Sunteți pe pagina 1din 25

LAPORAN KASUS

Hepatitis Kronis dengan Anemia

Untuk memenuhi tugas Stase Komprehensif di RSI Kendal

Disusun Oleh :
1. Reza Arnedi SH

H2A009039

2. Yunita Elfia

H2A009049

Pembimbing :
dr. Fatimah Azzahra

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS


MUHAMMADIYAH SEMARANG
2015

STATUS PASIEN
A.

B.

IDENTITAS PENDERITA
Nama

: Tn. S

Umur

: 46 tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Kalisari 6/2 reban

Pekerjaan

: Swasta

Agama

: Islam

Bangsal

: Alfath

No. RM

: 157. 977

Tanggal Masuk

: 23 Januari 2015

ANAMNESA
Anamnesis dilakukan tanggal 23 Januari 2015 secara autoanamnesis di IGD.
1. Keluhan Utama

: Nyeri perut

2. Riwayat Penyakit Sekarang


7 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh nyeri
perut (+), seperti ditusuk-tusuk, lebih nyeri saat bergerak, mual (+) tapi
tidak muntah, Kemudian pasien memeriksakan ke dokter, tetapi belum
ada perbaikan.
3 hari sebelum masuk rumah sakit keluhan nyeri perut
semakin memberat disertai berak berwarna hitam. Pasien mengeluh
pusing, bada terasa tidak enak, mual (-), muntah (-), buang air kecil (+).
Saat datang ke RSI Kendal pasien mengeluh nyeri perut (+)
hebat lebih enak bila posisi tiduran, perut terasa tidak enak, mual (+),
muntah (-), pusing (+), demam (-), nafsu makan menurun (+), berak
berwarna hitam (+), buang air kecil (+) tidak ada kelainan.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
-

Riwayat dengan gejala yang sama sebelumnya : disangkal

Riwayat Hipertensi

: diakui

Riwayat Diabetes Melitus

: disangkal

Riwayat Penyakit jantung

: diakui

Riwayat stroke

: disangkal

Riwayat Alergi obat

: disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga


-

Riwayat Hipertensi

: disangkal.

Riwayat Diabetes Melitus

: disangkal

Riwayat Penyakit jantung

: disangkal

5. Riwayat Kebiasaan

C.

Minum jamu

: diakui

Minum obat pegel linu

: diakui tiap 1 bulan sekali

Pijit

: diakui

Minum alkohol

: disangkal

Merokok

: disangkal

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 23 Januari 2015 :
A. Keadaan Umum

: tampak kesakitan

B. Kesadaran

: Compos mentis

C. Vital sign

: TD : 110/70 mmHg
N : 100 x/menit isi dan tegangan cukup
RR : 20 x/menit
t

D. Kepala

: 366C

: Mesocephal, distribusi rambut merata, tidak

mudah rontok
E. Mata: Conjunctiva Palpebra Anemis (+/+), Sclera Ikterik (+/+), pupil
isokor diameter 3mm/3mm, reflek cahaya (+/+)
F.

Telinga

: discharge (-), napas cuping hidung (-)

G. Hidung

: secret (-)

H. Mulut

: lidah kotor (-), pernapasan mulut (-)

I.

Tenggorokan : Faring : hiperemis (-), granulasi (-), lendir (-); Tonsil :


T1-1, hiperemis (-/-), kripte melebar (-/-), detritus (-/-).

J.

Kulit

: hipopigmentasi (-), hiperpigmentasi (-).

K. Leher

: pembesaran kelanjar getah bening (-), deviasi

trakea (-), JVP 2 cm dari angulus sterni.


L. Thorak
Jantung
Inspeksi
Palpasi

: ictus codis tampak


: kuat angkat, teraba 2 jari, ictus cordis teraba di

ICS 5 linea midclavikula, pulsus parasternal (-), pulsus epigastrium


(-)
Perkusi
Kanan jantung
Atas jantung
Pinggang jantung
Kiri jantung

: ICS 4 linea parasternalis dextra


: ICS 2 linea parasternal sinistra
: ICS 3 linea parasternalis sinistra
: ICS 5, 2 cm medial linea

midclavicula sinistra
Auskultasi : BJ I-II regular, bising (-)
Kesan : normal
Paru-paru (Lihat Tabel 1)
Tabel 1. Pemeriksaan Fisik Paru
Dextra
I : Simetris, retraksi dinding
dada (-)
Pal : Stem fremitus kanan =
kiri
Per
:
Sonor
di
kedua
lapangan paru
Aus : suara dasar vesikuler,
suara tambahan : wheezing
(-), ronchi (-)
:
Suara dasar
:
Vesikuler
Suara tambahan
: (-)
M. Abdomen

Sinistra
I : Simetris, retraksi dinding
dada (-)
Pal : Stem fremitus kanan =
kiri
Per : Sonor di kedua lapangan
paru
Aus : suara dasar vesikuler,
suara tambahan : wheezing
(-), ronchi (-)

Inspeksi

: datar, tumor (-), spider nevi (-), caput medusa (-)

Auskultasi

: BU (+) N, bruit (-), murmur (-).

Palpasi

NT

(+)

regio

hipokondrium

dx,

epigastrium,

hipokondrium sin, lumbal dx, Hepar : teraba 3 jari


dibawah arcus costa dextra, Liver span : linea mid
clav : 13cm; linea mid sternal : 9,5 cm, konsistensi :
keras, tepi : tumpul, Lien : tidak teraba.
Perkusi

: Timpani, Pekak alih (-), Pekak sisi (-)

N. Ekstremitas (Lihat Tabel 2)

D.

Tabel 2. Pemeriksaan Ekstremitas


Superior
(-/-)
Akral dingin
(-/-)
Edema
(-/-)
Eritema palmaris
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Inferior
(-/-)
(-/-)
-

Laboratorium darah rutin, 23 Januari 2015 (lihat Tabel 3)


Tabel 3. Pemeriksaan laboratorium darah rutin
Pemeriksaan
HEMATOLOGI
Hemoglobin
Lekosit
Trombosit
Eritrosit
Hematokrit
GOLONGAN DARAH
Golongan darah
SEROLOGI
HbsAg
KIMIA KLINIK
Gula Darah Sewaktu
Ureum
Creatinin
Fungsi hati
- SGOT
- SGPT
Bilirubin Total
- Direct
- Indirect
Bilirubin Direct
- Bilirubin total

Hasil

Nilai Normal

7,3
11.800
248.000
2,76
23

12 16
4.000 10.000
150.000 400.000 mm3
4 5,5 jt
37 43 %

O Rhesus +

A/B/AB/O

Positif (+)

Negatif

71
71
1,5

<200 mg/dl
10 50 mg/dl
0,5 0,9 mg/dl

153
54

sd 31 gr/dl
sd 31 gr/dl

0,7
0,9

sd 0,25
sd 11,75

1,6

sd 12,0

EKG

Hasil pemeriksaan USG Abdomen

E.

RESUME
Seorang pasien laki-laki bernama Tn.S umur 46 tahun datang dengan
keluhan nyeri perut (+), seperti ditusuk-tusuk, lebih nyeri saat bergerak,
mual (+) tapi tidak muntah, melena (+). Pasien mengeluh pusing (+), bada
terasa tidak enak, buang air kecil (+), nafsu makan menurun (+).
Hasil pemeriksaan fisik tanda vital TD : 110/70 mmHg; Nadi :
100x/menit; RR : 20x/menit; t : 36,60C. Mata : CPA (+/+), Sclera Ikterik
(+/+), Abdomen : Palpasi : NT (+) regio hipokondrium dx, epigastrium,

hipokondrium sin, lumbal dx, Hepar : teraba 3 jari dibawah arcus


costa dextra, Liver span : linea mid clav : 13cm; linea mid sternal : 9,5
cm, konsistensi : keras, tepi : tumpul.
Hasil pemeriksaan laboratorium Hb : 7,3 ; Leukosit : 11.800 ;
Eritrosit : 2,76 ; Hematokrit : 23 ; Golongan darah : O RH (+) ; HbsAg
(+); Ur : 71 ; Cr : 1,5 ; OT : 153 ; PT : 54. Hasil pemeriksaan USG
abdomen : suspect Malignasi Hepar DD/ Inflamasi akut, Splenomegali,
Gambaran Cholesistitis Akut.
F.

DIAGNOSIS
1. Hepatitis Kronis dengan Anemia
2. Penyakit Jantung Iskemik (PJI)

G.

TERAPI
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

H.

Infus Rl
Program Tranfusi PRC
Inj. Cefotaxime
Inj. Ranitidin
Inj. Asam Tranexamat
Antasid
Curcuma
ISDN

20 tpm
3x1 gram
2x50 mg
3x500 mg
3x C II
3x1 tab
3x5 mg

FOLLOW UP

Tanggal
24-01-2015

Perjalanan Penyakit
S : Kel : nyeri perut (+), pusing
(-), demam (-), mual (+),
muntah darah (+), BAB hitam
(+), BAK (+) normal,
makan/minum (+).
O : KU : sedang, CM
TD : 140/90
t : 362
N : 85 x/mnt
R : 20 x/mnt
Mata : CA (+/+), SI (+/+)
Abdomen : hepatomegali, NT
(+)regio hipokondrium dx,
epigastrium, hipokondrium
sin, lumbal dx

Planning
P : - Inj.Cefotaxime 3x1 gr
- Inj. Ranitidin 2x50 mg
- Inj. Asam tranexamat
3x500mg
- Curcuma 3x1 tab
STOP
- Antasid 3x CII
- ISDN 3x5mg
- Omz 1x1

25-01-2015

S : nyeri perut (+)<, mual (+),


muntah darah (+) 1x, BAB

P : - Antasid 3x CII
- ISDN 3x5mg

hitam (+) 3x, BAK (+) normal,


makan/minum (+).
O : KU : sedang, CM
TD : 130/90
t : 367
N : 85 x/mnt
R : 23 x/mnt
Mata : CA (+/+), SI (+/+)
Abdomen : hepatomegali, NT
(+)regio hipokondrium dx,
epigastrium, hipokondrium
sin, lumbal dx
Post tranfusi 2 kolf :
Hb : 8,2
Ht : 24
Trombo : 134
Leukosit : 22.000
Eritrosit : 2,63

Omz 1x1

26-01-2015

S : nyeri perut (+) <, mual (+),


muntah darah (-), BAB hitam
(+), BAK (+) normal,
makan/minum (+).
O : KU : sedang, CM
TD : 120/80
t : 363
N : 85 x/mnt
R : 20 x/mnt
Mata : CA (+/+), SI (+/+)
Abdomen : hepatomegali, NT
(+) regio hipokondrium dx,
epigastrium, hipokondrium
sin, lumbal dx
Transfusi PRC 2 kolf

P : - Antasid 3x CII
- ISDN 3x5mg
- Omz 1x1

27-01-2015

S : nyeri perut (+) <<, mual (-),


muntah darah (-), BAB hitam
(+), BAK (+) normal,
makan/minum (+).
O : KU : sedang, CM
TD : 120/80
t : 363
N : 85 x/mnt
R : 20 x/mnt
Mata : CA (+/+), SI (+/+)
Abdomen : hepatomegali, NT
(+) regio hipokondrium dx,
epigastrium, hipokondrium
sin.
Lab DR sebelum pulang :
Hb : 8,2
Ht : 24

P:
-

- Antasid 3x CII
ISDN 3x5mg
Omz 1x1
BLPL

Trombo : 134
Leukosit : 22.000
Eritrosit : 2,63

I.

PROGNOSIS
Quo Ad Vitam : dubia ad bonam
Quo Ad Sanam : dubia ad bonam
Quo Ad Fungsionam : dubia ad bonam

10

TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Hepatitis B adalah penyakit infeksi diserbabkan oleh virus hepatitis B
yang dapat menimbulkan peradangan bahkan kerusakan sel sel hati.1
B. Epidemiologi
Infeksi hepatitis virus hepatitis B merupakan suatu masalah kesehatan
masyarakat yang cukup besar di Indonesia. Dan berbaagai penelitian yang
ada, Frekuensi pengidap HBsAg berkisar antara 3-20%. Infeksi hepatitis B
kronik sedikitnya diderita oleh 300 juta orang di seluruh dunia. Di Eropa dan
Amerika 15-25% penderita Hepatitis B kronik meninggal karena proses hati
atau kanker hati primer. Penelitian yang dilakukan di Taiwan pada 3.654 pria
Cina yang HBsAg positif bahkan mendapatkan angka yang lebih besar yaitu
antara 40-50%.5
C. Etiologi
Penyebab hepatitis B adalah virus DNA yang tergolong dalam kelas
hepa DNA dan mempunyai masa inkubasi 1-6 bulan. Komponen lapisan luar
pada hepatitis B disebut hepatitis B surface antigen (HbsAg) dalam inti
terdapat genome dari HVB yaitu sebagian dari molekul tunggal dari DNA
spesifik yang sirkuler dimana mengandung enzim yaitu DNA polymerase.
Disamping itu juga ditemukan hepatitis Be Antigen (HBeAg). Antigen ini
hanya ditemukan pada penderita dengan HBsAg positif. HBeAg positif pada
penderita merupakan pertanda serologis yang sensitif dan artinya derajat
infektivitasnya tinggi, maka bila ditemukan HBsAg positif penting diperiksa
HBeAg untuk menentukan prognosis penderita.6
Cara penularan infeksi virus hepatitis B ada dua, yaitu :
-

Penularan horizontal terjadi dari seorang pengidap infeksi virus hepatitis


B kepada individu yang masih rentan di sekelilingnya. Penularan
horizontal dapat terjadi melalui kulit atau melalui selaput lendir.
Penularan melalui kulit, ada 2 macam yaitu disebabkan tusukan yang
jelas (penularan parenteral), misal melalui suntikan, transfusi darah dan

11

tato. Yang kedua adalah penularan melalui kulit tanpa tusukan yang jelas,
misal masuk nya bahan infektif melalui goresan atau abrasi kulit dan
radang kulit. Penularan melalui selaput lendir : tempat masuk infeksi
virus hepatitis B adalah selaput lendir mulut, mata, hidung, saluran
-

makanan bagian bawah dan selaput lendir genetalia.


Penularan vertikal terjadi dari seorang pengidap yang hamil kepada bayi
yang dilahirkan. Penularan vertikal : dapat terjadi pada masa sebelum
kelahiran atau prenatal (inutero), selama persalinan atau perinatal dan
setelah persalinan atau post natal.5

Cara utama penularan virus hepatitis B adalah melalui parenteral dan


menembus membrane mukosa terutama melalui hubungan seksual. Masa
inkubasi rata-rata sekitar 60-90 hari. HbsAg telah ditemukan pada hampir
semua cairan tubuh orang yang terinfeksi yaitu darah, semen, saliva, air mata,
asites, air susu ibu, urin, dan bahkan feses. Setidaknya sebagian cairan tuibuh
ini (terutama darah, semen, dan saliva) telah terbukti bersifat infeksius.7
Orang yang beresiko tinggi menderita hepatitis B :
1. Imigran dari daerah endemis HBV
2. Pengguna obat intravena yang sering bertukar jarum dan alat suntik
3. Pelaku hubungan seksual dengan banyak orang atau dengan orang
terinfeki
4. Pria homoseksual yang secara seksual aktif
5. Pasien rumah sakit jiwa
6. Narapidana pria
7. Pasien hemodialisis dan penderita hemofili yang menerima produk tertentu
dari plasma
8. Kontak serumah dengan karier HBV
9. Pekerja sosial dibidang kesehatan terutama yang banyak kontak dengan
darah
10. Bayi yang baru lahir dari ibu terinfeksi, dapat pada saat atau seggera
setelah lahir.1, 7

12

D. Patofisiologi
Virus hepatitis B masuk ke dalam tubuh secara parenteral, dari
peredaran darah partikel Dane masuk ke dalam hati dan terjadi proses
replikasi virus. Selanjutnya sel-sel hati akan memproduksi dan mensekresi
partikel Dane utuh, partikel HbsAg bentuk bulat dan tubuler dan HBeAg yang
tidak ikut membentuk partikel virus. Virus hepatitis B smerangsang respon
imun tubuh, yang pertama kali adalah respon imun non spesifik karena dapat
terangsang dalam waktu beberapa menit sampai beberapa jam dengan
memanfaatkan sel-sel NK dan NKT. Kemudian diperlukan respon imun
spesifik yaitu dengan mengakstivasi sel limfosit T dan sel limfosit B. aktivasi
sel T, CD8 + terjadi setelah kontak reseptor sel T dengan komplek peptide
VHB-MHC kelas I yang ada pada permukaan dinding sel hati. Sel T CD8 +
akan mengeliminasi virus yang ada di dalam sel hati terinfeksi. Proses
eliminasi bisa terjadi dalam bentuk nekrosis sel hati yang akan menyebabkan
meningkatnya ALT.8
Aktivasi sel limfosit B dengan bantuan sel CD+ akan mengakibatkan
produksi antibody antara lain anti-HBs, anti-HBc, anti-HBe. Fungsi anti-HBs
adalah netralisasi partikel virus hepatitis B bebas dan mencegah masuknya
virus ke dalam sel, dengan demikian anti-HBs akan mencegah penyebaran
virus dari sel ke sel.8
Bila proses eliminasi virus berlangsung efisien maka infeksi virus
hepatitis B dapat diakhiri tetapi kalau proses tersebut kurang efisien maka
terjadi infeksi virus hepatitis B yang menetap. Proses eliminsai virus hepatitis
B oleh respon imun yang tidak efisien dapat disebabkan oleh faktor virus atau
pun faktor pejamu.8
-

Faktor virus antara lain : terjadinya imunotoleransi terhadap produk virus


hepatitis B, hambatan terhadap CTL yang berfungsi melakukan lisis sel
sel terinfeksi, terjadinya mutan virus hepatitis B yang tidak memproduksi
HBeAg, integarasi genom virus hepatitis B dalam genom sel hati

13

Faktor pejamu antara lain : faktor genetik, kurangnya produksi IFN,


adanya antibodi terhadap antigen nukleokapsid, kelainan fungsi limfosit,
respons antiidiotipe, faktor kelamin dan hormonal.8
Salah satu contoh peran imunotoleransi terhadap produk virus

hepatitis B dalam persistensi virus hepatitis B adalah mekanisme persistensi


infeksi virus hepatitis B pada neonatus yang dilahirkan oleh ibu HBsAg dan
HBeAg posistif, diduga persistensi infeksi virus hepatitis B pada neonatus
yang dilahirkan oleh ibu HBeAg yang masuk ke dalam tubuh janin
mendahului invasi virus hepatitis B, sedangkan persistensi pada usia dewasa
diduga disebabkan oleh kelelahan sel T karena tingginya konsentrasi partikel
virus.8
E. Manifestasi Klinis
Berdasarkan gejala klinis dan petunjuk serologis, manifestasi klinis
hepatitis B dibangi 2 yaitu :
1. Hepatitis B akut yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap
individu yang sistem imunologinya matur sehingga berakhir dengan
hilangnya virus hepatitis B dari tubuh hospes.
Hepatitis B akut terdiri atas 3 yaitu :
a. Hepatitis B akut yang khas
b. Hepatitis Fulminan
c. Hepatitis Subklinik
2. Hepatitis B kronis yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap
individu dengan sistem imunologi kurang sempurna sehingga mekanisme
untuk menghilangkan virus hepatitis B tidak efektif dan terjadi
koeksistensi dengan virus hepatitis B.9
Hepatitis B akut yang khas
Bentuk hepatitis ini meliputi 95 % penderita dengan gambaran ikterus yang
jelas.

Gejala klinis terdiri atas 3 fase yaitu :

14

1. Fase Praikterik (prodromal)


Gejala non spesifik, permulaan penyakit tidak jelas, demam tinggi,
anoreksia mual, nyeri didaerah hati disertai perubahan warna air kemih
menjadi gelap.Pemeriksaan laboratorium mulai tampak kelainan hati
(kadar bilirubin serum, SGOT dan SGPT, Fosfatose alkali, meningkat).
2. Fase lkterik
Gejala demam dan gastrointestinal tambah hebat disertai hepatomegali
dan splenomegali. timbulnya ikterus makin hebat dengan puncak pada
minggu kedua. setelah timbul ikterus, gejala menurun dan pemeriksaan
laboratorium tes fungsi hati abnormal.
3. Fase Penyembuhan
Fase ini ditandai dengan menurunnya kadar enzim aminotransferase.
pembesaran hati masih ada tetapi tidak terasa nyeri, pemeriksaan
laboratorium menjadi normal.9
Hepatitis Fulminan
Bentuk ini sekitar 1 % dengan gambaran sakit berat dan sebagian
besar mempunyai prognosa buruk dalam 7-10 hari, lima puluh persen akan
berakhir dengan kematian. Adakalanya penderita belum menunjukkan gejala
ikterus yang berat, tetapi pemeriksaan SGOT memberikan hasil yang tinggi
pada pemeriksaan fisik hati menjadi lebih kecil, kesadaran cepat menurun
hingga koma, mual dan muntah yang hebat disertai gelisah, dapat terjadi
gagal ginjal akut dengan anuria dan uremia.9
Hepatitis Kronik
Kira-kira 5-10% penderita hepatitis B akut akan mengalami Hepatitis
B kronik. Hepatitis ini terjadi jika setelah 6 bulan tidak menunjukkan
perbaikan yang baik.9 Gejala tambahan dapat terjadi, terutama pada orang
yang sudah lama mengalami hepatitis B kronis. Gejala ini termasuk ruam,
urtikaria (kaligata rasa gatal yang berbintik-bintik merah dan bengkak),
arthritis (peradangan sendi), dan polineuropati (semutan atau rasa terbakar
pada lengan dan kaki)10. Penyakit hepatitis kronik dikatakan sebagai suatu
penyakit nekroinflamasi hati yang berlanjut dan tanpa perbaikan paling

15

sedikit selama 6 bulan, yang melibatkan proses destruksi yang progresif dan
regenerasi dari parenkim hati yang pada akhirnya akan menuju fibrosis dan
sirosis. Penyakit ini dapat asimtomatik atau disertai gejala-gejala seperti
mudah lelah, malaise dan nafsu makan berkurang. Serum aminotransferase
dapat

meningkat secara sementara atau menetap. Ikterus sering tidak

ditemukan, kecuali pada kasus-kasus stadium lanjut. Keadaan ini dapat


disertai splenomegali, limfadenopati, penurunan berat badan, dan demam.10
F. Diagnosis
Manifestasi klinik hepatitis B kronik secara garis besar dibagi 2, yaitu :
1. Hepatitis B kronik yang masih aktif
- HbsAg (+) , DNA VHB lebih lebih dari 10 5 kopi / ml . didapatkan
kenaikan ALT yang menetap atau intermitten.
Tanda tanda peradangan penyakit hati kronik
Histopatologi hati terjadi peradangan yang aktif.
2. Carrier VHB inaktif
- HbsAg (+), titer DNA VHB kurang dari 105kopi / ml . konsentrasi
-

ALT normal
Keluhan tidak ada
Kelainan kerusakan jaringan hati minimal.

Tabel 1. Definisi dan kriteria diagnostik pasien dengan infeksi hepatitis B


kronik5,6,8,15
Definisi
Kriteria
Diagnosis
Hepatitis B Proses nekro-inflamasi kronis 1. HBsAg + > 6 bulan
kronis
hati disebabkan oleh infeksi 2. HBV DNA serum >
persisten virus hepatitis B.
105copies/ml
Dapat dibagi menjadi hepatitis 3. Peningkatan kadar ALT/AST
B kronis dengan HBeAg + dan
secara berkala/persisten
HBeAg 4. Biopsi hati menunjukkan
hepatitis kronis (skor
nekroinflamasi > 4)
Carrier Infeksi virus hepatitis B 1. HBsAg + > 6 bulan
HBsAg persisten tanpa disertai proses 2. HBeAg , anti HBe +
inaktif
nekro-inflamasi yang signifikan 3. HBV DNA serum
<105copies/ml
4. Kadar ALT/AST normal
5. Biopsi hati menunjukkan tidak
adanya hepatitis yang signifikan
(skor nekroinflamasi < 4

16

Diagnostik pasti didapatkan dengan Biopsi hati, dengan klasifikasi


Histologycal Activity Index (HAI), system ini digunakan selain untuk
diagnosis pasti juga digunakan untuk menilai progresifitas penyakit,
prognosis, dan tatalaksana yang sesuai.

Aktivasi peradangan Portal dan lobular8


Skor yang menunjukkan intensitas nekrosis (grade)

Grade
0
1
2
3
4

Patologi
Peradangan portal tidak ada atau minimal
Peradangan portal tanpa nekrosis atau peradangan lobular tanpa
nekrosis
Limiting plate necrosis ringan (interface hepatitis ringan) dan atau
nekrosis lobular fokal
Limiting plate necrosis sedang (interface hepatitis sedang) dan atau
nekrosis fokal berat ( confluent necrosis)
Limiting plate necrosis berat (interface hepatitis berat) dan atau
bridging necrosis

Fibrosis8

Stage
0
1
2
3
4

Progresi structural penyakit hati (stage)


Patologi
Tidak ada fibrosis
Fibrosis terbatas pada zona portal yang melebar
Pembentukan septa periportal atau septa portal portal dengan
arsitektur yang masih utuh
Distorsi arsitektur (fibrosis septa bridging) tanpa sirosis yang jelas
Kemungkinan sirosis atau pasti sirosis

Parameter
Evaluasi awal

Table 4. Evaluasi Pasien HBV 15


Keterangan
1.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik
2.
Pemeriksaan laboratorium untuk menilai
penyakit hati : darah rutin dan fungsi hati
3.
Pemeriksaan replikasi virus : HBeAg, antiHBe
dan HBV DNA
4.
Pemeriksaan untuk menyisihkan penyakit hati
lainnya : anti HCV, anti HDV (khususnya pengguna
narkoba injeksi, atau daerah endemis)
5.
Skrining karsinoma hepatoselular :kadar alfa feto
17

protein dan ultrasonografi


6.
Biopsi hati pada pasien yang memenuhi kriteria
hepatitis B kronis.
Follow up pasien yang Pasien HBeAg positif dan HBV DNA > 105copies/ml
belum diterapi
dan kadar ALT normal :
1.
Pemeriksaan ALT setiap 3 6 bulan
2.
Bila ALT > 1-2 x BANN, periksa ulang setiap 13 bulan
3.
Bila ALT > 2 x BANN selama 3-6 bulan,
pertimbangkan biopsi dan terapi
4.
Pertimbangkan untuk skrining karsinoma
hepatoselular
Pasien carrier HBsAg inaktif :
1.
Pemeriksaan ALT setiap 6 12 bulan
2.
Bila ALT > 1-2 x BANN, periksa HBV DNA dan
singkirkan penyebab penyakit hati lainnya
3.
Pertimbangkan untuk skrining karsinoma
hepatoselular
G. Penatalaksanaan 1,5,6, 8,11-15
1. Penderita dan keluarga diberi penjelasan atau penyuluhan tentang cara
penularan, infeksiositas penderita sebagai pengidap HBsAg, apalagi jika
HBeAG positif, keluarga serumah dan yang menjalin hubungan
intim/seksual perlu divaksinasi terhadap hepatitis B (perlu uji saring pravaksinasi atas HBsAg dan anti-HBs).
2. Aktivitas pekerjaan sehari-hari seperti biasa disesuaikan dengan keluhan
(aktivitas hepatitis), jangan sampai terlalu meletihkan, demikian juga
dengan olahraga.
3. Diet khusus tak diperlukan, namun harus pertahankan gizi baik dan tidur
yang cukup. Protein 1-1,5 gr/kg/hari. Di RSU DR Sutomosejak tahun
2003tersedia diet hati pra/ensefalopati yang terdiiri dari :

Diet Hati I (DH I) : protein 1-1,2 gr/kgBB/hari, kalori 40


kal/kgBB/hari

Diet Hati II (DH II) : protein 1,2-1,5 gr/kgBB/hari, kalori 40


kal/kgBB/hari

4. Terapi spesifik hingga sekarang masih dalam tahap eksperimental dan


pola pemberian bermacam-macam.

18

Tujuan pengobatan hepatitis B kronik adalah untuk mencegah atau


menghentikan progesi jejas hati (liver injury) dengan cara menekan replikasi
virus atau menghilangkan infeksi dalam pengobatan hepatitis B kronik, tujuan
akhir yang sering dipakai adalah hilangnya petanda replikasi virus yang aktif
secara menetap (HBeAg dan DNA VHB) atau dengan kata lain mengontrol
viral load serendah mungkin menjadi anti-HBe disertai dengan hilangnya
DNA VHB dalam serum dan meredanya penyakit hati.11
Pada kelompok pasien hepatitis B kronik HBeAg negatif, sero
konvensi HBeAg tidak dapat dipakai sebagai titik akhir pengobatan dan
respons pengobatan hanya dapat dinilai dengan pemeriksaan DNA VHB.11
Terdapat dua golongan pengbatan untuk hepatitis kronik, yaitu :
1. Golongan imunomodulasi

Interferon (IFN)
Interferon adalah kelompok protein intreseluler yang normal
ada dalam tubuh, diproduksi oleh sel limfosit dan monosit.
Produksinya dirangsang oleh berbagai macam stimulasi terutama
infeksi virus.
IFN berkhasiat sebagai antivirus, imuno modulator, anti
prolifrative dan antipribotif. Efek anti virus terjadi dimana IFN
berinteraksi dengan reseptornya yang terdaftar pada membrane
sitoplasma sel hati yang diikuuti dengan diproduksinya protein efektor
sebagai antivirus. Pada hepatitis B kronik sering didapatkan
penurunan IFN. Akibatnya,terjadi penampilan molekul HLA kelas 1
pada membrane hepatosit yang sangat diperlukan agar sel T sitotoksit
dapat mengenali sel sel hepatosit yang terkena virus VHB. Sel sel
terseut menampilkan antigen sasaran (target antigen) VHB pada
membrane hepatosit.
IFN adalah salah satu obat pilihan untuk pengobatan pasien
hepatitis B kronik dnegan HbeAg positif, dengan aktifitis penyakit
ringan-sedang, yang belum mengalami sirosis. IFN telah dilaporkan
dapat mengurangi replikasi virus.
19

Beberapa faktor yang dapat meramalkan keberhasilan IFN :


-

Konsentrasi ALT yang tinggi


Konsentrasi DNA VHB yang rendah
Timbulnya flare up selama terapi
IgM anti HBc yang positif

Efek samping IFN :


1. Gejala seperti flu
2. Tanda tanda supresi sutul
3. Flare up
4. Depresi
5. Rambut rontok
6. Berat badan turun
7. Gangguan fungsi tiroid.
Dosis IFN yang dianjurkan untuk HBeAg (+) adalah 5 10
MU 3x seminggu selama 16 24 minggu. Untuk HBe Ag (-)
sebaiknya sekurang kurangnya diberikan selama 12 bulan.

Timosin alfa
Timosin alfa merangsang fungsi sel limfosit. Pada hepatitis
virus B, timosin alfa berfungsi menurunkan replikasi VHB dan
menurunkan konsentrasi atau menghilangkan DNA VHB. Keunggulan
obat ini adalah tidak efek samping seperti IFN, dengan kombinasi
dengan IFN obat ini dapat meningkatkan efektifitas IFN.

2. Golongan antiviral

Lamivudin
Lamivudin adalah suatu enantiomer (-) dari 3 tiasitidin yang
merupakan suatu analog nukleosid, berfungsi sebagai bahan
pembentuk pregenom, sehingga analog nukleosid bersaing dengan
nukleosid asli. Lamivudin berkhasiat menghambat enzim reverse
transcriptase yang berfungsi dalam transkripsi balik dari RNA menjadi
DNA yang terjadi dalam replikasi VHB. Lamivudin menghambat
produksi VHB baru dan mencegah infeksi hepatosit sehat yang belum
terinfeksi tetapi tidak mempengaruhi sel sel yang telah terinfeksi,
20

karena itu apabila obat dihentikan konsentrasi DNA akan naik kembali
akibat diproduksinya virus virus baru oleh sel sel yang telah
terinfeksi. Pemberian lamivudin 100 mg/hari selama 1 tahun dapat
menekan HBV DNA, normalisasi ALT, serokonversi HBeAg dan
mengurangi progresi fibrosis secara bermakna dibandingkan placebo
(17) . Namun lamivudin memicu resistensi. Dilaporkan bahwa
resistensi terhadap lamivudin sebesar lebih dari 32% setelah terapi
selama satu tahun dan menjadi 57% setelah terapi selama 3 tahun(18) .
Risiko resistensi terhadap lamivudin meningkat dengan makin
lamanya pemberian. Dalam suatu studi di Asia, resistensi genotip
meningkat dari 14% pada tahun pertama pemberian lamivudin,
menjadi 38%, 49%, 66% dan 69% masing masing pada tahun ke 2,3,4
dan 5 terapi

Adefovir Dipivoksil
Prinsip kerjanya hamper sama dengan lamivudin, yaitu sebagai
analog nukleosid yang menghambat enzim reverse transcriptase.
Umumnya digunakan pada kasus kasus yang kebal terhadap
lamivudin, dosisnya 10 30 mg tiap hari selama 48 minggu.

HBeAg
+
+

Tabel 5. Regimen pemilihan terapi


HBV DNA
ALT Strategi
Pengobatan
5
(>10 copies/ml)
+
2 x BANN
Efikasi terhadap terapi rendah
Observasi, terapi bila ALT meningkat
+
> 2 x BANN Mulai terapi dengan : interferon alfa, lamivudin
atau adefovir
End point terapi : serokonversi HBeAg dan
timbulnya anti HBe
Durasi terapi :
- Interferon selama 16 minggu
- Lamivudin minimal 1 tahun, lanjutkan 3-6
bulan setelah terjadi serokonversi HBeAg
- Adefovir minimal 1 tahun
Bila
tidak
memberikan
respon/ada
kontraindikasi, interferon diganti lamivudin /
adefovir
Bila resisten terhadap lamivudin, berikan

21

adefovir
Mulai terapi dengan : interferon alfa, lamivudin
> 2 x BANN atau adefovir. Interferon atau adefovir dipilih
mengingat kebutuhan perlunya terapi jangka
panjang
End point terapi : normalisasi kadar ALT dan
HBV DNA (pemeriksaan PCR) tidak terdeteksi
Durasi terapi :
- Interferon selama satu tahun
- Lamivudin selama > 1 tahun
- Adefovir selama > 1 tahun
Bila
tidak
memberikan
respon/
ada
kontraindikasi interferon diganti lamivudin /
adefovir
Bila resisten terhadap lamivudin, berikan
adefovir
2 x BANN
Tidak perlu terapi
Terkompensasi : lamivudin atau adefovir
Sirosis hati
Dekompensasi : lamivudin (atau adefovir),
interferon kontraindikasi, transplantasi hati
Sirosis hati
Terkompensasi : observasi
Dekompensasi : rujuk ke pusat transplantasi hati

Tabel 6. Respon Antivirus


Respon terapi
Keterangan
Biokimiawi
Penurunan kadar ALT menjadi normal
Virology
Kadar HBV DNA menurun / tidak terdeteksi (<105copies/ml)
Histology
HbeAg + menjadi HbeAg
Respon komplit Pada pemeriksaan biopsi hati, indeks aktifitas
histologi menurun paling tidak 2 angka
dibandingkan sebelum terapi
Terpenuhinya kriteria : biokimiawi, virologi dan
menghilangnya HbsAg

22

H. Komplikasi dan Prognosis


Hepatitis B kronik dapat berlanjut menjadi sirosis hepatis yang
merupakan komplikasi paling banyak, dan merupakan perjalanan klinis akhir
akibat nekrotik sel-sel hepatosit. Prognosis hepatitis B kronik dipengaruhi
oleh berbagai factor, yang paling utama adalah gambaran histology hati,
respon imun tubuh penderita, dan lamanya terinfeksi hepatitis B, serta respon
tubuh terhadap pengobatan.

23

DAFTAR PUSTAKA

1.

Cahyono SB. Hepatitis B. Yogyakarta : Kanisius, 2010; 20-33

2.

Anonim. Hepatitis B. Diakses dari www.totalkesehatananda.com tanggal


11 November 2010

3.

Lenny.Indonesia Peringkat ke-3 Jumlah Penderita Hepatitis. Diakses


www.technology-indonesia.com pada tanggal 11 November 2010

4.

Anonim.Hepatitis B, Menyerang Tanpa Pandang Bulu. Diakses tanggal


www.jakartalantern.com

5.

Soemoharjo S. Hepatitis Virus B. Edisi 2. Jakarta: EGC, 2008 ; 20-23

6.

Hadi S. Gastroenterologi. Bandung : Alumni, 2002 ; 487-571

7.

Lindseth, Glenda N. Gangguan Hati, Kandung Empedu dan Pankreas.


Dalam : Sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson, editor. Patofisiologi. Volume
I. Jakarta : EGC, 2006 ; 472-515

8.

Soemohardjo S, Gunawan S. Hepatitis B Kronik. Dalam : Aru W.Sudoyo


dkk, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Jakarta : Internal
Publishing, 2009 ; 653 661

9.

Siregar FA. Hepatitis B di tinjau Dari Kesehatan Masyarakat Dan Upaya


Pencegahan. Di akses www.library.usu.ac.id tanggal 11 November 2010

10.

Green CW. Hepatitis Virus dan HIV. Jakarta : Yayasan Spiritia, 2005 ; 1023

11.

Nusi IA dkk. Hepatitis Kronis. Dalam : Askandar Tjokroprawiro dkk,


editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Surabaya: Airlangga University,
2007 ; 125-8

12.

Anonim.
Hepatitis
B.
diaksess
dari
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs204/en/ pada tanggal 11
November 2010.
24

13.

Buster, dkk. Antiviral Treatmeant For chronic Hepatitis B virus infection


Immune Modulation or Viral Suppression ?. Dalam : Netherlands The
Journal of Medicine , volume 64, nomor 6. Tahun 2006

14.

Lok, Anna. S.F, dkk. Practice Guideline of Chronic Hepatitis B : Update


2009. American Association for the Study of Liver Diseases (AASLD).

15.

Suharjo, JB, dkk. Diagnosis dan Manajemen Hepatitis B Kronik. Dalam


jurnal : Cermin Dunia Kedokteran, No. 150. 2006

25

S-ar putea să vă placă și