Sunteți pe pagina 1din 14

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Proses menua (aging) merupakan suatu perubahan progresif pada organisme yang telah
mencapai kematangan intrinsik dan bersifat irreversibel serta menunjukkan adanya kemunduran
sejalan dengan waktu. Proses alami yang disertai dengan adanya penurunan kondisi fisik,
psikologis maupun sosial akan saling berinteraksi satu sama lain. Proses menua yang terjadi pada
lansia secara linier dapat digambarkan melalui tiga tahap yaitu, kelemahan (impairment),
keterbatasan fungsional (functional limitations), ketidakmampuan (disability), dan
keterhambatan (handicap) yang akan dialami bersamaan dengan proses kemunduran (Bondan,
2009).
Keperawatan gerontik berkisar pada pengajian kesehatan dan status fungsional lansia,
diagnose, perencanaan dan implementasi perawatan dan pelayanan kesehatan untuk memenuhi
kebutuhan yang teridentifikasi dan mengevaluasi keefektifan perawatan tersebut (Potter & Perry,
2005).
Keperawatan gerontik secara holistik menggabungkan aspek pengetahuan dan
keterampilan dari berbagai macam displin ilmu dalam mempertahankan kondisi kesehatan fisik,
mental, sosial, dan spiritual lansia. Hal ini diupayakan untuk memfasilitasi lansia kearah
perkembangan kesehatan yang lebih optimum, dengan pendekatan pada pemulihan kesehatan,
memaksimalkan kualitas hidup lansia baik dalam kondisi sehat, sakit maupun kelemahan serta
memberikan rasa aman, nyaman, terutama dalam menghadapi kematian (Bondan, 2009).
Hal yang pertama perawat lakukan dalam memberikan asuhan keperawatan pada lansia
adalah pengkajian. Menurut Potter & Perry, (2005), pengkajian keperawatan adalah proses
sistematis dari pengumpulan, verifikasi dan komunikasi data tentang klien. Proses keperawatan
ini mencakup dua langkah yaitu pengumpulan data dari sumber primer (klien) dan sumber
sekunder (keluarga, tenaga kesehatan), dan analisis data sebagai dasar untuk diagnose
keperawatan.
Secara umum , sakit dipandang sebagai suatui kondisi yang dialami individu yang gagal
mencapai kesehatan optimum. Sakit akut adalah satu kondisi sakit pada individu yang berhasil
ditangani oleh intervensi atau membaik seiring dengan waktu. Sakit kronis adalah satu kondisi
tidak adanya resolusi proses penyakit. Implikasinya adalah individu akan menderita sakit ini
sampai ia meninggal; tidak ada pengobatan. Karena individu seringkali dapat hidup panjang dan
produktif dengan penyakit kronisnya, haruskah mereka disebut sakit? mungkin sebutan yang
paling tepat adalah kondisi kesehatan kronis. Banyak individu diberbagai komunitas hidup
dengan kondisi kesehatan kronis.
Jika dilihat sekilas, mengidentifikasi individu dengan kondisi kesehatan kronis adalah hal
yang mudah. Namun, sebenarnya ini adalah tugas yang berat. Bagaimanakah seharusnya.
kondisi kesehatan kronis didefinisikan? Elemen apa yang harus ada untuk membedakan antara
kondisi kesehatan akut dan kondisi kesehatan kronis? Dapatkah kondisi kesehatan terdiri atas
kondisi akut dan kronis? Dalam kondisi seperti apa?.

Pendekatan holistik terhadap asuhan keperawatan menolak adanya penggolongan


individual. Pendekatan holistik menekankan pada keterkaitan individual. Apabila ditinjau secara
harfiah, pendekatan ini dapat digunakan untuk menggambarkan individu dengan kondisi
kesehatan kronis. Kesehatan individu seharusnya tidak digolongkan, seperti diabetik, penderita
kanker, skizofrenik, atau individu yang teriunfeksi HIV. Bagaimanapun, perawat dipaksa oleh
pendekatan sistem pelayanan kesehatan untuk cenderung melabel dan mengategorikan kesehatan
individu. Dengan demikian, dalam pembahasan ini, suatu upaya dilakukan untuk
menggambarkan populasi ini dalam konteks yang sangat luas.
1.2 Rumusan masalah
Bagaiamana asuhan keperawatan lansia dengan kondisi kritis ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Mengetahui asuhan keperawatan lansia dengan kondisi kritis.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Mengetahui tentang konsep dasar menua.
2. Mengetahui tentang kondisi kritis.
3. Mengetahui tentang masalah kondisi kritis pada lansia.
4. Mengetahui tentang penanggulangan penderita gawat darurat pada lansia.
5. Mengetahui tentang asuhan keperawatan kondisi kritis pada lansia.

BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Menua

1.
2.
3.
4.

Batasan Lansia
Menurut oraganisasi kesehatan dunia (WHO), lanjut usia meliputi:
Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
Lanjut usia (elderly) antara 60 74 tahun
Lanjut usia tua (old) antara 75 90 tahun
Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun
Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah
melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa anak, masa dewasa dan masa tua (Nugroho, 1992).
Tiga tahap ini berbeda baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki masa tua berarti
mengalami kemunduran secara fisik maupun psikis. Kemunduran fisik ditandai dengan kulit
yang mengendor, rambut memutih, penurunan pendengaran, penglihatan memburuk, gerakan
lambat, kelainan berbagai fungsi organ vital, sensitivitas emosional meningkat dan kurang
gairah.
Secara umum, menjadi tua ditandai oleh kemunduran biologis yang terlihat sebagai
gejala-gejala kemuduran fisik, antara lain :
1. Kulit mulai mengendur dan wajah mulai keriput serta garis-garis yang menetap
2. Rambut kepala mulai memutih atau beruban

3.
4.
5.
6.
1.
2.
3.
4.

Gigi mulai lepas (ompong)


Penglihatan dan pendengaran berkurang
Mudah lelah dan mudah jatuh
Gerakan menjadi lamban dan kurang lincah.
Disamping itu, juga terjadi kemunduran kognitif antara lain :
Suka lupa, ingatan tidak berfungsi dengan baik
Ingatan terhadap hal-hal di masa muda lebih baik daripada hal-hal yang baru saja terjadi
Sering adanya disorientasi terhadap waktu, tempat dan orang
Sulit menerima ide-ide baru.

2.2 Pengertian kondisi kritis


Progresif: Kondisi kesehatan menjadi lebih buruk atau menjadi lebih parah seiring
perjalanan waktu. Periodenya mungkin meliputi seluruh rentang kehidupan atau dalam waktu
yang lama. Selama kondisi kesehatan kronis, mungkin terdapat periode diam yang diikuti oleh
periode ekserbarsi/bertambah parahnya penyakit atau memburuk secara perlahan. Contoh kondisi
kesehatan kronis progresif adalah beberapa jenis kanker yang tumbuh perlahan pada
penderitanya dan tidak dapat disembuhkan serta menyebabkan kematian yang tidak terelakkan.
Penyakit paru obstruktif menahun/kronis ditandai dengan penurunan kapasitas paru yang
progresif secara perlahan. Periode gagal jantung kronis meliputi periode diam dan kontrol
terhadap pola serangan akut gagal jantung. Diabetes melitus, terutama tipe DM bergantunginsulin, menjadi progresif sehingga lebih sulit ditanggulangi.
Ireversibel: kondisi yang tidak dapat disembuhkan. Kondisi kesehatan kronis dapat
menyebabkan kematian. Muncul kerusakan yang tidak dapat dikoreksi. Contohnya adalah kanker
pankreas, yang menghancurkan kemampuan klien untuk memproduksi enzim digesti, yang
menyebabkan defisit nutrisi. Terdapat beberapa tipe penyakit ginjal yang pada akhirnya
menyebabkan penyakit gagal ginjal total dan dan dapat merusak sistem utama lainnya seperti
sistem saraf pusat dan sistem kardiovaskular. Penyakit Paru Obstruktif Kronis dapat
menyebabkan penurunan fungsi paru, yang tidak dapat kembali normal/ireversibel. Skizofrenia
dan penyakit hipolar tidak dapat disembuhkan, tetapi keduanya dapat dikontrol; bagaimanapun,
individu yang pernah menderita penyakit ini dalam waktu yang lama dapat mengalami gangguan
penilaian, keterampilan sosial, dan aktivitas hidup sehari-hari.
Kompleks: kondisi kronis dapat memengaruhi berbagai sistem. Pengaruh dari kondisi
kesehatan kronis dapat menjangkau area yang lebih luas dibandingkan pada saat permulaan
proses. Penderita asma tidak hanya mengalami manifestasi fisik, tetapi mereka sering kali
membatasi aktivitas dalam cara-cara tertentu yang dapat menyebabkan isolasi, sehingga dapat
memengaruhi kesehatan mental dan rekreasional mereka. Depresi adalah sekuel yang sering
ditimbulkan oleh kondisi kesehatan kronis (Davidson & Meltzer-Brody, 1999). Terapi terhadap
kondisi kronis mungkin menimbulkan efek samping, seperti nyeri dan defisit nutrisi yang
menjadi bagian dari kondisinya. Diabetes melitus dapat menyebabkan neuropati; retinopati
menyebabkan kebutaan; masalah sirkulasi menyebabkan amputasi, umumnya terjadi pada kaki
dan tungkai. Hipertensi dapat menyebabkan penyakit jantung, stroke, dan gagal ginjal.

Terapi yang diarahkan untuk mengontrol gejala; tujuan terapi tidak bertujuan untuk
menyembuhkan penyakit, tetapi untuk mengontrol gejala. Hal ini terkait dengan penyebab
penyakit yang tidak diketahui dan atau rendahnya teknologi untuk menyembuhkan penyakit
terkait. Dalam beberapa kasus, kondisi menjadi akut dan terapi ditujukan untuk menyembuhkan
kondisi akut tersebut, tetapi jika hal ini tidak dapat dicapai, kondisi akan menjadi kronis.
Masalah keluarga dan kesedihan kronis: kondisi kesehatan kronis slalu memiliki
pengaruh terhadap orang-orang dekat indivisu yang terkena penyakit tersebut. Bergantung pada
budaya dan dinamika didalam keluarga, hal ini akan dimanifestasikan dalam bermacam-macam
cara. Kesedihan kronis adalah suatu kondisi yang dapat dialami oleh individu dan atau
keluarganya. Fenomena ini akan bertahan lama dan dapat terus berlanjut, bahkan setelah
kematian individu yang menderita penyakit kronis. Kesedihan yang dirasakan akan berlangsung
tanpa akhir dan meliputi akumulasi kehilangan terus-menerus sepanjang waktu (Krafft & Krafft,
1998).
2.3 Masalah Kondisi Kritis pada Lansia
Masalah fisik sehari-hari yang sering ditemukan pada lansia
1. Mudah jatuh
a.
Jatuh merupakan suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata yang
melihat kejadian, yang mengakibatkan seseorang mendadak terbaring/terduduk di lantai atau
tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka (Ruben, 1996).
Jatuh dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya faktor intrinsik: gangguan
gaya berjalan, kelemahan otot ekstremitas bawah, kekuatan sendi dan sinkope-dizziness; faktor
ekstrinsik: lantai yang licin dan tidak rata, tersandung oleh benda-benda, penglihatan kurang
karena cahaya yang kurang terang dan sebagainya.
b.

2. Mudah lelah, disebabkan oleh :


a) Faktor psikologis: perasaan bosan, keletihan, depresi
b) Gangguan organis: anemia, kurang vitamin, osteomalasia, dll
c) Pengaruh obat: sedasi, hipnotik
Beberapa penyebab kondisi kritis pada lansia :
A. Kecelakaan (Accident)
Suatu kejadian dimana terjadi interaksi berbagai factor yang datangnya mendadak, tidak
dikehendaki sehinga menimbulkan cedera (fisik, mental, sosial)
B. Cedera
Masalah kesehatan yang didapat/dialami sebagai akibat kecelakaan.
Kecelakaan dan cedera dapat diklasifikasikan menurut :
1. Tempat kejadian
a. kecelakaan lalu lintas
b. kecelakaan di lingkungan rumah tangga
c. kecelakaan di lingkungan pekerjaan

d. kecelakaan di sekolah
e. kecelakaan di tempat-tempat umum lain seperti halnya: tepat rekreasi, perbelanjaan, di arena
olah raga dan lain-lain.
2. Mekanisme kejadian
Tertumbuk, jatuh, terpotong, tercekik oleh benda asing. tersengat, terbakar baik karena efek
kimia, fisik maupun listrik atau radiasi.
3. Waktu kejadian
a. Waktu perjalanan (traveling/trasport time)
b. Waktu bekerja, waktu sekolah, waktu bermain dan lain- lain
C. Bencana
Peristiwa atau rangkaian peritiwa yang disebabkan oleh alam dan atau manusia yang
mengakibatkan korban dan penderitaan manusia. kerugian harta benda, kerusakan Iingkungan,
kerusakan sarana dan prasarana umum serta menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan dan
penghidupan masyarakat dan pembangunan nasional yang memerlukan pertolongan dan
bantuan.
Kematian dapat terjadi bila seseorang mengalami kerusakan atau kegagalan dan salah satu
sistem/organ di bawah ini yaitu :
1. Susunan saraf pusat
2. Pernapasan
3. Kardiovaskuler
4. Hati
5. Ginjal
6. Pancreas
Penyebab Kegagalan Organ :
1. Trauma/cedera
2. lnfeksi
3. Keracunan (poisoning)
4. Degenerasi (failure)
5. Asfiksia
6. Kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah besar (excessive loss of wafer and electrolit)
7. Shock
8. perdarahan akut
9. tumor / kanker
Kegagalan system organ susunan saraf pusat, kardiovskuler, pernapasan dan hipoglikemia dapat
menyebabkan kematian dalam waktu singkat (4-6 menit), sedangkan kegagalan sistim/organ
yang lain dapat menyebabkan kematian dalam waktu yang lebih lama.
Karakteristik penyakit lansia di indonesia

1. Penyakit persendian dan tulang, misalnya rheumatik, osteoporosis, osteoartritis


2. Penyakit Kardiovaskuler. Misalnya: hipertensi, kholesterolemia, angina, cardiac attack, stroke,
trigliserida tinggi, anemia, PJK
3. Penyakit Pencernaan yaitu gastritis, ulcus pepticum
4. Penyakit Urogenital. Seperti Infeksi Saluran Kemih (ISK), Gagal Ginjal Akut/Kronis, Benigna
Prostat Hiperplasia
5. Penyakit Metabolik/endokrin. Misalnya; Diabetes mellitus, obesitas
6. Penyakit Pernafasan. Misalnya asma, TB paru
7. Penyakit Keganasan, misalnya; carsinoma/ kanker
8. Penyakit lainnya. Antara lain; senilis/pikun/dimensia, alzeimer, parkinson, dan sebagainya.
2.4 Penanggulangan Penderita Gawat Darurat
Keperawatan Gerontik adalah suatu pelayanan profesional yang berdasarkan ilmu &
kiat / teknik keperawatan yang berbentuk bio-psiko-sosial-spiritual & cultural yang holistic yang
ditujukan pada klien lanjut usia baik sehat maupun sakit pada tingkat individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat.
Gawat adalah suatu kondisi dimana korban harus segera ditolong, apabila tidak segera
ditolong maka akan mengalami kecacatan atau kematian. Ex: gangguan pernafasan, gangguan
sirkulasi, perdarahan hebat.
Darurat adalah suatu kondisi dimana korban harus segera ditolong tetapi penundaan
pertolongan tidak menyebabkan kematian / kecacatan. Ex: luka, Ca mamae, BPH, fraktur
tertutup.
Gawat Darurat Medik adalah peristiwa yang menimpa seseorang dengan tiba-tiba yang
dapat membahayakan jiwa, sehingga memerlukan tindakan medic dengan segera dan tepat.
A. Penanggulangan penderita gawat darurat
Tujuan :
1. Mencegah kematian dan cacat (to save life and limb) pada penderita gawat darurat, hingga dapat
hidup dan berfungsi kembali dalam masyarakat sebagaimana mestinya.
2. Merujuk penderita gawat darurat melalui sistem rujukan untuk memperoleh penanganan yang
lebih memadai.
3. Menanggulangi korban bencana.
B. Prinsip penanggulangan penderita gawat darurat
1. Kecepatan menemukan penderita gawat darurat
2. Kecepatan meminta pertolongan
3. Kecepatan dan kualitas pertolongan yang diberikan ditempat kejadian, dalam perjalanan
kerumah sakit, dan pertolongan selanjutnya secara mantap di Puskesmas atau rumah sakit.

C. Sistem penanggulangan penderita gawat darurat


Tujuan

Tercapainya suatu pelayanan kesehatan yang optimal, terarah dan terpadu bagi setiap
anggota
masyarakat
yang
berada
dalam
keadaan
gawat
darurat.
Upaya pelayanan kesehatan pada penderita gawat darurat pada dasarnya mencakup suatu
rangkaian kegiatan yang harus dikembangkan sedemikian rupa sehingga mampu mencegah
kematian atau cacat yang mungkin terjadi.
Cakupan pelayanan kesehatan yang perlu dikembangkan meliputi:
Penanggulangan penderita di tempat kejadian.
Transportasi penderita gawat darurat dan tempat kejadian kesarana kesehatan yang lebih
memadai.
Upaya penyediaan sarana komunikasi untuk menunjang kegiatan penanggulangan penderita
gawat darurat.
Upaya rujukan ilmu pengetahuan,pasien dan tenaga ahli.
Upaya penanggulangan penderita gawat darurat di tempat rujukan (Unit Gawat Darurat dan
ICU).
Upaya pembiayaan penderita gawat darurat.

D. Triage
Tindakan memilah-milah korban sesuai dengan tingkat kegawatannya untuk memperoleh
prioritas tindakan. Pembagian golongan pada musibah masal / bencana :
1. Gawat darurat merah
Kelompok pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan
terancam nyawanya atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapat
pertolongan secepatnya.
2. Gawat tidak darurat putih
Kelompok pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat,
misalnya kanker stadium lanjut.
3. Tidak gawat, darurat kuning
Kelompok pasien akibat musibah yang datang tiba-tiba, tetapi tidak mngancam nyawa dan
anggota badannya, misanya luka sayat dangkal.
4. Tidak gawat, tidak darurat hijau,
Kelompok pasien yang tidak luka dan tidak memerlukan intervensi medic.
5. Meninggal hitam
2.5 Asuhan keperawatan

Asuhan Keperawatan Gawat Darurat pada Lansia


Asuhan keperawatan kegawat daruratan yang bisa terjadi pada lansia, meliputi gangguan :
Pernapasan
Kardiovaskular
Persyarafan
Pencernaan
Keracunan
Keperawatan gawat darurat yang terjadi pada lansia :
Lingkup nasalah kegawatan sistem pernapasan
Identifikasi gawat nafas
Peran perawat dalam tindakan pada klien gawat nafas
Pengembangan teknik fisioterapi dada, meliputi :
Latihan nafas
Menepuk
Melakukan vibrasi
Posisi drainase
Menghisap
Oksigenasi/nebulizer
Lingkup masalah kegawatan sistem kardiovaskular
Identifikasi indicator gawat jantung
Peran perawat pada tindakan terhadap klien gawat jantung
Lingkup masalah kegawatan sistem persarafan
Peran perawat pada monitor peningkatan tekanan TIK
Peran perawat pada tindakan gangguan persarafan
Lingkup masalah kegawatan musculoskeletal
Pengembangan model penanganan kegawatan gangguan sistem musculoskeletal (fraktur :
melakukan teknik pembidaian, melakukan teknik pembalutan, serta mengenal, menyiapkan dan
melaksanakan prosedur pemasangan gips, osteoporosis,dll).
Lingkup masalah kegawatan terhadap intoksikasi
Pengembangan model penanganan asuhan keperawatan kegawatan akibat intoksikasi :
Insektisida
NAPZA
Makan dan minuman
Obat-obatan
Kimia
Sengatan serangga
Digigit ular

f.

Lingkup masalah kegawatan jiwa


Peran perawat terhadap kegawatab psikiatri (mengamuk dan percobaan bunuh diri)
Menyiapkan, melakukan prosedur pengikatan

1.
2.
3.
4.
5.
a.

1.
2.
3.
4.
5.
6.
b.

c.

d.

e.

2.5.1 ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA pada KLIEN PPOM


A.

Pengkajian
Penyakit Paru Obstruktif Kronik ( PPOK ) atau Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM) adalah

klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkitis kronis, bronkiektasis, emfisema dan asma.
(Bruner & Suddarth, 2002).

Pengkajian pada pernapasan dengan klien PPOM yang didasarkan pada kegiatan seharihari. Ukur kualitas pernapasan antara skala 1-10. Dan juga mengidentifikasi faktor sosial dan
lingkungan yang merrupakan faktor pendukung terjadinya gejala. Perawat juga mengidentifikasi
type dari gejala yang muncul antara lain, tiba-tiba atau membahayakan dan faktor presipitasi
lainnya antara lain perjalanan penularan temperature dan stress.
Pengkajian fisik termasuk pengkajian bentuk dan kesimetrisan dada, Respiratory Rate
dan Pola pernafasan, posisi tubuh menggunakan otot bantu pernapasan dan juga warna, jumlah,
kekentalan dan bau sputum.
Palpasi dan perkusi pada dada diidentifikasikan untuk mengkaji terhadap peningkatan
gerakan fremitus, gerakan dinding dada dan penyimpanan diafragma. Ketika mengauskultasi
dinding dada pada dewasa tua/akhir seharusnya diberi cukup waktu untuk kenyamanan dengan
menarik nafas dalam tanpa adanya rasa pusing.

Hal-hal yang juga perlu dikaji adalah :


1. Aktifitas / istirahat
Keletihan, kelemahan, malaise, ketidak mampuan melakukan aktifitas sehari-hari karena sulit
bernapas.
2. Sirkulasi
Pembengkakan padda ekstremitas bawah, peningkatan tekanan darah, takikardi
3. Integritas ego
Perubahan pola hidup, ansietas, ketakutan, peka rangsang
4. Makanan / cairan
Mual / muntah, anoreksia, ketidak mampuan untuk makan karena distress perrnapasan, turgor
kulit buruk, berkeringat
5. Hygiene
Penurunan kemampuan / peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktifitas sehari-hari,
kebersihan buruk, bau badan
6. Pernafasan
Nafas pendek, rasa dada tertekan, dispneu, penggunaan otot bantu pernafasan
7. Keamanan
Riwayat reaksi alergi / sensitive terhadap zat atau faktor lingkungan
8. Seksualitas
Penurunan libido
9. Interaksi sosial
Hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung, keterbatasan mobilitas fisik.(Doengoes,
2000 : 152).

1.
2.

B.
Pemeriksaan diagnostic
Sinar X dada
Tes fungsi paru

3. TLC
4. EKG
C.

Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan PPOM adalah:

a. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase akut, tetapi juga
fase kronik.
b. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
c. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih awal.
Penatalaksanaan PPOM pada usia lanjut adalah sebagai berikut:
Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan merokok, menghindari
polusi udara.
Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi antimikroba tidak perlu
diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu
sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.
Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan kortikosteroid untuk
mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih kontroversial.
Pengobatan simtomatik.
Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan aliran lambat 1 - 2
liter/menit.
D.

Diagnose keperawatan

Diagnosa keperawatan yang lazim muncul pada lansia dengan PPOM, antara lain :
Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan tertahannya sekresi.
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen.
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan in adekuat pertahanan primer dan sekunder.
Perubahan nutrisi kursng dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual / muntah,
kelemahan, efek samping obat, produksi sputum.
5. Defisit pengetaahuan tentang PPOM berhubungan dengan kurang informasi, salah mengerti
tentang informasi, kurang mengingat / keterbatasan kognitif (Doenges, 2000).
1.
2.
3.
4.

E.

a.

Intervensi

Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan tertahannya sekresi.


Kriteria hasil:

Mampu mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih/ jelas.
Klien menunjukan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas drngan batuk efekti
maupun pengeluaran sekret,
Intervensi:
Auskultasi bunyi napas. Catat adanya bunyi napas tambahan.
Kaji/pantau frekuensi pernapasan dan catat adanya dispnea, ansietas, distress pernapasan.
Berikan pasien posisi yang nyaman.
Dorong/ bantu latihan napas abdomen atau bibir.
Observasi karakteristik batuk.
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat (bronkodilator, analgesic, antimicrobial, obat
steroid)
Kolaborasi pemberian humidifikasi tambahan (nebuliser)

b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen.


Kriteria hasil:
- Menunujukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dan bebas gejala distress
pernapasan

c.

Intervensi:
Kaji frekuensi kedalaman pernafasan.
Dorong pengeluaran sputum, penghisapan bila diindikasikan,
Observasi tanda-tanda vital
Kolaborasi dengan petugas laboratorium untuk pemeriksaan GDA

Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuat pertahanan primer dan
sekunder.
Kriteria hasil:
Klien menyatakan pemahaman penyebab / faktor resiko individu
Mengidentifikasai intervensi untuk mencegah dan menurunkan risiko infeksi
Menunjukan teknik perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman

Intervensi:
Kaji pentingnya latihan napas, batuk efektif, perubahan posisi, dan masukan cairan adekuat
Observasi warna, karakter, bau sputum
Dorong keseimbangan antara aktivitas dan istirahat
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk kebutuhan nutrisi yang adekuat
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat antimicrobial sesuai indikasi.

d. Perubahan nutrisi kursng dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual / muntah,
kelemahan, efek samping obat, produksi sputum.
Kriteria hasil:
- Klien menunjukan adanya peningkatan berat badan
- Menunujukan perilaki/ perubahan pola hidup untuk meningkatkan atau mempertahankan berat
yang tepat.

e.

Intervensi:
Kaji kebiasaan diet.
Berikan perawatan oral sering, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai dan tisu.
Dorong periode istirahat semalam 1 jam sebelum dan sesudah makan.
Anjurkan untuk makan sedikit tapi sering
Anjurkan keluarga untuk menghindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat
Anjurkan untuk menghindari makanan yang terlalu panas atau dingin
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian makananan yang mudah dicerna.
Defisit pengetaahuan tentang PPOM berhubungan dengan kurang informasi, salah mengerti
tentang informasi, kurang mengingat / keterbatasan kognitif (Doenges, 2000).
Kriteria hasil:
Klien/ keluarga menunjukkan pemahaman kondisi serta proses penyakit dan tindakan
Mampu melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan
Mampu mengidentifikasi hubungan tanda/gejala yang ada dari proses penyakit.
Intervensi:
Jelaskan proses penyakit individu
Tekankan pentingnya perawatan oral / kebersihan gigi
Kaji efek bahaya merokok dan nasehatkan menghentikan rokok pada pasien atau orang terdekat.
Berikan informasi tentang pembatasan aktivitas dan aktivitas pilihan dengan periode istirahat
untuk mencegah kelemahan
Anjurkan pasien/ keluarga terdekat dalam penggunaan oksigen aman.
F.

Evaluasi
Fokus utama pada klien lansia dengan PPOM adalah untuk mengembalikan kemampuan dalam

ADLS, mengontrol gejala, dan tercapainya hasil yang diharapkan. Klien lansia mungkin membutuhkan
perawatan tambahan di rumah, evaluasi juga termasuk memonitor kemampuan beradaptasi dan
menggunakan teknik energy conserving, untuk mengurangi sesak nafas, dan kecemasan yang diajarkan
dalam rehabilitsi paru.
Klien lansia membutuhkan waktu yang lama untuk mempelajari teknik rehabilitasi yang
diajarkan. Bagaimanapun saat pertama kali mengajar, mereka harus mempunyai pemahaman yang baik
dan mampu untuk beradaptsi dengan gaya hidup mereka (Leukenotte, MA, 2000:502).

BAB 3
PENUTUP
Kesimpulan
Keperawatan Gerontik adalah suatu pelayanan profesional yang berdasarkan ilmu &
kiat / teknik keperawatan yang berbentuk bio-psiko-sosial-spiritual & cultural yang holistic yang
ditujukan pada klien lanjut usia baik sehat maupun sakit pada tingkat individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat.
Gawat Darurat Medik adalah peristiwa yang menimpa seseorang dengan tiba-tiba yang
dapat membahayakan jiwa, sehingga memerlukan tindakan medic dengan segera dan tepat.
Kondisi kesehatan menjadi lebih buruk atau menjadi lebih parah seiring perjalanan
waktu. Periodenya mungkin meliputi seluruh rentang kehidupan atau dalam waktu yang lama.
Selama kondisi kesehatan kronis, mungkin terdapat periode diam yang diikuti oleh periode
ekserbarsi/bertambah parahnya penyakit atau memburuk secara perlahan. Contoh kondisi
kesehatan kronis progresif adalah beberapa jenis kanker yang tumbuh perlahan pada
penderitanya dan tidak dapat disembuhkan serta menyebabkan kematian yang tidak terelakkan.
Penyakit paru obstruktif menahun/kronis ditandai dengan penurunan kapasitas paru yang
progresif secara perlahan.
PPOM adalah kelainan paru yang ditandai dengan gangguan fungsi paru berupa
memanjangnya periode ekspirasi yang disebabkan oleh adanya penyempitan saluran nafasdan
tidak banyak mengalami perubahan dalam masa observasi beberapa waktu. PPOM terdiri dari
kumpulan tiga penyakit yaitu bronchitis kronik, emfisema paru dan asma.
Saran
Demikianlah
makalah
yang
telah kami buat.
Semoga
bermanfaat
dan
memberikan wawasan baru untuk kita semua. Saran, kritik maupun sanggahan tetap kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Kami mohon maaf apabila ada kesalahan maupun
kekurangan dalam penulisan makalah ini. Sekian dan terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall (1997) Buku Saku Diagnosa Keperawatan, alih bahasa: Yasmin Asih,
edisi 6, Jakarta: EGC
Doenges, Marilynn E. (1999) Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Pasien, alih bahasa: I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, edisi 3, Jakarta:
EGC, Hal : 162-163

Long Barbara C. (1996) Perawatan medical Bedah Suatu pendekatan Proses keperawatan, alih
bahasa: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran Bandung, Bandung.
Nugroho Wahyudi. 2008. Keperawatan Gerontik & Geriatrik. Jakarta: EGC
Nursalam, dkk. 2003. Pendidikan Dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Steanley,mickey. Patresia, G.B. 2006. Buku ajar keperawatan gerontik. Jakarta:EGC
Taufan Nugroho. 2001. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha medika
Wahyudi Nugroho (2000), Keperawatan Gerontik edisi 2, EGC: Jakarta.

S-ar putea să vă placă și