Sunteți pe pagina 1din 30

BAB I

TINJAUAN TEORITIS
A.

KONSEP DASAR
1. Pengertian
Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera
bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh
hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor
yang timbul dalam kehamilan, persalinan atau segera lahir (Prawiro Hardjo,
Sarwono, 1997).
Asfiksia Neonatotum adalah keadaan dimana bayi baru lahir yang tidak dapat
bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini biasanya
disertai dengan keadaan dimana hipoksia dan hiperapneu serta sering berakhir
dengan asidosis (Santoso NI, 1992).
Asfiksia neonatorum ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal
bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir (Hutchinson, 1967).
Keadaan ini disertai dengan hipoksia, hiperkapnia dan berakhir dengan asidosis.
Hipoksia yang terdapat pada penderita asfiksia ini merupakan faktor terpenting
yang dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan
ekstrauterin (Gabriel Duc, 1971). Penilaian statistic dan pengalaman klinis atau
patologi anatomis menunjukan bahwa keadaan ini merupakan penyebab utama
mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir. Hal ini dibuktikan oleh Drage dan
Berendes (1966) yang mendapatkan bahwa skor Apgar yang rendah sebagai
manifestasi hipoksia berat pada bayi saat lahir akan memperlihatkan angka
kematian yang tinggi.
Asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan
dengan

sempurna,

sehingga

tindakan

perawatan

dilaksanakan

untuk

mempertahankan kelangsungan hidup dan mengatasi gejala lanjut yang mungkin


1

timbul. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, beberapa faktor perlu


dipertimbangkan dalam menghadapi bayi dengan asfiksia.
2. Etiologi
Pengembangan paru bayi baru lahir terjadi pada menit-menit pertama
kelahiran dan kemudian disusul dengan pernafasan teratur. Bila terdapat
gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari ibu ke janin, akan
terjadi asfiksia janin atau neonatus. Gangguan ini dapat timbul pada masa
kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. Hampir sebagian besar asfiksia
bayi baru lahir ini merupakan kelanjutan asfiksia janin, karena itu penilaian janin
selama masa kehamilan, persalinan memegang peranan yang sangat penting
untuk keselamatan bayi. Gangguan yang timbul pada akhir kehamilan atau
persalinan hampir selalu disertai anoksia/hipoksia janin dan berakhir dengan
asfiksia neonatus dan bayi mendapat perawatan yang adekuat dan maksimal
pada saat lahir.
Penyebab kegagalan pernafasan pada bayi, adalah:
a.

Faktor ibu
Hipoksia ibu dapat menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya.

Hipoksia ibu ini dapat terjadi kerena hipoventilasi akibat pemberian obat
analgetika

atau

anastesia

dalam.Gangguan

aliran

darah

uterus

dapat

mengurangi aliran darah pada uterus yang menyebabkan berkurangnya aliran


oksigen ke plasenta dan janin. Hal ini sering ditemukan pada keadaan ;
gangguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni, atau tetani uterus akibat
penyakit atau obat, hipotensi mendadak pada ibu karna perdarahan, hipertensi
pada penyakit eklamsi dan lain-lain.
b.

Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi

plasenta. Asfiksi janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada
plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta, dan lain-lain.
c.

Faktor fetus

Kompresi umbilikus akan mengakibatkan gangguan aliran darah dalam


pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan
janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat
menumbung, melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir dan
lain-lain.
d.

Faktor neonatus
Depresi pusat pernafasan pada BBL dapat terjadi karena ; pemakaian

obat anastesi/analgetika yang berlebihan pada ibu secara langsung dapat


menimbulkan depresi pusat pernafasan janin, traoma yang terjadi pada
persalinan mosalnya perdarahan intra cranial, kelainan kongenital pada bayi
masalnya

hernia

diafragmatika,

atresia

atau

stenosis

saluran

pernafasan,hipoplasia paru dan lain-lain.


3. Patofisiologi
Selama kehidupan di dalam rahim, paru janin tidak berperan dalam
pertukaran gas oleh karena plasenta menyediakan oksigen dan mengangkat
CO2 keluar dari tubuh janin. Pada keadaan ini paru janin tidak berisi udara,
sedangkan alveoli janin berisi cairan yang diproduksi didalam paru sehingga paru
janin tidak berfungsi untuk respirasi. Sirkulasi darah dalam paru saat ini sangat
rendah dibandingkan dengan setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh karena
konstriksi dari arteriol dalam paru janin. Sebagian besar sirkulasi darah paru akan
melewati Duktus Arteriosus (DA) tidak banyak yang masuk kedalam arteriol paru.
Segera setelah lahir bayi akan menariknafas yang pertama kali (menangis),
pada saat ini paru janin mulai berfungsi untuk respirasi. Alveoli akan mengembang
udara akan masuk dan cairan yang ada didalam alveoli akan meninggalkan alveoli
secara bertahap. Bersamaan dengan ini arteriol paru akan mengembang dan
aliran darah kedalam paru akan meningkat secara memadai. Duktus Arteriosus
(DA) akan mulai menutup bersamaan dengan meningkatnya tekanan oksigen
dalam aliran darah. Darah dari jantung kanan (janin) yang sebelumnya melewati
DA dan masuk kedalam Aorta akan mulai memberi aliran darah yang cukup berarti

kedalam arteriole paru yang mulai mengembang DA akan tetap tertutup


sehingga bentuk sirkulasi extrauterin akan dipertahankan.
Hipoksia janin atau bayi baru lahir sebagai akibat dari vasokonstriksi dan
penurunan perfusi pru yang berlanjut dengan asfiksia, pada awalnya akan terjadi
konstriksi Arteriol pada usus, ginjal, otot dan kulit sehingga penyediaan Oksigen
untuk organ vital seperti jantung dan otak akan meningkat. Apabila askfisia
berlanjut maka terjadi gangguan pada fungsi miokard dan cardiac output.
Sehingga terjadi penurunan penyediaan oksigen pada organ vital dan saat ini
akan mulai terjadi suatu Hypoxic Ischemic Enchephalopathy (HIE) yang akan
memberikan gangguan yang menetap pada bayi sampai dengan kematian bayi
baru lahir. HIE ini pada bayi baru lahir akan terjadi secara cepat dalam waktu 1-2
jam, bila tidak diatasi secara cepat dan tepat (Aliyah Anna, 1997).
4. Gejala Klinis
Bayi yang mengalami kekurangan O2 akan terjadi pernafasan yang cepat
dalam periode yang singkat apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan
berhenti, denyut jantung juga menurun, sedangkan tonus neuromuskular
berkurang secara barangsur-angsur dan memasuki periode apnue primer. Gejala
dan tanda asfiksia neonatorum yang khas antara lain meliputi pernafasan cepat,
pernafasan cuping hidung, sianosis, nadi cepat.
Gejala lanjut pada asfiksia :
a. Pernafasan megap-magap dalam
b. Denyut jantung terus menurun
c.

Tekanan darah mulai menurun

d.

Bayi terlihat lemas (flaccid)

e.

Menurunnya tekanan O2 anaerob (PaO2)

f.

Meningginya tekanan CO2 darah (PaO2)

g.

Menurunnya PH (akibat acidosis respiratorik dan metabolik)

h.

Dipakainya sumber glikogen tubuh anak metabolisme anaerob

i.

Terjadinya perubahan sistem kardiovaskular

j.

Pernafasan terganggu

k.

Detik jantung berkurang


4

l.

Reflek / respon bayi melemah

m.

Tonus otot menurun

n.

Warna kulit biru atau pucat


5. Komplikasi
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
a.

Edema otak & Perdarahan otak


Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah

berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun
akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang
berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.
b. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia,
keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang
disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih
banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang
menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal
yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
c.

Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran

gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan


kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut
karena perfusi jaringan tak efektif.
d. Koma
Apabila pada pasien asfiksia
menyebabkan

koma

karena

berat segera tidak ditangani akan

beberapa

hal

diantaranya

hipoksemia

dan

perdarahan pada otak.


6. Pemeriksaan Diagnostik
a.

Laboratorium AGD
Untuk mengkaji tingkat dimana paru-paru mampu untuk memberikan

oksigen yang adekuat dan membuang karbondioksida serta tingkat dimana ginjal
5

mampu untuk menyerap kembali atau mengekresi ion-ion bikarbonat untuk


mempertahankan PH darah yang normal.
b.

Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik

c.

Foto rontgen dada (baby gram)


Jaringan pulmonal normal adalah radiolusent karenanya ketebalan atau

densitas yang dihasilkan oleh cairan, tumor, benda asing dan kondisi patologis
lain dapat dideteksi dengan cara pemeriksaan rontgen.
d.

Elektrolit darah

e.

Gula darah

f.

Pulse Oximetry
Adalah metode pemantauan non invasif secara kontinue terhadap saturasi

Oksigen Hemoglobin. Jadi pulse oximetry merupakan suatu cara efektif untuk
memantau pasien terhadap perubahahn saturasi oksigen yang kecil / mendadak.
7. Penatalaksanaan
a.

Resusitasi

1)

Tahapan resusitasi tidak melihat nilai APGAR.

2)

Terapi medikamentosa
b. Epinefrin
Indikasi :

1)

Denyut jantung bayi < 60 x/m setelah paling tidak 30 detik dilakukan

ventilasi adekuat dan pemijatan dada.


2)

Asistolik.
Dosis : 0,1-0,3 ml/kg BB dalam larutan 1 : 10.000 (0,01 mg-0,03 mg/kg

BB). Cara : i.v atau endotrakeal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu.
c.

Volume ekspander
Indikasi :

1)

Bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak

ada respon dengan resusitasi.


2)

Hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis

ditandai adanya pucat, perfusi buruk, nadi kecil/lemah, dan pada resusitasi tidak
memberikan respon yang adekuat.
6

jenis cairan :
1)

Larutan kristaloid yang isotonis (NaCl 0,9%, Ringer Laktat)

2)

Transfusi darah golongan O negatif jika diduga kehilangan darah banyak.

Dosis : dosis awal 10 ml/kg BB i.v pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang
sampai menunjukkan respon klinis.
d.

Bikarbonat

Indikasi :
1)

Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahir yang mendapatkan resusitasi.

Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik.


2)

Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan

hiperkalemia harus disertai dengan pemeriksaan analisa gas darah dan kimiawi.
Dosis: 1-2 mEq/kgBB atau 2 ml/Kg BB (4,2%) atau 1 ml/kgBB (8,4%).
Cara : Diencerkan dengan aquabides atau dekstrose 5% sama banyak diberikan
secara intravena dengan kecepatan minimal 2 menit. Efek samping : Pada
keadaan hiperosmolaritas dan kandungan CO2 dari bikarbonat merusak fungsi
miokardium dan otak.
e.

Nalokson
Nalokson hidrochlorida adalah antagonis narkotik yang tidak

menyebabkan depresi pernafasan. Sebelum diberikan nalakson ventilasi harus


adekuat dan stabil.
Indikasi :
1)

Depresi pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya menggunakan

narkotik 4 jam sebelum persalinan.


2)

Jangan diberikan pada bayi baru lahir yang ibunya baru dicurigai sebagai

pemakai obat narkotika sebab akan menyebabkan tanda with drawltiba-tiba pada
sebagian bayi. Dosis : 0,1 mg/kg BB (0,4 mg/ml atau 1 mg/ml). Cara : Intravena,
endotrakeal atau bila perpusi baik diberikan I.M atau S.C.
f.

Suportif

1)

Jaga kehangatan.

2)

Jaga saluran napas agar tetap bersih dan terbuka.

3)

Koreksi gangguan metabolik (cairan, glukosa darah dan elektrolit)


7

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1.

Pengkajian

a. Identitas orang tua


b. Identitas bayi baru lahir
c. Riwayat Persalinan
d. Pemeriksaan fisik:
1)

Keadaan umum tampak lemah

2)

Kepala : bentuk mesocephal, ubun-ubun besar sudah menutup.

3)

Mata : sklera tak ikterik, konjungtifa tak anemis

4)

Hidung : bentuk simetris, ada cuping hidung, nampak megap-

megap, belum napas


5)

Telinga : bentuk simetris, tak ada kotoran

6)

Mulut : bibir sianosis, membran mukosa tak kering

7)

Leher : tak ada pembesaran kelenjar tiroid

8)

Dada : bentuk simetris, ada retraksi dada

9)

Frekuensi nafas < 30 kali/menit, atau apena (henti napas > 20 detik)

10) Jantung : denyut jantung < 100 kali/menit


11) Paru-paru : masih terdengar suara nafas tambahan ( ronkhi basah
+)
12) Abdomen : meteorismus + tali pusat berwarna putih dan masih
basah
13) Kulit : warna kulit sianosi
14) Extremitas : tak ada tonus otot, tonus otot sedikit/lemah
15) Refleks : tak ada reflek moro
2.

Diagnosa keperawatan
a.

Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi

b.

Hipotermi berhubungan dengan terpapar lingkungan dingin

c.

Resiko infeksi berhubungan dengan presedur invasif.

d.

Pola makan bayi tidak efektif b.d kegagalan neurologik

3. Rencana Keperawatan
Dianogsa Keperawatan
Pola napas tidak efektif . Setelah

Tujuan
dilakukan

intervensi
tindakan Manajemen Jalan Napas

Batasan karakteristik :

keperawatan selamaX 24 jam, 1. Buka jalan napas

diharapkan

Bernapas

pola

napas

bayi 2. Posisikan

bayi

untuk

menggunakan otot

efektif dengan kriteria:

memaksimalkan

napas tambahan.

Status Respirasi : Ventilasi:

dan mengurangi dispnea

Dispnea

- Pernapasan

pasien

30- 3. Auskultasi

Napas pendek

Frekwensi napas < 25 - Pengembangan dada simetris.

60X/menit.

catat

kali / menit atau > 60

- Irama pernapasan teratur

kali / menit

- Tidak ada retraksi dada saat


bernapas
- Inspirasi

ventilasi

suara

napas,

adanya

suara

tambahan
4. Identifikasi

bayi

pemasangan

perlunya

alat

jalan

napas buatan
dalam

ditemukan

tidak 5. Keluarkan sekret dengan


suctin

- Saat bernapas tidak memakai 6. Monitor respirasi dan ststus


otot napas tambahan

oksigen bila memungkinkan

- Bernapas mudah tidak ada Monitor Respirasi:


suara napas tambahan

1. Monitor kecepatan, irama,


kedalaman dan upaya
bernapas
2. Monitor pergerakan,
kesimetrisan dada, retraksi
dada dan alat bantu
pernapasan
3. Monitor adanya cuping
hidung
4. Monitor pada pernapasan:
bradipnea, takipnea,
hiperventilasi, respirasi
kusmaul, cheyne stokes,

apnea
5. Monitor adanya
penggunaan otot diafragma
6. Auskultasi suara napas,
catat area penurunan dan
ketidakadanya ventilasi dan
bunyi napas.
Hipotermi.

Setelah

Batasan karakteristik :

keperawatan selamaX 24 jam 1 Pindahkan

- Pucat

bayi diharapkan terhin-dar dari

lingkungan yang dingin ke

- Kulit dingin

tanda dan gejala infeksi dengan

tempat

dilakukan

tindakan Pengobatan Hipotermi :


bayi

yang

dari

hangat

(di

Suhu tubuh di bawah indicator :

dalam incubator atau di

rentang normal

Status Imun:

bawah lampu sorot)

Menggigil

RR : 30-60X/menit

Kuku sianosis

Irama napas teratur

pakaian bayi dengan yang

Pengisian

Suhu 36-370 C

hangat dan

Integritas kulit baik

selimut

Integritas nukosa baik

Monitor suhu bayi

Leukosit dalam batas normal

Monitor gejala hipotermi :

kapiler -

lambat

2 Bila basah segera ganti

fatigue,

kering, beri

lemah,

apatis,

perubahan warna kulit.

dilakukan

Monitor status pernapasan

Monitor intake/output

Resiko infeksi

Setelah

tindakan Mengontrol Infeksi :

Faktor Resiko :

keperawatan selamaX 24 jam 1. Bersihkan box / incubator

1. Prosedur invasif

bayi diharapkan terhin-dar dari

setelah dipakai bayi lain

2. Ketidak adanya pera- tanda dan gejala infeksi dengan 2. Pertahankan teknik isolasi
watan imun buatan
3. Malnutrisi

indicator :

bagi

Status Imun :

menular

RR : 30-60X/menit
10

bayi

ber-penyakit

3. Batasi pengunjung

Irama napas teratur

4. Instruksikan pada

Suhu 36-370 C

pengunjung untuk cuci

Integritas kulit baik

tangan sebelum dan

Integritas nukosa baik

sesudah berkunjung

Leukosit dalam batas normal

5. Gunakan sabun
antimikrobia untuk cuci
tangan
6. Cuci tangan sebelum dan
sesudah mela-kukan
tindakan keperawatan
7. Pakai sarung tangan dan
baju sebagai pelindung
8. Pertahankan lingkungan
aseptik selama
pemasangan alat
9. Ganti letak IV perifer dan
line kontrol dan dressing
sesuai ketentuan
10. Tingkatkan intake nutrisi
11. Beri antibiotik bila perlu.
Mencegah Infeksi
1. Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
2. Batasi pengunjung
3. Skrining pengunjung
terhadap penyakit menular
4. Pertahankan teknik aseptik
pada bayi beresiko
5. Bila perlu pertahankan
teknik isolasi
6. Beri perawatan kulit pada

11

area eritema
7. Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap
kemerahan, panas,
dan drainase
8. Dorong masukan
nutrisi yang cukup
9. Berikan antibiotik sesuai
program

BAB II
TINJAUAN KASUS
BIODATA
A.

IDENTITAS KLIEN

1. Nama

: By. Ny. M

2. Tempat tgl lahir/usia

: Lhokseumawe, 22 Februari 2016

3. Jenis kelamin

: Perempuan
12

4. A g a m a

: Islam

5. Pendidikan

:-

6. Alamat
7. Tgl masuk

: Panton Labu
: 22 Februari 2016

8. Tgl pengkajian

: 22 Februari 2016 s/d 24 Februari 2016

9. Diagnosa medik

: Asfiksia neonatorum

B.

IDENTITAS ORANG TUA

1. Ayah
a. N a m a

: Tn. AB

b. U s i a

: 35 tahun

c. Pendidikan

: SMA

d. Pekerjaan/Jumlah penghasilan : Wiraswasta


e. A g a m a

: Islam

f. Alamat

: Panton Labu

2. Ibu
a. N a m a

: Ny. M

b. U s i a

: 26 tahun

c. Pendidikan

: SMA

d. Pekerjaan/Sumber penghasilan: Ibu Rumah Tangga


e. Agama

: Islam

f. Alamat

: Panton Labu

C. KELUHAN UTAMA

13

Bayi baru lahir menangis lemah, sesak, kebiruan, tali pusat layu, caput,
gerakan ekstermitas dan reflex sedikit
D. RIWAYAT KEHAMILAN & KELAHIRAN
Ibu hamil selama 37 minngu, tempat melahirkan di Rumah Sakit Kesrem
Lhokseumawe secara SC, kondisi bayi BB : 3600 gr, PB : 50 cm, bayi mengalami
nafas lambat, bayi tampak pucat dan kebiruan, gerakan reflex sedikit dan tonus
otot menurun, APGAR score 5/6/7
E. RIWAYAT MASA LALU
Ibu mengatakan ini kehamilan pertamanya, selama kehamilan ibu hanya
mengalami mual dan muntah di trimester pertama, dan melakukan pemeriksaan
kehamilan sebanyak 3 kali.
F. RIWAYAT KELUARGA
Keluarga mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang mempunyai
penyakit keturunan dan penyakit infeksi lainnya.

ANALISA DATA
Symptom
DS :

Etiologi
ASFIKSIA
Bayi kekurangan O2

Problem
POLA NAFAS
INEFEKTIF

DO:
Bayi mengalami
bradipneu : 25x/m

Takipnea
POLA NAFAS INEFEKTIF

Suara nafas
melemah
Ekspansi dada
berkurang
DS:

ASFIKSIA
14

GG

Bayi kekurangan O2
DO:

Takipnea

PERTUKARAN
GAS

Bayi mengalami
sianosis
CRT: > 3 detik
Bayi mengalami

Apneu primer
Denyut jantung dan tonus
menurun

bradipneu : 25x/m
Nafas megap-megap dan
dalam
Paru-paru terendam cairan
Alveoli tidak mengembang
Transport O2 dan CO2
terganggu
DS:

G3 PERTUKARAN GAS
ASFIKSIA
Bayi kekurangan O2

DO:
Bayi nampak
lemas dan lemah
Terjadi penurunan

AKTIFITAS
Takipnea
Apneu primer
Denyut jantung dan tonus

kekuatan otot
Gerakan
ekstremitas fleksi
sedikit

menurun
Nafas megap-megap dan
dalam

Gerakan reflex
sedikit

INTOLERANSI

Bradikardi, TD menurun
Flaccid
Bayi nampak lemah dan
lemas
15

INTOLERANSI AKTIFITAS
ASFIKSIA

DS:
-

Orang tua

Bayi kekurangan O2

KECEMASAN
ORANG TUA

mengatakan merasa
Takipnea

cemas dan kawatir


mengenai keadaan

Apneu primer

bayinya
-

Denyut jantung dan tonus

Orang tua selalu


menurun

menanyakan apakah
sakit bayinya dapat

Nafas megap-megap dan

sembuh
-

dalam

Orang tua berharap


Bradikardi, TD menurun

agar anaknya cepat


sembuh.

Flaccid

DO:
-

Apneu sekunder

Orang tua bayi


Bayi tidak bereaksi terhadap

nampak gelisah,
cemas dan khawatir

rangsangan dan tidak ada

akan kondisi anaknya

usaha bernafas secara


spontan
resusitasi pada BBL
Stress psikologis pada orang
tua
Perasaan takut dan khawatir
akan kondisi bayinya
KECEMASAN ORANG TUA

INTERVENSI KEPERAWATAN
DIAGNOSA
KEPERAWATAN

TUJUAN &
KRITERIA

INTERVENSI
16

RASIONAL

Pola Nafas

HASIL
Klien

Kaji frekwensi, Kecepatan

inefektif

memperlihatkan

kedalaman

berhubungan

pola nafas yang

pernafasan dan meningkat apabila

dengan hipoksia

efektif, dengan

ekspansi dada.

bayi ditandai

criteria:

dengan:
DS:
o DO:
o bayi mengalami
bradipneu :

melemah,
o ekspansi dada
berkurang.

terjadi
peningkatan kerja

o Frekwensi dan Catat upaya

nafas

kedalaman

pernafasan,

pernafasan

termasuk

bantu pernafasan

dalam rentang

penggunaan

sebagai akibat

normal

otot bantu

dari penigkatan

pernafasan

kerja nafas

o Bayi aktif

25x/m,
o suara nafas

biasanya

Penggunaan otot

Bunyi nafas
Auskulatasi

menurun/tak ada

bunyi nafas

bila jalan nafas

dan catat

obstruksi dan

adanya bunyi

adanya bunyi

nafas seperti

nafas ronki dan

mengi,

mengi

krekels,dll

menandakan
adanya kegagalan
pernafasan
Untuk

Tinggikan

memungkinkan

kepala bayi

ekspansi paru dan

dan bantu

memudahkan

mengubah

pernafasan.

posisi

Memaksimalkan
bernafas dan

Berikan
oksigen
17

menurunkan kerja
nafas

Gangguan

Klien

tambahan
Kaji tanda vital Sebagai indicator

pertukaran gas

memperlihatkan

pernafasan,

adanya gangguan

berhubungan

perbaikan

nadi, tekanan

dlm system

dengan paru-paru

ventilasi,

darah.

pernafasan

bayi terendam

pertukaran gas

cairan ditandai

secara optimal

dengan:

dan oksigenasi

DS:

jaringan secara Kaji frekwensi,

evaluasi derajat

adekuat,

kedalaman

distress

dengan kriteria :

pernafasan dan pernafasan

o DO:

o bayi mengalami o Nafas Bayi


sianosis,
o CRT: > 3 detik,

kembali normal
o Bayi aktif.

Berguna dalam

tanda-tanda

adan/atau

sianosis setiap

kronisnya proses

2 jam.

penyakit. Sianosis

o bayi mengalami o Pada

mungkin perifer

bradipneu :

pemeriksaan

(terlihat pada

25x/m.

auskultasi tidak

kuku) atau sentral

ditemukan lagi

(terlihat sekitar

bunyi tambahan

bibir dan atau

pernafasan

telinga). Keabuabuan dan


sianosis sentral
mengindikasikan
Dorong
pengeluaran

beratnya
hipoksemia.

sputum,
pengisapan

Kental, tebal dan

(suction) bila

banyaknya sekresi

diindikasikan.

adalah sumber
utama gangguan
pertukaran gas

18

pada jalan nafas


kecil, pengisapan
Lakukan
palpasi fokal
fremitus

dibutuhkan bila
batuk tidak efektif.
Penurunan
getaran vibrasi
diduga ada

Observasi

pengumpulan

tingkat

cairan atau udara

kesadaran,

terjebak.

selidiki adanya Gelisah dan


perubahan

ansietas adalah
manifestasi umum
pada hipoksia,
GDA memburuk
disertai
bingung/somnolen

Kolaborasi

menunjukkan

dengan tim

disfungsi serebral

medis

yang

pemberian O2

berhubungan

sesuai dengan

dengan

indikasi

hipoksemia.
Dapat
memperbaiki
/mencegah
memburuknya
hipoksia.

Intoleransi
aktifitas

Klien dapat
menunjukkan

Kaji tandatanda vital,


19

Dapat digunakan
sebagai dasar/

berhubungan

toleransi

misalnya: TD,

petunjuk

dengan bayi

aktifitas/penuru

nadi,

terjadinya

kekurangan O2

nan kelemahan

pernafasan.

intoleransi

ditandai dengan:

dengan criteria:

DS:

o Tanda-tanda

o DO:
o bayi nampak

Kaji

kelemahan terjadi

vital dalam

presipitator/

akibat

rentang normal

penyebab

ketidakseimbanga

terjadinya

n antara suplai

kelemahan

oksigen dengan

o Peningkatan

lemas dan lemah,

Biasanya

tonus otot bayi

o terjadi penurunano Gerakan reflexs


kekuatan otot,
o

kebutuhan

meningkat

Untuk
Berikan posisi

gerakan

meningkatkan

yang nyaman

ekstremitas fleksi

bagi bayi

sedikit,

sirkulasi pada bayi


Untuk

o gerakan reflex

meningkatkan

sedikit.

suplai oksigen dan


Berikan

menurunkan kerja

tambahan

nafas.

oksigen sesuai

Kecemasan

indikasi
Orang tua klien Beri

Ungkapan

orang tua

tidak

kesempatan

perasaan dapat

berhubungan

mencemaskan

orang tua klien

membantu

dengan stress

keadaan

untuk

mengurangi

psikologis orang

anaknya

mengungkapka

beban pikiran,

tua ditandai

dengan criteria:

n perasaannya.

juga agar perawat

dengan:

o Orang tua klien

dapat

DS:

tampak tenang
o Orang tua klien

mengidentifikasi

o orang tua
mengatakan
merasa cemas
dan kawatir

kecemasan orang

menerima

tua klien sehingga

keadaan dan

dapat melakukan

mengerti akan

intervensi
20

mengenai

penyakit yang

keadaan bayinya,

dialami anaknya

o orang tua selalu

Jelaskan pada
orang tua

selanjutnya.
Agar orang tua

tentang

dapat mengetahui

menanyakan

keadaan anak-

dan memahami

apakah sakit

nya saat ini.

keadaan anaknya.

bayinya dapat
sembuh,
o orang tua

Agar orang tua


HE pada orang

klien mengerti

tua klien

tentang penyakit

berharap agar

tentang

asfiksia dan dapat

anaknya cepat

penyakit

melakukan

sembuh,

asfiksia

tindakan

DO:

antisipasi/ pen-

o orang tua nampak

cegahan terhadap

gelisah,

penyakit asfiksia

o cemas dan

khususnya pada

khawatir akan

saat kehamilan.

kondisi bayinya

21

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila
proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian.
Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya.Asfiksia lahir ditandai
dengan hipoksemia (penurunan PaO2), hiperkarbia (peningkatan PaCO2), dan asidosis
(penurunan PH).
Asfiksia di bagi menjadi 3 jenis, yaitu Nilai 0-3

: Asfiksia berat Nilai 4-6

Asfiksia sedang Nilai 7-10 : Normal


Asfiksia janin atau neonatus akan terjadi jika terdapat gangguan pertukaran gas
atau pengangkutan O2 dari ibu ke janin. Gangguan ini dapat timbul pada masa
kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. karena itu penilaian janin selama
kehamilan dan persalinan. memegang peran penting untuk keselamatan bayi atau
kelangsungan hidup yang sempurna tanpa gejala sisa.
Pencegahan

asfiksia

pada

bayi

baru

lahir

dilakukan

melalui

upaya

pengenalan/penanganan sedini mungkin, misalnya dengan memantau secara baik dan


teratur denyut jantung bayi selama proses persalinan, mengatur posisi tubuh untuk
memberi rasa nyaman bagi ibu dan mencegah gangguan sirkulasi utero-plasenter
terhadap bayi, teknik meneran dan bernapas yang menguntungkan bagi ibu dan bayi.
Bila terjadi asfiksia, dilakukan upaya untuk menjaga agar tubuh bayi tetap hangat,
menempatkan bayi dalam posisi yang tepat, penghisapan lendir secara benar,
memberikan rangsangan taktil dan melakukan pernapasan buatan (bila perlu).
Diagnosa keperawatan yang dapat diangakat secara teoritis adalah :
Bersihan jalan napas tidak efektif b/d penumpukan mukus.
Pola napas tidak efektif
Gangguan pertukaran gas
Intolernasi aktifitas
Ansietas
B. SARAN
22

1. Mahasiswa
Mahasiswa keperawatan hendaknya dapat menerapkan asuhan keperawatan
yang telah didapatkan secara teoritis yang telah disajikan dalam penulisan kasus ini
dan mampu memberikan informasi kepada masyarakat mengenai penyakit asfiksia
dengan mengadakan suatu penyuluhan atau pendidikan kesehatan.
2. Institusi
Semoga makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan tambahan informasi dan
bahan pustaka Seolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah mengenai asuhan
keperawatan dengan asfiksia.

23

DAFTAR PUSTAKA
Cecily L.Betz & Linda A. Sowden, 2001, Buku saku Keperawatan Pediatri,
EGC, Jakarta.
Carpenito,LJ, 1999, Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif, EGC, Jakarta.
Markum,AH, 1991, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, FK UI, Jakarta,
Indonesia
Markum, AH., 1991, Ilmu Kesehatan Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak
FK UI, Jakarta
McCloskey&Bulechek, 1996, Nursing Interventions
Second edisi, By Mosby-Year book.Inc,Newyork

Classifications,

NANDA, 2005-2006, Nursing Diagnosis: Definitions and classification,


Philadelphia, USA
University IOWA., NIC and NOC Project., 1991, Nursing outcome
Classifications, Philadelphia, USA

24

25

1. Kesimpulan

Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai


daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang
terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak
langsung pada kepala.
Kerusakan pada lapisan otak paling atas (korteks
serebri biasanya akan mempengaruhi kemampuan berfikir,
emosi dan perilaku seseorang. Daerah tertentu pada
korteks serebri biasanya bertanggungjawab atas perilaku
tertentu,

lokasi

yang

pasti

dan

beratnya

cedera

menentukan jenis kelainan yang terjadi.


Manifestasi Klinis yang ditemukan adalah gangguan
kesadaran, konfusi, perubahan TTV, sakit kepala, vertigo,
kejang, pucat, mual dan muntah, pusing kepala, terdapat
hematoma, dan lain-lain.
Berdasarkan kajian teoritis yang telah dipaparkan
sebelumnya,

maka

dapat

ditegakkan

diagnosa

keperawatan pada klien dengan cedera kepala, sebagai


berikut:
1.

Perubahan perfusi jaringan serebral

26

2.

Perubahan persepsi sensori

3.

Bersihan jalan nafas tidak efektif

4.

Resti infeksi b.d trauma jaringan, kerusakan kulit,

prosedur invasif.
Dianosa tersebut tidak selalu semuanya dapat ditegakkan,
hal ini sesuai dengan kondisi klien saat itu.

2. Saran
Penanganan pada klien dengan cedera kepala sangat ditekankan
agar tidak terjadi kerusakan otak sekunder. Dalam hal ini perawat
harus bertindak dengan cepat dan tepat sesuai dengan standar
asuhan keperawatan.

27

DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,
Volume 3. Jakarta:EGC
Closkey ,Joane C. Mc, Gloria M. Bulechek.(1996). Nursing Interventions
Classification (NIC). St. Louis :Mosby Year-Book.
Elizabeth J. Corwin. 1996. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Hudak & Gallo. 1994. Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC
Johnson,Marion, dkk. (2000). Nursing Outcome Classifications (NOC). St.
Louis :Mosby Year-Book
Juall,Lynda,Carpenito Moyet. (2003).Buku Saku Diagnosis Keperawatan
edisi 10.Jakarta:EGC

28

1.

NANDA
NOC
Kekurangan volume cairan Keseimbangan cairan
Indicator
b.d kehilangan volume
- Fungsi eliminasi
cairan aktif
normal
- Keseimbangan
intake dan output

NIC
Manajemen cairan
Aktivitas
- Monitor
keseimbangan
cairan
- Mencegah

cairan
- TTV normal
Hidrasi
- Tidak ada tanda-

tanda dehidrasi
Keseimbangan

komplikasi akibat
kadar cairan
yang abnormal
- Monitor TTV
Terapi Intravena
- Jelaskan

intake dan output


prosedur
-

cairan
TTV normal
-

kepada pasien
Pilih dan
siapkan
intravena
infusion sesuai
indikasi

2.

Ketidakseimbangan nutrisi:

Status nutrisi : asupan

kurang dari bkebutuhan

makanan dan cairan


tubuh b.d ketidakmampuan Indicator
- Mampu makan
mengabsorbsi makanan
secara normal
-

(oral)
Mampu minum
secara normal

Monitoring cairan
Aktivitas
- Monitor intake
dan output
cairan
- Monitor berat
badan
- Kaji tentang

29

Tidak terjadi

riwayat jumlah

penurunan berat

dan tipe intake

badan yang berarti

cairan dan pola


eliminasi
- Monitot TTV

DAFTAR ISI
BAB I TINJAUAN TEORITIS
A. KONSEP DASAR......................................................................
1. Pengertian...........................................................................
2. Tanda dan Gejala................................................................
3. Etiologi................................................................................
4. Patofisiologi.......................................................................
5. Manifestasi Klinis...............................................................
6. Pemeriksaan Diagnostik....................................................
7. Penatalaksanaan................................................................
8. Komplikasi..........................................................................
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian.........................................................................
2. Diagnosa Keperawatan.....................................................
3. Intervensi Keperawatan....................................................
4. Implementasi Keperawatan..............................................
5. Evaluasi.............................................................................
BAB II TINJAUAN KASUS
1. Pengakajian......................................................................
2. Diagnosa Keperawatan....................................................
3. Intervensi Keperawatan...................................................
4. Implementasi Keperawatan.............................................
5. Evaluasi.............................................................................
BAB III PENUTUP
1. Kesimpulan......................................................................
2. Saran.................................................................................

30

DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN

S-ar putea să vă placă și