehatan dunia (WHO), lanjut usia meliputi:
Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
Lanjut usia (elderly) antara 60 74 tahun
Lanjut usia tua (old) antara 75 90 tahun
Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun
Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah
melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa anak, masa dewasa dan masa tua (Nugroho, 1992).
Tiga tahap ini berbeda baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki masa tua berarti
mengalami kemunduran secara fisik maupun psikis. Kemunduran fisik ditandai dengan kulit
yang mengendor, rambut memutih, penurunan pendengaran, penglihatan memburuk, gerakan
lambat, kelainan berbagai fungsi organ vital, sensitivitas emosional meningkat dan kurang
gairah.
Secara umum, menjadi tua ditandai oleh kemunduran biologis yang terlihat sebagai
gejala-gejala kemuduran fisik, antara lain :
1. Kulit mulai mengendur dan wajah mulai keriput serta garis-garis yang menetap
2. Rambut kepala mulai memutih atau beruban
3.
4.
5.
6.
1.
2.
3.
4.
Terapi yang diarahkan untuk mengontrol gejala; tujuan terapi tidak bertujuan untuk
menyembuhkan penyakit, tetapi untuk mengontrol gejala. Hal ini terkait dengan penyebab
penyakit yang tidak diketahui dan atau rendahnya teknologi untuk menyembuhkan penyakit
terkait. Dalam beberapa kasus, kondisi menjadi akut dan terapi ditujukan untuk menyembuhkan
kondisi akut tersebut, tetapi jika hal ini tidak dapat dicapai, kondisi akan menjadi kronis.
Masalah keluarga dan kesedihan kronis: kondisi kesehatan kronis slalu memiliki
pengaruh terhadap orang-orang dekat indivisu yang terkena penyakit tersebut. Bergantung pada
budaya dan dinamika didalam keluarga, hal ini akan dimanifestasikan dalam bermacam-macam
cara. Kesedihan kronis adalah suatu kondisi yang dapat dialami oleh individu dan atau
keluarganya. Fenomena ini akan bertahan lama dan dapat terus berlanjut, bahkan setelah
kematian individu yang menderita penyakit kronis. Kesedihan yang dirasakan akan berlangsung
tanpa akhir dan meliputi akumulasi kehilangan terus-menerus sepanjang waktu (Krafft & Krafft,
1998).
2.3 Masalah Kondisi Kritis pada Lansia
Masalah fisik sehari-hari yang sering ditemukan pada lansia
1. Mudah jatuh
a.
Jatuh merupakan suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata yang
melihat kejadian, yang mengakibatkan seseorang mendadak terbaring/terduduk di lantai atau
tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka (Ruben, 1996).
Jatuh dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya faktor intrinsik: gangguan
gaya berjalan, kelemahan otot ekstremitas bawah, kekuatan sendi dan sinkope-dizziness; faktor
ekstrinsik: lantai yang licin dan tidak rata, tersandung oleh benda-benda, penglihatan kurang
karena cahaya yang kurang terang dan sebagainya.
b.
d. kecelakaan di sekolah
e. kecelakaan di tempat-tempat umum lain seperti halnya: tepat rekreasi, perbelanjaan, di arena
olah raga dan lain-lain.
2. Mekanisme kejadian
Tertumbuk, jatuh, terpotong, tercekik oleh benda asing. tersengat, terbakar baik karena efek
kimia, fisik maupun listrik atau radiasi.
3. Waktu kejadian
a. Waktu perjalanan (traveling/trasport time)
b. Waktu bekerja, waktu sekolah, waktu bermain dan lain- lain
C. Bencana
Peristiwa atau rangkaian peritiwa yang disebabkan oleh alam dan atau manusia yang
mengakibatkan korban dan penderitaan manusia. kerugian harta benda, kerusakan Iingkungan,
kerusakan sarana dan prasarana umum serta menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan dan
penghidupan masyarakat dan pembangunan nasional yang memerlukan pertolongan dan
bantuan.
Kematian dapat terjadi bila seseorang mengalami kerusakan atau kegagalan dan salah satu
sistem/organ di bawah ini yaitu :
1. Susunan saraf pusat
2. Pernapasan
3. Kardiovaskuler
4. Hati
5. Ginjal
6. Pancreas
Penyebab Kegagalan Organ :
1. Trauma/cedera
2. lnfeksi
3. Keracunan (poisoning)
4. Degenerasi (failure)
5. Asfiksia
6. Kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah besar (excessive loss of wafer and electrolit)
7. Shock
8. perdarahan akut
9. tumor / kanker
Kegagalan system organ susunan saraf pusat, kardiovskuler, pernapasan dan hipoglikemia dapat
menyebabkan kematian dalam waktu singkat (4-6 menit), sedangkan kegagalan sistim/organ
yang lain dapat menyebabkan kematian dalam waktu yang lebih lama.
Karakteristik penyakit lansia di indonesia
Tercapainya suatu pelayanan kesehatan yang optimal, terarah dan terpadu bagi setiap
anggota
masyarakat
yang
berada
dalam
keadaan
gawat
darurat.
Upaya pelayanan kesehatan pada penderita gawat darurat pada dasarnya mencakup suatu
rangkaian kegiatan yang harus dikembangkan sedemikian rupa sehingga mampu mencegah
kematian atau cacat yang mungkin terjadi.
Cakupan pelayanan kesehatan yang perlu dikembangkan meliputi:
Penanggulangan penderita di tempat kejadian.
Transportasi penderita gawat darurat dan tempat kejadian kesarana kesehatan yang lebih
memadai.
Upaya penyediaan sarana komunikasi untuk menunjang kegiatan penanggulangan penderita
gawat darurat.
Upaya rujukan ilmu pengetahuan,pasien dan tenaga ahli.
Upaya penanggulangan penderita gawat darurat di tempat rujukan (Unit Gawat Darurat dan
ICU).
Upaya pembiayaan penderita gawat darurat.
D. Triage
Tindakan memilah-milah korban sesuai dengan tingkat kegawatannya untuk memperoleh
prioritas tindakan. Pembagian golongan pada musibah masal / bencana :
1. Gawat darurat merah
Kelompok pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan
terancam nyawanya atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapat
pertolongan secepatnya.
2. Gawat tidak darurat putih
Kelompok pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat,
misalnya kanker stadium lanjut.
3. Tidak gawat, darurat kuning
Kelompok pasien akibat musibah yang datang tiba-tiba, tetapi tidak mngancam nyawa dan
anggota badannya, misanya luka sayat dangkal.
4. Tidak gawat, tidak darurat hijau,
Kelompok pasien yang tidak luka dan tidak memerlukan intervensi medic.
5. Meninggal hitam
2.5 Asuhan keperawatan
f.
1.
2.
3.
4.
5.
a.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
b.
c.
d.
e.
Pengkajian
Penyakit Paru Obstruktif Kronik ( PPOK ) atau Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM) adalah
klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkitis kronis, bronkiektasis, emfisema dan asma.
(Bruner & Suddarth, 2002).
Pengkajian pada pernapasan dengan klien PPOM yang didasarkan pada kegiatan seharihari. Ukur kualitas pernapasan antara skala 1-10. Dan juga mengidentifikasi faktor sosial dan
lingkungan yang merrupakan faktor pendukung terjadinya gejala. Perawat juga mengidentifikasi
type dari gejala yang muncul antara lain, tiba-tiba atau membahayakan dan faktor presipitasi
lainnya antara lain perjalanan penularan temperature dan stress.
Pengkajian fisik termasuk pengkajian bentuk dan kesimetrisan dada, Respiratory Rate
dan Pola pernafasan, posisi tubuh menggunakan otot bantu pernapasan dan juga warna, jumlah,
kekentalan dan bau sputum.
Palpasi dan perkusi pada dada diidentifikasikan untuk mengkaji terhadap peningkatan
gerakan fremitus, gerakan dinding dada dan penyimpanan diafragma. Ketika mengauskultasi
dinding dada pada dewasa tua/akhir seharusnya diberi cukup waktu untuk kenyamanan dengan
menarik nafas dalam tanpa adanya rasa pusing.
1.
2.
B.
Pemeriksaan diagnostic
Sinar X dada
Tes fungsi paru
3. TLC
4. EKG
C.
Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan PPOM adalah:
a. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase akut, tetapi juga
fase kronik.
b. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
c. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih awal.
Penatalaksanaan PPOM pada usia lanjut adalah sebagai berikut:
Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan merokok, menghindari
polusi udara.
Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi antimikroba tidak perlu
diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu
sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.
Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan kortikosteroid untuk
mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih kontroversial.
Pengobatan simtomatik.
Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan aliran lambat 1 - 2
liter/menit.
D.
Diagnose keperawatan
Diagnosa keperawatan yang lazim muncul pada lansia dengan PPOM, antara lain :
Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan tertahannya sekresi.
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen.
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan in adekuat pertahanan primer dan sekunder.
Perubahan nutrisi kursng dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual / muntah,
kelemahan, efek samping obat, produksi sputum.
5. Defisit pengetaahuan tentang PPOM berhubungan dengan kurang informasi, salah mengerti
tentang informasi, kurang mengingat / keterbatasan kognitif (Doenges, 2000).
1.
2.
3.
4.
E.
a.
Intervensi
Mampu mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih/ jelas.
Klien menunjukan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas drngan batuk efekti
maupun pengeluaran sekret,
Intervensi:
Auskultasi bunyi napas. Catat adanya bunyi napas tambahan.
Kaji/pantau frekuensi pernapasan dan catat adanya dispnea, ansietas, distress pernapasan.
Berikan pasien posisi yang nyaman.
Dorong/ bantu latihan napas abdomen atau bibir.
Observasi karakteristik batuk.
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat (bronkodilator, analgesic, antimicrobial, obat
steroid)
Kolaborasi pemberian humidifikasi tambahan (nebuliser)
c.
Intervensi:
Kaji frekuensi kedalaman pernafasan.
Dorong pengeluaran sputum, penghisapan bila diindikasikan,
Observasi tanda-tanda vital
Kolaborasi dengan petugas laboratorium untuk pemeriksaan GDA
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuat pertahanan primer dan
sekunder.
Kriteria hasil:
Klien menyatakan pemahaman penyebab / faktor resiko individu
Mengidentifikasai intervensi untuk mencegah dan menurunkan risiko infeksi
Menunjukan teknik perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman
Intervensi:
Kaji pentingnya latihan napas, batuk efektif, perubahan posisi, dan masukan cairan adekuat
Observasi warna, karakter, bau sputum
Dorong keseimbangan antara aktivitas dan istirahat
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk kebutuhan nutrisi yang adekuat
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat antimicrobial sesuai indikasi.
d. Perubahan nutrisi kursng dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual / muntah,
kelemahan, efek samping obat, produksi sputum.
Kriteria hasil:
- Klien menunjukan adanya peningkatan berat badan
- Menunujukan perilaki/ perubahan pola hidup untuk meningkatkan atau mempertahankan berat
yang tepat.
e.
Intervensi:
Kaji kebiasaan diet.
Berikan perawatan oral sering, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai dan tisu.
Dorong periode istirahat semalam 1 jam sebelum dan sesudah makan.
Anjurkan untuk makan sedikit tapi sering
Anjurkan keluarga untuk menghindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat
Anjurkan untuk menghindari makanan yang terlalu panas atau dingin
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian makananan yang mudah dicerna.
Defisit pengetaahuan tentang PPOM berhubungan dengan kurang informasi, salah mengerti
tentang informasi, kurang mengingat / keterbatasan kognitif (Doenges, 2000).
Kriteria hasil:
Klien/ keluarga menunjukkan pemahaman kondisi serta proses penyakit dan tindakan
Mampu melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan
Mampu mengidentifikasi hubungan tanda/gejala yang ada dari proses penyakit.
Intervensi:
Jelaskan proses penyakit individu
Tekankan pentingnya perawatan oral / kebersihan gigi
Kaji efek bahaya merokok dan nasehatkan menghentikan rokok pada pasien atau orang terdekat.
Berikan informasi tentang pembatasan aktivitas dan aktivitas pilihan dengan periode istirahat
untuk mencegah kelemahan
Anjurkan pasien/ keluarga terdekat dalam penggunaan oksigen aman.
F.
Evaluasi
Fokus utama pada klien lansia dengan PPOM adalah untuk mengembalikan kemampuan dalam
ADLS, mengontrol gejala, dan tercapainya hasil yang diharapkan. Klien lansia mungkin membutuhkan
perawatan tambahan di rumah, evaluasi juga termasuk memonitor kemampuan beradaptasi dan
menggunakan teknik energy conserving, untuk mengurangi sesak nafas, dan kecemasan yang diajarkan
dalam rehabilitsi paru.
Klien lansia membutuhkan waktu yang lama untuk mempelajari teknik rehabilitasi yang
diajarkan. Bagaimanapun saat pertama kali mengajar, mereka harus mempunyai pemahaman yang baik
dan mampu untuk beradaptsi dengan gaya hidup mereka (Leukenotte, MA, 2000:502).
BAB 3
PENUTUP
Kesimpulan
Keperawatan Gerontik adalah suatu pelayanan profesional yang berdasarkan ilmu &
kiat / teknik keperawatan yang berbentuk bio-psiko-sosial-spiritual & cultural yang holistic yang
ditujukan pada klien lanjut usia baik sehat maupun sakit pada tingkat individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat.
Gawat Darurat Medik adalah peristiwa yang menimpa seseorang dengan tiba-tiba yang
dapat membahayakan jiwa, sehingga memerlukan tindakan medic dengan segera dan tepat.
Kondisi kesehatan menjadi lebih buruk atau menjadi lebih parah seiring perjalanan
waktu. Periodenya mungkin meliputi seluruh rentang kehidupan atau dalam waktu yang lama.
Selama kondisi kesehatan kronis, mungkin terdapat periode diam yang diikuti oleh periode
ekserbarsi/bertambah parahnya penyakit atau memburuk secara perlahan. Contoh kondisi
kesehatan kronis progresif adalah beberapa jenis kanker yang tumbuh perlahan pada
penderitanya dan tidak dapat disembuhkan serta menyebabkan kematian yang tidak terelakkan.
Penyakit paru obstruktif menahun/kronis ditandai dengan penurunan kapasitas paru yang
progresif secara perlahan.
PPOM adalah kelainan paru yang ditandai dengan gangguan fungsi paru berupa
memanjangnya periode ekspirasi yang disebabkan oleh adanya penyempitan saluran nafasdan
tidak banyak mengalami perubahan dalam masa observasi beberapa waktu. PPOM terdiri dari
kumpulan tiga penyakit yaitu bronchitis kronik, emfisema paru dan asma.
Saran
Demikianlah
makalah
yang
telah kami buat.
Semoga
bermanfaat
dan
memberikan wawasan baru untuk kita semua. Saran, kritik maupun sanggahan tetap kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Kami mohon maaf apabila ada kesalahan maupun
kekurangan dalam penulisan makalah ini. Sekian dan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall (1997) Buku Saku Diagnosa Keperawatan, alih bahasa: Yasmin Asih,
edisi 6, Jakarta: EGC
Doenges, Marilynn E. (1999) Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Pasien, alih bahasa: I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, edisi 3, Jakarta:
EGC, Hal : 162-163
Long Barbara C. (1996) Perawatan medical Bedah Suatu pendekatan Proses keperawatan, alih
bahasa: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran Bandung, Bandung.
Nugroho Wahyudi. 2008. Keperawatan Gerontik & Geriatrik. Jakarta: EGC
Nursalam, dkk. 2003. Pendidikan Dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Steanley,mickey. Patresia, G.B. 2006. Buku ajar keperawatan gerontik. Jakarta:EGC
Taufan Nugroho. 2001. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha medika
Wahyudi Nugroho (2000), Keperawatan Gerontik edisi 2, EGC: Jakarta.