Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam anal kanal.
Hemoroid sangat umum terjadi. Pada usia 50-an, 50% individu mengalami
berbagai tipe hemoroid berdasarkan luas vena yang terkena. Hemoroid juga biasa
terjadi pada wanita hamil. Tekanan intra abdomen yang meningkat oleh karena
pertumbuhan janin dan juga karena adanya perubahan hormon menyebabkan
pelebaran vena hemoroidalis. Pada kebanyakan wanita, hemoroid yang
disebabkan oleh kehamilan merupakan hemoroid temporer yang berarti akan
hilang beberapa waktu setelah melahirkan. Hemoroid diklasifiksasikan menjadi
dua tipe. Hemoroid internal yaitu hemoroid yang terjadi diatas sfingter anal
sedangkan yang muncul di luar sfingter anal disebut hemoroid eksternal. (Brunner
& Suddarth, 1996).
Kedua jenis hemoroid ini sangat sering terjadi dan terdapat pada sekitar 35%
penduduk. Hemoroid bisa mengenai siapa saja, baik laki-laki maupun wanita.
Insiden penyakit ini akan meningkat sejalan dengan usia dan mencapai puncak
pada usia 45-65 tahun. Walaupun keadaan ini tidak mengancam jiwa, tetapi dapat
menyebabkan perasaan yang sangat tidak nyaman.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam pembuatan makalah ini, masalah yang dirumuskan adalah sebagai
berikut :
1. Apa anatomi fisiologi dari hemoroid ?
2. Apa definisi dari hemoroid ?
3. Apa etiologi dari hemoroid ?
4. Apa saja klasifikasi dari hemoroid ?
5. Bagaimana manifestasi klinis dari hemoroid ?
6. Bagaimana patofisiologi dari hemoroid ?
7. Bagaimana Pathway of Caution dari hemoroid ?
8. Apa saja komplikasi dari hemoroid ?
1
BAB II
KONSEP DASAR HEMOROID
2.1 Anatomi dan Fisiologi
Rektum panjangnya 15 20 cm dan berbentuk huruf S. Mula mula
mengikuti cembungan tulang kelangkang, fleksura sakralis, kemudian membelok
kebelakang pada ketinggian tulang ekor dan melintas melalui dasar panggul pada
fleksura perinealis. Akhirnya rektum menjadi kanalis analis dan berakhir jadi
anus. Rektum mempunyai sebuah proyeksi ke sisi kiri yang dibentuk oleh lipatan
kohlrausch. Fleksura sakralis terletak di belakang peritoneum dan bagian
anteriornya tertutup oleh peritoneum. Fleksura perinealis berjalan ektraperitoneal.
Haustra (kantong) dan tenia (pita) tidak terdapat pada rektum, dan lapisan otot
longitudinalnya berkesinambungan.
Pada sepertiga bagian atas rektum, terdapat bagian yang dapat cukup
banyak meluas yakni ampula rektum bila ini terisi maka imbullah perasaan ingin
buang air besar. Di bawah ampula, tiga buah lipatan proyeksi seperti sayap
sayap ke dalam lumen rektum, dua yang lebih kecil pada sisi yang kiri dan
diantara keduanya terdapat satu lipatan yang lebih besar pada sisi kanan, yakni
lipatan kohlrausch, pada jarak 5 8 cm dari anus. Melalui kontraksi serabut
serabut otot sirkuler, lipatan tersebut saling mendekati, dan pada kontraksi serabut
otot longitudinal lipatan tersebut saling menjauhi. Kanalis analis pada dua pertiga
bagian bawahnya, ini berlapiskan kulit tipis yang sedikit bertanduk yang
mengandung persarafan sensoris yang bergabung dengan kulit bagian luar, kulit
ini mencapai ke dalam bagian akhir kanalis analis dan mempunyai epidermis
berpigmen yang bertanduk rambut dengan kelenjar sebacea dan kelenjar keringat.
Mukosa kolon mencapai dua pertiga bagian atas kanalis analis. Pada daerah ini, 6
10 lipatan longitudinal berbentuk gulungan, kolumna analis melengkung ke
dalam lumen. Lipatan ini terlontar keatas oleh simpul pembuluh dan tertutup
beberapa lapisan epitel gepeng yang tidak bertanduk. Pada ujung bawahnya,
kolumna analis saling bergabung dengan perantaraan lipatan transversal. Alur
alur diantara lipatan longitudinal berakhir pada kantong dangkal pada akhiran
analnya dan tertutup selapis epitel thorax. Daerah kolumna analis, yang
3
panjangnya kira kira 1 cm, disebut daerah hemoroidal, cabang arteri rektalis
superior turun ke kolumna analis terletak di bawah mukosa dan membentuk dasar
hemoroid interna.
Hemoroid dibedakan antara yang interna dan eksterna. Hemoroid interna adalah
pleksus vena hemoroidalis superior diatas linea dentata/garis mukokutan dan
ditutupi oleh mukosa. Hemoroid interna ini merupakan bantalan vaskuler di dalam
jaringan submukosa pada rektum sebelah bawah. Sering hemoroid terdapat pada
tiga posisi primer, yaitu kanan depan ( jam 7 ), kanan belakang ( jam 11), dan kiri
lateral ( jam 3). Hemoroid yang lebih kecil terdapat di antara ketiga letak primer
tesebut. Hemoroid eksterna yang merupakan pelebaran dan penonjolan pleksus
hemoroid inferior terdapat di sebelah distal linea dentata/garis mukokutan di
dalam jaringan di bawah epitel anus.
Kedua pleksus hemoroid, internus dan eksternus berhubungan secara longgar dan
merupakan awal aliran vena yang kembali bermula dari rektum sebelah bawah
dan anus. Pleksus hemoroid interna mengalirkan darah ke vena hemoroidalis
superior dan selanjutnya ke vena porta. Pleksus hemoroid eksternus mengalirkan
darah ke peredaran sistemik melalui daerah perineum dan lipat paha ke vena iliaka
2.2 Definisi
Hemoroid (wasir) adalah pembengkakan jaringan yang mengandung
pembuluh balik (vena) dan terletak di dinding rektum dan anus. Anus merupakan
lubang di ujung saluran pencernaan dimana limbah (tinja, kotoran) keluar dari
dalam tubuh. Rektum merupakan bagian dari saluran pencernaan diatas anus,
dimana tinja disimpan sebelum dikeluarkan dari tubuh melalui anus. (Gale, 2000 :
177).
Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi kanal anal. Hemoroid
dibagi menjadi 2, yaitu hemoroid interna dan eksterna. Hemoroid interna
merupakan varises vena hemoroidalis superior dan media dan hemoroid eksterna
merupakan varises vena hemoroidalis inferior. Sesuai dengan istilah yang
digunakan, maka hemoroid eksterna timbul disebelah luar otot sfingter ani, dan
hemoroid interna timbul di sebelah dalam sfingter. (Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah vol 2 hal 142).
2.
Diare menahun.
3.
4.
5.
6.
prostat jinak ataupun kanker prostat, penyempitan saluran kemih, dan sering
melahirkan anak.
7.
adalah kurang minum, kurang makan serat, kurang olah raga atau banyak duduk
dan mengangkat barang yang berat-berat.
8.
Penekanan kembali aliran darah vena. Seperti pada kanker dubur, radang
dubur, penyempitan dubur, kenaikan tekanan pembuluh darah porta (di dalam
rongga perut), sakit lever jenis sirosis (mengkerut), lemah jantung, dan limpa
bengkak.
9.
Melahirkan.
10.
Obesitas.
11.
Usia lanjut.
12.
Batuk berat.
13.
14.
(Dr. Sumitro Arkanda, 2003. Ringkasan Ilmu Bedah, Penerbit Bina Aksara)
Penyebab pelebaran pleksus hemoroidalis dibagi menjadi dua, yaitu :
1)
Sirosis hepatis
c.
Idiopatik, tidak jelas adanya kelainan organik, hanya ada faktor - faktor
Dalam hal ini yang menurun adalah kelemahan dinding pembuluh darah, dan
bukan hemoroidnya.
b.
Anatomi
Hal - hal yang memungkinkan tekanan intra abdomen meningkat antara lain :
1.
Orang yang pekerjaannya banyak berdiri atau duduk dimana gaya gravitasi
3.
4.
Tonus
sfingter
ani
yang
kaku
atau
lemah
(Dr. Sumitro Arkanda, 1987. Ringkasan Ilmu Bedah, Penerbit Bina Aksara)
Keturunan
Anatomik
Vena darah anorektal tidak mempunyai katup dan plexus hemoroidalis kurang
mendapat sokongan otot dan fasi sekitarnya.
3.
Pekerjaan
Orang yang harus berdiri dan duduk lama atau harus mengangkat barang berat,
mempunyai predisposisi untuk hemoroid.
4.
Umur
Pada umur tua timbul degenerasi dari seluruh jaringan tubuh, juga otot sfingter
menjadi tipis dan atonis.
5.
Endokrin
Misalnya pada wanita hamil ada dilatasi vena ekstremitas dan anus (sekresi
hormon kelaksin).
6.
Mekanis
Fisiologis
Radang
2.4 Klasifikasi
Pada dasarnya hemoroid di bagi menjadi dua klasifikasi, yaitu :
1. Hemoroid interna
Merupakan varises vena hemoroidalis superior dan media. Terdapat pembuluh
darah pada anus yang ditutupi oleh selaput lendir yang basah. Jika tidak ditangani
bisa terlihat muncul menonjol ke luar seperti hemoroid eksterna.
Gejala - gejala dari hemoroid interna adalah pendarahan tanpa rasa sakit karena
tidak adanya serabut-serabut rasa sakit di daerah ini. Jika sudah parah bisa
menonjol keluar dan terus membesar sebesar bola tenis sehingga harus diambil
tindakan operasi untuk membuang.
Hemoroid interna dikelompokan dalam empat derajat, yaitu :
Derajat I
waktu defekasi.
Derajat II : Menonjol melalui kanalis analis pada saat mengedan ringan tetapi
dapat masuk kembali secara spontan.
Derajat III : Hemoroid menonjol saat mengedan dan harus didorong kembali
sesudah defekasi.
Derajat IV
Junadi, 2000.
Kapita
Selekta
- Grade II
- Grade III
- Grade IV
tersebut sebagian besar disusun oleh lapisan otot halus subepitelial. Jaringan
hemoroid normal menimbulkan tekanan di dalam anus sebesar 15-20 % dari
keseluruhan tekanan anus pada saat istirahat (tidak ada aktivitas apapun) dan
memberikan informasi sensoris penting yang memungkinkan anus untuk dapat
memberikan presepsi berbeda antara zat padat, cair, dan gas.
Pada umumnya, setiap orang memiliki 3 bantalan jaringan ikat subepitelial pada
anus. Bantalan-bantalan tersebut merupakan posisi-posisi dimana hemoroid bisa
terjadi. Ada 3 posisi utama, yaitu: jam 3 (lateral kiri), jam 7 (posterior kanan), dan
jam 11 (anterior kanan). posterior kanan kiri pasien pasien anterior Sebenarnya
hemoroid dapat juga menunjuk pada posisi lain, atau bahkan dapat sirkuler,
namun hal ini jarang terjadi. Dengan pedoman tersebut kita bisa tentukan arah jam
lainnya. Secara umum gejala hemoroid timbul ketika hemoroid tersebut menjadi
besar, inflamasi, trombosis, atau bahkan prolaps. Adanya pembengkakan
abnormal pada bantalan anus menyebabkan dilatasi dan pembengkakan pleksus
arterivenous.Hal ini mengakibatkan peregangan otot suspensorium dan terjadi
prolaps jaringan rektum melalui kanalis analis. Mukosa anus yang berwarna
merah terang karena kaya akan oksigen yang terkandung di dalam anastomosis
arterivenous.
Hemoroid adalah bantalan jaringan ikat dibawah lapisan epitel saluran anus.
Sebagai bantalan, maka ia berfungsi untuk :
- Mengelilingi dan menahan anastomosis antara arteri rektalis superior dengan
vena rektalis superior, media, dan inferior.
- Mengandung lapisan otot polos di bawah epitel yang membentuk masa
bantalan.
- Memberi informasi sensorik penting dalam membedakan benda padat, cair, atau
gas.
- Secara teoritis, manusia memiliki tiga buah bantalan pada posterior kanan,
anterior kanan, dan lateral kiri.
Kelainan-kelainan bantalan yang terjadi adalah pembesaran, penonjolan keluar,
trombosis, nyeri, dan perdarahan yang kemudian disebut/menjadi ciri dari
hemoroid. (Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis & ProsesProses Penyakit. Edisi 6. Volume 1. Jakarta: EGC)
10
2.8 Komplikasi
1.
Terjadi trombosis
Karena hemoroid keluar sehingga lama - lama darah akan membeku dan terjadi
trombosis.
2.
Peradangan
Kalau terjadi lecet karena tekanan vena hemoroid dapat terjadi infeksi dan
meradang karena disana banyak kotoran yang ada kuman - kumannya.
3.
Terjadinya perdarahan
Pada derajat satu darah keluar menetes dan memancar. Perdarahan akut pada
umumnya jarang, hanya terjadi apabila yang pecah adalah pembuluh darah besar.
(Guyton A. C, Hall J. E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta :
EGC)
11
2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hemoroid terdiri dari penatalaksanaan medis dan
penatalaksanaan bedah.
1. Penatalaksanaan Medis
Ditujukan untuk hemoroid interna derajat I sampai III atau semua derajat
hemoroid yang ada kontraindikasi operasi atau pasien yang menolak operasi.
a. Non-farmakologis
Bertujuan untuk mencegah perburukan penyakit dengan cara memperbaiki
defekasi. Pelaksanaan berupa perbaikan pola hidup, perbaikan pola makan dan
minum, perbaikan pola/cara defekasi. Perbaikan defekasi disebut Bowel
Management Program (BMP) yang terdiri atas diet, cairan, serat tambahan, pelicin
feses, dan perubahan perilaku defekasi (defekasi dalam posisi jongkok/squatting).
Selain itu, lakukan tindakan kebersihan lokal dengan cara merendam anus dalam
air selama 10-15 menit, 2-4 kali sehari. Dengan perendaman ini, eksudat/sisa tinja
yang lengket dapat dibersihkan. Eksudat/sisa tinja yang lengket dapat
menimbulkan iritasi dan rasa gatal bila dibiarkan.
b. Farmakologi
Bertujuan memperbaiki defekasi dan meredakan atau menghilangkan keluhan dan
gejala. Obat-obat farmakologis hemoroid dapat dibagi atas empat macam, yaitu:
1. Obat yang memperbaiki defekasi
Terdapat dua macam obat yaitu suplemen serat (fiber suplement) dan pelicin tinja
(stool softener). Suplemen serat komersial yang banyak dipakai antara lain
psylium atau isphaluga Husk (contoh : Vegeta, Mulax, Metamucil, Mucofalk)
yang berasal dari kulit biji plantago ovate yang dikeringkan dan digiling menjadi
bubuk . Obat ini bekerja dengan cara membesarkan volume tinja dan
meningkatkan peristaltik usus. Efek samping antara lain buang angin dan
kembung. Obat kedua adalah laxant atau pencahar (contoh : laxadine, dulcolax,
dan lain-lain).
2. Obat simptomatik
Bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi keluhan rasa gatal, nyeri, atau
kerusakan kulit di daerah anus. Jenis sediaan misalnya Anusol, Boraginol N/S dan
Faktu. Sediaan yang mengandung kortikosteroid digunakan untuk mengurangi
12
radang daerah hemoroid atau anus. Contoh obat misalnya Ultraproct, Anusol HC,
Scheriproct.
3. Obat penghenti perdarahan
Perdarahan menandakan adanya luka pada dinding anus atau pecahnya vena
hemoroid yang dindingnya tipis. Psyllium, citrus bioflavanoida yang berasal dari
jeruk lemon dan paprika berfungsi memperbaiki permeabilitas dinding pembuluh
darah.
4. Obat penyembuh dan pencegah serangan
Menggunakan Ardium 500 mg dan plasebo 32 tablet selama 4 hari, lalu 22
tablet selama 3 hari. Pengobatan ini dapat memberikan perbaikan terhadap gejala
inflamasi, kongesti, edema, dan prolaps.
c. Minimal Invasif
Bertujuan untuk menghentikan atau memperlambat perburukan penyakit dengan
tindakan-tindakan pengobatan yang tidak terlalu invasif antara lain skleroterapi
hemoroid atau ligasi hemoroid atau terapi laser. Dilakukan jika pengobatan
farmakologis dan non-farmakologis tidak berhasil.
d. Terapi Bedah
1. Bedah Konvensional
Saat ini ada tiga teknik yang biasa digunakan yaitu :
1. Teknik Milligan Morgan
Teknik ini digunakan untuk tonjolan hemoroid di 3 tempat utama. Basis massa
hemoroid tepat diatas linea mukokutan dicekap dengan hemostat dan diretraksi
dari rektum. Kemudian dipasang jahitan transfiksi catgut proksimal terhadap
pleksus hemoroidalis. Penting untuk mencegah pemasangan jahitan melalui otot
sfingter internus.
Hemostat kedua ditempatkan distal terhadap hemoroid eksterna. Suatu incisi elips
dibuat dengan skalpel melalui kulit dan tunika mukosa sekitar pleksus
hemoroidalis internus dan eksternus, yang dibebaskan dari jaringan yang
mendasarinya. Hemoroid dieksisi secara keseluruhan. Bila diseksi mencapai
13
jahitan transfiksi cat gut maka hemoroid ekstena dibawah kulit dieksisi. Setelah
mengamankan hemostasis, maka mukosa dan kulit anus ditutup secara
longitudinal dengan jahitan jelujur sederhana.
Biasanya tidak lebih dari tiga kelompok hemoroid yang dibuang pada satu waktu.
Striktura rektum dapat merupakan komplikasi dari eksisi tunika mukosa rektum
yang terlalu banyak. Sehingga lebih baik mengambil terlalu sedikit daripada
mengambil terlalu banyak jaringan.
2. Teknik Whitehead
Teknik operasi yang digunakan untuk hemoroid yang sirkuler ini yaitu dengan
mengupas seluruh hemoroid dengan membebaskan mukosa dari submukosa dan
mengadakan reseksi sirkuler terhadap mukosa daerah itu. Lalu mengusahakan
kontinuitas mukosa kembali.
3. Teknik Langenbeck
Pada teknik Langenbeck, hemoroid internus dijepit radier dengan klem. Lakukan
jahitan jelujur di bawah klem dengan cat gut chromic no 2/0. Kemudian eksisi
jaringan diatas klem. Sesudah itu klem dilepas dan jepitan jelujur di bawah klem
diikat. Teknik ini lebih sering digunakan karena caranya mudah dan tidak
mengandung
resiko
pembentukan
jaringan
parut
sekunder
yang
biasa
14
menempel jadi satu, seperti terpatri sehingga serabut syaraf tidak terbuka. Untuk
hemoroidektomi, dibutuhkan daya laser 12 14 watt. Setelah jaringan diangkat,
luka bekas operasi direndam cairan antiseptik. Dalam waktu 4 6 minggu, luka
akan mengering. Prosedur ini bisa dilakukan hanya dengan rawat jalan.
b. Bedah Stapler
Alat yang digunakan sesuai dengan prinsip kerja stapler. Bentuk alat ini seperti
senter, terdiri dari lingkaran di depan dan pendorong di belakangnya.
Pada dasarnya hemoroid merupakan jaringan alami yang terdapat di saluran anus.
Fungsinya adalah sebagai bantalan saat buang air besar. Kerjasama jaringan
hemoroid dan m.sfingter ini untuk melebar dan mengerut menjamin kontrol
keluarnya cairan dan kotoran dari dubur. Teknik PPH ini mengurangi prolaps
jaringan hemoroid dengan mendorongnya ke atas garis mukokutan dan
mengembalikan jaringan hemoroid ini ke posisi anatominya semula karena
jaringan hemoroid ini masih diperlukan sebagai bantalan saat BAB, sehingga
tidak perlu dibuang semua.
Mula-mula jaringan hemoroid yang prolaps didorong ke atas dengan alat yang
dinamakan dilator, kemudian dijahitkan ke tunika mukosa dinding anus.
Kemudian alat stapler dimasukkan ke dalam dilator. Dari stapler dikeluarkan
sebuah gelang dari titanium diselipkan dalam jahitan dan ditanamkan di bagian
atas saluran anus untuk mengokohkan posisi jaringan hemoroid tersebut. Bagian
jaringan hemoroid yang berlebih masuk ke dalam stapler. Dengan memutar sekrup
yang terdapat pada ujung alat, maka alat akan memotong jaringan yang berlebih
secara otomatis. Dengan terpotongnya jaringan hemoroid maka suplai darah ke
jaringan tersebut terhenti sehingga jaringan hemoroid mengempis dengan
sendirinya.
Keuntungan teknik ini yaitu mengembalikan ke posisi anatomis, tidak
mengganggu fungsi anus, tidak ada anal discharge, nyeri minimal karena tindakan
dilakukan di luar bagian sensitif, tindakan berlangsung cepat sekitar 20 45
menit, pasien pulih lebih cepat sehingga rawat inap di rumah sakit semakin
singkat.
15
16
17
Nyeri dan pembengkakan biasanya akan berkurang beberapa saat kemudian, dan
bekuan menghilang setelah 4-6 minggu. Pilihan lainnya adalah memotong vena
dan mengeluarkan bekuan, yang dengan segera akan mengurangi nyeri.
(Susan Martin Tucker, 1998. Standar Perawatan Pasien, Edisi V Vol 2. Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta)
2.10 Pencegahan
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya hemoroid antara lain :
1. Jalankan pola hidup sehat.
2. Olah raga secara teratur (contoh : berjalan).
3. Makan makanan berserat.
4. Hindari terlalu banyak duduk.
5. Jangan merokok, minum minuman keras, narkoba, dan lain-lain.
6. Hindari hubungan seks yang tidak wajar.
7. Minum air yang cukup.
8. Jangan menahan kencing dan berak.
9. Jangan menggaruk dubur secara berlebihan.
10. Jangan mengejan berlebihan.
11. Duduk berendam pada air hangat.
12. Minum obat sesuai anjuran dokter.
18
dengan dasar yang lebar. Pemeriksaan colok dubur ini untuk menyingkirkan
kemungkinan karsinoma rektum.
2. Pemeriksaan Anoskopi
Dengan cara ini dapat dilihat hemoroid internus yang tidak menonjol keluar.
Anoskop dimasukkan untuk mengamati keempat kuadran. Penderita dalam posisi
litotomi. Anoskop dan penyumbatnya dimasukkan dalam anus sedalam mungkin,
penyumbat diangkat dan penderita disuruh bernafas panjang. Hemoroid interna
terlihat sebagai struktur vaskuler yang menonjol ke dalam lumen. Apabila
penderita diminta mengejan sedikit maka ukuran hemoroid akan membesar dan
penonjolan atau prolaps akan lebih nyata. Banyaknya benjolan, derajatnya,
letak ,besarnya dan keadaan lain dalam anus seperti polip, fissura ani dan tumor
ganas harus diperhatikan.
3. Pemeriksaan proktosigmoidoskopi
Proktosigmoidoskopi perlu dikerjakan untuk memastikan keluhan bukan
disebabkan oleh proses radang atau proses keganasan di tingkat tinggi, karena
hemoroid merupakan keadaan fisiologik saja atau tanda yang menyertai. Feces
harus diperiksa terhadap adanya darah samar.
4. Rontgen (colon inloop) atau Kolonoskopy
5. Laboratorium : Eritrosit, Leukosit, dan Hb
2.12 Prognosa
Hemoroidektomi tampaknya lebih efektif dan permanen, tetapi
mempunyai kerugian komplikasi post operasi.
19
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
HEMOROID
3.1 Pengkajian
1. Identitas pasien
Nama
Umur
: 40 55 thn
Status
Tanggal lahir :
Suku Bangsa :
2. Keluhan utama
Pasien datang dengan keluhan perdarahan terus menerus saat BAB. Ada benjolan
pada anus atau nyeri pada saat defekasi.
3. Riwayat penyakit
a. Riwayat penyakit sekarang
Pasien mulai keluar benjolan di anusnya beberapa minggu hanya ada benjolan
yang keluar dan beberapa hari setelah BAB ada darah yang keluar menetes.
b. Riwayat penyakit dahulu
Pasien pernah menderita penyakit hemoroid sebelumnya, sembuh atau terulang
kembali. Dan pada pasien waktu pengobatan terdahulu tidak dilakukan
pembedahan sehingga akan kembali RPD.
20
21
2. Palpasi
Dilakukan dengan menggunakan sarung tangan ditambah vaselin dengan
melakuakan rektal tucher, dengan memasukan satu jari kedalam anus dan
ditemukan benjolan tersebut dengan konsistensi keras, dan juga ada perdarahan.
6. Informasi penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
-
Hb
14,3
Leukosit
Elektrolit :
12-700
1.
2,8
Normal
2.
Na
137,6
Normal
3.
Cl
107
Normal
: 70 108 mmol/L
b. Diagnostik
-
Kolonoscopy
Anoskopy
22
Analisa Data
No.
1.
Data Penunjang
DS:
1. Pasien mengeluh BAB
Etiologi
Pembesaran Vena
Masalah
Konstipasi
Hemoroidalis
berwarna kebirubiruan,
berukuran 1 cm, benjolan harus
didorong dengan tangan agar
masuk kedalam anus.
Data tambahan :
1. Pola BAB tidak teratur.
2. Karakteristik feses(warna:
kuning kecoklatan, konsistensi:
lembek berampas)
2.
DS:
1. Pasien mengeluh nyeri dan
Adanya hemoroid
Nyeri
berwarna kebirubiruan,
berukuran 1 cm, benjolan harus
didorong dengan tangan agar
masuk kedalam anus.
Data tambahan :
1. skala nyeri 6
2. pasien tampak meringis
3. pasien tampak memegangi
daerah nyeri.
4. pasien tidak dapat tidur.
3.
Pecahnya Vena
Perdarahan
Hemoroidalis
V.Hemoroidalis
25
2.
3.
b. Post Operatif
1.
Gangguan rasa nyaman nyeri pada luka operasi berhubungan dengan adanya
jahitan pada luka operasi dan terpasangnya cerobong anus.
2.
3.
26
Diagnosa
Keperawatan
Tujuan
Intervensi
Rasional
27
1.
Konstipasi
Setelah dilakukan
1.Berikan dan
1.Mencegah
berhubungan
tindakan
anjurkan
dehidrasi secara
dengan
keperawatan selama
minum kurang
oral.
pembesaran
2 x 24 jam
lebih 2
vena
diharapkankonstipas
liter/hari.
hemoroidalis.
i teratasi.
KH:
a.Pola BAB normal
(1-2x/minggu).
b.Konsistensi feses
lunak.
c.Warna feses
kuning.
d.Pasien tidak takut
2.Berikan
posisi semi
fowler pada
tempat tidur.
3.Anjurkan
usaha evakuasi
feses.
mengkonsumsi
makana tinggi
serat.
4.Auskultasi
bunyi usus.
untuk BAB.
e.Tidak ada nyeri
2.Meningkatkan
3.Makanan
tinggi serat
dapat
melancarkan
proses defekasi.
5.Hindari
makanan yang
membentuk
gas.
4.Bunyi usus
secara umum
28
6.Kurangi /
meningkat pada
batasi makana
seperti produk
pada konstipasi.
susu.
5.Menurnnkan
7.Berikan
laktasif sesuai
distensi abdomen.
program dokter.
6.Makanan ini
2..
Nyeri
Setelah dilakukan
1.Berikan Posisi
1.Minimalkan
berhubungan
tindakan keperawatan
yang nyaman.
stimulasi/meningkatkan
dengan
selama 3 x 24 jam
adanya
diharapkannyeri teratasi.
hemoroid
pada daerah
anal.
KH:
relaksasi.
2.Berikan
bantalan dibawah
bokong saat
meringis.
duduk.
3.Observasi tanda-
tanda vital.
4.Ajarkan teknik
tidur.
untuk menguranyi
d.TTV Normal
2.Meminimalkan tekanan
di bawah
bokong/meningkatkan
relaksasi.
3.Untuk menentukan
intervensi selanjutnya.
4.Pengalihan perhatian
melalui kegiatankegiatan.
membaca,
29
menarik nafas
panjang,
menonton TV, dll.
5.Berikan
kompres dingin
5.Meningkatkan
relaksasi.
6.Menurunkan
ketidaknyamanan fisik.
x/hari.
6.Berikan
lingkungan yang
tenang.
7.Kolaborasi
dengan dokter
untuk pemberian
analgesik, pelunak
feses dan
dilakukan
hemoroidectomi.
3.
Perdarahan
Setelah dilakukan
berhubungan
tindakan keperawatan
dengan
selama 3 x 24 jam
pecahnya
diharapkankekurangan
vena
nutrisi terpenuhi.
hemoroidalis
yang ditandai
KH:
dengan
a.Konjungtiva pasien
perdarahan
merah muda.
waktu BAB.
1.Observasi TTV.
2.Monitor
banyaknya
1.Untuk menentukan
tindakan selanjutnya.
2.Untuk menentukan
3.Untuk mengetahui
tingkat toleransi
aktifiitas pasien.
4.Memandirikan
4.Mengurangi
ketergantungan aktifitas
30
pasien dalam
g/dl).
melakukan
perawat.
aktifitas seharihari.
Kolaborasi:
1.Konsultasikan
nutrisi untuk
pasien dengan ahli
gizi.
2.Berikan vitamin
K dan B12 sesuai
indikasi.
3.Konsultasi
dengan ahli gizi.
4.Berikan cairan
Kolaborasi:
1.Untuk menentukan
kebutuhan nutrisi yang
tepat pada pasien.
2.Untuk membantu
proses pembekuan darah
dan Untuk meningkatkan
produksi sel darah merah.
3.Untuk menentukan diet
yang tepat bagi pasien.
4.Untuk menggantikan
banyaknya darah yang
hilang selama perdarahan.
IV.
b. Post operatif
1.
Gangguan rasa
Setelah dilakukan
1.
nyaman nyeri
tindakan
yang menyenangkan
tegangan abdomen
pada luka
keperawatan
pasien.
operasai
selama 2 x 24 jam
berhubungan
berkurangnya rasa
dengan adanya
pasca operasi.
operasi dan
terpasangnya
cerobong anus.
KH:
a.tidak terdapat
2. Ganti balutan
setiap pagi sesuai
tehnik aseptik
2.
Dapat menurunkan
Melindungi pasien
luka operasi
eksternal
b.pasien dapat
3.
beraktivitas sesuai
kemampuan
karena imobilisasi
3. Latihan jalan
sedini mungkin
4.
Menurunkan
Perdarahan pada
4. Observasi daerah
perdarahan
nyeri
5.
Pengetahuan tentang
pemasangan
cerobong anus (untuk
mengalirkan sisa-sisa
perdarahan yang di
6.
6. Cerobong anus
dokter
Meningkatkan
ada sumbatan
2.
Resiko infeksi
Setelah dilakukan
1. Observasi tanda
1.
Respon autonomik
berhubungan
tindakan
vital
dengan
keperawatan
pertahanan
selama 2 x 24 jam
dengan keluhan /
primer tidak
infeksi tidak
penghilang nyeri .
adekuat.
terjadi.
32
KH:
a.tidak terdapat
tanda-tanda infeksi
2.
tumor, fungsiolesa)
dan / pengawasan
b.TTV Normal
(TD: 120/80
mmHg, N: 96
x/menit, S:
36,7OC, RR: 18
2. Observasi
balutan setiap 2 jam,
periksa terhadap
perdarahan dan bau.
x/menit)
c.luka mengering
Deteksi dini
penyembuhan luka
oprasi yang ada
sebelumnya
3.
Mencegah meluas
dan membatasi
penyebaran luas infeksi
3. Ganti balutan
Mengurangi /
mencegah kontaminasi
daerah luka
4. Bersihkan area
perianal setelah
setiap defekasi
5. Berikan diet
5.
Mengurangi
Kurang
Setelah dilakukan
1. Diskusikan
1.
pengetahuan
tindakan
pentingnya
berhubungan
keperawatan
penatalaksanaan diet
dengan
selama 2 x 24 jam
kurangnya
pasien dapat
informasi
melakukan
perawatan
dirumah.
dirumah.
2.
Pengetahuan tentang
Pemahaman akan
meningkatkan kerja
33
KH:
a.pasien mengerti
tentang perawatan
dirumah
2. Demontrasikan
program terapi,
meningkatkan
menguilanginya
b.keluarga mengerti
penyakitnya
tentang proses
3.
penyakit dan
Meningkatkan
kebersihan dan
perawatannya
c.pasien
menunjukkan
3. Berikan rendam
wajah tengang
duduk
4.
Melindungi area
anus terhadap
kontaminasi kumankuman yang berasal dari
sisa defekasi agar tidak
terjadi infeksi
4. Bersihakan area
anus dengan baik dan
keringkan seluruhnya
setelah defekasi
3.4 Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan keperawatan adalah inisiatif dari rencana tindakan
untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana
tindakan disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu pasien
mencapai tujuan yang diharapkan.
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang spesifik. Tahap pelaksanaan perawatan merupakan tindakan pemberian
34
1)
2)
3)
4)
5)
6)
b.
Fase intervensi
1)
2)
35
3)
c.
Fase dokumentasi
Merupakan suatu pencatatan lengkap dan akurat dari tindakan yang telah
2)
3)
3.5 Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Melalui evaluasi memungkinkan perawat
untuk memonitor kealpaan yang terjadi selama tahap pengkajian, analisa,
perencanaan, dan pelaksanaan tindakan. (Nursalam, 2001 ; 71, dikutip dari
Ignatavicius & Bayne, 1994)
Evaluasi sebagai sesuatu yang direncanakan dan perbandingan yang
sistematik pada status kesehatan pasien. (Nursalam, 2001 ; 71, dikutip dari
Griffith dan Christensen, 1986)
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan pasien mencapai
tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan melaksanakan hubungan dengan pasien
berdasarkan respon pasien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan,
sehingga perawat dapat mengambil keputusan :
a.
36
b.
c.
Proses (Formatif)
Evaluasi yang dilaksanakan segera setelah perencanaan keperawatan
dilaksanakan untuk membantu keefektifan terhadap tindakan.
b.
Hasil (Sumatif)
Evaluasi yang dapat dilihat pada perubahan perilaku atau status kesehatan
pasien pada akhir tindakan perawatan pasien.
(Nursalam, 2001 ; 74, dikutip dari Iyer et. al, 1996)
b.
c.
d.
e.
37
b.
c.
d.
perencanaan tindakan.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Hemoroid adalah distensi vena di daerah anorektal. Sering terjadi namun
kurang diperhatikan kecuali kalau sudah menimbulkan nyeri dan perdarahan.
Istilah hemoroid lebih dikenal sebagai ambeien atau wasir oleh masyarakat.
Akibat dari adanya hemoroid adalah timbulnya rasa tidak nyaman. Hemoroid
38
bukan saja mengganggu aspek kesehatan, tetapi juga aspek kosmetik bahkan
sampai aspek sosial. Hemoroid mengakibatkan komplikasi,diantaranya adalah
terjadi trombosis,peradangan, dan terjadi perdarahan. Hemoroid juga dapat
menimbulkan cemas pada penderitanya akibat ketidaktahuan tentang penyakit dan
pengobatannya.
Penyebab pelebaran pleksus hemoroidalis di bagi menjadi dua, yaitu :
1) Karena bendungan sirkulasi portal akibat kelainan organik yang menyebabkan
gangguan adalah :
a. Sirosis hepatis
Fibrosis jaringan hepar akan meningkatkan resistensi aliran vena ke hepar
sehingga terjadi hepartensi portal. Maka akan terbentuk kolateral antara lain ke
esopagus dan pleksus hemoroidalis.
b. Bendungan vena porta, misalnya karena thrombosis
c. Tumor intra abdomen, terutama didaerah pelvis, yang menekan vena sehingga
alirannya terganggu. Misalnya uterus gravida , uterus tumor ovarium, tumor rektal
dan lain lain.
2) Idiopatik, tidak jelas adanya kelainan organik, hanya ada faktor - faktor
penyebab timbulnya hemoroid
Faktor-faktor yang mungkin berperan adalah sebagai berikut :
a. Keturunan atau heriditer
b. Anatomi
c. Hal - hal yang memungkinkan tekanan intra abdomen meningkat antara
lain :
1. Orang yang pekerjaannya banyak berdiri atau duduk dimana gaya gravitasi
akan mempengaruhi timbulnya hemoroid. Misalnya seorang ahli bedah.
2. Gangguan devekasi miksi.
39
2.
Sarankan untuk tidak banyak duduk atau kegiatan yang menekan daerah
bokong.
3.
Sarankan untuk tidak terlalu kuat saat mengedan karena dapat menambah
besar hemoroid.
4.
5.
DAFTAR PUSTAKA
Arkanda, Sumitro. 1989. Ringkasan Ilmu Bedah. Jakarta : PT. Bina Aksara
Brunner & Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol. 2. Jakarta :
EGC
Djuhari,Widjajakusumah. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC
Doenges (2001). Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta : EGC
Jusi, H. D. 1991. Dasar-Dasar Ilmu Bedah Vaskuler. Jakarta : Balai Penerbit
40
41